budhisme dan perilaku anti sosial

12

Click here to load reader

Upload: fernandy-zhu

Post on 12-Aug-2015

39 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Budhisme Dan Perilaku Anti Sosial

Buddhisme dan Perilaku Anti Sosial

Nama : Fernandy

TTL : Palembang, 15 Januari 1990

Alamat Lengkap : Jl. Bukit Indah No.21 Ciumbuleuit Bandung

Kode Pos : 40142

Nomor Ponsel : 081927792045

Email : [email protected]

1

Page 2: Budhisme Dan Perilaku Anti Sosial

Buddhisme dan Perilaku Anti Sosial

Menulis artikel adalah sesuatu yang menyenangkan karena kita bisa bercerita dan

menyampaikan pesan kita kepada orang-orang yang tidak bisa kita jangkau dengan tatap

muka. Terlebih lagi, menulis artikel adalah sarana yang baik untuk refleksi diri sambil

melihat sejauh mana kita telah belajar mengenai kehidupan.

Artikel saya kali ini, saya buat dan anjurkan agar dibaca bagi teman-teman yang

memiliki kecenderungan sulit bergaul dan anti sosial dengan orang-orang di lingkungan

sekitarnya.

Artikel saya kali ini akan membahas tentang fenomena anti sosial yang terjadi dalam

kehidupan sosial manusia. Lebih detailnya akan dibahas juga, apa saja yang menjadi

penyebab perilaku anti sosial, dan bagaimana budha dharma dalam memberikan

paradigma yang tepat, serta sedikit tips-tips singkat untuk transformasi diri.

Akhir-akhir ini, saya sering melihat sekelompok orang yang bersikap anti sosial

terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini tentu saja sangat berdampak negatif bagi

kehidupan si pelaku. Betapa tidak, para pelaku anti sosial banyak yang melakukan hal-

hal menyimpang diluar norma kehidupan.

Apa itu sikap anti sosial?

Menurut G. Kartasapoetra, seorang penulis buku sosiologi umum, anti sosial dapat

didefinisikan sebagai bentuk sikap seseorang yang secara sadar maupun tidak sadar

dimana orang tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma dan nilai

sosial yang ada dalam masyarakat. Menurut beliau, sikap anti sosial merupakan sebab

sekaligus juga akibat dari perilaku menyimpang.

Kenapa sikap anti sosial itu salah?

Sejumlah orang mungkin bertanya-tanya, “Emang kenapa kalo gue anti sosial? Emang

anti sosial itu salah? Itu kan hak gue?”. Bisa jadi, sebagian orang skeptik terhadap hal

ini dan bertanya demikian.

Sebenarnya tidak ada satu acuan khusus, apakah sikap anti sosial itu salah atau benar.

Hanya kita sendirilah yang dapat memutuskannya apakah sikap seperti itu baik atau

2

Page 3: Budhisme Dan Perilaku Anti Sosial

tidak bagi diri kita. Jika hal itu berdampak buruk bagi diri kita dan lingkungan sekitar

maka sudah pasti dapat dikatakan bahwa sikap semacam itu SALAH. Sama seperti

ketika kita pergi ke sebuah restoran all you can eat dan memutuskan untuk menyantap

seluruh makanan yang ada di situ sampai kita mati karena kekenyangan. Bukan berarti,

menyantap makanan di restoran all you can eat itu adalah hal yang salah. Melainkan,

‘mati karena kekenyangan’-nya lah yang membuat tindakan itu salah untuk diikuti.

Lagipula, sesuatu hal itu dinilai salah atau benar berdasarkan AKIBATNYA, bukan?

Sekarang saya berikan Anda masing-masing waktu 5 menit, coba tanyakan sekali lagi

pada diri Anda, apakah perilaku anti sosial itu merupakan tindakan yang tepat untuk

dilakukan? Jika iya, kenapa bisa Anda mengatakan itu tepat? Berikan alasannya. Lalu,

adakah efek positif yang didapat dari perilaku anti sosial?

Setelah selesai menjawab pertanyaan yang saya berikan di atas, saya yakin Anda

mengerti kenapa perilaku anti sosial itu salah, jika masih tidak mengerti silahkan

tanyakan ulang pada diri Anda sampai Anda paham. Kemudian, silahkan melanjutkan

membaca artikel ini.

Apa dampak yang ditimbulkan dari perilaku anti sosial?

Bicara mengenai dampak perilaku anti sosial, sudah pasti dampak yang ditimbulkan

akan bersifat negatif bagi si pelaku. Menurut kacamata saya, orang yang anti sosial

biasanya sulit bergaul, hampir tidak punya teman, sering merasa minder, tidak percaya

diri, cenderung penakut, cepat merasa depresi, mudah mengalami gangguan mental, dan

berpotensi menggunakan narkoba dan obat-obatan terlarang.

Saya teringat, kemarin, ketika saya dan teman-teman saya sedang makan siang di suatu

restoran cepat saji. Ada seorang teman saya yang membawa juniornya untuk ikut makan

bareng di situ. Awalnya saya hanya memperhatikan dia, tak berapa lama saya pun

langsung mengajaknya berkenalan. Kesan pertama ketika saya melihat junior itu adalah

dia orang yang pendiam dan tidak suka berbicara. Tak tahu apakah itu hanya sebuah

prejudice belaka ataukah memang saya dikarunia bakat untuk membaca aura seseorang?

Hehe.. Karena rasa penasaran, saya mengamati pola perilaku dari seorang junior

tersebut. Sangat mengejutkan ternyata, dari awal sampai akhir si junior itu tidak

mengeluarkan satu kata pun untuk berinteraksi! Sementara, saya dan teman-teman saya

3

Page 4: Budhisme Dan Perilaku Anti Sosial

yang lain sedang asik ngobrol, ia hanya bengong dan sesekali memperhatikan saja, dan

terkadang ia menjadi autis sendiri bermain-main dengan blackberry-nya. Karena tidak

tega, saya berbasa-basi mengajaknya ngobrol agar tidak semakin parah virus anti sosial-

nya. Dengan sedikit basa-basi, saya memulai percakapan singkat dengannya. Ketika

mengajaknya ngobrol, saya memperhatikan ekspresi wajah junior itu tampaknya

insecure (kurang nyaman).

Nah, cerita diatas itu tadi adalah contoh kasus nyata dari seseorang yang mengalami

sindrom anti sosial. Orang yang mengalami sindrom anti sosial biasanya cenderung

sulit berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Mereka sulit mengekspresikan

diri mereka pada lingkungan sosialnya.

Apa yang menyebabkan seseorang menjadi anti sosial?

Perilaku anti sosial bukanlah perilaku yang sudah ada secara alami terjadi dalam diri

seseorang dan tidak juga bawaan dari lahir. Saya yakin pasti ada satu atau lebih

penyebab pasti seseorang bisa jadi seperti itu. Lagipula, tidak ada asap kalau tidak ada

api bukan?

Biasanya orang yang bersikap anti sosial mayoritas berasal dari kalangan orang-orang

yang memiliki kepribadian INTROVERT. Kenapa? Karena sosok introvert itu

memiliki kepribadian yang mendukung bentuk perilaku anti sosial, paham? Pada

umumnya, ada dua tipe kepribadian orang secara umum yaitu tipe kepribadian

ekstrovert dan introvert. Mereka yang memiliki kepribadian ekstrovert orangnya

cenderung lebih bersifat terbuka dan pandai dalam bersosialisasi (supel). Sedangkan,

mereka yang memiliki kepribadian introvert orangnya cenderung lebih menutup diri

terhadap hal-hal diluar sana dan kurang menyukai sosialisasi.

Satu hal yang perlu kita ketahui disini adalah setiap kepribadian yang ada, baik itu

introvert atau ekstrovert, mayoritas dibentuk oleh Life Circle, Experience, & Mindset

kita masing-masing. Ketika Life Circle, Experience &, Mindset kita dapat memberikan

sebuah nilai kehidupan disitulah merupakan titik balik yang akan membentuk seperti

apa kepribadian kita. Contoh sederhananya seperti ini, jika Anda terlanjur dibesarkan

dalam lingkungan yang negatif, dan Anda juga memiliki pengalaman serta pola pikir

4

Page 5: Budhisme Dan Perilaku Anti Sosial

yang negatif, maka kemungkinan besar Anda akan menjadi seseorang yang memiliki

karakter negatif, dan begitu juga sebaliknya. Jadi TIDAK ada satupun orang yang

berkepribadian INTROVERT bawaan lahir. Kenapa? Yang pertama, proses

pembentukan kepribadian seseorang itu BUKAN pada saat kelahiran, melainkan pada

saat setelah kehidupan dimulai. Yang kedua, karena manusia tidak dapat

dikelompokkan sesederhana itu dalam kepribadian-kepribadian tertentu. Sesungguhnya,

manusia itu adalah makhluk yang sangat DINAMIS & KOMPLEKS untuk dipelajari.

Kita tidak bisa mengkotak-kotakkan manusia ke dalam satu tipe kepribadian yang

serupa (introvert atau ekstrovert) karena pada dasarnya setiap orang itu berbeda-beda

satu sama lainnya.

Apakah orang yang anti sosial masih punya harapan untuk berubah?

Jawabannya sudah pasti iya, asalkan ada kemauan dan usaha yang keras dari orang

tersebut.

Ada sedikit bahan renungan bagi Anda. Silahkan dibaca!

“Sekarang coba ingat kembali, pada masa ketika Anda masih anak-anak. Ingat ketika

saat itu, kemungkinan Anda tergolong anak yang sangat bawel. Ingat bagaimana Anda

bisa cekatan memutuskan untuk bersembunyi di bawah ranjang ketika bermain petak-

umpet, bagaimana Anda bisa dengan gagah berlari kencang saat lomba lari dan

bagaimana Anda bisa bercerita dengan panjang lebar bahkan kadang melebih-

lebihkannya setiap kali berhasil memenangkan sesuatu. Betapa cerianya diri Anda yang

dulu. Lalu, ingatkah ketika Anda beranjak dewasa, kira-kira saat memasuki SMP, Anda

mulai diajarkan oleh guru dan orang tua untuk bersikap lebih tenang, lebih dewasa,

lebih teratur, atau lebih-lebih lainnya. Mereka tentu tidak salah, namun beberapa nasihat

tersebut tidak dapat membuat diri Anda menjadi lebih baik. Seringkali malah

menjadikan diri Anda memburuk ketika benar-benar terjun ke dalam masyarakat sosial

yang sebenarnya bukan?”

Sedikit share saja, saya pun dulu pernah menjadi sosok yang anti sosial dan sulit

bergaul dengan orang-orang yang ada di sekitar saya. Namun, beruntung sekali, saya

berjodoh dengan ajaran buddha yang telah banyak memberikan saya pengertian akan

5

Page 6: Budhisme Dan Perilaku Anti Sosial

nilai-nilai kehidupan. Saya menyadari bahwa kehidupan anti sosial itu sangat tidak

PROAKTIF terhadap kehidupan saya saat itu. Lalu, saya memutuskan untuk

menghentikan itu semua dan secara bertahap saya mulai berlatih mentransformasi diri

untuk menghindari sikap anti sosial. Sama seperti dalam budhis kita terus berlatih untuk

menghindari perbuatan jahat dengan melaksanakan pancasila budhis.

Jika Anda kenal dengan sosok Ajahn Brahm, beliau adalah seorang bhiku yang juga

seorang penulis buku terkenal berjudul “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”.

Melalui bukunya, beliau membantu mengubah paradigma saya dulu. Ada satu cerita

dari buku beliau yang telah benar-benar mengubah paradigma saya. Cerita mengenai

“Dua Bata Jelek”, cerita itu mengisahkan suatu tembok yang berisikan seribu batu bata.

Lalu, di antara seribu batu bata itu terdapat dua batu bata jelek yang letaknya menonjol

dan agak sedikit mencolok. Pada awalnya, si Ajahn Brahm melihat sosok dua batu bata

jelek itu telah merusak pemandangan tembok yang telah dibuatnya dengan susah payah.

Beliau merasa dua batu bata jelek itu sangat mengganggu pemandang tembok dan telah

merusak keindahan sembilan ratus sembilan puluh delapan bata lainnya. Setiap kali

melihat tembok itu, ia hanya terfokus dengan dua bata jeleknya saja, seolah sembilan

ratus sembilan puluh delapan bata lainnya terlupakan. Tiba-tiba, pada suatu hari

datanglah seseorang bapak tua yang mengatakan padanya kalau tembok itu sangat

sempurna! Seketika, Ajahn Brahm menjadi heran dan bertanya ke bapak tua tersebut

kenapa dia bisa berkata demikian. Spontan saja, bapak tua itu menjawab “Ya, saya

dapat melihat dua bata jelek itu, tetapi saya juga dapat melihat sembilan ratus sembilan

puluh delapan batu bata yang bagus.” Pernyataan bapak tua itu mampu mengubah

pemikiran Ajahn Brahm bahwa kita seringkali lebih mudah untuk melihat hal-hal yang

bersifat negatif dibanding dengan hal-hal yang bersifat positif. Ketika kita melihat diri

kita sendiri seringkali kita selalu terfokus pada hal-hal negatifnya saja, namun kita

seringkali lupa akan hal-hal yang positif yang juga ada dalam diri kita sehingga

terkadang kita menjadi lupa untuk selalu berpikiran positif.

Buddha pernah berkata “Semuanya berawal dari pikiran dan pikiran adalah pelopor dari

segalanya”. Buddha ingin memberi tahu kita bahwa setiap karakter yang kita miliki

sebenarnya berasal dari pikiran dan semuanya dapat diubah melalui pikiran juga. Jika

kita berpikir bahwa kita adalah orang anti sosial, minder, dan sulit bergaul maka kita

6

Page 7: Budhisme Dan Perilaku Anti Sosial

akan benar-benar menjadi seperti apa yang kita pikirkan. Namun, jika kita berpikir

sebaliknya maka kita akan menjadi orang yang lebih baik. Begitulah cara kerja

bagaimana kekuatan pikiran itu dapat mengubah diri seseorang. Step by step-nya

ringkasnya seperti ini.

Pikiran >> Ucapan >> Tindakan >> Kebiasaan >> Karakter >> Nasib

Lalu, kembali pada renungan yang di atas!

”Coba Anda ingat kembali saat dimana Anda mulai menerima persepsi bahwa diri Anda

itu introvert, saat Anda menerima persepsi bahwa diri Anda adalah orang yang kuper,

minder, culun. Semua itu adalah jebakan dari persepsi-persepsi yang menekan diri Anda

menjadi seperti itu dan pada akhirnya Anda pasrah menerima nasib. Ketahuilah bahwa

Anda bisa menggali kembali sosok diri Anda yang dulu sangat supel, periang, bawel,

dan cekatan dalam mengambil keputusan, terpendam jauh di dalam diri Anda sendiri

dan memutuskan untuk mengeluarkannya kembali ke permukaan.”

Nah, setelah cukup bacot panjang lebar sok tahu tentang psikologi manusia, saya ingin

Anda semua yang membaca artikel ini berkomitmen untuk segera mengembalikan diri

Anda pada kondisi prima seperti sewaktu Anda masih kecil dahulu. Sang Bocah yang

tidak mengenal takut atau ragu untuk bersosialisasi, selalu dipenuhi dengan

keingintahuan, tidak dibayang-bayangi oleh rasa menyerah, tenggelam dalam dunianya

sendiri yang penuh keajaiban dan selalu bersemangat mengajak orang lain ikut masuk

ke dalamnya.

Pada bagian akhir dari artikel ini saya ingin memberikan ringkasan tips-tips praktis yang

dapat Anda gunakan sebagai pedoman dalam proses transformasi diri yang harus Anda

lakukan ke depan. Berikut tips-tips sederhana yang telah saya kompilasi dari berbagai

sumber bacaan.

1. Ubah terlebih dahulu pola pikir Anda yang salah mengenai perilaku anti sosial.

2. Biasakan diri Anda untuk selalu memiliki pikiran yang positif (Positive

Thinking).

7

Page 8: Budhisme Dan Perilaku Anti Sosial

3. Hindari kebiasaan untuk membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang

lain. Bersyukur adalah hal yang penting.

4. Bangun Self-Confident pada diri Anda dengan cara berinteraksi SEBANYAK

MUNGKIN dengan orang-orang di luar sana.

5. Isi kebijaksanaan Anda dengan ilmu-ilmu positif, seperti belajar Buddha

Dharma dan ilmu lainnya.

6. Lakukan evaluasi diri setiap hari.

7. Komitmen, latihan, dan terus belajar!

Akhir kata, selamat bertransformasi!

“We are what we think, with our thoughts we make our world” ~Buddha

8