case eklampsia word
DESCRIPTION
kedokteran kebidananTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
Bab I
PendahuluanPada tahun 2005, angka kematian ibu dan anak di Indonesia tinggi. Angka kematian ibu adalah 307 tiap 100.000 kelahiran. Angka kematian anak adalah 20 tiap 1000 kelahiran hidup. Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab utama mortalitas maternal. Mortalitas biasa diakibatkan karena hipertensi ensefalopati atau kejadian serebrovaskular yang merupakan akibat sekunder dari superimposed hipertensi berat yang diinduksi kehamilan, gagal ginjal, gagal jantung kiri, atau sindrom hemolitik mikroangiopati-uremia. Sekitar 45% kematian diakibatkan eklampsia yang terjadi pada multipara berusia tua dengan riwayat hipertensi, walaupun sekitar >80% wanita dengan eklampsia adalah primigravida muda.1,3,4,5,17Eklampsi yaitu penyakit akut dengan kejang dan disertai dengan atau tanpa penurunan kesadaran pada wanita hamil dan masa nifas yang disertai dengan hipertensi, oedem dan proteinuria. Eklampsi terjadi pada 0,2 % kehamilan dan menyebabkan terminasi 1 dari 1000 kehamilan. 1
Eklampsi biasanya didahului dengan pre-eklampsi. Eklampsi merupakan kejadian yang mengerikan baik untuk ibu maupun untuk anak karena membahayakan jiwa kedua makhluk hidup tersebut. Hal ini menimbulkan problema berhubungan dengan resiko mortalitas ibu dan anak. 2 Eklampsi adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa kurang baik untuk ibu dan anak. Prognosa juga dipengaruhi oleh paritas artinya prognosa lebih buruk bagi multipara, dan dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur lebih dari 35 tahun dan juga keadaan saat pasien masuk ke Rumah Sakit. 2 Disini kami akan melaporkan kasus dengan eklampsi yang memiliki faktor risiko dan predisposisi seperti yang telah disebutkan diatas.
1.2 STATUS PASIEN
KETERANGAN UMUM
Nama:Ny. E.L
Umur:17 tahun
Pekerjaan:Ibu Rumah Tangga
Agama:Islam
Tinggi badan:145 cm
Berat badan:60 Kg
Nama suami:Tn. S
Pekerjaan suami:Buruh
Alamat:Bojong Koneng RT 2 RW 13 Kel Rancamanyar Kec Baleendah
Pendidikan terakhir:SMP
Tanggal masuk:16 Maret 2010
Masuk jam:08.58
ANAMNESIS ( Auto- dan Heteroanamnesis ) tanggal 16 Maret 2010Keluhan Utama : Kejang
Anamnesis Khusus :
Seorang wanita berumur 17 tahun, G1P0A0 merasa hamil 8 bulan datang atas rujukan bidan. Sejak pk 08.00 pasien merasa nyeri kepala yang hebat, disertai penglihatan yang kabur, dan kaki terlihat bengkak. Keluarga pasien mengaku baru mengetahui tekanan darahnya tinggi sewaktu diperiksa bidan, dan bidan merujuk pasien ke RS. Saat di perjalanan pasien kejang kurang lebih 15 menit SMRSI, kejang dirasakan di seluruh tubuh hingga mata pasien mendelik dan tubuh kaku. Setelah kejang pasien mengalami penurunan kesadaran hingga sulit diajak berkomunikasi. Keluarga pasien menyangkal bahwa pasien menderita tekanan darah tinggi sebelumnya. Anamnesa Tambahan :
Riwayat Penyakit Dahulu:Hipertensi (-), DM (-), asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:Hipertensi (-), DM (-), asma (-)
Riwayat Penyakit Interne:Hipertensi (-)
Riwayat Operasi:Tidak ada
Riwayat Menstruasi:Menarche 12 tahun, siklus teratur ( 28 hari ), lamanya 7 hari
Hari Pertama Haid Terakhir:20 Juli 2009
Taksiran Tanggal Persalinan:April 2010
Riwayat Asuhan Antenatal:Bidan (5x), paraji
Riwayat Menikah:1x, tahun
Riwayat KB:Tidak ada
Riwayat Obstetri:G1P0A0
No.PerkawinanIkhtisar KehamilanDitolongJenis PartusKeterangan
11Hamil ini
STATUS PRESENS
PEMERIKSAAN FISIK ( STATUS GENERALIS )
A.Keadaan Umum:Sakit berat
Kesadaran:Compos mentis
BB
TB:
:60 kg
145 cm
B.Tanda Vital
Tekanan Darah:160/100 mmHg
Nadi:100 x/menit
Respirasi:24 x/menit
Suhu:36,5 C
C.Pemeriksaan Fisik
Kepala:Konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik
Leher:JVP 5+0 cmH2O, KGB tidak membesar
Thorax:Bentuk dan pergerakan simetris kanan = kiri
Pulmo : VBS +/+, tidak ada Ronchi, tidak ada Wheezing
Cor : Bunyi jantung murni, regular, murmur -
Abdomen:Gravid, cembung, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas:Oedem +/+, Refleks fisiologis +/+,
Refleks Patologis -/-, akral hangat
PEMERIKSAAN FISIK (STATUS OBSTETRI)
Pemeriksaan luar : Inspeksi : Cloasma Gravidarum (-)
Hiperpigmentasi areola mammae : +/+
Hiperpigmentasi linea alba: (+)Palpasi : TFU : 30 cmLP
: 100 cm
Janin
: presentasi kepala, punggung kananHIS : ada
TBBA : 2635 gram
Auskultasi: BJJ : 12-12-12, regulerLaboratorium :Tanggal 16 Maret 2010Hb
: 12,7 gr/dLHt
: 39 %Lekosit
: 16.500/mm3Trombosit: 270.000/mm3Ureum
: 17 U/LNa
: 133
K
: 3,5SGOT
: 40 U/L
SGPT
: 12 U/LBT
: 130
CT
: 8Urin :
BJ
: 1,015
pH
: 6,0
Protein: 2+Reduksi: -
Keton: -
Urobilin: Normal
Bilirubin: -
Nitrit: -
Ep. Sel: 10-15
Eritrosit: 6-10
Lekosit: 0-3
Bakteri: -
Kristal: -
Lain-lain: granular castTanggal 17 Maret 2010Hb: 10,1 g/dl
Ht: 31 %
Leukosit: 16.200/mm3
Tc: 190.000/ mm3GDS: 54Kreatinin : 1,0As. Urat: 12,4 mg/dlAGD :pH
: 7,379
pCO2: 35,8
pO2
: 46,1
HCO3: 20,9
SaO2: 80,4
BE
: -3,5
Tanggal 18 Maret 2010GDS
: 44AGD :
pH
: 7,427
pCO2: 33,8
pO2
: 59,7HCO3: 22,2SaO2: 90,6BE
: -1,5Tanggal 19 Maret 2010GDS: 100DIAGNOSIS
Diagnosis masuk :G1P0A0 gravida 32-33 minggu dengan eklampsiaRENCANA TERAPIPenatalaksanaan umum:
1. rawat di ICU2. beri O2 3 liter/menit
3. pasang tongue spatel4. hisap lendir orofaring, kepala direndahkan
5. pasang Folley kateter
6. fiksasi pada ekstremitas bila pasien kejang7. loading dose, 4 gr MgSO4 20% IV dalam 4 menit
8. bersamaan dengan itu diberikan juga 8 gr MgSO4 40% IM(4gr gluteus kanan, 4 gr gluteus kiri)
9. maintenance dose, 4 gr MgSO4 40% IM tiap 4 jamTanggal jamObservasiAdvis Dokter
16 Maret 2010
Jam 09.45
13.20
14.50
16.00
18.00
23.00G1P0A0 gravid 32-33 minggu dengan eklampsia.
KU: CM
His (-)
OS masuk dr OKB PP dr Rimonta + dr Yumi.
KU:CM
T=168/106, HR=132, RR=26, SpO2=98%
PD: conj-anemis +-/+-, sklera ikterik -/- leher JVP tidak meningkat
Thorax: C: BJ I,II
B: VBS ki=ka, rh-/-
Abd cembung BU (-), NT suprapubis masih sembab. Ext oedem +/+
KU: CM, keluhan: gatal
T:170/100, RR=20 HR=131, S=38,3C
PD: conj anemik -/-
C: I,II, takikardi
P: VBS ka=ki ,Rh -/- Abd: soepel, BU
Urine rutin : protein 2+TD=150/91, N=130, R=20, Temp=febrisKU: CM kel: gatal +, rash (-) T=130/81, HR=107, R=28 Sp)2=98%
PD: konj tdk anemis
C: BJ S1,S2,
P: VBS ka=ki, rh -/-
Abd: soepel, BU +
Ext: oedem +/+Siapkan SC
-SC a/I eklampsia
-
-Partus set
O2 Nasal 3 L/menit, EKG, cek Lab
Inf Asering 5 2000 cc/ 24 jam
Th/ biocef 2x1000 mg
Tramal 3x50 mg i.v. (jam 18.00, 24.00, 08.00)
Vomceran 1 amp IV PRN
Minum jam 18.00 bila jam 20.00 mual (-), muntah (-), kembung (-), boleh makan.
Lapor dr R, SpOG, Rawat bersama dr Y. SpPD,
O2 Nasal 4 Jam Telentang dengan 1 bantal adv jam 24.00 berbaring Asering 5 2000/24jam. Puasa minum jam 18.00 jika jam 20 tidak mual muntah, kembung (makan
Biocef 2 x 1000 mg
Tramol 3 x 50 mg (jam 18.00, jam 24.00)
Vomceran 1 amp IV bila muntah
Dr Yohanes:
Novalgin 4 x 500mg
Kalmethason 1 amp STAT
Diet rendah garam bila boleh makan
Medopa 3x200
Th/ lain SDA
Hb, Ht, L, Tc, kreatinin
GDS
Makan mulai besokTh/SDA
Inj Delladryl I amp I.M.
16/3/10
pk. 14.50
17/3/10
24.00
06.00
8.30
9.10
09.15
12.00
17.10
17.15
18.00
20.00
20.35
20.40
18/3/10
Pk. 22.05Urin 500 cc dibuang dari OK
KU : CM, Kel gatal
T=170/100, R=20, HR=131, Temp=38,50C
PD: conj anemis -/-
UR = 1230 (+1102)
KU=CM, TD=141/70, batuk (+)
UR= 1335 (+1615)
KU = CM
KU: CM, px batuk
T=150/94, HR=128, R=32
PD :
Mata : conj anemis -/-
Thx : C : BJ S1,S2, takikardi
P : VBS ka=ki, Rh -/-
Abd : soepel, BS +
Ext : oedem -/-
SaO2 = 80 %HR = 118-124, R=28-32, TD=163/103, Sp02=88% CXR = BP
UO= 310 cc/3 jam terakhir
Urin 580 (+186)
Lapor SaO2 = 82-83, HR=117-118, R=32-34, SpO2=82 (konfirmasi manual +)
KU = CM
TD=156/79, HR=107, R=32
Mata : conj anemis -, sclera ikterik
Thx : P : VBS +/+, Rh+/+ basal, Wh -/-
C : BJ I,II, takikardia
Abd : datar, soepel, H/L ttm, BU +
Urin (+)
Jumlah urin = 495 cc / +334
Lapor dr Yumi os batuk bertambah terus
P : Rh / basal
Lapor dr Yumi SpPD
AGD :pH=7,379,HCO3=20,9, pCO2=35,8, pO2=46,1, SaO2=80,4, BE = 3,5
BUN=898 (565) bal-243
KU : CM, batuk (+)
TD=130/90, HR=108, RR=33, SpO2=95
Mata : konj anemis -, sclera ikterik
Thx : P : VBS +/+, Rh -/-, Wh -/-, slem -/-
C : BJ 1,II, reg, murmur
Abd : datar, soepel, H/L ttm, BU +
Ext : hangat, edema
Urin +Bilah sudah boleh makan
Comtusy syr 3 x cth I
Medgia 3x200
Th lanjut sqa
Th/ obat PO
O2 canul 3 LPM
Diit RG
Infus asering 5 2000cc/24 jam
Th/
Biocef 2x1 amp
Tramal 3x50 mg
Vomceran prn
Novalgin 4x500
Lab : Hb, Ht, L, Tc
O2 ganti FM 10 LPM
O2 10 LPM/ face mask
IVF lanjutkan asering 5 2000cc/hari
Tramal 50 mg 3x1 amp IV (jam 08,16, 24)
AB dan antitusif
Acc pindah ruangan
Obs dahulu
O2 FM 10 LPM
Diet RG
SpO2 88
Infus asering 5 2000 cc/24jamTh/
Biocef 2x1
Novalgin 4x500
Tramal 3x50
Cohistan syr 3xcthI
Vomceran prn
Metildopa 3x250 mg
Rontgen ulangLasix II amp STAT
Advis 1 jam lagi lapor
TTV: HR, RR, SpO2, TD
GD pk 06.00
O2 FM 10 LPM
Diet NBRG
Inf asering 5 500cc/24 jam
Biocef 2x1amp
Tramal 3x50 mg
Novalgin
Vomcera 2x1
Metildopa 3x200 mg
Cohistan 3x1 cth
KSR 1x1
19/3/10 ( GD pk 06.00 F(+)
17 Maret 2010Jam 21.4511.1518 maret 2010
05.3509.0010.00
11.0011.30
12.20
12.0015.05
17.10
17.15
18.00
20.00
20.30
20.35
20.40
22.05KU:Cm
T=154/100, HR=102, R=29, SpO2= 89-90%
T=afebris
PD: conj anemis -/-
Th: C: Bj S1,S2
P: VBS ka=ki, rh/
Abd: soepel,
Dr Yohanes
KU: CM
T=113/76, HR=125 R=33, Sp02 = 90% T=afebris
PD: conj anemis -/-
Th: C: BJ S1, S2
P: VBS ka=ki,
Rh /
Abd: soepel
KU: CM, TD=113/76KU: CM kel: NT abd
T=110/78, HR=120, RR39, SaO2=92%
PD: mata: konj agak anemik
Pupil isokor RO +/+
Th C : BJ S1.S2, reguler
P : VBS ka=ki rh +/+
Abd : Soepel, BS (+), NT (+) seluruh perut
Lapur hasil AGD ke dr Yohanes
Diuresis post lasix 1 jam=180ml
KU: CM
T = 112/73, R=36, SpO2=93%
Abd datar lembut
Urin pk 10.00-11.00 hanya 13 cc
Sesak
HR=110-114, BP=128/76
SpO2=93%, RR=30-32x
Urine output=263cc/3 jam terakhir
GDS cito 44 mg%
Urine output 333-180
KU:CM SpO2=93%
T=133/84, HR=116, RR32-36
PD: Mata konj anemik -/-
Th: C: Bj S1,S2
P: VBS ka=ki, Rh -/-
Abd Soepel, BJ (+)
Ext oedem -/-
SpO2 82-83%, HR=117-118, RR=33-34 SpO2 82% (manual) KU=CM
TD=156/89, HR=107, RR=32
Mata konj anemis (-) sklr ikterik (-)
Thorax: P=vbs +/+, Rh +/+ basal, wh -/-
C=BJ I, II tachycardia
Abd: datar, soepel, H/L ttm, BU (+)
Urin (+)
Jumlah urine=495 cc/+334
Lapor dr Yumi = batuk bertambah terus P = rh / basal
Lapor dr Yumi tel
Lapor dr Yumi SpPD ttg RoAGD
pH=7,379, HCO3=20,9
PCO2=35, SaO2=80,4
PO2=46,1
BUN=898 (565) bal-243
KU=CM, batuk (+)
TD=130/90 HR=108, RR=33
SpO2=95
Mata konj anemis (-), sklr ikterik (-)O2 Face Mask 10 L/M
Diet rendah garam
TH/ Asering 5 83 ml/jam
Biocef 2 x 1 gr
Morfin 50 mg
Tramol 30 mg
Cohistan 3x1
Methyldopa 3x200
Vomceran prn
Cek AGA pk 08.00 F(-) inf asering 5 42 tts/menit
Rek AGA pk 08.00 F (+)
Inf RA 250 cc/24 jam
Lasix 2x1 ampul
Metil Dopa 3 x 200
KSR 600 1x1
Th/SGA
Novalgin prn
(os tidak febris dapat terapi analgetik tramal)
EKG
Adv: terapi teruskan
Lapor dr Yumilia
Lasix 1 amp I.V.
O2 8L/min Facemask
Inf Asering 5 500 cc/24 jam
Diet: RG, ekstra the manis/susu prn
Cek GDS Cito
Berikan teh manis
O2 FM 10 LPM
Diet: Nasi biasa, Rendah garamInf asering 5 500cc/24 jam
Th/ IV Biocef 2x1 gr
Tramal 3x50mg
Lasix 2x1 amp
Novalgin prn
Vomceran prn
PO: Methyl dopa 3 x 250 mg
Cehiston syr 3 x cth 1
KSR 1x1
Obs dahulu
O2 FM 10 L/menit
Diet RG
Sp O2=88% infus asering 5 2000cc/24jam
Th/Biocef 2x1 amp
Novalgin 4 x 500
Tramal 3 x 50mg
Cohistan syr 3 x cth1
Vomceran prn
Metil dopa 3x50 mg
Rontgen ulang
Advis lasix II amp STAT
Advis 1 jam lagi lapor
TTV,HR, RR, SpO2, TD
Cek GD pk 06 K(+)
O2 FM 10 L/Min
Diet Nasi biasa, Rendah garam
Inf asering 5 500cc/24 jam
Biocef 2x1 Novalgin
Tramal 3x50mg Vomceran 2x1
Metil dopa 3x200mgCohistan 3 x 1 cth
KSR 1x1 GD
19/3/10 cek GD pukul 06.00
24.00
19/3/10
05.15
06.00
09.20
19/3/10
19/3/10
12.00
14.50
19/3/10
Jumlah urin = 1708 (810) B-775
T=138/94, HR=116, R=37, SpO2=91
Mata : konj anemis -, sclera ikterik
Thx : P : VBS +/+, Rh -/-, Wh -/-, Slem -/-
C : BJ I,II, reg, murmur
Abd : datar, soepel, H/L ttm, BU +
Ext : hangat, edema
Mual +
T1 = 1298, T0=1953
KU: CM, TD=137/91, HR=114, R=38, SpO2=88-90
PD :
Mata : konj anemis -, sclera ikterik
Thx : P : VBS +/+, Rh -/-, Wh -/-, Slem -/-
C : BJ I,II, reg, murmur
Abd : cembung, soepel, BU +
Ext : edema +/+ min
Muka sembab
GDS 100
KU : CM, kesan sakit sedang
T=137/91, N=114, SpO2=93%
Abd : datar, lembut
KU : CM
T=142/92, N=123, R=28,
Urin 861 (25)-440
T=152/94, HR=115, R=36-40, SaO2=91%
Mata : konj anemis -, sclera ikterik
Thx : P : VBS +/+, Rh -/-
C : BJ I,II, reg, murmur , takikardi
Abd : datar, soepel, BU +
Ext : edema
Mual +
T1 = 1298, T0=1953
KU: CM, TD=137/91, HR=114, R=38, SpO2=88-90
PD :
Mata : konj anemis -, sclera ikterik
Thx : P : VBS +/+, Rh -/-Abd : soepel, BS +
Ext : oedem -/-
KU = sqa
Sedang cek GD pk 06.00
Th lain sqa
BGA
Lapor dr Yohanes, BGA tunda
Keluarga ingin pasien pindah
Lasix ( 2 x II
KSR 600 1x1
Lihat respon urin bila min 7
Drip lasix
Thorax foto PA
EKG
O2 FM 10 LPM
Diet NBRG
Infus Asering 5 500cc/24 jam
Biocef 2x1 amp
Tramal 3x50 mg
Vomceran prn
Novalgin prn
PO : Metildopa 3x250 mg
Cohistan syr 3xcthI
KSR 600 1x1
Tramal stop (morfin
MgSo4 3x3 mg IV
Besok echocardiografi
19/03
pk. 18.00Urin 965 (130) bal 59
pk. 23.00
KU : CM
T: 125/83, HR: 90, R:28, SpO2: 100%, T: 37,1
PD: conj. Anemis-/-
Thorax: cor: Bj S1, S2
Pulmo: VBS ka=ki, Rh -/-
Abd : SoepelO2 RM 10 LPM
Diet NBRG
Infus asering 5, 21 tetes
Biocef 2x1
Lasix 2x2 amp
Morfin 3x3 mg
Vomceran, morfin prn
Methyldopa 3x200 mg
KSR 600 mg
Cohistan 3x1cth
Besok rencana echocardiografi F+
20 Maret 2010
pk. 05.10
KU: CM
T: 132/80, HR: 90, R: 30, SpO2: 96 %, t: 37,6
PD: PD: conj. Anemis-/-
Thorax: cor: Bj S1, S2
Pulmo: VBS ka=ki, Rh -/-
Abd : Soepel
Advis: cek echocardiografi F+
pk. 08.10KU : CM
T: 116/75, HR: 82, R: 33, SpO2: 100%
PD: conj. agak anemis, pupil bulat isokor, Reflek cahaya +/+
Thorax: pulmo: VBS +/+, Rh basah min +/+
Abd: Soepel, BS +, NT + terutama di luka
Ext : oedem /
Advis: O2 facemask 6 lpm
Usul : Viferon, Vit B
Hari ini rontgen thorax, echocardiografi
20/03KU: CM
T: 126/94, N: 86, R: 24, S: afebris
PD: Rh -Adv: bila stabil pasien pindah ruangan
Lasix 2x2 amp
I/O
Neurobian 300 1x1
Viferon 1x1
Thorax PA
Pk. 12.00Urine 410 (+23)Dr. Rimonta, dr. Yohanes pindah ruangan
pk. 13.00
Acc R. Debora
20/03KU stabil, CM
HD : StabilBoleh pindah ruangan
Morfin 3x3 mg iv sampai hari ini saja lalu stop ganti
Ultracet 3x 1 tab p.o.
Hemodynamic report
Hyperdinamic circulation with adequate stroke volume ( CO/ SVR)
Hydration status adequate
Cardiac report :
Dimensi ruangan jantung normal
Dinding LV tidak menebal
Wallmotron normokinetik
Katup-katup normal
Fungsi LV sistolik N (EF: 56% AL)
Diastol N
RV N (TAPSE > 20 mm)
Kesan : echo jantung dalam batas normal1.3 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa pada pasien ini terjadi kejang ?
2. Bagaimana seharusnya asuhan antenatal pada pasien dengan preeklamsi berat?
3. Apa diagnosa banding pada pasien ini?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien eklampsia?
5. Bagaimana Post Natal Care pada pasien eklampsia?
6. Rencana KB pada pasien ini?
Bab II
PembahasanPembahasan masalah
1. Mengapa pada pasien ini terjadi kejang ?
Vasospasme adalah dasar dari patofisiologi preeklampsi eklampsi. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Volhard (1918) berdasarkan pengamatan langsung pembuluh darah kecil dari kuku, fundus okuli dan konjungtiva bulbi. Vasokonstriksi menyebabkan resisten aliran darah dan peningkatan arteri hipertensi. Vasospasme itu sendiri menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Lebih jauh lagi angiotensin II menyebabkan kontraksi sel endothelial. Perubahan ini sering berkembang menjadi kerusakan sel endotel dan kelemahan sel interendotelial. Kelemahan tersebut menyebabkan platelet dan fibrinogen dideposit di subendotel. Perubahan vaskularisasi bersama dengan hipoksia jaringan sekitar dapat berkembang menjadi perdarahan/nekrose dan ganggguan pada end organ lainnya yang dapat dilihat pada preeclampsia berat.
1.1.Etiologi
Menurut Sibai, ada beberapa kemungkinan penyebab preeklampsi :
1. Invasi trofoblas abnormal
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterina mengalami remodelling hebat ketika diinvasi oleh trofoblas endovaskular. Pada preeklampsi terjadi invasi trofoblastik yang tidak lengkap, yaitu pada pembuluh darah desidua. Menurut percobaan Madazli dan kawan-kawan, besarnya defek invasi trofoblas terhadap arteri spiralis berhubungan dengan beratnya hipertensi. Perubahan awal pada arteri penderita preeklampsi adalah kerusakan endotel, perembesan isi plasma pada dinding arteri, proliferasi sel miointimal, dan nekrosis tunika media. Akumulasi lipid pada sel-sel miointimal akan membentuk atherosis. Perubahan ini yang menyebabkan perfusi plasenta akan berkurang secara patologis yang akan menyebabkan sindrom preeklampsi.6,142. Faktor imunologis
Karena preeklampsi terjadi paling sering pada kehamilan pertama, terdapat spekulasi bahwa terjadi reaksi imun terhadap antigen paternal sehingga menyebabkan kelainan ini.
Hanya ada sedikit data yang mendukung keberadaan teori bahwa preeklampsi adalah proses yang dimediasi sistem imun. Perubahan adaptasi pada sistem imun dalam patofisiologi preeklampsia dimulai pada awal trimester kedua. Wanita yang cenderung mengalami preeklampsi memiliki jumlah T helper cells (Th1) yang lebih sedikit. Dibandingkan dengan wanita yang normotensif. Ketidakseimbangan ini terjadi karena terdapat dominasi Th2 yang dimediasi oleh adenosin. Limfosit T helper ini mengeluarkan sitokin spesifik yang memicu implantasi dan kerusakan pada proses ini dapat menyebabkan preeklampsi.6,14,173. Vaskulopati (kerusakan endotel) dan perubahan inflamasi
Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan akibat dari respon dari plasenta karena terjadi iskemik sehingga akan menimbulkan urutan proses tertentu. Desidua juga memiliki sel-sel yang bila diaktivasi maka akan mengeluarkan agen noxious. Agen ini dapat menjadi mediator yang mengakibatkan kerusakan sel endotel. Sitokin tertentu seperti TNF dan interleukin memiliki kontribusi terhadap stres oksidatif yang berhubungan dengan preeklampsi. Stres oksidatif ditandai dengan adanya oksigen reaktif dan radikal bebas yang akan menyebabkan pembentukan lipid peroksida. Hal ini akan menghasilkan toksin radikal yang membuat kerusakan endotel. Fenomena lain yang ditimbulkan oleh stres oksidatif meliputi pembentukan sel-sel busa pada atherosis, aktivasi koagulasi intravaskular (trombositopeni), dan peningkatan permeabilitas (edema dan proteinuria).6,14
4. Faktor nutrisi
Beberapa defisiensi atau kelebihan suatu bahan makanan tertentu telah dijadikan penyebab preeklampsi. Bahan makanan yang tidak diperbolehkan seperti daging, protein, purin, lemak, produk susu, garam dan bahan makanan lain. Ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa ada hubungan antara defisiensi zat tertentu dangan kejadian preeklampsi. Penelitian ini didahului oleh penelitian tentang suplementasi zinc, kalsium, dan magnesium yang dapat mencegah preeklampsi. Penelitian lain menunjukkan bahwa diet tinggi buah dan sayuran memiliki efek anti oksidan sehingga dapat menurunkan tekanan darah.6,10,145. Faktor genetik
Predisposisi herediter terhadap hipertensi tidak diragukan lagi berhubungan dengan preeklampsi dan tendensi untuk terjadinya preeklampsi juga diturunkan. Penelitian yang dilakukan oleh Kilpatrick dan kawan-kawan menunjukkan adanya hubungan antara antigen histokompatibilitas HLA-DR4 dengan hipertensi proteinuria. Menurut Hoff dan kawan-kawan, respon imun humoral maternal yang melawan antibodi imunoglobulin fetal anti HLA-DR dapat menimbulkan hipertensi gestasional.6,14
Vaskulopati dan perubahan inflamasi6
Pada pasien ini terjadi kejang karena ensefalopati Wernicke yang diakibatkan vasospasme dari pembuluh darah di otak.
Pada kehamilan dengan pre-eklampsia akan terdapat beberapa gejala klinik seperti peningkatan tekanan darah, proteinuria, oliguria, odema paru-paru dan keluhan serebral seperti gangguan penglihatan ataupun nyeri pada epigastrium. Hanya saja dalam kasus ini penderita memiliki riwayat hipertensi mulai dari kehamilan anak ke 6, tetapi pasien tidak melakukan PNC secara teratur dan hanya memeriksakan diri ke bidan sebanyak 4x sehingga kenaikan tekanan darah tidak terkontrol dengan baik. 2. Bagaimana seharusnya asuhan antenatal pasien dengan preeklamsi berat?Asuhan antenatal harus dilakukan sesegera mungkin setelah diketahui adanya kehamilan, yang bertujuan untuk memastikan status kesehatan ibu dan anak, menentukan umur kehamilan, merencanakan untuk perawatan obstetri yang berikutnya. Sehingga membawa ibu dan janin selamat hingga proses pasca persalinan. Tindakan yang dilakukan pada asuhan antenatal adalah temu wicara, penimbangan rutin, tensi, Tetanus toksoid, mengukur TFU, test PMS, pemberian tablet Fe.3
Asuhan antenatal pada pasien ini bertujuan untuk mendeteksi dini preeklamsi. antara lain dengan mengetahui faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan preeklamsi, yaitu: nulipara, genetik, gemeli, riwayat hipertensi kronik, usia ibu > 35 th, dan bayi besar. Pada pasien yang telah terdiagnosa sebagai preeklamsi, asuhan antenatal yang dapat dilakukan adalah mencegah agar tidak terjadi eklamsi dengan pendekatan farmakologis untuk mencegah konvulsi pada wanita preeklamsi dan mencegah konvulsi berikutnya pada wanita dengan eklampsi. 3
Beberapa rekomendasi terapi pencegahan meliputi observasi ketat, termasuk pengukuran tekanan darah tiap pemeriksaan dan pengukuran berat badan untuk mengetahui ada tidaknya edema, penggunaan obat anti hipertensi untuk menjaga tekanan darah maternal melebihi nilai normal, waktu persalinan, dan profilaksis magnesium sulfat selama persalinan dan segera postpartum pada pasien yang dicurigai mengalami preeklampsi. Kebanyakan rumah sakit merekomendasikan pemberian antikonvulsan kepada semua pasien dengan hipertensi dengan atau tanpa proteinuria/edema.3,4
3. Apa diagnosa banding pada pasien ini?
Dilihat dari jenis kejang, kejang pada pasien ini termasuk ke jenis tonik klonik dimana terdapat tanda-tandanya seperti mata mendelik ke atas, tangan dan kaki menjadi kaku, kepala bergerak ke kiri dan ke kanan. Kejang pada pasien ini dapat diakibatkan oleh berbagai jenis penyakit seperti epilepsi, tetanus, tumor cerebri, dan gangguan elektrolit.
4.Bagaimana penatalaksanaan pada pasien eklampsia?4.1. Penatalaksanaan prenatal (kontrol konvulsi dan hipertensi)
Kebanyakan rumah sakit merekomendasikan pemberian antikonvulsan kepada semua pasien dengan hipertensi dengan atau tanpa proteinuria/edema. Obat yang digunakan tersebut harus aman bagi ibu dan janin. Pengalaman selama 50 tahun dengan menggunakan magnesium sulfat membuktikan bahwa obat ini cukup aman. Obat ini dipergunakan pada preeklampsi berat dan eklampsi. Penggunaan secara suntikan baik intramuskular intermiten maupun intra vena. Penggunaan secara intravena merupakan antikonvulsi tanpa menimbulkan depresi susunan saraf pusat baik pada ibu maupun pada janin. Obat ini dapat pula diberikan secra intravena dengan infus kontinu. Mengingat persalinan merupakan waktu yang paling sering untuk terjadinya konvulsi, maka wanita dengan preeklampsi-eklampsi biasanya diberikan magnesium sulfat selama persalinan dan 24 jam post partum atau 24 jam setelah onset konvulsi. Perlu diingat bahwa magnesium sulfat bukan merupakan agen untuk mengatasi hipertensi.6,13
Magnesium sulfat yang diberikan secara parentral hampir seluruhnya diekskresikan lewat ginjal. Intoksikasi magnesium sulfat dapat dihindari dengan memastikan bahwa keluaran urine adekuat, reflek patella positif, dan tidak adanya depresi pernafasan. Konvulsi eklampsi dan kejadian ulangannya hampir selalu dapat dicegah dengan mempertahankan kadar magnesium dalam plasme sebesar 4- 7mEq/L (4.8 8.4 mg/dL atau 2.0 3.5 mmol/L). Pemberian infus intravena awal sebesar 4-6 gram dipakai untuk membuat pemeliharaan tingkat pengobatan yang tepat dan dilanjutkan dengan injeksi intra muskular 10 gram, diikuti 5 gram setiap 4 jam atau infus kontinu 2-3 gram per jam. Jadwal dosis pemberian seperti ini diharapkan dapat mempertahankan tingkat plasma efektif sebesar 4-7 mEq/L.6,13
Reflek patella akan menghilang bila kadar plasma magnesium mencapai 10 mEq/L (sekitar 12 mg/L), hal ini dikarenakan adanya kerja kurariformis. Magnesium bebas atau ionized magnesium merupakan bahan yang dapat menurunkan eksitabilitas neuronal. Tanda ini merupakan peringatan akan adanya intoksikasi magnesium karena bila pemberian terus dilakukan maka peningkatan kadar dalam plasma yang lebih lanjut akan menyebabkan depresi pernafasan. Kadar plasma lebih besar dari 10 mEq/L akan menyebabkan depresi pernafasan, bila kadar plasma mencapai 12 mEq/L atau lebih, maka akan menyebabkan paralisis pernafasan dan henti nafas. Intoksikasi magnesium dapat ditangani dengan pemberian kalsium glukonas sebanyak 1 gram secara intravena. Namun keefektifan kerja kalsium glukonas sendiri pendek, maka bila terdapat depresi pernafasan, pemasangan intubasi trakea dan bantuan ventilasi mekanik merupakan tindakan penyelamatan hidup. Jika laju filtrasi glomerulus menurun maka akan mengganggu ekskresi magnesium sulfat. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan kadar plasma magnesium secara periodik.6,13
Setelah pemberian 4 gram magnesium secara intravena selama 15 menit, akan terjadi penurunan sedikit pada MABP dan peningkatan cardiac index sebesar 13 %. Dengan demikian, magnesium menurunkan resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah arteri rata-rata dan pada saat yang bersamaan meningkatkan cardiac output tanpa depresi miokardium. Hal ini tampak pada pasien berupa mual sementara dan flushing, efek kardiovaskular ini hanya menetap selama 15 menit.6,13 Penelitian yang dilakukan oleh Lipton dan Rosenberg menunjukkan bahwa efek antikonvulsan adalah memblok influk neuronal kalsium melalui saluran glutamat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Cotton dan kawan-kawan pada tikus menunjukkan bahwa induksi konvulsi terjadi pada area hipokampus karena merupakan daerah dengan ambang konvulsi yang rendah dengan densitas reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang tinggi. Reseptor ini berkaitan dengan beragam bentuk epilepsi. Karena konvulsi dari hipokampus dapat dihambat oleh magnesium, maka dapat diambil kesimpulan bahwa magnesium memiliki efek terhadap susunan saraf pusat dalam memblok konvulsi.6,13 Ion magnesium dalam konsentrasi yang tinggi dapat mendepresi kontraktibilitas miometrium. Namun dengan menjalani regimen yang telah ditentukan, maka tidak ada bukti penurunan kontraktibilitas miometrium. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa magnesium sulfat tidak mengganggu induksi oleh oksitosin. Mekanisme magnesium dalam menginhibisi kontraktibilitas miometrium tidak jelas benar, tetapi diasumsikan tergantung dari efek pada kalsium intraselular. Jalur reguler kontraksi uterus adalah peningkatan kalsium bebas intraselular yang akan mengaktivasi rantai ringan miosin kinase. Konsentrasi tinggi magnesium tidak hanya menginhibisi influk kalsium ke sel-sel miometrium, tetapi juga menyebabkan kadar kalsium intraselular yang tinggi. Mekanisme penghambatan kontrasi uterus tergantung dari dosis, yaitu berkisar 8-10 mEq/L. Hal ini menjelaskan mengapa tidak pernah terjadi hambatan kontraksi uterus ketika magnesium diberikan untuk terapi dan profilaksis eklampsi dengan menggunakan regimen yang telah ditentukan.6,13 Magnesium sulfat tidak menyebabkan depresi pad janin kecuali terjadi hipermagnesemia berat saat persalinan. Gangguan neonatus setelah terapi dengan magnesium juga tidak pernah dilaporkan. Penelitian yang dilakukan oleh Nelson dan Grether menunjukkan bahwa ada kemungkinan efek protektif dari magnesium terhadap serebral palsi terhadap bayi dengan berat badan lahir yang sangat rendah.6 Menurut penelitian Lucas dan kawan-kawan, magnesium sulfat lebih superior dibandingkan fenitoin dalam mencegah konvulsi eklampsi. Risiko solusio plasenta juga lebih rendah pada terapi dengan menggunakan magnesium sulfat. Pada penelitian Belfort dan kawan-kawan, magnesium juga lebih baik dibandingkan dengan nimodipine dalam mencegah eklampsi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Livingstone dan kawan-kawan menunjukkan bahwa magnesium sulfat tidak tampak menghalangi progresi preeklampsi ringan menjadi preeklampsi berat. Oleh karena itu, magnesium sulfat sudah tidak diberikan lagi pada preeklampsi ringan sejak tahun 1999.6Tabel I . Jadwal pemberian dosis magnesium sulfat secara intra vena dan intra muskular untuk preeklampsi berat dan eklampsi.6Infus intra vena kontinu
1. Berikan 4-6 gram loading dose magnesium sulfat yang diencerkan dalam 100 mL cairan infus sekitar 15-20 menit
2. Mulai dengan dosis 2 gram/ hari dalam 100 ml cairan infus pemeliharaan
3. Ukur serum magnesium setiap 4-6 jam dan sesuaikan infus untuk menjaga level plasma 4-7 mEq/L
4. Magnesium sulfat tidak dilanjutkan 24 jam setelah persalinan
Injeksi intra muskular intermiten
1. Berikan 4 gram magnesium sulfat 20% secara intra vena dengan kecepatan tidak lebih dari 1 gram/menit
2. Dilanjutkan dengan 10 gram magnesium sulfat 50%, 5 gram diinjeksikan pada masing-masing kuadran atas bokong kanan-kiri dengan menggunakan jarum 3 inchi (tambahkan 1 ml lidocain 2% untuk mengurangi nyeri). Jika konvulsi teteap terjadi setelah 15 menit, berikan tambahan 2 gram magnesium sulfat 20% secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi 1 gram/menit
3. Setiap 4 jam kemudian, beikan 5 gram magnesium sulfat 50% yang diinjeksikan pada kuadran kanan atas bokong secara bergantian kanan dan kiri. Hal yang harus diperhatikan : reflek patella, tidak ada depresi pernafasan, output urine dalam 4 jam lalu mencapai 100 mL
4. Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah persalinan
Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai 110 mmHg. Tujuan utama pemberian obat anti hipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik menjadi 90-100 mmHg.13
4.2. Penatalaksanaan Paska Salin
Beberapa bagian terapi tidak perlu dilanjutkan setelah persalinan. Karena 25% konvulsi sering terjadi postpartum, pasien dengan preeklampsi tetap melanjutkan magnesium sulfat sampai 24 jam setelah persalinan. Fenobarbital 120 mg/hari kadang-kadang digunakan pada pasien dengan hipertensi persisten dimana diuresis spontan postpartum tidak terjadi atau hiperreflek menetap 24 jam pemberian magnesium sulfat. Bila tekanan diastol tetap konstan diatas 100 mmHg selama 24 jam postpartum, beberapa obat anti hipertensi harus diberikan seperti diuretik, Ca channel blocker, ACE inhibitor, Central alpha agonist, atau beta bloker. Setelah follow-up 1 minggu, pemberian terapi anti hipertensi dapat dievaluasi kembali.6,13
Prioritas utama penatalaksanaan eklampsi adalah mencegah kerusakan maternal dan menjaga fungsi respirasi dan kardiovaskular. Selama atau segera setalah episode konvulsi akut, terapi suportif harus diberikan untuk mencegah kerusakan serius maternal dan aspirasi. Penjagaan jalan nafas dilakukan dengan penyangga lidah yang dimasukkan diantara gigi dan diberikan oksigenisasi maternal. Untuk meminimalisasikan risiko aspirasi, pasien harus berbaring dengan posisi dekubitus lateral. Muntah dan sekresi oral harus dihisap bila diperlukan. Selama terjadi konvulsi, hipoventilasi dan asidosis respiratoar sering terjadi. Walaupun konvulsi pertama hanya berlangsung selama beberapa menit, penting untuk menjaga oksigenisasi dengan pemberian oksigen lewat face mask dengan atau tanpa reservoir sebesar 8-10 L/menit. Setelah konvulsi berhenti, pasien mulai bernafas kembali dan oksigenisasi menjadi masalah lagi. Hipoksemia maternal dan asidosis dapat terjadi pada pasien yang mengalami konvulsi berulang, pneumonia aspirasi, edema pulmonal, atau kombinasi faktor-faktor ini. Ada kebijakan untuk menggunakan transcutaneus pulse oxymetri untuk monitor oksigenasi pada semua pasien eklampsi. Bila hasil pulse oksimetri abnormal (saturasi oksigen < 92%), maka perlu dilakukan analisis gas darah. Hal yang selanjutnya diperlukan untuk mencegah terjadinya konvulsi berulang adalah pemberian magnesium sulfat sesuai regumen yang telah tersedia di masing-masing rumah sakit. Sekitar 10% wanita eklampsi akan mengalami konvulsi ke dua setelah menerima magnesium sulfat. Langkah selanjutnya dalam penanganan eklampsi adalah menurunkan tekanan darah dalam batas aman, tetapi pada saat yang sama menghindari terjadinya hipotensi. Tujuan objektif dalam terapi hipertensi berat adalah menghindari kehilangan autoregulasi serebral dan untuk mencegah gagal jantung kongestif tanpa mengganggu perfusi serebral atau membahayakan aliran darah uteroplasenter yang sudah tereduksi pada wanita dengan eklampsi. Ada kebijakan untuk menjaga tekanan sistolik sebesar 140-160 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 90-110 mmHg. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian hidralazin atau labetalol (2040m g IV) setiap 15 menit. Bila diperlukan, nifedipin 10-20 mg oral setiap 30 menit sampai dosis maksimal 50 mg dalam satu jam.8,13
Hipoksemia maternal dan hiperkarbnia dapat menyebabkan perubahan denyut jantung janin dan aktivitas rahim selama dan segera setelah konvulsi. Perubahan denyut jantung janin meliputi bradikardi, deselerasi lambat transien, penurunan beat-to-beat variabilitas, dan takikardi kompensasi. Perubahan aktivitas uterus meliputi peningkatan frekuensi dan tonus. Hal ini biasanya membaik secara spontan dalam 3-10 menit setelah terminasi konvulsi dan koreksi hipoksemia maternal. Bagaimanapun juga, penting untuk tidak melakukan persalinan pada keadaan ibu yang tidak stabila, bahkan bila terjadi fetal distres. Setelah konvulsi dapat diatasi, tekanan darah sudah dikoreksi, dan hipoksia sudah diatasi, persalinan dapat dimulai. Pasien ini tidak perlu buru-buru dilakukan seksio, terutama bila kondisi maternal tidak stabil. Lebih baik bagi janin untuk bertahan dalam uterus untuk perbaikan hipoksia dan hiperkarbia akibat konvulsi maternal. Namun, bila bradikardi dan/atau deselerasi lambat berulang menetap lebih dari 10-15 menit setelah segala usaha resusitasi, diagnosis solusio plasenta harus ditegakkan. Adanya eklampsi bukan indikasi untuk dilakukan seksio. Keputusan untuk mengadakan seksio harus berdasarkan usia janin, kondisi janin, dan skor Bishop. Direkomendasikan untuk mengadakan seksio pada wanita yang mengalami eklampsi sebelum usia kehamilan 30 minggu yang tidak dalam fase pembukaan dan skor Bishop kurang dari 5. Pasien yang mengalami ruptur membran atau pembukaan diperbolehkan untuk menjalani persalinan per vaginam bila tidak terdapat komplikasi obstetrik. Anestesi rasa nyeri maternal selama pembukaan dan persalinan dapat dilakukan dengan anestesi epidural yang direkomendasikan pada wanita dengan preeklampsi berat. Untuk persalinan dengan seksio, regional anestesi seperti epidural, spinal, atau teknik kombinasi dapat dipergunakan. Anestesi regional dikontraindikasikan bila terdapat koagulopati atau trombositopeni berat (< 50.000 mm3). Pada wanita dengan eklampsi, anestesi umum meningkatkan risiko aspirasi dan gagal intubasi karena edema jalan nafas dan peningkatan tekanan darah sistemik (transient reflex hypertension) dan serebral selama intubasi.8,13
Setelah persalinan, pasien eklampsi harus diobservasi ketat terhadap tanda vital, intake-otput cairan, dan gejala selama 48 jam. Wanita ini biasanya menerima cairan IV yang banyak selama fase pembukaan, persalinan, dan post partum. Sebagai tambahan, selama post partum terjadi pergeseran cairan ekstraselular sehingga terjadi peningkatan volume cairan intravaskular. Hasilnya, wanita dengan eklampsi, terutama dengan gangguan fungsi ginjal, solusio plasenta, hipertensi kronis, memiliki risiko terjadinya edema pulmonal. Magnesium perenteral harus dilanjutkan selama 24 jam setelah persalinan dan/atau selama 24 jam setelah konvulsi terakhir. Jika pasien mengalami oliguria (< 100 mL/4 jam), pemberian infus dan dosis magnesium sulfat harus dikurangi. Setelah persalinan terjadi, agen anti hipertensi oral seperti labetalol atau nifedipine dapat digunakan untuk menjaga tekanan sistolik di bawah 155 mmHg dan tekanan diastolik di bawah 105 mmHg. Rekomendasi labetalol oral adalah 200 mg setiap 8 jam (dosis max 2400 mg/hari) dan rekomendasi dosis nifedipine 10 mg oral setiap 6 jam (dosis max 120 mg/hari).8,13
Sebagai tambahan, penting untuk mengarahkan penatalaksanaan pasien dengan hipertensi berat agar terhindar dari konvulsi serta menurunkan tekanan darahnya dan kontrol keseimbangan cairan yang menjadi dua sebab utama mortalitas maternal.9
Penatalaksanaan cairan dilakukan karena salah satu sebab mortalitas maternal adalah gangguan kardiorespiratori. Wanita eklampsi, walaupun mungkin hipovolemia, mengalami overload cairan bila dihitung total cairan dalam tubuhnya. Hal ini terjadi karena edema yang sering terjadi pada pasien ini. Untuk menghindari komplikasi iatrogenik pada pasien eklampsi, seperti edema pulmonal, ARDS, dan gagal jantung kiri, keseimbangan input dan output harus dijaga dengan ketat. Dalam usaha untuk meningkatkan tekanan osmotik plasma, cairan koloid sering digunakan. Cairan IV diberikan dengan jumlah 80 ml/jam (1 ml/kgBB/jam) atau output urine jam sebelumnya ditambah 30 ml. Output urin dimonitor dengan baik bila menggunakan kateter. Untuk membantu monitor keseimbangan cairan, dapat digunakan Central Venous Pressure (CVP) kateter, dan dijaga agar tekanan < 5 cmH2O.9
Protokol : 9
Penatalaksanaan segera pada konvulsi eklampsi Letakkan pasien dalam posisi recovery
Amankan dan jaga jalan nafas
Berikan oksigen lewat face mask
Lakukan akses vena dan berikan diazepam 10 mg IV lebih dari 2 menit
Monitor denyut jantung dan respirasi
Berikan magnesium sulfat
Prinsip penatalaksanaan eklampsi
Lindungi jalan nafas maternal
Kontrol konvulsi
Pencegahan konvulsi berulang
Atasi hipertensi berat
Monitor keseimbangan cairan
Persalinan buatan secara aman secapatnya
Atasi komplikasi apapun yang mungkin terjadi
4.3. Pilihan obat anti hipertensi
Tujuan utama dalam mengobati hipertensi kronis dalam kehamilan adalah menurunkan risiko maternal, tetapi pemilihan obat anti hipertensi lebih memperhatikan keselamatan janin. Terapi lini I yang banyak disukai adalah metil dopa, berdasarkan laporan tentang stabilnya aliran darah uteroplasental dan hemodinamika janin dan ketiadaan efek samping yang buruk pada pertumbuhan anak yang terpapar metil dopa saat dalam kandungan.
Tabel 2. Pilihan Obat anti Hipertensi OBAT ANTI HIPERTENSIPENDAPAT
Metil dopaLebih disukai berdasarkan studi jangka panjang yang menunjukkan keamannya
Beta blokerSecara umum aman, ada beberapa laporan tentang IUGR (Atenolol)
LabetalolEfek samping sedikit
KlonidinData terbatas
Kalsium antagonisData terbatas, tidak ada peningkatan teratogenitas
DiuretikBukan terapi lini 1, kemungkinan aman
ACEI, ARBKontra indikasi, toksisitas fetal dan kematian
Preeklampsi lebih umum diderita pada wanita dengan hipertensi kronis, dengan insidensi sekitar 25%. Faktor risiko untuk superimposed preeklampsi meliputi insufisiensi ginjal, riwayat menderita hipertensi selama 4 tahun atau lebih, dan hipertensi pada kehamilan sebelumnya. Pencegahan pada preeklampsi meliputi identifikasi wanita risiko tinggi, deteksi dini secara klinis dan laboratorium, pengamatan intensif atau terminasi kehamilan jika ada indikasi. Penatalaksanaan preeklampsi meliputi perewatan di rumah sakit, kontrol tekanan darah, profilaksis konvulsi pada impending eklampsi, dan terminasi pada waktunya. Banyak wanita dengan preeklampsi mempunyai sejarah normotensi sebelumnya sehingga peningkatan tekanan darah secara akut bahkan pada tingkat terendah (150/100 mmHg) dapat menyebabkan simptomatologi yang signifikan dan memerlukan terapi. Penatalaksanaan tidak mengganggu patofisiologi penyakit, tetapi dapat memperlambat progresi penyakit dan menyediakan waktu bagi fetus untuk mencapai maturitas. Preeklampsi kadang-kadang dapat sembuh sendiri walau jarang dan pada kebanyakkan kasus adalah memburuk sejalan dengan waktu.5,6,11
Ketika persalinan mungkin dapat menjadi terapi yang tepat bagi ibu, haruslah memperhatikan masa gestasi fetus yang < 32 minggu. Selain memperhatikan masa gestasi, bila didapatkan tanda-tanda gawat janin intra uterin, atau IUGR atau gangguan maternal seperti hipertensi berat, hemolisis, peningkatan enzim hati, hitung trombosit yang rendah, gangguan fungsi ginjal, pandangan kabur, dan sakit kepala. Persalinan per vaginam lebih disukai daripada seksio untuk menghindari penambahan stress akibat operasi.3,4,11
Terapi anti hipertensi harus memperhatikan keamanan maternal. Seleksi obat anti hipertensi dan rute pemberian tergantung pada antisipasi waktu persalinan. Jika persalinan terjadi lebih dari 48 jam kemudian, metil dopa oral lebih disukai karena keamanannya. Alternatif lain seperti labetalol oral dan beta bloker serta antagonis kalsium juga dapat dipergunakan. Jika persalinan sudah akan terjadi, pemberian parenteral adalah praktis dan efektif. Anti hipertensi diberikan sebelum induksi persalinan untuk tekanan darah diastol 105-110 mmHg atau lebih dengan tujuan menurunkannya sampai 95-105 mmHg.6,13,18
Jenis-jenis obat yang dipergunakan dalam penanganan hipertensi dalam kehamilan: 1) Hidralazine
Merupakan obat pilihan, golongan vasodilator arteri secara langsung yang dapat menyebabkan takikardi dan meningkatkan cardiac output akibat hasil respon simpatis sekunder yang dimediasi oleh baroreseptor. Efek meningkatkan cardiac output penting karena dapat meningkatkan aliran darah uterus. Hidralazin dimetabolisme oleh hepar.6,13,15 Hidralazine diberikan dengan cara intravena ketika tekanan diastol mencapai 110 mmHg atau lebih atau tekanan sistolik mencapai lebih dari 160 mmHg. Dosis hidralazine adalah 5-10 mg setiap interval 15-20 menit sampai tercapai hasil yang memuaskan, yaitu tekanan darah diastol turun sampai 90-100 mmHg tetapi tidak terdapat penurunan perfusi plasenta. Efek puncak tercapai dalam 30-60 menit dan lama kerja 4-6 jam. Efek samping seperti flushing, dizziness, palpitasi, dan angina. Hidralazine telah terbukti dapat menurunkan angka kejadian perdarahan serebral dan efektif dalam menurunkan tekanan darah dalam 95% kasus preeklampsi.6,13,15,16
2) Labetalol
Labetalol merupakan penghambat beta non selektif dan penghambat 1-adrenergik post sinaps yang tersedia dalam bentuk oral maupun intra vena.13,15 Labetalol diberikan secara intravena, merupakan pemblok -1 dan non selektif , dan digunakan juga untuk mengobati hipertensi akut pada kehamilan. Pada sebuah penelitian yang membandingkan labetalol dengan hidralazine menunjukkan bahwa labetalol menurunkan tekanan darah lebih cepat dan efek takikardi minimal, tetapi hidralazine menurunkan tekanan arteri rata-rata lebih efektif. Protokol pemberian adalah 10 mg intravena. Jika tekanan darah belum turun dalam 10 menit, maka diberikan 20 mg labetalol. Kemudian 10 menit berikutnya 40 mg, selanjutnya 80 mg, pemberian diteruskan sampai dosis maksimal kumulatif mencapai 300 mg atau tekanan darah sudah terkontrol. Onset kerja adalah 5 menit, efek puncak 10-20 menit, dan durasi kerja 45 menit-6 jam. Pemberian labetalol secara intra vena tidak mempengaruhi aliran darah uteroplasenter. Pengalaman membuktikan bahwa labetalol dapat ditoleransi baik oleh ibu maupu janin. Menurut NHBPEP, pemberian labetalol tidak melebihi 220 mg tiap episode pengobatan.13,15
3) Obat anti hipertensi lain
NHBPEP merekomendasikan nifedipin (Ca channel blocker). Obat ini menginhibisi influk transmembran ion kalsium dari ECS ke sitoplasma kemudian memblok eksitasi dan kontraksi coupling di jaringan otot polos dan menyebabkan vasodilatasi dan penurunan resistensim perifer. Obat ini mempunyai efek tokolitik minimal. Dosis 10 mg oral dan diulang tiap 30 menit bila perlu. Nifedipin merupakan vasodilator arteriol yang kuat sehingga memiliki masalah utama hipotensi. Pemberian nifedipin secara sub lingual, menurut penelitian yang dilakukan oleh Mabie dan kawan-kawan, menunjukkan bahwa dapat terjadi penurunan tekanan darah yang cepat sehingga dapat menyebabkan hipotensi. Karena alasan ini, nifedipin tidak digunakan pada pasien dengan IUGR atau denyut jantung janin abnormal. Walaupun nifedipin tampak lebih potensial, obat ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk digunakan dalam kehamilan.6,13,15 Pemakaian obat anti hipertensi lain seperti verapamil lewat infus 5-10 mg per jam dapat menurunkan tekanan darah arteri rata-rata sebesar 20%. Obat lain seperti nimodipin dapat digunakan baik secara oral maupun infus dan terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklampsi berat. Hal ini dinyatakan pada penelitian yang dilakukan oleh Belforts dan kawan-kawan. Pemakaian ketanserin secara intra vena juga memberikan hasil yang baik menurut penelitian Bolte dan kawan-kawan. Nitroprusid tidak direkomendasikan lagi oleh NHBPEP kecuali tidak ada respon terhadap pemberian hidralazin, labetalol atau nifedipin. Sodium nitroprussid dapat menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena tanpa efek terhadap susunan saraf otonom atau pusat. Onset kerja 1-2 menit, puncak kerja terjadi setelah 1-2 menit, dan lama kerja 3-5 menit. Obat ini sangat efektif dalam mengontrol tekanan darah dalam hitungan menit di ICU. Rekomendasi penggunaan obat secara intra vena tidak lebih dari 30 menit pada ibu non parturien karena efek samping toksisitas sianida dan tiosianat pada janin. Trimethaphan merupakan pemblok ganglionik yang digunakan oleh ahli anestesi dalam menurunkan tekanan darah sebelum laringoskopi dan intubasi untuk anestesi umum. Efek samping terhadap janin adalah ileus mekonium. Nitrogliserin diberikan secara intra vena sebagai vasodilator vena yang tampak aman bagi janin. Obat ini merupakan anti hipertensi potensi sedang.6,13,154) Metil dopa
Merupakan agonis -adrenergik, dan merupakan satu-satunya obat anti hipertensi yang telah terbukti keamanan jangka panjang untuk janin dan ibu. Obat ini menurunkan resistensi total perifer tanpa menyebabkan perubahan pada laju jantung dan cardiac output. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menstimulasi reseptor sentral -2 lewat -metil norefinefrin yang merupakan bentuk aktif metil dopa. Sebagai tambahan, dapat berfungsi sebagai penghambat -2 perifer lewat efek neurotransmitter palsu. Jika metil dopa digunakan sendiri, sering terjadi retensi cairan dan efek anti hipertensi yang berkurang. Oleh karena itu, metil dopa biasanya dikombinasikan dengan diuretik untuk terapi pada pasien yang tidak hamil. Dosis awal 250 mg 3 kali sehari dan ditingkatkan 2 gram/hari. Puncak plasma terjadi 2-3 jam setelah pemberian. Paruh wakti 2 jam. Efek maksimal terjadi dlam 4-6 jam setelah dosis oral. Kebanyakan disekresi lewat ginjal. Efek samping yang sering dilaporkan adalah sedasi dan hipotensi postural. Terapi lama (6-12 bulan) dengan obat ini dapat menyebabkan anemia hemolitik dan merupakan indikasi untuk memberhentikan obat ini.6,13,14,155) Klonidin
Merupakan agonis -adrenergik lainnya. Terapi biasanya dimulai dengan dosis 0.1 mg 2 kali sehari dan ditingkatkan secara incremental 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4 mg/hari. Tekanan darah menurun 30-60 mmHg. Efek maksimal 2-4 jam dan lama kerja 6-8 jam. Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus dapat terjaga, tetapi cardiac output menurun namun tetap berespon terhadap latihan fisik. Efek samping adalah xerostomia dan sedasi. Penghentian klonidin dapat menyebabkan krisis hipertensi yang dapat diatasi dengan pemberian kembali klonidin. Sampai sekarang belum ada penelitian besar yang mempelajari klonidin seperti metil dopa.13,156) Prazosin
Merupakan pemblok kompetitif pada reseptor 1-adrenergik. Obat ini dapat menyebabkan vasodilatasi pada resistensi dan kapasitas pembuluh darah sehingga menurunkan preload dan afterload. Prazosin menurunkan tekanan darah tanpa menurunkan laju jantung, curah jantung, aliran darah ginjal, dan laju filtrasi glomerulus. Obat ini dimetabolisme hampir seluruhnya di hepar. Sekitar 90% ekskresi obat melalui kandung empedu ke dalam faeses. Selama kehamilan, absorbsi menjadi lambat dan waktu paruh menjadi lebih panjang. Dalam sebuah penelitian, kadar puncak tercapai dalam 165 menit pada wanita hamil. Prazosin dapat menyebabkan hipotensi mendadak dalam 30-90 menit setelah pemberian. Hal ini dapat dihindari dengan pemberian sebelum tidur. Percobaan binatang menunjukkan tidak ada efek teratogenik. Prazosin bukan merupakan obat yang kuat sehingga sering dikombinasikan dengan beta bloker.13,157) Diuretik
Obat ini memiliki efek menurunkan plasma dan ECF sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun, juga menurunkan resistensi vaskular akibat konsentrasi sodium interselular pada sel otot polos.
Obat diuretika yang poten dapat menyebabkan penurunan perfusi plasenta karena efek segera meliputi pengurangan volume intravaskular, dimana volume tersebut sudah berkurang akibat preeklampsi dibandingkan dengan keadaan normal. Oleh karena itu, diuretik tidak lagi digunakan untuk menurunkan tekanan darah karena dapat meningkatkan hemokonsentrasi darah ibu dan menyebabkan efek samping terhadap ibu dan janin. Pemakaian furosemid saat ante partum dibatasi pada kasus khusus dimana terdapat edema pulmonal. Obat diuretika seperti triamterene dihindari karena merupakan antagonis asam folat dan dapat meningkatkan risiko defek janin.12,13,15Tabel 3. Panduan Obat Anti Hipertensi 13
OBATREKOMENDASI
HydralazinDimulai dengan dosis 5 mg IV atau 10 mg IM. Jika tekanan darah tidak terkontrol, diulangi setiap interval 20 menit. Jika tekanan darah sudah terkontrol, ulangi bila perlu (biasanya tiap 3 jam). Dosis maksimal 20 mg IV atau 30 mg IM
LabetalolDimulai dengan dosis 20 mg IV secara bolus. Jika tidak optimal, beri 40 mg setelah 10 menit dan 80 mg setiap 10 menit. Gunakan mdosis maksimal 220 mg. Hindari pemberian labetalol pada wanita dengan asma atau gagal jantung kongestif
NifedipineDimulai dengan 10 mg oral dan ulangi setiap 30 menit bila perlu. Tidak diperbolehkan penggunaan nifedipine kerja singkat dalam terapi hipertensi
Sodium nitroprussidHanya digunakan pada kasus hipertensi yang tidak berespon terhadap obat yang terdaftar disini. Dimulai dengan dosis 0.25 g/kg/menit sampai dosis maksimal 5g/kg/menit. Fetal sianida terjadi jika digunakan lebih dari 4 jam.
Intoksikasi MgSO4 :( Depresi sensorium (hilangnya reflek patella) bila kadar 10 meq/dl
( Depresi respirasi bila kadarnya 12 meq/dl, diberikan antidotum Ca glukonas IV 1gr hanya bisa untuk yang moderate , akan tetapi tidak dapat digunakan untuk depresi respirasi yang berat. Untuk depresi pernapasan berat dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi mekanis
( Depresi kontraktilitas miometrium
Pada pasien ini sudah diberikan terapi untuk :
1. Hipertensi
nifedipin 3 x 5 mg
Herbeser drip 2 ampul dalam 100 cc NaCL 0.9 %
Metil dopa 3 x 500 mg
captopril 2 x 25 mg
Tekanan darah pasien turun 210/140 mmHg menjadi 170/100 mmHg ( Pengobatan optimal2. Kejang
MgSO4 20% IV dan MgSO4 40% IM (boka-boki), reflex patela (-) pemberian dihentikan lalu diganti valium drip 1amp dalam 500cc RL. Kejang tidak terjadi ( Pengobatan optimal
3. Intoksikasi MgSO4
Lasix 1amp IV (pasien tetap sesak) ( pengobatan tidak optimal lalu
Ca Glukonas 1amp keadaan pasien membaik ( pengobatan optimal.
4.Induksi persalinan
Oxitocin drip 5 IU dalam 500cc D5% untuk 20 tetes (maks 40 tetes), his kurang baik ( diberikan cytotex tab pervaginam Epidosin 1amp IM Amniotomi + Epidosin 1amp IM ( lahir bayi secara spontan ( pengobatan optimal.Pada pasien ini terdapat gejala HELLP syndrome
H : hemolisis
EL : Elevated liver function test
LP : Low platelet function
SGOT dan SGPT meningkat pada tanggal pemeriksaan : 9 Juni 2007. Terdapat trombositopenia yaitu Tc 86000gr/dLHemolisis terlihat pada tanggal pemeriksaan 10 Juni 2007, sehingga kadar Hb berkurang menjadi 9,4gr/dL
Terdapat eritrosit pada pemeriksaan urin tanggal 9 Juni 2007 dikarenakan adanya hemolisis.5.Bagaimana Post Natal Care pada pasien eklampsia?
Beberapa bagian terapi tidak perlu dilanjutkan setelah persalinan. Karena 25% konvulsi sering terjadi postpartum, pasien dengan preeklampsi tetap melanjutkan magnesium sulfat sampai 24 jam setelah persalinan, agar terhindar dari konvulsi serta menurunkan tekanan darahnya dan kontrol keseimbangan cairan yang menjadi dua sebab utama mortalitas maternal.Pada pasien ini tidak dilakukan pemberian MgSO4 lanjutan sampai 24 jam setelah persalinan dikarenakan terjadi intoksikasi MgSO4.5.1. Pencegahan eklampsi
Akibat patogenesis eklampsi tidak diketahui, strategi pencegahan eklampsi juga terbatas. Keadaan ini membuat pencegahan eklampsi adalah dengan cara mencegah terjadinya preeklampsi atau secara sekunder dengan penggunaan pendekatan farmakologis untuk mencegah konvulsi pada wanita preeklampsi. Pencegahan dapat bersifat tersier dengan mencegah konvulsi berikutnya pada wanita dengan eklampsi. Sampai sekarang belum ada terapi pencegahan untuk eklampsi. Selama beberapa dekade belakangan ini, beberapa penelitian acak telah melaporkan hasil penelitiannya tentang penggunaan restriksi protein atau garam, magnesium, suplementasi minyak ikan, aspirin dosis rendah, kalsium, dan vitamin C & E pada wanita dengan variasi faktor risiko untuk menurunkan angka kejadian atau beratnya preeklampsi. Secara umum, hasil-hasil dari penelitian ini memiliki keuntungan minimal atau malah tidak ada terhadap penurunan preeklampsi. Bahkan pada penelitian yang melaporkan penurunan angka kejadian preeklampsi, tidak memiliki keuntungan dalam outcome perinatal.8,9 Penanganan yang sekarang dilakukan untuk mencegah eklampsi adalah deteksi dini serta terapi preventif hipertensi gestasional atau preeklampsi. Beberapa rekomendasi terapi pencegahan meliputi observasi ketat, penggunaan obat anti hipertensi untuk menjaga tekanan darah maternal melebihi nilai normal, waktu persalinan, dan profilaksis magnesium sulfat selama persalinan dan segera postpartum pada pasien yang dicurigai mengalami preeklampsi.8,9
Tidak ada penelitian yang mengevaluasi efektivitas penatalaksanaan di rumah sakit pada pasien hipertensi gestasional atau preeklampsi untuk pencegahan eklampsi. Namun, beberapa data dari negara berkembang menunjukkan sekitar 50% wanita eklampsi mengalami konvulsi ketika berada di rumah sakit untuk menjalani observasi ketat, sehingga diragukan apabila hospitalisasi dini dan panjang pada wanita dengan hipertensi ringan atau preeklampsi dapat mencegah terjadinya eklampsi. Semua wanita dengan hipertensi gestasional ringan dapat ditangani secara aman dengan rawat jalan. Hal yang sama juga menunjukkan bahwa tidak direkomendasikan penggunaan anti hipertensi pada wanita dengan hipertensi gestasional ringan atau preeklampsi. Profilaksis magnesium sulfat hanya direkomendasikan pada wanita yang dirawat dengan diagnosis preeklampsi. Magnesium sulfat berikan selama persalinan dan 12-24 jam postpartum. Namun tidak ada data yang mendukung pemberian profilaksis magnesium sulfat pada wanita dengan hipertensi ringan.8,9
6.Rencana KB pada pasien ini?
Pada pasien ini penggunaan KB yang paling baik ialah sterilisasi. Tetapi karena pasien menolak. Sehingga dianjurkan pemasangan alat kontrasepsi jangka panjang yaitu, AKDR pada saat pasien kontrol berikutnya.PAGE 39
_1222047422.vsd
Penyakit vaskuler ibu
Gangguan Plasentasi
Trofoblas Berlebihan
Faktor genetik, Imunologi, atau, Inflamasi
Penurunan Perfusi Uteroplasenta
Aktivasi Endotel
Zat Vasoaktif : Prostaglandin, Nitro-oksida, Endotelin
Zat perusak : Sitokin, Peroksidase Lemak
Vasospasme
Kebocoran kapiler
Aktivasi koagulasi
Hipertensi
Kejang
oliguria
Iskemia hepar
Solusio
Proteinuria
Hemokonsentrasi
Edema
Trombositopenia