management igd

59
ISTILAH GAWAT DARURAT Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup. Keadaan da rurat adalah keadaan yang terjadinya mendadak, sewaktu-waktu / kapan saja, terjadi dimana saja, dan dapat menyangkut siapa saja sebagai akibat dari suatu kecelakaan, suatu proses medik atau perjalanan suatu penyakit. Pertolongan pertama adalah perlakuan sementara yang diberikan pada seseorang yang mengalami kecelakaan atau sakit mendadak sebelum pertolongan definitif oleh dokter dapat diberikan / dilakukan pencegahan agar tidak terjadi cedera yang lebih parah yang diberikan oleh orang awam bukan dimasukkan dalam tindakan medik. Perawatan kedaruratan meliputi pertolongan pertama, penanganan transportasi yang diberikan kepada orang yang mengalami kondisi darurat akibat rudapaksa, sebab medik atau perjalanan penyakit di mulai dari tempat ditemukannya korban tersebut sampai pengobatan definitif dilakukan di tempat rujukan. Penanggulangan korban masal Pada korban satu persatu dapat ditanggulangi secara beruntun atau bergilir. Namun pada korban masal yang mana jumlah korban sedemikian banyaknya sehingga tenaga atau fasilitas kesehatan tidak berimbang maka perlu difikirkan suatu sistim penanganan yang tepat, yaitu Sistim Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). M engacu pada dalil bahwa pertolongan harus cermat, tepat dan cepat agar korban tidak mati atau cacat maka harus ditangani secara bersama

Upload: addin-sappi-minil-monkichi

Post on 14-Aug-2015

120 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

penjelasan

TRANSCRIPT

Page 1: Management Igd

ISTILAH GAWAT DARURAT

Gawat darurat 

adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.

Keadaan darurat

adalah keadaan yang terjadinya mendadak, sewaktu-waktu / kapan saja, terjadi dimana saja, dan dapat menyangkut siapa saja sebagai akibat dari suatu kecelakaan, suatu proses medik atau perjalanan suatu penyakit.

Pertolongan pertama

adalah perlakuan sementara yang diberikan pada seseorang yang mengalami kecelakaan atau sakit mendadak sebelum pertolongan definitif oleh dokter dapat diberikan / dilakukan pencegahan agar tidak terjadi cedera yang lebih parah yang diberikan oleh orang awam bukan dimasukkan dalam tindakan medik.

Perawatan kedaruratan

meliputi pertolongan pertama, penanganan transportasi yang diberikan kepada orang yang mengalami kondisi darurat akibat rudapaksa, sebab medik atau perjalanan penyakit di mulai dari tempat ditemukannya korban tersebut sampai pengobatan definitif dilakukan di tempat rujukan.

Penanggulangan korban masal

Pada korban satu persatu dapat ditanggulangi secara beruntun atau bergilir. Namun pada korban masal yang mana jumlah korban sedemikian banyaknya sehingga tenaga atau fasilitas kesehatan tidak berimbang maka perlu difikirkan suatu sistim penanganan yang tepat, yaitu Sistim Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Mengacu pada dalil bahwa pertolongan harus cermat, tepat dan cepat agar korban tidak mati atau cacat maka harus ditangani secara bersama dan terpadu, oleh berbagai komponen penolong atau pertolongan. Ini berarti penanganan harus dilakukan secara multi disiplin, multi profesi dan multi sektor meliputi :

Penanganan terhadap korban banyak / penyelamatan jiwa

Dilakukan oleh penolong & pertolongan banyak

Terjalin komunikasi dan koordinasi yang terkendali

Page 2: Management Igd

Menyangkut transportasi korban

Tempat-tampat rujukan

Penyebab kegawatan

Segala sesuatu bisa berupa penyakit maupun trauma yang menyebabkan ancaman terhadap fungsi-fungsi vital tubuh antara lain :

Jalan nafas dan fungsi nafas

Fungsi sirkulasi

Fungsi otak dan kesadaran

Unit Gawat Darurat (UGD)

adalah Unit/bagian yang memberikan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut atau mengalami kecelakaan

Pasien gawat darurat

adalah seseorang atau banyak orang yang mengalami suatu keadaan yang mengancam jiwanya yang memerlukan pertolongan secara cepat, tepat dan cermat yang mana bila tidak ditolong maka seseorang atau banyak orang tersebut dapat mati atau mengalami kecacatan.

Kriteria pasien gawat darurat

 adalah mengalami kegawatan yang menyangkut:

· Terganggunya jalan nafas, antara lain sumbatan jalan nafas oleh benda asing, asma berat, spasme laryngeal, trauma muka yang mengganggu jalan nafas dan lain-lain

· Terganggunya fungsi pernafasan, antara lain trauma thorak (tension pneumotorak, masif hematotorak, emfisema, fraktur flail chest, fraktur iga), paralisis otot pernafasan karena obat atau penyakit dan lain-lain

· Terganggunya fungsi sirkulasi antara lain syok (hipovolumik, kardiogenik, anafilaksis, sepsis, neurogenik), tamponade jantung dan lain-lain

· Terganggunya fungsi otak dan kesadaran antara lain stroke dengan penurunan kesadaran, trauma capitis dengan penurunan kesadaran, koma diabetika, koma uremikum, koma hepatikum, infeksi otak, kejang dan lain-lain.

Page 3: Management Igd

Pasien akut

 adalah pasien yang menderita sakit secara mendadak (onset waktu yang cepat) yang membutuhkan pertolongan segera yang apabila tidak ditolong sakitnya akan bertambah parah.

Kriteria pasien akut :

· Semua pasien gawat darurat

· Pasien trauma selain gawat darurat seperti luka robek ringan, luka bakar ringan, fraktur tulang tanpa perdarahan

· Pasien medis tidak gawat darurat seperti hematemesis melena tanpa syok, stroke tanpa penurunan kesadaran, diare dengan dehidrasi ringan-sedang dan lain-lain

Pasien tidak gawat dan tidak akut : pasien diluar kriteria pasien gawat dan pasien akut

PENILAIAN AWAL

Initial Assesment adalah proses penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian pada pasien gawat darurat.

Tujuannya mencegah semakin parahnya penyakit dan menghindari kematian korban dengan penilaian yang cepat dan tindakan yang tepat. Meliputi :

1. Persiapan,antara lain

a. Fase pra rumah sakit, harus ada koordinasi yang baikantara dokter di rumah sakit dengan petugas lapangan sehingga rumah sakit dapat mempersiapkan diri. Pada fase ini dititikberatkan pada stabilisasi pasien yang menyangkut penjagaan jalan nafas, kontrol perdarahan dan syok, immobilisasi pasien dan transportasi pasien.

b. Fase rumah sakit, harus mempersiapkan diri sebelum pasien tiba seperti perlengkapan airway, cairan kristaloid yang telah dihangatkan, perlengkapan monitoring, alat-alat proteksi diri dan tenaga medis dan penunjangnya sendiri.

2. Triage

3. Survei primer

4. Resusitasi

Page 4: Management Igd

5. Tambahan terhadap survey primer dan resusitasi

6. Survei sekunder

7. Tambahan terhadap survey sekunder

8. Pemantauan dan re-evaluasi

9. Penanganan definitive

TRIAGE

Jika kita berkunjung ke UGD atau IRD suatu rumah sakit sering kita jumpai istilah tiage (baca : trias) yang berasal dari bahasa Perancis.

Triage adalah pengelompokan korban/pasien berdasarkan berat ringannya trauma atau penyakit serta kecepatan penanganan atau pemindahan.

Tujuan : Dapat menangani korban/pasien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada

Macam-macam korban :

Korban masal : lebih dari 1 orang harus ditolong lebih dari 1 penolong, bukan bencana

Korban bencana : korban lebih besar dari korban masal

Prinsip-prinsip triage :

“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sependek mungkin), The Right Patient, to The Right Place at The Right Time serta melakukan yang terbaik untuk jumlah terbanyak” dengan seleksi korban berdasarkan :

Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit

Dapat mati dalam hitungan jam

Trauma ringan

Sudah meninggal

Dari yang hidup dibuat prioritas

Prioritas : penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul

Page 5: Management Igd

Tingkat prioritas :

Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk sangat berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%

Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.

Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan

Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala kritis.

Penilaian dalam triage

Primary survey (A,B,C) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya

Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III,0 dan selanjutnya

Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan pada A, B, C, derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.

Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban

Perencanaan triage

Persiapan sebelum bencana

Pengorganisasian personal (bentuk tim triage)

Pengorganisasian ruang/tempat

Pengorganisasian sarana/peralatan

Pengorganisasian suplai

pelatihan

komunikasi

Pemimpin triage

Hanya melakukan :

Primary survey

Menentukan prioritas

Menentukan pertolongan yang harus diberikan

Page 6: Management Igd

Keputusan triage harus dihargai. Diskusi setelah tindakan. Hindari untuk tidak memutuskan sesuatu. Pemimpin triage tidak harus dokter, perawat pun bisa atau orang yang terlatih tergantung sumber daya manusia di tempat kejadian.

Tim triage

Bertanggung jawab

Mencegah kerusakan berlanjut atau semakin parah

Pilah dan pilih korban

Memberi perlindungan kepada korban.

Dokumentasi/rekam medis triage

Informasi dasar : nama, umur, jenis kelamin, cedera, penyebab cedera, pertolongan pertama yang telah diberikan

Tanda-tanda vital : tensi, nadi, respirasi, kesadaran

Diagnosis singkat tapi lengkap

Kategori triage

Urutan tindakan preoperatif secara lengkap

Perhatian :

Jika fasilitas kurang memadai maka lebih diutamakan yang potensial selamat. Contoh : jika korban label merah lebih potensial selamat maka label biru dapat berubah menjadi label hitam

Dalam keadaan bencana, lebih baik memberi bantuan lebih daripada kurang

Pikirkan kemungkinan yang paling buruk sehingga dapat mempersiapkan lebih baik.

Gambar skema triage lapangan :

Page 9: Management Igd

SURVAY PRIMER

Pengertian : Deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam

Tujuan : Untuk mengetahui kondisi pasien yang mengancam jiwa dan kemudian dilakukan tindakan life saving.

Cara pelaksanaan (harus berurutan dan simultan)

Jalan nafas (airway)

Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)

Buka jalan nafas, yakinkan adekuat

Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada korban trauma

Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut

Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut

Suctioning bila perlu

Pernafasan (breathing)

Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan nafas atau tidak

Perdarahan (circulation)

Lihat adanya perdarahan eksterna/interna

Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress, Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)

Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill time, nadi, sianosis, pulsus arteri distal

Susunan Saraf Pusat (disability)

cek kesadaran

Adakah cedera kepala?

Adakah cedera leher?

perhatikan cedera pada tulang belakang

Kontrol Lingkungan (Exposure/ environmental )

Buka baju penderita lihat kemungkinan cedera yang timbul tetapi cegah hipotermi/kedinginan

Page 10: Management Igd

SURVAY SEKUNDER

Pengertian : Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe)

Tujuan : Untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut

Peralatan : Stetoskop, tensi meter, jam, lampu pemeriksaan/senter, gunting, thermometer, catatan, alat tulis

Prosedur :

Anamnesis :

Riwayat “AMPE” yang harus diingat yaitu :

A : Alergi

M : Medikasi (obat yang diminum sebelumnya)

P : Past illness (penyakit sebelumnya)/Pregnancy (hamil)

E : Event/environment (lingkungan yang berhubungan dengan kegawatan)

Pemeriksaan fisik :

1. Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh

a. Posisi saat ditemukan

b. Tingkat kesadaran

c. Sikap umum, keluhan

d. Trauma, kelainan

e. Keadaan kulit

2. Periksa kepala dan leher

a. Rambut dan kulit kepala

Page 11: Management Igd

Perdarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan

b. Telinga

Perlukaan, darah, cairan

c. Mata

Perlukaan, pembengkakan, perdarahan, reflek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda asing, pergerakan abnormal

d. Hidung

Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi akibat trauma

e. Mulut

Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka mulut/ tidak

f. Bibir

Perlukaan, perdarahan, sianosis, kering

g. Rahang

Perlukaan, stabilitas, krepitasi

h. Kulit

Perlukaan, basah/kering, darah, suhu, warna

i. Leher

Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma, stabilitas tulang leher

3. Periksa dada

Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas

4. Periksa perut

Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi

Page 12: Management Igd

5. Periksa tulang belakang

Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot

6. Periksa pelvis/genetalia

Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia

7. Periksa ekstremitas atas dan bawah

Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak, denyut nadi, warna luka

Perhatian !

1. Perhatikan tanda-tanda vital (sesuai dengan survei primer)

2. Pada kasus trauma, pemeriksaan setiap tahap selalu dimulai dengan pertanyaan adakah : D-E-C-A-P-B-L-S

D : Deformitas

E : Ekskoriasi

C : Contusio

A : Abrasi

P : Penetrasi

B : Bullae/Burn

L : Laserasi

S : Swelling/Sembab

3. Pada dugaan patah tulang selalu dimulai dengan pertanyaan adakah : P-I-C

P : Pain

I : Instabilitas

C : Crepitasi

Page 13: Management Igd

AIRWAY MANAGEMENT TANPA ALAT

Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal

Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh

Pemeriksaan Jalan Napas :

L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong

Gambar 1. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan.

Tindakan

Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal

Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu) Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)

Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)

Gambar  dan penjelasan lihat dibawah.

Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukanmaneuver jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.

Page 14: Management Igd

Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.

Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari.

Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)

Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan dilakukanmaneuver Heimlich.

Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik cross finger

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :

Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.

Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger sweep, pengisapan/suction.

Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi :cricotirotomi, trakeostomi.

2. Membersihkan jalan nafas

Sapuan jari (finger sweep)

Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.

Page 15: Management Igd

Cara melakukannya :

Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)

Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.

Gambar 3. Tehnik finger sweep

3. Mengatasi sumbatan nafas parsial

Dapat digunakan teknik manual thrust

Abdominal thrust Chest thrust

Back blow

Gambar dan penjelasan lihat di bawah!

Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :

Gelisah oleh karena hipoksia Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)

Gerak dada dan perut paradoksal

Sianosis

Kelelahan dan meninggal

Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!

Page 16: Management Igd

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas Beri oksigen bila ada 6 liter/menit

Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral

Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

Gambar4. Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan jalan nafasnya! Pangkal lidah tampak menutupi jalan nafas

Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!

Chin Lift

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.

Head Tilt

Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.

Page 17: Management Igd

Gambar 5. tangan kanan melakukan  Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.

Jaw thrust

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas

Gambar 6 dan 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih

Page 18: Management Igd

Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda padat.

Gambar 8. Tampak ada orang yang tersedak atau tersumbat jalan nafasnya

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.

Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk

Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.

Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri

Page 19: Management Igd

Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.

Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

Gambar 9. Abdominal Thrust dalam posisi berdiri

Back Blow (untuk bayi)

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar 10. Back blow pada bayi

Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)

Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien).

Page 20: Management Igd

Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukanchest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan

AIRWAY MANAGEMENT DENGAN ALAT

Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan sempurna dan fasilitas tersedia.

Peralatan dapat berupa :

a. Pemasangan Pipa (tube)

Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo), pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.

Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar

Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan

b. Pengisapan benda cair (suctioning)

Page 21: Management Igd

Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan dengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)

Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras untuk mencegah suction masuk ke dasar tengkorak

c. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas

Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat Bantu berupa : laringoskop, alat pengisap, alat penjepit.

d. Membuka jalan nafas

Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi

Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal tidak mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih, dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau trakeostomi.

e. Proteksi servikal

Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan control servikal terutama pada multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher.

Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak. Posisi kepala harus “in line” (segaris dengan sumbu vertikal tubuh)

Gambar 1. Sebagian peralatan pengelolaan jalan napas

Page 22: Management Igd

BREATHING MANAGEMENT

Pengertian : Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.

Tujuan : Menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal.

Diagnosis : Ditegakkan bila pada pemeriksaan dengan menggunakan metode Look Listen Feel (lihat kembali pengelolaan jalan nafas) tidak ada pernafasan dan pengelolaan jalan nafas telah dilakukan (jalan nafas aman).

Tindakan

Tanpa Alat : Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.

Page 23: Management Igd

Dengan Alat : Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu bag” (self inflating bag) yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan menggunakan ventilator mekanik (ventilator/respirator)

Pemeriksaan pernafasan :

Look -Lihat

- gerak dada

- gerak cuping hidung (flaring nostril)

- retraksi sela iga

- gerak dada

- gerak cuping hidung (flaring nostril)

- retraksi sela iga

Listen -Dengar

- Suara nafas, suara tambahan

Feel -Rasakan

- Udara nafas keluar hidung-mulut

Palpasi -Raba

- gerakan dada, simetris?

Perkusi - Ketuk

- Redup? Hipersonor? Simetris?

Auskultasi (menggunakan stetoskop)

- Suara nafas ada? Simetris? Ronki atau whezing?

Rontgen dada

kalau tersedia dan pasien sudah stabil

Page 24: Management Igd

Menilai pernafasan

Ada napas? Napas normal atau distres

Ada luka dada terbuka atau menghisap?

Ada Pneumothoraks tension?

Ada Patah iga ganda (curiga Flail Chest) ?

Ada Hemothoraks?

Ada emfisema bawah kulit?

Tanda distres nafas

Nafas dangkal dan cepat

Gerak cuping hidung (flaring nostril)

Tarikan sela iga (retraksi)

Tarikan otot leher (tracheal tug)

Nadi cepat

Hipotensi

Vena leher distensi

Sianosis (tanda lambat)

Pemberian nafas buatan

Diberikan sebanyak 12-20 kali/menit sampai dada nampak terangkat.

Diberikan bila nafas abnormal, tidak usah menunggu sampai apnea dulu

Berikan tambahan oksigen bila tersedia.

Jika udara masuk ke dalam lambung, jangan dikeluarkan dengan menekan lambung karena akan berisiko aspirasi.

Nafas buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-leher) agar tulang leher tidak banyak bergerak.

Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke mulut

Gambar 1. pada orang dewasa

Page 25: Management Igd

Untuk memberikan bantuan pernafasan mulut ke mulut, jalan nafas korban harus terbuka. Perhatikan kedua tangan penolong pada gambar masih tetap melakukan teknik membuka jalan nafas “Chin lift”. Hidung korban harus ditutup bisa dengan tangan atau dengan menekankan pipi penolong pada hidung korban. Mulut penolong mencakup seluruh mulut korban. Mata penolong melihat ke arah dada korban untuk melihat pengembangan dada. Pemberian pernafasan buatan secara efektif dapat diketahui dengan melihat pengembangan dada korban.Berikan 1 kali pernafasan selama 1 detik, berikan pernafasan biasa.kemudian berikan pernafasan kedua selama 1 detik. Berikan nafas secara biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau berkunang-kunang. Untuk bayi dan anak, nafas buatan yang diberikan lebih sedikit dari orang dewasa, dengan tetap melihat pengembangan dada.Usahakan hindari pemberian pernafasan yang terlalu kuat dan terlalu banyak karena dapat menyebabkan kembung dan merusak paru-paru korban. Konsentrasi oksigen melalui udara ekspirasi mulut sekitar 17 %.

Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke hidung

Cara ini direkomendasikan jika pemberian nafas buatan melalui mulut korban tidak dapat dilakukan misalnya terdapat luka yang berat pada mulut korban, mulut tidak dapat dibuka, korban di dalam air atau mulut penolong tidak dapat mencakup mulut korban.

Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke stoma (lubang trakeostomi)

Cara ini diberikan pada pasien trakeostomi. Caranya sama dengan mulut ke mulut hanya saja lubang tempat masuknya udara adalah lubang trakeostomi

Pemberian nafas buatan dengan menggunakan alat

Gambar 2. ambubag (bag-valve-masker)

Page 26: Management Igd

Ambu bag terdiri dari bag yang berfungsi untuk memompa oksigen udara bebas, valve/pipa berkatup dan masker yang menutupi mulut dan hidung penderita. Penggunaan ambu bag atau bagging sungkup memerlukan keterampilan tersendiri. Penolong seorang diri dalam menggunakan amb bag harus dapat mempertahankan terbukanya jalan nafas dengan mengangkat rahang bawah, menekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernafasan.

Ambu bag sangat efektif bila dilakukan oleh dua orang penolong yang berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan nafas dan menempelkan sungkup wajah korban dan penolong lain memeras bagging. Kedua penolong harus memperhatikan pengembangan dada korban

Gambar 3. Cara menggunakan ambubag

Ambu bag digunakan dengan satu tangan penolong memegang bag sambil memompa udara sedangkan tangan lainnya memegang dan memfiksasi masker. Pada Tangan yang memegang masker, ibu jari dan jari telunjuk memegang masker membentuk huruf C sedangkan jari-jari lainnya memegang rahang bawah penderita sekaligus membuka jalan nafas penderita dengan membentuk huruf E.

Konsentrasi oksigen yang dihasilkan dari ambu bag sekitar 20 %. Dapat ditingkatkan menjadi 100% dengan tambahan oksigen.

Page 27: Management Igd

Untuk kondisi yang mana penderita mengalami henti nafas dan henti jantung, dilakukan resusitasi jantung-paru-otak.

KEADAAN GAWAT DARURAT YG MENGGANGGU PERNAFASAN

Jika ada luka dada terbuka atau menghisap

- Luka tembus dada, tindakan : tutup luka

- Luka dada terbuka atau menghisap, tindakan : tutup luka

- Flail chest, tindakan : fiksasi dengan plester lebar

Cara menutup luka tembus dada : sehelai plastik tipis berbentuk segi empat diplester 3 sisinya, sedangkan satu sisi yang tidak diplester menjadi katup satu arah. Cara ini digunakan pada pasien yang dicurigai menderita tension pneumothoraks. Jika penderita melakukan inspirasi, maka udara yang tadinya masuk ke dalam rongga paru akan keluar melalui katup searah tersebut. Jika penderita melakukan ekspirasi maka katup searah akan menutup sehingga menghalangi udara luar masuk ke rongga dada melalui luka tembus dada.

Mengetahui adanya tension pneumotorak

Diagnosis ini harus ditegakkan secara klinis

Inspeksi dan palpasi thoraks : sisi yang sakit tampak tertinggal

Palpasi trakea : terdorong ke sisi yang sehat

Perkusi toraks : sisi yang sakit hipersonor

Auskultasi : sisi yang sakit menghilang

Jika ada patah tulang iga dan emfisema subkutis harus waspada akan adanya tensionpnemothoraks

Setelah dipastikan adanya tension pneumothoraks segera lakukan punksi pleura (needle thoracostomy) tanpa tunggu foto sinar X !

Gambar 1. Punksi pleura

Page 28: Management Igd

Cara melakukan pungsi pleura dengan jarum :

Persiapan : spuit disposible 10 cc, jarum besar (G 14 atau G16 untuk dewasa, wing nedle G 23 untuk bayi), aqua steril.

Tindakan : desinfektan daerah yang akan dilakukan tindakan. Beri anestesi lokal kalau perlu. Pasang O2 dan infus. Spuit 10 cc berisi aqua steril yang telah dilepas pompa spuitnya dengan jarum besar, ditusukkan sedalam kira-kira 5 cm di tepi atas costa III sela iga ke 2 (InterCostae 2) sejajar dengan garis tengah tulang selangka (mid clavicula line) pada sisi yang dicurigai tension pneumothoraks.

Hasil :

- Jika keluar gelembung udara berarti ada pneumothorak. Jarum jangan dicabut sampai drain (WSD) atau pipa torakostomi terpasang.

- Jika air terhisap masuk berarti tidak ada pnemothoraks. Jarum segera dicabut sebelum air habis.

Jika ada patah tulang iga ganda (flail chest)

Gambar 2. Tampak adanya gerakan nafas paradoksal pada flail chest

Tindakan yang dilakukan pada penderita flail chest :

Page 29: Management Igd

Tutup dengan plester besar/elastic bandage melewati tempat patahan tulang iga.

Jika ada hemothorak

Gambar 3. Tampak gambaran hemothoraks pada sisi kiri foto thoraks

Tindakan : jika perdarahan dalam rongga thoraks sampai mengganggu pernafasan, maka segera pasang WSD sebelum dilakukan tindakan thorakostomi.

Jika ada emfisema (sub) kutis

Gambar 4. Emfisema sub kutis

Emfisema sub kutis teraba seperti plastik tipis yang diremas. Paling sering disebabkan oleh pnemothorak. Cara mengatasi emfisema subkutis dengan menginsisi sampai lapisan sub kutan daerah yang dirasa terdapat emfisema, kemudian diurut-urut ke arah lubang insisi. Kalau perlu pasang thorak drain.

Page 30: Management Igd

TERAPI OKSIGENPengertian : Memberikan tambahan oksigen kepada pasien agar kebutuhan oksigennya terpenuhi

Tujuan : Agar oksigenasi seluruh tubuh pasien adekuat

Indikasi :

Sumbatan jalan nafas

Henti nafas

Henti jantung

Nyeri dada/angina pektoris

Trauma thorak

Tenggelam

Hipoventilasi (respirasi < 10 kali/menit)

Distress nafas

Hipertemia

Syok

Stroke (Cerebro Vasculer Attack)

Keracunan gas

Pasien tidak sadar

Peralatan :

Oksigen medis (oksigen tabung)

Flowmeter/regulator

Humidifier

Nasal kanul

Face mask

Partial rebreather mask

Non rebreather mask

Venture mask

Bag valve mask (ambu bag)

Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flowrate (liter permenit) yang diberikan. Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen yang diperlukan.

Tabel 1. Jenis Peralatan dan Konsentrasi Oksigen

JENIS ALAT KONSENTRASI OKSIGEN ALIRAN OKSIGEN

Nasal kanula 24-32% 2-4 LPM

Page 31: Management Igd

Simple Face Mask 35-60% 6-8 LPM

Partial Rebreather 35-80% 8-12 LPM

Non Rebrether 50-95/100% 8-12 LPM

Venturi 24-50% 4-10 LPM

Bag-Valve-Mask (Ambubag)    

Tanpa oksigen 21% (udara)  

Dengan oksigen 40-60% 8-10 LPM

Dengan reservoir 100% 8-10 LPM

Perhatian :

- pemberian oksigen atas indikasi yang tepat

- Awas pasien muntah, siapkan penghisap

- Pantau pernafasan dan aliran oksigen (LPM)

Catatan :

- Oksigen dapat menyebabkan mukosa kering

- Pergunakan hummidifier pada pemberian oksigen > 30 menit

- Terangkan pada pasien tindakan apa yang akan dilakukan.

Tabel 2. Tabung oksigen dengan 2000 PSI

Ukuran Vol (Liter) Durasi/Kecepatan Aliran

Kecil 300 29 menit

Sedang 650 50 menit

Besar 3000 4 jam 41 menit

Untuk keselamatan

Jangan menggunakan minyak/pelumas pada alat-alat oksigen (tabung, regulator, fitting, valve, kran)

Dilarang merokok dan menyalakan api dekat area oksigen

Jangan simpan oksigen pada suhu lebih dari 125oF

Pergunakan sambungan-sambungan reguler/valve yang tepat

Tutup rapat-rapat katup/kran bila tidak dipakai

Jaga tabung agar tidak jatuh

Page 32: Management Igd

Pilih posisi yangt epat pada saat menghubungkan katup/kran

Yakinkan oksigen selalu ada

Periksa dan pelihara alat-alat

Pakailah oksigen dengan benar

CIRCULATION MANAGEMENT

Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang tadinya terhenti atau terganggu

Tujuan : agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal

Diagnosis :

Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama jika terjadi henti jantung dan syok

Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis dalam waktu 5 – 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan kelainan jantung (primer) dan kelainan di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi

Diagnosis syok secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, ekstermitas teraba dingin,berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capilary refill time > 2 detik)

Gambar 1 .Cara meraba nadi carotis :

Page 33: Management Igd

Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 – 10 detik.

Tanda-tanda sirkulasi normal :

Perfusi perifer : teraba hangat, kering

Warna akral : pink/merah muda

Capillary refill time : < 2 detik

Denyut nadi < 100

Tekanan darah sistole >90-100

Produksi urine 1 ml/kgBB/jam

Tanda klinis syok :

Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah

Capillary refill time > 2 detik

Nafas cepat

Nadi cepat > 100

Tekanan darah sistole < 90-100

Kesadaran : gelisah s/d koma

Pulse pressure menyempit

JVP rendah

Produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam

Bandingkan dengan tangan pemeriksa !

Gambar 2.Perbandingan telapak tangan pasien syok dengan pemeriksa

Perkiraan besarnya tekanan darah sistolik jika nadi teraba di :

Page 34: Management Igd

- radialis : > 80 mmHg

- femoralis : > 70 mmHg

- Carotis : > 60 mmHg

Jenis-jenis syok :

1.Syok hipovolemik

Penyebab : muntah/diare yang sering; dehidrasi karena berbagai sebab seperti heat stroke, terkena radiasi; luka bakar grade II-III yang luas; trauma dengan perdarahan; perdarahan masif oleh sebab lain seperti perdarahan ante natal, perdarahan post partum, abortus, epistaksis, melena/hematemesis.

Diagnosis : perubahan pada perfusi ekstremitas (dingin, basah, pucat), takikardi, pada keadaan lanjut : takipneu, penurunan tekanan darah, penurunan produksi urin, pucat, lemah dan apatis

Tindakan : pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan kristaloid (Ringer Laktat/Ringer Asetat/NaCl 0,9 %) dengan jumlah cairan melebihi dari cairan yang hilang.

Catatan : untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV selain diberikan infus kritaloid sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan.

2.Syok kardiogenik

Penyebab : dapat terjadi pada keadaan-keadaan antara lain kontusio jantung, tamponade jantung, tension pneumotoraks

Diagnosis : hipotensi disertai gangguan irama jantung (bisa berupa bradiaritmia seperti blok AV atau takiaritmia seperti SVT, VT), mungkin terdapat peninggian JVP, dapat disebabkan oleh tamponade jantung (bunyi jantung menjauh atau redup dan tension pneumotoraks (hipersonor dan pergeseran trakea)

Tindakan : pemasangan jalur intravena dengan cairan kristaloid (batasi jumlah cairan), pada aritmia berikan obat-obatan inotropik, perikardiosintesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG, pemasangan jarum torakosintesis pada ICS II untuk tension pneumotoraks

4. Syok septik

Penyebab : proses infeksi berlanjut

Page 35: Management Igd

Diagnosis : fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi; fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.

Tindakan :ditujukan agar tekanan sistolik > 90-100 mmHg (Mean Arterial Pressure 60 mmHg).

Tindakan awal : IVFD cairan kristaloid, beri antibiotika, singkirkan sumber infeksi

Tindakan lanjut : penggunaan cairan koloid dikombinasi dengan vasopresor seperti dopamine

5. Syok anafilaksis

Penyebab : reaksi anafilaksis berat

Diagnosis : tanda-tanda syok dengan riwayat adanya alergi (makanan, sengatan binatang dan lain-lain) atau setelah pemberian obat.

Tindakan : resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan

Catatan : tidak semua kasus hipotensi adalah tanda-tanda syok, tapi denyut nadi abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya merupakan tanda hipotensi

Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik karena dehidrasi 

Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan

Dehidrasi ringan :

Kehilangan cairan tubuh sekitar 5 % BB

Selaput lendir kering, nadi normal atau sedikit meningkat

Pergantian volume cairan yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL)

Dehidrasi sedang :

Kehilangan cairan tubuh sekitar 8 % BB

Selaput lendir sangat kering, lesu, nadi cepat, tekanan darah turun, oligouria

Pergantian volume cairan yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL)

Dehidrasi berat :

Kehilangan cairan tubuh > 10 %

Selaput lendir pecah-pecah, pasien dapat tidak sadar, tekanan darah menurun, anuria

Pergantian volume cairan yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL)

 

Syok hipovolemik karena perdarahan :

Page 36: Management Igd

Menurut Advanced Trauma Life Support

Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan

Kelas I : kehilangan volume darah < 15 % EBV

Hanya takikardi minimal, nadi < 100 kali/menit

Tidak perlu penggantian volume cairan secara IVFD

Kelas II : kehilangan volume darah 15 – 30 % EBV

Takikardi (>120 kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), penurunan pulse pressure, penurunan produksi urin (20-30 cc/jam)

Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) sejumlah 3 kali volume darah yang hilang

Kelas III : kehilangan volume darah 30 - 40 % EBV

Takikardi (>120 kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), perubahan status mental (confused), penurunan produksi urin (5-15 cc/jam)

Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah

Kelas IV : kehilangan volume darah > 40 % EBV

Takikardi (>140 kali/menit), takipnea (35 kali/menit), perubahan status mental (confused dan lethargic),

Bila kehilangan volume darah > 50 % : pasien tidak sadar, tekanan sistolik sama dengan diastolik, produksi urin minimal atau tidak keluar

Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah

Keterangan : EBV (estimate Blood Volume) = 70 cc / kg BB

Tatalaksana mengatasi perdarahan :

Airway (+ lindungi tulang servikal)

Breathing (+ oksigen jika ada)

Circulation + kendalikan perdarahan

1. Posisi syok

2. Cari dan hentikan perdarahan

3. Ganti volume kehilangan darah

Posisi syok

Page 37: Management Igd

Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi ± 45o. 300 – 500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.

Gambar 3. Posisi syok

2.Menghentikan perdarahan (prioritas utama)

Tekan sumber perdarahan

Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka

Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka

Pasang tampon sub fasia (gauza pack)

Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)

Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan sarung tangan atau plastik sebagai pelindung !

Gambar 5. Perdarahan dan cara menekan perdarahan

Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc / jam !

3. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah.

4. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi

Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang paha (femur), kulit kepala (anak)

5. Lokasi dan Estimasi perdarahan

Page 38: Management Igd

Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter

Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter

Fraktur pelvis : 3 liter

Hemothorak : 2 liter

Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc

Luka sekepal tangan : 500 cc

Bekuan darah sekepal : 500 cc

Catatan :

1. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon mnmal kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah, hentikan perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)

2. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen darah merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin karena dapat menyebabkan hipotermi.

RJP

Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung

Tujuan : Untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung sehingga dapat pulih kembali

Indikasi :

1.  Henti nafas (Respiratory Arrest), henti nafas yang bukan disebabkan gangguan pada jalan nafas dapat terjadi karena gangguan pada sirkulasi (asistole, bradikardia, fibrilasi ventrikel)

2. Henti jantung (Cardiac Arrest) dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti:

Hipoksemia karena berbagai sebab

Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesia)

Page 39: Management Igd

Gangguan irama jantung (aritmia)

Penekanan mekanik pada jantung (tamponade jantung, tension pneumothoraks)

Diagnosis :

Tidak terdapat adanya pernafasan (dengan cara Look-Listen-Feel)

Tidak ada denyut jantung karotis

Perhatian :

Pada pasien yang telah terpasang monitor EKG dan terdapat gambaran asistole pada layar monitor, harus selalu dicek denyut nadi karotis untuk memastikan adanya denyut jantung. Begitu juga sebaliknya pada pasien terpasang monitor EKG yang telah di-RJP terdapat gambaran gelombang EKG harus diperiksa denyut nadi karotis untuk memastikan apakah sudah teraba nadi (henti jantung sudah teratasi) atau hanya gambaran EKG pulseless. Jika nadi karotis belum teraba maka RJP dilanjutkan

Tindakan

Tanpa alat :

a.1 (satu) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar dengan perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan

b. 2 (dua) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar yang dilakukan oleh masing-masing penolong secara bergantian dengan perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan dengan berganti orang.

c. Pijat jantung luar diusahakan 100 kali/menit

Dengan alat :

Untuk mencapai hasil RJP yang lebih baik harus segera diusahakan pemasangan intubasi endotrakeal

RJP dihentikan bila :

Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan

Mengecek nadi dan pernafasan

Penolong sudah kelelahan

Page 40: Management Igd

Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal

APLIKASI RJP

1. Jika kita melihat pasien/korban yang tergeletak tampak tidak, pertama kali yang kita harus lakukan adalah memastikan bahwa lingkungan di sekitar korban yang tergeletak itu aman. Jika belum aman (misalnya korban tergeletak di tengah jalan raya atau di dalam gedung terbakar), maka korban harus dievakuasi/dipindah terlebih dahulu ke tempat yang aman dan memungkinkan mendapatkan pertolongan.

2. Nilai respon pasien apakah pasien benar-benar tidak sadar atau hanya tidur saja. Mengecek kesadarannya dengan cara memanggil-manggil nama pasien, menepuk atau menggoyang bahu pasien, misalnya “Pak-pak bangun !” atau “Bapak baik-baik saja?” Jika masih belum sadar atau bangun juga bisa diberi rangsang nyeri seperti menekan pangkal kuku jari. Jika pasien sadar, tanyakan mengapa ia terbaring di tempat ini. Jika pasien sadar, terlihat kesakitan atau terluka segera cari bantuan dan kemudian kembali sesegera mungkin untuk menilai kondisi pasien.

3. Jika tidak ada respon berarti pasien tidak sadar. Aktifkan sistem emergensi dengan cara meminta tolong dibawakan alat-alat emergensi atau dipanggilkan petugas terlatih atau ambulan jika berada di luar RS. Misalnya ‘Tolong ada pasien tidak sadar di ruang A, ”tolong panggil petugas emergensi ” atau ”Tolong ambil alat-alat emergensi ada pasien tidak sadar di ruang A”. Jika di lapangan : ”Tolong ada pasien tidak sadar di pantai tolong panggil ambulan atau 118 ”. Jika yang menemukan korban tidak sadar lebih dari satu orang, maka satu orang mengaktifkan sistem emergensi sedangkan lainnya menilai kondisi pasien. INGAT ! Dalam menolong pasien tidak sadar, kita tidak mungkin bekerja sendiri jadi harus meminta bantuan orang lain. Dalam meminta bantuan, penolong harus menginformasikan kepada petugas gawat darurat mengenai lokasi kejadian, penyebabnya, jumlah dan kondisi korban dan jenis pertolongan yang akan diberikan. Jika tersedia alat defibrilator dengan AED (Automatic Emergency Defibrilator), maka kita dapat menyiapkannya untuk pemeriksaan heart rate dan irama jantung dan jika ada indikasi melakukan defibrilasi.

4. Gunakan manuver chin lift untuk membuka jalan nafas korban yang tidak mengalami cedera kepala dan leher. Jika diperkirakan ada trauma leher maka gunakan tehnik jaw thrust. Untuk lebih jelas lihat kembali pengelolaan jalan nafas.Periksa pernafasan dengan menggunakan tehnik LLF (Look, Listen, Feel) dengan tetap mempertahankan terbukanya jalan nafas selama 10 detik. Teknik LLF dapat dilihat di pengelolaan jalan nafas.

Page 41: Management Igd

5.Jika yakin tidak ada pernafasan maka segera beri nafas buatan dua kali pernafasan dengan tetap menjamin terbukanya jalan nafas. Bisa dengan mulut ke mulut/hidung atau dengan menggunakan sungkup muka. Satu kali pernafasan selama satu detik sampai dada tampak mengembang. Jika dada tidak mengembang kemungkinan pemberian nafas buatan tidak adekuat atau jalan nafas tersumbat.

6. Setelah nafas buatan diberikan segera nilai sirkulasi dengan mengecek nadi arteri karotis. Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 – 10 detik.

7. Jika nadi teraba, nafas buatan diteruskan dengan kecepatan 10-12 kali/menit atau satu kali pernafasan diberikan setiap 5-6 detik disertai pemberian oksigen dan pemasangan infus. Jika perlu pemasangan ETT dan ventilator. Pemantauan/monitoring terus dilakukan. Pemeriksaan denyut nadi dilakukan setiap 2 menit sampai pasien stabil. Pasien dirawat di ruangIntensif Care Unit (ICU). Penyebab henti nafas harus dicari dengan melakukan anamnesis pada keluarga penderita dan pemeriksaan fisik

8. Pikirkan penyebabnya hipotensi/syok, edema paru, infark myokard dan aritmia. Aritmia bisa berupa aritmia yang sangat cepat seperti Supra Ventrikel Takikardi (SVT), atrial flutter, atrial fibrilasi, ventrikel takikardi. Aritmia sangat lambat bisa berupa AV blok derajat II dan derajat III. Koreksi penyebab atau konsul ke dokter ahli.

9. Jika nadi tidak teraba segera lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan perbandingan kompresi dada (pijat jantung luar) 30 dan ventilasi (nafas buatan) 2. Kecepatan kompresi dada adalah 100 kali/menit. Kompresi dada merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan telapak tangan pada tulang sternum sepertiga bagian bawah dengan tujuan memompa jantung dari luar sehingga aliran darah terbentuk dan dapat mengalirkan oksigen ke otak dan jaringan tubuh. Usahakan mengurangi penghentian kompresi dada selama RJP.

Cara melakukan RJP :

Page 42: Management Igd

a.Penderita harus berbaring terlentang di atas alas yang keras. Posisi penolong berlutut di sisi korban sejajar dengan dada penderita.

b.Penolong meletakkan bagian yang keras telapak tangan pertama penolong di atas tulang sternum di tengah dada di antara kedua puting susu penderita (2-3 jari di atas prosesus Xihoideus) dan letakkan telapak tangan kedua di atas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan saling menumpuk. Kedua lutut penolong merapat, lutut menempel bahu korban, kedua lengan tegak lurus, pijatan dengan cara menjatuhkan berat badan penolong ke sternum.

c. Tekan tulang sternum sedalam 4-5 cm (1 ½ - 2 inci) kemudian biarkan dada kembali normal (relaksasi). Waktu kompresi dan relaksasi dada diusahakan sama. Jika ada dua penolong, penolong pertama sedang melakukan kompresi maka penolong kedua sambil menunggu pemberian ventilasi sebaiknya meraba arteri karotis untuk mengetahui apakah kompresi yang dilakukan sudah efektif. Jika nadi teraba berarti kompresi efektif.

d. Setelah 30 kali kompresi dihentikan diteruskan dengan pemberian ventilasi 2 kali (1 siklus = 30 kali kompres dan 2 kali ventilasi). Setiap 5 siklus dilakukan monitoring denyut nadi dan pergantian posisi penolong jika penolong lebih dari satu orang.

e. Jika terpasang ETT maka tidak menggunakan siklus 30 : 2 lagi. Kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti dan ventilasi dilakukan 8-10 kali/menit. Setiap 2 menit dilakukan pergantian posisi untuk mencegah kelelahan.

RJP pada anak

1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras

2. Tiup nafas dua kali (tanpa alat atau dengan alat)

3. Pijat jantung dengan menggunakan satu tangan dengan bertumpu pada telapak tangan di atas tulang dada, di tengah sternum.

4. Penekanan tulang dada dilakukan sampai turun ± 3-4 cm dengan frekuensi 100 kali/menit.

RJP pada bayi

1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras

2. Tiup nafas 2 kali

3. Untuk pijat jantung gunakan penekanan dua atau tiga jari. Bisa menggunakan ibu jari tangan kanan dan kiri menekan dada dengan kedua tangan melingkari punggung dan dada

Page 43: Management Igd

bayi. Bisa juga dengan menggunakan jari telunjuk, jari tengah dan atau jari manis langsung menekan dada.

4. Tekan tulang dada sampai turun kira-kira sepertiga diameter anterior-posterior rongga dada bayi dengan frekuensi minimal 100 kali/menit.

RJP pada situasi khusus

1. Tenggelam

Tenggelam merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah. Keberhasilan menolong korban tenggelam tergantung dari lama dan beratnya derajat hipoksia.

Penolong harus melakukan RJP terutama memberikan bantuan nafas, secepat mungkin setelah korban dikeluarkan dari air. Setelah melakukan RJP selama 5 siklus barulah seorang penolong mengaktifkan system emergensi. Manuver yang dilakukan untuk menghilangkan sumbatan jalan nafas tidak direkomendasikan karena bisa menyebabkan trauma, muntah dan aspirasi serta memperlambat RJP.

2. Hipotermi

Pada pasien tidak sadar oleh karena hipotermi, penolong harus menilai pernafasan untuk mengetahui ada tidaknya henti nafas dan menilai denyut nadi unuk menilai ada tidaknya henti jantung atau adanya bradikardi selama 30-45 detik karena frekuensi jantung dan pernafasan sangat lambat tergantung derajat hipotermi.

Jika korban tidak bernafas, segera beri pernafasan buatan. Jika nadi tidak ada segera lakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi hangat. Untuk mencegah hilangnya panas tubuh korban, lepaskan pakaian basah, beri selimut hangat jika mungkin beri oksigen hangat.

3. Sumbatan jalan nafas oleh benda asing

Lihat di pengeloaan jalan nafas

Posisi sisi mantap (recovery position)

Page 44: Management Igd

Posisi ini digunakan untuk korban yang tidak sadar yang telah bernafas normal dan sirkulasi aman. Posisi ini dibuat untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dan mengurangi risiko sumbatan jalan nafas dan aspirasi. Caranya korban diletakkan miring pada salah satu sisi tubuh dengan tangan yang dibawah berada di depan badan.

EVALUASI NEUROLOGI (DISABILITY)

Pengertian : Menilai adanya gangguan fungsi otak dan kesadaran (penurunan suplai oksigen ke otak)

Tujuan : Untuk dapat mengetahui fungsi otak/ kesadaran dengan metode AVPU dan GCS

Prosedur

Metode AVPU :

Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat

A = Alert/Awake : sadar penuh

V = Verbal stimulation :ada reaksi terhadap perintah

P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri

U = Unresponsive : tidak bereaksi

Dan penilaian ukuran serta reaksi pupil :

· Ukuran dalam millimeter

· Respon terhadap cahaya / reflek pupil : ada / tidak, cepat atau lambat

Simetris / anisokor

Page 45: Management Igd

Gambar 1. Menilai Reflek Pupil

Metode Penilaian Derajat Skala Koma Glasgow GCS (Glasgow Coma Scale- Score) :

Penilaian ini dipakai lebih lanjut. Respon yang diberikan pada penderita adalah respon nyeri berupa :

E-SCORE (kemampuan membuka mata/eye opening responses)

Nilai 4 : membuka mata spontan (normal)

3 : dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta

2 : membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri

1 : tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri

V-SCORE (memberikan respon jawaban secara verbal/verbal responses)

Nilai 5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan baik dan benar pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (nama, umur, dll)

4 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti bingung (confused conservation)

3 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya hanya berupa kata-kata yang tidak jelas (inappropriate words)

2 : memberikan jawaban berupa suara yang tidak jelas bukan merupakan kata (incomprehensible sounds)

1 : tidak memberikan jawaban berupa suara apapun

M-SCORE (menilai respon motorik ekstremitas/motor responses)

Nilai 6 : dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan

5 :dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri (localized pain)

4 : respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal)

3 : respons gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas.

2 : respons gerak abnormal berupa gerak ekstensi

Page 46: Management Igd

1 : tidak ada respons berupa gerak

Gambar 2.  Memberikan rangsang nyeri

Jika ragu dalam menilai GCS, tetapkan suatu nilai yang jika salah tidak merugikan penderita

- kalau GCS rendah yang berakibat kita harus melakukan tindakan, berikan nilai rendah.

- kalau GCS tinggi membuat harapan yang lebih baik, berikan nilai tinggi agar upaya medik menjadi maksimal.

Skor Verbal Anak

Nilai 5 : bicara jelas atau tersenyum, menuruti perintah

4 : menangis tetapi bisa dibujuk

3 : menangis tidak bisa dibujuk

2 : Gelisah, agitasi

1 : Tidak ada respon

Penilaian GCS pada trauma kapitis :

GCS 15 = kesadaran compos mentis (normal)

GCS 14 = cedera kepala/otak ringan

GCS 9 s/d 13 = cedera kepala sedang

Page 47: Management Igd

GCS 4 s/d 8 = cedera kapala berat

GCS 3 = koma

Tindakan :

Pada dasarnya ditujukan pada optimalisasi aliran darah sistemik dan aliran darah otak (perfusi otak) dengan cara mencegah hipotensi, hipoksia dan mencegah peningkatan tekanan intrakranial

Bila disebabkan oleh hipertermia, diberikan obat anti piretik dan pendinginan (cooling)

Bila disebabkan oleh hipertensi ensefalopati (systole > 200 mmHg) diberikan obat anti hipertensi

OBAT GAWAT DARURAT

Tujuan : Untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan menggunakan obat-obatan

Perhatian !

Pemberian obat-obatan adalah orang yang kompeten di bidangnya (dokter atau tenaga terlatih di bidang gawat darurat)

Mengingat banyaknya jenis-jenis kegawatdaruratan, maka pemberian obat yang disebutkan di bawah ini untuk mengatasi kegawatdaruratan secara umum sedangkan dalam menghadapi pasien, kita harus melihat kasus per kasus.

Jenis-jenis obat :

Epinephrin

Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi, reaksi atau syok anfilaktik, hipotensi.

Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 3–5 menit, dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena. Untuk reaksi reaksi atau syok anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang setiap 15-20 menit. Untuk terapi bradikardi atau hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg (1 mg = 1 : 1000) dilarutka dalam 500 cc NaCl 0,9 %, dosis dewasa 1 μg/mnt dititrasi sampai menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-10 μg/mnt

Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor α adrenergic dan meningkatkan aliran darah ke otak dan jantung

Lidokain (lignocaine, xylocaine)

Page 48: Management Igd

Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara lain VF, VT, Ventrikel Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on T

Dosis 1 – 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 – 5 menit sampai dosis total 3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4 mg/menit sampai 24 jam

dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena

Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama idioventrikuler

Sulfas Atropin

Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki sistim konduksi AtrioVentrikuler

Indikasi : asistole atau PEA lambat (kelas II B), bradikardi (kelas II A) selain AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III (hati-hati pemberian atropine pada bradikardi dengan iskemi atau infark miokard), keracunan organopospat (atropinisasi)

Kontra indikasi : bradikardi dengan irama EKG AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III.

Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis total 0,03-0,04 mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-5 menit maksimal 3 mg.

dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena diencerkan menjadi 10 cc

Dopamin

Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard, curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat

Dosis 2-10 μg/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2 ampul dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk orang dewasa

Magnesium Sulfat

Direkomendasikan untuk pengobatan Torsades de pointes pada ventrikel takikardi, keracunan digitalis.Bisa juga untuk mengatasi preeklamsia

Dosis untuk Torsades de pointes 1-2 gr dilarutkan dengan dektrose 5% diberikan selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 gr/jam iv selama 24 jam

Morfin

Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac arrest.

Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 – 30 menit

Kortikosteroid

Page 49: Management Igd

Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk mengurangi edema cerebri

Natrium bikarbonat

Diberikan untuk dugaan hiperkalemia (kelas I), setelah sirkulasi spontan yang timbul pada henti jantung lama (kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia (kelas III) dan overdosis antidepresi trisiklik.

Dosis 1 meq/kg BB bolus dapat diulang dosis setengahnya.

Jangan diberikan rutin pada pasien henti jantung.

Kalsium gluconat/Kalsium klorida

Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel otot jantung terhadap depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi masif atau efek transfusi akibat darah donor yang disimpan lama

Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan menggunakan drip

Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg BB untuk Kalsium klorida. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong darah yang masuk diberikan 1 ampul Kalsium gluconat

Furosemide

Digunakan untuk mengurangi edema paru dan edema otak

Efek samping yang dapat terjadi karena diuresis yang berlebih adalah hipotensi, dehidrasi dan hipokalemia

Dosis 20 – 40 mg intra vena

Diazepam

Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia, gaduh gelisah dan tetanus

Efek samping dapat menyebabkan depresi pernafasan

Dosis dewasa 1 amp (10 mg) intra vena dapat diulangi setiap 15 menit.

 

Dosis pada anak-anak

Epinephrin Dosis 0,01/Kg BB dapat diulang 3-5 menit dengan dosis 0,01 mg/KgBB iv (1:1000)

Atropin Dosis 0,02 mg/KgBB iv (minimal 0,1 mg) dapat diulangi dengan

Page 50: Management Igd

dosis 2 kali maksimal 1mg

Lidokain Dosis 1 mg/KgBB iv

Natrium Bikarbonat

Dosis 1 meq/KgBB iv

Kalsium Klorida Dosis 20-25 mg/KgBB iv pelan-pelan

Kalsium Glukonat

Dosis 60–100 mg/KgBB iv pelan-pelan

Diazepam Dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB iv bolus

Furosemide Dosis 0,5-1 mg/KgBB iv bolus

TERAPI CAIRANPengertian : Tindakan yang dilakukan dengan pemberian cairan untuk mengatasi syok dan menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi

Tujuan : Untuk menggantikan volume cairan tubuh yang hilang sebelumnya, menggantikan cairan hilang yang sedang berlangsung dan mencukupi kebutuhan cairan sehari

Penilaian klinis kebutuhan cairan :

Nadi ada dan penuh berarti volume sirkulasi adekuat

Ekstremitas (telapak tangan/kaki) kemerahan/pink dan Capillary Refill Time kembali cepat < 2 detik berati sirkulasi adekuat

Edema perifer dan ronki paru mungkin terjadi hipervolumia

Takikardi saat istirahat, tekanan darah menurun bisa jadi sirkulasi abnormal

Turgor kulit menurun, mukosa mulut kering dan kulit tampak keriput : defisit cairan berat

Produksi urin yang rendah bisa jadi karena hipovolumia

Jalur masuk Cairan :

Enteral : oral atau lewat pipa nasogastric

Parenteral : lewat jalur pembuluh darah vena

Intraoseous : pada pasien balita

Jenis-jenis cairan :

Enteral : oralit (oral rehidration solution), larutan gula garam, larutan air tajin dll.

Parenteral : kristaloid, koloid dan transfusi

 

Page 51: Management Igd

Cairan parenteral

Kristaloid :

Kelompok cairan non ionik yang kebanyakan bersifat iso-osmolar

Tidak mengandung partikel onkotik sehingga tidak menetap di intravascular

Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama kehilangan cairan interstisial.

Harganya murah, tidak menyebabkan reaksi anafilaksis

Pemberian berlebih akan menyebabkan edema paru dan edema perifer.

Untuk resusitasi digunakan Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat (RA) dan NaCl 0,9%

Koloid :

Cairan yang mengandung partikel onkotik yang dapat menyebabkan tekanan onkotik

Sebagian besar menetap di intravaskuler

Koloid yang bersifat plasma ekspander akan menarik cairan ekstravaskuler ke intravaskuler

Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis

Harganya mahal

Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru tetapi tidak akan menyebabkan edema perifer.

Untuk resusitasi digunakan Dekstran, HES, gelatin

Transfusi darah :

Dipertimbangkan pemberiannya bila hemodinamika tidak stabil meskipun cairan sudah cukup banyak dan hemoglobin < 7 g/dl serta pasien masih berdarah kecuali pada penderita jantung, hemoglobin < 10 g/dl harus ditranfusi

Penyediaannya membutuhkan golongan darah donor dan resipien serta cross check darah

Agar aman diperlukan pemeriksaan darah yang lengkap seperti malaria, hepatitis, HIV dan lain-lain

Dapat menyebabkan reaksi tranfusi

Untuk resusitasi biasanya dalam bentuk Whole Blood Concentrate (WBC).

Merupakan pilihan terakhir oleh karena bersifat RED ( Rare Expensive Dangers). Rare = penyediaannya terbatas, Expensive = harganya mahal, Dangers = berbahaya karena bisa menyebabkan reaksi transfusi dan penyebaran penyakit.

 

Pergantian cairan sesuai  perkiraan jumlah darah yang hilang (Estimate Blood Loss) :

Page 52: Management Igd

Kristaloid (Ra, NaCl 0,9 %, RA) : 2 – 4 kali EBL

Koloid

- Gelatin : 2 kali EBL

- Dekstran, HES : 1 kali EBL

Sumber: http://dokter-medis.blogspot.com/