laporan kasus igd

49
LAPORAN KASUS INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) ILMU KESEHATAN JIWA RSJD DR AMINO GONDOHUTOMO, SEMARANG Oleh: Vincentius Adrian Madargerong (11.2014.143) Mengetahui, Mengetahui, Psikiater Pembimbing dr. Linda Kartikasari, Sp.KJ dr. Endang Septiningsih, Sp.KJ

Upload: bartolomeus-vincentius-adrian-madargerong

Post on 14-Dec-2015

104 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bxk

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS IGD

LAPORAN KASUS INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)

ILMU KESEHATAN JIWA

RSJD DR AMINO GONDOHUTOMO, SEMARANG

Oleh: Vincentius Adrian Madargerong (11.2014.143)

Mengetahui, Mengetahui,

Psikiater Pembimbing

dr. Linda Kartikasari, Sp.KJ dr. Endang Septiningsih, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

RSJD DR AMINO GONDOHUTAMA, SEMARANG

SMF ILMU KESEHATAN JIWA FK UKRIDA

PERIODE 1 JUNI 2015 – 4 JULI 2015

Page 2: LAPORAN KASUS IGD

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Nn. KUmur : 21 tahunTempat, Tanggal Lahir : -, 8 Juli 1994Jenis Kelamin : PerempuanAlamat : SindenseloAgama : IslamStatus Pernikahan : Belum MenikahSuku : JawaPendidikan : SMKPekerjaan : Buruh PabrikTanggal Pemeriksaan : 8 Juni 2015- Identitas Keluarga

Nama : Tn MUmur : 51 tahunTempat, Tanggal Lahir : -Jenis Kelamin : Laki-lakiAlamat : SindenseloAgama : IslamStatus Pernikahan : MenikahSuku : JawaPendidikan : SDPekerjaan : BuruhHubungan dengan pasein : orang tua

II. AnamnesisA. Keluhan Utama

Autoanamnesis : Tidak bisa tidurAlloanamnesis : Marah - marah

B. Riwayat Penyakit Sekarang- Kurang lebih sekitar dua bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit jiwa,

keluarga mengeluhkan bahwa pasien sering marah-marah tanpa alasan yang jelas. Selama pasien marah, pasien tidak pernah sampai merusak barang, melukai diri sendiri ataupun orang lain disekitar. Dalam sehari pasien bisa marah lebih dari 5 kali, khususnya pada ayah pasien. Pasien menilai bahwa bapaknya sudah tidak nyambung lagi apabila diajak berbicara dan gagap dalam berbicara. Pasien mengeluhkan dapat melihat makhluk halus dan dapat berbicara dengan mereka. Kondisi ini disebabkan pasien tidak rutin melakukan control dan tidak patuh meminum obat 1 tahun terakhir ini. Pasien

Page 3: LAPORAN KASUS IGD

sudah tidak bekerja karena sudah lama dipecat dari perusahaanya. Pasien juga sudah tidak dapat bergaul dengan teman sebaya dan tetangga sekitar, pasien hanya berada di dalam rumah saja. Penggunaan waktu luang juga kurang baik yaitu hanya menonton, mendengar lagu atau tidur, sedangkan perawatan diri pasien masih baik karena kebiasaan mandi masih inisiatif sendiri dan nafsu makan masih baik.(GAF 50)

- Dua malam sebelum masuk rumah sakit keluarga mengeluhkan bahwa pasien keluyuran keluar rumah. Pasien pergi ke Pati dan tidak pulang. Pasien dibawa oleh polisi dari Polsek Pati, menuju ke Polsek terdekat dengan rumah pasien, dan kemudian menghubungi keluarga mengenai keberadaan pasien. Hal ini terjadi penyebabnya dikarenakan ketidak patuhan untuk control dan minum obat waktu sebelumnya. Pasien sudah lama tidak bekerja. Pasien juga mengalami kesulitan untuk memulai interaksi atau bersosialisasi dengan teman sebaya, keluarga dan tetangga di sekitar pasien. Penggunaan waktu luang pasien juga tidak digunakan dengan efektif, namun untuk perawatan diri baik mandi maupun nafsu makan masih dalam batas yang normal. (GAF 50)

- Hari saat masuk rumah sakit yaitu tanggal 8 Juni 2015 pukul 17.00, pasien mengeluhkan bahwa beberapa hari ini ia susah untuk tidur dan mengalami vertigo. Pada saat pemeriksaan pasien mengaku dapat melihat makhluk halus dan dapat berbicara dengan makhluk halus tersebut. Pasien juga mengaku dapat mengisi benda mati seperti gelang atau kalung dengan makhluk halus, dan juga dapat membaca pikiran orang lain hanya dengan melihat orang tersebut. Pada saat anamnesis pasien menceritakan bahwa ia adalah lulusan sarjana strata 1 fakultas manajemen di Universitas Indonesia. Pasien juga mengaku bahwa pasien mengelola beberapa perusahaan yang tersebar di beberapa daerah yang dikelola bersama dengan kakak pasien. Namun kenyataannya adalah pasien tersebut hanyalah lulusan SMK, dan pasien sudah lama tidak bekerja karena dikeluarkan dari perusahaan tempat ia bekerja. Penampilan pasien juga tampak menor dengan make up dan penampilannya mencolok. Keluhan ini merupakan efek lanjutan karena ketidakpatuhan dalam control dan meminum obat. Serta sama seperti sebelumnya bahwa pasien sudah mengalami gangguan dalam fungsi peran, dalam fungsi sosial juga terlihat hal yang sama yaitu pasien tidak dapat membangun hubungan sosial dengan teman sebaya, rekan kerja, tetangga dan keluarga pasien dengan baik. Sehari-hari pasien hanya duduk depan televise, tidak menonton namun hanya melihat televise dengan tatapan yang kosong. Namun mengenai perawatan diri sehari-hari, nafsu makan pasien masih baik dan kesadaran untuk mandi dan menjaga kebersihan tubuh masih normal. (GAF 50)

C. Riwayat Penyakit Dahulu- Riwayat Psikiatri

Pasien pernah memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya. Dan pada akhir tahun sekitar bulan September tahun 2013, pasien dibawa RSJD

Page 4: LAPORAN KASUS IGD

Amino Gondohutomo karena mengamuk. Memang pada pertengahan tahun 2013 pasien mengaku mempunyai indera ke 6 yaitu dapat melihat makhluk halus di lingkungan rumahnya. Hal ini mengakibatkan pasien menjadi sulit tidur saat malam hari. Stressor yang dihadapi pasien adalah putus cinta dan masalah dalam pekerjaan karena dikeluarkan dari perusahaan. Pasien mengalami hambatan dalam fungsi peran dan fungsi sosial, namun penggunaan waktu luang dan perawatan diri masih cukup.(GAF 50) Pasien dirawat di RSJD Amino Gondohutomo selama kurang lebih dua puluh hari. Setelah dirawat di rumah sakit, gejala psikotik dan gangguan mood pasien mengalami perbaikan. Dan diperbolehkan untuk kembali ke rumah. Fungsi sosial, perawatan diri dan penggunaan waktu luang dapat kembali normal walaupun fungsi peran belum dapat kembali dengan baik.(GAF 70)

Namun karena saat pulang ke rumah kurang lebih satu tahun setelah dirawat kurang lebih pada akhir tahun 2014, pasien tidak rajin control dan tidak meminum obat secara rutin lagi, maka keluhan kembali muncul lagi seperti yang lalu. Hal ini merupakan salah satu stressor munculnya keluhan dan gejala yang sampai saat ini. Pasien terhambat dalam fungsinya sebagai pekerja dan fungsi sosialnya dengan sesama. Begitu pula dengan penggunaan waktu luang, namun perawatan diri masih baik. (GAF 50).

- Riwayat Medis UmumRiwayat Hipertensi : disangkalRiwayat DM : disangkalRiwayat Kejang : disangkalRiwayat Asma : disangkalRiwayat Trauma : disangkal

- Riwayat Obat-obatan dan NAPZAPasien mengaku tidak pernah menggunakan obat-obatan, NAPZA, merokok dan meminum alcohol sebelumnya.

D. Riwayat Pribadi dan Premorbid - Prenatal dan Perinatal

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada saat kehamilan normal tidak ada keluhan dan tidak mengkonsumsi obat-obatan. Pasien termasuk anak yang diharapkan. Dan saat kelahiran pasien lahir sehat tanpa kelainan bawaan.

- Masa Anak Awal (0-3 tahun)Pasien dirawat oleh kedua orang tua. Perkembangan dan pertumbuhan pasien sesuai usia dan tidak ada kelainan.

- Masa Anak Pertengahan (3-7 tahun)Masuk SD usia 6 tahun, bisa bermain dengan teman sebaya di rumah dan di sekolahnya. Selama di sekolah hubungan dengan teman dan pengajar baik, mudah bergaul dan akademisnya tergolong baik.

- Masa Anak Akhir (7-11 tahun)

Page 5: LAPORAN KASUS IGD

Saat sekolah dasar mampu mengikuti pelajaran dengan baik. Mempunyai prestasi akademis yang baik, tidak pernah tinggal kelas, dan dapat bergaul dengan teman sekolah dan teman di lingkungan rumah.dirumah pasien adalah anak yang penurut.

- Masa Remaja (11-18 tahun)Pasien memiliki hubungan baik dengan teman di sekolah, di rumah, dengan orang tua dan tetangganya. Pasien tidak pernah tinggal kelas dan riwayat akademisnya baik. Dan saat itu pasien dapat menyelesaikan Sekolah Menengah Kejuruan. Mudah bergaul dan punya hubungan yang baik dengan teman maupun staf di sekolah. Di rumah juga dapat bergaul dengan teman-teman sebaya dan pasien termasuk anak yang penurut.

- Masa Dewasao Riwayat Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pasien tidak pernah tinggal kelas.

o Riwayat PekerjaanPasien bekerja sebagai buruh pabrik yang kemudian dikeluarkan karena tidak produktif. Tidak mempunyai masalah dengan rekan kerja maupun atasnya.

o Riwayat PernikahanPasien belum menikah, pasien pernah memiliki teman dekat laki-laki, namun hubungannya berakhir dengan tidak baik.

o Riwayat KeagamaanAgama islam, dan pasien beribadah apabila ingat saja.

o Riwayat MiliterTidak pernah terlibat dalam aktivitas kemiliteran.

o Riwayat PsikososialPasien tidak pernah mendapatkan tindakan kekerasan dan pelecehan.

o Riwayat HukumPasien tidak pernah terlibat dengan masalah hokum dan tindakan criminal.

E. Riwayat KeluargaTidak ada anggota keluarga yang mengalami riwayat kelainan jiwa, ataupun mengalami keluhan yang dirasakan oleh pasien.

Page 6: LAPORAN KASUS IGD

Keterangan:

: Perempuan

: Laki-laki

: Pasien

: Orang satu rumah pasien

F. Kurva Global Assesment of Functioning (GAF) scale

0 -

10-1 -

20-11 -

30-21 -

40-31 -

50-41 -

60-51 -

70-61 -

80-71 -

90-81 - ± 1 tahun fase remisi

100-91-

2 th SMRS 1 bln post rawat 2 bln SMRS 2 mlm SMRS HMRS

III. Pemeriksaan Status Mentala. Deskripsi Umum

i. PenampilanSeorang perempuan usia 21 tahun berpenampilan sesuai usia, kebersihan dan kerapian cukup. Pakaian yang digunakan berwarna merah cerah dan memakai

Page 7: LAPORAN KASUS IGD

make up yang tebal / menor. Dan pasien menggunakan parfum dan juga kerudung.

ii. Perilaku dan Psikomotor- Normoaktif : (+) - Terkoordinasi : (-)- Hiperaktif : (-) - Tak terkoordinasi : (-)- Hipoaktif : (-) - Manineren : (-)- Stupor : (-) - Grimaceren : (-)- Gelisah : (-) - Ambivalensi : (-)- Kompulsif : (-) - Gerak otomatis : (-)- Stereotipik : (-)

iii. KesadaranKesadaran sensorium : compos mentisKesadaran psikiatri : Jernih

iv. Sikap Terhadap Pemeriksa- Kooperatif : (+) - Curiga : (-)- Non kooperatif : (-) - Berubah-ubah : (-)- Apatik : (-) - Tegang : (-)- Negatifisme pasif : (-) - Pasif : (-)- Indifferent : (-) - Aktif : (-)- Infantile : (-) - Katalepsi : (-)- Rigid : (-) - Permusuhan : (-)- Dependent : (-)

v. PembicaraanKualitas, kuantitas dan laju pembicaraan baik

vi. Kontak PsikisKontak psikis ada, wajar dan dapat dipertahankan

b. Mood dan AfekMood- Eutimik : (-) - Depresif : (-)- Hipertimik : (+) - Manik : (-)- Hipotimik : (-) - Cemas : (-)- Disforik : (-) - Irritable : (-)

Afek

- Serasi : (+) - Tumpul : (-)- Tidak serasi : (-) - Datar : (-)- Terbatas : (-) - Labil : (-)

c. Gangguan Persepsi1. Halusinasi

- Visual : (+)- Akustik : (+)

Page 8: LAPORAN KASUS IGD

- Olfaktorik : (-)- Gustatorik : (-)- Taktil : (-)

2. Ilusi- Visual : (-)- Akustik : (-)- Olfaktorik : (-)- Gustatorik : (-)- Taktil : (-)

3. Depersonalisasi : (-)4. Derealisasi : (-)

d. Gangguan Proses Pikir1. Bentuk Pikir : non realistic2. Arus Pikir

- Flight of idea : (+) - Retardasi : (-)- Asosiasi longgar : (-) - Asosiasi bunyi : (-)- Inkoherensi : (-) - Blocking : (-)- Sirkumstansial : (-) - Perseverasi : (-)- Neologisme : (-) - Verbegerasi : (-)- Jawaban irrelevan : (-) - Lancar : (-)- Tangensial : (-)

3. Isi Pikir- Waham Kebesaran : (+)- Waham berdosa : (-)- Waham Kejar : (-)- Waham Curiga : (-)- Waham Somatis : (-)- Waham Magis/mistis : (+)- Overvalued Idea : (-)- Fobia : (-)- Delusion of Control : (-)- Delusion of Insertion : (-)- Delusion of Passivity : (-)- Delusion of Perception : (-)- Obsesif Kompulsif : (-)- Thought of Echo : (-)- Thought of Insertion : (-)- Thought of Broadcasting : (-)- Kemiskinan Isi Pikir : (-)- Gangguan menyangkut diri sendiri & Pengaruh : (-)

e. Sensorium dan Kognitif

Page 9: LAPORAN KASUS IGD

1. Kesadaran : Jernih2. Orientasi

- Waktu : baik- Tempat : baik- Personal : baik- Situasi : baik

3. Memori- Segera : baik- Jangka Pendek : baik- Jangka Panjang : baik

4. Konsentrasi : baik5. Perhatian : baik6. Visuospasial : baik7. Abstraksi : baik8. Baca Tulis : baik9. Pengetahuan Umum : baik10. Daya Nilai : baik

f. Pengendalian Impuls : baik

g. Tilikan : 1 (Menyangkal sepenuhnya bahwa dirinya mengalami penyakit/gangguan.)

h. Reliabilitas : Pasien dapat dipercayaIV. Pemeriksaan Fisik

a. Status Internus- Keadaan Umum : baik- Kesadaran : compos mentis GCS : E4 M6 V5- Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit

HR : 88 x/menit T : 36,3o C

- Kepala Leher : dalam batas normal- Thoraks : dalam batas normal- Abdomen : dalam batas normal- Ekstremitas : dalam batas normal

b. Status Neurologis : dalam batas normal

V. Pemeriksaan Penunjang- EKG : dalam batas normal- Laboratoriumo Darah rutin : dalam batas normalo Kimia darah : dalam batas normal

Page 10: LAPORAN KASUS IGD

VI. Formulasi Diagnostik

Seorang perempuan usia 21 tahun, bertempat tinggal di Sindenselo. Beragama Islam, belum menikah, sehari-hari bekerja sebagai buruh pabrik di suatu perusahaan. Pendidikan terakhir pasien adalah Sekolah Menengah Kejuruan dan tamat sekolah. Datang ke IGD RSJD Amino Gondohutomo dengan diantar oleh keluarga karena marah-marah dan keluyuran keluar rumah.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keluhan pada pasien yang dirasakan oleh keluarga ini sudah 2 bulan yang lalu dimana pasien saat itu sering marah dan mengamuk tanpa alasan yang jelas saat di rumah. Pasien juga mengeluhkan dapat melihat makhluk halus dan berbicara dengan makhluk tersebut. Lalu sejak 2 malam sebelum masuk rumah sakit, pasien mempunyai kebiasaan keluyuran keluar rumah tanpa izin dan keluhan dapat melihat dan berbicara dengan makhluk halus masih dirasakan. Dan saat dibawa ke rumah sakit RSJD Amino Gondohutomo pasien mengeluh hanya kesulitan untuk tidur, sedangkan keluarga mengeluhkan pasien yang marah-marah tanpa alasan yang jelas saat dirumah. Terdapat juga waham kebesaran dimana pasien mengaku sebagai lulusan sarjana manajemen di Universitas Indonesia, dan juga mengaku mempunyai beberapa perusahaan yang tersebar di beberapa daerah. Perasaan pasien saat ini juga terlihat hiperthyme dengan afek yang sesuai. Adanya arus pikir yang berpindah dari subjek satu ke yang lain atau flight of idea. Dan adanya waham magis/mistik yang diakui pasien dengan mampu memasukan makhluk halus ke dalam benda-benda tertentu. Daya tilikan pasien saat pemeriksaan adalah 1 dimana pasien menyangkal sepenuhnya bahwa ia mengalami penyakit / gangguan.

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mempunyai riwayat penyakit jiwa kurang lebih pertengahan tahun 2013. Pasien sempat dirawat di RSJD Amino Gondohutomo selama kurang lebih satu bulan pada akhir tahun 2013. Dikarenakan masalah dengan pekerjaan dan juga pasien baru saja putus cinta yang menjadi masalahnya. Keluhan sempat berkurang, namun karena tidak rutin control dan ketidak patuhan pasien dalam meminum obat, maka gejala kembali muncul dan memburuk hingga saat ini.

Saat ini yang menjadi masalah adalah karena ketidak patuhan minum obat dan control ke dokter berhubungan dengan penyakitnya. Pasien mempunyai hendaya di dalam fungsi peran dimana pasien sudah tidak bekerja lagi. Ada juga hendaya di fungsi sosial karena pasien sulit untuk memulai hubungan sosial atau menyapa tetangga, rekan kerja maupun teman sebaya. Penggunaan waktu luang pasien pun tidak digunakan untuk aktifitas yang produktif melainkan hanya menonton TV dan mendengar lagu. Namun perawatan diri seperti makan dan mandi sehari-hari masih ada inisiatif dari diri sendiri untuk melaksanakannya.

Axis I : Dari anamnesis dan pemeriksaan pada pasien didapatkan keluhan berupa kesulitan untuk tidur, dan keluhan dari keluarga bahwa pasien marah-marah. Pasien mempunyai riwayat gangguan jiwa sebelumnya dan pernah dirawat di

Page 11: LAPORAN KASUS IGD

rumah sakit jiwa sebelumnya. Kambuh lagi akhir-akhir ini karena tidak rutin berobat dan tidak patuh minum obat. Saat diperiksa perasaan pasien senang yang berlebihan atau hyperthyme. Didapatkan halusinasi auditorik dan juga halusinasi visual saat pemeriksaan pada pasien. Arus pikir yang ada adalah flight of idea, isi pikir ada berupa waham kebesaran dan waham magis/mistis dengan bentuk pikir yang non realistic. Keluhan yang terjadi sudah lebih dari 2 bulan dan ditemukan hendaya pada pasien dalam fungsi peran, fungsi sosial dan juga penggunaan waktu luang. Diluar keadaan bahwa perawatan diri pasien masih dalam taraf yang baik. Maka diagnosis pada axis I adalah F 20.0 yaitu skizofrenia tipe paranoid.

Axis II : Dari data premorbid didapatkan bahwa pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Riwayat premorbid pasien tidak ada kelainan pada pertumbuhan maupun perkembangan dari masa kandungan sampai dewasa. Pasien dikenal mudah bergaul, tidak pernah melakukan atau terlibat hukum dan tindakan criminal. Sehingga axis II tidak ada diagnosis.

Axis III : Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien tidak ditemukan kelainan. Begitu juga dari pemeriksaan penunjang yang dilakuakn semua masih dalam batas normal. Sehingga pada axis III adalah tidak ada diagnosis.

Axis IV : Masalah yang didapatkan saat anamnesis saat ini adalah bahwa pasien kurang lebih mulai akhir tahun 2014 tidak teratur untuk control berobat ke dokter. Dan juga tidak patuh dan rutin dalam meminum obat. Sehingga axis IV adalah masalah ketidak patuhan pasien dalam berobat.

Axis V : Pada skala penilaian fungsi secara global bahwa 2 tahun sebelum dirawat adalah 50, saat 1 bulan keluar dari rumah sakit GAF pasien menjadi 70. Namun karena tidak rutin control, kambuh dan GAF pasien 50. GAF mutakhir pasien adalah 50.

VII. Diagnosis Multi Aksial

Axis I : F 20.0 Skizofrenia Tipe ParanoidAxis II : Tidak Ada DiagnosisAxis III : Tidak Ada DiagnosisAxis IV : Masalah ketidakpatuhan berobatAxis V : GAF 2 tahun SMRS : 50

GAF keluar dari RSJD : 70 GAF 2 bulan – saat ini : 50

VIII. Tata LaksanaMedika Mentosa:

- IGD:o Diazepam 10 mg inj

Page 12: LAPORAN KASUS IGD

o Lodomer 5 mg inj- Maintenance:

o Chlorpromazine 2 x 100 mg ( sediaan 100 mg p.o)o Risperidon 2 x 2 mg ( sediaan 2 mg p.o)o Trihexylphenidyl 2 x 2 mg p.o

Non Medika Mentosa:

- Terapi suportif- Terapi okupasional- Terapi keluarga

IX. Prognosis

Baik Buruk- Onset Akut : (-) - Onset Kronis : (+)- Usia 25-35 : (-) - Usia <25/>35 tahun : (+)- Tidak ada riwayat keluarga : (+) - Ada riwayat di keluarga : (-)- Premorbid baik : (+) - Premorbid buruk : (-)- Menikah : (-) - Belum menikah : (+)- Tidak ada kekambuhan : (-) - Ada kekambuhan : (+)- Factor pencetus jelas : (+) - Faktor pencetus tidak jelas : (-)- Status ekonomi baik : (+) - Status ekonomi buruk : (-)- Gejala positif menonjol : (+) - Gejala negative menonjol : (-)- Patuh minum obat : (-) - Tidak patuh minum obat : (+)

Dubia

Page 13: LAPORAN KASUS IGD

TINJAUAN PUSTAKA

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab ( banyak belum

diketahui ) dan perjalanan penyakit tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating” yang luas,

serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial

budaya.1

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari

pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar ( inapropriate ) atau tumpul ( blunted ).

Kesadaran yang jernih ( clear consciousness ) dan kemampuan intelektual biasanya tetap

terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.2

Berdasarkan PPDGJ-III harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas ( dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas ) :2

I. Thought

- “Thought echo” = isi pikirannya dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam

kepalanya ( tidak keras ), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun kualitasnya

berbeda; atau

- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam

pikirannya ( insertion ) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya

( withdrawal ); dan

- “thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain atau umum

mengetahuinya;

II. Delusion

– “Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu

dari luar; atau

- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu

dari luar; atau

Page 14: LAPORAN KASUS IGD

- ‘delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu

kekuatan dari luar; ( tentang “ dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh / anggota

gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus );

- “delusion perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas

bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

III. Halusinasi auditorik

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri ( diantara berbagai suara yang

berbicara ), atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

IV. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar

dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau

kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa ( misalnya mampu mengendalikan cuaca,

atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain ).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas, yaitu:2

V. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang

mengambang maupun yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan ( over-valued ideas)

yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-

bulan terus menerus.

VI. Arus pikiran yang terputus ( break ) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang

berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

VII. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (ex-citement), posisi tubuh tertentu

(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

VIII. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri

dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal

tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan

atau lebih ( tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal ). Harus ada suatu perubahan

Page 15: LAPORAN KASUS IGD

yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek

perilaku pribadi ( personal behaviour ), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak

bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri ( self-absorbed attitude ), dan

penarikan diri secara sosial.2

Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam

PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi

masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :1,3,4

1. Skizofrenia Paranoid

Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia yaitu dimana halusinasi dan atau waham harus

menonjol, seperti :

a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi

auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.

b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan

tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),

dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan

dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik

terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien

yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial yang

dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih

besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan

regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya

dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.

Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.

Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-

kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan

mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik

Page 16: LAPORAN KASUS IGD

Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa

muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas

yaitu pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk

menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan

pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang

khas berikut ini memang benar bertahan.

3. Skizofrenia Katatonik

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia dan satu atau lebih dari perilaku berikut

ini harus mendominasi gambaran klinisnya :

a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan

serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)

b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi

oleh stimuli eksternal)

c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan

posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)

d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau

upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan)

e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan

dirinya)

f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam

posisi yang dapat dibentuk dari luar)

g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap

perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).

Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam

salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria

diagnostic menurut PPDGJ III yaitu memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, tidak

memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik, dan tidak

memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

Page 17: LAPORAN KASUS IGD

5. Depresi Pasca-Skizofrenia

Diagnosis depresi pasca skizofrenia harus ditegakkan hanya kalau :

a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum

skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini

b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran

klinisnya)

c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk

episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode

depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus

tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia Residual

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua

yaitu:

a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,

aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan

dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam

ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja

sosial yang buruk

b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi

kriteria untuk diagnosis skizofenia

c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi

gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan

telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia

d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau

institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.

7. Skizofrenia Simpleks

Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada

pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala “negative” yang

khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain

Page 18: LAPORAN KASUS IGD

dari episode psikotik, danmdisertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang

bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu,

tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.

Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis

simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir

biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya

perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan

keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam

pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang

menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

8. Skizofrenia lainnya

9. Skizofrenia YTT

Epidemiologi

Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam

hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai

empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua

juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang

mengidap skizofrenia.

Perbandingan antara laki-laki dan perempuan sama besar dan kebanyakan terjadi pada usia

antara 15-35 tahun dan sangat jarang pada usia kurang dari 10 tahun atau lebih dari 40 tahun.

Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun

pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30

tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.5

Etiologi

Karena banyak ragamnya presentasi gejala dan prognositik skizofrenia, tak ada faktor

etiologik yang unggal yang dianggap kausatif. Model yang paling sering digunakan adalah

model stres-diatesis, yang mengatakan bahwa orang yang menderita skizofrenia memiliki

Page 19: LAPORAN KASUS IGD

kerentanan biologik, atau diatesis, yang dicetuskan leh stres dan menimbulkan gejala skizofrenia.

Stress mungkin biologik, genetik, psikososial, atau lingkungan.1

Biologi

Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik ditemukan pada

penderita skizofrenia. Meskipun demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat ( telah

direplika dan dibandingkan ) pada subpopulasi pasien. Gangguan yang paling banyak

dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil yang kadang-kadang sudah

terlihat sebelum awitan penyakit, atropi bilateral lobus temporal medial dan lebih spesifik

yaitu girus parahipokampus, hipokampus dan amigdala, disorientasi spasial sel piramid

hipokampus, dan penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral. Beberapa penelitian

melaporkan bahwa semua perubahan ini tampaknya statis dan telah dibawa sejak lahir

( tidak ada gliosis ), dan pada beberapa kasus perjalanannya progresif. Lokasinya

menunjukkan gagguan perilaku yang ditemui pada skizofrenia; misalnya gangguan

hipokampus dikaitkan dengan impermen memori dan atropi lobus frontalis dihubungkan

dengan simptom negatif skizofrenia. Penemuan lain yaitu adanya antibodi sitomegalovirus

dalam cairan serebrospinalis ( CSS ), limposit atipikal tipe P ( terstimulasi ), gangguan

fungsi hemisfer kiri, gangguan transmisi dan pengurangan ukuran korpus kolosum,

pengecilan vermis serebri, penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus frontal

( dilihat dengan PET ), kelainan EEG, EP P300 auditorik ( dengan EEG ), sulit memusatkan

perhatian, dan perlambatan waktu reaksi, serta berkurangnya kemampuan menamakan

benda.

Pada individu yang berkembang menjadi skizofrenia terdapat peningkatan insiden

komplikasi persalinan ( prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), lahir pada masa epdiemi

influenza ), lebih besar kecenderungan lahir pada akhir musim dingin atau awal musim

panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan penemuan-penemuan ini belum

diketahui. Bagaimanapun ini menunjukkan adanya dasar biologik dan heterogenitas

skizofrenia.

Biokimia

Page 20: LAPORAN KASUS IGD

Etiologi biokimia belum diketahui. Hipotesis yang paling banyak yaitu adanya

gangguan neurotransmiter sentral yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral

( hipotesis dopamin ), hipotesis ini dibuat berdasarkan tiga penemuan utama :

1. Efektivitas obat-obat neuroleptik ( misalnya fenotiazin ) pada skizofrenia bekerja

memblok reseptor dopamin pasca sinaps ( tipe D2 ).

2. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar

dibedakan, secara klinis denga psikosis skizofrenia paranoid akut. Amfetamin

melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin juga memperburuk skizofrenia.

3. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumben, dan

putamen pada skizofrenia.

Penelitian reseptor D1, D4, dan D5, saat ini tidak banyak memberikan hasil. Teori lain

yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat ( terutama 5-HT2A ) dan kelebihan NE di

forebrain limbik ( terjadi pada beberapa penderita skizofrenia ). Setelah pemberian obat

neurotransmitter tersebut terjadi perbaikan klinis skizofrenia.

Genetika

Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna, komples dan

poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah ( konsanguinitas ), skizofrenia adalah

gangguan yang bersifat keluarga ( misalnya; terdapat dalam keluarga ). Semakin dekat

hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko. Pada penelitian anak kembar, kembar

monozigot mempunyai risiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan

kembar dizigot. Pada penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang tua skizofrenia

diadopsi, waktu lahir, oleh keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama dengan bila

anak-anak tersebut daisuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia.

Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada keluarga skizofrenia dan

secara genetik dikaitkan dengan gangguan keprbadian ambang dan skizotipal ( gangguan

spektrum skizofrenia ), gangguan obsesif-konfulsif, dan kemungkina dihubungkan dengan

gangguan keprbadian paranoid antisosial.

Faktor Keluarga

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan

kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang ke rumah sering relaps pada

Page 21: LAPORAN KASUS IGD

tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di Panti penitipan.

Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersam keluarga yang hostil,

memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut

campur, sangat pengeritik ( disebut Ekspresi Emosi Tinggi ). Pasien skizofrenia sering tidak

“dibebaskan” oleh keluarganya.

Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologis dan aneh pada

keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit

tak logis. Pada tahun 1956, Betson menggambarkan suatu karakteristik “ikatan ganda” yaitu

pasien sering diminta oleh anggoa kelaurga untuk mersepons pesan yang bentuknya

kontradiktif sehingga membingungkan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola

komunikasi keluarga tersebut mungkin disebabkan oleh dampak memilik anak skizofrenia.

Patofisiologi

Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik. Skizofrenia

terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini

mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor

dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari

faktor-faktor tersebut.3 Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizofrenia :3

a.       Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik

b.      Hiperdopaminegia pada sistem meso limbikà berkaitan dengan gejala posistif

c.       Hipodopaminergia pada sistem meso kortis dan nigrostriatalàbertanggungjawab terhadap

gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal.

Gambaran Klinis

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu

primer dan sekunder. Gejala-gejala primer dapat dibagi sebagai berikut :4

a. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).

Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu

terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide

lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya “tani” tetapi dikatakan

“sawah”. Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila

Page 22: LAPORAN KASUS IGD

dimaksudkan “berani”. Atau terdapat “clang association” oleh karena pikiran sering tidak

mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau “…dulu waktu hari, jauh

memang matahari, lalu saya lari…”. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia

sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran

mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya. Seorang dengan skizofrenia juga

kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya seorang perawat dimarahi dan

dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga dimarahi dan dipukuli

Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan

“blocking”, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai

beberapa hari. Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain

didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau

“pressure of thoughts”. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya

dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran. Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering

inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada

pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat

diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat

diikuti, masih bertujuan.

b. Gangguan afek dan emosi

Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa kedangkalan afek dan emosi

(“emotional blunting”), misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal penting

untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya. Gangguan afek dan

emosi lain adalah Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti

penderita yang sedang bermain sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia adalah

hilangnya kemampuan untuk melakukan hubungan emosi yang baik (“emotional rapport”).

Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita.

c. Gangguan kemauan

Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin

terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama atau

menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek

Page 23: LAPORAN KASUS IGD

gangguan kemauan. Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan.

Mereka tidak dapat mengambil keputusan dan tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan.

Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya

bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau

mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan. Ada pula perilaku sepert

negativisme, ambivalensi kemauan dan otomatisme.

d. Gejala psikomotor

Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini

oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati

juga pada penyakit lain. Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan

kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang

luwes atau yang agak kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan

sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang

bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik.

Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga

oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar

sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Kadang juga ada

neologisme logorea dimana pasien menunjukan hiperkinesa. Lalu ada kelainan obsesif

kompulsif pada pasien dengan gejala psikomotor.

Gejala-gejala sekunder yang dapat muncul pada pasien dengan skizofrenia adalah:4

a. Waham

Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi

penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat

diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan,

umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air

ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross membagi waham

dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder, waham sistematis atau

tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations).

Page 24: LAPORAN KASUS IGD

Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari

luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya

istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali,

atau seorang penderita berkata “dunia akan kiamat sebab ia melihat seekor anjing

mengangkat kaki terhadap sebatang pohon untuk kencing. Waham sekunder biasanya logis

kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan

gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau

ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan

sebagainya.

b. Halusinasi

Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini

merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada

keadaan sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia,

bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman

(olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil).

Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang

menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalam makanannya Halusinasi

penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan

dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan

misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan.

Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak menurun

pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan

perasaannya. Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau “double personality”, misalnya

penderita mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak

adalagi. Atau pada double personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri

didalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu.4

Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar

ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya.

Page 25: LAPORAN KASUS IGD

Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala primer.

Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan

kemauan. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia

adalah:4

1) Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya

tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom

skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya.

2) Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh

karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan

sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe

mungkin berubah.

3) Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial

budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu

mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai

koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan

di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat

keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.

Penatalaksanaan (medikamentosa dan non-medikamentosa)

Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan

kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju ke kemunduran mental. Biarpun

penderita mungkin tidak sempurna sembuh, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik

penderita dapat ditolong untuk berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah ataupun di luar

rumah.

1. Terapi Somatik ( Medikamentosa )

----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.

Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada

Skizofrenia.

Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat

atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama

Page 26: LAPORAN KASUS IGD

diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif

untuk mngobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu

antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).1,3,4

a. Antipsikotik Konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik

konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan

efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain Haldol

(haloperidol), Stelazine ( trifluoperazine), Mellaril (thioridazine), Thorazine

( chlorpromazine), Navane (thiothixene), Trilafon (perphenazine) dan Prolixin

(fluphenazine)

Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik

konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical

antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama,

pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan

antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli

merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua,

bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat

diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu

(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan

terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot

formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.

b. Newer Atypcal Antipsycotic

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya

berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan

antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia,

antara lain Risperdal (risperidone), Seroquel (quetiapine) dan Zyprexa (olanzopine).

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien

dengan Skizofrenia

c. Clozaril

Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang

pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil)

Page 27: LAPORAN KASUS IGD

dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek

samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%),

Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan

infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel

darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila

paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama1

Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode

pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive

dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk

mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain,

para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada

Clozaril)

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)1

Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk

mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti

minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,

dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan

obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita berhenti minum obat karena

alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan

tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.

-Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal

ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya

antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal

antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan

yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan1

Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.

Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode

pertama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia

episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba

Page 28: LAPORAN KASUS IGD

menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum

sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat,

bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya

penyakit.

2. Terapi Psikososial4

a. Terapi perilaku

Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial

untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan

praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian

atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa

dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau

menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur

tubuh aneh dapat diturunkan.

b. Terapi berorintasi-keluarga

Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam

keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali

mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).

Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi

keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,

anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena

skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu

optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari

penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.

Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa

menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi

keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol,

penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga

sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

c. Terapi kelompok

Page 29: LAPORAN KASUS IGD

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah,

dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara

perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok

efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan

meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan

cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi

pasien skizofrenia.

d. Psikoterapi individual

-Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan

skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek

terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia

adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman.

Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional

antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan

oleh pasien.

Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam

pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan;

pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan

kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika

seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah

sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih

disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang

merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak

tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau

eksploitasi.

Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah

sakit Yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-

1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat

yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita

menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu

yang digunakan 2-3 detik.

Page 30: LAPORAN KASUS IGD

Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena

alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah

pemberian antipsikotik. Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis,

aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas

otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor

otak. Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra,

robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.4

Komplikasi dan Pencegahan

Paranoid schizophrenia yang tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan

komplikasi-komplikasi sebagai berikut yaitu seperti keinginan atau usaha bunuh diri, perilaku

merusak diri sendiri, depresi, penyalahgunaan alkohol, obat-obatan terlarang, maupun obat yang

diresepkan, kemiskinan dan tuna wisma, pengurungan, misalnya oleh keluarga, konflik

keluarga, tidak mampu bekerja atau bersekolah, masalah kesehatan akibat penggunaan obat

antipsikosis, menjadi pelaku ataupun korban kejahatan, terkena penyakit jantung atau paru-paru.

Dan sampai saat ini tidak ada pencegahan pasti yang dapat dilakukan sebagai prevensi terhadap

terjadinya skizofrenia pada setiap orang.5

Prognosis

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun

setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skizofrenia, hanya kira-kira 10-

20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat

digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang,

eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka

Page 31: LAPORAN KASUS IGD

yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang

buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik.4

a. Skizofrenia berprognosis baik berkaitan dengan :4

- Onset akut dengan faktor pencetus jelas

- Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang baik ( termasuk kemunculan di usia

lebih lanjut )

- Gejala mood ( khususnya premorbid )

- Subtipe paranoid dan katatonik

- Menikah

- Riwayat keluarga gangguan mood

- Predominasi gejala positif

- Konfusi

- Tegang, cemas, hostilitas

b. Skizofrenia berprognosis buruk berkaitan dengan :4

- Kemunculan bertahap ( onset insidious ) tanpa faktor pencetus

- Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang buruk ( termasuk kemunculan di

usia lebih dini )

- Perilaku menyendiri. Autistik

- Subtipe disorganisasi dan nondifferensiasi

- Tak menikah

- Riwayat keluarga skizofrenia

- Riwayat persalinan sulit

- Adanya tanda dan gejala neurologik. Ini termasuk fungsi kognitif buruk pada uji

neuropsikiatrik formal dan gangguan pada CT dan PET serta pada EEG dan studi

evoked potential.

- Predominan gejala negatif

- Absennya gejala mood atau hostilitas berlebihan.

Page 32: LAPORAN KASUS IGD

DAFTAR PUSTAKA

1. Silvia, HG. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010. 138-196

2. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT.

Nuh Jaya, 2003; 44-143.

3. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and sadock’s synopsis of psychiatry ed 9. New York:

Lippincott Williams & Wilkins; 2003.84-104

4. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 1995.

5. Morgan M.M. Segi praktis psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara. 1991. 42-52