campuran bedah for

50
mengenai tahapanmetabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase,yaitu prehepatik, intrahepatik, pascahepatik, masih relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagisehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma , liver uptake, k ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah , maka prosedur isolasi DNA s dengan kerta alumunium, dan bekukan pada suhu -20 o C. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke laboratorium. 1. Darah dan bercakdarah (seperti darah pada pakaian, karpet, tempat tidur, perban). (11,17) - Darah o Darah cair dari seseorang. Ambil dengan menggunakan semprit. Masukkan ke dalam tabung yang diberikan pengawet EDTA ± 1 ml darah. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, si dalam termos es, lemari es atau kirim ke laboratorium. o Darah cair di TKP. Ambil dengan menggunakan semprit, pipet atau kain. Masukkan ke dalam tabung yang berisikan pengawet EDTA. Bila membeku, ambil dengan menggunakan spaltel. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, si termos es, lemari es, atau kirim ke laboratorium. o Darah cair dalam air/salju/es. Sesegera mungkin, ambil secukupnya, masukkan ke dalam botol. Hindari kontaminasi, beri label yang jelas dan tanggal pengambil sampel, simpan atau kirim ke lab. - Bercak darah basah. o Ditemukan pada pakaian Pakaiandengan noda ditempatkan pada permukaan bersih dan keringkan. Setelah kering, masukkan kantong kertas atau amplop. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, ki laboratorium. o Ditemukan pada benda.

Upload: arv-ira

Post on 08-Oct-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

campur campur campur shella waoooooooooooo bingitsssszszszszs

TRANSCRIPT

mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase, yaitu prehepatik, intrahepatik, pascahepatik, masih relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah, maka prosedur isolasi DNA s dengan kerta alumunium, dan bekukan pada suhu -20oC. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke laboratorium. 1. Darah dan bercak darah (seperti darah pada pakaian, karpet, tempat tidur, perban).(11,17) Darah Darah cair dari seseorang. Ambil dengan menggunakan semprit. Masukkan ke dalam tabung yang diberikan pengawet EDTA 1 ml darah. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan dalam termos es, lemari es atau kirim ke laboratorium. Darah cair di TKP. Ambil dengan menggunakan semprit, pipet atau kain. Masukkan ke dalam tabung yang berisikan pengawet EDTA. Bila membeku, ambil dengan menggunakan spaltel. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan di termos es, lemari es, atau kirim ke laboratorium. Darah cair dalam air/salju/es. Sesegera mungkin, ambil secukupnya, masukkan ke dalam botol. Hindari kontaminasi, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan atau kirim ke lab. Bercak darah basah. Ditemukan pada pakaian Pakaian dengan noda ditempatkan pada permukaan bersih dan keringkan. Setelah kering, masukkan kantong kertas atau amplop. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, kirim ke laboratorium. Ditemukan pada benda. Bila benda kecil biarkan kering, tetapi pada benda besar, hisap bercak tersebut dengan kain katun dan keringkan. Masukkan amplop, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, dan kirim ke laboratorium. Ditemukan pada karpet atau benda yang dapat dipotong. Potong bagian yang ada nodanya. Tiap potongan diberi label yang jelas, sertakan potongan yang tidak ada nodanya sebagai kontrol. Kirim ke laboratorium. Percikan darah kering Gunakan celotape, tempelkan pada percikan noda. Masukkan celotape tersebut kedalam kantong plastik. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, kirim ke laboratorium.2. Sperma dan bercak sperma.(17) Sperma cair.a. Hisap dengan semprit, masukkan ke dalam tabung.b. Atau dengan kapas, keringkan.c. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke laboratorium. Bercak sperma pada benda yang dipindah (misalnya pada celana).a. Bila masih basah, keringkan.b. Bila kering, potong pada bagian yang ada nodanya, dan masukkan ke dalam amplop.c. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke laboratorium. Bercak sperma pada benda besar yang bisa dipotong (misalnya pada karpet). Potong pada bagian yang bernoda. Masukkan ke dalam amplop. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke laboratorium. Bercak pada benda yang tidak dapat dipindah dan tidak menyerap (misal: lantai). Kerok bercaknya, lalu masukkan kertas. Lipat kertas hingga membungkus kerokan, masukkan ke dalam amplop. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke laboratorium.3. Urine, saliva dan cairan tubuh yang lain. (17) Sampel caira. Urine atau saliva dimasukkan ke dalam tempat steril.b. Simpan di pendingin, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke laboratorium. Bercak urine, salivaa. Dugaan noda, dikerok atau potong lalu kumpulkan.b. Masukkan amplop, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke laboratorium.4. Rambut dan gigi. (17) Rambut.a. Cabut beberapa helai rambut (10-15 helai) dengan akarnya. Hati-hati bila tercampur dengan darahb. Tempatkan pada wadah, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel. Kirim ke laboratorium. Pulpa Gigia. Cabut gigi yang masih utuh. Sampel gigi sebaiknya tidak dirusak oleh endodontia.b. Masukkan ke dalam kantong plastik, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel.II.2.4.TEKNIK TES DNABeberapa kelebihan tes DNA dibandingkan dengan pemeriksaan konvensional lainnya adalah sebagai berikut:(10,11)1. Ketepatan yang lebih tinggi.Sebagai contoh dalam pemeriksaan suatu bercak darah sebelum ditemukannya pemeriksaan DNA dilakukan pemeriksaan golongan darah. Hasil pemeriksaan golongan darah yang tidak cocok akan menyebabkan orang yang dicurigai tersingkir sebagai sumber darah tersebut, namun jika cocok maka merupakan suatu kemungkinan saja. Sedangkan hasil pemeriksaan DNA terhadap bercak darah tersebut akan nyaris sempurna dalam menentukan siapa sumber bercak darah tersebut.2. Kestabilan yang tinggi.Pada kasus-kasus dimana bukti sebagai sampel sudah membusuk, maka hanya tes DNA yang masih dapat dilakukan, karena DNA bersifat tahan pembusukan dibandingkan protein.3. Pilihan sampel yang luas.Penyebaran DNA hampir pada seluruh bagian tubuh membuat sampel untuk tes DNA dapat diambil dari berbagai bagian tubuh kecuali sel darah merah.4. Dapat mengungkap kasus sulitHanya tes DNA yang dapat dilakukan untuk pemecahan kasus-kasus sulit yang tidak dapat dipecahkan oleh metode konvensional antara lain seperti: penentuan keayahan, kasus incest, kasus paternitas dengan bayi dalam kandungan, kasus paternitas dengan bayi yang sudah meninggal dan kasus paternity tanpa kehadiran sang ayah.Dapat mengungkap kasus perkosaan dengan banyak selesai mketika DNA telah terekstrak dan dimurnikan serta siap untuk proses penggandaan (melalui PCR).1. Tulang dan Gigi. (17,27)a. TulangIsolasi DNA untuk tulang dilakukan melalui beberapa tahapan: Pertama, hancurkan tulang sampai berupa bubukan halus dan mesin bor dengan kecepatan tertentu sehingga diperoleh bubukan tulang berukuran 100 m. Dekalsifikasi 1 gr bubuk tulang dengan 10 ml EDTA 0,5 M (pH 7,5), selanjutnya divorteks, diinkubasi pada suhu 56 oC dalam alat ultrasonik selama 2 jam. Proses tersebut dipantau dengan menambahkan larutan amonium oksalat pH 3.0 jenuh dan proses dihentikan setelah larutan jernih. Kedua, DNA diisolasi dari tulang yang didekalsifikasi menggunakan 4 metode, yaitu metode Maxim (Silika/guanidium tiosianat), peranti DNAZol, piranti Ready AMP, dan ekstraksi menggunakan garam dapur NaCl. DNA yang dihasilkan diukur menggunakan piranti DNA DipStick. Dan ketiga, dilakukan visualisasi DNA pada gel agarosa konvensional menggunakan metode pengecatan perak dan perancangan primer menggunakan perangkat lunak pangkalan data (database) the Human Genebank dengan sekuen: 5-CTGATGGTTGGCCTCAAGCCTGTG-3 (Indrasex1) dan 5-TAAAGAGA-TTCATTAACTTGACTG-3 (Indrasex2) yang dapat menghasilkan produk PCR X-spesifik dan Y-spesifik menggunakan gel agarosa biasa. DNA siap digunakan.b. GigiIsolasi DNA untuk gigi dapat dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, gigi dibuat menjadi bubukan halus dengan cara dibor dengan mesin yang telah dimodifikasi sehingga kecepatannya dapat diatur (dirangkai serial dengan alat dimmer untuk lampu). Hilangnya bubukan tulang dpat diperkecil dengan menampung bubukan tersebut dalam tabung polypropylene 50 cc (nunc). Hasil bubukan tulang berukuran 100 micron sebanyak 1 gram yang tertampung dalam tabung steril nunc tersebut didekalsifikasi dengan 10 cc 0,5 M EDTA (pH 7,5). Setelah divortex, diinkubasi pada suhu 56C dalam alat ultrasonik selama 2 jam. Bubukan tulang akan langsung menyebar saat ditambah larutan EDTA. Proses dekalsifikasi dimonitor dengan penambahan larutan ammonium oxalate pH 3,0 jenuh. Jika larutan tetap jernih, proses dekalsifikasi dihentikan. Jumlah DNA yang dihasilkan ditentukan dengan menggunakan "DNA DipStik Kit" DNA siap digunakan.2. Jaringan (Tissue)Sejumlah kecil contoh jaringan (=1.0-mm persegi) dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang berisi 500 larutan 5% chelex (berat/ vol dlm H20) dan dihancurkan dengan ujung pipet. Sampel ini kemudian diputar (divortex) selama 1 menit, dan diinkubasikan pada suhu 56C selama 15 menit. Vortex kembali selama 1 menit, dan panaskan pada suhu 95C selama 10 menit. Sekali lagi dilakukan pemusingan (vortex) selama 1 menit, dan disentrifus pada kecepatan 12,000g selama 3 menit. Supernatan yang diperoleh (sekitar15 l) siap digunakan untuk PCR.3. Darah dan bercak darah (pada pakaian, karpet, tempat tidur, perban).(11,17)Darah yang diambil adalah darah vena. Darah diambil minimal 2 ml dengan menggunakan antikoagulan EDTA. EDTA akan menjaga agar DNA tidak terjadi degradasi karena DNAse akan dinonaktifkan. Bila tidak secara langsung dilakukan ekstraksi, darah dapat disimpan dalam suhU -20oC (freezer).Tahap isolasi DNA: Tahapan isolasi DNA darah bertujuan untuk mengisolasi jaringan sel darah putih, sehingga darah yang masih memiliki komponen-komponen lengkap perlu dipisahkan satu dengan lainnya sehingga yang tersisa hanya sel darah putih. Karena itu ke dalam tabung yang berisi darah diberikan larutan pelisis sel darah merah yang merupakan larutan hipotonis. Karena larutan tersebut hipotonis, maka akan terjadi hemolisis. Larutan pelisis sel darah merah terdiri atas EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid) yang akan membentuk kompleks (chelate) dengan ion logam, seperti Mg2+ yang merupakan kofaktor DNAse. Selanjutnya tabung dibolak-balik denan gerakan memutar yang membentuk angka 8 agar larutan dapat menyatu dengan sempurna selama 10 menit. Darah yang telah bercampur dengan pelisis sel darah merah tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Selanjutnya supernatan yang terbentuk dibuang. Untuk melisiskan membran sel dan membran nukleus sel darah putih yang terisolasi tadi, diberikan larutan pelisis sel darah putih yang terdiri atas EDTA dan SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) yang berfungsi untuk merusak lipid pada membran sel sehingga leukosit hancur. (28) Tahap selanjutnya yaitu purifikasi. Purifikasi bertujuan untuk membersihkan sel darah putih dari zat-zat lainnya; Ke dalam larutan tadi kemudian diberikan RNAse dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37C. Hal tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan kerja enzim yang sangat dipengaruhi oleh temperatur. Tahap berikutnya yaitu presipitasi; Tahap presipitasi dilakukan dengan cara meneteskan larutan presipitasi protein dan kemudian divortex yang bertujuan untuk menghomogenkan larutan. Larutan presipitasi protein terdiri atas amonium asetat yang jika berikatan dengan protein mengakibatkan terbentuknya senyawa baru yang memiliki kelarutan yang lebih rendah, sehingga menyebabkan protein mengendap. Larutan tersebut kemudian disentrifugasi kembali selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan yang berisi DNA kemudian dituangkan ke dalam tabung berisi isopropanol dingin dan tabung dibolak-balik kembali dengan gerakan angka 8. Pemberian isopropanol bertujuan untuk visualisasi DNA. Selanjutnya tabung disentrifugasi kembali selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Hasil dari sentrifugasi adalah terdapatnya pelet DNA pada dasar tabung yang kemudian ditambahkan etanol 70% dan dibolak-balik kembali. Pemberian etanol bertujuan untuk membersihkan DNA dari pengotor-pengotornya. Setelah tercampur, tabung kemudian disentrifugasi kembali selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Hasil akhirnya adalah DNA yang berada pada tepi dasar tabung. Langkah akhirnya adalah dengan pemberian Tris-EDTA yang bertujuan untuk melarutkan kembali DNA untuk dipreservasi. (28)

4. Sperma dan bercak sperma.(17)Salah satu cara pengambilan langsung sperma adalah dengan secara fisik memisahkan sel-sel sperma pelaku dari sel-sel epitel korban. Sel-sel sperma dapat dikumpulkan dalam partikel-partikel magnetik atau butiran-butiran yang dapat dilapisi dengan antibodi khusus untuk protein sperma. Butiran-butiran tersebut kemudian dibersihkan untuk menyingkirkan sel-sel epitel korban. Akhirnya, sperma yang telah dimurnikan tersebut dimasukan ke dalam reaksi PCR untuk menghasilkan profil DNA pelaku. Cara ini sangat tergantung dari keutuhan sel sperma, yang sulit didapatkan pada kasus dengan bukti kekerasan seksual yang sudah lama. (29)Cara lain untuk mengambil sel sperma adalah dengan menggunakan prosedur laser-capture microdissection. Prosedur ini biasanya digunakan untuk memisahkan sel-sel tumor dari jaringan sekitarnya pada slide mikroskop. Pada waktu sel-sel sperma sedang diperiksa secara mikroskopis, sebuah laser kecil diaktifkan dan sebuah satu dari 5fase metabolism fisiologis utama antara jenis embrional dengan perinatal ialah saat mulainya kerusakan saluran empedu yang progresif. Neonatus yang men sumber darah tersebut, namun jika cocok maka merupakan suatu kemungkinan saja. Sedangkan hasil pemeriksaan DNA terhadap bercak darah tersebut akan nyaris sempurna dalam menentukan siapa sumber bercak darah tersebut.5. Kestabilan yang tinggi.Pada kasus-kasus dimana bukti sebagai sampel sudah membusuk, maka hanya tes DNA yang masih dapat dilakukan, karena DNA bersifat tahan pembusukan dibandingkan protein.6. Pilihan sampel yang luas.Penyebaran DNA hampir pada seluruh bagian tubuh membuat sampel untuk tes DNA dapat diambil dari berbagai bagian tubuh kecuali sel darah merah.7. Dapat mengungkap kasus sulitHanya tes DNA yang dapat dilakukan untuk pemecahan kasus-kasus sulit yang tidak dapat dipecahkan oleh metode konvensional antara lain seperti: penentuan keayahan, kasus incest, kasus paternitas dengan bayi dalam kandungan, kasus paternitas dengan bayi yang sudah meninggal dan kasus paternity tanpa kehadiran sang ayah.8. Dapat mengungkap kasus perkosaan dengan banyak pelaku, pemeriksaan DNA dapat memastikan berapa orang pelaku dan siapa saja pelakunya.9. Sensitifitas yang amat tinggiSensitifitas tes DNA dapat mencapai 99,9 %. Tes DNA juga dapat dilakukan pada sampel dengan jumlah kecil dengan metode PCR.Adapun jenis-jenis teknik analisa DNA adalah sebagai berikut:(15)1. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik adalah RFLP. Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim retriksi tertentu menjadi fragmen Variable Number Of Tandem Repeat (VNTR). Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan suatu enzim restriksi yang mampu mengenal urutan basa tertentu dan memotong DNA (biasanya 4-6 urutan basa). Urutan basa tersebut disebut sebagai recognition sequence.(15,18)Enzim restriksi ini dihasilkan oleh bakteri dan dinamakan menurut spesies bakteri yang menghasilkannya. Enzim yang berbeda memiliki recognition sequence yang berbeda, sehingga panjang segmen tersebut bervariasi pada tiap orang, hal ini disebabkan karena titik potong enzim yang berbeda dan panjang segmen antara titik potong juga berbeda.(11,16)Analisa yang dihasilkan adalah variasi pada panjang fragmen DNA yang telah ditentukan. Setelah selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang (bar code). Saat membandingkan hasil analisa dua sampel, pola batang pada autoradiograf dibandingkan untuk menentukan apakah kedua sampel tersebut berasal dari sumber yang sama. (11,16)Proses pada teknik RFLP diawali dengan proses pemotongan dengan menggunakan enzim restriksi tertentu menjadi segmen-segmen yang berbeda. Kemudian dengan menggunakan gel yang dialiri arus listrik, potongan DNA diurutkan berdasarkan panjangnya. Proses ini dinamakan electrophoresis, dan prinsip pada proses in adalah potongan DNA yang lebih pendek bergerak lebih cepat daripada yang lebih panjang.

Gambar 2. Analisis DNA dengan RFLP URL: http://www.scq.ubc.ca/dna-fingerprinting-in-the-standardization-of-herbs-and-nutraceuticals/Untuk mendeteksi adanya segmen yang bersifat polimorfik maka dilakukan suatu prosedur yang disebut sebagai Southern Blooting. Dalam prosedur ini pada gel ditambahkan suatu zat kimia yang berfungsi untuk memisahkan rantai ganda menjadi rantai tunggal, kemudian membran nilon diletakkan diatas gel dan bahan penyerap diatas membran nilon. Cairan akan bergerak ke dalam bahan penyerap bersama potongan DNA rantai tunggal. (11,16)Kemudian dengan menggunakan fragmen pendek DNA (DNA probe) yang mengandung petanda radioaktif maka akan dideteksi DNA yang berasal dari lokasi pada genome yang memiliki ciri yang jelas dan sangat polimorfik. Pada proses ini DNA probe akan berikatan dengan potongan DNA rantai tunggal dan membentuk DNA rantai ganda pada bahan nilon. DNA probe yang tidak berikatan akan dicuci. Membran nilon yang berisi potongan DNA yang telah ditandai dengan DNA probe selanjutnya ditransfer pada selembar film X-ray. Pada proses ini akan tampak hasil berupa kode batang yang disebut autorad. Pola inilah yang dibandingkan untuk mengetahui apakah kedua sampel bersal dari sumber yang sama. Pada teknik RFLP tidak hanya digunakan satu DNA probe, diamana DNA probe yang berbeda menandai lokus yang berbeda. (11,16)Keunggulan RFLP adalah sifatnya yang kodominan, cukup berlimpah dalam arti lokus-lokus yang dipergunakan untuk RFLP dapat menunjukkan ratusan variasi untuk tiap lokus, mampu memeriksa lebih dari satu lokus, serta frekuensi polimorfismenya tinggi karena hipervariabilitas pada tiap lokus. Selain itu, penanda ini mudah dipetakan dalam peta genetik, serta tidak mudah berubah hasilnya bila diulang (stabil). Karena bukan berbasis PCR, penanda ini tidak spesifik spesies sehingga bisa digunakan untuk perbandingan peta genetik spesies yang berbeda-beda. Dengan demikian jika dua sampel berasal dari sumber yang berbeda, RFLP mampu membedakannya menggunakan jumlah lokus yang lebih sedikit. RFLP dapat menentukan apabila sebuah sampel berasal dari lebih satu sumber dan dapat membedakan sumbernya dengan baik. (11,16,18)Namun kelemahannya, penanda ini memerlukan DNA dalam jumlah besar, memakan waktu lama ( 3 hari), serta melibatkan penggunaan pelabelan isotop radioaktif pada teknik yang pertama kali digunakan. Kelemahan yang terakhir ini dapat diatasi setelah ditemukan teknik tanpa radioaktif.( (11,16,18)derita ikterus obstruktif intrahepatik maupun ekstrahepatik, menunjukkan ikterus, urin berwarna kuning gelap, tinja berwarna dempul (akolik), dan hepatomegali.

1) Tumor kaput pankreas7Gejala awal tumor kaput pankreas tidak spesifik dan samar, sering terabaikan oleh pasien dan dokter sehingga sering terlambat didiagnosis. Gejala awal dapat berupa rasa penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, dan badan lesu. Keluhan tersebut tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit dengan gangguan fungsi saluran cerna. Keluhan utama yang paling sering ditemui adalah : a. Nyeri perut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai. Lokasi nyeriperut biasanya adalah pada daerah ulu hati, awalnya difus kemudian menjadi terlokalisir. Nyeri perut biasanya disebabkan karena invasi tumor pada pleksus coeliac dan pleksus mesenterik superior. Rasa nyeri dapat menjalar hingga ke punggung akibat invasif tumor ke retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus. b. Berat badan turun lebih dari 10% berat badan ideal juga umum dikeluhkan oleh pasien. Penurunan berat badan disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu asupan makanan yang berkurang, malabsorbsi lemak dan protein, serta akibat peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi.c. Ikterus obstruktif, terjadi karena obstruksi saluran empedu oleh tumor. Tanda klinis pasien dengan tumor kaput pankreas dapat ditemukan adanya konjungtiva pucat dan sklera ikterik. Pada pemeriksaan abdomen dapat teraba tumor masa padat pada epigastrium, sulit digerakkan karena letak tumor retroperitoneum. Dapat juga ditemukan ikterus dengan pembesaran kandung empedu (Courvoisier sign), hepatomegali, splenomegali (karena kompresi atau thrombosis pada vena porta atau vena lienalis), ascites (karena invasi/infiltrasi tumor ke peritoneum).

2.9Pemeriksaan penunjang1) Pemeriksaan laboratorium12a. Pemeriksaan rutin Darah : Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila jumlahnya meningkat, maka berarti terdapat infeksi. Perhatikan juga apakah terdapat peningkatan prothrombin time (PT) atau tidak, karena apabila prothrombin time meningkat, maka perlu dicurigai adanya penyakit hepar, atau obstruksi bilier. Urin : Penting untuk mengetahui apakah warna urin merah kecoklatan seperti teh secara makroskopis, serta terdapat kandungan bilirubin dalam urin atau tidak. Apabila urin berwarna gelap kecoklatan, perlu dicurigai adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang diekskresikan melalui urin yang mengarah pada ikterus obstruktif. Feses : untuk mengetahui apakah feses berwarna dempul atau tidak. Feses yang berwarna dempul, menandakan bahwa terdapatnya gangguan aliran bilirubin direk ke dalam saluran intestinal akibat adanya suatu sumbatan pada aliran empedu.

b. Tes faal hati : Merupakan tes untuk mengetahui gambaran kemampuan hati untuk mensintesa protein (albumin, globulin, faktor koagulasi), dan memetabolisme zat yang terdapat dalam darah, meliputi: AlbuminAlbumin disintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan distribusi air dalam tubuh (tekanan onkotik koloid). Albumin membantu transport beberapa komponen darah, seperti ion, bilirubin, hormone, enzim, dan obat.Apabila nilai albumin menurun, maka perlu dicurigai adanya gangguan fungsi hepar, infeksi kronis, edema, ascites, sirosis, serta perdarahan. Alanin Aminotransferase (ALT/SGOT)Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat pada jantung, otot, dan ginjal, namun ALT lebih banyak terdapat di dalam hati, dan lebih spesifik menunjukan fungsi hati daripada AST. Apabila terjadi peningkatan kadar ALT, maka perlu dicurigai adanya penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier, dan hepatitis. Nilai peningkatan yang signifikan adalah adalah dua kali lipat dari nilai normal. Aspartase Aminotransferase (AST/SGPT)AST merupakan enzim yang memiliki aktivitas metabolism yang tinggi, ditemukan di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfe, pankreas dan paru-paru. Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan, atau kematian sel pada jaringan tersebut akan mengakibatkan enzim ini terlepas ke dalam sirkulasi. Apabila terjadi peningkatan, dapat dicurigai adanya penyakit hati, pancreatitis akut, juga penyakit jantung seperti MI. Gamma Glutamil Transferase (Gamma GT)GGT terutama terdapat pada hati dan ginjal. GGT merupakan enzim marker spesifik untuk fungsi hati dan kerusakan kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi di saluran empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu, seperti kolesistitis, koletiasis, sirosis, atresia bilier, obstruksi bilier. GGT sangat sensitif tetapi tidak spesifik. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT (bukan AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati. Alkali fosfataseEnzim ini merupakan enzim yang berasal dari tulang, hati, dan plasenta. Konsentrasi tinggi dapat ditemukan dalam kanalikuli bilier, ginjal, dan usus halus. Pada penyakit hati, kadar alkali fosfatase akan meningkat karena ekskresinya terganggu akibat obstruksi saluran bilier. BilirubinPeningkatan kadar bilirubin indirek lebih sering terjadi akibat adanya penyakit hepatoseluler, sedangkan apabila terjadi peningkatan bilirubin direk biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada aliran ekskresi empedu. 2) Pemeriksaan USGPemeriksaan USG sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan ikertus obstruktif, dan merupakan langkah awal sebelum melangkah ke pemeriksaan yang lebih lanjut apabila diperlukan. Yang perlu diperhatikan adalah:a. Besar, bentuk, dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2-3 x 6 cm, dengan ketebalan sekitar 3 mm. b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. bila saluran empedu lebih dari 5 mm berarti terdapat dilatasi. Apabila terjadi sumbatan pada daerah duktus biliaris, yang paling sering terjadi adalah pada bagian distal, maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat kemudian diikuti pelebaran bagian proksimal. Perbedaan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dapat dibedakan. Pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal, tidak tampak pelebaran duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal, maka ini disebut dengan obstruksi letak rendah (distal).c. Ada atau tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi disertai bayangan akustik (acoustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor, akan terlihat masa padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan heterogen. d. Apabila terdapat kecurigaan penyebab ikterus obstruktif adalah karena karsinoma pankreas, dapat terlihat adanya pembesaran pankreas lokal maupun menyeluruh, perubahan kontur pankreas, penurunan ekhogenitas, serta dapat ditemukan adanya pelebaran duktus pankreatikus.3) PTC (Percutaneus Transhepatic Cholaniography)Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat duktus biliaris serta untuk menentukan letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh gambaran saluran empedu di proksimal sumbatan. Bila kolestasis karena batu, akan memperlihatkan pelebaran pada duktus koledokus dengan didalamnya tampak batu radiolusen. Bila kolestasis karena tumor, akan tampak pelebaran saluran empedu utama (common bile duct) dan saluran intrahepatik dan dibagian distal duktus koledokus terlihat ireguler oleh tumor.

4) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)13Pemeriksaan ERCP merupakan tindakan langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan system duktus pankreatikus. Indikasi pemeriksaan ERCP, yaitu:a. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya apakah sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatic, seperti: Kelainan di kandung empedu Batu saluran empedu Striktur saluran empedu Kista duktus koledokusb. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kealainan pancreas serta untuk menentukan kelainan, baik jinak ataupun ganas, seperti: Keganasan pada sistem hepatobilier Pankreatitis kronis Tumor panreas Metastase tumor ke sistem biliaris atau pancreasAdapun kelainan yang tampak dapat berupa:a. Pada koledokolitiasis, akan terlihat filling defect dengan batas tegas pada duktus koledokus disertai dilatasi saluran empedu.b. Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan diluar saluran empedu yang menekan, misalnya kelainan jinak atau ganas. Striktur atau stenosis umumnya disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama, infeksi kronis, iritasi oleh parasit, iritasi oleh batu, maupun trauma operasi. Striktur akibat keganasan saluran empedu seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma bersifat progresif sampai menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra duktal akan terlihat gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk simetris. Tumor ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus yang berbentuk ireguler.c. Tumor ganas intraduktal akan terlihat penyumbatan lengkap berupa ireguler dam menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal. Gambaran seperti ini akan tampak lebih jelas pada PCT, sedangkan pada ERCP akan tampak penyempitan saluran empedu bagian distal tumor. d. Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas. Pada daerah obstruksi akan tampak dinding yang ireguler. 2.10Tatalaksana7Tatalaksana ikterus sangat tergantung pada penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya adalah penyakit hepatoseluler, biasa ikterus akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan. a. Tatalaksana kolelitiasisa. Pada pasien dengan kolelitiasis dapat dilakukan tindakan operatif kolesistektomi, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu. Kolesistektomi dapat berupa kolesi bung dengan baik dan sentrifus kembali pada kecepatan maksimum selama 15 menit, sehingga DNA mengendap di dasar tabung Eppi.b. Dengan hati-hati, buanglah supernatant dan tambahkan 500 l 70% etanol dingin dan sentrifus kembali pada kecepatan maksimum selama 5 menit. Etanol 70% akan melarutkan residu potassium asetat. Setelah supernatant dibuang, kemungkinan dapat terlihat pellet kecil pada dasar tabung. Keringkan Eppi pada 600C pada balok pemanas (biarkan terbuka) dan tambahkan 30 l air.c. Agar DNA larut dengan baik dalam air, tabung Eppi diletakkan kembali pada balok pemanas (tabung tertutup).

1. Rambut. (26)Umumnya dipergunakan dua metode, yaitu isolasi DNA dari rambut dan Protokol dr. Glowatzki (Dr. Glowatzkis protocol)a. Isolasi DNA sampel rambut.1. Potong 10 15 helai akar rambut sepanjang 0,5 cm kedalam 1,5 ml tabung eppendorf2. Tambahkan 50 l 200mM NaOH solusi.3. Panaskan tabung menggunakan bak air bersuhu 94 0C selama 10 menit.4. Lalu dinginkan dalam suhu ruangan dan tambahkan 50 l solusi yang terdiri dari 200 mM HCL dan 200 mM Tris-HCL pH 8,5.5. DNA siap untuk digunakan

b. Isolasi DNA dengan Dr. Glowatzkis protocol1. Potong 5-10 akar rambut sekitar 0,5 cm ke dalam tabung eppendorf.2. Gunakan 50 l larutan di bawah ini sebagai buffer lisis :a. 10 mM Tris pH 8,3, b. 50 mM KCl, c. 0,5% Tween.3. Tambahkan juga 10 l larutan 20 g/ml Proteinase K dalam 10 mM Tris-HCl (pH 7,5)4. Sentrifus selama 30 detik.5. Ultrasentrifus pada 13000 rpm selama 1 detik6. Inkubasi selama satu malam dalam air hangat bersuhu 560 600 C.7. Inkubasi kembali selama 10 menit pada suhu 940 C (bertujuan untuk mendenaturasi proteinase K).8. Dinginkan dalam suhu ruangan.9. Ultrasentrifus pada kecepatan 13000 rpm selama 1 detik10. DNA siap untuk dilakukan PCRSetelah supernatan yang berisi DNA dari sampel diperoleh, maka proses analisis DNA sebenarnya sudah dapat dilakukan. Namun dalam kasus jumlah DNA tersebut tidak mencukup untuk analisis DNA (seperti elektroforesis), maka kuantitas DNA tersebut perlu digandakan, antara lain melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR adalah suatu metode untuk memperbanyak DNA template tertentu dengan enzim polymerase DNA. Reaksi teknik ini didesain seperti meniru penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi dalam makhluk hidup, hanya pada segmen tertentu dengan bantuan enzim DNA polymerase sebanyak 20 hingga 40 siklus (umumnya 30 siklus), dengan tingkat akurasi yang tinggi. Proses ini berlangsung secara in-vitro dalam tabung reaksi sebesar 200 l. Walaupun dengan sampel DNA yang sedikit atau sudah mulai terdegradasi, PCR mampu menggandakan atau mengkopi DNA template hingga miliaran kali jumlah semula sehingga dapat diperoleh informasi.(11,15,16,19)PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu secara cepat sesuai kebutuhan siklus PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas air (water bath), berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya menggunakan tangan. Tapi sekarang mesin Thermal Cycler sudah terotomatisasi dan dapat diprogram sesuai kebutuhan. (19)

II.4.2. ANALISIS DNAMetode yang paling umum digunakan dalam analisis DNA adalah metode pemisahan fraksi protein berdasarkan berta molekulnya, yakni dengan metode Elektroforesis, khususnya Elektroforesis dengan gel Agarose. Teknik ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa DNA merupakan senyawa bermuatan negatif pada pH netral, yang disebabkan oleh rangka fosfatnya. Berdasarkan sifat ini, maka jika arus listrik diberikan pada larutan yang mengandung DNA, molekul DNA akan terdorong menuju bagian bidang yang bermuatan posistif.Untuk membuat lembar elektroforesis dari gel agarose, maka langkah yang dilakukan adalah : a. Timbang 2 g agarose (untuk 100 ml air) dituangkan ke dalam gelas Beaker. Tambahkan 0,5 X TBE buffer ke dalam gelas dan dipanaskan pada 2500C. Agar tidak hangus, larutan diagitasi menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 500 rpm. Agarosa larut dalam air mendidih. Agarose adalah serbuk yang dibuat dari rumput laut. Penambahan larutan buffer dimaksudkan untuk menjaga nilai pH agar tetap konstan selama pemanasanb. Larutan harus didinginkan, larutan dituang pada nampan pencetak yang telah dilengkapi dengan sisir sample. Setelah dingin gel akan mengeras (Gambar 6).

Gambar 6. Pencetakan gel agarose untuk elektroforesis (31)

c. Setelah mengeras (kira-kira 30 menit kemudian), cabutlah sisir dengan hati-hati. Pencabutan sisir pada ujung lembar gel akan membentuk lubang sebagai tempat untuk spotting sampel.Selanjutnya, untuk menganalisis DNA (sampel), langkah-langkah berikut perlu dilakukan:a. Masukkan lembar gel ke dalam tempat elektroforesis secara horisontal dan pastikan lembar gel terendam dalam larutan buffer (TBE 0.5X). b. Sampel yang mengandung DNA (10 l) yang dicampur dengan loading buffer (5 l) dipipet dan dimasukkan ke dalam lubang sampel. Loading buffer mengandung Gliserin (untuk mencegah DNA berfusi dengan cairan), dua pigmen biru (Bromphenol-blue dan Xylencyanol untuk visualisasi. Tanpa pigmen ini tidak akan terlihat di mana posisi sumur tempat DNA dimasukkan, karena larutan DNA tidak berwarna. Pigmen-pigmen ini tidak mewarnai DNA), dan SYBR-Gold (suatu pigmen yang berikatan dengan DNA, dan berpendar di bawah cahaya UV). Lubang sampel pertama biasanya diisi dengan marker DNA. Catat posisi setiap sampel terhadap posisi marker. Lihat Gambar 7stektomi elektif konvensional (laparatomi) atau dengan menggunakan laparaskopi. e bilirubin tersebut.3Sherly, dkk. (2008). Peran Biopsi Hepar Dalam Menegakkan Diagnosis Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik. Diambil pada 25 Oktober 2008 dari http://fkunud.com/penyakitdalam.pdfTarigan, Mula (2003). Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planning pada Klien dengan Hiperbilirubinemia. Diambil pada 25 Oktober 2008 dari http://library.usu.ac.id/download/fk/hiperbilirKTI Ikterus obstruktif BAB IITINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis1. DefenisiIkterus adalah perubahan warna jaringan menjadi kuning akibat adanya penimbunan empedu dalam tubuh,yang biasanya dapat di deteksi pada sklera, kulit, atau urine yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2-3 mg/dl, bilirubin serum normal adalah 0,3-1,0 mg/dl. (Price & Wilson, 2006)Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi sekresi bilirubin yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Akibat hambatan tersebut terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah ikterus (Anonim, 2008).Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri (Sherly, 2008). Dengan demikian, ikterus obstruktif merupakan jaundice atau kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum

2. EtiologiIkterus obstruktif dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati ) dan ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.a. Ikterus obstruktif intrahepatikPenyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubin ambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus obstruktif intrahepatik yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin Jhonson serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada kedaan ini terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel, obat yang sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolik, isoniazid, dan klorpromazin.b. Ikterus obstruktif ekstrahepatikPenyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas manyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah ikterus pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri. (Price & Wilson, 2006)

3. Insidena. Ikterus obstruktif intrahepatik1) Hepatitis A (HAV) : Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat kontak dengan orang terinveksi melalui kontaminasi feces pada makanan atau air minum.2) Hepatitis B (HBV) : Infeksi terutama terjadi pada usia dewasa3) Hepatitis C (HCV) : Diyakini terutama ditularkan melalui parenteral dan kemungkinan melalui pemakaian obat IV dan tranfusi darah.4) Hepatitis D (HDV) : Terutama menyerang pengguna obat melalui intravena.5) Hepaitis E (HEV) : Penyakit ini paling sering menyerang usia dewasa muda sampai petengahan.6) Hepatitis F dan G (HFV dan HGV) : Walaupun telah di klasifikasikan denagn nama HFV, namun belum dipastikan bahwa virus hepatitis F benar-benar ada. Kelompok yang beresiko tertular HGV adalah individu yang telah menjalani tranfusi darah, tertusuk jarum suntik secara tidak sengaja, pengguna obat intravena dan pasien hemodialisis.b. Ikterus obstruktif ekstrahepatikPenyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu. Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu adalah empat kali lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun, multpara dan obesitas. Insidens pembentukan batu empedu meningkat pada para pengguna pil kontrasepsi, estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insidens pembentukan batu meningkat bersamaan dengan pertambahan umur. Peningkatan insidens ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sntesis asam empedu. Disamping itu resiko terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat malabsorpsi garam-garam empedu pada klien dengan penyakit gastrointestinal atau fistula T-tube atau pada pasien yang pernah menjalani operasi pintasan atau reseksi ileum. Insidens ini juga meningkat pada para penyandang penyakit diabetes. (Smeltzer & Bare, 2002 )

4. Anatomi fisiologi sistem pencernaana. Stomach (Lambung)Lambung merupakan bagian dari saluran gastrointestinal (GI) bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500 ml. Inlet lambung disebut pertemuan esofagogastrik. Bagian ini dikelilingi oleh cincin dan otot halus disebut sfingter esofagus bawah (atau sfingter kardia), yang pada saat kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi dalam ke dalam empat bagian anatomis : kardia (jalan masuk), fundus, dan pilorus (outlet). Otot halus sirkuler di dinding pilorus membentuk sfingter piloris dan mengontrol lubang diantara lambung dan usus halus.b. DuodenumDuodenum merupakan bagian atas dari usus halus. Sedangkan usus halus sendiri adalah segmen paling panjang dari saluran GI, yang jumlah panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Bagian ini membalik dan melipat diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm area permukaan untuk sekresi dan absorpsi. Usus halus dibagi kedalam tiga bagian anatomik: bagian atas, disebut duodenum; bagian tengah disebut yeyenum; dan bagian bawah disebut ileum. Duktus koledokus yang memungkinkan untuk saluran baik empedu dan sekresi pankreas, untuk mengosongkan diri kedalam duodenum pada mpula Vater.c. Liver (Hati)Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh, dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metobolisme. Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gram,dan dibagi menjadi 4 lobus. Setiap lobus terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus dan membagi massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil, disebut lobulus.d. Gallbladder (Kandung Empedu)Kandung empedu (vesika felea) merupakan organ berbentuk seperti buah pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati di mana organ tersebut terikat pada hati oleh jaringan ikat yang longgar. Kapasitas kandung empedu adalah 30 hingga 50 ml empedu. Dindingnya terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus. Adapun fungsi kandung empedu adalah sebagai depot penyimpanan bagi empedu. Di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat disekresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam intestinum. Respon ini diantarai oleh sekresi hormon kolesistokinin-pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus. (Smeltzer & Bare, 2002 )

5. Patofisiologia. Ikterus Obstruktif intrahepatikPada penderita hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan hepatitis D yaitu masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh melalui membran mukosa/merusak kulit untuk mencapai hati. Di hati replikasi 26 minggu/sampai 6 bulan penjamu mengalami gejala. Beberapa infeksi tidak terlihat untuk yang mengalami gejala : tingkat kerusakan hati dan hubungannya dengan demam yang diikuti dengan kekuningan, artritis, nyeri perut dan mual. Pada kasus yang ekstrim dapat terjadi kerusakan pada hati (hepatomegali).b. Ikterus Obstrukif EkstrahepatikAda dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama dari kolesterol.1) Batu PigmenKemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu ini bertanggung jawab atas sepertiga dari klien-klien batu empedu di Amerika Serikat. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.2) Batu kolesterolKolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu yang bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sntesis asam empedu dan peningkatan sistesis kolesterol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.

6. Manifestasi klinika. Ikterus obstruktif intrahepatikTerdapat tiga fase :1) Fase pra-ikterikPeriode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual, muntah, diare, konstipasi, penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali dengan nyeri tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat akumulasi garam empedu pada kulit); gejala fase pra-ikterik berkurang sesuai menonjolnya gejala.3) Fase pasca ikterik.Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan untuk pemulihan komplit.b. Ikterus Obstruktif EkstrahepatikPenderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis seperti:1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau digoreng.2) Rasa nyeri dan kolik bilier.Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.3) IkterusIkterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit4) Perubahan warna urine dan fesesEkskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat yang disebut clay-colored5) Defisiensi VitaminObstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah yang normal. (Smeltzer & Bare, 2002 )

7. Pemeriksan diagnostika. Ikterus Obstruktif Intrahepatik1) Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : Merupakan batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dari non virus.2) AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat dalam 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.3) Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.4) Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).5) Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel plasma.6) Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).7) Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).8) Albumin serum : Menurun.9) Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).10) Anti HAV IgM : Positif pada tipe A.11) HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).12) Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati).13) Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).14) Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.15) Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.16) Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi.b. Ikterus Obstruktif Estrahepatik1) Foto polos abdomen.Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu dikandung empedu atau di duktus koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen.2) Ultrasonografi (USG).Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis. Pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus obstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.3) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP).ERCP merupakan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai keberhasilan yang cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%.4) Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari cairan yang menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus.5) Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC)PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif ekstra dan intra hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada kebanyakan kasus etiologi dari pada obstruksi lainnya. Gambaran saluran empedu yang diperoleh PTC tidak hanya memberikan informasi mengenai saluran empedu tetapi juga mempermudah menduga penyebabnya, sehingga dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam perencanaan operasinya.6) Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD)Teknik sama dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui obstruksi dan bisa sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena flow dan cairan empedu masuk ke dalam side hole dari kateter.7) CT-ScanPemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk melengkapi data suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan dilakukan guna menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan pada saluran empedu. Dalam hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif, apakah intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris.8) Pemerisaan Laboratorium.a) Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal = 0,1-0,3 mg/ml.b) Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml), Normal = 0,2-0,8 mg/ml.c) Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin (konsentrasi tinggi dalam darah).d) Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan hati untuk mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4 mg/hari.e) Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280 mg/hari, karena tidak mencapai usus.f) Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat diekskresi ke kandung empedu secara normal.g) Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol mengindikasikan ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.h) Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit, sehingga menimbulkan pruritus.i) Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan penurunan absorbsi vitamin K.

8. Penanganan medika. Ikterus Obstruktif IntrahepatikTidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring selama fase akut penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya merupakan makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan secara intravena mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien terus menerus muntah. Aktifitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal. b. Ikterus Obstruktif EkstrahepatikOperasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan tradisional dianggap sebagai cara pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini. Namun demikian, perubahan dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan nonbedah terhadap penatalaksanaan kandung empedu.1) Penatalaksanaan Nonbedaha) Penatalaksanaan Pendukung dan DietDiet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala gastrointestinal ringan.b) FarmakoterapiAsam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan dengan asam kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek samping dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu.c) Pelarutan Batu EmpeduBeberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut (Monooktanion atau Metal Tertier Butil Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melaui selang atau drain yang dimasukan melalui saluran T-tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography); atau kateter bilier transnalas.d) Pengangkatan NonbedahBeberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat cholesistektomy atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistule yang terbentuk pada saat insersi T-tube, jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus.e) Extracorporeal Shock-Wafe Lithotripsy (ESWL)Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah batu empedu tanpa pembedahan. Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves) kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus.f) Litotripsi IntrakorporealPada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau duktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau debris dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.2) Penatalaksanaan BedahPenanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan klien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien mengharuskannya.a) KolesistektomiKolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya. Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.b) MinikolesistektomiMinikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat insisi selebar 4 cm.c) Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen.d) KoledokostomiDalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu.e) Bedah KolesistostomiKolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat system bilier tidak jelas. (Smeltzer & Bare, 2002 )

B. Proses Keperawatan1. PengkajianPengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Informasi yang didapat dari klien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (sumber data sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat atau anggota tim kesehatan lain merupakan pengkajian data dasar. (A.Azis Alimul Hidayat,2002)Pengkajian pasien Post Operatif ikterus obstruktif (Doenges,2000) meliputi : a. Aktifitas/Istirahat1) Gejala : a) Kelemahan, atau keletihanb) Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, rasa gatal. b. Sirkulasi1) Tanda : a) Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri).b) Kulit/membran mukosa: Turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).c) Berkeringatc. Eliminasi 1) Gejala Perubahan warna urine dan feses.2) Tanda a) Distensi abdomenb) Teraba massa pada kuadran kanan atasc) Urine gelap, pekatd) Feses berwarna seperti tanah liatd. Makanan dan cairan1) Gejalaa) Anoreksia, mual/muntahb) Tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas; regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia.c) Bertahak 2) Tanda Kegemukan, adanya penurunan berat badan.e. Nyeri/kenyamanan1) Gejalaa) Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan.b) Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.c) Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.2) Tanda Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.f. Pernafasan1) Tanda a) Peningkatan frekuensi pernafasanb) Pernafasan tertekan ditandai oleh nafas pendek, dangkal.g. Keamanan1) Tanda a) Demam, menggigilb) Ikterik dengan kulit berkeringat dan gatal ( pruritus )c) Kecendrungan perdarahan ( kekurangan vitamin K )h. Penyuluhan dan pembelajaran1) Gejalaa) Kecendrungan keluarga untuk terjadi batu empedu.b) Adanya kehamilan atau melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah2) Rencana pemulanganMemerlukan dukungan dalam perubahan diet atau penurunan berat badan3. Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan pada pasien post op ikterus obstruktif adalah sebagai berikut :a. Nyeri.b. Gangguan pertukaran gas.c. Kerusakan integritas kulit.d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan.e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan tindakan.

1. Pelaksanaan Asuhan KeperawatanPelaksanaan asuhan keparawatan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat. Dalam melaksanakan proses keperawatan harus bekerjasama dengan tim kesehatan yang lain, keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal :a. Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.b. Mengidentifikasi respon klien.c. Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien.Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :1) Kebutuhan klien.2) Dasar dari tindakan. A. PendahuluanJaundice atau ikterus adalah kondisi yang sering terjadi pada bayi baru lahir, kuning pada kulit dan bagian putih bola mata (sclera) karena kadar bilirubin yang berlebih dalam darah. Bilirubin adalah hasil dari penghancuran normal sel darah merah.1Pada keadaan normal, bilirubin disalurkan dan diolah di hati kemudian dikeluarkan sebagai empedu melalui usus. Ikterus muncul saat kadar bilirubin melebihi kemampuan hati bayi baru lahir untuk mengolah dan mengeluarkan dari tubuh.1

B. Anatomi Sistem HepatobilierHepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut akan membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.2 Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.2Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater.2 Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum.2

C. Metabolisme Normal BilirubinBilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini dikombinasikan dengan albumin membentuk kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Di dalam sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van den Berg memberikan reaksi langsung sehingga disebut bilirubin direk.3Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran empedu menyebabkan tingginya kadar bilirubin di dalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis berupa ikterus.2

D. Definisi Ikterus ObstruktifIkterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.4Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif.4Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.5Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing.3Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi sekresi bilirubin yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Akibat hambatan tersebut, terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah ikterus.4Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri.4

E. Etiologi Ikterus Obstruktif1. Ikterus obstruktif intra hepatikPenyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubin ambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus obstruktif intrahepatik yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin Jhonson serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada kedaan ini terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel, obat yang sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolik, isoniazid, alopurinol, sulfonamid, dan klorpromazin.5,6

2. Ikterus obstruktif ektra hepatikPenyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas manyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah ikterus pasca perada ngan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri.5

F. Patomekanisme Ikterus Obstruktif Empedu merupakan sekresi multi fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, k3) Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat.4) Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri.5) Sumber-sumber dari instansi.

2. Evaluasi keperawatan.keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan. Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan post op ikterus obstruktif yang dipasangi kateter tetap dilakukan berdasarkan kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan perawatan yang diberikan.

Gambar 2. Mekanisme pembentukan dan pengeluaran bilirubin6

Fase Prahepatik3,7

Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah)a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

Fase Intrahepatik3,7

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubinc. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.d. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida /

bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonj2) Ikterus obstruktif intrahepatik:a. HepatitisPada hepatitis, terjadi peradangan intrahepatik yang mengganggu ekskresi bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self-limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi dapat berjalan kronis dan menahun, dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hepatis. b. Sirosis hepatis6Pada sirosis hepatis, terjadi penggantian hepatosit yang rusak secara permanen dengan jaringan ikat. Kerusakan pada hepatosit ini mengakibatkan terganggunya proses metabolisme bilirubin yang berlangsung di dalam hepatosit, baik itu terjadi penurunan proses penyerapan bilirubin pada permukaan sinusoid hati, maupun gangguan pada proses konjugasi, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin indirek dalam plasma. Seperti yang diketahui, bilirubin indirek merupakan bilirubin yang tak larut dalam air sehingga kadarnya tidak meningkat dalam urin sehingga tidak menyebabkan warna urin yang gelap seperti teh. Oleh karena itu, perlu mengetahui gejala yang nampak pada sirosis hepatis, yaitu adanya hematemesis, melena. Hematemesis dan melena terjadi akibat pecahnya varises esophagus yang disebabkan oleh hipertensi portal karena peningkatan darah yang masuk ke vena porta. Peningkatan tekanan porta menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang kemudian menjadi varises. Varises akan semakin berkembang akibat peningkatan aliran darah ke tempat varises yang lama-kelamaan dapat berakibat ruptur varises.Adapun tanda klinis yang tampak pada sirosis hepatis adalah: a. Sklera tampak ikterikAkibat peningkatan kadar bilirubin dalam plasma.

b. Spider navy dan palmar eritemTerjadi karena kegagalan hepatoseluler dalam menginaktifkan dan menyekresikan steroid adrenal dan gonad sehingga menyebabkan hiperesterogenisme pada kapiler.c. Caput medusaeDisebabkan karena adanya sirkulasi kolateral yang melibatkan vena superficial dinding abdomen sehingga mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbillikus.d. Shagging of the flanks (perut kodok)Merupakan petanda adanya ascites, yang terjadi akibat adanya peningkatan tekanan hidrostatik venosa akibat hipertensi porta, serta karena adanya transudasi cairan hipoalbuminemia.e. SplenomegaliTerjadi karena tingginya tekanan vena porta, sementara aliran darah ke hepar terhambat, sehingga alirah darah diteruskan ke lien. Selain itu, fungsi hepar untuk destruksi eritrosit terganggu, sehingga fungsi tersebut dialihkan ke lien. Pada lien terjadi penignkatan aktivititas destruksi eritrosit, sehingga lien mengalami hipertrofi dan hiperplasia sel.f. Undulasi ascitesTerjadi akibat adanya peningkatan tekanan hidrostatik venosa akibat hipertensi porta, serta karena adanya transudasi cairan berlebih akibat hipoalbuminemia. g. Arterial bruit (+)Terjadi karena adanya hipertensi porta dan peningkatan aktivitas porta.

3) Batu Empedu,7,8,9,10Pada penyakit batu empedu, umumnya sebagian besar pasien tidak menunjukan gejala klinis (asimptomatik) yang dalam perjalanan penyakitnya dapat tetap asimptomatik selama bertahun-tahun dan sebagian kecil dapat berkembang menjadi simptomatik. Kurang dari 50% penderita batu empedu mempunyai gejala klinis. Manifestasi klinis yang sering terjadi diantaranya adalah mengeluhkan adanya kolik biliaris dan nyeri hebat pada epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen yang menjalar hingga ke punggung atau bahu kanan, terutama setelah makan. Serangan kolik bilier ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh empedu, menyebabkan tekanan di duktus biliaris meningkat dan terjadi peningkatan kontraksi di tempat penyumbatan yang mengakibatkan timb Dinamika politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat bukan saja menimbulkan interaksi positif antar anggota masyarakat, tetapi sering kali juga berdampak negatif. Berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia, seperti tindak kekerasan, pelecehan seksual, hingga pembunuhan kini makin sering diberitakan. Di sisi lain, kasus pemungkiran alur keluarga juga cukup banyak menarik perhatian masyarakat. Beragam kasus tersebut menimbulkan debat yang sengit di forum peradilan, dan setiap pihak yang terlibat umumnya saling bertahan, yang bisa berbuntut pada munculnya tindakan anarkis lain. Oleh sebab itu, pembuktian kebenaran kasus harus ditangani secara ilmiah agar menimbulkan kepuasan di setiap pihak terkait.Pada tahun 1823M, para ahli mulai mengenalkan teknik identifikasi sidik jari sebagai metode yang efektif. Kala itu mulai diketahui bahwa sidik jari manusia mempunyai pola yang spesifik. Namun sejak keberhasilan Francis Crick dan James Watson mendefinisikan DNA (deoxyribo nucleic acid) tahun 1953 serta penemuan bentuk DNA oleh Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin (2), maka penggunaan tes DNA untuk pengungkapan kasus kejahatan atau perselisihan semakin populer di dunia. Tes DNA atau disebut juga dengan DNA fingerprinting adalah suatu teknik biologi molekuler yang dipakai untuk kepentingan pengujian forensik terhadap materi uji berdasarkan profil DNA. Penggunaan DNA untuk pembuktian kasus kriminal pertama kali dilakukan pada tahun 1987, dalam sebuah kasus pemerkosaan di Inggris.(6) Di Indonesia, istilah DNA fingerprint mulai mencuat sebagai cara identifikasi forensik setelah terjadi rentetan peristiwa peledakan bom di tanah air, seperti kasus bom Bali, bom JW Marriot, peledakan bom di depan Kedubes Australia dan lain-lain(3). Metode ini menjadi lebih sering didengar saat pihak berwajib berusaha mengidentifikasi korban bencana Tsunami Aceh maupun korban bencana besar belakangan ini, seperti di Wasior (Papua Barat), Mentawai (Sumatera Barat), dan korban erupsi gunung Merapi (Jawa Tengah-Yogyakarta).Penggunaan DNA fingerprint ini umumnya ditempuh setelah melihat kondisi korban yang sudah tidak berbentuk. Dalam kondisi tubuh korban masih utuh, identifikasi biasa dilakukan melalui dua dari sembilan metode identifikasi. Kesembilan metode itu ialah pemeriksaan secara visual, lewat dokumen atau surat, dari perhiasan, pakaian, data pemeriksaan medis, serologi, pemeriksaan gigi dan odontologi, sidik jari, dan pemeriksaan berdasarkan prinsip eksklusi (4).Atas dasar itu, pada referat ini kami mengambil judul Identifikasi Forensik dengan Pemanfaatan tes DNA .I.2. RUMUSAN MASALAH.Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dalam penulisan referat dengan topik Penerapan teknik tes DNA pada identifikasi forensik ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:1. Bagaimana karakterisitik DNA sehingga dapat menjadi penciri suatu individu dan lingkup kekerabatannya? 2. Bagaimana sampel DNA diperoleh dan dipersiapkan untuk analisis? 3. Bagaimana ragam teknik analisis DNA? Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing?4. Bagaimana menginterpretasikan data dan menetapkan hasil identifikasi forensik?I.3. TUJUAN PEMBAHASAN1. Untuk memahami karakterisitik DNA sebagai penciri individu berdasarkan informasi genetik.2. Untuk mengetahui sumber perolehan DNA dan mengetahui tahap-tahap isolasi DNA.3. Untuk memahami ragam teknik analisis DNA beserta kelebihan dan kekurangan masing-masing metode. 4. Untuk memahami teknik interpretasi data dan menetapkan hasil identifikasi forensik. 5. Untuk memenuhi persyaratan ujian pada kepaniteraan klinik ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.I.4.MANFAAT PEMBAHASAN1. Bagi Mahasiswa/wiSebagai bekal dalam menjalani profesi sebagai dokter muda, ataupun saat setelah berprofesi dokter.2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai materi tinjauan pustaka yang diharapkan dapat melengkapi database tinjauan ilmiah yang sudah ada. Sebagai bentuk kontribusi pemikiran kepada masyarakat, terutama terkait kasus-kasus bidang Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang berkembang di masyarakat.3. Bagi Institusi Penegak KeadilanSebagai tambahan informasi tentang pentingnya penerapan tes DNA sebagai salah satu alat Identifikasi Forensik pada berbagai kasus.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1.PENGERTIAN DNAII.1.1.STRUKTUR DAN KARAKTERISTIK DNADNA (deoxyribo nucleic acid) adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik yang berguna perkembangan dan fungsi biologis seluruh organisme hidup. Fungsi utama dari molekul DNA adalah sebagai tempat penyimpanan informasi jangka panjang. DNA seringkali dianalogkan dengan blue print, karena DNA mengandung instruksi yang diperlukan dalam pembentukan komponen sel seperti protein dan molekul RNA. Segmen DNA yang membawa informasi genetik disebut gen.(6)DNA berwujud dua rantai polimer panjang (double helix) yang terdiri dari komponen gula pentosa (deoksiribosa) dan gugus fosfat yang distabilisasi oleh ikatan hidrogen antar molekul basa yang terdapat pada kedua untai. Keempat basa DNA adalah Adenin (A), sitosin (C), guanin (G), dan timin (T), yang kemudian diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu Purin (pasangan adenin dan guanin yang memiliki struktur cincin ganda) dan Pirimidin (pasangan sitosin dan timin yang mempunyai struktur cincin tungal).(7)Selain itu, DNA mempunyai unit esensial berupa kodon, yang merupakan triplet urutan basa dan masing-masing triplet mengkodekan sebuah asam amino tertentu. Kode genetik hanya menentukan struktur protein primer. Protein ini dapat merupakan komponen struktural makromolekul atau enzim yang mengendalikan sintesis non protein.(7)Pada organisme eukariotik, sebagian besar DNA berada pada inti sel (kromosom), yaitu yang disebut core DNA (c-DNA); dan sebagian kecil DNA berada dalam mitokondria (organel mitokondria), yaitu yang disebut mitokondria DNA (mt-DNA). c-DNA merupakan materi genetik yang membawa sifat individu dan diturunkan dari ayah dan ibu menurut hukum Mendel. Berdasarkan pola pewarisan ini, maka pemeriksaan c-DNA dapat digunakan untuk mencari hubungan anak-ibu maupun anak-bapak. (7)

Gambar 1. Struktur Kimia DNA URL: http://schools-wikipedia.org/wp/g/Genetics.htmSedangkan mt-DNA merupakan materi genetik yang membawa kode genetik dari berbagai enzim dan protein yang berkaitan dengan proses pembentukan dan penuaan. Berbeda dengan c-DNA, mt-DNA berbentuk lingkaran ganda yang hanya diturunkan dari ibu kepada anak, sehingga pemeriksaan mt-DNA hanya dapat digunakan untuk mencari hubungan anak-ibu. Dalam forensik yang dimaksud dengan pemeriksaan DNA umumnya merujuk pada pemeriksaan c-DNA yang penggunannya lebih luas.(7)II.1.2.KROMOSOMSetiap sel dalam tubuh seseorang memiliki rangkaian DNA identik. Rangkaian DNA setiap sel disebut kromosom. Setiap kromosom dibagi menjadi lokus-lokus yang menandai posisi gen dalam kromosom. Setiap sel dalam tubuh manusia memiliki 23 pasang kromosom yang terdiri atas 22 pasang kromosom autosomal dan satu pasang kromosom seks (XX pada wanita, dan XY pada laki-laki). Rangkaian DNA pada setiap orang didapatkan dari kontribusi sel ovum ibunya dan sel sperma ayahnya.Kromosom Y menempati posisi yang unik dalam hal kriminologi dan genealogi. Kromosom Y merupakan salah satu kromosom terkecil dari 23 pasang kromosom manusia, namun memiliki sejumlah gen aktif dan memiliki nilai penting dalam DNA-typing.(8)Kromosom Y mengandung SRY (Sex Determining Region Y) yang berperan menentukan kelelakian seseorang dengan peranannya mengatur terbentuknya hormon testosterone. Kromosom Y bersifat unik karena setiap kromosom Y pada seorang pria akan diturunkannya secara langsung hanya kepada anak laki-lakinya dan kemudian diteruskan oleh anak laki-lakinya kepada cucunya hingga keturunan laki-laki selanjutnya.Peran penting kromosom Y dalam DNA typing antara lain untuk kriminologi dan analisis forensik, analisis orang hilang, kasus warisan yang melibatkan keterkaitan genetik antara anggota keluarga laki-laki, kasus imigrasi untuk menentukan kekerabatan genetik, dan kepentingan antropologi.(8)II.2.TES DNAII.2.1.PENGERTIAN TES DNATes DNA adalah salah satu teknik biologi molekuler penanda genetik yang dipakai untuk pengujian terhadap materi profil DNA, yaitu sehimpunan data yang menggambarkan susunan DNA yang dianggap khas untuk individu yang menjadi sampelnya. Hanya sebagian kecil berkas DNA yang dipakai untuk pengujian, seperti bagian DNA yang berisi pengulangan urutan basa (variable number tandam repeats / VNRT). Tes DNA ini sangat dipercaya dan sudah diakui keabsahannya dapat mengidentifikasi seseorang dengan keakuratan mencapai 100 %, sehingga banyak dimanfaatkan dalam analisis, pihak kepolisian maupun pengadilan khusunya untuk membantu mengungkap suatu perkara. Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola DNA bisa terjadi secara random (kebetulan) sangat kecil kemungkinannya, yaitu dengan peluang satu diantara satu juta. Jikapun terdapat kesalahan itu disebabkan oleh faktor human error terutama pada kesalahan interpretasi fragmen-fragmen DNA oleh operator (manusia). (7,20,21)DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah c-DNA dan mt-DNA. Sampel DNA yang paling akurat digunakan dalam tes adalah c-DNA, karena inti sel tidak bisa berubah. Sementara mt-DNA dapat berubah karena berasal dari garis keturunan ibu yang dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya. Namun, keunikan dari pola pewarisan mt-DNA tersebut sekaligus menjadi kelebihannya, sehingga mt-DNA dapat dijadikan sebagai marker (penanda) untuk tes DNA dalam upaya mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal.(9)II.2.2.TUJUAN TES DNATes DNA pada umumnya digunakan untuk 2 tujuan yaitu (1) tujuan pribadi seperti penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak (Tes Paternitas); dan (2) tujuan hukum, yang meliputi masalah forensik, seperti identifikasi korban yang telah hancur maupun untuk pembuktian kasus kejahatan semisal kasus pemerkosaan atau pembunuhan. (9)Tes paternitas adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak. Metode tes paternitas terbagi atas metode analisis DNA dan metode konvensional. Tes paternitas dengan menggunakan analisis DNA merupakan analisis informasi genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu, sehingga dapat memastikan (hampir 100%) bahwa sesorang adalah ayah biologis si anak atau bukan. Sedangkan metode konvensional dengan analisis fenotip dibagi menjadi tiga, yaitu 1. Sistem sel darah merah terdiri dari: sistem ABO, Rhesus (Rh), MNS, Kell (K), Duffy (Fy), Kidd (Jk), Lutheran.2. Sistem biokimia meliputi pemeriksaan plasma protein dan enzim sel darah merah terdiri dari: haptoglobin (Hp), phosphoglucomrantaie (PGM), Esterase D (EsD), Erythrocyte Acid Phosphatase (EAP), Glyoxalase (GLO), Adenosine Deaminase (ADA), Adenylate Kinase (AK), Group specific Component (GC), Gm dan KM.3. Human Leucocyte Antigen (HLA) yang mengidentifikasi antigen pada leukosit.

II.2.3.SAMPEL DAN PENYIAPAN SAMPEL UNTUK TES DNAHampir semua sampel biologis tubuh seperti darah dan bercak darah, seminal, cairan vaginal, dan bercak kering, rambut (baik rambut lengkap dengan akarnya atau hanya batang rambut), epitel bibir (misal pada puntung rokok), sel buccal, tulang, gigi, saliva dengan nukleus (pada amplop, perangko, cangkir), urine, feces, kerokan kuku, jaringan otot, ketombe, sidik jari, atau pada peralatan pribadi dapat digunakan untuk sampel tes DNA, tetapi yang sering digunakan adalah darah, rambut, usapan mulut pada pipi bagian dalam (buccal swab), dan kuku. Untuk kasus-kasus forensik, sampel sperma, daging, tulang, kulit, air liur atau sampel biologis lain yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dapat dijadikan sampel tes DNA.(12,13,14)Tahap pengambilan dan penyimpanan bahan atau sampel merupakan tahapan yang vital, dan harus dilakukan dengan prinsip-prinsip di bawah ini: (14)2. Hindari tempat yang terkontaminasi DNA dengan tidak menyentuh objek secara langsung dengan tangan, tidak bersin atau batuk di dekat barang bukti.3. Menggunakan sarung tangan bersih untuk pengumpulan barang bukti. Sarung tangan harus diganti untuk setiap penanganan barang bukti yang berbeda4. Setiap barang bukti harus disimpan terpisah.5. Bercak darah, bercak sperma, dan bercak lainnya harus dikeringkan dahulu sebelum disimpan.6. Sampel harus disimpan pada amplop atau kertas setelah dikeringkan. Jangan menggunakan bahan plastik karena plastik dapat mempercepat degradasi molekul DNA. Setiap amplop harus ditandai nomor kasus, nomor bukti, waktu pengumpulan.7. Bercak pada permukaan meja atau lantai dapat diambil dengan swab kapas steril dan alkohol. Keringkan kapas tersebut sebelum dibawa.8. Di laboratorium, sampel DNA disimpan dalam kulkas bersuhu 4oC atau dalam freezer bersuhu -20oC. Sampel yang akan digunakan dalam waktu yang lama, dapat disimpan dalam suhu -70oC.Secara umum DNA dapat rusak akibat pengaruh lingkungan seperti paparan sinar matahari, terkena panas, bahan kimia, air dan akibat kerja enzim DNAase yang terdapat dalam jaringan sendiri. Untuk itu terhadap berbagai bahan sampel tersebut harus diberi perlakuan sebagai berikut:(11,12)5. Jaringan, organ dan tulang. (17)Bila masih segar, ambil tiap bagian dengan pinset lalu masukkan masing-masing bagian ke dalam wadah tersendiri. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan di pendingin lalu kirim ke laboratorium. Namun bila sampel tidak lagi segar (busuk), ambil sampel, bungkus dengan kerta alumunium, dan bekukan pada suhu -20oC. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke laboratorium. Darah dan bercak darah (seperti darah pada pakaian, ulnya nyeri visera pada daerah epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen. Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen dikarenakan implikasi pada saraf yang mempersarafi vesika felea, yaitu plexus coeliacus. Nyeri yang akan diterima oleh saraf aferen mengikuti saraf simpatis. Nyeri ini akan berjalan melui plexus coeliacus dan nervus sphlangnicus mayor menuju ke medulla spinalis. Proses peradangan dapat menyebabkan plexus coeliacus terjepit, sehingga nyeri dapat menyebar dan mengenai peritoneum parietal dinding anterior abdomen atau diafragma bagian perifer. Hal ini menyebabkan nyeri somatik dirasakan dikuadran kanan atas dan berjalan ke punggung bawah angulus inferior skapula, serta radang yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang dipersarafi oleh nervus frenikus (C3, C4, C5) akan menyebabkan nyeri di daerah bahu sebab kulit di daerah bahu mendapat persarafan dari nervus supraklavikularis (C3, C4). Nyeri hebat ini sering disertai dengan rasa mual dan muntah. Perangsangan mual dapat diakibatkan oleh karena adanya obstruksi saluran empedu sehingga mengakibatkan aliran balik cairan empedu ke hepar menyebabkan terjadinya proses pe

PENGERTIANIkterus adalah suatu keadaan dimana jaringan berwarna kekuning-kuningan akibat deposisi bilirubin yang terjadi bila kadar bilirubin darah mencapai 2 mg/dL. Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi sekresi bilirubin yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Akibat hambatan tersebut terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah ikterus (Anonim, 2008).Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri (Sherly, 2008). Dengan demikian, ikterus obstruktif merupakan jaundice/ kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum.II. ETIOLOGISherly dkk, 2008 menyatakan ikterus obstruktif disebabkan oleh dua grup besar yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab dari ikterus obstruktif intrahepatik yaitu:1. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan penyakit hepatoseluler, seperti Steatohepatitis, hepatitis virus akut A, hepatitis B atau dengan ikterus dan fibrosis, sirosis dekompensata serta hepatitis karena obat.2. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan duktopenia seperti sindrom Alagilles, kolestatik familial progresif tipe 1, non sindromic bile duct paucity, obat-obatan hepatotoksik, reaksi penolakan kronik setelah transplantasi hati, dan stadium lanjut dari sirosis bilier primer. DAFTAR PUSTAKA1. Anonim. Forensik. URL:http://id.wikipedia.org/wiki/Forensik.2. Asam deoksiribonukleat. URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat3. Irawan, B. 2003. DNA fingerprinting pada Forensik,Biologi sebagai Bukti Kejahatan. Majalah Natural Ed. 7/Thn. V/April 2003. Bandar Lampung4. Arnita. 2007. Rambut pun bisa bicara. Majalah Simposia Vol 6 No.8. Maret 20017. Jakarta5. Sampurna, B. 2009. Kedokteran Forensik, Ilmu dan Profesi. Universitas Indonesia. Jakarta6. Anonim. DNA. URL:http://en.wikipedia.org/wiki/DNA7. Cantor Charles, Spengler Sylvia. Primer on Molecular Genetiks. URL: http://www.ornl.gov/hgmis/publicat/primer/toc.8. Kolbinsky L, Levine, Margolis-Nuno H. 2007. Analysis DNA Forensik. Chelsea House of Publishing Infobase, New York.9. M. Gunawan Abdillah. Tahapan Tes DNA. URL: http://www.klikp21.com10. Anonim. Pusdokkes Polri The Indonesian police centre for medical and Health Service. URL: http://www.pusdokkes.polri.go.id/naskah/dokpol/ladokpoli.html.11. Modul Bahan Ajar, Proyek Pengembangan Kewirausahaan Melalui Integratif Bahan Ajar Kriminalistik. Buku II. Jakarta: Universitas Indonesia, 2000.12. Anonim.. Forensic DNA Testing. URL: http://www.800dnaexam.com/forensic_DNA_ testing.aspx13. Andraea Petrophylla. Tes DNA. URL: http://www.ripiu.com/article/read/klik4orofit-tes-dna. 14. Anonim. Pengumpulan Sampel, Ekstraksi DNA, dan Kuantifikasi DNA. URL: http://www.freewebs.com/pengumpulansampeldna.htm15. Samuels Julie E., Asplen Christopher The Future of Forensik DNA Testing, Prediction of the Research and Development Work