case hpp baru

Upload: fania-pancar-fadilla

Post on 13-Jul-2015

435 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS PERDARAHAN POST PARTUM e.c ATONIA UTERI

PEMBIMBING : Dr. Unggul Yudatmo, Sp.OG

DISUSUN OLEH : Fania Pancar Fadilla (030.06.086) Novi Lutfiyanti (030.06.182) Raffi Fauzi (030.06.203) Ragil Dicky Laksmana (030.06.204)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RSUD KARAWANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 12 SEPTEMBER 2011-20 NOVEMBER 2011 KARAWANG

BAB I LAPORAN KASUS

I. Nama Umur

IDENTITAS PASIEN : Ny. I : 34 tahun : Perempuan : Mekarjati 01/02 Cikampek Timur, Karawang : Islam : Sunda : Menikah : SD : Ibu Rumah Tangga : 16 Oktober 2011 Pk.18.00

Jenis kelamin Alamat Agama Suku Status perkawinan Pendidikan terakhir Pekerjaan Masuk RS tanggal

II.

ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA P3A0 datang atas rujukan bidan dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir sejak 5 jam SMRS

KELUHAN TAMBAHAN P3A0 datang atas rujukan bidan dengan perdarahan pasca persalinan dan syok. Pasien mengalami perdarahan dari jalan lahir setelah melahirkan 5 jam SMRS. Pasien

melahirkan pada tanggal 16 Oktober 2011 pada jam 12.30 ditolong oleh Paraji, secara spontan. Bidan mengatakan plasenta sudah lahir oleh paraji secara spontan, plasenta keluar memakan waktu kurang lebih 15-20 menit. Setelah plasenta keluar pasien masih

mengeluarkan banyak darah, darah yang keluar menghabiskan 3 pembalut penuh sampai membasahi kain. Darah berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan gumpalangumpalan. Pasien merasa sangat lemas dan pusing. riwayat alergi, asma, darah tinggi dan kencing manis disangkal. Menarche : 14 tahun Menikah : 20 tahun

Riwayat obstetri : 1. perempuan,17 tahun,bidan,3000gr 2. Perempuan,8 tahun,Paraji,3000gr 3. perempuan,5 Jam,Paraji,3500 gr

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Tekanan darah : 80/60 mmHg Suhu Nadi Pernafasan : 37,4 c : 118x/m : 30x/m : Tampak Sakit Berat : Somnolen

Kepala Mata Thorax

: normocephali : CA +/+ , SI -/: Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-), gallop(-) Paru : Suara nafas vesikuker, wheezing -/- , ronchi -/-

Abdomen Inspeksi: datar, simetris Palpasi : lunak pada bagian fundus, nyeri tekan(-) , TFU: 1 jari dibawah pusat Perkusi : timpani Auskultasi : bising usus (+) normal Genitalia :

Vulva/Vagina : t.a.k, darah (+) Pemeriksaan dalam: stolsel (-), pembukaan portio cervix 2 jari Ekstremitas atas Oedem -/Ekstremitas bawah Oedem -/: akral dingin +/+ : akral dingin +/+

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 16 Oktober 2011 Hb Leukosit Trombosit BT/CT HBsAg Gol. Darah : 3,8 gr/dl : 14.200 /uL : 236.000 /uL : 3 menit/12 menit : negative : A+

RESUME P3A0 datang atas rujukan bidan dengan perdarahan pasca persalinan dan syok. Pasien mengalami perdarahan dari jalan lahir setelah melahirkan 5 jam SMRS ditolong oleh Paraji,

secara spontan, plasenta sudah lahir oleh paraji secara spontan, memakan waktu kurang lebih 1520 menit. Setelah plasenta keluar pasien masih mengeluarkan banyak darah, 3 pembalut penuh sampai membasahi kain, darah berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan gumpalangumpalan. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit berat, dengan kesadaran somnolen. TD 80/60 mmHg, suhu 37,4 C, Nadi 118x/menit, Pernapasan 30x/m, CA +/+, pada palpasi abdomen teraba lunak pada bagian fundus. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 3,8 gr/dl, Leukosit: 14.200 /uL,Trombosit: 236.000 /uL, BT/CT: 3 menit/12 menit

DIAGNOSA KERJA P3A0 Post partum 5 jam + HPP e.c atonia uteri + anemia gravis

PENATALAKSANAAN O2 nasal kanul 2-3 liter / menit IVFD RL guyur Drip oksitosin 5 IU 20 tetes/menit, selanjutnya 3x1 ampul Transfusi WB 4 labu sampai dengan Hb 8 g/dL Ceftriaxone 1x2 gram Metronidazole infuse 3x500 mg Kaltrofen supp 2x1 FOLLOW UP 17 Oktober 2011S O Tanda vital Kepala Thorax : jantung Paru Mammae: TSS/CM TD : 110/60 mmHg S: 36,6C N: 80x/m RR : 26 x/menit

Normocephali, mata CA+/+, SI-/BJ I & II Reguler, Murmur(-), Gallop(-) Suara Nafas Vesikuker, wheezing -/- , Ronchi -/ASI +/+, retraksi -/-

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Bising usus Genitalia Vulva/vagina Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Laboratorium A Datar, simetris Supel, Nyeri tekan(-), TFU 2 jari bawah pusat Timpani (+) normal Lochia (+) Akral hangat (+), oedem (-) Akral hangat (+), oedem (-) Hb: 5,8 g/dl P3A0 Partus Maturus Spontan + HPP e.c atonia uteri + nifas hari ke 1 + anemia + post tranfusi WB 2 kolf

P

Ceftriaxone 2 x 1gr (i.v) Vitamin C 2 x 1 tab (p.o)

18 Oktober 2011S O Tanda vital Kepala Thorax : jantung Paru Mammae: Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Bising usus Genitalia Vulva/vagina Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Laboratorium A Datar, simetris Supel, Nyeri tekan(-), TFU 2 jari bawah pusat Timpani (+) normal Lochia (+) Akral hangat (+), oedem (-) Akral hangat (+), oedem (-) Hb: 7,8 g/dl P3A0 Partus Maturus Spontan + HPP e.c atonia uteri + nifas hari ke 2 + anemia + post tranfusi PRC 3 kolf TSS/CM TD : 110/70 mmHg S: 36,7C N: 88x/m RR : 24 x/menit

Normocephali, mata CA-/-, SI-/BJ I & II Reguler, Murmur(-), Gallop(-) Suara Nafas Vesikuker, wheezing -/- , Ronchi -/ASI +/+, retraksi -/-

P

Cefadroksil 3x500mg (p.o) Vitamin C 2 x 1tab (p.o)

PROGNOSIS ad vitam : dubia ad bonam

ad sanationam : dubia ad bonam ad functionam : dubia ad bonam

PEMBAHASAN KASUS P3A0 datang atas rujukan bidan dengan perdarahan pasca persalinan dan syok. Pasien mengalami perdarahan dari jalan lahir setelah melahirkan 5 jam SMRS ditolong oleh Paraji, secara spontan, plasenta sudah lahir oleh paraji secara spontan, memakan waktu kurang lebih 1520 menit. Setelah plasenta keluar pasien masih mengeluarkan banyak darah, 3 pembalut penuh sampai membasahi kain, darah berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan gumpalangumpalan. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit berat, dengan kesadaran somnolen. TD 80/60 mmHg, suhu 37,4 C, Nadi 118x/menit, Pernapasan 30x/m, CA +/+, pada palpasi abdomen teraba lunak pada bagian fundus. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 3,8 gr/dl, Leukosit: 14.200 /uL, Trombosit: 236.000 /uL, BT/CT: 3 menit/12 menit. Gejala ini dapat dimasukkan kedalam diagnosis Perdarahan Pasca Persalinan ec Atonia uteri, karena pada anamnesis didapatkan pasien mengeluarkan darah hingga 3 pembalut penuh sampai membasahi kain, hal ini sesuai dengan definisi perdarahan pasca persalinan yaitu darah lebih dari 500 cc pada persalinan per vaginam setelah bayi lahir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada palpasi abdomen teraba lunak pada bagian fundus, hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis atonia uteri yaitu adanya kontraksi rahim yang buruk. Selain itu pada kasus perdarahan pasca persalinan ec atonia uteri, pada umumnya disertai tanda-tanda syok hipovolemik, seperti yang ditemukan pada pasien yaitu: TD 80/60 mmHg, suhu 37,4 C, Nadi 118x/menit, Pernapasan 30x/m, akral dingin pada keempat ekstremitas. Penyebab perdarahan pasca persalinan lainnya seperti robekan jalan lahir, retensio plasenta, maupun sisa plasenta dapat tersingkirkan karena pada anamnesis didapatkan plasenta telah lahir secara spontan dan pada pemeriksaan fisik vulva/vagina tidak terdapat tanda-tanda

robekan/laserasi jalan lahir, dan pada pemeriksaan penunjang didapatkan trombosit 236.000 /uL, BT/CT: 3 menit/12 menit, hal ini dapat menyingkirkan diagnosis perdarahan pasca persalinan ec gangguan koagulasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERDARAHAN POST PARTUM

Definisi Perdarahan post partum adalah kehilangan darah lebih dari 500 cc pada persalinan per vaginam ataupun 1000 cc pada persalinan per abdominan setelah bayi lahir.3 Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan pengobatan sebagai perdarahan postpartum.

Epidemiologi Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.1 Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1

Klasifikasi Perdarahan post partum dibagi dalam1 : y Perdarahan post partum dini (early), bila terjadi dalam 24 jam postpartum.

Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retentio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama y Perdarahan post partum lambat (late), bila pada lebih dari 24 jam dan kurang dari 6 minggu postpartum. Faktor resiko dan penyebab Penyebab HPP dikenal sebagai 4 T, yaitu Tone, Tissue, Trauma dan Thrombin. Terdapat beberapa faktor resiko bagi wanita untuk terjadinya HPP akibat salah satu atau lebih dari keempat T tersebut. Walaupun demikian, 2/3 dari kasus perdarahan postpartum terjadi pada wanita yang tidak memiliki resiko. Etiologi Kontraksi uterus abnormal (tone) - overdistensi uterus Faktor resiko - polihidramnion - kehamilan ganda - makrosomia

- kelelahan otot uterus

- persalinan yang cepat - persalinan lama - paritas tinggi

- infeksi intra amnion

- demam - ketuban pecah

- kelainan fungsional atau anatomi - uterus fibroid uterus - plasenta previa - anomali uterus Sisa konsepsi - sisa konsepsi (tissue) - plasenta yang abnormal - sisa kotiledon suksenturiata atau lobus - plasenta lahir tidak lengkap - scar uterus sebelumnya - paritas tinggi akibat operasi

- abnormal plasenta saat USG

-sisa bekuan darah Trauma genitalia (trauma) - laserasi perineum serviks, vagina

- atonia uteri atau - persalinan presipitatus - persalinan pervaginam operatif

- malposisi - perpanjangan laserasi saat SC - deep engagement

- operasi uterus sebelumnya - ruptura uteri - paritas tinggi - inversio uteri Gangguan koagulasi (trombin) Kelainan yang telah ada sebelumnya seperti: - hemofilia A - penyakit Von Willebrand - riwayat koagulopati herediter - riwayat gangguan hepar - fundal plasenta

Didapat saat kehamilan: - ITP - trombositopenia pd PEB - DIC - preeklampsia IUFD Infeksi berat Solusio plasenta Emboli cairan ketuban - memar - peningkatan tekanan darah - IUFD - demam, peningkatan lekosit - HAP - kolaps

Terapi antikoagulan

Riwayat bekuan darah

Etiologi early HPP biasanya disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, laserasi jalan lahir, ruptura uteri, inversio uteri, plasenta akreta, dan gangguan koagulasi herediter. Penyebab late HPP biasanya disebabkan oleh sisa plasenta, dan subinvolusi dari placental bed. Early HPP lebih sering terjadi, melibatkan perdarahan yang masif dan menimbulkan morbiditas, dan terutama oleh atonia uteri.1,3,4 Diagnosis Diagnosis biasanya tidak sulit. Kriteria diagnostik yang digunakan untuk menegakkan diagnosa perdarahan post partum : 1,4 y y perdarahan banyak yang berlangsung terus menerus setelah bayi lahir. Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin, serta tampak darah keluar dari kemaluan terus-menerus. y Pada pemeriksaan obstetrik, mungkin ditemukan kontraksi uterus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Sedangkan bila ada karena perlukaan maka pada pemeriksaan didapatkan kontraksi uterus baik. y Pemeriksaan dalam dilakukan bila keadaan telah diperbaiki dapat diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan sisa plasenta. GEJALA DAN TANDA TANDA DAN GEJALA DIAGNOSIS KERJA LAIN Atonia uteri pada posis akan darah Robekan jalan lahir

Uterus tidak berkontraksi Syok dan lembek Perdarahan Bekukan darah segera setelah anak lahir serviks atau terlentang menghambat aliran ke luar Darah segar yang Pucat mengalir segera setelah Lemah bayi lahir Menggigil Uterus kontraksi dan keras

Plasenta lengkap Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera (P3) Uterus berkontraksi dan keras Tali pusat putus akibat Retensio plasenta traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan

Plasenta atau sebagian Uterus berkontraksi tetapi Tertinggalnya sebagian selaput (mengandung tinggi fundus tidak plasenta atau ketuban pembuluh darah) tidak berkurang lengkap Perdarahan segera (P3) Uterus tidak teraba Neurogenik syok Lumen vagina terisi masa Pucat dan limbung Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Sub-involusi uterus Anemia Nyeri tekan perut bawah Demam dan pada uterus Perdarahan Lokhia mukopurulen dan berbau Inversio uteri

Endometristis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak) Late postpartum hemorrhage Perdarahan postpartum sekunder

Penatalaksanaan Terapi terbaik ialah pencegahan. Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia.1 Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan postpartum. 10 satuan oksitosin diberikan IM segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin IM. 1 Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, 2 hal harus dilakukan yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan.

Management of Postpartum Haemorrhage5 PPH

Asses Maternal ABCs Maternal Resuscitation

Massage Uterus

Bleeding Stopped

Placenta In

Manually remove Explore Uterus Massage Uterus

Oxytocin 20 U/l crystalloid Cross-match 2 units Bimanual Compression

Bleeding Stopped

Bleeding Stopped

Uterus Still Atonik

Inspect for and repair Vaginal/ Cervical trauma Consider/treat Coagulopathy

Hemabate 0,25 mg IM/IU +/-Ergonovine 0,25 mg IM

Bleeding Stopped

Penatalaksanaan setelah plasenta lahir4 Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah uterus berkontraksi dengan baik, atau adakah perdarahan karena atonia uteri? Pada kasus dengan faktor predisposisi atonia uteri, setelah bayi lahir disuntikkan synthetic oxytocin 10 UI IM. Apabila dalam 30 menit plasenta belum lahir dilakukan pengeluaran plasenta secara manual. Tetapi bila terjadi perdarahan banyak meskipun belum sampai 30 menit plasenta juga harus segera dilahirkan. Setelah plasenta lahir disuntikkan uterotonika methyl ergometrin maleat 0,2 mg IV sekaligus dilakukan pemijatan pada corpus uteri. Apabila kontraksi uterus tetap jelek dan perdarahan terus terjadi, maka dipasang infus synthetic oxytosin 10 UI, pasang dower catheter, berikan oxygen dan teruskan pemijatan uterus. Cari penyebab dari perdarahan post partum apakah hipotonia uteri, robekan jalan lahir, sisa placenta ataukah gangguan pembekuan darah. Therapy sesuai penyebab yang ditemukan. Pada kasus dengan perdarahan pasca persalinan dengan kontraksi uterus baik, maka segera dilakukan inspekulo untuk melihat robekan serviks atau vagina. Bila ditemukan segera lakukan penjahitan/ hemostasis. Pada gangguan pembekuan darah : transfusi darah segar/ plasma segar/ fibrinogen.

I.

ATONIA UTERI

Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum; sekurang-kuranya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup: 1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti pada: Polihidramnion Kehamilan kembar Makrosomi 2. Persalinan lama 3. Persalinan terlalu cepat 4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin 5. Infeksi intrapartum 6. Paritas tinggi

Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko ini, maka penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atoni uteri postpartum. Meskipun demikian, 20% atoni uteri postpartum dapat terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor risiko ini. Adalah penting bagi semua penolong persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan. Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif, yaitu: 1. Menyuntikan Oksitosin - Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.

- Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah. 2. Peregangan Tali Pusat Terkendali

Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat - Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva - Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial 3. Mengeluarkan plasenta - Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva. - Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak 5-10 dari vulva. - Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit - Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m - Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh - Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual 4. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.

5. Masase Uterus - Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras) 6. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan - Kelengkapan plasenta dan ketuban - Kontraksi uterus - Perlukaan jalan lahir

Langkah-langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri pascapersalinan No. 1. Langkah Keterangan

Lakukan masase fundus uteri segera Masase merangsang kontraksi setelah plasenta dilahirkan uterus. Sambil melakukan masase sekaligus dapat dilaku-kan penilaian kontraksi uterus Bersihkan kavum uteri dari selaput Selaput ketuban atau gumpalan ketuban dan gumpalan darah. darah dalam kavum uteri akan dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik Mulai lakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit Sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan tindakan ini. Jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain

2.

3.

4.

Minta keluarga untuk melakukan Bila penolong hanya seorang diri, kompresi bimanual eksterna keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkahlangkah selanjutnya. Berikan Metil ergometrin 0,2 mg Metil ergometrin yang diberikan intramuskular/ intra vena secara intramuskular akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan

5.

menyebabkan kontraksi uterus Pemberian intravena bila terpasang infus sebelumnya 6. sudah

Berikan infus cairan larutan Ringer Anda telah memberikan Oksitosin laktat dan Oksitosin 20 IU/500 cc pada waktu penatalaksanaan aktif kala tiga dan Metil ergometrin intramuskuler. Oksitosin intravena akan bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi. Ringer Laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi selama 6 langkah pertama, sangat mungkin bahwa ia mengalami perdarahan postpartum dan memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat.

7.

Mulai lagi kompresi bimanual interna Jika atoni tidak teratasi setelah 7 atau langkah pertama, mungkin ibu mengalami masalah serius lainnya. Pasang tampon uterovagina Tampon uterovagina dapat dilakukan apabila penolong telah terlatih. Rujuk segera ke rumah sakit

8.

Buat persiapan untuk merujuk segera

Atoni bukan merupakan hal yang sederhana dan memerlukan perawatan gawat darurat di fasilitas dimana dapat dilaksanakan bedah dan pemberian tranfusi darah

9.

Teruskan cairan intravena hingga ibu Berikan infus 500 cc cairan pertama mencapai tempat rujukan dalam waktu 10 menit. Kemudian ibu memerlukan cairan tambahan, setidak-tidaknya 500 cc/jam pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak mempunyai cukup persediaan cairan intravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga tersebut secara perlahan, hingga cukup untuk sampai di tempat rujukan. Berikan ibu minum

untuk tambahan rehidrasi. 10. Lakukan laparotomi : Pertimbangkan antara tindakan mempertahankan uterus dengan ligasi arteri uterina/ hipogastrika atau histerektomi. Pertimbangan antara lain paritas, kondisi ibu, jumlah perdarahan.

Kompresi Bimanual Internal Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang ditampung dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan kompresi, pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau hingga pasien sampai di tempat rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksaan atonia uteri.

Gambar 1 .Kompresi bimanual uteri internal

Kompresi Bimanual Eksternal Letakkan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan sedapat mungkin meraba bagian belakang uterus. Letakan tangan yang lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus di antara kedua tangan tersebut.

Gambar 2 .Kompresi bimanual eksternal

II.

PERLUKAAN JALAN LAHIR

Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan terdiri dari: a. Robekan Perineum b. HematomaVulva c. Robekan dinding vagina d. Robekan serviks e. Ruptura uteri Robekan Perineum Dibagi atas 4 tingkat Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani Tingkat IV : robekan sampai mukosa rectum Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau melingkar. Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.

Pengelolaan a. Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva

Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit. 1. Robekan perineum tingkat I Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight). 2. Robekan perineum tingkat II Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masingmasing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur. 3. Robekan perineum tingkat III Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 3 jahitan catgut kromik sehingga

bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II. 4. Robekan perineum tingkat IV Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota. b. Hematoma vulva 1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.

2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar. c. Robekan dinding vagina 1. Robekan dinding vagina harus dijahit. 2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit. d. Robekan serviks Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster (Gambar 2.3). Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.

A. Jahitan pertama dimulai dari puncak B. Sebagian robekan serviks setelah robekan pada serviks dijahit

III.

RETENSIO PLASENTA

Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Dapat terbagi atas: y Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta adhesiva. y Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta akreta. y Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta inkarserata. Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual. Penanganan :1,2 Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya jika kita menghadapi perdarahan post partum lanjut. Jika plasenta belum lahir, harus diusahakan mengeluarkannya. Dapat dicoba dulu parasat Crede, tetapi saat ini tidak digunakan lagi karena memungkinkan terjadinya inversio uteri. Tekanan yang keras akan menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri keras dengan kemungkinan syok. Cara lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara Brandt, yaitu salah satu tangan, penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan penekanan kearah atas belakang, maka badan rahim terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka tali pusat tidak tertarik keatas. Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu

megeluarkan plasenta. Tetapi kita tidak dapat mencegah plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya melainkan sebagian masih harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Tehnik ini kita kenal sebagai plasenta manual. Indikasi Plasenta manual y y y Perdarahan pada kala III persalinan kurang lebih 500 cc Retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir Setelah persalinan yang sulit seperti forceps, vakum, perforasi dilakukan eksplorasi jalan lahir. y Tali pusat putus

Tehnik Plasenta Manual3 Sebelum dikerjakan penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus Ringer Laktat. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva, lakukan desinfeksi pada genitalia eksterna begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong (setelah menggunakan sarung tangan). Kemudian labia dibeberkan dan tangan kanan masuk secara obstetris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang menyusun tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dengan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.

Gambar .Pelepasan plasenta secara manual

IV.

SISA PLASENTA

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 10

hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok. Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim. Pengelolaan 1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. 2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. 3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. Hanifa Wiknjosastro, DSOG. Ilmu kebidanan. Jakarta : yayasan bina pustaka sarwono prawiharjo, 1999 2. Cunningham, F. Gary. Williams obstetrics. 18th edd. Appleton & lange. Penerbit buku kedokteran-EGC. 1995 3. Bagian Obstetri & ginekologi, Fak. Kedokteran Univ. Padjadjaran Bandung. patologi, Penerbit Elstar Offset, Bandung, 1981. 4. Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. 5. The Society of Obstetricans & Gynaecologist of Canada. Alarm Course Syllabus. 9 Edition, 2002. 6. Hill Craw Mc. Medical Publishing Division. OBSTETRIC & GYNECOLOGIC EMERGENCIES (Diagnosis and management). New York. 7. www. General Java Online. Maternal & Neonatal Health. OBSTETRIC & NEONATAL EMERGENCY. 2003 Obstetri