case hpp obgyn
DESCRIPTION
Case Koass ObgynTRANSCRIPT
KASUS
PERDARAHAN POSTPARTUM
Disusun Oleh:
Christy Suryandari 030.08.0
Dewi Setyowati Widjojo 030.08.076
Dokter Pembimbing :
dr. Rhabbi, SpOG
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 13 JANUARI 2014 s/d 21 MARET 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus dengan judul
”PERDARAHAN POSTPARTUM”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, dr. Rhabbi, SpOG
sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Kebidanan dan
Kandungan
di RSUD Karawang periode 13 Januari 2014 s/d 21 Maret 2014
Jakarta, Februari 2014,
(dr. Rhabbi, SpOG)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala nikmat
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul “PERDARAHAN
POSTPARTUM” ini. Adapun penulisan kasus ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah
satu tugas kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah
Karawang periode 13 Januari 2014 s/d 21 Maret 2014
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Rhabbi, SpOG
selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan kasus
ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut serta membantu
penyusunan kasus ini yang tidak mungkin diselesaikan tepat waktu jika tidak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak.
Demikian kata pengantar ini penulis buat. Untuk segala kekurangan dalam kasus ini,
penulis memohon maaf dan juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif bagi
perbaikan kasus ini. Terima kasih.
Jakarta, Februari 2014,
(Penulis)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I : PENDAHULUAN 5
BAB II : LAPORAN KASUS
Status Pemeriksaan Pasien 6
Analisa Kasus 12
BAB III : TINJAUAN PUSTAKA
Definisi 15
Epidemiologi 15
Etiologi 15
Faktor Risiko 22
Diagnosis 22
Pencegahan & Management 23
BAB IV : KESIMPULAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
BAB I
PENDAHULUAN
Yang paling dikenal sebagai tiga penyebab klasik kematian ibu disamping infeksi dan
preklampsia adalah perdarahan. Apabila kita berbicara tentang persalinan sudah pasti
berhubungan dengan perdarahan, karena semua persalinan baik pervaginam ataupun
perabdominal (sectio cesarea) selalu disertai perdarahan. Sebagai patokan, setelah persalinan
selesai maka keadaan disebut aman bila kesadaran dan tanda vital ibu baik, kontraksi uterus baik,
dan tidak ada perdarahan aktif/merembes dari vagina. Pada persalinan pervaginam perdarahan
dapat terjadi sebelum, selama ataupun sesudah persalinan. Perdarahan bersama-sama infeksi dan
gestosis merupakan tiga besar penyebab utama langsung dari kematian maternal.1,2
Kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari
sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan
yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam 2
golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan
dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti penyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya.1
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi 500 cc pada
persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea. Perlu diingat bahwa
perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan
yang sebenarnya. Seringkali sectio cesarean menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus
diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.2,3
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN
DEPARTEMEN KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RSUD KARAWANG
Nama Mahasiswa : Dewi Setyowati Widjojo (030.08.076)
Christy Suryandari (030.08.0)
Dokter Pembimbing : dr. Rhabbi, SpOG
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 39 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : -
Alamat : Dusun Jatimulya Tanggal masuk RS :15 Februari 2014
A. ANAMNESIS
Diambil dari Autoanamnesis, tanggal 16 Januari 2014 jam 06.30 WIB
Keluhan Utama :
Pasien P4A0 datang karena rujukkan bidan dengan perdarahan post partum
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien Ny. M P4A0 datang karena rujukkan bidan dengan perdarahan post partum 1 jam
SMRS. Pasien melahirkan bayi perempuan di rumah bidan dengan berat badan lahir 3000gram,
panjang 48cm, dan ketuban jernih 1,5 jam SMRS. Setelah melahirkan darah keluar terus, darah
yang keluar banyak ±4-5 gelas aqua. Pasien merasa perutnya mulas, badannya lemas, dan pusing
namun pasien masih sadar dan bisa di ajak berbicara. Menurut bidan persalinan berlangsung
selama 30menit dan plasenta lahir lengkap. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD Karawang
dengan terpasang infus RL 1 jalur dan suntikan oksitosin 10 IU intramuskular saat bayi lahir.
Lama perjalanan dari rumah bidan ke RSUD Karawang sekitar ± 15 menit. Sesampainya di
rumah sakit pasien di USG dan dibersihkan.
HPHT : 24 Mei 2013
TP : 28 Februari 2014
UK : 38 minggu
ANC : 1x/bulan di bidan
TT : 2x (UK 4 bulan dan 7 bulan)
USG : -
Menarche : pertama kali usia 13 tahun, haid teratur, GP 2x/hari(penuh), lama haid 7 hari,
Menikah : 1x, usia 25 tahun.
R.Obstetrik : P4A0
1. Perempuan, 17 tahun, paraji, partus spontan pervaginam, BBL tidak ditimbang
2. Laki-laki, 13 tahun,paraji, partus spontan pervaginam, BBL tidak ditimbang
3. Perempuan, 5 tahun, bidan, partus spontan pervaginam, BBL 3600 gram
4. Perempuan, baru lahir, bidan, partus spontan pervaginam, BBL 3000 gram
Riwayat KB : Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan
Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi, Asma, alergi, DM, penyakit jantung, dan riwayat kejang disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Hipertensi, Asma, alergi, DM, penyakit jantung, dan riwayat kejang disangkal.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
KU/KES : TSS/CM
TV : TD : 120/80 mmHg, N : 80x/mnt, RR : 18x, S: 36,70C
Kesan gizi : cukup
Mata : konjungtiva -/-, sklera ikterik -/-
THT : dalam batas normal
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Jantung : BJ I-II reguler, murmur -, gallop –
Paru : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Perut buncit sesuai kehamilan
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai atas dan bawah -/-
Status Obstetrik :
TFU : 2 jari di bawah pusat
Inspeksi : V/U tenang, hiperemis (-), perdarahan aktif (-)
Vagina Toucher : portio keras, aksial, pembukaan 1 cm , stol cell (+),
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (15/2/2014 23:38)
Darah Perifer Lengkap (DPL) :
Hb : 9,2 gr/dl
Ht : 37,4%
Leukosit : 19,53 ribu/uL
Trombosit : 245.000/uL
GDS : 76 mg/dl
HbsAg : (-)
ABO : A /+
Bleeding Time : 2 menit
Masa pembekuan : 11 menit
USG
Sisa plasenta ukuran 5x5x6cm
RESUME
Pasien Ny. M P4A0 datang karena rujukkan bidan dengan perdarahan post partum.
Pasien melahirkan dibidan 1jam SMRS. Perdarahan keluar banyak seperti keran. Perdarahan
sebanyak beberapa mangkok. Pasien merasa lemas dan pusing namun pasien masih sadar dan
bisa di ajak berbicara. Pasien kemudian dirujuk dibawa ke RSUD Karawang dengan perjalanan ±
15 menit. Sesampainya di rumah sakit pasien di USG dan dibersihkan.
. Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis. Pada tanda vital didapatkan Tekanan Darah 120/80 mmHg, Nadi
80x/mnt, RR 18x, Suhu 36,70C. Pada pemeriksaan fisik generalisata didapatkan dalam batas
normal.
Pada status obstetri, TFU 2 jari dibawah pusat. Anogenital : Vulva dan uretra tampak
tenang, tidak terdapat perdarahan aktif . Vaginal toucher : portio keras, aksial, pembukaan 1
cm , stolcell (+).
Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan anemia dengan Hb 9,2 gr/dl dan
leukositosis (19,53 ribu/uL). Dari pemeriksaan USG didapatkan sisa plasenta berukuran
5x5x6cm.
DIAGNOSA KERJA
P4A0 Post Partum Spontan Riwayat HPP ec sisa plasenta.
PENATALAKSANAAN
Observasi TTV, kontraksi, perdarahan
Cek DPL, UL, BT/CT
USG
Uterotonika
Rth/: Evakuasi sisa plasenta, pada , kuret tajam,pasang laminaria 2x12jam.
Uterotonika : Oksiosin 20 IU/500cc RL
FOLLOW UP (16/2/2014)
S : Mulas (+), keluar darah sedikit (+), BAK lancar, BAB (-)
O : KU baik, CM
Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg RR : 16x/m
N : 80x/m S : 36,4 °C
Status generalis : dbn
Status obstetrikus : TFU 2 jari di bawah pusat , kontraksi baik,
I: v/u tenang, perdarahan aktif (-)
Lochia rubra (+)
A : P4A0 post partum spontan Riwayat HPP ec sisa plasenta
P : Observasi TTV, kontraksi, perdarahan
Cek DPL, UL, BT/CT
Evakuasi sisa plasenta
Pasang laminaria 2x12 jam
Uterotonika oksitosin 20 IU/ 500 cc RL
Kuret hari ini
Sedia PRC 1 pack
FOLLOW UP (17/2/2014, pukul 06.00)
S : Mulas (-), keluar darah sedikit (+), BAK lancar, BAB (-)
O : KU baik, CM
Tanda Vital : TD : 130/80 mmHg RR : 16x/m
N : 84x/m S : 36,5 °C
Status generalis : dbn
Status obstetrikus : TFU 2 jari di bawah pusat , kontraksi baik,
I: v/u tenang, perdarahan aktif (-)
Lochia rubra (+)
A : P4A0 post partum spontan Riwayat HPP ec sisa plasenta
P : Evakuasi sisa plasenta
Uterotonika oksitosin 20 IU/ 500 cc RL
Kuret dan MOW hari ini
(17/02/2014, pukul 08.30-09.30)
- Berlangsung tubektomi pomeroy dan kuretase
Laporan operasi
Nama ahli bedah : dr. Rhabbi, Sp.OG/ dr. Yuwono
Diagnosa pre operasi : sisa plasenta pada P4A0 post partum spontan di luar, cukup anak
Diagnosa post op : P4A0 post kuret dan MOW
Tindakan operasi : kuretase + MOW
Tanggal operasi : 17 Februari 2014
Jam operasi : 08.30
Jam operasi selesai : 09.30
Pasien terlentang dalam analgesia spinal
Dilakukan asepsis antisepsis vulva vagina
Kosongkan kandung kemih
Uterus antefleksi, sondase 17 cm
Dengan klem ovum didapatkan jaringan ± 20cc
Dengan sendok kuret terbesar didapatkan jaringan ±20cc
Perdarahan berhenti, tindakan selesai
Dilakukan asepsis dan antisepsis didaerah operasi
Insisi 1cm di bawah tinggi fundus uteri sepanjang 4cm
Saat dibuka tampak uterus purpuralis
Dengan kedua hak kecil ditampakkan tuba kanan dengan klem alis diraih tuba
kanan hingga fimbrae dilakukan tubektomi pomeroy
Dengan klem alis diraih tuba kiri dilakukan tubektomi pomeroy
Perdarahan tidak ada, alat dan kassa lengkap
Abdomen ditutup lapis demi lapis
Perdarahan 50 cc, urin 300 cc jernih
- Instruksi post op : -observasi TV, kontraksi, perdarahan
Cek DPL post kuret
RL + oksitosin 20 IU/ 8 jam
Metergin 3x1 ampul IV
Ceftriakson 1x2gr
FOLLOW UP (18/2/2014, pukul 06.00)
- S : nyeri bekas operasi (+), BAK lancar, BAB (-), flatus (+)
- O : KU baik, CM
- Tanda Vital : TD : 140/80 mmHg RR : 16x/m
- N : 84x/m S : 36,4 °C
- Status generalis : dbn
- Status obstetrikus : TFU 2 jari di bawah pusat , kontraksi baik,
- I: v/u tenang, perdarahan aktif (-)
- Lochia rubra (+)
- A : P4A0 post partum spontan Riwayat HPP ec sisa plasenta
- P : observasi TV, kontraksi, perdarahan
- Metergin 3x1
- Cefadroxil 3x500mg
- Boleh pulang
PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
ANALISA KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosa P4A0 post partum spontan dengan HPP ec sisa
plasenta, pada saat pasien datang ke kamar bersalin; dan setelah melahirkan didiagnosa sebagai
HPP ec. sisa plasenta berdasarkan :
1. Riwayat obstetrik P4A0 menunjukkan bahwa ini merupakan kehamilan keempat untuk
pasien, pasien pernah melahirkan 3 anak sebelumnya dan pasien belum pernah keguguran
sebelumnya.
2. HPP ec sisa plasenta berdasarkan:
analisa 4T: Tone : kontraksi baik
Tear : perineum dan porsio intak
Tissue : sisa plasenta (+)
Thrombin: trombosit 245.000
Perdarahan post partum ditegakkan pada pasien ini berdasarkan adanya perdarahan ± 650
cc setelah plasenta lahir. Ini sesuai dengan definisi perdarahan postpartum sebagai kehilangan
darah sebanyak 500 mL atau lebih setelah selesainya kala III.1,2,3 Perdarahan post partum pada
pasien tidak menimbulkan tanda-tanda syok dan tanda vital dalam batas normal.
Potongan-potongan plasenta yang ketinggalan tanpa diketahui, biasanya menimbulkan
perdarahan pasca persalinan lambat. Pada pasien ini didapatkan sisa plasenta berukuran 5x5x6cm
pada pemeriksaan USG.
Retensio plasenta dalam uterus dapat dibagi menjadi empat kelompok:
1. Terpisah tapi tertahan: Di sini tidak ada tenaga yang dalam keadaan normal mendorong
plasenta keluar.
2. Terpisah tapi terperangkap (inkarserata): Konstriksi rahirn yang berbentuk jam-pasir
(hourglass) atau spasme cervix menyebabkan plasenta terperangkap dalam segmen atas
uterus.
3. Melekat tapi dapat dipisahkan (adhesiva): Dalam situasi ini, plasenta tidak dapat terlepas
sendiri dari dinding rahim. Penyebabnya mencakup kegagalan kontraksi-normal dan
retraksi pada kala tiga, defek anatomis dalam uterus, dan abnormaiitas decidua yang
mencegah terbentuknya lempeng pemisahan decidua yang normal.
4. Melekat tapi tidak dapat dipisahkan: Di sini berupa plasenta acreta dengan berbagai
derajat. Decidua normal tidak ada, dan villi chorialis melekat langsung serta menembus
myometrium.
Jadi dapat disimpulkan, perdarahan post partum pada pasien ini disebabkan adanya sisa
plasenta. Penanganan retensio plasenta dapat dilakukan dengan manual plasenta (Sarwono,
2002).
Ini sesuai dengan penatalaksanaan HPP akibat sisa plasenta yaitu:
Beri infus oksitosin 20 -40 IU dalam 1 L cairan kristaloid
Lakukan eksplorasi digital atau lakukan aspirasi vakum
manual/dilatasi dan kuretase
Beri antibiotika profilaksis
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta
belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
1. Bila plasenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir, atau terjadi perdarahan sementara plasenta
belum lahir, lakukan :
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar
serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat,
apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi
darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9%
(normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin
untuk mempertahankan uterus. Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi
kontraksi, kemudian coba melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat
terkendali
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Manual plasenta :
1) Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2) Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci hama.
3) Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim
dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas - disisihkan dengan tepi
jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau
sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan
jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang
(cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta
dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
Atau :
1. Coba 1-2 kali dengan perasat Crede.
2. Mengeluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta).
3. Memberikan transfusi darah bila perdarahan banyak.
4. Memberikan obat-obatan misalnya uterotonika dan antibiotik.
Penatalaksanaan Setelah Plasenta Lahir
Fundus harus selalu dipalpasi setelah plasenta lahir untuk memastikan bahwa uterus
berkontraksi dengan baik. Apabila uterus tidak keras, massase fundus diindikasikan. Biasanya
oksitosin 20 U dalam 1000 ml Ringer laktat atau saline normal yang diberikan secara intravena
dengan kecepatan sekitar 10 ml/mnt ditambah masase uterus untuk mendapatkan kontraksi yang
efektif. Oksitosin jangan pernah diberikan dalam bolus tanpa diencerkan karena dapat terjadi
hipotensi yang serius atau aritmia jantung.
Turunan Ergot
Apabila oksitosin yang diberikan melalui infus cepat tidak efektif, dapat diberikan
metilergonovin, 0,2 mg I.M atau I.V. Obat ini dapat merangsang uterus berkontraksi cukup kuat
untuk menghentikan perdarahan.
Prostaglandin
Turunan 15-metil dari prostaglandin F2α (karboprost trometamin) disetujui oleh Food and
Drus Administration (FDA) sebagai obat untuk atonia uteri. Dosis awal yang direkomendasikan
adalah 250 µg (0,25 mg) yang diberikan secara intramuskular, dosis ini dapat diulang dengan
interval 15 sampai 90 menit dengan batas maksimal 8 dosis.
Karboprost menimbulkan efek samping pada sekitar 20 % wanita. Berdasarkan urutan
yang tertinggi antara lain; diare, hipertensi, muntah, demam, flushing, dan takikardia.
.
Rencana Edukasi:
Informasikan kepada keluarga dan pasien tentang komplikasi yang mungkin
terjadi akibat perdarahan dan rencana tindak lanjutan untuk kuretase apabila
perdarahan tidak dapat diatasi.
Siapkan rujukan untuk pemberian transfusi darah
Intervensi informed consent untuk tindakan kuretase.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Perdarahan pascapersalinan atau perdarahan postpartum adalah perdarahan yang masif
yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir,dan jaringan sekitarnya
dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena hamil ektopik
dan abortus.3-5
Definisi lain menyebutkan perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya
darah sebanyak lebih dari 500cc pada persalinan pervaginam yang terjadi setelah anak lahir baik
sebelum, selama, atau sesudah kelahiran plasenta dan lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea.3,5
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian : 4,6-9
a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam
setelah anak lahir.
b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi antara 24 jam dan
6 minggu setelah anak lahir.
2. EPIDEMIOLOGI
2.1 . Insiden 7,8
Perdarahan post partum yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam
pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua
minggu setelah bayi lahir. Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam
yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan
pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan
darah yang hilang setelah persalinan.
2.2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang 9
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal ini
disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi, kurangnya
layanan operasi.
3. ETIOLOGI
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, faktor-faktor
yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio
plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.4,5,7. Kausalnya dibedakan atas :
1. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
a. Hipotoni sampai atonia uteri
Akibat anestesi
Distensi berlebihan (gemelli, anak besar, hidramnion)
Partus lama, partus kasep
Partus presipitatus/ partus terlalu cepat
Persalinan karena induksi oksitosin
Multiparitas
Korioamniositis
Pernah atonia sebelumnya
b. Sisa plasenta
Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
Plasenta susenturia
Plasenta akreta, inkreta, perkreta
2. Perdarahan karena robekan
a. Episiotomi yang melebar
b. Robekan pada perineum , vagina, dan serviks
c. Ruptura uteri
3. Gangguan Koagulasi
a. Jarang terjadi tetapi bisa memperburuk keadaan di atas, misalnya pada kasus
trombofilia, sindroma HELLP,
Penyebab perdarahan postpartum akibat atonia uteri 50% - 60%, retensio plasenta 16% -
17%, sisa plasenta 23% - 24%, laserasi jalan lahir 4% - 5% , kelainan darah 0,5% - 0,8%
(Mochtar, 1995).
3. 1. Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil
sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh
kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium
tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada
palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan
memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan
postpartum.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi : 7-9
Manipulasi uterus yang berlebihan,
General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),
Uterus yang teregang berlebihan :
o Kehamilan ganda
o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
o polyhydramnion
Kehamilan lewat waktu
Partus lama
Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus )
Anestesi yang dalam
Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia)
Plasenta previa
Solutio plasenta
Gambar 1. Atonia Uteri
3. 2. Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya.
Bila plasenta tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut sebagai
retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Disebut sebagai plasenta akreta apabila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch
layer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut
plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium.
Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio
sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih
tertinggal di dalam uterus disebut rest placenta dan dapat menimbulkan PPP (perdarahan pasca
persalinan) primer atau (lebih sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap
pelepasan/separasi plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan)
atau plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze),
sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum
terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan
segera melakukan plasenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan
plasent manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi
rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke
dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang
ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan keperluannya.
Gambar 2. Retensio Plasenta
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
- kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )
- Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai
miometrium – sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta )
Gambar 3. Perlekatan Plasenta
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus
perdarahan postpartum.
Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa
retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan
ataupun pada perdarahan post partum sekunder. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak
perlu dilakukan dilatasi dan curettage.
3. 3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir :
a. Ruptur uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain
grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan
induksi oxytosin. Ruptur uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.
Gambar 4. Ruptur Uteri
b. Inversi uterus
Pada inversi uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri
sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri.
Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversi uterus dapat dibagi :
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.
- Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.
Klasifikasi prolapsus uteri
-Tingkat I : Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam introitus vagina
-Tingkat II: uterus sebagian besar keluar dari vagina
-Tingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan inversio vagina
(prosidensia uteri)
Gambar 5. Pembagian Klasifikasi Inversio Uteri
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri
yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari
dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada
tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam
vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15
– 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.
Gambar 6. Reposisi uteri pervaginam
Gambar 7. Reposisi uteri dengan laparotomi
c. Perlukaan jalan lahir
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena
persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan
dengan vacum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi
pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan
akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa
jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.
Gambar 8. Derajat Laserasi
d. Vaginal hematoma
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau
vena yang besar jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika
ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episiotomi.
Perdarahan yang terus terjadi dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan
dari laserasi ataupun episiotomy.
Gambar 9. Episiotomi
3. 4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat,
kelainan pembekuan darah bisa berupa :
Hipofibrinogenemia
Trombocitopeni
Idiopathic thrombocytopenic purpura
HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count )
Disseminated Intravaskuler Coagulation
Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
4. FAKTOR RESIKO
Riwayat perdarahan postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko
paling besar untuk terjadinya perdarahan postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan
untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui
karena dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum : 8,9
1. Grande multipara
2. Perpanjangan persalinan
3. Chorioamnionitis
4. Kehamilan multiple
5. Injeksi Magnesium sulfat
6. Perpanjangan pemberian oxytocin
5. DIAGNOSIS
Dapat disebut perdarahan post partum bila perdarahan terjadi sebelum, selama, setelah
plasenta lahir.
Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan postpartum :
1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
2. Penurunan tekanan darah
3. Peningkatan detak jantung
4. Penurunan hitung sel darah merah ( hematokrit)
5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan tabel berikut ini :
GEJALA DAN TANDA TANDA DAN GEJALA LAIN
DIAGNOSIS KERJA
Uterus tidak berkontraksi dan lembek Perdarahan segera setelah anak lahir
Syok Bekukan darah pada serviks atau posis terlentang akan menghambat aliran darah ke luar
Atonia uteri
Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir Uterus kontraksi dan keras
Pucat Lemah Menggigil
Robekan jalan lahir
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera (P3) Uterus berkontraksi dan keras
Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan
Retensio plasenta
Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap Perdarahan segera (P3)
Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Tertinggalnya sebagian plasenta atau ketuban
Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi masa Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir)
Neurogenik syok Pucat dan limbung
Inversio uteri
Sub-involusi uterus
Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus
Perdarahan
Lokhia mukopurulen dan berbau
Anemia
Demam
Endometristis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak)
Late postpartum hemorrhage
Perdarahan postpartum sekunder
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana sesuai
penyebabnya.6 Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan
sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa
perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi
banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.4
Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah,
nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok. Pada perdarahan sebelum
plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio
plasenta maka perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi
setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma
jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar jika ada
atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa
plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum: 4
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain.
6. PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN
6. 1. Pencegahan Perdarahan Postpartum
Perawatan masa kehamilan4
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka
akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu
bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi
atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
Persiapan persalinan 7
Sebelum dilakukan persalinan dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai keadaan
umu serta tanda vital, juga pemeriksaan laboratorium untuk menilai kadar Hb, golongan
darah, dan bila memungkinkan sediakan darah untuk persiapan transfuse. Pemasangan cateter
intravena dengan ukuran yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk
pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.
Persalinan 7
Setelah bayi lahir, lakukan massase uterus dengan arah gerakan circular atau maju
mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massase yang berlebihan
atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa
mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan
menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan
postpartum.
Penanganan Aktif Kala Tiga
Pemberian suntikan oksitosin
o Segera berikan bayi yang telah terbungkus kain kepada ibu untuk diberi ASI
28
o Letakkan kain bersih diatas perut ibu
o Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain
o Memberitahukan pada ibu ia akan disuntik
o Selambat-lambatnya dalam waktu dua menit setelah bayi lahir, segera suntikan
oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bawah paha kanan bagian luar
Melakukan penegangan tali pusat terkendali
o Berdiri disamping ibu
o Pindahkan klem kedua yang telah dijepit sewaktu kala dua persalinan pada tali
pusat sekitar 5-10 cm dr vulva
o Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (alas dengan kain) tepat dibawah
tulang pubis, gunakan tangan lain untuk meraba kontraksi uterus dan menahan
uterus pada saat melakukan peregangan pada tali pusat, tangan pada dinding
abdomen menekan korpus uteri ke bawah dan atas (dorso-kranial) korpus.
o Tegangkan kembali tali pusat ke arah bawah bersamaan dengan itu, lakukan
penekanan korpus uteri kea rah bawah dan cranial hingga plasenta terlepas
dari tempat implantasinya
o Jika plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat
dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan
teruskan penegangan tali pusat. Setelah plasenta terlepas, anjurkan ibu untuk
meneran agar plasenta terdorong ke introitus vagina. Tetap tegang ke arah
bawah mengikuti arah jalan lahir.
o Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, teruskan kelahiran plasenta
dengan menggunakan kedua tangan. Pegang plasenta dengan kedua tangan
rata dengan lembut putar plasenta hingga selaput terpilin
o Lakukan penarikan secara lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan
selaput ketuban
o Jika terjadi selaput robekan pada selaput ketuban saat melahirkan plasenta,
dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama
Melakukan massase fundus uteri
o Letakkan telapak tangan pada fundus uteri
o Jelaskan tindakan ini kepada ibu dan mungkin merasa tidak nyaman
29
o Dengan lembut gerakkan tangan secara memutar pada fundus uteri, agar
uterus berkontraksi. Jika tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan
penatalaksaan atonia uteri
o Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh
o Periksa uterus setelah satu hingga dua menit memastikan uterus berkontraksi
dengan baik, jika belum diulangi rangsangan taktil fundus uteri
o Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.
Gambar 10. Penanganan Aktif Kala Tiga
Kala tiga dan Kala empat7
Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study
memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat
oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden
terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan
kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian
oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian
perdarahan postpartum sebesar 40%.
30
Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir.
Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan
kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras,
tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke
abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta
dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati. Apabila dalam
pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari
bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual
plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila 30
menit setelah bayi lahir plasenta belum dilahirkan manual plasenta harus dilakukan
tanpa ditunda lagi, tidak menunggu plasenta lahir secara spontan.
Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang
dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun
episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi
dengan baik.
6. 2. Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah
menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.8,9
Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai 2 bagian pokok : 9
A. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan
volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan
tanda-tanda vital pasien.
Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan
darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.
Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer laktat
Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine
(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih)
B. Manajemen penyebab perdarahan postpartum
Tentukan penyebab perdarahan postpartum :
Atonia uteri
31
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan
lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus
teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras
dan pemberian oksitocin. Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus
dan memudahkan tindakan selanjutnya.
Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di
belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan
pada fornix anterior.
Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi
bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine.
Gambar 11. Kompresi Bimanual Interna
Gambar 12. Kompresi Bimanual Eksterna
Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan penanganan aktif kala tiga
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Pada retensio plasenta,
32
sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian
plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan
kala tiga) dan harus diantisipasi dengan melakukan plasenta manual, meskipun kala plasenta
belum lewat setengah jam.
Gambar 13. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Gambar 14. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Gambar 15. Mengeluarkan plasenta
33
Sisa plasenta
Sebagian kecil dari plasenta yang tertinggal dalam uterus disebut sisa plasenta.
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun
massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi ke dalam rahim
dengan cara manual/digital atau kuret. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya,
akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok.
Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi
lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica.
Pemberian antibiotik spectrum luas setelah tindakan eksplorasi dan manual removal.
Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan
untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterovaginal juga cukup berguna untuk
menghentikan perdarahan selama persiapan operasi .
Gambar 16. eksplorasi ke dalam rahim
Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi
dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari
perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah
diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir
dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.
34
Hematoma jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh
darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan insisi dan drainase. Apabila
hematom sangat besar curiga sumber hematoma karena pecahnya arteri, cari dan lakukan
ligasi untuk menghentikan perdarahan.
Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa plasenta dan
perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan penyebab
perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah
pengganti (trombosit,fibrinogen).
Terapi pembedahan
o Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung
operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasi
uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat ruptur uteri ataupun hematoma.
Reparasi tergantung tebal tipisnya ruptur. Pastikan reparasi benar-benar menghentikan
perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan
keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan
ditemukan uterus intak dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi
bimanual disertai pemberian uterotonica.
o Ligasi arteri
Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus
karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada
gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.
Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan
Ligasi arteri iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua traktus genetalia
dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis.
Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah
histerektomi.
o Histerektomi
35
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari
uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal
histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak
begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim,
servix,fornix vagina.
Rekomendasi pencegahan dan manajemen perdarahan post partum menurut FIGO:
Pencegahan :
1. Oksitosin
Merupakan profilaksis pertama, pemberian pada menit pertama setelah persalinan
10 IU/mL atau 5 IU bolus perlahan.
2. Ergometrin / Metilergometrin
0,2 mg IM pada menit pertama setelah persalinan.
3. Misoprostol
600 mirkrogram oral pada menit pertama setelah persalinan, bila oksitosin tidak
tersedia.
Manajemen :
1. Oksitosin
10 IU IM atau 5 IU bolus perlahan atau 20-40 IU/L drip
2. Misoprostol
800 mikrogram sublingual
3. Ergometrin / Metilergometrin
0,2 mg IM dapat diulang 2-4 jam dengan dosis maksimum 1 mg/hari
4. Syntometrin
Kombinasi dari oksitosin 5IU dan ergometrin 0,5 mg. pemberian IM
5. Carbetocin
100 mikrogram IM atau IV
6. Carboprost
0,25 mg IM setiap 15 menit (maksimum 2 mg per hari)
Tabel. 1. Obat Uterotonika , menurut USAID
Obat Cara Kerja dan Efek Samping
36
Keefektifitasan
Oksitosin
(ekstrak hipofisis
anterior)
Onset : 2- 3
menit
Lama kerja :
15- 30 menit
Belum diketahui kontraindikasinya untuk
pemakaian pasca persalinan
Tidak ada/minimal efek samping
Jika untuk induksi persalinan, jangan gunakan
oksitosin sebelum 6 jam setelah pemberian dosis
misoprostol
Misoprostol
(E1 analog
prostaglandin)
Onset : 3-5
menit)
Konsentrasi
tertinggi dalam
darah pada 18-
34 menit
Lama kerja 75
menit
Belum diketahui kontraidikasinya untuk
pemakaian pasca persalinan
Efek samping : menggigil dan kenaikan suhu
tubuh sementara
Syntometrin
(kombinasi dari
5IU oksitosin dan
0,5 mg ergometrin)
Kombinasi
kerja cepat
oksitosin dan
kerja
ergometrin
yang terus-
menerus
Kontraindikasinya sama dengan ergometrin (pada
wanita yang mempunyai riw.hipertensi,
preeklamsi, eklamsi, penyakit jantung, dan
plasenta inkarserata)
Hanya digunakan pada pasca persalinan
Efek samping: mual, muntah, sakit kepala, dan
TD meningkat
Ergometrin
(Preparat Ergot)
Onset : 6- 7
menit (IM)
Lama Kerja : 2-
4 jam
Kontraindikasi pada wanita yang mempunyai
riw.hipertensi, preeklamsi, eklamsi, penyakit
jantung, dan r. retensi plasenta .
Hanya digunakan pada pasca persalinan
Menyebabkan kontraksi kuat uterus-resiko
plasenta inkarserata
Efek samping: mual, muntah, sakit kepala, dan
hipertensi.
Jangan digunakan bila obat sudah berubah warna
Tabel 2. Pemakaian Oksitosin pada Penanganan Aktif Kala III
37
Dosis dan Rute IM = 10 unit
Wanita yang terpasang jalur IV = 10 IU IM
atau 5 IU bolus perlahan
Yang Harus Diperhatikan dan Kontraindikasi Sebelum pemberian oksitosin, pastikan tidak
ada bayi kedua. Bila sudah diberi oksitosin,
namun ternyata ada bayi kedua,
kemungkinan bayi kedua terperangkap di
uterus sangat kecil resikonya
Tabel 3. Pemakaian Oksitosin pada Manajemen Perdarahan Postpartum
Dosis dan Rute IV = infus 20 unit dalam 1 L cairan infus
dengan 60 tetes per menit
IM = 10 unit
Dosis Lanjutan IV = infus 20 unit dalam 1 L cairan infus
dengan 40 tetes per menit
Dosis Maximum Tidak lebih dari 3 L cairan infus+oksitosin
Yang Harus Diperhatikan dan Kontraindikasi Jangan diberikan dalam bolus
Tabel 4. Pemakaian Misoprostol pada Manajemen Perdarahan Postpartum
Dosis Maksimum dan Rute Rectal = dosis singel 1000 mcg
Oral = dosis singel 600 mcg
Sublingual = dosis singel 800 mcg
Dosis Lanjutan Belum diketahui
Yang Harus Diperhatikan dan Kontraindikasi (-)
BAB IV
38
KESIMPULAN
Perdarahan adalah salah satu penyebab utama langsung kematian maternal, terutama
di Negara yang kurang berkembang perdarahan merupakan penyebab terbesar kematian
maternal.
Perdarahan post partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih
pada persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 cc pada sectio cesarean. Perdarahan dapat
terjadi secar massif dan cepat, atau secara perlahan – lahan tapi secara terus menerus.
Perdarahan hanyalah gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan
pertolongan sesuai penyebabnya. Diagnosis yang tepat menentukan tindakan yang harus
segera diambil. Waktu memiliki peranan yang amat penting,pasien perdarahan post partum
akan jatuh dalam kondisi syok hipovolemik dalam waktu <20 menit tanpa penanganan.
Kerjasama antar pelayanan kesehatan secara signifikan dibutuhkan untuk mengurangi jumlah
kematian maternal karena perdarahan pasca persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
39
1. Wiknjosastro, H.Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat cetakan Kedua. Jakarta :Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008
2. Cunningham F G, Gant NF. Williams Obstetri. Edisi ke-21. Volume 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2011
3. Gabbe. Obstretics – Normal and Problem Pregnancies. 4th ed. London: Churchil
Livingstone, Inc. 2002
4. Mochtar, R. Sinopsis Obstetris. Edisi Kedua Jilid Satu. Jakarta: EGC. 1998
5. Mansjoer, A, et all. Perdarahan Pasca Persalinan. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke tiga
Jilid Pertama. Jakarta, Media Aesculapius FKUI. 2002.
6. DeCherney, A H. Nathan, L. Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Treatment.
Ninth edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2003
7. The International Federation of Gynecology and Obstetrics. Prevention and Treatment of
Postpartum Hemorrhage in Low Resourse Settings. FIGO Guidelines. International Journal
Gynecology and Obstetrics 2012; 117: 108-118
8. World Health Organization. WHO recommendations for the preventiom and treatment of
postpartum haemorrhage. WHO Guidelines 2012.
9. United Stated Agency International Development. Fact Sheets: Uterotonic Drugs for the
Prevention and Treatment of PostpartumHemorhage. Prevention od Postpartum Hemorrhage
Initiative 2008: 1-10
40