buruh

Upload: teslar

Post on 01-Mar-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Buruh: Bukan Cita-citaBuruh merupakan salah satu jenis perkerjaan dari banyaknya jenis perkerjaan di Indonesia. Sebenarnya buruh dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu buruh profesional meliputi seseorang yang bekerja dengan menggunakan otak dan buruh kasar menggunakan tenaga otot dalam bekerja. Namun di Indonesia, kata buruh selalu berkonotasi negatif yaitu pekerja kasar, padahal karyawan, tenaga kerja dan buruh sama-sama disebut sebagai pekerja. Di Indonesia pada umumnya tidak ada yang akan menjawab cita-cita saya menjadi buruh jika ditanya oleh guru. Hal itu sudah menjelaskan bahwa buruh dikenal sebagai perkerja rendahan. Padahal pengertian buruh berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah. Tanpa bantuan seorang buruh seorang pengusaha, pemegang kendali atau Boss tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya. Bapak Sobri (42) yang bekerja sebagai buruh bangunan di rumah milik Ibu Rusdi yang berlokasi di Kota Magelang. Sama halnya dengan Bapak Sobri beliau berkata Saya dulu juga cita-citanya menjadi tentara, tetapi karena tinggi badan saya kurang dan ndak punya uang juga jadi saya ikut teman-teman jadi kuli bangunan. Bapak Sobri pertama merintis karir sebagai buruh bangunan sejak tahun 1989 di suatu perumahan Jogjakarta dengan gaji waktu itu sekitar 2000-5000 perhari. upah segitu pada tahun itu ya sudah banyak sekali. Terang bapak Sobri sambil menghisap rokoknya.Lambat laun dengan semakin melonjaknya harga kebutuhan pokok, semakin naik pula upah buruh bangunan. Untuk di kota-kota kecil seperti Magelang upah seorang burh bangunan berkisar 60-75 ribu per hari dengan alokasi waktu kurang lebih 8 jam dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00. gaji segitu sekarang mah lumayan, dibanding harus nyangkul di sawah, paling banyak 40 ribu seharian. Padahal kerjanya juga sama-sama berat. Jelas Bapak Sobri yang bekerja sebagai tukang kayu. Beralih ke Istilah Buruh Pahlawan Devisa sekarang sedang marak dengan kalimat itu di Indonesia. itu sebenarnya kurang pas, karena mereka pergi bukan untuk memperjuangkan bangsanya. Tapi keadaan bangsa yang menurut mereka tidak bisa menyukupi kebutuhan mereka. jadi tidak usah bangga dengan istilah buruh pahlawan devisa ujar Aftina, seorang mahasiswa UMM (Universitas Muhammadiyah Magelang) Jumat, 19 Juni 2015. Selain itu Aftina salah seorang mahasiswa jurusan PGSD UMM mengungkapkan memang benar hampir bisa dikatakan bahwa buruh bukanlah salah satu cita-cita anak. Seseorang yang mapan secara turun temurun pasti berkeinginan menjadi PNS atau pengusaha dengan penghasilan yang sangat menggiyurkan. Namun tak semua keadaan ekonomi keluarga itu sama, apalagi ditambah dengan faktor latar belakang pendidikan yang memaksa mereka untuk menjadi buruh. Dalam hal ini adalah buruh kasaran, warga Indonesia masih belum terbuka secara pemikiran, bahwa tanpa seorang buruh seorang atasan tidak dapat membereskan pekerjaannya. Buruh juga bisa sejahtera, bahkan ekarang banyak buruh yang bisa menyekolahkan anak-anaknya minimal sampai jenjang SMA. Ditambah pula ada serikat buruh, organisasi buruh yang didirikan di Indonesia pasti memikirkan nasib para buruh. Jadi sebenarnya tidak perlu khawatir untuk menjadi buruh profesional maupun kasaran karena setiap pekerjaan mempunyai kesulitannya masing-masing. Hal itu sudah menjadi kemampuan dan keahlian masing-masing. Tidak bisa sebenarnya distratifikasikan, misalnya si A yang lebih mengutamakan kemampuan otak daripada tenaga, dia suruh angkat semen ya bakal tidak bisa, sebaliknya si B yang biasa mengandalkan tenaga diminta untuk ngotak-atik komputer yang malah ngrusak. Jelasnya sambil sesekali tertawa. sekali lagi Indonesia masih salah kaprah dengan istilah buruh. Aftina menegaskan kembali. Ayun, seorang pelajar berpendapat Bisa pergi ke luar negeri tentunya cita-cita bagi kebanyakan orang, namun jika keluar negeri untuk menjadi buruh kasaran tentu bukanlah cita-cita. Apalagi menyandang predikat pahlawan devisa, tentu saja saya rasa bukan cita-cita mereka. Sebagian besar karena latar belakang ekonomi. Miris juga jika melihat banyak orang tua meninggalkan anak dan keluarganya hanya untuk memenuhi kebutuhan sampai dibela-belain ke negeri orang. Mental perkembangan dan pertumbuhan anak yang ditinggal juga akan terganggu.Menjadi seorang buruh bukanlah cita-cita masyarakat Indonesia khususnya karena pasti dibalik kata buruh tentu ada banyak masalah seperti perekonomian dan pendidikan yang melatarbelakangi.