porto igd ganot_svt
DESCRIPTION
ughuhTRANSCRIPT
PORTOFOLIO
KASUS INSTALASI GAWAT DARURAT
SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI
Diajukan kepada Yth.
dr. Asdiyati
Disusun oleh : dr. Ganot Sumulyo
FK UNSOED
Pendamping : dr. Asdiyati
RS MUHAMADYAH ROEMANI
SEMARANG
2014
TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR
PENDAHULUAN
Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia adalah irama
jantung di luar irama sinus normal. Istilah aritmia sebenarnya tidak tepat karena aritmia
berarti tidak ada irama. Oleh karena itu sekarang lebih sering dipakai istilah disritmia atau
irama tidak normal.1 Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang
ditandai dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi
berkisar antara 150 sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang paling sering
ditemukan pada usia bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih 1 di antara 25.000 anak
lebih. Serangan pertama sering terjadi sebelum usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada perempuan sedangkan pada anak yang lebih besar prevalensi di antara
kedua jenis kelamin tidak berbeda.1,2 Pengenalan secara dini jenis takidisritmia ini sangat
penting, terutama pada bayi karena sifatnya yang gawat darurat. Diagnosis awal dan
tatalaksana SVT memberikan hasil yang memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan
diagnosis dan memberikan terapi akan memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan
terjadinya gagal jantung bila TSV berlangsung lebih dari 24-36 jam, baik dengan kelainan
struktural maupun tidak.1,2 Referat ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
tatalaksana terhadap takikardi supraventikular pada bayi dan anak.
DEFINISI
Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan
perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150
kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi
dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS
normal.1,2 Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal
jantung.3,4
EPIDEMIOLOGI
Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering
ditemukan pada bayi dan anak. Angka kejadian TSV diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per
250. Angka kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda dengan TSV pada
dewasa.1 Menurut Emily dkk5 bahwa angka kejadian TSV pada anak berkisar 1 dari 250
anak tapi sering gejalanya samarsamar
dan sering disalahartikan dengan gejala dari penyakit umum lainnya pada anak. TSV pada
bayi biasanya terjadi pada hari pertama kehidupan sampai usia 1 tahun, tapi sering terjadi
sebelum umur 4 bulan. Sebagian besar TSV pada bayi dengan struktur jantung yang normal
dan hanya 15% bayi TSV yang disertai dengan penyakit jantung, karena obat-obatan atau
karena demam.6,7
ELEKTROFISIOLOGI
Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan
rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran
rangsang.
a. Gangguan pembentukan rangsang
Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk
secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama
ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama
pengganti).
- Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan
fenomena reentry
- Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum
sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum
atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan
rangsangan instrinsik yang memacu jantung berkontraksi.
- Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan
automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan
normal.
- Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional (blokade
terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain masuk
kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah masa
refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila
reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada beberapa
tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi.
b. Gangguan konduksi
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi) aliran
rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran
rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk
dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang
mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabangcabang jaras kanan kiri
sampai pada percabangan purkinye dalam miokard.
c. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan
Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang
bersama gangguan hantaran rangsang.
Mekanisme Terjadinya TSV
Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya
takikardi supraventrikular yaitu:
1) Otomatisasi (automaticity)
Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami
percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction,
bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi
adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus
takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia
berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik
seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis.
2) Reentry
Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah
dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry
adalah:
a) Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun
proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup.
b) Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah.
c) Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok
memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok
searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada
jalur konduksi tersebut.
Gambar 1. Proses terjadinya TSV
KLASIFIKASI
Terdapat 3 jenis TSV yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:
1. Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)
Terdapat sekitar 10% dari semua kasus TSV, namun TSV ini sukar diobati. Takikardi ini
jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau
karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak
adanya gelombang “p” yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus,
tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak
tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).
2. Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)
Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis orthodromic, konduksi
antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan konduksi retrograd
terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada EKG adalah
takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang timbul segera
setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi antegrad
terjadi pada jaras tambahan sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras his-
purkinye. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang
lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah
kompleks QRS.
3. Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT)
Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan
mekanisme yang paling sering menimbulkan TSV pada bayi dan anak. Sirkuit tertutup
pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi
lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini
disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak
adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p yang timbul segera
setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena
gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi
pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis
atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi
dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang
cukup jauh setelah komplek QRS.
Gambar 2. Gambaran EKG pada TSV
Penyebab
1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya
terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.
2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya
setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan
interval PR yang pendek dan interval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan
langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.2
3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-TGA)
Gejala Klinis
Gejala klinis takikardia supraventrikular (TSV) pada bayi tidak khas, umumnya terjadi pada
bayi di bawah usia 4 bulan. Bayi biasanya dibawa ke dokter karena mendadak gelisah,
irritabel, diaforesis, tidak mau menetek atau minum susu,. Kadang-kadang orangtua
membawa bayinya karena bernafas cepat dan tampak pucat. Dapat pula terjadi muntah-
muntah. Laju nadi sangat cepat sekitar 200-300 per menit, tidak jarang disertai gagal jantung
atau kegagalan sirkulasi yang nyata.2,6
Takikardia supraventrikular pada anak yang serangan pertamanya dimulai pada usia yang
lebih tua seringkali disebabkan oleh sindrom WPW, baik yang manifes maupun yang
tersembunyi (concealed). Berbeda dengan TSV pada bayi, pada kelompok ini tidak dijumpai
tanda gagal jantung atau kegagalan sirkulasi karena frekuensi jantung yang lebih lambat.
Yang sering menyebabkan pasien dibawa ke dokter adalah rasa berdebar dan perasaan tidak
enak.1
Berbeda dengan TSV pada bayi dan anak, TSV kronik dapat berlangsung selama
berminggu-minggu bahkan sampai bertahun-tahun. Hal yang menonjol adalah frekuensi
denyut nadi yang lebih lambat, berlangsung lebih lama, gejalanya lebih ringan dan juga lebih
dipengaruhi oleh sistem susunana saraf autonom. Pada sebagian besar pasien terdapat
disfungsi miokard akibat TSV pada saat serangan atau pada TSV sebelumnya.1,2
Gejala klinis lain TSV dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri
dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri
kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan.6,12,13
Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan TSV tapi
risikonya meningkat pada neonatus dengan TSV, neonatus dengan WPW dan pada anak
dengan penyakit jantung.6 Bila takikardi terjadi saat fetus, dapat menyebabkan timbulnya
gagal jantung berat dan hidrops fetalis.4
DIAGNOSIS
Diagnosis TSV berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut:3,10
a. Pada bentuk akut: pucat, gelisah, takipneu dan sukar minum
b. Denyut jantung; 150-300 kali/menit (mungkin sulit dihitung)
c. Dapat terjadi gagal jantung (bila dalam 24 jam tidak membaik)
d. EKG
e. Pemeriksaan esophageal electrophysiology dapat digunakan sebagai prediktor apakah
bayi membutuhkan obat anti aritmia.7
PENATALAKSANAAN
Secara garis besar penatalaksanaan TSV dapat dibagi dalam dua kelompok,yaitu:2
a. Penatalaksanaan segera
b. Penatalaksanaan jangka panjang
a. Penatalaksanaan segera
1. Tindakan yang dulu lazim dicoba pada anak yang lebih besar adalah perasat valsava
tidak dianjurkan pada bayi, karena jarang sekali berhasil. Perasat valsava berupa
pemijatan sinus karotis, dan tekanan pada bola mata akan tetapi berisiko terjadinya
luka pada mata dan retina.6,11 Apabila tidak jelas terdapat gagal jantung kongestif atau
kegagalan sirkulasi dapat dicoba refleks selam (diving reflex). Cara lain yang
dianjurkan oleh karena sering dilaporkan berhasil (lebih kurang pada 25% kasus)
adalah dengan menutup muka bayi dengan kantong plastik berisi air es (sekitar 10-20
detik) dan jangan sekali-sekali membenamkan muka bayi ke`dalam air es. Cara ini
efektif pada jenis takikardi yang melibatkan nodus AV tapi responnya kurang baik
pada sebagian besar bentuk takikardi atrial primer.1,2,11
2. Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat
kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan
berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal.
Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan
cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera
pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry.
Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.1,4,6
Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV
karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan pada
sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush
saline, mulai dengan dosis 50 μg/kg dan dinaikkan 50 μ/kg setiap 1 sampai 2 menit
(maksimal 250 μ/kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 – 150 μg/kg. Pada
sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang.1,11,14
Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan
terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi sinus
node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang mempengaruhi
A-V node (seperti beta blokers, calsium channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa
menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma.6
3. Verapamil juga tersedia untuk penanganan segera TSV pada anak berusia di atas 12
bulan, akan tetapi saat ini mulai jarang digunakan karena efek sampingnya. Obat ini
mulai bekerja 2 sampai 3 menit, dan bersifat menurunkan cardiac output. Banyak
laporan terjadinya hipotensi berat dan henti jantung pada bayi berusia di bawah 6
bulan. Oleh karena itu verapamil sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang berusia
kurang dari 2 tahun karena risiko kolap kardiovaskular.4,6 Jika diberikan verapamil,
persiapan untuk mengantisipasi hipotensi harus disiapkan seperti kalsium klorida (10
mg/kg), cairan infus, dan obat vasopressor seperti dopamin. Tidak ada bukti bahwa
verapamil efektif mengatasi ventrikular takikardi pada kasus-kasus yang tidak
memberikan respon dengan adenosin.1 Tahun 2008, penelitian oleh Leitner dkk15,
menemukan bahwa verapamil intravena efektif pada 100% pasien TSV.
4. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja
memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur
cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat
loading dose diberikan.1
5. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada anak.
Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya dihindari
pada anak yang lebih besar dengan WPW sindromkarena ada risiko percepatan
konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa gagal jantung
kongestif.1,11 Penelitian oleh Wren dkk16 tahun 1990, pada 29 bayi dengan TSV,
pengobatan efektif dengan digoksin. Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik
melalui pengaruh inotropiknya maupun melalui blokade nodus AV yang ditengahi
vagus.10
6. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau
kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct
current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25
watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu
sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang
T dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis
sebelum dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya
fibrilasi ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock
kedua yang tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka
diperlukan tindakan invasif.2
7. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis
secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar ½
dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi, 2 kali
berturut-turut berselang 8 jam.2
8. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan,
dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi
cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat
dan mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-
synephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek
vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode
ini tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan
afterload sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10
mg ditambahkan ke dalam200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan
pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi
150-170 mmHg.2,4
9. Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan sotalol
untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun. Flecainide dan
sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif untuk mengontrol TSV
yang refrakter.13
10. Penelitian oleh Etheridge dkk7 tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55%
pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien
dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi
memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada
beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan
amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan.
Propanolol dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat
fokus atrium pada takikardi atrial ektopik.10
Gambar 3. Algoritma Manajemen Jangka Pendek TSV17
b. Penanganan Jangka Panjang
Umur pasien dengan TSV digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang TSV. Di
antara bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala TSV, kurang lebih sepertiganya
akan membaik sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien dengan takikardi
atrial automatic akan mengalami resolusi sendiri. Berat ringan gejala takikardi
berlangsung dan kekerapan serangan merupakan pertimbangan penting untuk
pengobatan.1
Gambar 4. Algoritma Manajemen Jangka Panjang TSV17
Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena umumnya tanda
yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis ringan dan serangan yang
jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi. Bayi-bayi dengan serangan yang sering dan
simptomatik akan membutuhkan obat-obatan seperti propanolol, sotalol atau amiodaron,
terutama untuk tahun pertama kehidupan.1
Pada pasien TSV dengan sindrom WPW sebaiknya diberikan terapi propanolol jangka
panjang. Sedangkan pada pasien dengan takikardi resisten digunakan procainamid,
quinidin, flecainide, propafenone, sotalol dan amiodarone.4 Pada pasien dengan serangan
yang sering dan berusia di atas 5 tahun, radiofrequency ablasi catheter merupakan
pengobatan pilihan. Pasien yang menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini
umumnya takikardinya tidak mungkin mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak
tahan atau kepatuhannya kurang dengan pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi
dilakukan pada usia 2 sampai 5 tahun bila TSV refrakter terhadap obat anti aritmia atau
ada potensi efek samping obat pada pemakaian jangka panjang. Pada tahun-tahun
sebelumnya, alternatif terhadap pasien dengan aritmia yang refrakter dan mengancam
kehidupan hanyalah dengan anti takikardi pace maker atau ablasi pembedahan.1
PACU JANTUNG DAN TERAPI BEDAH
Alat pacu jantung akan segera berfungsi bila terjadi bradikardi hebat. Alat pacu jantung untuk
bayi dan anak yang dapat diprogram secara automatik (automatic multiprogrammable
overdrive pacemaker) akan sangat memudahkan penggunaannya pada pasien yang
memerlukan. Pacu jantung juga dapat dipasang di ventrikel setelah pemotongan bundel HIS,
yaitu pada pasien dengan TSV automatik yang tidak dapat diatasi. Tindakan ini merupakan
pilihan terakhir setelah tindakan pembedahan langsung gagal.1
Tindakan pembedahan dilakukan pertama kali pada pasien sindrom WPW. Angka
keberhasilannya mencapai 90%. Karena memberikan hasil yang sangat memuaskan, akhir-
akhir ini cara ini lebih disukai daripada pengobatan medikamentosa. Telah dicoba pula
tindakan bedah pada TSV yang disebabkan mekanisme automatik dengan jalan
menghilangkan fokus ektopik secara kriotermik. Gillete tahun 1983 melaporkan satu kasus
dengan fokus ektopik di A-V junction yang berhasil diatasi dengan tehnik kriotermi
dilanjutkan dengan pemasangann pacu jantung permanen di ventrikel.2
Dengan kemajuan di bidang kateter ablasi, tindakan bedah mulai ditinggalkan. Akan
tetapi di beberapa senter kardiologi, kesulitan melakukan ablasi transkateter dapat diatasi
dengan pendekatan bedah dengan menggunakan tehnik kombinasi insisi dan cryoablation
jaringan. Pada saat yang sama adanya residu kelainan hemodinamik yang menyebabkan
hipertensi atrium dan ventrikel dapat dikoreksi sekaligus.1
KESIMPULAN
Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering
ditemukan pada bayi dan anak. Penyebab TSV adalah idiopatik, sindrom Wolf Parkinson
White (WPW) dan beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-
TGA). Gejala klinis lain TSV dapat berupa gelisah, irritabel, diaforesis, tidak mau menetek
atau minum susu. Kadang-kadang orangtua membawa bayinya karena bernafas cepat dan
tampak pucat. Dapat pula terjadi muntah-muntah. Laju nadi sangat cepat sekitar 200-300 per
menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata, palpitasi,
lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri dada, nafas pendek dan bahkan penurunan
kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan.
Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan TSV tapi
risikonya meningkat pada neonatus dengan TSV, neonatus dengan WPW dan pada anak
dengan penyakit jantung. Diagnosis TSV berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan EKG.
Penatalaksanaan TSV berupa penatalaksanaan segera dan jangka panjang yaitu
medikamentosa, DC shock, ablasi kateter, pemakaian alat pacu jantung dan tindakan bedah.
1. Park M, George R. Cardiac Arrhytmias. Dalam : Park M, George R, ed. Pediatric
cardiology for practitioner 5th ed Philadelphia : Mosby, 2008, p 507-543.
2. Doniger S.J, Sharieff G.Q. Pediatric Dysrythmia. Pediatric Clin N. Am J 2006;53: 85-
105
3. Park M, Guntheroth W. How to read pediatric EGCs.3rd edition. St. Louis : Mosby
Year Book ; 1992, p42-55.
4. Porter J. Pediatric Arrythmias. Dalam : Murphy Joseph G, ed Mayo Clinic Cardiology
3rd ed Mayo Clinic Scintific Press, p345-9.
5. Triedman John K, Arrythmia in Pediatric Patiens Dalam : Ganz Leonard I, ed
Management of Cardiac Arrythmia, Humana Press 2002, p461-85.
6. Madiyono Bambang, Disritmia. Dalam:Sastroasmoro S, buku Ajar Kardiologi Anak,
penerbit IDAI, 1994, h : 443-69.
7. Kartman JR, Madan N, Arrythmia and suddent cardiac death: Dalam Vetter V.L,
Pediatric Cardiology the requsites in pediatric, Philadelphia : Mosby, 2006, p171-94.
8. American Heart Association.2005. American Heart Associaion (AHA) guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) of
Pediatric and Neonatal Patients : Pediatric Advanced Life Support, 2006,e1005-27.
9. Hanna C, Greenes D. How much tachycardia in infant can be attributed to fever ?
Ann. Emerg Med, 2004 ;43:699-705.
10. Ackerman MJ. The Long QT Syndrome, in Pediatric Review 1998; 19 (7): 232-8.
11. Garson A, Dick M, Fournier A, et al. The QT syndrome in children : an international
of 287 patients. Circulation 1993; 87 : 1866 – 72.
12. Alimurung MM, Joseph LG, Craige E. The Q-T interval in normal Infants and
Children. Circulation. 2009;1;1329-37.
13. Surrey London K, Sussex, Neonatal Transfer Service. Cardiac Arrythmia guidelines,
Agustus 2007.
14. Balaji H, Harris L. atrial Arrythmia in Congenital Heart Disease. Cardiologi Clinic
2002;20 : 459-68.
15. Martha J. W, Drug Induced Long QT dalam Jurnal Kardiologi Indonesia, 2008 ; 29
(1) , hal 25-31