case obgyn pphd
DESCRIPTION
Peripartum Heart DiseaseTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari
sistem kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang
sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang
mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Tanpa diagnosis yang akurat dan
penanganan yang baik maka penyakit jantung dalam kehamilan dapat menjadi
penyebab yang signifikan akan mortalitas dan morbiditas ibu.1,2
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbanyak pada wanita di
Amerika Serikat dan merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada wanita
usia 25 – 44 tahun. Penyakit jantung berpengaruh pada sekitar 1 % dari
kehamilan, dengan angka kematian maternal menurut Sach sebanyak 0,3 dari
100.000 di Massachusetts. Namun menurut Tillery angka kematian maternal
mencapai 10 – 25 % walaupun adanya perkembangan diagnosis dan penanganan
penyakit kardiovaskular maternal pada zaman sekarang.2,3
Meskipun insidens penyakit jantung dalam kehamilan sekitar 1 %, Gejala
seperti sesak napas atau tanda seperti bising ejeksi sistolik yang merupakan gejala
dari penyakit jantung, dapat muncul pada sekitar 90% dari populasi kehamilan
sebagai konsekuensi perubahan fisiologis pada tubuh yang diinduksi oleh
kehamilan itu sendiri.4
Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk dari penyakit
miokardial primer idiopatik yang berhubungan dengan kehamilan. Meskipun
beberapa kemungkinan mekanisme etiologi dari penyakit tersebut yang
diperkirakan selama ini, tetapi tidak satupun yang dapat menjelaskan dengan
pasti. 4,8
Angka kekerapan kardiomiopati peripartum adalah 1 dari 1300-4000
kelahiran hidup di Amerika Serikat. Kardiomiopati peripartum lebih sering terjadi
pada wanita yang lebih tua multipara. Diagnosis PPCM harus disingkirkan adanya
riwayat penyakit jantung sebelumnya dan tidak ditemukan penyebab gagal
jantung tersebut. Pemeriksaan ekokardiogram berguna baik untuk diagnosis dan
memantau keefektifan pengobatan PPCM tersebut.5
2
Angka kesembuhan dapat mencapai 98% dengan pengobatan berupa
diuretik, beta bloker dan ACE-I. Pada pasien PPCM dengan fraksi ejeksi <35%
diberikan antikoagulan untuk mencegah trombus di ventrikel kiri. Pasien yang
tidak responsif dengan pengobatan standar, jika fraksi ejeksi <20% selama 2
minggu atau <40% selama 3 bulan pengobatan konvensional, maka harus
diinvestigasi dengan pemeriksaan MRI magnetic resonance imaging) jantung,
kateterisasi jantung, biopsi endomiokardial dan analisis PCR virus. Pemberian
terapi antivirus, imunoabsorpsi, gamma globulin intravena atau terapi
imunomodulasi lain dapat dipertimbangkan. Pemberian ACE-I dan beta bloker
dianjurkan paling sedikit selama 1 tahun. 5
3
BAB IILAPORAN KASUS
I. Identifikasi
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 23 tahun
Alamat : Pedamaran
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Agama : Islam
MRS : 21-01-2016
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Hamil cukup bulan dengan darah tinggi dan sesak napas
b. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak 3 minggu SMRS, pasien mengeluh sesak napas, sesak dirasakan
tiap beraktivitas seperti berjalan ke pasar (30 m) atau naik-turun
tangga, sesak berkurang dengan istirahat, sesak tidak dipengaruhi
cuaca, mengi (-), sesak pada malam hari (-), nyeri dada (-), jantung
berdebar (+), batuk (-), demam (-), bengkak kedua kaki (+).
Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluh sesak napas, sesak dirasakan
tiap berjalan ke kamar mandi (10 m), sesak berkurang dengan istirahat,
sesak tidak dipengaruhi cuaca, mengi (-), sesak pada malam hari (+),
tidur dengan 3 bantal ditinggikan, nyeri dada (-), jantung berdebar (+),
batuk (-), demam (-), bengkak kedua kaki (+).
Sejak 2 hari SMRS, pasien mengeluh sesak napas, sesak dirasakan
terus menerus, bahkan saat beristirahat, pasien merasa lebih nyaman
4
pada posisi duduk, sesak pada malam hari (+), pasien tidur dengan
posisi duduk, nyeri dada (-), jantung berdebar (+), batuk (-), demam
(-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), mual-
muntah (-), bengkak kedua kaki (+). Pasien belum ada keluhan perut
mulas menjalar ke pinggang, keluar darah lendir (-), keluar air-air (-).
Pasien mengaku hamil cukup bulan dan gerakan janin masih dirasakan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi sebelum hamil disangkal
Riwayat hipertensi hamil ini (+), diketahui saat usia kandungan 8
bulan.
Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit jantung sebelum hamil disangkal
Riwayat asma disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga
disangkal.
Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal
Riwayat kencing manis pada keluarga disangkal
Status
Sosek dan gizi : sedang
Reproduksi : menarche 12 tahun, siklus 28 hari, lama 4-5 hari,
HPHT 8 April 2015
Perkawinan : 1x, lama 2 tahun
Persalinan : 1. Hamil ini, ANC 4 x di Dokter SpOG
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : compos mentis
5
Gizi : sedang
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 40 x/menit, regular, thorakoabdominal
Suhu : 36,5o C
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 22,65 kg/m2
RBW : normoweight
Keadaan Spesifik
Kepala
Normocephali, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-).
Mata
Eksophtalmus (-/-), endophtalmus (-/-), edema palpebra (-/-), konjungtiva
palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+),
pergerakan mata ke segala arah baik, mata cekung (-/-).
Leher
Pembesaran kelenjar thyroid (-), distensi vena jugularis (+), JVP (5+2)
cmH2O
Dada
Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi
(-).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II
Batas jantung kiri 2 jari LMC sinistra ICS V
Batas jantung kanan 1 jari linea parasternalis dekstra
6
Auskultasi : HR 90 x/menit, reguler, BJ I-II (+) N, murmur (+)
diastolik, grade 3/6, thrill (-), gallop (-).
Paru
Inspeksi : Statis simetris kanan dan kiri, dinamis kanan = kiri, tidak
ada yang tertinggal,
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru. Batas paru hepar ICS VI.
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus pada kedua basal
paru, wheezing (-)
Abdomen
PL: TFU 2 jbpx (32 cm), memanjang, puka, kepala, His(-), DJJ=142
x/menit, TBJ= 2945 gr
Genital
VT : portio lunak, eff 0%, pembukaan kuncup, ketuban dan penunjuk
belum dapat dinilai.
IV. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal1 Hemoglobin 11.8g/dl 13.2-17.3 g/dl3 Hematokrit 35 vol% 43-49 vol%4 Leukosit 16,500/mm3 4.5-11 x 103/mm3
5 Trombosit 237 x 103/mm3 150-450 x 103/mm3
Pemeriksaan Urine
Urinalisa Hasil
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
pH 6
Protein +3
Reduksi -
Urobilin -
7
Bilirubin -
Keton -
Leukosit 0-1
Eritrosit 0-1
Sel epitel 1-2
V. Diagnosis Akhir:
G1P0A0 hamil 41 minggu belum inpartu dengan susp. PPHD fs NYHA IV
janin tunggal hidup presentasi kepala
VI. Penatalaksanaan :
Non Farmakologis :
• Istirahat
• O2 3-5L/m
• Edukasi
• R/ terminasi perabdominam (elektif)
• Konsul Anastesi dan PDL
• Rujuk
Farmakologis :
• IVFD D5 gtt x/m mikro
• Nifedipin 3x10 mg
Rencana Pemeriksaan
Pemeriksaan Laboratorium
Foto Thorax
EKG
Echocardiography
VII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi Jantung
Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Beberapa
referensi, ukuran jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangan atau
dengan ukuran panjang kira-kira 5" (12cm) dan lebar sekitar 3,5" (9cm).
Jantung terletak di belakang tulang sternum, tepatnya di ruang mediastinum
diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas
jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3 dari jantung berada
disebelah kanan dari midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari midline
sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya di
bawah puting susu sebelah kiri. Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang
disebut lapisan perikardium, di mana lapisan perikardium ini di bagi menjadi
3 lapisan, yaitu lapisan fibrosa, lapisan parietal dan lapisan visceral.
Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu : Atrium (serambi) dan
Ventrikel (bilik). Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak
yang pendek, yaitu ke ventrikel, maka otot atrium lebih tipis dibandingkan
dengan otot ventrikel. Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan
9
atrium kiri, demikian halnya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2
yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
Secara skematis, urutan perjalanan darah dalam sirkulasinya pada
manusia, yaitu : Darah dari seluruh tubuh – bertemu di muaranya pada vena
cava superior dan inferior pada jantung – bergabung di Atrium kanan –
masuk ke ventrikel kiri – arteri pulmonalis ke paru – keluar dari paru melalui
vena pulmonalis ke atrium kiri (darah yang kaya O2) – masuk ke ventrikel
kiri, kemudian dipompakan kembali ke seluruh tubuh melalui aorta. Keluar
masuknya darah, ke masing-masing ruangan, dikontrol juga dengan peran 4
buah katup di dalamnya, yaitu :
1. Katup trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel
kanan).
2. Katup mitral (katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).
3. Katup pulmonalis (katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri
pulmonalis).
4. Katup aorta (katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta).
Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung
sendiri,karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat
penting sekali agar jantung bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila
arteri koroner mengalami pengurangan suplainya ke jantung atau yang di
sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung
sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami sumbatan total atau
yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction
dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan
dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga
atau miokardiac infarction. Arteri koroner adalah cabang pertama dari
sirkulasi sistemik, dimana muara arteri koroner berada dekat dengan katup
aorta atau tepatnya di sinus valsava. Arteri koroner dibagi dua,yaitu: Arteri
koroner kanan dan Arteri koroner kiri.7
3.2 Perubahan Fisiologis Hemodinamik Selama Kehamilan
10
Kehamilan menginduksi perubahan fisiologis pada sistem kardiovaskuler
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik dari ibu dan bayi. Hal ini
termasuk dalam peningkatan jumlah total darah dalam tubuh, curah jantung dan
penurunan tekanan resistensi perifer serta tekanan darah. Perubahan ini
mengakibatkan peningkatan beban hemodinamik pada jantung ibu dan dapat
menyebabkan gejala dan tanda-tanda mirip penyakit jantung. Adaptasi
kardiovaskular ini sangat penting untuk diketahui, yang mana pada wanita
dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya mungkin akan menunjukkan
pemburukan klinis selama masa kehamilan5,6
Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut
jantung. Denyut jantung dan stroke volume meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Volume plasma mencapai puncaknya sekitar 40%
dari Volume plasma awal pada masa gestasi 24 minggu. Peningkatan curah
jantung sekitar 30-50 % normal pada masa kehamilan. Peningkatan volume
plasma ini tidak proporsional dengan penambahan massa sel darah merah dimana
volume plasma meningkat 30-50% relatif lebih besar dibanding peningkatan sel
darah merah yang hanya terjadi 20-30%. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
hemodilusi dan menurunnya konsentrasi hemoglobin, sehingga mengakibatkan
anemia fisiologis dalam kehamilan dan menambah beban jantung.1,5,6
Pada awal kehamilan peningkatan curah jantung diakibatkan karena
peningkatan volume sekuncup, tetapi setelah masa gestasi 32 minggu, stroke
volume menurun akibat pembesaran uterus yang menekan vena kava inferior.
Penekanan vena kava inferior ini mengakibatkan penurunan aliran darah balik
vena ke jantung sehingga mengurangi preload dan berdampak akan terjadinya
hipotensi arterial yang dikenal dengan sindrom hipotensi supine, karena alasan
inilah tidak dianjurkan ibu hamil dalam posisi terlentang pada akhir kehamilan.1,7
Jadi pada akhir kehamilan curah jantung sangat tergantung pada denyut
jantung karena pengurangan volume sekuncup. Denyut jantung mulai meningkat
saat usia kehamilan 20 minggu dan terus meningkat hingga usia kehamilan 32
minggu dan terus bertahan tinggi hingga 2-5 hari setelah persalinan. Takikardia
akan mengurangi pengisian ventrikel kiri, mengurangi perfusi pembuluh darah
koroner pada saat diastol dan secara simultan kemudian meningkatkan kebutuhan
11
oksigen pada miokardium. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya iskemia miokard. Jadi wanita dengan penyakit
jantung koroner, gejalanya akan bertambah berat selama kehamilan.1,5
Resistensi vaskuler menurun pada trimester pertama dan awal trimester
kedua (sebagai akibat dari estrogen, progesteron, prostasiklin, atrial natriuretic
peptides, dan endothelial nitric oxide) sehingga tekanan darah sistemik biasanya
menurun pada awal kehamilan dan tekanan darah diastolik biasanya 10 mmHg di
bawah garis normal pada trimester kedua, tetapi kembali naik ke batas normal
secara perlahan pada trimester ketiga. Jadi tiga perubahan hemodinamik utama
yang terjadi dalam masa kehamilan adalah : peningkatan curah jantung,
peningkatan denyut jantung dan penurunan resistensi perifer.1,5,6
Selama persalinan, terjadi peningkatan curah jantung ( 15 % selama kala I
dan 50% selama kala II ) yang diakibatkan rasa takut, cemas, nyeri selama
persalinan dan kontraksi uterus. Kontraksi uterus akan mengembalikan darah 300
– 500 ml dari uterus ke sirkulasi sistemik. Respon simpatis dari rasa takut, cemas
dan nyeri akan menaikkan denyut jantung dan tekanan darah yang akan
meningkatkan curah jantung. Curah jantung lebih banyak meningkat selama
kontraksi dibandingkan dengan di antara kontraksi.6,8
Segera setelah persalinan darah dari uterus akan kembali ke sirkulasi
sistemik akibat hilangnya kompresi vena kava inferior dan kontraksi uterus yang
mengembalikan darah ke sirkulasi sistemik. Pada kehamilan normal, mekanisme
kompensasi ini akan melindungi ibu dari efek hemodinamik yang terjadi akibat
perdarahan post partum, namun bila ada kelainan jantung maka sentralisasi darah
yang akut ini akan meningkatkan tekanan pulmoner dan terjadi kongesti paru.
Dalam dua minggu pertama post partum terjadi mobilisasi cairan ekstra vaskuler
dan diuresis. Pada wanita dengan stenosis katup mitral dan kardiomiopati sering
terjadi dekompensasi jantung pada masa mobilisasi cairan post partum. Curah
jantung biasanya akan kembali normal setelah 2 minggu post partum.1, 8
3.3 Definisi Gagal Jantung
12
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang
disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi
gangguan pada ejeksi dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi
mampu memompa darah secara cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang
berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
3.3.1 Etiologi
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan
penyakit miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing
-masing 10% dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi
gagal jantung juga.
Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal
jantung kiri atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.
Tabel 1. Penyebab gagal jantung
Jantung kiri primer
Penyakit jantung iskemik
Penyakit jantung hipertensi
Penyakit katup aorta
Penyakit katup mitral
Miokarditis
Kardiomiopati
Amyloidosis jantung 7
Jantung kanan primer
Gagal jantung kiri
Penyakit pulmonari kronik
Stenosis katup pulmonal
Penyakit katup trikuspid
Penyakit jantung kongenital
(VSD,PDA)
Hipertensi pulmonal
Embolisme paru masif7
Gagal output rendah Gagal output tinggi
13
Kelainan miokardium
Penyakit jantung iskemik
Kardiomiopati
Amyloidosis
Aritmia
Peningkatan tekanan
pengisian
Hipertensi sistemik
Stenosis katup
Semua menyebabkan gagal
ventrikel kanan disebabkan
penyakit paru sekunder
Inkompetensi katup
Anemia
Malformasi arteriovenous
Overload volume plasma
Sumber: Concise Pathology 3rd Edition
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung (peningkatan afterload),
mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi
miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas
14
jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi
secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :
demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung
3.4 Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association
(NYHA).
Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas
II
Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat,
tetapi aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi
atau sesak nafas.
15
Kelas
III
Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik.
Berkurang dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari
aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.
Kelas
IV
Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya
kelelahan. Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan
aktivitas fisik, keluhan akan semakin meningkat.
Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of
Cardiology dan American Heart Association.
Tabel 3. Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)
Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai
abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.
Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat
dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.
Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural
jantung.
Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala
gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.
Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal
jantung akut dan gagal jantung kronik.
1. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa
disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal,
16
atau ketidakseimbangan preload dan afterload dan memerlukan pengobatan
segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan
jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.
2. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks
yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam
keadaan istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya
disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
3.5 Patofisiologi
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu :
(1) gangguan kontraktilitas ventrikel,
(2) meningkatnya afterload, atau
(3) gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel
(karena gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi
sistolik, sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas
relaksasi diastol atau pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan
gagal jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya
volume, gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada
gagal jantung sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu
memenuhi kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu gagal jantung
diastolik dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum
ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokardium dan kardiomiopati.
17
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik
dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif
terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja
terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga
terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal
jantung untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk
memompakan darah ke organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1)
mekanisme Frank-Straling, (2) neurohormonal, dan (3) remodeling dan
hipertrofi ventrikular.
1. MekanismeFrank-Starling
meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume
ventricular end-diastolik. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik,
berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal
pada filamen aktin dan miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan
pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan normal, mekanisme Frank-
Starling mencocokan output dari dua ventrikel.
Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu
mendukung cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada
penderita gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya
peningkatan volume ventricular end-diastolic dan mekanisme Frank-
Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami
pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang
berlebihan
Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah
ketegangan dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan
menurunkan ketebalan dinding pembuluh darah dan meningkatkan
ketegangan dinding pembuluh darah. Peningkatan ketegangan dinding
pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung yang
18
menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi
jantung.
2. Neurohumeral
a. Sistem saraf adrenergik
Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung
dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcusaorta, kemudian
dihantarkan ke medulla melalui nervus IX dan X, kemudian
mengaktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi sistem saraf simpatis ini akan
menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal iniakan meningkatkan frekuensi
denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi
arteri dan vena sistemik.
b. Sistem renin angiotensin aldosteron
Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi sistem
renin- angiotensin aldosteron berkurangnya natrium terfiltrasi yang
mencapai makula densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi
simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan renin dari apparatus
juxtaglomerular. Renin memecah empat asam amino dari
angiotensinogen I, dan Angiotensin -converting enzyme akan
melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1,
aktivasi reseptor angiotensin I akan mengakibatkan vasokonstriksi,
pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan katekolamin,
sementara AT2 akan menyebabkan vasodilatasi, inhibisi
pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.
3.6 Gambaran Klinis
Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat :
1. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
19
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung
kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri
dan volume akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat.
Tanda dan gejala:
Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan
yang minimal atau sedang.
Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring
Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama
dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat
tidur)
Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum
berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah.
Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat
cairan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme.
Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik.
2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya
pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun
tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri.
Tanda dan gejala:
Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.
Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena
didalam rongga abdomen.
20
Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi
renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.
Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari
jaringan.
Bendungan pada vena perifer (jugularis)
Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan
asites.
Perasaan tidak enak pada epigastrium.
Gagal Jantung Kongestif
Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam
keadaan gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa
sehingga terjadi bendungan sistemik bersama dengan bendungan paru.
Tanda dan gejala:
Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.
3.7 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah
digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan
minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria
minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak
berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal,
PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.
Kriteria mayor
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
21
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi (>120/menit)
2. Pemeriksaan Fisik
A. Tekanan darah dan Nadi
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan,
namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV
berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan
adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda
nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik.
Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer
dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik
berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya
sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase
apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial
meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan memicu
depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia,
diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi
oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti
sementara
22
B. Jugular Vein Pressure
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai
tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika
pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena
jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan
memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada
HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat
namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan
tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar
mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
C. Ictus cordis
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak
memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika
kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi
dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular
line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.
D. Suara jantung tambahan
Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan
dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel
kanan dapat memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan meluas
hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada
pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan
takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara
jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik namun biasa ditemukan
pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada regurgitasi mitral dan
tricuspid biasa ditemukan pada pasien.
E. Pemeriksaan paru
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari
transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien
dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua lapangan
paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac
asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru
23
sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa
rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan
dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini
disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar.
Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan
mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena
pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering
terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura
seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering terkena
adalah rongga pleura kanan.
F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika
ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat
berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites
sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada
vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga
merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari gangguan fungsi
hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait
dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.
G. Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun
namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang
diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen
pada CHF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada
pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring,
edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum.
Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada
kulit.
H. Cardiac Cachexia
Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan
berat badan dan cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari
cachexia pada HF tidak diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor
24
dan termasuk peningkatan resting metabolic rate; anorexia, nausea, dan
muntah akibat hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada perut;
peningkatan konsentrasi sitokin yang bersirkulasi seperti TNF, dan
gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di usus. Jika
ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh
mana gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti :
hati, ginjal dan lain-lain. Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan
anemia, karena anemia ini merupakan suatu penyebab gagal
jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk
disfungsi jantung lainnya.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi/Rontgen.
Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan
bayangan hilus paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir
berkurang, lapangan paru bercak-bercak karena edema paru, pembesaran
jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat, distensi vena paru.
b. Pemeriksaan EKG.
Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer
jantung ( iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda
faktor pencetus akut ( infark miocard, emboli paru ).
c. Ekhokardiografi.
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta
anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung
3.8 Kardiomiopati Peripartum
Definisi
Definisi dari kardiomiopati peripartum tersebut sebagai salah satu
bentuk kardiomiopati dilatasi dengan tanda-tanda gagal jantung pada bulan
25
terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan pasca melahirkan. Kardiomiopati
peripartum adalah penyakit miokardium idiopatik yang terjadi pertama
kali pada trimester III kehamilan atau 5 bulan setelah melahirkan. Criteria
kardiomiopati peripartum adalah :
terjadi pertama kali antara trimester III kehamilan sampai 5 bulan
pertama setelah melahirkan
etiologi tidak dapat ditemukan
tidak pernah menderita penyakit jantung sebelumnya.
Etiologi
Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk dari
penyakit miokardial primer idiopatik yang berhubungan dengan
kehamilan. Meskipun beberapa kemungkinan mekanisme etiologi dari
penyakit tersebut yang diperkirakan selama ini, tetapi tidak satupun yang
dapat menjelaskan dengan pasti. Beberapa kejadian yang diperkirakan
dapat menjadi penyebab ataupun mekanisme kardiomiopati peripartum,
adalah :
Miokarditis : Melvin dkk pernah membuktikan adanya miokarditis
dari biopsi endomiokardial pada pasien dengan kardiomiopati
peripartum. Dikatakan bahwa hipotesis menurunnya sistem imnunitas
selama hamil, dapat meningkatkan replikasi virus dan kemungkinan
untuk terjadinya miokarditis akan meningkat.
Infeksi viral yang bersifat kardiotropik
Chimerism
Apoptosis dan inflamasi
respon abnormal hemodinamik pada kehamilan : perubahan
hemodinamik selama kehamilan dengan meningkatnya volume darah
dan curah jantung serta menurunnya afterload, sehingga respon dari
ventrikel kiri untuk penyesuaian menyebabkan terjadinya hipertrofi
sesaat.
Faktor-faktor penyebab lain : efek tokolisis yang lama, kardiomiopati
dilatasi idiopatik, abnormalitas dari relaxine, defisiensi selenium dll
26
Wanita yang beresiko. Sedangkan factor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan seorang wanita mengalami kardiomiopati peripartum,
diantaranya adalah; multiparitas, usia maternal yang lanjut (walaupun
penyakit ini dapat mengenai semua usia, insidensi akan meningkat pada
wanita berusia > 30 tahun), kehamilan multifetal, pre-eklamsia, hipertensi
gestasional dan ras Afrika Amerika.
Patofisiologi
Peripartum kardiomiopati adalah salah satu bentuk kardiomiopati
dilatasi. Masalah yang mendasar adalah menghilangnya kontraktilitas
miokardium, yang ditandai dengan menghilangnya kemampuan sistolik
jantung. Kardiomiopati dilatasi menyebabkan penurunan fraksi ejeksi,
peningkatan volume end-diastolik, dan volume residual, penurunan volume
sekuncup ventrikel, serta gagal biventrikel.
Gambar 1. Perbandingan jantung normal (kiri), kardiomiopati hipertrofik (tengah) dan kardiomiopati dilatasi (kanan).
Sekitar setengah kasus, etiologi kardiomiopati dilatasi adalah
idiopatik, tetapi kemungkinan besar kelainan ini merupakan hasil akhir
dari kerusakan miokard akibat produksi berbagai macam toksin, zat
metabolit, atau infeksi. Kerusakan akibat infeksi viral akut pada miokard
yang akhirnya mengakibatkan terjadi kardiomiopati dilatasi ini terjadi
melalui mekanisme imunologis. Pada kardiomiopati dilatasi yang
27
disebabkan oleh penggunaan alkohol, kehamilan (pada 3-4 bulan pertama),
penyakit tiroid, penggunaan kokain dan keadaan takikardia kronik yang
tidak terkontrol, dikatakan kardiomiopati tersebut bersifat reversibel.
Obesitas akan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung, sebagaimana
juga gejala sleep apnea.
Kardiomiopati dilatasi dapat juga diakibatkan oleh konsekuensi
lanjut infeksi virus, bakteri, parasit atau proses autoimun. Respon
inflamasi dan autoimun termasuk pelepasan sitokin dan interleukin yang
menghasilkan terjadinya miokarditis dan fungsi kontraktil. Jenis ini
diklasifikasikan ke dalam “inflammatory cardiomyopathy” oleh
WHO.
Penyakit ini bersifat genetik heterogen tetapi kebanyakan
transmisinya secara autosomal dominan, walaupun dapat pula secara
autosomal resesif dan diturunkan secara x-linked. Sampai saat ini belum
diketahui bagaimana seseorang akan memiliki predisposisi kardiomiopati
dilatasi apabila tidak diketahui riwayat kejadian penyakit ini dalam
keluarganya.
Manifestasi Klinis
Kriteria untuk diagnosis peripartumkardiomiopati ditegakkan oleh
Demakis et al pada tahun 1971. Gagal jantung harus bermanifestasi
dalam bulan-bulan terakhir kehamilan atau dalam waktu 5 bulan sebelum
melahirkan dan tidak ditemukan penyebab lain gagal jantung.
Kriteria diagnostik untuk peripartum kardiomiopati;
1. Ditemukan disfungsi ventrikel kiri (yakni, fraksi ejeksi ventrikel kiri
<45%).
2. Gejala gagal jantung bermanifestasi dalam bulan-bulan terakhir
kehamilan atau dalam waktu 5 bulan sebelum melahirkan.
3. Tidak ditemukan penyebab lain untuk gagal jantung.
Peripartum kardiomiopati bermanifestasi dengan gejala-gejala
dyspnea, orthopnea, dispnea paroksismal nokturnal, batuk, nyeri dada,
28
anorexia, fatigue dan.edema pedis. Pasien dengan peripartum
kardiomiopati adalah mirip dengan pasien lain
dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Gejala-gejala umum terdiri dari
distensi vena di leher, takikardi, takipneu, hepatomegali, hepatojugular
refluks, asites, edema perifer, terjadinya perubahan status mental dan
tromboemboli jantung. Gejala kardiak terdiri dari adanya irama gallop,
murmur regurgitasi mitral, loud P2 dan rales.
Dokter haruslah berhati-hati mendiagnosis kardiomiopati peripartum
dan menolak diagnosis-diagnosis yang lain. Selama kehamilan terdapat
banyak perubahan fisiologis yang dapat menyerupai gagal jantung. Pada
trimester pertama terjadi peningkatan volume
darah, yang dapat menyebabkan distensi vena jugularis. Pada bulan-bulan
terakhir kehamilan normal sering ditemukan edema pedis. Dyspneu dan
fatigue juga gejala sering pada kehamilan normal.
Perubahan fisiologis normal ini dapat membuka kedok penyakit
jantung subklinis atau kompensasi untukpertama kalinya. Misalnya jika
status cairan pasien meningkat, penyakit jantung valvular asimptomatis
dapat menjadi simptomatis untuk pertama kalinya.
Pemeriksaan Diagnostik
Evaluasi status kardiovaskular pada wanita hamil lebih baik hanya
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Adakalanya diperlukan
pemeriksaan lain yang harus dilakukan dengan mempertimbangkan
resikonya terhadap wanita hamil dan janin yang dikandungnya. Pemeriksaah
oleh orang yang berpengalaman sangat diperlukan untuk menghindarkan
kesalahan dalam diagnosis yang dapat menimbulkan kecemasan, ketakutan
dan biaya yang tidak diperlukan.
Pemeriksaan ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi, termasuk Doppler sangat aman dan
tanpa resiko terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan tranesofageal
ekokardiografi pada wanita hamil tidakdianjurkan karena resiko anestesi
selama prosedur Pemeriksaan radiografi. Semuapemeriksaan radiografi
mesti dihindarkan terutama pada awal kehamilan. Pemeriksaan radiografi
29
mempunyai resiko terhadap organogenesis abnormal pada janin, atau
malignancy pada masa kanak-kanak terutama leukemia. Jika pemeriksaan
sangatdiperlukan sebaiknya dilakukan pada kehamilan lanjut, dosis radiasi
seminimal mungkin dan perlindungan terhadap janin seoptimal mungkin.
Pemeriksaan elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab
pertanyaan yang spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi dari
variasi gelombang ST-T lebih sulit dari yang biasa, Depresi segmen ST
inferior sering didapati pada wanita hamil normal. Pergeseran aksis QRS
kekiri sering didapati, tetapi deviasi aksis kekiri yang nyata (-30°)
menyatakan adanya kelainan jantung.
Pemeriksaan radionuklide
Beberapa pemeriksaan radionuklide akan mengikat albumin dan
tidak akan mencapai fetus, pemisahan akan terjadidan eksposure terhadap
janin mungkin terjadi. Sebaiknya pemeriksaan ini dihindarkan. Adakalanya
pemeriksaan ventilasi pulmonal/perfusi scan atau scan perfusi miokard
thallium diperlukan saat kehamilan. Diperkirakan eksposur terhadap fetua
rendah.
Magnetic resonance imaging (MRI)
Meskipun tidak tersedia informasi mengenai keamanan prosedur
MRI pada evaluasi wanita hamil dengan kehamilan, dilaporkan tidak
didapati efek fetal yang merugikan bila digunakan pada tujuan yang lain.
Pemeriksaan ini mesti dihindarkan pada wanita dengan implantasi pacu
jantung atau defibrillator.
Penatalaksanaan
Tatalaksana selama kehamilan :
Dapat menyebabkan defek pada janin, walaupun obat-obat tersebut
merupakan terapi standar pada gagal jantung umumnya. Efek teratogenik
umumnya pada trismester kedua dan ketiga
Digoksin
Beta Blockers
30
Loop Diuretic
Hydralazine dan Nitrat : Obat-obatan yang dapat menurunkan afterload,
cukup aman diberikan pada masa kehamilan
Tatalaksana Post Partum :
ACE dan ARB setengah dosis anti hipertensi
Diuretika
Spronolakton
Beta Blockers : Direkomendasikan untuk kardiomiopati peripartum ,
dikatakan dapat memperbaiki gejala klinis, fraksi ejeksi dan angka
kelangsungan hidup. Pilihan beta blockers yang dianjurkan: carvedilol dan
metaprolo.
Antikoagulan
Transplantasi Jantung
Ventricular assist device
Implantable Cardioverter defibrillator
Prognosis
Beberapa faktor yang diketahuimempunyai pengaruh terhadap prognosis pasien
kardiomiopati adalah :
Kadar troponin T : kadar yang tinggi didalam darah selama 2 minggu post
partum dapat menggambarkan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada 6 bulan
Durasi kompleks QRS pada rekaman ecg: dapat sebagai predictor
kematian mendadak, yaitu pada kompleks QRS yang memanjang > 120ms
Dimensi ruang jantung dan nilai fraksi ejeksi
31
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini memaparkan Ny. N, wanita, 23 tahun, datang ke RSUD Kayu
Agung dengan keluhan hamil cukup bulan dengan darah tinggi dan sesak napas.
Sejak ±2 hari SMRS sesak dirasakan terus menerus, sesak dipengaruhi aktifitas
tidak berkurang dengan istirahat, pasien lebih nyaman pada posisi duduk, tidak
dipengaruhi cuaca, tidak disertai mengi, sesak pada malam hari (+), nyeri dada (-),
jantung berdebar (+), batuk (-), demam (-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-),
nyeri ulu hati (-), mual-muntah (-), bengkak kedua kaki (+). Pasien belum ada
keluhan perut mulas menjalar ke pinggang, keluar darah lendir (-), keluar air-air
(-). Pasien mengaku hamil cukup bulan dan gerakan janin masih dirasakan.
Berdasarkan keluhan utama pasien, dapat dipikirkan beberapa kemungkinan
penyebab terjadinya sesak. Sesak dapat berasal dari organ paru maupun jantung.
Sesak nafas yang diakibatkan oleh penyakit paru biasanya tidak berkurang dengan
istirahat dan biasanya disertai suara nafas tambahan, sedangkan tidak pada pasien
tsb, maka kemungkinan penyakit paru dapat disingkirkan. Sesak napas dalam
kehamilan dapat disebabkan dari jantung, desakan janin menekan diafragma, atau
perubahan volume darah selama kehamilan.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah
160/100 mmHg, nadi 90 x/menit, respirasi 40 x/menit dan suhu 36.5oC. Pada
pemeriksaan leher ditemukan distensi vena jugularis, JVP meningkat (5+0)
cmH2O, ronkhi basah halus di kedua basal paru dan pembesaran batas jantung.
Proteinuria 3+. Pasien menyangkal riwayat darah tinggi sebelum kehamilan dan
hipertensi diketahui saat usia kandungan 8 bulan. Pasien mengaku tidak rutin
berobat. Hal ini merupakan salah satu penyebab yang dapat mengakibatkan
kompensasi jantung pada beban kerja yang berlebihan dibebankan dengan
kenaikan tekanan sistemik yang mula-mula dipertahankan dengan hipertrofi
ventrikel kiri, ditandai oleh ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang ini
memburuk, kavitas berdilatasi, dan timbul gejala dan tanda gagal jantung.
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan dengan kriteria
Framingham minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Gejala yang didapati
32
pada penderita ini antara lain paroksismal nokturnal dispnea, dyspneu d’effort.
Pada pemeriksaan fisik yang memenuhi kriteria antara lain terdapat peninggian
tekanan vena jugularis, ronki basah halus di kedua basal paru dan edema
ekstremitas bawah.
Diagnosis kardiomiopati peripartum ditegakkan berdasarkan kriteria klasik.
Pada kasus ini telah memenuhi kriteria klasik: (1) Gagal jantung yang terjadi pada
bulan terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan setelah melahirkan; (2) Tidak
ditemukan penyebab lain dari gagal jantung; (3) Tidak diketahui adanya penyakit
jantung sebelum bulan terakhir kehamilan tersebut.
Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi
ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri. Rangsangan simpatis
dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan
volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi
gangguan kontraksi miokard (penurunan/ gangguan fungsi sistolik). Gangguan
fungsi sistolik ini merupakan ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kelelahan,
kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung
kiri akibat kelemahan ventrikel, menyebabkan peningkatan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Easterling TR, Stout K. Heart disease. In: Obstetrics-normal and problem
pregnancies. 5 th ed. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, eds. London:
Churchill Livingstone Inc; 2002. p. 913-34.
2. Tillery KA, Clarck SL. Cardiac disease in pregnancy. In : Clinical obstetrics
the fetus & mother. 3 rd ed. Reece A, Hobbins JC, eds. New York: Blackwell
Publishing; 2007. p. 700-14
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstorm
KD, eds. Cardiovascular diseases. In : Williams obstetrics. 22 nd ed. New
York: McGraw Hill; 2007. p. 1181-203.
4. Swiet MD, ed. Heart disease in pregnancy. In: Medical disorders in obstetrics
practice. 4 th ed. London: Blackwell Publishing; 2002. p. 125-58
5. Zagrosek VR, et al. ESC Guidelines on the management of cardiovascular
disease in pregnancy. In : European heart journal (2011). Berlin: European
Society of Cardiology; 2011. p. 3150-91
6. Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta
7. Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes
Kardiologi. Erlangga : Jakarta
8. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
9. DickstainA, FilippatosG,Cohen SA,et al. 2008. Guidelinesforthe diagnosis
andtreatmentof acuteand chronicheart failure . European heart journal.
10. http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview .Di akses
27 Januari 2016
11. Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001
34