buku pegangan mahasiswa_kegawatdaruratan edit 3-4-13
DESCRIPTION
skills lab semester 6 SKILL KGDTRANSCRIPT
Buku Pegangan Mahasiswa
MODULKEGAWATDARURATAN
SKILLTim Modul Kegawatdaruratan
Diberikan PadaMahasiswa Semester 6 Tahun Ajaran 2012/2013
Program Studi Pendidikan DokterFakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi
Unit Pendidikan Kedokteran (Medical Education Unit/MEU)
Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi
Manado 2013
TIM MODUL KEGAWATDARURATAN 201 3
Koordinator:
dr. Harold Tambajong, SpAn
Sekretaris:
Dr.dr. Diana Ch. Lalenoh, M.Kes, SpAnKNA, KAO
Anggota:
dr. S. H. Rampengan, SpJP(K), FIHA, MSi, Cht, FICA, FACC, FAHA, FESC
dr. R. Willar, SpA-K
dr. Lucky T. Kumaat, SpAn
dr. Mordekhai Laihad, M.Kes, SpAn
dr. Iddo Posangi, SpAn
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha kuasa atas penyertaanNya sehingga Buku
Pegangan Mahasiswa (BPM) modul Kegawatdaruratan boleh selesai dibuat. Modul ini diberikan
kepada mahasiswa semester 6 Program Studi Pendidikan Dokter. Modul ini difokuskan pada
keterampilan penatalaksanaan jalan napas, analisa situasi gawat darurat jalan napas, tindakan
membebaskan jalan napas, metode pemeliharaan jalan napas, bantuan ventilasi pada gagal napas,
baik pada dewasa maupun anak, pada berbagai kondisi dan penyakit yang mendasarinya, serta
Resusitasi Jantung dan Paru. Keterampilan ini perlu dikuasai oleh dokter layanan primer sehingga
untuk beberapa keterampilan diharapkan mahasiswa mampu untuk melakukan secara mandiri.
Kegawatdaruratan di bidang kedokteran umum adalah seluruh kasus gawat darurat yang
meliputi gangguan jalan napas, gangguan pernapasan yang membutuhkan bantuan ventilasi segera,
serta gagal sirkulasi yang membutuhkan resusitasi jantung dan paru, baik pada pasien dewasa
maupun pasien anak, baik yang terjadi karena trauma, penyakit tertentu, maupun tindakan tertentu
misalnya operasi, dll. Kejadian gawat darurat dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, serta harus
dapat ditangani oleh seorang dokter umum secara baik dan benar. Pengenalan secara dini kondisi
gawat darurat, serta tindakan yang cepat dan tepat merupakan kunci utama penatalaksanaan
kegawatdaruratan. Hal tersebut perlu pemahaman yang mendalam serta latihan yang benar agar
seorang dokter umum cakap dan tanggap dalam melakukan hal tersebut. Karena itu dalam blok ini
seluruh mahasiswa dididik dan dilatih secara terpadu oleh staf pengajar dari berbagai disiplin ilmu
baik dari bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, bagian Penyakit Dalam, bagian Jantung dan
Pembuluh Darah, serta bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini. Oleh karena itu Tim
Penyusun Modul mengucapkan banyak terima kasih atas segala masukan yang diberikan sehingga
modul ini bisa terselesaikan.
Sangat diharapkan bahwa modul ini dapat memberikan cukup bekal bagi para mahasiswa
baik secara kompprehensif maupun integratif. Untuk itu Tim penyusun Modul mengharapkan agar
buku ini dapat membantu para instruktur dan mahasiswa dalam pelaksanaan pembelajaran modul
sehingga dapat berjalan dengan baik. Tim Penyusun Modul menyadari masih terdapat banyak
kekurangan dalam penyusunan modul ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan demi penyempurnaan buku modul ini.
Manado, Februari 2013
Tim Penyusun Modul
3
DAFTAR ISI
PENGANTAR 3
BAB I PENDAHULUAN 5
BAB II TUJUAN PEMBELAJARAN 6
BAB III SASARAN PEMBELAJARAN 7
BAB IV LINGKUP BAHASAN 8
BAB V STRATEGI PENGAJARAN 13
BAB VI SARANA PENUNJANG 15
BAB VII EVALUASI 17
LAMPIRAN JADWAL KEGIATAN 18
4
BAB I
PANDAHULUAN
Pada Buku Standar Kompetensi Dokter Indonesia, terdapat 7 area kompetensi yang harus
dikuasai oleh lulusan. Modul Kegawatdaruratan merupakan modul yang diberikan pada mahasiswa
semester 6 dan terutama berkaitan dengan area keterampilan klinis dalam hal ini keterampilan
penatalaksanaan jalan napas berupa penilaian jalan napas, penatalaksanaan jalan napas, dan bantuan
ventilasi, yang merupakan tujuan modul ini.
Selain itu dalam latihan keterampilan klinik di modul ini, komunikasi dan sikap profesional
ikut berperan penting.
Pada modul ini juga mahasiswa akan belajar atau didemonstrasikan cara evaluasi jalan napas,
penatalaksanaan jalan napas, bantuan ventilasi yang benar pada pasien dewasa maupun pediatrik,
serta Resusitasi Jantung dan Paru yang baik dan benar.
Modul ini dirancang untuk mahasiswa semester 6. Mahasiswa yang berada di semester 6 ini
telah melalui modul-modul dan juga beberapa latihan keterampilan klinik dasar di semester 1
sampai dengan 5.
5
BAB II
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai mempelajari modul Kegawatdaruratan, mahasiswa diharapkan mampu
menilai jalan napas dan gangguan pada jalan napas, melakukan bantuan membebaskan jalan napas,
dapat memberikan bantuan ventilasi sesuai dengan kondisi pasien, serta mampu mengenali keadaan
gawat darurat yang memerlukan Resusitasi Jantung dan Paru segera.
6
BAB III
SASARAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali berbagai gangguan jalan napas
2. Mengetahui berbagai prosedur dan tahap penatalaksanaan jalan napas.
3. Mengetahui berbagai peralatan untuk penatalaksanaan jalan napas.
4. Mengetahui berbagai keadaan gawat darurat yang memerlukan Resusitasi Jantung dan Paru
5. Mengetahui cara melakukan tindakan Resusitasi Jantung dan Paru.
7
BAB IV
LINGKUP BAHASAN
Airway Management
Struktur yang menyusun jalan napas atas adalah: hidung, mulut, faring, hipofaring, dan laring.
Struktur yang menyusun jalan napas bawah adalah : trakea, bronkus, bronkiolus, bronkiolus
terminalis, bronkiolus respiratorius, dan alveoli. Hidung sebagai bagian dari jalan napas atas
mempunyai fungsi untuk menghangatkan, menyaring, humidifikasi udara, serta menciptakan 2/3
tahanan untuk pernapasan.
Struktur yang penting diperhatikan dalam mulut sebagai bagian dari jalan napas atas, yang dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas pada keadaan penurunan atau tidak bernapas adalah: palatum
molle: dapat tertarik dan terdorong ke belakang sehingga menutupi aliran udara dari nasal, terutama
pada pasien yang tidak sadar atau tertidur atau mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan. Uvula:
bila mengelami udem atau perdarahan akibat trauma atau tindakan traumatis, juga dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas. Lidah: bila mengalami relaksasi akibat tidak sadar atau tertidur
dapat menyumbat jalan napas.
Faring sebagai bagian jalan napas atas terdiri dari nasofaring, orofaring, serta hipofaring.
Nasofaring terletak pada bagian anterior setinggi C1, superior dari basis kranii, dan inferior dari
palatum mole. Nasofaring menuju ke tuba eustachii dan adenoid, serta diinervasi oleh nervus
maksilaris. Orofaring terletak pada setinggi C2, C3, superior dari palatum mole, inferior dari
epiglotis. Orofaring terbuka menuju ke mulut melalui tonsil. Hipofaring terletak pada setinggi C5-
C6, posterior dari laring, superior dari epiglotis, dan inferior dari kartilago krikoid. Hipofaring terdiri
dari sfingter atas esofageal, yang berfungsi sebagai barrier bila terjadi regurgitasi pada pasien yang
tidak sadar.
Tiga nervus yang berasal dari medulla oblongata dan menginervasi otot-otot faring, laring, dan
palatum mole adalah: n.glossofaringeal, n.vagus, dan n.spinal asesori. Kerusakan pada berbagai
cabang nervus tersebut dapat mempengaruhi mekanisme pernapasan. Kerusakan pada n.rekuren
laringeal yang merupakan cabang dari n.vagus dapat menyebabkan hoarseness atau stridor. Kondisi
tersebut dapat dijumpai pada keadaan misalnya penggunaan traksi saat diseksi aneurisma arkus aorta
dan mitral stenosis. Bila terjadi cidera bilateral akut pada n. Rekuren laringeal dapat terjadi tekanan
8
dan adduksi pada plika vokalis yang mengakibatkan stridor, yang dapat menyebabkan distress
pernapasan, dan yang paling fatal dapat mengakibatkan kematian.
Laring terletak pada setinggi C3-C6, yaitu dimulai dari epiglottis dan berlanjut sampai kartilago
krikoid. Laring berfungsi melindungi jalan napas dari aspirasi, menyediakan aliran udara antara
epiglotis dan trakea serta menghasilkan fonasi. Valekula superior adalah ruangan antara epiglotis dan
dasar lidah, yang terangkat ketika epiglotis terdorong atau terangkat dari bukaan glotis. Lokasi laring
adalah pada batas inferior dari kartilago krikoid dan memanjang sampai karina, sepanjang 10-20 cm,
sekitar 16-20 lengkungan cincin kartilago. Laring diinervasi oleh n. Vagus.
Diafragma disusun oleh empat struktur, yaitu septum transversum, mesenterium dorsal esofagus,
lipatan pleuroperitoneal, mesoderm dinding tubuh. Nervus servikal yang menginervasi seluruh
diafragma berasal dari C3-C5.
Faktor-faktor penyulit intubaasi di antaranya: adanya perdarahan akibat trauma, obesitas,
berkurangnya pergerakan kepala dan leher, berkurangnya pergerakan dagu, mandibula yang maju,
gigi ompong, serta faktor penyulit yang dinilai dari Mallampati. Dimana evaluasi mallampati adalah
dengan menggunakan perkiraan 3-3-2: 3 jari antar insisor atas dan bawah, 3 jari antara ujung dagu
dan os hyoid, 2 jari antara os hyoid dan korda tiroid. Skor mallampati diklasifikasikan dari 1-4.
Bila seorang pasien dicurigai adanya obstruksi, dengarkan pernapasannya. Bila terdapat
wheezing inspirator: kemungkinan obstruksi jalan napas atas. Bila terdapat wheezing ekspiratoar
kemungkinan obstruksi jalan napas bawah. Memeriksa mobilitas leher: dari dagu ke dada dan
kemampuan mendorong kepala ke belakang.
Pada saat melakukan intubasi dapat dilakukan manipulasi yang disebut sniffing position, dimana
kepala difleksikan ke depan sekitar 35-800, hal ini memungkinkan alignment yang baik antara sumbu
oral, faringeal, dan trakeal, sehingga menciptakan kondisi intubasi yang optimal, juga
memungkinkan ruang untuk bilah laringoskop yang lebih leluasa.
Definisi jalan napas sulit atau difficult airway adalah setiap kondisi yang mengalami kesulitan
untuk penatalaksanaan jalan napas, dengan kriteria tiga kali atau lebih gagal intubasi oleh seorag ahli
anestesi, atau kesulitan intubasi yang dilakukan dalam waktu lebih dari 10 menit. Dengan pre-
oksigenasi yang baik (denitrogenasi) melalui pemberian oksigen 5-10 L selama 3-5 menit dengan
masker oksigen, FRC dapat dipertahankan sampai 12 menit, dibanding yang tidak dipre-oksigenasi
dengan baik yang hanya bertahan selama 2,5 menit. Dalam keadaan emergensi, dapat diberikan
oksigenasi secara fast track, yaitu berikan ventilasi 4 vital capacity dalam waktu 30 detik sebelum
induksi anestesi.
Algoritma untuk difficult airway: 1. Bila sudah diprediksi sebelumnya, persiapkan segala
peralatan dan tindakan untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi; 2. Bila sudah
9
menduga adanya gangguan jalan napas, pilihlah intubasi sadar; 3. Bila mengalami kesulitan intubasi,
namun masih dapat memberikan ventilas, bangunkan pasien; 4. Ketika membuat pilihan untuk
melakukan intubasi, lakukan yang terbaik. Kriteria untuk melakukan intubasi sadar adalah: 1. Pasien
kooperatif dan ada persetujuan; 2. Berikan ansiolitik, narkotik, dan antisialogog; 3. Berikan 5 ml
lidokain pada tempat memasukkan pipa endotrakeal, bila memilih intubasi nasal, tentunya lubang
hidung, dan nasofaring yang diteteskan/ disemprotkan lidokain; 4. Berikan lidokain langsung pada
korda atau melalui blok transtrakeal; 5. Suruh pasien bernapas dalam, dalam keadaan inspirasi,
berikan 5 ml lidokain 2% ke dalam lumen jalan napas nasal; 6. Pasien akan batuk-batuk yang
menandakan anestesi lokal masuk ke plika vokalis. Dapat juga dilakukan blok n. Laringeal superior:
1. Lokasi pada os hyoid, geserkan ke depan sisi injeksi; 2. Palpasi batas inferior kornu dan masukkan
jarum sejajar kulit; 3. Arahkan jarum 0,25 inch ke kaudal dan 0,25 inch ke medial; 4. Ujung jarum
akan merasa seperti menembus sesuatu saat memasuki tirohyoid; 5. Masukkan 1-2 ml anestesi lokal;
6. Saat terasa menembus membran, kemudian tambahkan lagi 2 ml larutan anestesi lokal.
Pada pasien dengan lambung penuh/ puasa tidak cukup, begitu pula pasien-pasien trauma, pasien
DM, pasien dengan kehamilan ataupun situasi emergensi, lakukan penekanan pada krikoid. Lakukan
dengan metode BURP (Backwards, upwards, rightwards pressure).
Penggunaan Laryngeal Mask Airway (LMA) sebagai alternatif pertolongan saat mengalami
kesulitan intubasi, maupun pada tindakan yang ringan, karena lebih cepat mudah pemasangannya
serta angka keberhasilan pemasangan pun tinggi. Dimasukkan secara blind ke posterior faring
sampai terasa ada tahanan, kemudian posisikan dibawah dasar lidah dan di atas epiglottis. Proseal
LMA memungkinkan aliran NGT pada pasien yang memerlukan pengamanan misalnya dengan
lambung penuh. Proseal LMA memungkinkan pengamanan karena adanya seal terhadap dinding
faring. Juga memungkinkan untuk diberikan PIP sampai 30 psi. Dapat digunakan dengan ventilator.
Fastrach memungkinkan untuk mengendalikan jalan napas, memungkinkan intubasi endotrakeal
secara blind melalui masker. Sering digunakan sebagai alternatif utama pada saat "can't intubate,
can't ventilate".
Penggunaan Combitube sebagai salah satu alat untuk penatalaksanaan jalan napas, yang
merupakan double lumen airway, sehingga dapat dimasukkan secara blind ke dalam hipofaring.
Ujungnya ditempatkan dalam esofagus. Lumen esofagel memungkinkan untuk dekompresi lambung.
Peralatan untuk penatalaksanaan jalan napas lainnya adalah KING LT/LTS-D, yang merupakan
alteratif lain untuk intubasi trakeal atau ventilasi masker. Dapat diberikan ventilasi tekanan positif
ataupun pernapasan spontan. Seal ventilasi diberikan sekitar 30 H2O atau lebih tinggi. Trachlite
adalah penatalaksanaan jalan napas dengan teknik transiluminasi leher. Terlihat bayangan berkilau di
bawah tiroid ketika memasuki trakea. Lebih sedikit stimulasinya dibanding menggunakan
10
laringoskop (digunakan ketika gagal laringoskopi). Namun jangan diberikan ketika ada obstruksi
jalan napas oleh benda asing, atau anomali jalan napas atas. Fiberoptic Laryngoscope
(Bronchoscope) sebagai peralatan untuk membantu intubasi yang memungkinkan dilakukan evaluasi
secara menyeluruh terhadap jalan napas, mengecek penempatan ETT, perubahan ETT, atau untuk
membersihkan paru. Tempat untuk suction dapat tetap menjadi tempat terbuka untuk memasukkan
gas anestesi atau memberikan oksigen. Disertai pemberian fentanil dan midazolm. Dimasukkan
melalui ETT menuju epiglottis, di depan dari cincin trakeal. Dorong ETT ke depan dan ke bawah,
scope nya digunakan sebagai stilet. Namun kekurangannya adalah lapangan penglihatan terhalang
bila ada darah atau lendir.
Glidescope sama halnya dengan Macintosh yang digeserkan ke dalam vallecula, memungkinkan
visualisasi plika vokalis, serta visualisasi jalan napas secara keseluruhan. Airtraq digunakan pada
kondisi yang memerlukan stabilisasi posisi, misalnya fraktur servikal yang tidak stabil, imobilitas
sumbu tiromental, maupun keadaan dengan luka bakar atau trauma di kepala dan leher. Airtraq
memiliki 2 saluran: untuk cahaya dan untuk lensa/ ETT sampai ukuran 8,5 mm. Memiliki sistem
antifogging. Ditempatkan pada vallecula sama halnya seperti Macintosh, mengangkat lapangan
penglihatan, sehingga memungkinkan epiglottis terangkat oleh blade, dan memudahkan visualisasi
plika vokalis serta memasukkan ETT.
Transtracheal Jet Ventilation dilakukan dengan menggunakan aboccath yang besar, dimasukkan
ke arah kaudal melalui membran krikotiroid. 25 psi cukup untuk memberi tekanan pada inspiratoar.
Bila siklus inspirasi terlalu cepat, dapat menyebabkan udara terperangkap dalam paru.
Cricothyrotomy merupakan pilihan tindakan penatalaksanaan jalan napas secara invasif pada
keadaan Can't intubate, can't ventilate emergency, trauma pada jalan napas termasuk cidera pada
kranio-fasial-servikal yang emergensi, yang memerlukan penatalaksanaan jalan napas definitive
segera. Dilakukan melalui membran krikotiroid. Relatif mudah, lebih sedikit kontra indikasinya.
Tracheotomy biasanya tidak dilakukan oleh ahli anestesi. Dilakukan pada setinggi cincin trakea 4-6
di bawah ismus glandula tiroid.
Bila pasien dapat diintubasi, ada beberapa pilihan untuk ekstubasi bila pasien telah memenuhi
kriteria tertentu atau dalam anestesi, tentunya bila operasi telah selesai. Pilihannya bisa ekstubasi
dalam, ekstubasi sadar, ataupun ekstubasi sadar penuh. Yang harus diperhatikan adalah adekuasi
volume tidal, laju napas, bisa tidaknya buka mata, ada tidaknya diplopia, ada tidaknya edema jalan
napas, mampu tidaknya menelan, pergerakan lidah, dan mampu tidaknya angkat kepala selama 5
detik (pada pasien pediatrik kemampuan untuk menarik lutut ke arah dada). Kemampuan
11
menggenggam, kapasitas vital 15 ml/kgBB atau tenaga inspirasi mencapai 25-30 cm H₂O25-30 cm
H₂O, TOF > 90.
Bila terjadi false route yaitu intubasi esofageal, ditandai dengan tidak adanya suara napas pada
kedua lapangan paru, adanya bunyi “gurgle” pada epigastrium, distensi abdomen, ETCO2 yang
tinggi. Bila terjadi intubasi bronkial, ditandai dengan peningkatan tekanan positif inspirasi, adanya
ekskursi dada, suara napas menurun sampai tidak ada pada paru yang tidak terventilasi, penurunan
ETCO2, adanya takikardi, dan hipoksemia.
Resiko yang dapat terjadi saat melakukan intubasi: cidera pada lidah, gusi, dan jaringan lunak
pada kavum oris. Gigi bisa tanggal, ataupun perdarahan pada hidung. Bisa juga terjadi penusukan
atau sobekan trakea. Obstruksi pipa endotrakeal dapat terjadi karena pasien menggigit, atau tertekuk,
juga dapat karena benda asing. Dapat menyebabkan edema paru karena tekanan negatif. Dapat
diterapi dengan diuretik dan ventilasi tekanan positif.
12
BAB V
STRATEGI PENGAJARAN
A. Strategi Pengajaran
Mahasiswa terlebih dahulu mempelajari buku pegangan/panduan yang diberikan
Praktik mandiri dibimbing oleh instruktur
Penjelasan disertai peragaan oleh instruktur
B. Metode Pengajaran
1. Orientasi
Ini merupakan tahap untuk mendapatkan ilmu mengenai ruang lingkup Keterampilan
Keadaan Gawat Darurat, khususnya mengenai penilaian kondisi jalan napas, membebaskan
jalan napas, dan memberikan bantuan ventilasi. Peserta didik diharapkan telah mempelajari
buku pegangan yang sudah diberikan.
2. Pelatihan/Peragaan
Para instruktur akan memperagakan keterampilan teraupetik kepada peserta didik yang telah
dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Peserta melakukan sendiri keterampilan yang dilatih
dan instruktur mengawasi dan mengoreksi apabila ada kekeliruan yang dilakukan oleh
mahasiswa tersebut.
3. Umpan balik langsung diberikan oleh instruktur mengenai performa peserta didik pada waktu
peserta melaksanakan latihan keterampilan ini.
C. Tugas Mahasiswa
1. Mengikuti penjelasan oleh tim penyusun modul.
2. Mengikuti kegiatan skills lab didampingi instruktur.
3. Melakukan sendidri beberapa keterampilan penatalaksanaan kondisi gawat darurat.
4. Membuat laporan tentang kegiatan skills lab.
13
D. Sumber Daya
Daftar Instruktur (Minggu I)
Ruang Selasa,02-04-
13
Rabu,03-04-13
Kamis,04-04-12
Jumat,05-04-12
BriefingInstruk
tur
-Pengantar Modul Kegawatdaruratan -Evaluasi
Jalan Napas & Bantuan Ventilasi
-RJP versi AHA 2012--Evaluasi jalan napas, bantuan ventilasi, dan
RJP pada anak
Belajar Mandiri
1 dr. H. F. Tambajong, SpAn2 Dr.dr. D. Lalenoh, M.Kes, SpAnKNA, KAO3 dr. V. Mandang, SpPD-K4 dr. S. H. Rampengan, SpJP(K), FIHA, Msi, Cht, FICA, FACC, FAHA, FESC5 dr. R. Willar, SpA-K6 dr. L. T. Kumaat, SpAn7 dr. M. Laihad, M.Kes, SpAn8 dr. Iddo Posangi, SpAn9 Dr. dr. H. J. Lalenoh, SpAnKMN, KAO10 Dr. dr. Ny. A.A. Pontoh-W,SpAn11 dr. Eka Lantang, SpAn12 dr. A. Runtunuwu, SpA-K13 dr. J. Mandey, SpA-K
Daftar Instruktur (Minggu II)
Ruang Senin,08-04-13
Selasa,9-04-12
Rabu,10-04-12
Belajar Mandiri
1 dr. H. F. Tambajong, SpAn2 Dr.dr. D. Lalenoh, M.Kes, SpAnKNA, KAO3 dr. V. Mandang, SpPD-K4 dr. S. H. Rampengan, SpJP(K), FIHA, Msi, Cht, FICA, FACC, FAHA, FESC5 dr. R. Willar, SpA-K6 dr. L. T. Kumaat, SpAn7 dr. M. Laihad, M.Kes, SpAn8 dr. Iddo Posangi, SpAn9 Dr. dr. H. J. Lalenoh, SpAnKMN, KAO10 Dr. dr. Ny. A.A. Pontoh-W,SpAn11 dr. Eka Lantang, SpAn12 dr. A. Runtunuwu, SpA-K13 dr. J. Mandey, SpA-K
14
BAB VI
SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG
a. Sarana
o Buku Pegangan Mahasiswa
o Buku Pegangan Instruktur
o Manekin untuk praktikum penatalaksanaan jalan napas
o Jarum Suntik
o Kapas Alkohol
o Spidol + white board
b. Prasarana
o Ruangan skills lab dengan kapasitas @ 20 orang
15
BAB VII
EVALUASI
Metode Penilaian
1. Penialaian Formatif
Instruktur menilai keterampilan klinik yang dilakukan berdasarkan check-list yang ada serta
memberikan umpan balik kepada peserta didik.
2. Penilaian Sumatif
Ujian OSCE yang akan dilaksanakan pada akhir semester.
Untuk dapat mengikuti ujian ini, peserta harus memenuhi persyaratan yaitu, mengikuti
kegiatan dengan jumlah kehadiran 100 %.
16
LAMPIRAN
1. Jadwal Kegiatan
Minggu I 01 April 04 April 2013
Hari/Tanggal Kelas A Kelas BSenin, 01 April 2013 Briefing InstrukturSelasa, 02 April 2013jam 13.00 s.d 16.00
-Pengantar Modul Kegawatdaruratan
-Penilaian Jalan Napas & Bantuan Ventilasi
Belajar MandiriRabu, 03 April 2013Jam 13.00 s.d 16.00 -RJP versi AHA 2012
-Bantuan Jln Napas,Ventilasi, & RJP pada anak
Kamis, 1 Maret 2012Belajar Mandiri
Minggu II 08 April s.d 11 April 2013
Hari/Tanggal Kelas B Kelas ASenin, 08 April 2013 Briefing InstrukturSelasa, 09 April 2013jam 13.00 s.d 16.00
-Pengantar Modul Kegawatdaruratan
-Penilaian Jalan NapasBelajar Mandiri
Rabu, 10 April 2013Jam 13.00 s.d 16.00
- RJP versi AHA 2012-Bantuan Jln Napas,Ventilasi,
& RJP pada anakKamis, 11 Maret 2012
Belajar Mandiri
17