buku knowledge management

12

Click here to load reader

Upload: chubbyqcay

Post on 24-Jun-2015

92 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Knowledge Management

PENDAHULUAN

Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1980) membagi sejarah peradaban manusia dalam tiga gelombang perubahan, yaitu:

Gel. 1 - Era manual adalah suatu zaman dimana faktor dominan dari manusia yang dibutuhkan untuk mengelola sistem industri tradisional adalah otot (enerji-fisik).

Gel. 2 – Era mesin industri adalah era yang dimulai sejak revolusi industri yang dimana pada zaman ini faktor dominan dari manusia yang dibutuhkan untuk mengelola sistem industri adalah keterampilan bekerja dengan menggunakan mesin (enerji-mesin).

Gel. 3 – Era pengetahuan adalah suatu zaman yang dimana faktor dominan dari manusia yang dibutuhkan untuk mengelola sistem kerja adalah kualitas pikiran (knowledge content) yang digunakan dan diinternalisasikan (dieksplisitkan atau explicit knowledge) pada setiap proses produksi, yang pada akhirnya diwujudkan pada produk atau jasa yang dihasilkan.

Saat ini dunia sudah dalam era pengetahuan yang ditandai oleh berbagai penemuan di bidang teknologi informatika seperti teknologi jaringan yang melahirkan apa yang sekarang dikenal sebagai internet. Pada era pengetahuan, pengetahuan telah menjadi modal virtual/intangible (human capital) yang sangat menentukan perkembangan serta sekaligus pertumbuhan organisasi. Era pengetahuan memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan era manual atau era mesin industri. Minimal ada tiga ciri yang dapat digunakan untuk menggambarkan karakteristik tatanan kehidupan di era pengetahuan, yaitu:

1. Informasi/pengetahuan mudah diperoleh dan sekaligus dapat kadaluwarsa dengan cepat.2. Permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari semakin kompleks.3. Pola perubahan dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya berpengaruh

signifikan pada kelangsungan organisasi dengan hubungan pengaruh yang semakin sulit diprediksi.

Dari tiga ciri diatas dapat digambarkan bahwa era pengetahuan dengan arus informasi/pengetahuannya yang sangat cepat telah membentuk tatanan hidup yang semakin kompleks dan sulit diprediksi. Hal ini menyebabkan setiap organisasi/individu wajib untuk selalu bisa berubah atau berinovasi mengikuti perkembangan zaman agar mampu bertahan di era yang dimana telah menjadikan informasi/pengetahuan sebagai “senjata” untuk bertahan hidup (Information/knowledge is “power”). Drucker (1992) menyatakan dengan tegas bahwa kunsi sukses untuk meningkatkan kesejahteraan serta kualitas kehidupan individu maupun kelompok kerja pada suatu organisasi, yaitu adanya penemuan dan pendalaman atas ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu sebagai anggota dari organisasi tersebut secara berkelanjutan. Pendidikan dan pelatihan karyawan telah menjadi investasi di era pengetahuan. Pendidikan dan pelatihan dibutuhkan untuk mempertajam tiga kecerdasan yang dibutuhkan untuk menghadapi karakteristik era pengetahuan, yaitu: kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Dengan memiliki ketiganya secara seimbang sesuai dengan konteksnya, maka individu yang bersangkutan akan mampu mengaktualisasikan seluruh potensi dirinya dalam berbagai hal kehidupan di dunia kerja maupun sehari-hari.

Pada era pengetahuan dibutuhkan organisasi baru yang memiliki kemauan untuk terus belajar (organisasi pembelajar) dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah diperoleh demi menjaga organisasi dari hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan yang semakin sulit untuk diprediksi dan memastikan diri dapat berjalan selama mungkin (berumur panjang). Untuk membentuk organisasi pembelajar dibutuhkan suasana kerja yang kondusif agar mampu membangkitkan semangat dan mendorong terciptanya pengetahuan-pengetahuan eksplisit dan tacit dari seluruh anggotanya, sehingga terjadi inovasi yang mampu memaksimumkan nilai tambah organisasi. Sedangkan untuk menjaga kelangsungan hidup organisasi diperlukan misi organisasi yang meniru falsafah sungai yakni selalu mampu mengalirkan air sesuai dengan pasokannya dan mengalirkan air ke muara secara terus menerus, dan beberapa karakteristik yang ditemukan Arie de Geus (1997), yaitu:

Page 2: Buku Knowledge Management

1. Sensitif terhadap lingkungan (mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan).2. Memiliki identitas/jati diri yang kuat.3. Memiliki sikap toleran terhadap perbedaan dan mampu melaksanakan proses desentralisasi

kewenangan berdasarkan rasa saling percaya.4. Melaksanakan manajemen investasi yang rasional.

Pada era pengetahuan dibutuhkan manusia baru yang memiliki kompetensi global, kedewasaan, etika, dan pikiran kreatif. Terkait dengan tuntutan dunia kerja global, minimal terdapat 10 (sepuluh) kompetensi (generik) yang harus dimiliki para pekerja global (Moran dan Riesenberger, 1994), yaitu:

1. Kompetensi Lingkungan, yaitu kemampuan memahami lingkungan internasional – atau minimal memahami kondisi lingkungan negara dimana ia ditempatkan.

2. Kompetensi analitik, yaitu kemampuan untuk menganalisis peluang pasar, persyaratan, prosedur dan mekanisme kerja di negara dimana ia ditempatkan.

3. Kompetensi stratejik, yaitu kemampuan menyusun dan mengembangkan stratejik didasarkan analisis ke depan dan ke belakang.

4. Kompetensi fungsional, yaitu kemampuan untuk merancang program dalam mengantisipasi setiap peluang dan perubahan yang mungkin terjadi.

5. Kompetensi manajerial, yaitu kemampuan untuk mengelola setiap kegiatan, baik kegiatan pemasaran, lobi, maupun negosiasi, sehingga dapat mengantisipasi dengan cepat, tepat dan meminimalisasi resiko.

6. Kompetensi profesi, yaitu kemampuan menguasai keterampilan secara profesional atau keahlian pada suatu bidang tertentu, sehingga dapat dimanfaatkan ketika mencapai purna kerja.

7. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan dengan suasana dan kondisi kerja di negara baru, sehingga mampu menyatu dan mengaktualisasikan diri dengan lingkungan sosial masyarakat maupun di tempat kerja setempat.

8. Kompetensi intelektual, yaitu kemampuan untuk mengembangkan intelektualitas dan daya nalar.

9. Kompetensi individu, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan menggunakan keunggulan yang dimilikinya.

10. Kompetensi perilaku (behavior), yaitu kemampuan untuk bersikap terbuka (transparan) dan objektif dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi jabatannya, baik sebagai manajemen atau karyawan global.

Dari seluruh kompetensi global diatas dibutuhkan sikap kedewasaan yaitu sikap yang mampu memaksimalkan potensi dirinya untuk terus berinovasi (pikiran kreatif) dan mampu memperbaiki lingkungannya agar lebih baik dengan menjunjung tinggi etika dan nilai-nilai universal.

Pada era pengetahuan juga dibutuhkan pemimpin yang mampu untuk:

1. Mengarahkan anggota dalam mengatasi masalah yang kompleks.2. Meningkatkan kemampuan diri melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan

kualitas diri dalam berbagai aspek sesuai dengan tuntutan zaman.3. Mampu mengatasi hambatan-hambatan yang diahadapi dengan penuh ketabahan, kesabaran

dan dapat berperan dengan cara yang tepat dan realistis.4. Memiliki sejumlah gagasan dan mampu mengutarakannya dengan cara yang tepat dan

realistis.5. Mampu melengkapi kekurangan-kekurangan yang dihadapi dalam kehidupannya.6. Bergairah dalam melakukan berbagai kegiatan terutama yang berkaitan dengan organisasi

yang dipimpinnya.7. Senantiasa mampu melakukan penilaian secara objektif atas segala sesuatu yang telah

dikerjakan dan kemudian dapat dijadikan sebagai dasar dalam menyempurnakan kegiatan selanjutnya.

8. Memiliki harapan yang realistis dari semua program dan kegiatan yang dilakukannya.

Page 3: Buku Knowledge Management

Syarat lain seorang pemimpin sejati mesti punya sikap mental dan motivasi seorang pelayan atau abdi bagi pengikutnya (servant leadership).

APA ITU PENGETAHUAN (KNOWLEDGE)?

Pengetahuan atau model untuk memahami dunia yang dimiliki manusia, dapat terbentuk dalam tiga kategori, yaitu:

a) Pengetahuan kultural – Model untuk memahami dunia yang diekspresikan dalam asumsi-asumsi, nilai-nilai, dan norma-norma yang dimiliki manusia.

b) Pengetahuan tasit – Model untuk memahami dunia dalam bentuk konsep, diekspresikan dalam bentuk teori dan pengalaman yang dimilikinya.

c) Pengetahuan eksplisit – Model untuk memahami dunia dalam bentuk keahlian atau kognitif; diekspresikan dalam bentuk sistem, peraturan-peraturan, prosedur-prosedur, dan tata cara kerja yang dipahaminya.

Pengetahuan juga memiliki karakteristik:

a) Pengetahuan tersimpan dalam otak manusia, yang tersusun dari pengamatan maupun pengalaman di masa lalunya, berasal dari informasi yang ia rekam dan ia simpan dalam neuron-neuron di otaknya, sebagaimana database pada sebuah komputer.

b) Orang yang memiliki banyak pengetahuan adalah orang yang memiliki neuron aktif (berisi informasi dan sering digunakan saat proses berpikir) dalam jumlah banyak.

c) Pengetahuan manusia akan terbentuk jika struktur informasi yang dimiliki dalam neuron-neuronnya, cukup untuk memahami makna akan sebuah masalah yang dihadapinya atau membuat suatu model untuk memahami lingkup permasalahannya.

d) Berpikir adalah suatu proses dalam membentuk pengetahuan yang ditentukan oleh struktur informasi yang dimilikinya.

Pengetahuan erat hubungannya dengan kecerdasan manusia. Pengetahuan merupakan sumber dari kecerdasan. Kecerdasan (intelligence) seorang manusia menggambarkan kemampuan mental seseorang untuk menghasilkan/memperoleh/mendapatkan /mengintegrasikan pengetahuan yang dimilikinya. Kecerdasan seseorang menentukan kemampuan membuat keputusan dan/atau menentukan kemampuannya untuk bertindak efektif. Kecerdasan seseorang akan semakin tajam, jika orang tersebut memiliki pengetahuan/pengalaman yang makin luas dan dalam, serta ditunjang oleh runcingnya keyakinan (kalbu yang bersih).

Untuk memahami pengetahuan dan hubungannya dengan dunia kerja, perlu dipahami terlebih dahulu apa itu kompetensi kerja. Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi sebagai “karakter sikap dan perilaku, atau kemampuan individual yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerj, yang terbentuk dari sinerji antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontekstual”. Berbagai tipe kompetensi kerja dapat dinyatakan dan dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu:

a) Kompetensi teknikal – Kompetensi yang diekspresikan dalam keterampilan kerja, atau sering juga disebut hard competence atau hard skills. Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk bekerja dengan skills tertentu, atau kemampuannya dalam memahami detail dari suatu pekerjaan.

b) Kompetensi perilaku – Kompetensi yang diekspresikan dalam perilaku seseorang saat bekerja, atau sering juga disebut soft competence atau soft skills.

Page 4: Buku Knowledge Management

Menurut Spencer and Spencer (1993), kompetensi seseorang terbentuk dari lima unsur sebagai berikut:

a) Motif (motives), yaitu sesuatu yang dipikirkan atau diinginkan seseorang secara konsisten dan merupakan dorongan dari dalam dirinya untuk mewujudkan sesuatu dalam bentuk tindakan-tindakan – menentukan soft skills.

b) Watak (traits), yaitu karakteristik mental dan menentukan konsistensi respon seseorang terhadap rangsangan dari luar, atau tekanan, atau situasi yang dihadapinya – menentukan soft skills.

c) Konsep diri (self concept), yaitu tata nilai luhur yang dijunjung tinggi seseorang, yang mencerminkan tentang bayangan diri atau sikap diri terhadap masa depan yang dicita-citakan atau terhadap suatu fenomena yang terjadi di lingkungannya – menentukan soft skills.

d) Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi-informasi yang saling terhubungkan dan terstruktur secara sistematik, sehingga pekerja akan memiliki model untuk memahami permasalahan yang dihadapinya – menentukan soft skills maupun hard skills.

e) Keterampilan (hard skills), yaitu kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan fisik atau mental.

Hasil interaksi kelima unsur diatas menentukan kualitas dari tindakan dan hasil kerja yang digambarkan sebagai model aliran sebab-akibat dari kompetensi (Spencer dan Spencer, 1993) pada gambar berikut.

PROSES BELAJAR

Hakikat dari hidup adalah perubahan, manusia yang masih hidup pasti berubah, baik perubahan secara fisik maupun perubahan secara mental. Perubahan ini dikarenakan manusia merupakan makhluk pembelajar yang mampu berpikir menggunakan kemampuan otak dan kalbunya untuk terus mampu bertahan di zamannya. Seperti halnya manusia, organisasi selama eksistensinya akan selalu dituntut untuk berubah mengikuti tuntutan zaman. Oleh sebab itu dibutuhkan organisasi pembelajar yang selalu siap untuk berubah dan terus belajar agar dapat terus tumbuh dan berkembang. Suatu organisasi disebut organisasi pembelajar hanya bila tiap individu di dalam organisasi tersebut memiliki motivasi dan usaha pantang menyerah, serta kemauan atau keberanian untuk berubah. Terdapat beberapa model belajar individual dan organisasional yang dapat digunakan sebagai basis untuk membentuk manusia dan organisasi pembelajar seperti di bawah ini:

Model belajar individual oleh Argyris dan Schon (1985)

Belajar Siklus Tunggal (Single-Loop Learning)

Page 5: Buku Knowledge Management

Proses belajar individu yang mengaktualisasikan pengetahuan baru dalam aktivitas sehari-hari.

Belajar Siklus Ganda (Double-Loop Learning)

Proses belajar yang diiringi perubahan mental akibat dari proses pembelajaran yang mendalam dari pengetahuan yang diperoleh selama proses belajar.

Model belajar individual oleh Jann Hidajat (2001)

Page 6: Buku Knowledge Management

Model belajar organisasional (SECI Model) oleh Nonaka dan Hirotaka (1995)

Socialization (Sosialisasi)

Proses perubahan pengetahuan tasit individual menjadi pengetahuan tasit organisasional.

Externalization (Eksternalisasi)

Proses perubahan pengetahuan tasit individual menjadi pengetahuan eksplisit organisasional.

Combination (Kombinasi)

Proses perubahan pengetahuan eksplisit individual menjadi pengetahuan eksplisit organisasional.

Internalization (Internalisasi)

Proses perubahan pengetahuan eksplisit individual menjadi pengetahuan tasit organisasional.

Model belajar organisasional oleh Jann Hidajat (2001)

Page 7: Buku Knowledge Management

Untuk menjamin terjadinya proses belajar dan proses transformasi pengetahuan dari hasil belajar individual menjadi disiplin organisasi pembelajar, dibutuhkan tiga pilar organisasi pembelajar, yaitu:

1. Pilar belajar individual

Pilar ini berintikan sikap kedewasaan individu pembelajar dalam membentuk pribadi yang selalu ingin merubah dirinya menjadi lebih baik dengan mengetahui kelemahan dan kekuatan dirinya, tahu kapasitas dirinya, dan kemudian mampu menempatkan dirinya sesuai’ dengan kapasitas dirinya.

2. Pilar belajar organisasional

Pilar ini berintikan sikap kedewasaan individu pembelajar didalam lingkungan bermasyarakat/sosial untuk terus dapat memberikan kontribusi positif bagi organisasi maupun lingkungannya.

3. Pilar Jalur transformasi pengetahuan

Pilar ini berfungsi untuk mengintegrasikan, mengkombinasikan, dan mensinerjikan pengetahuan hasil belajar individual menjadi human capital organisasi sebagai hasil belajar organisasional. Pada pilar ini berintikan atau dibangun oleh lima disiplin belajar yang dikembangkan oleh Senge (1990), yaitu:

1) Disiplin Personal Mastery – Disiplin yang antara lain menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara objektif.

2) Disiplin Berbagi Visi – Menggambarkan kemampuan organisasi dalam mengikat para anggotanya untuk secara bersama-sama mencapai sasaran yang disepakati.

3) Disiplin Model Mental – Menggambarkan kemampuan para anggota organisasi untuk melakukan perenungan, mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran internal (pemahaman) tentang dunia, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral dan etika.

4) Disiplin Berpikir Sistemik – Menggambarkan kemampuan untuk melihat organisasi sebagai satu-kesatuan dari seluruh komponen yang membentuk atau mempengaruhinya.

5) Disiplin Tim Pembelajar – Suatu keahlian para anggota organisasi untuk melakukan proses berpikir kolektif dan sinerjis, serta mampu melakukan proses dialog dan berbagi pengetahuan secara efektif.

Dalam membentuk organisasi pembelajar perlu diketahui bentuk bangunan dari organisasi pembelajar yang terdiri dari komponen-komponen yang berfondasikan rasa saling percaya dan budaya belajar seperti pada gambar dibawah ini.

Page 8: Buku Knowledge Management

1. Fondasi “bangunan organisasi pembelajar” – “berdiri” di atas fondasi rasa saling percaya dan budaya belajar.

2. Struktur pilar keterampilan belajar, yang minimal terdiri dari:

a) Keterampilan memcahkan permasalahan secara sistematik.

b) Keterampilan bereksperimen dengan menggunakan pendekatan baru.

c) Kemampuan belajar dari pengalaman dam/atau sejarah masa lalu.

d) Kemampuan belajar dari praktisi yang berhasil.

e) Kemampuan mentransfer pengetahuan dengan cepat dan efisien.

3. Struktur pilar fasilitas belajar, yang terdiri dari:

a) Infromasi sistemik.

b) Struktur organisasi.

c) Sistem penghargaan.

4. Atap “bangunan organisasi pembelajar” – dibangun oleh disiplin belajar, yang terdiri dari lima disiplin belajar yang dikembangkan oleh Senge (1990).

5. Enabler “bangunan organisasi pembelajar” – dipengaruhi oleh kualitas kepemimpinan (leadership).

LANGKAH-LANGKAH DALAM MEMBANGUN ORGANISASI PEMBELAJAR

Peter Senge (1991) didalam bukunya “The Dance of Change – Generating Profound Change” mengemukakan langkah-langkah proses untuk merubah sebuah organisasi menjadi organisasi pembelajar seperti pada diagram dibawah ini.

Page 9: Buku Knowledge Management

Pada diagram diatas dapat dilihat bahwa model yang dikemukakan oleh Peter Senge (1991) terdiri dari tiga tahap perubahan sebagai berikut:

1. R1 = Membangun Keterrampilan Belajar Individual, untuk Menghasilkan Personal Mastery.

Target pada tahap ini adalah membangun individu-individu anggota organisasi sehingga menjadi Personal Mastery, yang memiliki kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan tasit atau eksplisit baru sehingga tercipta inovasi atau perbaikan organisasi. Keberhasilan pada tahap ini ditentukan oleh kemampuan pemimpin dalam membentuk inner shift (kedewasaan karyawan untuk terus belajar dan berubah) dan outer shift (sistem dan organisasi yang mendukung karyawan untuk terus belajar dan berubah).

2. R2 = Membangun Kemampuan Belajar Tim, Untuk meningkatkan Efektivitas Proses Berbagi Pengetahuan antar Anggota.

Sukses membangun kemampuan belajar individual, harus dilanjutkan dengan membangun kemampuan belajar tim.

3. R3 = Membangun Kemampuan Belajar Organisasional untuk Menghasilkan Human Capital.

Pada tahap ini diharapkan dapat menghasilkan pengetahuan-pengetahuan eksplisit baru.

Tantangan pada model pembangunan organisasi pembelajar diatas adalah bagaimana menjaga tiap tahap proses diatas untuk terus berjalan di dalam organisasi. Hal ini bisa dilakukan dengan menyiapkan terlebih dahulu faktor-faktor pendukung penentu keberhasilan dalam proses peng-implementasian sebagai berikut:

Kepemimpinan yang berkomitmen penuh dalam usaha organisasi untuk terus berubah dan belajar.

Fondasi belajar yang kokoh pada tiap-tiap individu.

Keterampilan belajar pada tiap-tiap individu.

Fasilitas pembelajaran yang mendukung sepenuhnya proses belajar yang kreatif.

Kedisiplinan dalam belajar pada tiap-tiap individu.