case based discussion rio

64
CASE BASED DISCUSSION Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Bedah Di RSUD RAA Soewondo Pati Disusun oleh: Satrio Ponco Aji Nugroho 01.210.6272 Pembimbing : dr. Muhammad Arifin, Sp.B – KBD FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: moomiji

Post on 08-Jul-2016

231 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

11

TRANSCRIPT

Page 1: Case Based Discussion Rio

CASE BASED DISCUSSION

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat

Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Bedah

Di RSUD RAA Soewondo Pati

Disusun oleh:

Satrio Ponco Aji Nugroho

01.210.6272

Pembimbing :

dr. Muhammad Arifin, Sp.B – KBD

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2014

BAB I

Page 2: Case Based Discussion Rio

I. IDENTITAS

Nama : Ny.S

Umur : 64 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Alamat : Jimbaran Kayen Pati

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SD

Agama : Islam

No. CM : 039809

Bangsal : Gading No 18

Tanggal masuk RS : 04 November 2014

II. ANAMNESIS

Dilakukan secara : Autoanamnesis

Keluhan Utama

Nyeri pada benjolan di aksila kiri

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh nyeri pada benjolan di aksila kiri. Nyeri dirasakan sejak 3

hari yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertusuk benda tajam dan dirasakan

hilang timbul. Nyeri timbul sewaktu-waktu dan bisa hilang sendiri tanpa

diberikan obat. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan di papilla mamae

sinistra. Benjolan disadari pasien sejak 6 bulan yang lalu. Tetapi tidak

menimbulkan nyeri. Pasien menyampaikan tidak ada cairan yang keluar dari

papilla mamae.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah operasi ca mammae sinistra di rumah sakit KSH 2 tahun yang

lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Page 3: Case Based Discussion Rio

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien menggunakan BPJS PBI kesan ekonomi cukup

III.PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Status gizi : Cukup

Tandi vital : Tekanan Darah 120/80mmHg

Nadi 80 x/menit

Respirasi 20 x/menit

Suhu 36,5 oC

Kepala

Mata : Konjungtiva Anemis -/-

Sklera ikterik -/-

Refleks pupil +/+

Hidung : Epistaksis -/-

Deviasi septum (-)

Krepitasi (-)

Mulut : Sianosis peri oral (-), faring tidak hiperemis

Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-), JVP tidak

meningkat

Thoraks

Inspeksi : datar, spider navy (-)

Paru-Paru

Inspeksi : dada simetris, retraksi parasternal (-)

Palpasi : fokal fremitus kanan=kiri

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronki (-),wheezing(-)

Page 4: Case Based Discussion Rio

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba,tidak kuat angkat, pembesaran (-)

Perkusi : batas jantung

Pinggang : ICS III garis parasternal sinistra

Atas : ICS II garis sternal sinistra

Kanan : ICS IV garis parasternal dextra

Kiri : ICS V 2 jari ke medial garis midclavikula

sinistra

Auskultasi : regular, murmur (-), gallop (-)

Mammae

Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri, perubahan warna (-),

ulserasi (-), kulit berlekuk (-), edema (-), deformitas (-), retraksi mammae (-),

discharge (-)

Palpasi :

Massa :

1. Terdapat di tengah papilla mammae sinistra, berukuran ±3cm, berbentuk

bulat, konsistensi keras, tidak terfiksir di dinding dada maupun kulit

2. Terdapat di axilla sinistra, berjumlah 1, berukuran ±5cm, berbentuk oval,

konsistensi keras, terfiksir dengan sekitar, nyeri (+)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen

Palpasi : Hepar tidak teraba membesar

Lien tidak teraba membesar

Nyeri tekan pada abdomen kanan bawah (-) pada titik

McBurney

Nyeri lepas pada abdomen kanan bawah (-)

Page 5: Case Based Discussion Rio

Ekstremitas

Superior Inferior

Udem (-/-) (-/-)

Akral dingin (-/-) (-/-)

Deformitas (-/-) (-/-)

Kaku sendi (-/-) (-/-)

Capillary refill (<2”/<2”) (<2”/<2”)

Sianosis (-/-) (-/-)

Krepitasi (-/-) (-/-)

Jari tabuh (-/-) (-/-)

Eritem palmaris

(-/-) (-/-)

Pemeriksaan lab

Tanggal : 4-11-2014

HbsAg : (-) mm reaktif

BT : 3’00”

CT : 5’30”

PT : 11,3”

APTT/PTTK : 22,8”

Albumin : 4,5 g/d I

SGOT : 14 U/I

SGPT : 17,7 U/I

GDS : 206 mg/d I

Ureum darah : 21,3 mg/d I

Cratinin darah : 0,83 mg/d I

Kalium : 4,04 mmol/I

Page 6: Case Based Discussion Rio

Natrium : 143,1 mmol/I

Chlorida : 107,0 mmol/I

Tanggal : 5-11-2014

GDS : 192 mg/d I

Tanggal : 7-11-2014

GDS : 158 mg/d I

Tanggal : 10-11-2014

GDS : 102 mg/d I

Tanggal : 12-11-2014

GDS : 191 mg/d I

HB : 11,1 g/d I

Patologi Anatomi :

Makroskopis : jaringan ukuran 7x6x3 cm, ditutupi lemak, mengandung

masa tumor berdiameter 4 cm, putih

Mikroskopis : sediaan jaringan mammae sinistra mikroskopis

menunjukkan kelompok-kelompok sel tumor epiteliel dengan inti

hiperkromatik, prominent anak inti, pleimorfik, mitosis dapat ditemukan,

infiltrative ke dalam stroma jaringan, tak ditemukan invasi limfovaskuler

dalam sediaan ini.

Kesan : sesuai dengan karsinoma duktus invasive grade III

Hasil EKG

Page 7: Case Based Discussion Rio

Hasil EKG :

Irama sinus 77 kpm, normoaxis, normo ekg

IV. RESUME

Pasien mengeluh nyeri pada benjolan di aksila kiri yang berjumlah 1,

berukuran ±5cm, berbentuk oval, konsistensi keras, terfiksir dengan sekitar.

Nyeri dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertusuk benda

tajam dan dirasakan hilang timbul. Nyeri timbul sewaktu-waktu dan bisa

hilang sendiri tanpa diberikan obat. Pasien juga mengeluhkan adanya

benjolan di papilla mamae sinistra yang berukuran ±3cm, berbentuk bulat,

konsistensi keras, tidak terfiksir di dinding dada maupun kulit. Benjolan

disadari pasien sejak 6 bulan yang lalu. Tetapi tidak menimbulkan nyeri.

Pasien menyampaikan tidak ada cairan yang keluar dari papilla mamae.

Setelah di periksa patologi anatomi didapatkan kesan karsinoma duktus

invasive grade III.

V. DIAGNOSA KERJA

Tumor mammae sinistra residif T4 N1 Mx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Payudara

Mammae terdiri dari berbagai struktur yaitu parenkim epitelial, lemak, pembuluh darah, saraf, saluran getah bening, otot dan fascia. Parenkim epitelial dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus yang masing-masing mempunyai saluran tersendiri untuk mengalirkan produknya dan bermuara pada puting susu. Tiap lobus dibentuk oleh lobulus-lobulus yang masing-masing terdiri dari 10-100 asini grup. Lobulus-lobulus ini merupakan struktur dasar dari mammae (Schwartz’s, 2006).

Page 8: Case Based Discussion Rio

Gambar 1. Milky line

(Schwartz’s, 2006)

Jaringan ikat subcutis yang membungkus kelenjar mammae membentuk septa diantara kelenjar dan berfungsi sebagai struktur penunjang dari kelenjar mammae. Mammae dibungkus oleh fascia pectoralis superficialis dimana permukaan anterior dan posterior dihubungkan oleh ligamentum Cooper yang berfungsi sebagai penyangga (Schwartz’s, 2006).

Setengah bagian atas mammae, terutama quadran lateral atas mengandung lebih banyak komponen kelenjar dibandingkan dengan bagian lainnya. Mammae terletak diantara fascia superficialis dinding thorax anterior dan fascia profunda (pectoralis), antara mammae dan dinding thorax terdapat bursa retromammaria yang merupakan ruang antara fascia superficialis dengan fascia profunda (pectoralis), dengan adanya bursa ini menjamin mobilitas mammae terhadap dinding thorax (Schwartz’s, 2006).

Page 9: Case Based Discussion Rio

Gambar 2. Potongan sagital mammae

(Skandalakis)

Pada pria, mammae tetap rudimenter dengan komponen kelenjar mammae berkembang tidak sempurna, dimana acini berkembang tidak sempurna dengan ductus yang pendek, serta terjadi defisiensi perkembangan papilla mammae, areola dan parenkhimnya (Schwartz’s, 2006).

Pada wanita, mammae berkembang menjadi susunan yang kompleks. Pada wanita dewasa, mammae terletak di anterior dinding thorax setinggi costa 2 atau 3 sampai dengan costa ke 6 atau ke 7, dan terbentang antara linea parasternalis sampai dengan linea axillaris anterior atau media. Mammae pada wanita dewasa berbentuk hemisphere yang khas dengan ukuran, kontur, konsistensi dan densitas yang sangat bervariasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor hormonal, genetic dan diet (Schwartz’s, 2006).

Diameter rata-rata mammae sekitar 10-12 cm dan tebalnya antara 5-7 cm. Berat mammae bervariasi yaitu antara 150-225 gram pada mammae nonlaktasi, namun dapat mecapai 500 gram pada mammae laktasi (Schwartz’s, 2006).

Page 10: Case Based Discussion Rio

Gambar 3. Mammae tampak anterior

(Sobotta)

Jaringan payudara terletak diantara jaringan lemak subcutaneous dan fascia

pectoralis mayor dan otot-otot seratus anterior. cabang-cabang kelenjar bening

dan pembuluh darah melewati ruang retromammary diantara permukaan posterior

jaringan payudara dan fascia M.pectoralis mayor; oleh karena itu, tindakan

mastectomy total yang benar adalah dilakukan di bawah fascia M. pectoralis. Dari

dermis sampai fascia yang terdalam terdapat ligamentum Cooper yang memberi

rangka untuk payudara. Oleh karena itu, jika terdapat tumor pada payudara yang

melibatkan ligamentum Cooper dapat menyebabkan penyusutan (penarikan) pada

kulit dan retraksi kulit (Sjamsyhidajat, Wim de Jong, 2005).

Lebih dalam lagi dari M. pectoralis mayor terdapat M. pectoralis minor. M.

pectoralis minor dilapisi oleh fascia clavipectoral yang menyatu dengan fascia

axilla.

Vaskularisasi mammae terdiri dari arteri dan vena yaitu:

1. Arteri

a. Cabang-cabang perforantes A. mammaria interna (A.

thoracica interna)

b. Cabang lateral dari A. intercostalis posterior

c. Cabang-cabang dari A. axillaris

d. A. thoracodorsalis yang merupakan cabang A.

subscapularis

2. Vena

Page 11: Case Based Discussion Rio

a. Cabang-cabang perforantes V. thoracica interna

b. Cabang-cabang V. axillaris yang terdiri dari V. thoraco-

acromialis, V. thoracica lateralis dan V thoraco dorsalis

c. Vena-vena kecil yang bermuara pada V. Intercostalis

Persarafan kulit mammae bersifat segmental dan berasal dari segmen

dermatom T2 sampai T6. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh sistem

saraf otonom. Pada prinsipnya inervasi mammae berasal dari N. intercostalis IV,

V, VI dan cabang dari plexus cervicalis (Sjamsyhidajat, Wim de Jong, 2005).

Pengetahuan mengenai lokasi struktur saraf utama pada axilla sangatlah penting guna mengenal komplikasi dari diseksi pada daerah axilla. Saraf N. thoracalis berada di sepanjang dinding thorax pada sisi medial dari axilla. Nervus ini mempersarafi M. serratus anterior dan fiksasi scapula pada dinding dada saat melakukan ekstensi lengan. Cedera pada N. thoracalis ini dapat menyebabkan deformitas pada scapula. N. thoracodorsal mempersarafi M. latissimusdorsi. Cedera pada saraf ini dapat menyebabkan ketidakmampuan lengan untuk melakukan abduksi dan rotasi eksterna. Di daerah ruang axilla terdapat Nervus sensoris intercostobrachialis (N. Cutaneous brachialis), dimana cedera pada saraf ini dapat mengakibatkan mati rasa atau dysesthesia di sepanjang permukaan medial dan posterior lengan, juga mati rasa pada kulit axilla di sepanjang dinding dada yang dipersarafinya. Pada diseksi axilla saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering terjadi mati rasa pasca bedah (Sjamsyhidajat, Wim de Jong, 2005).

2.2 Tumor Jinak Payudara

2.2.1 Fibrokistik

Fibrokistik digambarkan sebagai variasi dari morfologi payudara yang berespon terhadap perubahan fisiologis pada jaringan payudara. Biasanya gejala timbul sebelum menopause. Gejala dapat menetap jika wanita diberikan terapi hormon pada periode postmenopause (Evans A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002).

2.2.2 Fibroadenoma

Page 12: Case Based Discussion Rio

Fibroadenoma merupakan tumor yang biasa terjadi pada populasi wanita. Biasa terjadi pada wanita berumur 20-30 tahun. Teraba sebagai massa kenyal, lobulasi, berbatas tegas, sangat mobil. Pada wanita postmenopausal, fibroadenoma dapat berinvolusi, hyalinisasi atau mengkalsifikasi dan pada mamografi kalsifikasinya tebal atau gambaran seperti popcorn (Evans A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002). Fibrodenoma biasanya tumbuh dengan diamater 1-2 cm dan stabil, walaupun dapat berkembang lebih besar. Fibroadenoma kecil (1 cm atau kurang) dianggap normal, walaupun fibroadenoma yang lebih besar (hingga 3 cm) dianggap kelainan (disorder) dan giant fibroadenoma (lebih dari 3 cm) dianggap penyakit (disease).

2.2.3 Adenoma

Adenoma tubular dan lactatinal adalah lesi yang secara histologis jinak berhubungan dengan FAM. Cirinya adalah struktur glandular dengan sedikit atau tanpa struktur stroma. Secara klinis dan Radiologi, mirip dengan FAM. Lactation adenoma terjadi selama kehamilan dan laktasi, membesar saat dipengaruhi hormon gestational, dan diferensiasi sekresi saat analisis PA. Sekali lagi biopsi adalah diagnostik dan terapi (Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, 2000).

2.2.4 Sklerosing Adenosis

Sklerosing adenosis adalah proliferasi jinak baik jaringan stromal (scerosis) berhubungan dengan peningkatan ductules terminalis yang kecil (adenosis). Biasanya merupakan komponen fibrocystic disease dan bermanifestasi sebagai mikrokalsifikasi yang ditemukan saat screening mammogram. Stereotactic core atau wire localization biopsy adalah diagnosis pastinya. Terapi lebih jauh dilakukan bila lesi ini ditemukan sebagai etiologi mikrokalsifikasi saat biopsy (Evans A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002).

2.2.5 Nekrosis Lemak

Nekrosis lemak adalah inflamasi jinak non supuratif yang sering terjadi akibat trauma atau iatrogenik payudara. Karena bukan kelainan epithelial, maka tidak mempunyai potensiasi menjadi ganas. Nekrosis lemak muncul sebagai massa atau densitas mamografi dengan distorsi jaringan sekeliling sekunder disebabkan oleh inflamasi kronis, sehingga menstimulasi Ca. Dapat diikuti episode trauma,

Page 13: Case Based Discussion Rio

intervensi bedah atau pendulous breast. Biasanya dibiopsi untuk membedakan dengan Ca (Harris, 2000., Evans A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002).

2.2.6 Intraductal Papilloma

Solitary intraductal papilloma adalah lesi papillary breast. Biasanya terjadi

pada wanita usia 35-55 tahun, sebagai lesi tunggal, pada ductus subareolar, dan

bermanifestasi sebagai bloody nipple discharge. Papiloma intraductal pada ductus

perifer muncul sebagai massa yang teraba atau dalam mamografi (Harris J.R,

Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, 2000).

2.2.7 Kista

Jika gambaran kista dapat diduga melalui pemeriksaan klinis ataupun gambaran sonografi, maka FNA merupakan tindakan diagnostik dan terapi. Kista dapat diklasifikasikan sebagai simplex dan komplex berdasarkan gamabran sonografinya. Kista simplex berupa struktur bulat, berbatas tegas, berdinding halus yang hipoechoic, tanpa internal echo. Kista komplex memiliki septasi sentral, batas yang tidak tegas, atau internal echo. Kista asimptomatik, simpleks ditemukan secara insidentil saat evaluasi. Kista simplex yang besar, nyeri dan gambaran radologis yang tidak jelas harus diaspirasi. Kista komplex harus diaspirasi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Area abnormal harus diidentifikasi dengan jelas jika sewaktu-waktu biopsi eksisional diperlukan setelah aspirasi kista. Indikasi untuk biopsi eksisi setelah aspirasi kista bila ditemukan cairan kemerahan yang banyak, residual massa post ispirasi, atau reakumulasi kista pada tempat yang sama setelah 2-3 kali aspirasi. Sehingga, pemeriksaan lanjuttan harus dilakukan 4-6 minggu post aspirasi. Analisis sitologi pada cairan jernih berwarna kemerahan tidak diperlukan; namun jika penampakan cairan tidak biasa, hars dilakukan analisis sitologi (Doherty G.M et all).

Tabel. ANDI Classification of Benign Breast Disorder

Normal Disorder Disease

Early reproductive

years (15-25

tahun

Lobular

development.

Stromal

Fibroadenoma.

Adolescent

Giant

fibroadenoma.

Gigantomastia.

Page 14: Case Based Discussion Rio

development.

Nipple eversion.

hypertrophy.

Nipple eversion. Subareolar

abscess.

Mammary duct

fistula.

Later reproductive

years (25-40

tahun)

Cyclical changes

of menstruation.

Epithelial

hyperplasia of

pregnancy.

Cyclical

mastalgia.

Nodularity.

Bloody nipple

discharge.

Incapacitating

mastalgia.

Involution age

(35-55 tahun)

Lobular

involution.

Duct involution

- Dilation

- Sclerosis

Epithelial turnover

Macrocytes.

Sclerosing lesions.

Duct ectasis.

Nipple retraction.

Epithelial

hyperplasia

Periductal

mastitis.

Epithelial

hyperplasia with

atypia.

2.3 Tumor Ganas Payudara

2.3.1 Epidemiologi

Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara berkembang, yaitu sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara Inggris yaitu 2 : 1000 wanita tiap tahun, dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada umur 50 tahun. Kurva insidensi Ca mammae menurut usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun. (Henry M.M, Thompson J.N, 2007).

Page 15: Case Based Discussion Rio

Gambar 4. Prevalensi Carcinoma mammae

(Henry M.M, Thompson J.N, 2007).

2.3.2 Etiologi

Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun penyebabnya sangat mungkin multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain:

1. Usia

Sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Risiko terbesar ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun.

2. Pernah menderita kanker payudara.

Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae primer mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca mammae kontralateral. Resiko timbulnya Ca mammae primer kedua pada mammae kontralateral meninggi pada wanita yang mempunyai riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki risiko tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.

3. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara.

Page 16: Case Based Discussion Rio

Wanita yang ibu, saudara perempuan atau anaknya menderita kanker, memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.

4. Hormonal

WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun penurunan insidens Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depot-medroxyprogesterone acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan post menopause sedikit meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika pada wanita yang menerima Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah menderita kelainan benigna pada mammae-nya

5. Faktor diet

The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dapat meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat.

6. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker

Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya jumlah saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara (hiperplasia atipik).

7. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun.

Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami menarche sebelum usia 12 tahun.

8. Menyusui dan Menopause

Page 17: Case Based Discussion Rio

Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6 bulan selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca mammae dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini pendapat itu tidak lagi disetujui. Untuk wanita yang mengalami menopause pada usia diatas 55 tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mulai menopause sebelum usia 45 tahun. Induksi menopause buatan dapat menurunkan resiko Ca mammae, misalnya pada wanita-wanita yang mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35 tahun.

9. Obesitas

Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi daripada wanita tidak obese.

10. Radiasi

Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis, dan yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative kecil beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.

11. Paritas dan Fertilitas

Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih tinggi untuk menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang pernah hamil dan melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae sekitar 1/3 kali dibandingkan dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya pada usia diatas 35 tahun. Hal ini berhubungan dengan adanya rangsangan secara terus menerus oleh esterogen dan kurangnya konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita yang hamil dan melahirkan untuk pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih tinggi dibandingkan nullipara.

Page 18: Case Based Discussion Rio

Gambar 5. Kuadran mammae

(Skandalakis)

2.3.3 Staging Ca Mammae

TNM Staging

Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak terbukti adanya tumor

Tis Carcinoma in situ : Ca intraductal, Ca lobular in situ, atau Paget’s disease pada nipple tanpa tumor

T1 Ukuran terbesar tumor 2 cm

T1a Ukuran terbesar tumor 0,5 cm

T1b Ukuran terbesar tumor 0,5 cm tetapi tidak melebihi 1 cm

Page 19: Case Based Discussion Rio

T1c Ukuran terbesar tumor 1 cm tetapi tidak melebihi 2 cm

T2 Ukuran terbesar tumor 2 cm tetapi tidak melebihi 5 cm

T3 Ukuran terbesar tumor 5 cm

T4 Tumor dengan ukuran berapapun dengan ekstensi langsung terhadap

dinding dada atau kulit

T4a Ekstensi ke dinding dada

T4b Edema (termasuk Peau d’orange) atau ulserasi kulit mammae atau

satelit KGB kulit teraba pada mammae yang sama

T4c T4a dan T4b

T4d Inflamatory carcinoma

KGB Regional (N)

Nx KGB regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis ke KGB

N1 Metastasis ke KGB axillaris ipsilateral, dapat digerakan

N2 Metastasis ke KGB axillaris ipsilateral, melekat terhadap KGB atau struktur lain

N3 Metastasis ke KGB mammae internal, ipsilateral

Metastasis jauh (M)

Mx Adanya metastasis jauh tidak dapat diperkirakan

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Ada metastasis jauh (metastasis ke KGB supraclavicular ipsilateral)

Stage Grouping

Page 20: Case Based Discussion Rio

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1 N0 M0

Stage IIA T0

T1

T2

N1

N1*

N0

M0

M0

M0

Stage IIB T2

T3

N1

N0

M0

M0

Stage IIIA T0

T1

T2

T3

T3

N2

N2

N2

N1

N2

M0

M0

M0

M0

M0

Stage IIIB T4

T berapapun

N berapapun

N3

M0

M0

Stage IV T berapapun N berapapun M1

Histopatologic grade

GX: Grade cannot be assessed

G1: Well-differentiated

G2: Moderately differentiated

G3: Poorly differentiated

G4: Undifferentiated

(Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, 2000., Morris J.P, Wood W.C, 2000).

STADIUM 0

Page 21: Case Based Discussion Rio

Disebut Ductal Carsinoma In Situ atau Non-invasive Cancer, yaitu kanker tidak menyebar keluar dari pembuluh / saluran payudara dan kelenjar-kelenjar (lobules) susu pada payudara.4

STADIUM I

Tumor masih sangat kecil, diameter tumor terbesar kurang dari atau sama dengan 2 cm dan tidak ada metastasis ke kelenjar limfe regional.4

STADIUM II A

§     Tidak ada tanda-tanda tumor pada payudara, tetapi terdapat metastasis kelenjar limfe mobil di fosa aksilar ipsilateral.

§     Diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2 cm dan telah

Page 22: Case Based Discussion Rio

ditemukan metastasis kelenjar limfe mobil di fosa aksilar ipsilateral.

§     Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5 cm dan tidak ada metastasis ke kelenjar limfe regional.1

STADIUM II B

§     Diameter tumor lebih dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5 cm dan terdapat metastasis kelenjar limfe mobil di fosa aksilar ipsilateral.

§     Diameter tumor lebih dari 5 cm, tetapi tidak terdapat metastasis kelenjar limfe regional.1

Page 23: Case Based Discussion Rio

STADIUM III A

§     Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan terdapat metastasis kelenjar limfe di fosa aksilar ipsilateral yang terfiksasi dengan jaringan lain.

§     Diameter tumor lebih dari 5 cm dan terdapat metastasis kelenjar limfe di fosa aksilar ipsilateral yang terfiksasi dengan jaringan lain.1

Page 24: Case Based Discussion Rio

STADIUM III B

Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa juga luka bernanah di payudara. Didiagnosis sebagai Inflamatory Breast Cancer. Bisa sudah atau bisa juga belum menyebar ke pembuluh getah bening di ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh.1

Page 25: Case Based Discussion Rio

STADIUM III C

Ukuran tumor bisa berapa saja dan terdapat metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mammaria interna dan metastase kelenjar limfe aksilar, atau metastasis kelenjar limfe supraklavikular ipsilateral.1

Page 26: Case Based Discussion Rio

STADIUM IV

Ukuran tumor bisa berapa saja, tetapi telah menyebar ke lokasi yang jauh, yaitu : tulang, paru-paru, liver atau tulang rusuk.4

2.3.4 Histopatologis Ca Mammae

Page 27: Case Based Discussion Rio

1. Carcinoma In Situ

Lobular Carcinoma In Situ (LCIS)

Lobular Carcinoma In Situ (LCIS) berasal dari ductus lobular terminal dan hanya berkembang pada payudara wanita. LCIS dikarakteristik dengan distensi dan distorsi ductus lobular terminal oleh sel kanker, dimana membesar namun dengan ratio nucleus dan sitoplasma yang normal. Gambaran mikroskopis dan makroskopis Ca lobularis invasif sering tidak dapat dibedakan dengan adenocarcinoma konvensional, variable prognosis dan survival rate-nya juga hampir sama. Insidensi Ca lobularis belum pasti. Diduga Ca lobularis in situ merupakan 3 % dari seluruh tumor mammae, sedangkan jenis infiltratif-nya merupakan 10 % dari semua Ca mammae (Schwartz’s, 2006).

Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)

Secara histologis, DCIS dikarakteristik sebagai proliferasi epitel, menghasilkan pertumbuhan papilla dari ductus lumina. Pada awal perkembangan, sel kanker tidak menunjukkan pleomorphism, mitosis, atau atipia, yang memungkinkan sulitnya membedakan antara DCIS dengan hiperplasia jinak mammae. Sel-sel mempunyai sifat mikroskopik keganasan, tetapi tidak menginvasi membrane basalis epitel duktus. Jika dibiarkan tanpa diterapi, selalu timbul adenokarsinoma invasive, walaupun waktu untuk perkembangan neoplasma invasive itu bias diukur dalam tahun atau dasawarsa (Schwartz’s, 2006).

2. Carcinoma Mammae Invasive

Secara umum kanker memiliki prognosis yang buruk. Foote dan Stewart membagi klasifikasi carcinoma mammae invasive, yaitu:

  I.   Paget's disease of the nipple

  II.   

Invasive ductal carcinoma

  A.   Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST)

  B.   Medullary carcinoma 4%

  C.   Mucinous (colloid) carcinoma 2%

  D.   Papillary carcinoma 2%

Page 28: Case Based Discussion Rio

  E.   Tubular carcinoma (and ICC) 2%

  III.   Invasive lobular carcinoma 10%

  IV.   Rare cancers (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

1. Penyakit Paget

Paget disease of the nipple adalah invasi dermis papilla mammae oleh carcinoma ductal, berupa suatu lesi kronis pada areola dan nipple dengan erupsi eczematoid, krusta, bersisik, dan hiperemis. Tumor primernya dapat tidak teraba pada palpasi dan erosi atau krusta sering terkacaukan dengan dermatitis. Angka kejadiannya adalah sekitar 2 % dari seluruh Ca mammae dan hampir selalu timbul bersama-sama dengan Ca ductal atau invasive. Gejalanya berupa nyeri, gatal, panas dan kadang berdarah. Penting sekali untuk dilakukan biopsi papilla mammae. Penyakit paget harus diterapi sebagai carcinoma ductal invasive, biasanya masih pada stadium 1.

2. Carcinoma ductus menginfiltrasi dengan fibrosis produktif

(Infiltrating adenocarcinoma with productive fibrosis)

Neoplasma ini mewakili 75-78 % carcinoma mammae invasive dan disertai dengan desmoplasia dan fibrosis. Tersering timbul pada wanita usia perimenopause atau postmenopause (decade VI) sebagai suatu massa soliter, tidak nyeri, konsistensi keras, berbatas tidak tegas. Carcinoma ini menginfiltrasi kulit secara diffuse dengan keterlibatan ligamentum Cooper yang menghasilkan peau d’orange atau edema kulit yang luas.

3. Carcinoma Medullare

Sekitar 3-5 % keganasan mammae, neoplasma ini dianggap berasal dari ductus yang besar dan ditandai oleh penampilan makroskopik hemorrhagic yang lunak. Biasanya mobile dan terletak profunda di dalam mammae. Saat diagnosis, kulit sering tertarik diatas massa sferis besar yang berdiameter lebih dari 3 cm. Riwayat progresifitas lambat, walaupun tumor dapat membesar dengan cepat, sekunder terhadap perdarahan atau nekrosis. Hanya kurang dari 20 % kasus Ca medullare ini yang timbul bilateral dan kurang dari 10 % yang mengandung esterogen dan

Page 29: Case Based Discussion Rio

progesteron reseptor. Carcinoma ini mempunyai 5 year survival rate lebih baik dibandingkan Ca ductus atau lobolus invasif. Prognosis terpenting pada Ca medullare adalah keterlibatan metastase ke KGB axillaris.

4. Comedo carcinoma

Salah satu bentuk Ca invasif yang berasal dari ductus, sekitar 5-10 % dari semua Ca mammae. Seperti varian in situ nya, ia mempunyai sumbat materi seperti pasta yang dapat dikeluarkan dari permukaan neoplasma. Pertumbuhannya lambat, dapat meluas dalam waktu beberapa tahun. Lesinya berukutan sekitar 5 cm, yang pada sepertiga pasien dapat metastase ke KGB axillaris. Pada terapi dini, survival rate 5 dan 10 tahunnya masing-masing 73 % dan 58 %, setelah mastectomy yang adekuat. Secara makroskopis, tumor ini berbatas tegas, kenyal, dan berwarna keabu-abuan.

5. Colloid / mucinous carcinoma

Merupakan suatu adenocarcinoma yang secara tipikal membentuk materi gelatin yang menjadi bagian utama carcinoma ini. Angka kejadiannya sekitar 2 % dari seluruh Ca mammae. Neoplasma jenis ini mempunyai potensi pertumbuhan yang lambat dengan metastasis lanjut. Survival rate 5 dan 10 tahunnya masing-masing 73 % dan 59 %. Secara makroskopik tumor ini berbatas tegas tetapi tidak berkapsul. Bila dipotong, benang materi mukoid melekat pada scalpel.

6. Papillary carcinoma

Angka kejadiannya kurang dari 2 % dari seluruh Ca mammae, sering ditemukan pada usia 70-an, dan mempunyai 5 year survival rate terbaik. Lesi biasanya kecil, jarang melebihi 2-3 cm dan berbatas tegas. Dapat timbul nekrosis, perdarahan sentral, dan menghasilkan sekret yang keluar dari papilla.

7. Tubular carcinoma

Merupakan suatu lesi yang berasal dari ductus, berdiferensiasi baik, yang digambarkan membentuk tubulus. Ca ini merupakan 2 % dari semua Ca mammae. Neoplasma jenis ini sering menyerupai Scleroticans adenosis maupun penyakit fibrokistik mammae dan harus dibedakan dari hyperplasia atipik fokal. Survival rate-nya mendekati 100 %.

Page 30: Case Based Discussion Rio

2.3.5 Diagnosis

2.3.5.1 Inspeksi

Ahli bedah akan melakukan inspeksi pada payudara wanita. Simetri, ukuran dan bentuk payudara dinilai, adanya edema (peau d’orange), retraksi papilla mammae, eritema (Schwartz’s, 2006).

Gambar 6. Inspeksi dan Palpasi mammae

(Schwart’z, 2006)

2.3.5.2 Palpasi

Sebagai bagian dari pemeriksaan fisik, payudara dipalpasi secara hati-hati. Pemeriksaan pasien dalam posisi berbaring merupakan posisi yang terbaik. Ahli bedah akan melakukan palpasi secara lembut dari sisi ipsilateral, memeriksa seluruh kuadran payudara dari sternum bagian lateral sampai m. Latissimus dorsi, dan dari clavicula inferior sampai rectus bagian atas. Secara sistematis mencari pembesaran KGB (Schwart’z, 2006).

Page 31: Case Based Discussion Rio
Page 32: Case Based Discussion Rio

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium

Pada penyakit yang terlokalisasi tidak didapatkan kelainan hasil pemeriksaan laboratorium. Kenaikan kadar alkali fosfatase serum dapat menujukkan adanya metastasis pada hepar. Pada keganasan yang lanjut dapat terjadi hiperkalemia. Pemeriksaan laboratorium lain meliputi:

Page 33: Case Based Discussion Rio

Kadar CEA (Carcino Embryonic Antigen)

MCA (Mucinoid-like Carcino Antigen)

CA 15-3 (Carbohydrat Antigen), Antigen dari globulus lemak susu

BRCA1 pada kromosom 17q (tahun 1990 oleh Mary Claire King-

didukung ole The Breast Cancer Linkage Consortium) dari BRCA2 dari

kromosom 13 (tahun 1994 oleh Michael Stratton dan college-Sutton,

dipetakan secara lengkap tahun 1996)

Gen AM (ataxia-telangiectasia) : ditemukan gen ini pada pasien bias

sebagai predisposisi timbulnya Ca mammae

B. Radiologi

X-foto thorax dapat membantu mengetahui adanya keganasan dan

mendeteksi adanya metastase ke paru-paru

Mammografi

Dapat membantu menegakkan diagnosis apakah lesi tersebut ganas atau tidak. Dengan mammografi dapat melihat massa yang kecil sekalipun yang secara palpasi tidak teraba, jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan screening. Adanya proses keganasan akan memberikan tanda-tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa fibrosis reaktif, comet sign, adanya perbedaan yang nyata ukuran klinik dan rontgenologis dan adanya mikrokalsifikasi. Tanda sekunder berupa retraksi, penebalan kulit, bertambahnya vascularisasi, perubahan posisi papilla dan areola, adanya bridge of tumor, keadaan daerah tunika dan jaringan fibroglanduler tidak teratur, infiltrasi jaringan lunak belakang mammae dan adanya metastasis ke kelenjar.

USG (Ultrasonografi)

Dengan USG selain dapat membedakan tumor padat atau kistik, juga dapat membantu untuk membedakan suatu tumor jinak atau ganas. Ca mammae yang klasik pada USG akan tampak gambaran suatu lesi padat, batas ireguler, tekstur tidak homogen. Posterior dari tumor ganas mammae terdapat suatu Shadowing. Selain itu USG juga dapat membantu staging

Page 34: Case Based Discussion Rio

tumor ganas mammae dengan mencari dan mendeteksi penyebaran lokal (infiltrasi) atau metastasis ke tempat lain, antara lain ke KGB regional atau ke organ lainnya (misalnya hepar).

Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)

FNAB dilanjutkan dengan FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology) merupakan teknik pmeriksaan sitologi dimana bahan pemeriksaan diperoleh dari hasil punksi jarum terhadap lesi dengan maupun tanpa guiding USG. FNAB sekarang lebih banyak digunakan dibandingkan dengan cutting needle biopsy karena cara ini lebih tidak nyeri, kurang traumatic, tidak menimbulkan hematoma dan lebih cepat menghasilkan diagnosis. Cara pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, namun tidak dapat memastikan tidak adanya keganasan. Hasil negatif pada pemeriksaan ini dapat berarti bahwa jarum biopsi tidak mengenai daerah keganasan sehingga biopsy eksisi tetap diperlukan untuk konfirmasi hasil negative tersebut (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y., 2006).

2.3.7 Terapi

Terapi untuk Kelainan dan Penyakit Mammae Jinak

Kista: investigasi awal dari massa yang terpalpasi adalah biopsi jarum,

yang dapat mendiagnosis kista sejak awal. Sebuah 21-gauge needle dengan

syringe 10 mL ditusukkan secara langsung ke massa, yang difiksasi dengan

tangan yang tidak dominant. Volume dari kista tipikal adalah 5-10 mL, tapi dapat

mencapai 75 mL atau lebih. Jika cairan yang teraspirasi tidak mengandung darah,

makan dilakukan aspirasi hingga kering, lalu jarum ditarik, lalu dilakukan

pemeriksaan sitologi. Setelah aspirasi, mammae dipalpasi lagi untuk menentukan

adanya massa residual. Jika ada, dilakukan USG untuk menyingkirkan adanya

kista persisten, dan dapat dilakukan reaspirasi. Bila masa solid, dilakukan

pengambilang spesimen jaringan. Bila pada aspirasi ditemukan darah, makan

diambil 2 mL untuk dilakukan pemeriksaan sitologi. Massa kemudian dilihat

dengan USG dan adanya area solid pada dinding kista dilakukan biopsi jarum.

Adanya darah biasanya dapat terlihat jelas, tetapi kista dengan cairan yang gelap

Page 35: Case Based Discussion Rio

perlu dilakukan occult blood test atau pemeriksaan mikroskopis untuk

memastikan. Dua aturan kardinal dari aspirasi kista yang aman, yaitu (1) massa

harus hilang secara komplit setelah aspirasi, (2) cairan harusnya tidak

mengandung darah. Jika salah satu dari ketentuan tersebut tidak ditemukan,

makan USG, biopsi jarum, dan mungkin biopsi eksisi direkomendasikan.

Fibroadenoma: pengangkatan seluruh fibroadenoma telah dianjurkan

terlepas dari usia pasien atau pertimbangan lainnya, fibroadenoma soliter pada

wanita muda biasanya diangkat untuk menghilangkan kecemasan pasien.

Walaupun begitu, kebanyakan fibroadenoma bersifat self-limitting dan banyak

yang tidak terdiagnosis, sehingga pendekatan konservatif lebih digunakan.

Pemeriksaan USG dan core-needle biopsy dapat memberikan diagnosis yang

akurat. Kemudian, pasien dijelaskan mengenai hasil biopsi, dan eksisi

fibroadenoma dapat dihindari.

Sclerosing disorder: klinis dari sclerosing adenosis mirip dengan

carcinoma. Oleh karena itu kelainan ini dapat disalahartikan sebagai carcinoma

pada pemeriksaan fisik, mammography, dan pemeriksaan patologi makroskopis.

Biopsi eksisi dan pemeriksaan histology seringkali diperlukan untuk

menyingkirikan diagnosis carcinoma.

Periductal mastitis: massa yang nyeri dibelakang areola mammae

diaspirasi dengan 21-gauge needle yang melekat ke syringe 10 mL. Adanya cairan

yang terambil dilakukan pemeriksaan sitologi dan untuk kultur digunaka medium

transport yang sesuai untuk deteksi bakteri anaerob. Pasien diberi antibiotik mulai

dari Metronidazol dan Dicloxacillin sambil menunggu hasil kultur. Kebanyakan

kasus berrespon dengan baik, tetapi bila ditemukan pus, maka tindakan operatif

harus dilakukan. Abses subareolar biasanya unilocular dan sering mengenai satu

sistem duktus. USG preoperative dapat membantu menentukan daerah

perluasannya. Ahli bedah dapat mengambil tindakan simple drainage (ada risiko

problem berulang lagi) atau pembedahan definitive. Pada wanita child-bearing

age, simple drainage lebih dipilih, tetapi bila ada infeksi anaerob, infeksi berulang

sering terjadi. Abses berulang dengan fistula merupakan masalah yang sulit dan

diterapi dengan fistulectomy atau major duct excision (tergantung keadaan). Bila

Page 36: Case Based Discussion Rio

abses periareolar yang terlokalisasi berulang pada daerah yang sama dan terbentuk

fistula, tindakan yang lebih dipilih adalah fistulectomy. Di lain pihak, bila

subareolar sepsis difus, lebih dari 1 segmen atau lebih dari 1 fistula, makan total

duct excision lebih dipilih. Terapi antibiotik bermanfaat untuk infeksi berulang

setalh eksisi fistulasi, dan dikonsumsi 2-4 minggu direkomendasikan sebelum

total duct excision.

Nipple inversion: lebih banyak wanita yang meminta koreksi dari

congenital nipple inversion daripada nipple inversion sekunder dari duct ectasia.

Walaupun biasanya hasilnya memuaskan, wanita yang melakukannya untuk

alasan kosmetik harus selalu diberitahukan mengenai komplikasi operasi yaitu

perubahan sensasi puting, nekrosis puting, dan fibrosis postoperative dengan

retraksi puting. Oleh karena nipple inversion disebabkan oleh pemendekan duktus

subareolar, pemisahan komplit dari duktus-duktus ini cukup untuk memberikan

koreksi permanen dari kelainan ini.

Terapi untuk carcinoma mammae

Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Gambar 7. Macam-macam operasi carcinoma mammae

Page 37: Case Based Discussion Rio

Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan khemoterapi.

A. Modified radical mastectomy

Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation)

Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa digunakan oleh para ahli bedah.

Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon

M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor dan kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M. pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.

Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss

Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M. Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.

B. Total Mastectomy

Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia

Page 38: Case Based Discussion Rio

pectoralis. Total mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-sel ganas sebagai akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)

C. Segmental Mastectomy

Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:

Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh

tumornya saja. Cara ini tidak dianjurkan untuk Ca mammae

Eksisi seluruh tumor beserta jaringan

mammae yang melekat pada tumor untuk meyakinkan batas jaringan bebas

tumor.

Eksisi seluruh tumor beserta seluruh

quadrant mammae yang mengandung tumor dan kulit yang menutupinya

(quadranectomy).

Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-pasien dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa radiasi resiko kekambuhannya tinggi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006).

D. Hormonal terapi

30-40 % Ca mammae adalah hormon dependen. Hormonal terapi adalah terapi utama pada stadium IV disamping khemoterapi. Untuk wanita premenopause terapi hormonal berupa terapi ablasi yaitu bilateral oophorectomy. Untuk post menopause terapinya berupa pemberian obat anti esterogen, dan untuk 1-5 tahun menopause jenis terapi tergantung dari aktivitas efek esterogen. Efek esterogen positif dilakukan terapi ablasi, efek esterogen negative dilakukan pemberian obat-obatan anti esterogen (Schwartz’s, 2006).

E. Chemoterapy

Page 39: Case Based Discussion Rio

Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya diberikan kombinasi CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluorouracil).

Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita. Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran, obat-obat tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.

Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara. Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron. Tanpa ondansetron, penderita akan muntah sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah kemoterapi. Berat dan lamanya muntah bervariasi, tergantung kepada jenis kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama beberapa bulan, penderita juga menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi pada akhirnya efek samping tersebut akan menghilang.

Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan estrogen dan memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon (misalnya mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan penyakit jantung serta meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi tamoxifen tidak mengurangi hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat menopause.

Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:

Kanker yang didukung oleh estrogen

Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2

tahun setelah terdiagnosis

Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.

Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia

40 tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen

dalam jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami

menopause. Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan

obat pilihan pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan

Page 40: Case Based Discussion Rio

estrogen bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung

telur) atau terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium.

Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat hormon yang lain.

Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak digunakan untuk mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang. Hydrocortisone (suatu hormon steroid) biasanya diberikan pada saat yang bersamaan, karena aminoglutetimid menekan pembentukan hydrocortisone alami oleh tubuh.

F. Neoadjuvant chemoterapy

Kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan bedah ataupun terapi radiasi. Dengan adanya terapi ini, maka ahli bedah dapat melakukan terapi bedah konservatif pada Ca mammae stadium lanjut. Tujuan dari terapi ini adalah untuk menyusutkan tumor yang besar sehingga dapat dilakukan bedah konservatif untuk mengangkat tumor Tindakan bedah konservatif adalah yang dikenal dengan nama Breast Conserving Treatment yaitu tindakan bedah dengan hanya mengangkat tumor yang diikuti diseksi axilla dan radiasi kuratif.

G. Sentinel lymph nodes biopsy

Sentinel lymph nodes adalah nodi limfe yang pertama kali dicapai oleh sel kanker yang bermetastasis pada Ca mammae. Sentinel lymph nodes biopsy adalah prosedur diagnosis terbaru yang digunakan untuk mengetahui apakah sudah terdapat metastasis Ca mamme ke kelenjar limfe axilla. sel tumor, maka selanjutnya tidak perlu lagi mengangkat kelenjar limfe lainnya yang terdapat pada daerah axilla (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006).

H. Radiation therapy

Diberikan secara teratur selama beberapa minggu setelah dilakukan lumpectomy atau partial mastectomy dengan tujuan untuk membunuh sel tumor yang tersisa yang terdapat di dekat area tumor. Radiasi dilakukan tergantung dari besar tumor, jumlah KGB axilla yang terkena. Kadang terapi radiasi diberikan

Page 41: Case Based Discussion Rio

sebelum tindakan bedah untuk menyusutkan ukuran tumor yang besar sehingga mudah untuk diangkat.

Terapi radiasi sangat efektif mengurangi terjadinya rekurensi Ca mammae pada kedua mammae dan dinding thorax. Tipe terapi radiasi yang paling banyak digunakan untuk Ca mammae adalah terapi radiasi yang diberikan dari sumber yang berada diluar tubuh yang dikenal dengan nama external-beam radiation therapy. Terapi radiasi juga dapat diberikan dengan cara menanamkan pil ke dalam area tumor (internal radiation therapy) (Schwartz’s, 2006).

2.3.8 Prognosis

5-year survival rate untuk stadium I yaitu 94%, untuk stadium IIa yaitu 85%, untuk stadium IIb yaitu 70%, sedangkan untuk stadium IIIa yaitu 52%, stadium IIIb yaitu 48% dan untuk stadium IV yaitu 18% (Schwartz’s, 2006). Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis, tapi yang jelas berpengaruh adalah kondisi kelenjar limfe dan stadium. Survival 5 tahun pasca operasi pada kasus kelenjar limfe negatif dan positif adalah masing-masing 80% dan 59%, survival 5 tahun untuk stadium 0-I, II, dan III adalah masing-masing 92%, 73%, dan 47%. Sedangkan pada yang non-operabel, survival 5 tahun kebanyakan dilaporkan dalam batas 20%. Oleh karena itu dalam kondisi dewasa ini untuk meningkatkan angka kesembuhan kanker mammae kuncinya adalah penemuan dini, diagnosis dini, terapi dini dan tepat.1

  

PENCEGAHAN

Hampir setiap epidemiologi sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula pada kanker payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa:

Pencegahan primer

Page 42: Case Based Discussion Rio

Pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang "sehat" melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat.

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan populasi at risk dari kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Skrining melalui mammografidiklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara.

Karena itu, skrining dengan mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain:

·                     Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer risk assessement survey.

·                     Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk dilakukan mammografi setiap tahun.

·                     Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai usia 50 tahun.

Foster dan Constanta menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang melakukan pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas SADARI untuk mendeteksi kanker payudara hanya 26%, bila dikombinasikan

Page 43: Case Based Discussion Rio

dengan mammografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini menjadi 75%.

Pencegahan tertier

Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu, pengobatan yang diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan alternatif.2

Page 44: Case Based Discussion Rio

                                

Page 45: Case Based Discussion Rio

KESIMPULAN

1.                  Kanker payudara (Carcinoma mammae) didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal dari parenchyma.

2.                  Kurva insidens karsinoma payudara berdasar usia angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun atau bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini jarang sekali ditemukan pada wanita usia di bawah 20 tahun.

3.                  Untuk meningkatkan angka kesembuhan kanker mammae kuncinya adalah penemuan dini, diagnosis dini, terapi dini dan tepat.

                                                                  

Page 46: Case Based Discussion Rio

DAFTAR PUSTAKA

Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40.

Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual. London: Greenwich Medical Media. p 4, 5-6, 12, 20

Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood W.C, ed. Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University Press. p 107

Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second edition. Elsevier. p 453

Page 47: Case Based Discussion Rio

Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21

Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In: Schroder G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 67, 81-82

Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartz’s Principles of Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company.

Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Pathology of Benign Breast Disorders. In: Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 15

Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34

Skandalakis et all. 2000. Breast. Skandalakis Surgical Anatomy. Second edition. New York: Springer Science and Business Media Inc.

Zollinger R.M. 2003. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed. Zollinger Atlas of Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company

Wan desen, 2008. Onkologi klinis. Edisi 2. FK UI

Kanker payudara. 2010. http://.wikipedia.com, 18/01/10

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2005, Tumor ganas. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta.

National Breast Cancer Foundation. Stage of Breast Cancer. 2010. 18/01/10

Hemant Singhal, MD. Breast Cancer Evaluation. 2009. http://emedicine.com, 18/01/10

Susan Storck. Breast Lump Self Exam. 2008. http://medline.com, 18/01/10

Page 48: Case Based Discussion Rio