ca mammae
TRANSCRIPT
1. DEFINISI
Kanker payudara merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel yang
terdapat pada payudara. Payudara terdiri dari lobulus-lobulus, duktus-duktus,
lemak dan jaringan konektif, pembuluh darah dan limfe. Pada umumnya kanker
berasal dari sel-sel yang terdapat di duktus, beberapa diantaranya berasal dari
lobulus dan jaringan lainnya.
Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang
ganas berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh Word Health Organization
(WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD).
Kanker payudara adalah keganasan yang bermula dari sel-sel di payudara
kemudian tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di
dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada
payudara.. Hal ini terutama menyerang wanita, tetapi tidak menutup
kemungkinan terjadi juga pada pria.
2. EPIDEMIOLOGI
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif
tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus
kanker payudara baru yang yang didiagnosis setiap tahunnya, sebanyak 350.000
di antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang
sedang berkembang (Moningkey, 2000). Di Amerika Serikat, kira-kira 175.000
wanita didiagnosis menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari semua
kanker yang menyerang wanita. Bahkan, disebutkan dari 150.000 penderita
kanker payudara yang berobat ke rumah sakit, 44.000 orang di antaranya
meninggal setiap tahunnya (Oemiati, 1999). American Cancer Society
memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000
di antaranya meninggal antara 1990-2000 (Moningkey, 2000).
Kanker payudara merupakan keganasan yang menyerang hampir sepertiga dari
seluruh keganasan yang dijumpai pada wanita. Kanker payudara juga
merupakan penyebab kematian kedua setelah kanker leher rahim pada wanita
serta menempati insiden tertinggi dari seluruh keganasan. Selain jumlah kasus
yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada
stadium lanjut (Moningkey, 2000). Data dari Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR)
akibat kanker payudara menurut golongan penyebab penyakit menunjukkan
peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari, 1998)
Setiap tahun, lebih dari satu juta kasus baru kanker payudara didiagnosa di
seluruh dunia dan hampir 400.000 orang akan meninggal akibat penyakit
tersebut. Sampai tahun 2003, Kanker payudara merupakan kanker dengan
insidens tertinggi No.2 di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke
tahun insidens ini meningkat; seperti halnya di negara barat. Angka kejadian
kanker payudara di Amerika Serikat 92/100.000 wanita pertahun dengan
mortalitas yang cukup tinggi 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai
pada wanita. Di Indonesia berdasarkan “Pathological Based Registration“ kanker
payudara mempunyai insidens relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia
mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru pertahun; dengan kenyataan
bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam stadium lanjut
3. KLASIFIKASI
a. Kanker Payudara Non Invasif
1. Karsinoma intraduktus non invasif
Karsinoma intraduktus adalah karsinoma yang mengenai duktus disertai
infiltrasi jaringan stroma sekitar. Terdapat 5 subtipe dari karsinoma
intraduktus, yaitu komedokarsinoma, solid, kribriformis, papiler, dan
mikrokapiler. Komedokarsinoma ditandai dengan sel-sel yang berproliferasi
cepat dan memiliki derajat keganasan tinggi. Karsinoma jenis ini dapat
meluas ke duktus ekskretorius utama, kemudian menginfiltrasi papilla dan
areola, sehingga dapat menyebabkan penyakit Paget pada payudara.
2. Karsinoma lobular insitu
Karsinoma ini ditandai dengan pelebaran satu atau lebih duktus terminal
dan atau tubulus, tanpa disertai infiltrasi ke dalam stroma. Sel-sel berukuran
lebih besar dari normal, inti bulat kecil dan jarang disertai mitosis.
b. Kanker Payudara Invasif
1. Karsinoma duktus invasif
Karsinoma jenis ini merupakan bentuk paling umum dari kanker payudara.
Karsinoma duktus infiltratif merupakan 65- 80% dari karsinoma payudara.
Secara histologis, jaringan ikat padat tersebar berbentuk sarang atau
beralur-alur. Sel berbentuk bulat sampai poligonal, bentuk inti kecil dengan
sedikit gambaran mitosis. Pada tepi tumor, tampak sel kanker mengadakan
infiltrasi ke jaringan sekitar seperti sarang, kawat atau seperti kelenjar. Jenis
ini disebut juga sebagai infiltrating ductus carcinoma not otherwiser
specified (NOS), scirrhous carcinoma, infiltrating carcinoma, atau carcinoma
simplex.
2. Karsinoma lobular invasif
Jenis ini merupakan karsinoma infiltratif yang tersusun atas selsel berukuran
kecil dan seragam dengan sedikit pleimorfisme. Karsinoma lobular invasif
biasanya memiliki tingkat mitosis rendah. Sel infiltratif biasanya tersusun
konsentris disekitar duktus berbentuk seperti target. Sel tumor dapat
berbentuk signet-ring, tubuloalveolar, atau solid.
3. Karsinoma musinosum
Pada karsinoma musinosum ini didapatkan sejumlah besar mucus intra dan
ekstraseluler yang dapat dilihat secara makroskopis maupun mikroskopis.
Secara histologis, terdapat 3 bentuk sel kanker. Bentuk pertama, sel tampak
seperti pulaupulau kecil yang mengambang dalam cairan musin basofilik.
Bentuk kedua, sel tumbuh dalam susunan kelenjar berbatas jelas dan
lumennya mengandung musin. Bentuk ketiga terdiri dari susunan jaringan
yang tidak teratur berisi sel tumor tanpa diferensiasi, sebagian besar sel
berbentuk signet-ring.
4. Karsinoma meduler
Sel berukuran besar berbentuk polygonal/lonjong dengan batas sitoplasma
tidak jelas. Diferensiasi dari jenis ini buruk, tetapi memiliki prognosis lebih
baik daripada karsinoma duktus infiltratif. Biasanya terdapat infiltrasi
limfosit yang nyata dalam jumlah sedang diantara sel kanker, terutama
dibagian tepi jaringan kanker.
5. Karsinoma papiler invasif
Komponen invasif dari jenis karsinoma ini berbentuk papiler.
6. Karsinoma tubuler
Pada karsinoma tubuler, bentuk sel teratur dan tersusun secara tubuler
selapis, dikelilingi oleh stroma fibrous. Jenis ini merupakan karsinoma
dengan diferensiasi tinggi.
7. Karsinoma adenokistik
Jenis ini merupakan karsinoma invasif dengan karakteristik sel yang
berbentuk kribriformis. Sangat jarang ditemukan pada payudara.
8. Karsinoma apokrin Karsinoma ini didominasi dengan sel yang memiliki
sitoplasma eosinofilik, sehingga menyerupai sel apokrin yang mengalami
metaplasia. Bentuk karsinoma apokrin dapat ditemukan juga pada jenis
karsinoma payudara yang lain.
4. FAKTOR RESIKO
Penyakit kanker payudara terbilang penyakit kanker yang paling umum
menyerang kaum wanita, meski demikian pria pun memiliki kemungkinan
mengalami penyakit ini dengan perbandingan 1 di antara 1000. Sampai saat ini
belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan kanker ini terjadi, namun
beberapa faktor kemungkinannya adalah :
a. Usia dan jenis kelamin, kurang dari 1% kanker payudara timbul pada pria,
dengan demikian jenis kelamin wanita memiliki faktor resiko yang lebih
besar. Seperti karsinoma lain, bertambahnya umur juga merupakan faktor
resiko yang bermakna. Sampai dengan umur 40-45 tahun, rata-rata
peningkatan tajam yang kemudian menurun perlahan-lahan, walaupun
insiden kanker payudara terus meningkat sampai usia tua.
b. Secara umum riwayat keluarga sangat berperan dalam terjadinya kanker
payudara. Suatu studi analisa tentang hubungan faktor genetik
menyatakan bahwa ketidak normalan sering ada pada cabang pendek
kromosom 17 pada wanita-wanita dengan riwayat famili kanker payudara
dini. dua gen yaitu BRCA1 dan BRCA2 dapat meningkatkan risiko wanita
terkena kanker sampai 85%. Petunjuk genetik lainnya penyebab kanker
payudara adalah mutasi gen “tumor supressor” p53 yang dijumpai dengan
variasi yang luas.
c. Riwayat keluarga (keturunan). Jika ibu atau saudara wanita mengidap
penyakit kanker payudara, maka ada kemungkinan memiliki resiko kanker
payudara 3 kali lipat dibandingkan wanita lain yang dalam keluarganya
tidak ada penderita satupun.
d. Kanker payudara sering dijumpai pada wanita-wanita nullipara dan tidak
menyusukan. Juga terlindung pada yang mempunyai anak pertama pada
usia dini dan khususnya sehubungan dengan haid pertama yang terlambat
dan menopause dini. Diketahui bahwa pada wanita post menopause
kanker payudara lebih sering dijumpai pada wanita yang tidak dapat
mengontrol berat badan (obese). Ini dipikirkan menjadi penyebab
meningkatnya konversi hormon steroid menjadi oestradiol dalam lemak
tubuh. Peranan hormon eksogen pada kenyataannya pil kontrasepsi dan
terapi penggantian hormon pada kanker payudara di negara-negara
berkembang masih kontroversi. Penyakit fibrokistik Pada wanita dengan
adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko
terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit
meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko
meningkat hingga
e. Pemakaian obat-obatan dan bahan kimia. Misalnya seorang wanita yang
menggunakan therapy obat hormon pengganti {hormone replacement
therapy (HRT)} seperti Hormon estrogen akan bisa menyebabkan
peningkatan resiko mendapat penyakit kanker payudara. Termasuk alat
kontrasepsi yang tinggi estrogen dan DES (dietilstilbestrol). Wanita yang
mengkonsumsi DES untuk mencegah keguguran memiliki risiko tinggi
menderita kanker payudara.
f. Factor reproduksi, diantaranya: periode menstruasi yang lebih lama
[menstruasi pertama lebih awal (<12 tahun) atau menopause lebih lambat
(>55 tahun)], tidak menikah, menikah tapi tidak punya anak, melahirkan
anak pertama sesudah usia 35 tahun, tidak pernah menyusui anak. Ibu
yang menyusui bayinya setidaknya sampai enam bulan mengurangi
kemungkinan ibu menderita kanker payudara, kanker rahim dan kanker
indung telur. Perlindungan terhadap kanker payudara ini sesuai dengan
lama pemberian ASI. Ibu yang menyusui lebih dari dua tahun, akan 50%
lebih jarang menderita kanker payudara.
g. Factor gizi dan lifestyle: obesitas pasca menopause, konsumsi alkohol.
Pemakaian alkohol lebih dari 1-2 gelas/hari bisa meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara, gizi yang buruk pada makanan yang dimakan,
Merokok, Konsumsi lemak dan serat, Kurangnya olahraga
h. Sering menghadapi kondisi stress (goncangan jiwa).
i. Pernah menderita kanker payudara. Setelah payudara yang terkena
diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat
meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.
j. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker.
k. Radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas; tergantung dosis dan umur
saat terkena paparan radiasi.
l. Ukuran payudara besar sebelah.
Dari faktor risiko tersebut di atas, riwayat keluarga serta usia menjadi faktor
terpenting. Riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker payudara
meningkatkan resiko berkembangnya penyakit ini. Para peneliti juga
menemukan bahwa kerusakan dua gen yaitu BRCA1 dan BRCA2 dapat
meningkatkan risiko wanita terkena kanker sampai 85%. Hal yang menarik,
faktor genetik hanya berdampak 5-10% dari terjadinya kanker payudara dan ini
menunjukkan bahwa faktor risiko lainnya memainkan peranan penting.
Pentingnya faktor usia sebagai faktor risiko diperkuat oleh data bahwa 78%
kanker payudara terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dan hanya
6% pada pasien yang kurang dari 40 tahun. Rata-rata usia pada saat
ditemukannya kanker adalah 64 tahun.
5. ETIOLOGI
A. Karsinogen :
3 golongan karsinogen kimiawi :
Direct acting carcinogen. Bahan ini sangat aktif dan secara langsung
dapat menimbulkan kanker. Contoh : Melphalan, benzylchlorida.
Pro-carcinogen. Bahan ini tidak secara langsung menimbulkan kanker.
Bahan ini harus dimetabolisasi dulu oleh enzim2 tubuh. Metabolisme
pro-karsinogen itu meliputi reaksi detoksifikasi, epoksidasi, hydroksilasi.
Contoh : Polycyclic aromatic hydrocarbon, aromatic amine, nitrosamine.
Co-carcinogen. Bahan ini tidak atau hanya sedikit sekali mempunyai
aktifitas karsinogenesis, tapi dapat memperbesar reaktivitas direct
acting carcinogen atau procarcinogen.
B. Radiasi
Karena radiasi mungkin timbul malformasi sel, gangguan mitosis, mutasi
gen. Ini semua mengakibatkan timbulnya sel liar yaitu sel kanker yang
pertumbuhannya tak terkendalikan lagi.
Radiasi ini umumnya menimbulkan kanker kulit, darah, paru. Puncak
insiden leukimia terjadi 6-8 tahun. Masa inkubasi untuk kanker mamma
dan paru selama 12-18 tahun.
C. Virus
Ada 3 jenis virus yang dapat menimbulkan kanker :
a. Virus DNA. Ada bermacam2 virus DNA :
Virus papova
- Virus simian
- Virus polyoma
- Virus papiloma
Virus adenoma
Virus herpes
- Virus herpes simpleks tipe I
- Virus herpes simpleks tipe II. Menimbulkan kanker
serviks
- Virus Epstein-Barr.
Virus hepatitis B. Menimbulkan hepatoma
Virus DNA dapat bergabung dengan DNA penderita dan mengubah
transkripsi atau translasi genetik pada gen sehingga sifat sel
berubah.
b. Virus RNA
Virus tipe A
Virus tipe B : Virus tumor mamma
Virus tipe C : Virus sarkoma dan leukimia
- Virus Gross
- Virus Friend
- Virus Moloney
Virus RNA mempunyai enzim reverse transkriptase yang dapat
menyisipkan informasi genetika ke dalam gen. Enzim ini
menyebabkan DNA dapat menggunakan virus RNA itu sebagai acuan
untuk membuat copy DNA pada replikasi sel.
6. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
7. MANIFESTASI KLINIS
Wanita dengan kanker payudara, bisa jadi mengalami gejala-gejala berikut.
Kadang meskipun di tubuhnya telah tumbuh kanker dia tidak merasakan gejala
apapun. Atau boleh juga ditubuhnya menujukkan gejala tersebut tetapi bukan
karena kanker payudara, tetapi akibat kondisi medis lain. Adapun tanda-tanda
atau gejalanya antara lain :
Ada bejolan yang keras di payudara
Bentuk umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu
mula-mula kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu melekat pada kulit atau
menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau pada puting susu. o Puting
berubah (bisa masuk kedalam, atau terasa sakit terus-menerus), mengeluarkan
cairan atau darah
Kulit atau puting susu menjadi tertarik ke dalam (retraksi), bewarna merah
muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi odema hingga kulit kelihatan
seperti kulit jeruk, mengkerut, atau timbul borok pada payudara. Borok itu
semakin lama akan semakin membesar dan mendalam sehingga dapat
menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah.
Ciri-ciri lainnya antara lain pendarahan pada puting susu, rasa sakit atau nyeri
pada umumnya baru timbul apabila tumor sudah besar, sudah timbul borok,
atau bila sudah muncul metastase ke tulang-tulang, kemudian timbul
pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan
penyebaran kanker ke seluruh tubuh (Handoyo, 1990).
Ada perubahan pada kulit payudara diantara berkerut, iritasi, seperti kulit jeruk.
Adanya benjolan-benjolan kecil
Ada luka di payudara yang sulit sembuh
Payudara terasa panas, memerah, dan bengkak
Terasa sakit atau nyeri (bisa juga ini bukan sakit karena kanker, tetapi tetap
harus diwaspadai)
Terasa sangat gatal di daerah sekitar puting
Benjolan yang keras itu tidak bergerak (terfiksasi) dan biasanya pada awal tidak
terasa sakit
Apabila benjolan itu kanker, awalnya biasanya hanya pada satu payudara.
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali degan mengetahui kriteria
operabilitas Heagensen sebagai berikut :
Terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara);
Adanya nodul satelit pada kulit payudara;
Kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa;
Terdapat model parasternal dan nodel supraklavikula;
Adanya edema lengan dan metastase jauh;
Serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema
kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila
berdiameter lebih 2,5 cm dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama
lain.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSA
1. Imaging Test :
a. Diagnostic mammography.
Sama dengan screening mammography hanya pada test ini lebih banyak
gambar yang bisa diambil. Biasanya digunakan pada wanita dengan tanda-
tanda, diantaranya putting mengeluarkan cairan atau ada benjolan baru.
Diagnostic mammography bisa juga digunakan apabila sesuatu yang
mencurigakan ditemukan pada saat screening mammogram.
b. Ultrasound ( USG )
Suatu pemeriksaan ultrasound adalah menggunakan gelombang bunyi
dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran jaringan pada
payudara. Gelombang bunyi yang tinggi ini bisa membedakan suatu massa
yang solid, yang kemungkinan kanker, dan kista yang berisi cairan, yang
kemungkinannya bukan kanker.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI menggunakan magnetic, bukan X-ray, untuk memproduksi images
( gambaran ) detail dari tubuh. MRI bisa digunakan, apabila sekali seorang
wanita, telah didiagnose mempunyai kanker, maka untuk mencheck
payudara lainnya bisa digunakan MRI. Tapi ini tidak mutlak. Bisa juga untuk
screening saja.Menurut American Cancer Society ( ACS ), wanita yang
mempunyai resiko tinggi terkena kanker payudara, seperti contohnya pada
wanita dengan mutasi gen BRCA atau banyak anggota keluarganya yang
terkena kanker payudara, sebaiknya juga mendapatkan MRI, bersamaan
dengan mammography.MRI biasanya lebih baik dalam melihat suatu
kumpulan massa yang kecil pada payudara yang mungkin tidak terlihat pada
saat USG atau mammogram. Khususnya pada wanita yang mempunyai
jaringan payudara yang padat. Kelemahan MRI juga ada, kadang jaringan
padat yang terlihat pada saat MRI bukan kanker, atau bahkan MRI tidak bisa
menunjukkan suatu jaringan yang padat itu sebagai in situ breast cancer
maka untuk memastikan lagi harus dilakukan biopsy.
2. Test Dengan Bedah
a. Biopsi
Suatu test bisa saja menunjukkan kemungkinan adanya kanker, tapi hanya
biopsy yang bisa memberikan diagnosis secara pasti. Sample yang diambil dari
biopsy, danalisa oleh ahli patologi (dokter spesialis yang ahli dalam
menterjemahkan test-test laboratorium dan mengevaluasi sel, jaringan, organ
untuk menentukan penyakit)
Image guided biopsy digunakan ketika suatu benjolan yang
mencurigakan tidak teraba. Itu dapat dilakukan dengan Fine Needle
Aspiration Biopsy (FNAB, menggunakan jarum kecil untuk untuk
mengambil sample jaringan). Stereotactic Core Biopsy (menggunakan X-
ray untuk menentukan jaringan yang akan diambil) atau Vacuum-
Assisted Biopsy (menggunakan jarum yang tebal untuk mengambil
beberapa macam jaringan inti yang luas). Dalam melakukan prosedur
ini, jarum biopsy untuk menuju area yang dimaksud, dibantu oleh
mammography, USG atau MRI. Metal clip kecil bisa diletakkan pada
bagian dari payudara yang akan dilakukan biopsy.
Dalam kasus ini apabila jaringan itu membuktikan adanya kanker, maka
segera diadakan operasi tambahan. Keuntungan teknik ini adalah bahwa
pasien hanya butuh sekali operasi untuk menetukan pengobatan dan
menetukan stadium.
Core Biopsy dapat menetukan jaringan. FNAB dapat menetukan sel dari
suatu massa yang teraba, dan ini semua kemudian dapat dianalisa untuk
menentukan adanya sel kanker.
Surgical Biopsy (biopsy dengan cara operasi) mengambil sejumlah besar
jaringan.Biopsy ini bisa incisional ( mengambil sebagian dari benjolan )
atau excisional (mengambil seluruh benjolan).
Apabila didiagnose kanker, operasi lanjutan mungkin diperlukan untuk mendapatkan
clear margin area ( area jaringan disekitar tumor dimana dipastikan sudah bersih dari sel
kanker ) kemungkinan, sekalian mengambil jaringan kelenjar getah bening.
Jaringan yang didapat dari biopsy juga akan di ditest oleh dokter untuk menentukan
pengobatan.Test itu untuk melihat:
Ciri-ciri tumor. Apakah tumor itu Invasive (biasanya menyebar) atau In situ
(biasanya tidak menyebar). Ductal (dalam saluran susu) atau lobular (dalam
kelenjar susu). Grade (seberapa besar perbedaan sel kanker itu dari sel sehat)
dan apakah sel kanker telah menjalar ke pembuluh darah atau pembuluh getah
bening. Margin dari tumor juga di amati.
Receptor Estrogen (ER) dan Receptor Progesteron (PR) test. Sel kanker payudara
apabila diketahui positif mengandung receptor ini ER (+) dan PR (+) berarti sel
kanker ini berkembangnya karena hormon-hormon tersebut. Biasanya diadakan
terapy hormone ( akan dibahas tersendiri ).
Test HER2 neu.(C-erb2). Adanya protein HER2 yang berlebihan. Rata-rata 25%
penderita kanker. Dengan mengetahui status HER2 (positive atau negative)
maka dapat ditentukan apakah pasien akan diterapi dengan menggunakan obat
yang disebut trastuzumab ( HERCEPTIN ) atau tidak. ( mengenai HERCEPTIN akan
dibahas tersendiri )
Genetic Description of the Tumor.Test dengan melihat unsur biology dari tumor,
untuk memahami lebih dalam mengenai kanker payudara. Oncotype DX adalah
test untuk mengukur resiko seberapa jauh kekambuhannya.
3. Test Darah:
Test darah juga diperlukan untuk lebih mendalami kondisi kanker. Test-test itu
antara lain :
a. Level Hemoglobin ( HB ) : untuk mengetahui jumlah oksigen yang ada di dalam
sel darah merah
b. Level Hematocrit : untuk mengetahui prosentase dari darah merah didalam
seluruh badan
c. Jumlah dari sel darah putih : untuk membantu melawan infeksi
d. Jumlah trombosit ( untuk membantu pembekuan darah )
e. Differential ( prosentase dari beberapa sel darah putih )
4. Jumlah Alkaline Phosphatase
Jumlah enzyme yang tinggi bisa mengindikasikan penyebaran kanker ke liver,
hati dan saluran empedu dan tulang.
5. SGOT & SGPT
Test ini untuk mengevaluasi fungsi lever. Angka yang tinggi dari salah satu test
ini mengindikasikan adanya kerusakan pada liver, bisa jadi suatu sinyal adanya
penyebaran ke liver
6. Tumor Marker Test
Untuk melihat apakah ada suatu jenis zat kimia yang ditemukan pada darah,
kencing atau jaringan tubuh. Dengan adanya jumlah tumor marker yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah dari nilai normalnya, mengindikasikan adanya suatu
proses tidak normal dalam tubuh. Bisa disebabkan karena kanker , bisa juga
bukan. Pada kanker payudara tumor marker yang biasanya dilakukan adalah CA
dengan mengambil sample darah. Pada standard PRODIA tumor marker tidak
boleh melebihi angka 30
7. Test-Test Lain:
Test-test lain yang biasa dilakukan untuk kanker payudara adalah :
Photo Thorax Untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran keparu-paru
Bonescan Untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar ke tulang. Pada
bonescan, pasien disuntikkan radioactive tracer pada pembuluh vena. Yang
natinya akan berkumpul pada tulang yang menunjukkan kelainan karena kanker.
Jarak antara suntikan dan pelaksanaan bonescan kira-kira 3-4 jam. Selama itu
pasien dianjurkan minum sebanyak-banyaknya. Hasil yang terlihat adalah
gambar penampang tulang lengkap dari depan dan belakang. Tulang yang
menunjukkan kelainan akan terlihat warnanya lebih gelap dari tulang normal.
Computed Tomography ( CT atau CAT ) Scan. Untuk melihat secara detail letak
tumor. Disini pasien juga disuntik radioactive tracer pada pembuluh vena, tapi
volumenya lebih banyak sehingga sebenarnya sama dengan infuse. Setelah
disuntik CT-scan bisa segera dilakukan. CT-scan akan membuat gambar tiga
dimensi bagian dalam tubuh yang diambil dari berbagai sudut. Hasilnya akan
terlihat gambar potongan melintang bagian dari tubuh yang discan 3 dimensi.
Positron Emission Tomography ( PET ) scan. Untuk melihat apakah kanker sudah
menyebar.Dalam PET scan cairan glukosa yang mengandung radioaktif
disuntikkan pada pasien. Sel kanker akan menyerap lebih cepat cairan glukosa
tersebut, dibanding sel normal. Sehingga akan terlihat warna kontras pada PET
scan. PET scan biasanya digunakan sebagai pelengkap data dari hasil CTscan,
MRI dan pemeriksaan secara fisik.
9. PENATALAKSANAAN
A. Terapi locoregional kanker payudara
1. Carcinoma in situ (CIS).
Peningkatan teknik mammography dan skrining telah menghasilkan peningkatan
secara insiden kanker payudara non-invasif khususnya ductal CIS. Sekitar 30%
dari kasus baru kanker payudara adalah CIS (Charles and Cascioto, 2000).
a. Ductal CIS (75% kasus)
Merupakan lesi ganas dan berulang sekitar 35% kasus dalam 10 sampai 15
tahun jika diterapi dengan hanya melakukan biopsi eksisional saja. Rekurensi
berupa karsinoma invasif lebih dari 25% kasus. Jika dilakukan diseksi
kelenjar getah bening, metastasis ditemukan sekitar kurang dari 3% kasus.
Ketika mastektomi dilakukan maka lesi akan multisentrik (lesi CIS tambahan
lebih dari 2 cm dari lesi utama) pada setengah kasus.
b. Lobular CIS (25% kasus) merupakan lesi premalignansi. Tumor ini cenderung
multisentrik dan biasanya bilateral (sekitar 30%). Resiko menjadi kanker 20-
30% pada payudara yang terkena dan 15-20% pada payudara kontralateral.
Sekitar 25-30% pasien dengan lobular CIS menjadi ductal CIS setelah
berumur 25-30 tahun. Pilihan terapi meliputi mastektomi total, kontrol ketat
setiap tahun dengan mammogram dan pemeriksaan dokter setiap 4 bulan.
Pasien dengan resiko tinggi lebih bagus hasilnya dengan mastektomi
bilateral.
2. Lesi lokal terbatas : stadium I dan II
Tidak ada perbedaan survival yang jelas diantara mastektomi total dengan
diseksi kelenjar getah bening (modified radical mastectomy) dibandingkan
pemebedahan terbatas (lumpectomy, tylectomy, total gross removal atau
quandractomy) diikuti dengan radioterapi definitif untuk terapi lokal kanker
payudara. Tanggung jawab seorang dokter adalah memberikan informasi dan
membantu pasien dalam memutuskan teknik pembedahan yang akan dipilihnya
(Charles and Cascioto, 2000).
3. Mastektomi total dengan diseksi kelenjar getah bening (modified radical
mastectomy)
Merupakan prosedur standar untuk pasien yang memilih bedah sebagai terapi
lokal saja. Beberapa pusat penelitian telah mengganti diseksi kelenjar getah
bening dengan teknik pengambilan kelenjar getah bening terbatas untuk tujuan
stadium dan menghasilkan rendahnya komplikasi (khususnya limfedema). Tidak
perlu dilakukan radioterapi adjuvan setelah melakukan prosedur ini kecuali jika
tumor melibatkan sejunlah besar kelenjar getah bening axillary atau invasi
ekstensif pembuluh limfe (Charles and Cascioto, 2000).
4. Bedah terbatas diikuti radioterapi
Melibatkan pengambilan total keseluruhan tumor (lumpectomy) dan diseksi
kelenjar getah bening untuk tujuan stadium. Kemudian dilakukan radioterapi
dan menghabiskan waktu sekitar 6 minggu. Radiasi yang diberikan berupa
megavoltage gamma-irradiation ke seluruh payudara (sekitar 4500 sampai 5000
cGy) dan sisanya diberikan sebagai booster pada daerah biopsi (1000 sampai
2000 cGy) (Charles and Cascioto, 2000).
5. Lesi regional tahap lanjut (advanced): stadium III
Stadium IIIA (operable)
Pembedahan jelas berguna dalam mengontrol lesi lokal. Masala utama
adalah lesi relaps lebih awal dan kematian akibat metastase. Dengan
demikian langkah pertama yang dilakukan dalam terapi adalah
kombinasi kemoterapi diikuti dengan total mastektomi dan diseksi
kelenjar getah bening axillary (Charles and Cascioto, 2000).
Stadium IIIB (inoperable) dan inflammatory carcinoma
Terapi masih kontrovesial. Kebanyakan pasien diterapi awal dengan
kemoterapi 3 – 4 bulan (CMF, CA atau FAC). Dilanjutkan dengan
radioterapi kemudian mastektomi. Terapi sistemik kemudian dilanjutkan
dengan kemoterapi kombinasi, tamoxifen (hormon-positive tumor) atau
keduanya.
6. Terapi adjuvan
Diberikan secepatnya setelah terapi lokal dengan maksud menyembuhkan
pasien dari residu mikrometastase (Charles and Cascioto, 2000).
Terapi adjuvan tamoxifen
Diberikan selama 5 tahun pada kanker payudara tahap awal dapat
mengurangi resiko rekurensi sebesar 50% – 60% dan peningkatan
survival 10 tahun, tidak tergantung umur atau pernah diberi kemoterapi
(Charles and Cascioto, 2000).
Terapi adjuvan kombinasi
Dilakukan selama 3 – 6 bulan mengurangi rekurensi kanker payudara
(35% pada wanita umur kurang dari 50 tahun; 20% bagi wanita berumur
50 – 69 tahun) serta peningkatan survival 10 tahun, tidak tergantung
umur, status menopause, status ER atau pemberian tamoxifen
sebelumnya (Charles and Cascioto, 2000).
Kombinasi kemoterapi dan terapi endokrin, lebih menguntungkan
daripada dilakukan salah satu saj, merupakan terapi pelengkap (Charles
and Cascioto, 2000).
B. Terapi stadium metastasis (stadium IV)
1. Faktor prediksi adanya respon terhadap terapi sistemik
Aktivitas ER (estrogen receptor) dan PgR (progesteron receptor) merupakan
faktor prediksi utama respon terhadap terapi hormonal untuk kanker primer
dan metastasisnya. Pasien dengan level HER-2/neu rendah atau tidak ada
pada tumornya dapat berespon baik dengan regimen cyclophosphamide,
methotrexate dan 5- fluorouracil (CMF) dan tidak berrespon baik jika terjadi
overekspresi Her-2/neu tetapi baik jika diberikan doxorubicin (Adriamycin)
(Charles and Cascioto, 2000).
2. Terapi endokrin
Digunakan pada pasien yang tidak terancam nyawanya oleh kanker. Pasien
dengan lesi rekuren dalam 1 tahun setelah terapi primer biasanya memeiliki
tumor yang cepat tumbuh dan respon buruk terhadap terapi endokrin
(Charles and Cascioto, 2000).
Status reseptor hormon
Harus diketahui sebelum terapi hormonal diberikan. Tumor dengan
reseptor hormon negatif biasanya tidak diterapi awal dengan manipulasi
endokrin karena respon tidak ada atau kurang dari 10%
Anti estrogen
Tamoxifen citrate (nolvadex) sebagai anti estrogen pada tumor ER
positif atau tidak diketahui, tanpa memperhatikan umur pasien.
Tamoxifen (20 mg per oral sekali sehari) diberikan sampai terjadinya
relaps.
Aromatase inhibitor
Mencegah konversi androgen ke estrogen. Diberikan Anastrozole
(Amiridex, 1 mg per oral sekali sehari) dan letrozole (femara 2,5 mg per
oral setiap hari) merupakan terapi alternatif kedua dari megestrol
acetate.
Megestrol acetate
Megace 40 mg per oral 4 kali sehari, merupakan progestin dan
merupakan pilihan terapi endokrin kedua atau ketiga.
Agen endokrin pilihan keempat
Androgen (fluoxymestrone 10 mg 4 kali sehari) atau estrogen
(diethylbestrol 5 mg 3 kali sehari) pada pasien yang gagal dengan
tamoxifen, aromatase inhibitor, atau megestrol acetate.
Ovarian ablation Digunakan untuk wanita premenopause dengan kanker
payudara relaps dan ER positif.
Adrenalektomi atau hipofisektomi dapat menyebabkan permasalahan
medis sulit
Krisis hiperkalsemi atau nyeri tulang memburuk setelah terapi
hormonal. Dapat terjadi akibat terapi hormonal dan dapat diganti
dengan terapi sitotoksik.
Bone scan memburuk pada pasien dengan klinis membaik. Proses
pemburukan ini terjadi sebagai akibat proses penyembuhan pada kasus
pelibatan tulang dengan peningkatan asupan isotopic tracers.
Merupakan indikasi terapi sukses dan sebaiknya dilanjutkan (Charles
and Cascioto, 2000).
3. Kemoterapi
Indikasi:
- Pasien dengan ER negative
- Pasien dengan ER positif dan terapi endokrim gagal
- Pasien dengan penyakit yang mengancam nyawa, penyebaran
limfatik ke paru-paru, metastasis liver atau kanker yang cepat
tumbuh
Pilihan agen sitotoksik
Kebanyakan agen sitotoksik digunakan tunggal efektif dalam
mencapai respon parsial dalam 20 – 30 % kasus (jarang komplit).
Remisi biasanya 4 – 6 bulan. Agen tunggal yang efektif doxorubicin
dan taxane (paclitaxel atau docetaxel). Docetaxel cocok untuk
metastasis liver
Kombinasi agen sitotoksik
Regimen CMF merupakan pilihan terbaik untuk terapi awal
khususnya jika digabung dengan prednisone. Nilai respon 60%
dengan durasi setahun atau lebih. Kombinasi doxorubicin
(Adriamycin) dari CA dan FAC efektif. Kombinasi doxorubicin dengan
paclitaxel dilaporkan lebih berespon tinggi.
Kegagalan terapi kombinasi
Setelah gagal CMF atau CA, agen tunggal berlanjut dapat dicoba.
Obat untuk penyakit tahap akhir adalah paclitaxel (taxol), docetaxel
(tacotere), fuorouracil, methotrexate, vinorelbine, mitomycin C dan
prednisone
Herceptine (anti Her-2 monoclonal antibody) Dengan atau tanpa
agen sitotoksik. Digunakan pada pasien dengan tumor overekspresi
ER-2/neu (c-erB-2). Nilai respon Herceptin jika dipakai tunggal 15%
tapi respon tergantung waktu. Kerjanya sinergis dengan agen
sitotoksik tapi bisa meningkatkan kardiotoksitas ketika digunakan
dengan doxorubicin.
Biphosphonates Digunakan`untuk mengatasi hiperkalsemia
dibarengi lesi ganas. Beberapa penelitian menunjukkan
biphosphonates (pamidronate) berguna pada postponing skeletal
event seperti nyeri atau fraktur pada pasien dengan metastase
tulang
Transplantasi sumsum tulang atau sel stem, sangat meragukan
keuntungannya untuk pasien dengan kanker payudara metastatik
yang lanjut (Charles and Cascioto, 2000).
4. Terapi lokal untuk lesi metastatik, biasanya diterapi sistemik tetapi beberapa
permasalahan lokal dapat diatasi dengan radioterapi (RT) lokal
Metastase tulang nyeri yang terisolasi, biasanya berrespon terhadap
lokal RT
Metastasis axillary massive, memerlukan lokal RT dengan atau
tanpa reseksi bedah
Lesi cervical spine dan femoral neck, dengan atau tanpa gejala
seharusnya diterapi dengan lokal RT. Lesi femoral neck biasanya
memerlukan fiksasi pembedahan
Metastasis orbital dan otak, beberapa pasien survive beberapa
tahun setelah RT
Rekurensi dinding dada, biasanya pasien umumnya diterapi sistemik
terlebih dahulu (Charles and Cascioto, 2000).
10. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Data biografi /biodata
Meliputi identitas klien dan identitas penanggung antara lain : nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Riwayat keluhan utama.
Riwayat keluhan utama meliputi : adanya benjolan yang menekan payudara,
adanya ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak, nyeri.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama .
4. Pengkajian fisik meliputi
Keadaan umum
Tingkah laku
BB dan TB
Pengkajian head to toe
5. Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah hemoglobin biasanya menurun, leukosit meningkat,
trombosit meningkat jika ada penyebaran ureum dan kreatinin. Pemeriksaan
urine, diperiksa apakah ureum dan kreatinin meningkat.
6. Tes diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita carsinoma mammae adalah
sinar X, ultrasonografi, xerora diagrafi, diaphanografi dan pemeriksaan reseptor
hormon.
7. Pengkajian pola kebiasaan hidup sehari-hari meliputi :
a. Nutrisi
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan,
makanan yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat sebelum dan
sesudah masuk RS.
b. Eliminasi
Kebiasaan BAB / BAK, frekuensi, warna, konsistensi, sebelum dan sesudah
masuk RS.
c. Istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur, lamanya tidur dalam sehari sebelum dan sesudah sakit.
d. Personal hygiene
- Frekuensi mandi dan menggosok gigi dalam sehari
- Frekuensi mencuci rambut dalam seminggu
- Dikaji sebelum dan pada saat di RS
8. Identifikasi masalah psikologis, sosial dan spritual :
a. Status psikologis
Emosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap cepat
sembuh, merasa asing tinggal di RS, merasa rendah diri, mekanisme koping
yang negatif.
b. Status social
Merasa terasing dengan akibat klien kurang berinteraksi dengan masyarakat
lain.
c. Kegiatan keagamaan
Klien mengatakan kegiatan shalat 5 waktu berkurang.
b. Analisa Data
No Data Etiologi Asuhan Keperawatan
1. DS : - Klien mengeluh
nyeri pada sekitar
payudara sebelah kiri
menjalar ke kanan.
DO : Klien nampak
meringis, Klien nampak
sesak, Nampak luka di
verban pada payudara
sebelah kiri
Ca mammae
pembedahan
terputusnya saraf
reseptor nyeri Nyeri
akut.
Nyeri
2. DS : Klien mengatakan
malu dengan keadaan
dirinya
DO : Klien jarang bicara
dengan pasien lain, Klien
nampak murung.
Ca mammae
pengangkatan payudara
merasa kehilangan citra
seorang wanita
gangguan harga diri
Gangguan harga diri
3. DS : Klien mengeluh nyeri
pada daerah sekitar
operasi.
DO : Adanya balutan pada
luka operasi, Terpasang
drainase, Warna drainase
merah muda
Ca mammae
pembedahan luka pada
kulit kurang personal
hygine Risiko infeksi
Risiko Infeksi
c. Rencana Keperawatan
1. Nyeri Berhubungan dengan agen injuri fisik ditandai dengan klien
menyatakan nyeri pada payudara, TTV abnormal, menunjukkan mimik
kesakitan, mengaku nyeri saat menggerakan tangan.
Tujuan: Setelah diberi asuhan keperawatan 2x24 jam nyeri klien dapat
berkurang dengan kriteria hasil:
No Indicator: Pain Level 1 2 3 4 5
1. Reported pain V
2. Facial expressions of pain V
3. Nausea V
4. Restlessness V
Intervensi:
1. Kaji karakteristik nyeri, skala nyeri, sifat nyeri, lokasi dan penyebaran.
2. Beri posisi yang nyaman yang dapat mengurangi nyeri klien.
3. Ajarkan klien teknik relaksasi napas dalam.
4. Pantau tanda-tanda vital klien.
5. Berkolaborasi dalam Penatalaksanaan pemberian analgetik
2. Resiko infeksi berhubungan dengan broken skin (luka operasi)
Tujuan: Setelah diberi asuhan keperawatan 1x24 jam risiko infeksi klien dapat
dicegah.
Kriteria hasil
No Indicators 1 2 3 4 5
1. Sign and symptoms of
infection
V
2. Importance of hand sanitation V
3. Activities to increase
resistance to infection
V
4. Practice that reduce
transmition
V
Intervensi:
1. Kaji adanya tanda – tanda infeksi.
2. Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah prosedur tindakan.
3. Lakukan prosedur invasif secara aseptik dan antiseptik.
4. Berkolaborasi dalam Penatalaksanaan pemberian antibiotik.
3. Gangguan harga diri berhubungan dengan disturbed body image (kecacatan
bedah)
Tujuan:
Setelah diberi asuhan keperawatan 2x24 jam harga diri klien dapat meningkat
Kriteria hasil:
No Indicator 1 2 3 4 51. Internal picture of self V2. Satisfaction with body
functionV
3. Adjustmen to changes in body function
V
4. Description of affected body part
V
Intervensi:
1. Diskusikan dengan klien atau orang terdekat respon klien terhadap penyakitnya.
2. Tinjau ulang efek pembedahan
3. Berikan dukungan emosi klien.
4. Anjurkan keluarga klien untuk selalu mendampingi klien.
5. Ajarkan klien untuk berfikir positive dan mensyukuri apa yang masih dimilikinya.
Referensi
1. Thomson, A.D. 1997. Catatan Kuliah Patologi Edisi III. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Underwood, J.C.E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Dalimartha, Setiawan, 2004. Kanker Payudara. Dalam: Deteksi Dini Kanker dan Simplisa Antikanker. Jakarta: Penebar Swadaya.