case app
DESCRIPTION
appTRANSCRIPT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDARUMAH SAKIT BAYUKARTA
Nama : Nella Tanda TanganNIM : 11.2014.282Dr. Pembimbing : dr. Rio Andreas SpB
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. GHA Jenis kelamin : PerempuanTempat/tanggal lahir : Karawang, 16/03/2002 Suku bangsa : JawaStatus perkawinan : Belum Menikah Agama : IslamPekerjaan : pelajar Pendidikan : SLTPAlamat : Perum gading elok II , blok E8 /124 Masuk RS : 24 Mei 2015
II.ANAMNESISDiambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 24 Mei 2015 Jam : 07.30 WIB
Keluhan utama: Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus. Nyeri awalnya menjalar dari ulu hati. Sekarang tidak terdapat nyeri pada ulu hati. Tidak terdapat mual dan muntah namun nafsu makan menurun. Pasien belum buang air besar sejak dua hari yang lalu. Riwayat berkemih normal. Tidak ada riwayat keputihan.
Riyawat Penyakit Dahulu
Beberapa bulan yang lalu pernah mengalami hal yang sama. Nyeri pada perut kanan bawah yang hilang timbul. Nyeri biasanya muncul ketika pasien banyak beraktifitas.
1
Riwayat Hidup
Riwayat kelahiran:
(-) Di rumah ( ) Rumah sakit ( -) Rumah bersalin
Ditolong oleh ( ) Dokter (-) Bidan (- ) Dukun ( -) Lainnya
Riwayat Makanan
Frekuensi/hari : 3x dalam sehari, sekali makan 1 piring
Variasi/hari : makan bervariasi
Jumlah/hari : makan dalam jumlah yang cukup
Nafsu makan : baik
Riwayat Imunisasi
(+) BCG (+) DPT (+) Polio
(+) Hep B (+) Campak ( ) Lainnya
Penyakit Dahulu
(-) Wasir/Hemorrhoid (-) Appendisitis (-) Struma tiroid(-) Batu Ginjal/Saluran Kemih (-) Tumor (-) Penyakit jantung bawaan(-) Hernia (-) Penyakit Prostat (-) Perdarahan otak(-) Thypoid (-) Diare Kronis (+) Gastritis(-) Batu empedu (-) DM (-) Hipertensi(-) Tifus abdominalis (-) Kelainan kongenital (-) Penyakit pembuluh darah(-) Ulkus ventrikuli (-) Colitis (-) ISK(-) Tuberkulosis (-) Tetanus (-) Volvulus(-) Invaginasi (-) Hepatitis (-) Abses hati(-) Penyakit degeneratif (-) Fistel (-) Patah tulang(-) Luka bakar (-) Operasi (-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
HubunganUmur
(Tahun)Jenis Kelamin
Keadaan Kesehatan
Penyebab Meninggal
Ayah 50 Laki-laki Sehat -
2
Ibu 43 Perempuan Sehat -
Saudara 20 Laki-laki Sehat -
Adakah Keluarga /Kerabat Yang Menderita:
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi √
Asma √
Tuberkulosis √
Hipertensi √
Diabetes √
Jantung √
Ginjal √
ANAMNESIS SISTEMKulit( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam( - ) Kuku ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis
Kepala( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala( - ) Sinkop ( - ) Nyeri pada sinus
Mata( - ) Nyeri ( - ) Kuning/ikterus ( - ) Gangguan penglihatan( - ) Sekret ( - ) Radang
Telinga( - ) Nyeri ( - ) Tinitus ( - ) Gangguan pendengaran( - ) Sekret ( - ) Kehilangan pendengaran
Hidung( - ) Rhinnorhea ( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan( - ) Nyeri ( - ) Epistaksis ( - ) Gangguan penciuman( - ) Sekret ( - ) Benda asing (foreign body)
3
Mulut( - ) Bibir ( - ) Lidah kotor( - ) Gusi ( - ) Mukosa
Tenggorokan( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara
Leher( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher
Thorax (Cor dan Pulmo)( - ) Sesak napas ( - ) Mengi ( - ) Nyeri dada( - ) Batuk ( - ) Batuk darah ( - ) Berdebar-debar
Abdomen (Lambung / Usus)( - ) Mual ( - ) Muntah ( - ) Tinja berdarah( - ) Diare ( + ) Konstipasi ( - ) Tinja berwarna dempul( - ) Nyeri epigastrium ( - ) Nyeri kolik ( - ) Benjolan
Saluran Kemih / Alat kelamin( - ) Disuria ( - ) Nokturia ( - ) Hematuria( - ) Hesistancy ( - ) Urgency ( - ) Retensio urin( - ) Kencing batu ( - ) Kolik
Katamenia
( - ) Leukore ( - ) Pendarahan ( - ) lain - lain
Haid
(-) Haid terakhir (-) Jumlah dan lamanya (+) Menarche
(+) Teratur (-) Nyeri (-) Gejala Kilmakterium
(-) Gangguan haid (-) Pasca menopause
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
4
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick')
(-) Amnesia (-) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis
BERAT BADANBerat badan rata-rata (Kg) : 43 kg Berat tertinggi (Kg) : 43 kgBerat badan sekarang (Kg) : 43 kgTetap ( √ ) Turun ( ) Naik ( )
III. STATUS GENERALISPemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 155,0 cm
Berat Badan : 43,0 kg
Tekanan Darah : 116/62 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Suhu : 36,6 derajat celcius
Pernafasaan : 24 kali/menit
Keadaan gizi : Baik
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Mobilitas (aktif / pasif) : Aktif
5
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : Wajar
Alam Perasaan : Biasa
Proses Pikir : Wajar
Kulit
Warna : Sawo matang
Effloresensi : Tidak ada
Jaringan Parut : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata, Hitam
Lembab/Kering : Lembab
Suhu Raba : Hangat
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran
Keringat : Umum (+)
Turgor : Baik
Ikterus : Tidak ada
Oedem : Tidak ada
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : Tidak teraba membesar
Leher : Tidak teraba membesar
Supraklavikula : Tidak teraba membesar
Ketiak : Tidak teraba membesar
Lipat paha : Tidak teraba membesar
Kepala
Ekspresi wajah : Tenang
Simetri muka : Simetris
6
Rambut : Merata, Hitam
Mata
Exophthalamus : Tidak ada
Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Oedam (-)
Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis
Sklera : Ikterik (-)
Gerakan Mata : Aktif
Nistagmus : Tidak ada
Telinga
Tuli : Tidak tuli
Selaput pendengaran : Utuh, Intak (+)
Lubang : Lapang
Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
Mulut
Bibir : Kering, Tampak pucat
Tonsil : T1-T1 tenang
Bau pernapasan : Tidak ada
Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis
Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak ada atrofi papil, coated tongue (-)
7
Thorax:
Paru - Paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palapasi Kiri Tidak ada benjolan Fremitus taktil simetris Nyeri tekan (-)
Tidak ada benjolan Fremitus taktil simetris Nyeri tekan (-)
Kanan Tidak ada benjolan Fremitus taktil simetris Nyeri tekan (-)
Tidak ada benjolan Fremitus taktil simetris Nyeri tekan (-)
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri Suara vesikuler Wheezing (-) Ronki (-)
Suara vesikuler Wheezing (-) Ronki (-)
Kanan Suara vesikuler Wheezing (-) Ronki (-)
Suara vesikuler Wheezing (-) Ronki (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS VI, 2 cm lateral dari garis midclavicularis kiri
Palpasi : Ictus cordis terbada pada ICS VI, 2 cm lateral dari garis midclavicularis kiri
Perkusi :
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan
Batas kiri : ICS IV 1 cm lateral linea midclavicularis kiri
Batas atas : ICS III linea parasternalis kiri
Auskultasi : BJ I-II murni reguler. Murmur (-) Gallop (-)
Perut
Inspeksi : Normal, bekas luka operasi ( - ), dilatasi vena ( - )
8
Palpasi :
Dinding perut : defans muscular ( - ) nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan McBurney ( + ), nyeri lepas ( + ), nyeri kontralateral ( + )
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok CVA (-)
Lain-lain : psoas sign ( + ), obturator sign ( + )
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Alat kelamin dan Colok dubur : Tidak dilakukan
Ekstremitas ( lengan dan tungkai )Tonus : NormotonusMassa : Normal (normotrofi) Sendi : Normal Kekuatan : +5 +5 Sensori : + +
+5 +5 + +
Edema : - - Cyanosis : - -
- - - -
Lain – lain :
Refleks Kanan Kiri
Refleks Tendon Positif Positif
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Refleks Patologis Negatif Negatif
9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Pemeriksaan Darah pada tanggal 24 Mei 2015
Hematologi dan Hemostatis
Hasil Nilai normal Satuan
Hemoglobin (Hb)
Leukosit
Hematokrit
LED/BSE
Trombosit
Eritrosit
MCV (VER)
MCH (HER)
MCHC (KHER)
Hitung jenis :
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Golongan darah ABO
Rhesus
Hemostasis
13,2
8,9
38
20
282.000
4,68
80,3
28,3
35,1
0
4
0
65
24
7
AB
(+)
11,5 – 18
4,6– 10,2
37 – 54
0-20
150.000-400.000
3,8 – 6,5
80 – 100
26 – 32
31 – 36
0 – 1
0 – 3
0 – 5
50 – 80
25 – 50
2 – 10
g/dL
/uL
%
mm/1 jam
/uL
juta/uL
fL
pg
g/dL
%
%
%
%
%
%
10
Masa pembekuan
Masa perdarahan
3
9
4 – 15
1 – 6
Menit
Menit
Kimia Hasil Nilai normal Satuan
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Uric acid
Diabetes
Glukosa sewaktu
22
0,5
4,3
102
20 - 40
0,5 – 1,5
2,5 - 7
80 – 140
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
V. RESUMEAnamnesa
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus. Awalnya terasa nyeri pada daerah ulu hati kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Saat ini tidak terdapat nyeri pada ulu hati. Tidak terdapat mual dan muntah namun nafsu makan menurun. Pasien belum buang air besar sejak dua hari yang lalu. Riwayat berkemih normal. Tidak ada riwayat keputihan.
Pemeriksaan fisikAbdomenInspeksi : abdomen datar, massa (-), bekas luka operasi (-)Auskultasi : Bising usus (+) NormalPalpasi : Nyeri tekan titik Mc Burney (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign
(+)Perkusi : Timpani pada semua kuadranPemeriksaan KhususRovsing sign (+), Blumberg sign (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+).
VI. DIAGNOSIS KERJAAppendicitis acuteDasar diagnosis: nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari yang lalu. Awalnya nyeri berasal
dari daerah epigastrium. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil positif pada nyeri tekan McBurney, rovsing sign, Blumberg sign, obturator sign dan psoas sign.
11
VII. DIAGNOSIS BANDING1. Gastroenteritis 2. Demam dengue3. Limfadenitis mesenterika4. Kelainan ovulasi5. Infeksi panggul/salpingitis6. Kehamilan diluar kandungan7. Kista ovarium terpuntir8. Endometriosis eksterna
VIII.PENATALAKSANAANMedikamentosa:
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Non-medikamentosa:1. Bed rest 2. Puasa minimal 6 jam untuk persiapan operasi
Tindakan:Appendiktomy
Post operasi:
IVFD RL (2) : Futrolit (1)Terfacef 2 x 1 gOttozol 1 x 40 mgTorasic 3 x 30 mg
IX. PROGNOSIS- Ad vitam : bonam- Ad fungsionam : bonam- Ad sanationam : bonam
12
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm
(kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65%
kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya.1
Gambar 1: anatomi appendiks
( www.bedahminor.com )
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala
klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar
umbilicus.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks
akan mengalami gangren.1
13
2. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah
IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.1
3. Insidensi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat
setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih
banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2.
Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya.
Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas.
Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada
anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok
umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.2
4. Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling
sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis.
Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:
Hiperplasia folikel lymphoid
Carcinoid atau tumor lainnya
Benda asing (pin, biji-bijian)
14
Kadang parasit
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi
mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat
diisolasi pada pasien appendicitis yaitu:1,2
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli
Viridans streptococci
Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus
Bacteroides fragilis
Peptostreptococcus micros
Bilophila species
Lactobacillus species
5. Patogenesis
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam
24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess
setelah 2-3 hari.
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain
obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus
vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan
kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga
menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20%
pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi
appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi
lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid
yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general
misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit
seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau
Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik,
seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis
memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang
mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks,
khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda
asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya
appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya
appendicitis.
15
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti
berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan
pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada
anak-anak.
Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin
bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika
mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan
aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan
menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan
gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam,
takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari
jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan
dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan
dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang
timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.
Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena
eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture
dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung
atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat
berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi
dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi
appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan
gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi
perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum,
semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis
difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum.
16
Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang
dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik.
Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering
didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal
atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.1,2,3
6. Gambaran Klinis
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang
pada neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis
appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama
kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang
samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah.
Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit.
Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi.
Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai
terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada
flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum
pada anak dengan appendicitis retrocecal arau pelvis.
Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejala dapat
berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan
distensi kandung kemih.
Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset
terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder
dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang
terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis.
Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit
dapat terjadi pada anak dengan appendicitis.
Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C).
Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan
appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan
dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong.
Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau
menghilang.
17
Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan
cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan.
Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada
anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan
ureter.1,3
Tabel 1. Gejala Appendicitis Akut1
Gejala Appendicitis AkutFrekuensi
(%)
Nyeri perut 100
Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah
kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu
tinggi)
50
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
7. Pemeriksaan Fisik
Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal
beberapa manuver diagnostik:
Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ
abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.
Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri
sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada
otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon
atau abscess.
Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi
yangterletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan
manuver ini.
18
Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan
endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan
peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-
masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang
atau perforasi.
Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang
terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat
dilakukan manuver ini.4
8. Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan
Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan
bukan radang akut.1
Tabel 2. Alvarado scale1
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
19
Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan
9. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak
dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis
berkisar antara 12.000-18.000/mm. Peningkatan persentase jumlah neutrofil
(shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis
appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien
dengan appendicitis.
Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis
dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan
dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
Ultrasonografi
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria
diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior
7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa
periappendix.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix
sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif
juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus
yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix.
CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan
spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis
tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai
pilihan test diagnostik.
Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix
dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang
terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo”.1,2
20
11. Diagnosis Banding
Gastroenteritis
Ada mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri pada perut bersifat
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai ada hiperperistaltik.
Demam Dengue
Dapat dimulai dengan nyeri perut seperti peritonitis. Pada penyakit ini
didapatkan hasil positif pada tes ruple leed, trombositopenia dan peningkatan
hematocrit
Limfadenitis Mesenterika
Didahului oleh eneteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut,
mual dan nyeri tekan yang sifatnya samar
Kelainan ovulasi
Folikel yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri di tengah siklus
menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasanya hilang dalam waktu 24
jam
Infeksi panggul
Suhu lebih tinggi daripada appendiks dan nyeri bagian bawah perut lebih
difuse. Biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina akan
timbul nyeri hebat pada panggul.
Kehamilan diluar kandungan
Hamper selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan tidak menentu. Jika
ada rupture tuba atau abortus kehamilan di luar Rahim dengan perdarahn akan
timbul nyeri mendadak.
Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa rongga
pelvis dan tidak terdapat demam
Endometriosis eksterna
Endometrium di luar kandungan akan menimbulkan nyeri ditempat
endometriosis berada dan darah menstruasi terkumpul ditempat itu karena
tidak ada jalan keluar.1
12. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan
21
berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk
kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.1
13. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya. Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis.
Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.1 Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses,dianjurkan operasi secepatnya. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy.1,3
22
14. Prognosis
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
1. De jong, Syamsuhidajat. Usus halus, apendiks, kolon dan anorektum dalam
buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2007.756-63.
2. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ. Appendix In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
3. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In Schwartz’s Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
4. Way LW. Appendix In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
23