case baru

32
PRESENTASI KASUS KDK+ISPA+ Gizi Buruk Pembimbing : dr.Oki Fitriani, Sp.A Nama : Mestikarini Astari Nim : 110.2009.170 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Serang Fakultas Kedokteran Universitas YARSI 1

Upload: mestikarini-astari

Post on 20-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Laporan kasus

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

KDK+ISPA+ Gizi Buruk

Pembimbing : dr.Oki Fitriani, Sp.A

Nama : Mestikarini Astari

Nim : 110.2009.170

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Serang

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Januari

2014

1

Bab 1 Data Pasien

I. IDENTITAS

Nama : An. AS

Umur : 1 tahun 7 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Tarikolot RT 01 RW 01 Kel. Kemuning, kec. Waringin kurung, kab Serang, Banten.

Agama : Islam

Nama ibu : Tn. Yadi

No RM : 11.34.99

Tanggal masuk : 11 Februari 2014

Tanggal keluar : -

II. ANAMNESIS

Alloanamnesa oleh ibu pasien pada tanggal 11 Februari 2014

a. Keluhan Utama :

Terlihat lebih pucat dari biasanya

b. Keluhan Tambahan

Sesak Napas dan batuk.

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD Serang dengan keluhan terlihat lebih pucat dari biasanya sejak 1minggu SMRS, selain terlihat lebih pucat, ibu pasien mengatakan pasien mengalami sesak napas yang semakin memberat sehingga keluarga membawa pasien ke klinik Fatimah. Di klinik Fatimah, dokter mengatakan bahwa pasien terkena anemia serta kurang gizi.

2 hari SMRS ibu pasien mengatakan pasien demam yang dirasa naik turun juga napsu makan pasien semakin berkurang. Riwayat kejang disangkal, riwayat muntah disangkal, riwayat BAB cair disertai lendir dan darah disangkal, riwayat pilek disangkal.

Riwayat pasien lahir di bidan dengan persalinan normal dan berat lahir pasien 3200 gram. Pasien merupakan anak pertama, lahir langsung menangis. Saat ini pasien

2

diberi makan bubur sayur dan susu formula, ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah mendapatkan ASI. Pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap. Pasien saat ini sudah dapat duduk, tengkurap dan berbicara memanggil “mama”

d. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

e. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluhan yang sama pada keluarga pasien

f. Riwayat Kehamilan Ibu :

Riwayat hamil diurut-urut dukun, dan konsumsi obat-obatan selama kehamilan

disangkal ibu pasien.

g. Riwayat Kelahiran :

Riwayat pasien lahir di bidan dengan persalinan normal, langsung menangis saat lahir

dan berat lahir pasien 3200 gram.

h. Riwayat Imunisasi :

Pasien sudah imunisasi lengkap

i. Riwayat Makanan :

Pasien tidak pernah mengkonsumsi ASI sejak lahir, saat ini mengkonsumsi susu

formula dan bubur sayur.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Berat badan : 7, 2 Kg

Tinggi badan : 74 cm

Status Gizi : (BB /U) = 7, 2/ 19 =

Tanda-tanda vital :

Nadi = 101 x/menit

3

Pernapasan = 35 x/menit

Suhu = 36, 3 °C

Status Generalis :

Kepala : Normocephal

Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : Conjunctiva anemis -/- , sclera ikterik -/- , reflex cahaya +/+

diameter isokor, mata cekung -/-

Telinga : Sekret -/-.

Hidung : Pernapasan cuping hidung -/-, sekret -/-, deviasi septum -/-

Mulut : Lidah kotor, pernafasan oral sianosis –

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thoraks : Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis

Paru

Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri.

Perkusi : Sonor pada lapangan dada.

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada.

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, ada murmur, tidak ada gallop

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak datar

Auskultasi : Bising usus (+)

Palpasi : Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, turgor kulit baik

Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen

Ektremitas : Tidak ada edema, akral hangat, tidak ada deformitas.

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

4

Darah tanggal 5 Februari 2014:

Hemoglobin 2,00

Leukosit 11.110

Hematokrit 6, 50

Trombosit 201.000

Eritrosit 0, 88

MCV 74, 20

MCH 22, 76

MCHC 30, 80

GDS 107

Natrium 131, 80

Kalium 3, 53

Klorida 102, 06

Morfologi darah tepi:

Eritrosit Hipokrom Mikrositer, anisopoikilositosis

(sel ovalosit, sel cygar shape, sel tear

drop)

Leukosit Jumlah cukup, limfosit atipik (+)

( eosinofil 2, Batang 3, Segmen 39,

monosit 9, limfosit 47)

Trombosit Jumlah cukup, morfologi normal

Kesan: Observasi anemia dan Inflamasi

5

FESES 6 Februari 2014:

1. Makroskopis

Warna Coklat

Bau Khas

Darah Neg

Konsistensi Lembek

Lendir +

pH

2. Mikroskopis

Leukosit Penuh

Eritrosit 0 – 1

Makrofag Neg

Sisa Makanan +

Telur Cacing Neg

Amuba Neg

Amilum Neg

Lemak Neg

Lain- lain -

URINE

Albumin Neg

Glukosa Neg

Keton Neg

6

Bilirubin Neg

Darah Samar Neg

Nitrit Neg

Urobilinogen Normal

SEDIMEN

Leukosit 4 – 5

Eritrosit 1 – 2

Epitel +

Silinder Neg

Jenis -

Kristal Neg

Jenis -

Bakteri +

Jamur Neg

Lain – lain -

Albumin 24 jam -

Darah rutin tanggal 8 Februari 2014 :

Hemoglobin 5, 60

Leukosit 6.600

Hematokrit 18, 60

Trombosit 123.000

7

V. DIAGNOSIS KERJA :

Anemia Gravis susp. Thalasemia + Gizi Buruk + PJB ASD

VI. DIAGNOSIS BANDING :

VII. TATALAKSANA

Medikamentosa

O2

Transfusi PRC 70cc, 70cc, 70cc

IVFD NaCl 0, 9% 8tpm

Inj. Cefotaxim 3 x 250 mg/iv

Inj. Ampicilin 4 x 200 mg/iv

Sup. Propiretik 80 mg

Drop Paracetamol 3 x 0, 8 cc

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

8

IX. FOLLOW UP

9

10

Tanggal

7

Februari

2014

BB:7 Kg

S = Sesak Napas +, batuk +

O = KU/KS = Tampak sakit sedang/compos mentis

Nafas = 40 x/mnt

Nadi = 148 x/menit Suhu = 35,8 °C

Kepala = Normocephal

Mata = Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik

Hidung = Discharge (-), PCH (-)

Mulut = Sianosis (-)

Leher = Pembesaran KGB (-)

Thorax = Statis simetris dinamis

Jantung = BJ I – II regular, Murmur (+), Gallop (-)

Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)

Abdomen = BU (+), turgor kulit baik

Ekstremitas = Akral hangat

A =

P = O2

Transfusi PRC 70cc, 70cc, 70cc

IVFD NaCl 0, 9% 8tpm

Inj. Ceftriaxone 3 x 250 mg/iv

Inj. Ampicilin 4 x 200 mg/iv

Sup. Propiretik 80 mg

Drop Paracetamol 3 x 0, 8 cc

8

Januari

2014

BB 7 kg

S = Batuk +

O = KU/KS = Tampak sakit sedang/compos mentis

Nafas = 40x/mnt

Nadi = 96x/menit Suhu = 35,8°C (aksila)

Kepala = Normocephal

Mata = Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak

cekung

Hidung = Discharge (-), PCH (-)

Mulut = Sianosis (-)

Leher = Pembesaran KGB (-)

Thorax = Statis simetris dinamis

Bab 2. Tinjauan Pustaka

GIZI BURUK

1. Definisi

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur

(BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI, 2011),

sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak

berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan

tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.1,4

2. Epidemiologi

Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia

telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita

yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningka tdari 6,3% menjadi

7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995. Upaya pemerintahan tara

lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan

peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada

tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998;

8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali

menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan

bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-

kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA). Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO

menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19 %

diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32 % penyebab lain.5

Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini dapat

dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4% pada tahun

2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah nominal

anak gizi buruk masih relatif besar.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi provinsi NTB

untuk gizi buruk dan kurang adalah 24,8%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian

program perbaikan gizi tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk NTB sebesar 24,8%

berada di atas nasional yang 18,5% maka NTB belum melampaui target nasional 2015

sebesar 20%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, dikatakan bahwa prevalensi gizi buruk

NTB sebesar 10,6% (Tim Penyusun, 2011). Sedangkan menurut data hasil pemantauan status

11

gizi (PSG) tahun 2009 tahun 2009 prevalensi gizi buruk di NTB sebesar 5,49 dan tahun 2010

turun menjadi 4,77. 1

3. Klasifikasi Gizi Buruk

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-

kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-

masing tipe yang berbeda-beda.

3.1 Marasmus

Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet

yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan

orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi congenital.

Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.6

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul

diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit

(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit,

gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering

rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut

adalah gejala pada marasmus adalah : 4

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,

tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

3.2 Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya

mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya

terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua

punggung kaki sampai seluruh tubuh.

Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan kimia,

gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai

biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare

12

kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka

bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik .6

Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan

masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan

atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin

dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk

malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama berada di daerah

industri belum bekembang.6

Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau

iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamuna,

kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan udem.

Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius dan

konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan

tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering terdapat infiltrasi lemak.

Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering

ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal,

laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal

stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat

dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah

yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi

atau dapat generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada

anak yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada

warna rambut (hipokromotrichia) .

Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual, muntah,

dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin

ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan apati sering ada.

Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.6

Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada

penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab

d. Pandangan mata anak sayu

13

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal

pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat

kehitaman dan terkelupas.

3.3 Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan

marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk

pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <

60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,

kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.4

4. Etiologi

Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor,

baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut Depkes RI

(1997) dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita

adalah penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan anak,

sedangkan faktor penyebab tidak langsung merupakan faktor sepertitingkat sosial ekonomi,

pengetahuan ibu tentang kesehatan, ketersediaan pangan ditingkat keluarga, pola konsumsi,

serta akses ke fasilitas pelayanan. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan

penting. Di bawah ini dijelaskan beberapa faktor penyebab tidak langsung masalah gizibalita,

yaitu:

a. Tingkat Pendapatan Keluarga.

Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk

konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap

perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi

yang berlawanan hampir universal.

Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada para orang tua dalam hal

memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam kondisi yang higienis.

b. Tingkatan Pengetahuan Ibu tentang Gizi.

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada

tiga kenyataan yaitu:

14

Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal.

Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu

yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka ia akan

semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi.

Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian status

gizi balita. Dengan demikian ibu bias lebih bijak menanggapi tentang masalah yang berkaitan

dengan gangguan status gizi balita.

c. Tingkatan Pendidikan Ibu.

Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat

pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan,

kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan

dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula pada factor

social ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan

dan tempat tinggal.

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan

memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bias dijadikan landasan untuk

membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan

diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan

bias mengambil tindakan secepatnya.

Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk menghadapi

berbagai masalah, missal memintakan vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu

diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar

pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik.

Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan kesehatan

anak maupun salah satu penjelasannya.

d. Akses Pelayanan Kesehatan.

15

Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service)dan

pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan

masyarakat adalah merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan utamanya adalah

pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran

masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak

melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).

Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan danstatus gizi

pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-anak kecil,

sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling sering melayani

masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui program-program

pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap dan dekat dengan

masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan. Dengan akses kesehatan

masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan pengetahuan gizi masyarakat akan

terpenuhi.

4. Diagnosis

Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan

pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan

lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh karena

adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi buruk ringan

dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat

badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.2

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran

antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila :

BB/TB kurang dari -3SD (marasmus)

Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh(kwashiorkor : BB/TB

> -3SD atau marasmik-kwashiorkor : BB/TB < -3SD.

Jika BB/TB ata BB/PB tidak dapat diukur dapat digunakan tanda klinis berupa anak

tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah

kulit terutama pada kedua bahu lengan pantat dan pah; tulang iga terlihat jelas dengan atau

tanpa adanya edema.7

Pada setiap anak gizi buruk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis

terdiri dari anamnesia awal dan lanjutan.

16

Anamnesis awal (untuk kedaruratan) :

Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare

(encer/darah/lender)

Kapan terakhir berkemih

Sejak kapan kaki dan tangan teraba dingin

Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi dan/atau

syok, serta harus diatasi segera.

Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,

dilakukan setelah kedaruratan tertangani)

Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit

Riwayat pemberian ASI

Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir

Hilangnya nafsu makan

Kontak dengan campak atau tuberculosis paru

Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir

Batuk kronik

Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

Berat badan lahir

Riwayat tumbuh kembang

Riwayat imunisasi

Apakah ditimbang setiap bulan

Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang social anak)

Diketahui atau tersangka infeksi HIV .7

Pemeriksaan Fisik

Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.

Tentukan status gizi dengan menggunakn BB/TB-PB

Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk

Tanda syok (akral dingin, CRT lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran menurun

Demam (suhu aksilar ≥ 37,5 C) atau hipotermi (suhu aksilar <35,5 C)

Frekuensi dan tipe pernafasan : pneumonia atau gagal jantung

Sangat pucat

Pembesaran hati dan ikterus

17

Adakah perut kembung, bising usus melemah atau meningkat, tanda asites

Tanda defisiensi vitamin A (bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia)

Ulkus pada mulut

Fokus infeksi : THT, paru, kulit

Lesi kulit pada kwashiorkor

Tampilan tinja

Tanda dan gejala infeksi HIV

5. Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk

Berikut disertakan alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk

Bagan 1. Alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk

18

Selain itu, berikut disertakan alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/puskesmas

perawatan.

Bagan 2. Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk di Rumah Sakit/Puskesmas Perawatan

19

Berikut juga disertakan salah satu tatalaksana anak dengan gizi buruk tanpa tada

bahaya atau tanda penting tertentu.

Bagan 3. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase

transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana

yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita

kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

1. Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga

ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini

20

dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada

kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien

kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama

adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2%

tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada,

berikan ASI.

Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan

untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair,

kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan

keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk

meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3

jam.

Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat

pipa (per-sonde)

2. Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara

berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai

150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.

3. Tahap Lanjutan

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh

makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya

diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,

memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.

21

Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda

hipoglikemia.

b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat

hipomagnesimia.

d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau

100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A

diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal

400.000 SI.

e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi

(Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai

KKP berat.

Tabel 1.Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk

22

6. Dampak Gizi Buruk

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan

dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi

yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem,

karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan

mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak

porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik

sehingga mudah sekali terkena infeksi.

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena

berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah

kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah

kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun

tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar

ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan

maupun perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat

kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun

terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat

beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak

ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap

perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan

perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,

penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian,

gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060.

2. Herry Garna, Heda Melinda DN. Pedoman Diagnosis dan terapi, edisi 3, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung.2005; XII; 597-600.

3. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.2006:1 ± 14.

4. Herry Garna, Heda Melinda DN. Pedoman Diagnosis dan terapi, edisi 3, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung.2005; II; 47 - 54.

5. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. World Health Organization. 2009: VII; 193 – 197.

6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta. 2011.

24