makalah anti anemia dan anti koagulan

69
Page | 0 TUGAS MATA KULIAH FARMAKOLOGI Dosen Pembimbing: Sr. Clarina Kuway, JMJ. ANTI ANEMIA DAN ANTI KOAGULAN Disusun oleh: FransiscoPolandos 09061048

Upload: fransisco-polandos

Post on 26-Jun-2015

763 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 0

TUGAS MATA KULIAH FARMAKOLOGI

Dosen Pembimbing:

Sr. Clarina Kuway, JMJ.

ANTI ANEMIA DAN ANTI KOAGULAN

Disusun oleh:

FransiscoPolandos

09061048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE

MANADO

2010

Page 2: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 1

K A T A P E N G A N T A R

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat

penyelenggaraan-Nya, makalah yang berjudul ANTI ANEMIA DAN ANTI

KOAGULAN ini bisa diselesaikan. Makalah ini ditulis dengan tujuan sebagai

tugas mata kuliah FARMAKOLOGI Universitas Katolik De La Salle Manado.

Tujuan yang lebih khusus dari penulisan makalah ini ialah untuk menambah

pengetahuan tentang obat-obatan yang berkaitan dengan ANEMIA dan

KOAGULAN pada darah.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dosen yang telah

memberikan tugas untuk membuat makalah ini, serta kepada siapa saja yang telah

terlibat dalam proses penulisannya, terlebih kepada teman–teman seangkatan

Fakultas Keperawatan 2009 Universitas Katolik De La Salle Manado yang

senantiasa membantu penulis dalam pembuatan makalah ini..

Akhirnya, harapan penulis semoga makalah tentang Proses Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Bronkitis ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis telah

berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun penulis

menyadari makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, penulis

mengharapakan kritikdan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan

makalah ini.

Manado, Oktober 2010

Penulis

Page 3: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 2

DAFTAR ISI

K A T A P E N G A N T A R.................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB IPENDAHULUAN.........................................................................................3

I.1 Latar Belakang..........................................................................................3

I.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................4

I.3 Metode Penulisan......................................................................................4

I.4 Sistematika Penulisan................................................................................4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5

II.1 ANTI ANEMIA.......................................................................................5

II.1.1 Jenis Penyakit...............................................................................................6

II.1.2 Klasifikasi Penyakit.....................................................................................7

II.1.3 Jenis Obat Serta Hubungan Dengan Penyakit............................................14

II.1.4 Proses Keperawatan..................................................................................23

II.2 ANTI KOAGULAN...............................................................................25

II.2.1 Proses Koagulasi Normal...........................................................................25

II.2.2 Jenis Penyakit Koagulan............................................................................26

II.2.3 Jenis Obat Serta Hubungan Dengan Penyakit............................................31

II.2.4 Proses Keperawatan...................................................................................37

BAB IIIPENUTUP................................................................................................40

III.1 Kesimpulan..............................................................................................40

III.2 Saran........................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................42

Page 4: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 3

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Obat secara umum ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi

proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas

cakupannya. Namun untuk kita sebagai pelaku kesehatan (perawat atau

dokter), ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat

untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain

itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai

gejala penyakit.

Secara etimologis, kata Farmakologi berasal dari kata

“pharmacon”, yang artinya obat, dan kata logos, yang artinya ilmu

pengetahuan, sehingga secara harafiah farmakologi berarti ilmu

pengetahuan tentang obat. Namun secara umum farmakologi

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada

sistem biologi. Disamping itu juga mempelajari asal-usul (sumber) obat,

sifat fisik-kimia, cara pembuatan, efek biokimiawi dan fisiologi yang

ditimbulkan, nasib obat dalam tubuh, dan kegunaan obat dalam terapi.

Dalam makalah ini akan membahas tentang Anti-anemia dan Anti-

koagulan yang tergolong dalam obat Hematologik dalam Farmakologi.

Anti-anemia merupakan obat yang digunakan untuk mencegah atau

memperbaiki keadaan kesehatan tubuh karena anemia. Dan Anti-

koagulan merupakan obat yang digunakan untuk mencegah

penggumpalan darah atau pengencer darah atau juga bertujuan

memperlambat pembekuan darah.

Untuk lebih jelas mengenai Anti-anemia dan Anti-koagulan serta

penyakit dan obat-obatan dan tindakan keperawatannya akan dibahas

pada bab 2 Tinjauan Pustaka.

Page 5: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 4

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan makalah ini dibuat selain sebagai tugas mata kuliah

Farmakologi Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle

Manado juga bertujuan agar kita lebih mengenal tentang obat-obatan

terlebih untuk obat Hematologik, yang lebih spesifik tentang obat

antianemia dan antikoagulan serta penyakitnya dan bagaimana tindakan

keperawatan yang dilakukan.

I.3 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan

makalah yang berjudul ANTIANEMIA DAN ANTIKOAGULAN ini

menggunakan metode Studi Literatur. Studi literatur yang dimaksud

penulis ialah penulis memperoleh data dengan menggunakan literatur

atau buku-buku dan artikel-artikel yang diperoleh dari internet yang

berhubungan dengan anti-anemia dan anti-koagulan.

I.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 (tiga) bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan penulisan, metode

penulisan dan sistematika penulisan makalah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan tentang jenis penyakit, jenis obat-

obatan serta hubungan penyakit dengan obat dan tindakan

keperawatan yang dilakukan pada obat Anti-Anemia dan Anti-

Koagulan.

BAB III PENUTUP

Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran

Page 6: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANTI ANEMIA

Anti-anemia merupakan obat yang digunakan untuk mencegah atau

memperbaiki keadaan kesehatan tubuh karena anemia.

Dalam bab ini dibahas obat yang penting untuk eritropoesis normal

yaitu zat besi (Fe), vitamin B12 (Sianokobalamin) dan asam folat. Dengan

demikian obat-obat ini digunakan untuk mengobati anemia dan

dinamakan juga sebagai hematinik. Obat lain yang berpengaruh terhadap

eritropoesis yaitu riboflavin, piridoksin, kobal dan tembaga dan ada

beberapa hormon yang secara tidak langsung mempengaruhi eritropoesis

misalnya hormon tiroid, gonad dan adrenal.

Di samping itu dikenal juga adanya faktor pertumbuhan sel darah

merah yaitu eritropoetin yang dibentuk oleh ginjal. Zat ini berperan

sebagai regulator proliferasi eritrosis, sehingga bila terganggu dapat

berakibat anemia berat. Selain diproduksi oleh ginjal dalam sel

peritubuler dari tubuli proksimalis yang dalam jumlah kecil protein ini

disintesis oleh hati. Untuk kepentingan pengobatan eritropoetin

diproduksi sebagai rekombinan eritropoetin manusia yang disebut

“epoetin alfa”. Sedangkan indikasi utama adalah untuk anemia pada

gagal ginjal kronik dan pada penderita yang menjalani hemodialisis.

Zat besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb), sehingga

defisiensi Fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih

kecil dengan kandungan Hb yang rendah dan menimbulkan anemia

hipokromik mikrositik. Vitamin B12 dan asam folat dibutuhkan untuk

sintesis DNA yang normal, sehingga defisiensi salah satu vitamin ini

menimbulkan gangguan produktif dan maturasi (kematangana) eritrosit

yang memberikan gambaran sebagai anemia megaloblastik. Berbeda

dengan asam folat, defisiensi vitamin B12 juga menyebabkan kelainan

neurologik.

Page 7: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 6

II.1.1 Jenis Penyakit

Jenis penyakit dari obat Antianemia ialah Anemia. Menurut

definisi, Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal

jumlah SDM (sel darah merah), kuantitas hemoglobin, dan volume

packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian,

anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan

patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang

seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium.

Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat

menimbulkan manifestasi klinis yang luas, berhantung pada (1)

kecepatan timbulnya anemia, (2) usia individu, (3) mekanisme

kompensasi, (4) tingkat aktivitasnya, (5) keadaan penyakit yang

mendasarinya, dan (6) beratnya anemia.

Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke

jaringan menurun. Kehilangan darah mendadak (30% atau lebih), seperti

pada perdarahan, mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan

hipoksemia, termasuk kegelisahan, diaforesis (keringat dingin),

takikardia, napas pendek, dan berkembangnya cepat menjadi kolaps

sirkulasi atau syok. Namun berkurangnya massa SDM dalam waktu

beberapa bulan (bahkan pengurangan sebaganyak 50%) memungkinkan

mekanisme kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien biasanya

asimtomatik, kecuali pada kerja fisik berat. Tubuh beradaptasi dengan (1)

meningkatkan curah jantung dan pernapasan, oleh karena itu

meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan-jaringa tubuh oleh SDM, (2)

menigkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin, (3)mengembangkan volume

plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan (4) redistribusi

aliran darah ke organ-organ vital (Guyton, 2001).

Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia

adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya

volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk

memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan

merupakan indeks yang dapat dipecaya untuk pucak karena dipengaruhi

Page 8: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 7

pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler.

Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran mukosa serta konjungtiva

merupakan indikator yang lebih baik untu melihat pucat. Jika lopatan

tangan tidak lagi berwarna merah muda, hemoglobin biasanya berkurang

dari 8 gram.

Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh

peningkatan kecepatan aliran darah) mencerminkan beban kerja dan

curah jantung yang menigkat. Angina (nyeri dada), khususnya pada

orang tua dengan stenosis koroner, dapat disebabkan oleh iskemia

miokardium. Pada anemia berat, gagal jantung kongresif dapat terjadi

karena otot jantung yang anoksis tidak dapat beradaptasi terhadap beban

kerja jantung yang menigkat. Dispnea (kesulitan bernapas), napas

pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan

manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, pingsan,

dan tinitus (telinga berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya

oksigenasi pada sistem saraf pusat. Pada anemia berat dapat juga timbul

gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi atau diare,

dan stomatitis (nyeri pada lidah dan membran mukosa mulut); gejala-

gejala umumnya disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti difisiensi zat

besi.

II.1.2 Klasifikasi Penyakit

Anemia dapat diklasifikasikan menurut (1) faktor-faktor

morfologik SDM dan indeks-indeksnya atau (2) etiologi.

Pada klasifikasi morfologik anemia, mikro- atau makro-

menunjukkan ukuran SDM dan kromik untuk menunjukkan warnanya.

Sudah dikenal tiga kategori besar. Pertama, anemia normokromik

normositik, SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung

jumlah hemoglobin normal (mean corpuscular volume [MCV] dan mean

corpuscular hemoglobin concentration [MCHC] normal atau normal

rendah). Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut,

Page 9: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 8

hemolisis, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan endokrin,

gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit

infiltratif metastatik pada sumsum tulang.

Kategori utama yang kedua adalah anemia normokromik

makrositik, yang memiliki SDM lebih besar dari normal tetapi

normokromik karena konsentrasi hemoglobin normal (MVC menigkat;

MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh ketergantungan atau

terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) seperti yang

ditemukan pada defisiensi B12 atau asam folat atau keduanya. Anemia

normokromik dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker karena agen-

agen mengganggu sintesis DNA.

Kategori ketiga adalah anemia hipokromik mikrositik. Mikrositik

berarti sel kecil, dan hipokromik berarti pewarnaan yang berkurang.

Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini mengandung

hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV;

penurunan MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan insufisiensin

sintesis heme atau kekurangan zat besi, seperti pada anemia defisiensi zat

besi, keadaan sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau gangguan

sintesis globin, seperti pada thalasemia. Thalasemia menyangkut

ketidaksesuaian jumlah rantai alfa dan beta yang disintesis, dengan

demikian tidak dapat terbentuk molekul hemoglobin tetramer normal.

Anemia juga dapat diklasifikasikan menurut etiologi. Penyebab

utama yang dipikirkan adalah (1) penigkatan hilangnya SDM dan (2)

penurunan atau kelainan pembentukan sel.

Menigkatnya kehilangan SDM dapat disebabkan oleh perdarahan

atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat diakibatkan dari trauma

atau ulkus atau akibat perdarahan kronis karena polip di kolon,

keganasan, hemoroid atau menstruasi. Penghancuran SDM di dalam

sirkulasi dikenal sebagai hemolisis, terjadi jika gangguan pada SDM itu

sendiri memperpendek siklus hidupnya atau perubahan lingkungan yang

menyebabkan penghancuran SDM (Sacher, McPherson, 2000). Keadaan-

keadaan yang SDM-nya itu sendiri mengalami kelainan adalah:

Page 10: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 9

1. Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan,

seperti penyakit sel sabit.

2. Gangguan sintesis globin, seperti thalasemia

3. Kelainan membran SDM, seperti sferositosis herediter dan

eliptositosis.

4. Defisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase

(G6PD) dan defisiensi piruvat kinase.

Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah berkurangnya atau

terganggunya produksi SDM (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang

mempengaruhi fungsi sumsum tulang termasuk di dalam kategori ini.

Termasuk di dalam kelompok ini adalah (1) keganasan jaringan padat

metastatik, leukimia, limfoma dan mieloma multipel; pajanan terhadap

obat-obat dan zat kimia toksik; serta iradiasi dapat mengurangi produksi

efektif SDM; dan (2) penyakit-penyakit kronis yang mengenai ginjal dan

hati, serta inveksi dan defisiensi endokrin. Kekurangan vitamin-vitamin

penting, seperti B12, asam folat, vitamin C, dan zat besi dapat

mengakibatkan pembentukan SDM tidak efektif, menimbulkan anemia.

Untuk menentukan jenis anemia, baik pertimbangan morfologik dan

etiologik harus digabungkan.

Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci tentang ke tiga klasifikasi

anemia di atas.

1. Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan suatu gangguan pada sel induk di

sumsum tulang, yang sel-sel darahnya diproduksi dalam jumlah yang

tidak mencukupi. Individu dengan anemia aplastik mengalami

pansitopenia, SDM terlihat normositik dan normokromik, jumlah

retikulosit rendah atau tidak ada. Anemia aplastik idioplastik diyakini

dimediasi secara imunologis, dengan sel T limfosit pasien menekan

sel-sel induk hematopoietik.

Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau

permanan) meliputi:

Page 11: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 10

1. Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun

2. Agen antineoplastik atau sitotoksik

3. Terapi radiasi

4. Antibiotik tertentu

5. Berbagai obat seperti antikonvulsan, obat-obat tiroid, senyawa

emas, dan fenilbutazon

6. Zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida

(agen yang diyakini merusak sumsum tulang secara langsung)

7. Penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan

human immunodeficiency virus (HIV); anemia aplastik setelah

hepatitis virus terutama berat dan cenderungan fatal.

Kompleks gejala anemia aplastik disebabkan oleh derajat

pansitopenia. Tanda-tanda dan gejala-gejala meliputi anemia, disertai

kelelahan, kelemahan, dan napas pendek saat latihan fisik. Tanda-

tanda dan gejala-gejala lain diakibatkan oleh defisiensi trombosit dan

sel-sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat menyebabkan (1)

ekimosis dan petekie (perdarahan di dalam kulit), (2) epistaksis

(perdarahan hidung), (3) perdarahan saluran cerna, (4) perdarahan

saluran kemih dan kelamin, (5) perdarahan sistem saraf pusat.

Defisiensi sel darah putih meningkatkan kerentanan dan keparahan

infeksi, termasuk infeksi bakteri, virus, dan jamur.

Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1%) atau tidak

adanya retikulosit, jumlah granulosit kurang dari 500/mm3 dan jumlah

trombosit kurang dari 20.000 menyebabkan kematian akibat infeksi

dan atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.

Pengobatan anemia aplastik, jika diketahui penyebabnya ditujukan

untuk menghilangkan agen penyebab. Fokus utama pengobatan

adalah perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum

tulang. Karena infeksi dan perdarahan merupakan penyebab utama

kematian, maka pencegahan merupakan hal yang penting. Faktor-

faktor pertumbuhan seperti G-CSF dapat digunakan untuk

Page 12: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 11

meningkatkan jumlah neutrofil dan mencegah atau meminimalkan

infeksi. Tindakan pencegahan sebaiknya meliputi lingkungan yang

dilindungi dan higiene keseluruhan yang baik. Pada perdarahan atau

infeksi, penggunaan yang bijaksana terapi komponen darah (sel-sel

darah merah dan trombosit) serta antibiotik menjadi penting. Agen-

agen perangsang sumsum tulang seperti androgen dapat menginduksi

eritropoiesis, walaupun efektifitasnya tidak pasti. Pasien-pasien

anemia aplastik kronis beradaptasi dengan baik dan dapat

dipertahankan pada kadar hemoglobin antara 8 dan 9 g/dl dengan

transfusi darah periodik.

2. Anemia Defisiensi Besi

Secara morfologis, anemia ini diklasifikasikan sebagai anemia

mikrositik hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis

hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di

dunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur,

disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan

peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Penyebab-penyebab

lain defisiensi besi adalah: (1)asupan besi yang tidak cukup,

misalnya, pada bayi-bayi yang hanya diberi diet susu saja selama 12-

24 bulan dan pada individu-individu tertentu yang vegetarian ketat;

(2) gangguan absorbsi setelah gastrektomi; dan (3) kehilangan darah

menetap, seperti pada perdarahan saluran cerna lambat akibat polip,

neoplasma, gastritis, verises esofagus, ingesti aspirin, dan hemoroid.

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata

mengandung 4 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan

ukuran tubuhnya. Lebih dari dua pertiga besi terdapat di dalam

hemoglobin. Besi dilepas dengan semakin tua serta matinya sel dan

diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk

eritropoiesis. Dengan pengecualian mioglobin (otot) dan enzim-

enzim heme dalam jumlah yang sangat sedikit, sisa zat besi disimpan

Page 13: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 12

di dalam hati, limpa, dan sumsum tulang sebagai feritin dan

hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.

Walaupun dalam diet rata-rata mengandung 10 sampai 20 mg

besi, hanya sekitar 5% hingga 10% (1-2 mg) yang diabsorbsi. Pada

saat persediaan besi berkurang, maka lebih banyak besi diabsorbsi

dari diet. Besi yang diingesti diubah menjadi ferro di dalam lambung

dan duodenum serta diabsorbsi dari duodenum dan jejunum

proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke

sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat

penyimpanan di jaringan.

Tiap milimeter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi

umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/bulan. Namun, yang

mengalami menstruasi kehilangan tambahan sebanyak 15 sampai 28

mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti

selama kehamilan, kebutuhan besi harian meningkat untuk

mencukupi permintaan karena meningkatnya volume darah ibu dan

pembentukan plasenta, tali pusat, dan janin, serta mengimbangi darah

yang hilang selama kelahiran.

Selain tanda-tanda dan gejala-gejala yang terjadi pada anemia,

individu dengan defisiensi besi yang berat (besi plasma kurang dari

40 mg/dl; hemoglobin 6 sampai 7 g/dl) memiliki rambut yang rapuh

dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan mungkin berbentuk

sendok (koilonikia). Selain itu, atrofi papila lidah mengakibatkan

lidah tampak pucat, licin, mengkilat, berwarna merah-daging, dan

meradang serta sakit. Dapat juga terjadi stomatis angularis, pecah-

pecah disertai kemerahan dan nyeri di sudut mulut.

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah SDM normal atau

hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada apusan darah

perifer, SDM mikrositik dan hipokromik (MCV, MCHC, dan MCH

berkurang) disertai poikilositasis dan anisositosis. Jumlah retikulosit

dapat normal atau berkurang. Kadar besi berkurang sedangkan

kapasitas mengikat besi serum total menigkat.

Page 14: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 13

Untuk mengobati defisiensi besi, penyebab mendasar anemia

harus diidentifikasi dan dihilangkan. Intervensi pembedaan mungkin

diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif akibat polip, ulkus,

keganasan, dan hemoroid; perubahan diet dapat diperlukan untuk

bayi-bayi yang hanya diberi susu atau individu dengan idiosinkrasi

makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar.

Merkipun diet dapat menigkatkan besi yang tersedia (misalnya yang

terdapat pada hati), suplementasi besi diperlukan untuk meningkatkan

hemoglobin dan mengembalikan cadangan besi. Besi tersedia dalam

bentuk parenteral dan oral. Sebagian besar orang berespon balik

terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat, 325 mg tiga kali

sehari selama saling sedikit 6 bulan untuk menggantikan cadangan

besi. Sediaan besi parenteral digunakan pada pasien-pasien yang

tidak dapat menoleransi sediaan oral. Besi parenteral memiliki

insiden terjadinya reaksi-reaksi yang merugikan relatif tinggi. Pasien

tersebut diberikan dosis uji dan dipantau selama satu jam. Jika pasien

tidak mengalami efek samping, sisa dosisnya diberikan 2 jam

kemudian.

3. Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik (SDM besar) diklasifikasikan secara

morfologis sebagai anemia makrositik normokromik. Anemia

megaloblastik sering disebabkan oleh difisiensi vitamin B12 dan

asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai

kegagalan maturasi dan pembelahan inti (Guyon, 2001). Defisiensi

ini dapat sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat,

malabsorbsi, infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan, serta

sebagai akibat agens-agens kemoterapeutik. Pada individu dengan

infeksi cacing pita (Diphyllobothrium latum) yang disebabkan oleh

ingesti ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan

pejamunya untuk mendapatkan vitamin B12 di dalam makanan yang

diingesti, yang menyebabkan anemia megaloblastik.

Page 15: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 14

Anemia megaloblastik sering terlihat sebagai malnutrisi pada

orang yang lebih tua, pecandu alkohol, atau remaja, dan pada

perempuan selama kehamilan, saat permintaan untuk mencukupi

kebutuhan janin. Penyakit seliak dan stomatitis tropik juga

menyebabkan malabsorpsi, dan obat-obat yang bekerja sebagai

antagonis asam folat juga mempengaruhi.

Kebutuhan folat sehari-hari kira-kira 50 mg, dengan mudah

diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling banyak adalah

daging merah, seperti hati dan ginjal, serta sayuran berdaun hijau.

Akan tetapi, menyiapkan makanan yang benar juga diperlukan

untuk memastikan nutrisi yang adekuat. Misalnya, 50% sampai

90% folat dapat hilang dengan cara memasak yang memakai

banyak air. Folat diabsobsi dari duodenum dan jejunum bagian

atas, terikat lemah pada protein plasma, dan disimpan di hati. Pada

keadaan tidak adanya asupan folat, cadangan folat biasanya akan

habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejalan anemia

yang telah dijelaskan, pasien-pasien anemia megaloblastik yang

sekunder akibat defisiensi folat dapat terlihat malnutrisi dan

mengalami glositis berat. (lidah meredang, nyeri), diare, dan

kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (kurang

dari 4 mg/ml).

Pengobatan anemia megaloblastik tergantung pada

pengidentifikasian dan penghilangan penyebab yang mendasarinya.

Pengobatan ini meliputi memperbaiki defisiensi diet dan terapi

penggantian dengan asam folat atau vitamin B12.

II.1.3 Jenis Obat Serta Hubungan Dengan PenyakitSecara morfologis Anemia terbagi atas 3 jenis yaitu Anemia

Aplastik, Anemia Defisiensi Besi, dan Anemia Megaloblastik yang

penjelasannya dapat dilihat pada sub-bab sebelumnya (Klasifikasi

Penyakit).

Page 16: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 15

Pada topik jenis obat dan hubungnanya dengan penyakit ini akan

dijelaskan tentang jenis Anemia Defisiensi Besi atau Hipokromik, karena

anemia jenis ini lebih sering terjadi dan ditemukan pada pasien.

ANTIANEMIA HIPOKROMIK (DEFISIENSI BESI)

1. Besi dan Garam-Garamnya

SEJARAH

Terdapatnya zat bersi (Fe) dalam darah baru diketahui setelah

penelitian oleh Lemery dan Goeffy (1713), kemudia Pierre Blaud (1831)

mendapatkan bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan

klorosis, anemia akibat defisiensi Fe. Akan tetapi, sebenarnya berabad-

abad sebelum Masehi, bangsa Yunani dan India telah menggunakan

bahan yang menggandung Fe untuk mendapatkan tentara yang kuat.

Bangsa Yunani merendam pedang-pedang tua dan meminum airnya.

DISTRIBUSI DALAM TUBUH

Tubuh manusia sehat mengandung ± 3,5 g Fe yang hampir

seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat

dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan nonion dan lebih lemah dalam

bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami

oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh

merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang

nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada (1) hemoglobin ± 66%; (2)

mloglobin 3%; (3) enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron

misalnya sitokromoksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase

sebanyak 0,5%, dan (4) pada transferin 0,1%. Besi nonesensial terdapat

sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%,

dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita

hanya 200-400 mg, sedangkan pada pria kira-kira 1 gram.

Page 17: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 16

FARMAKOKINETIK

Absorpsi. Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung

di duodenum; makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih

mudah diabsorpsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa

usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah diabsopsi akan

diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan

masuk ke dalam plasenta dengan perantaraan transferin, atau diubah

menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus. Secara umum, bila

cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah, maka

lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau

kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut

dari sel mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Eritropoesis dapat

meningkat samapi lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia.

Jumlah fe yang diabsopsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah

absolutnya serta adanya zat-zat lain. Makanan yang mengandung ± 6 mg

Fe/1000 kilokalori akan diabsopsi 5-10% pada orang normal. Absorpsi

dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCI, suksinat

dan senyawa asam lain. Asam akan mereduksi ion feri menjai fero dan

menghambat terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak

larut. Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau

antasida misalnya kalsium karbonat, aluminium hidroksida dan

magnesium hidroksida. Besi yang terdapat pada makanan hewani

umumnya diabsorpsi rata-rata dua kali lebih banyak dibandingkan

dengan makanan nabati.

Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe.

Absorpsi ini meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot

Fe dan meningkatnya eritropoesis. Selain itu, bila fe diberikan sebagai

obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan dapat

mempengaruhi absorpsinya.

Transport. Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh

transferin (siderofilin), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk

Page 18: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 17

kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan

depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma, tetapi

jumlah Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas

pengikatan total Fe ini. Setelah transferin, sel-sel retikulum dapat pula

mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis. Selain itu juga

berfungsi sebagai gudang Fe.

Nasib. Kalau tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan

sebagai cadangan, dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama

terdapat dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa dan sumsum

tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang

dalam proses eritropoesis; 10% diantaranya terdapat dalam labile pool

yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini,sedangkan sisanya baru

digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat di dalam

parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.

Bila fe diberikan IV, capat sekali diikat oleh apoferitin (protein

yang membentuk feritin) dan disimpan terutama di hati, sedangkan

pemberian per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang.

Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masik ke dalam hati dan

limpa. Penimbunan fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat

transfusi darah yang berulang-ulang atau akibat penggunaan preparat Fe

dalam jumlah berlebihan yang diikuti absopsi yang berlebihan pula.

Ekskresi. Jumlah Fe yang diekskresikan setiap hari sedikit sekali,

biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui

sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu juga melalui

keringat, urine, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong. Pada

proteinuria, jumlah yang dikeluarkan dengan urine dapat meningkat

bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia subur dengan

siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresikan sehubungan dengan

haid diperkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari.

Page 19: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 18

KEBUTUHAN BESI

Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai

faktor. Faktor umur, jeniskelamin (sehubungan dengan kehamilan dan

laktasi pada wanita) dan jumlah darah dalam badan (Hb) dapat

mempengaruhi kebutukan, walaupun keadaan depot Fe memegang

peranan yang penting pula. Dalam keadaan normal dapat diperkirakan

bahwa seorang laki-laki dewasa memerlukan asupan sebesar 10 mg, dan

wanita memerlukan 12 mg sehari guna memenuhi ambilan sebesar

masing-masing 1 mg dan 1,2 mg sehari. Sedangkan pada wanita hamil

dan menyusui diperlukan tambahan asupan 5 mg sehari.

Bila kebutuhan ini tidak dipenuhi, Fe yang terdapat di dalam

gudang akan digunakan dan gudang lambat laun menjadi kosong.

Akibatnya timbul anemia defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh

absorpsi yang jelek, perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat.

Keadaan ini memerlukan penambahan Fe dalam bentuk obat.

SUMBER ALAMI

Makanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (> 5mg/100g)

adalah hati, jantung, kuning telur, ragi kerang, kacang-kacangan dan

buah0buahan kering tertentu. Makanan yang mengandung besi dalam

jumlah sedang (1-5 mg/100g) termasuk diantaranya daging, ikan, unggas,

sayuran yang berwarna hijau biji-bijian. Sedangkan susu atau produknya,

dan sayuran yang kurang hijau mengandung besi dalam jumlah rendah

(kurang dari 1 mg/100g).

EFEK NONTERAPIS

Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap

sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut

dan yang diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul dapat

berupa mual dan nyeri lambung (±7-20%). Konstipasi (±10%), diare

(±5%) dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi

dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian sesuadah makan,

Page 20: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 19

walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang. Perlu diterangkan

kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada penderita.

Pemberian Fe secara IM (intramuskular) dapat menyebabkan reaksi

lokal pada tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada

tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal.

Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan

IV. Selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada 0,5-0,8%

kasus. Reaksi yang dapat terjadi dalam 10 menit setelah suntikan adalah

sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardi, flushing,

berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps

sirkulasi. Sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam 1/2 – 24 jam

setelah suntikan misalnya sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria,

nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan dan ensefalopatia. Reaksi

sistemik ini lebih sering terjadi pada pemberian IV, demikian pula syok

atau henti jantung.

Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada dewasa, kebanyakan

terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSo4 yang mirip

gula-gula. Intoksikasi akut ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak

1 g. Kelainan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi,

korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejala yang timbul sering kali berupa

mual, muntah, diare, hematemesis serta feses berwarna hitam karena

perdarahan pada saluran cerna, syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular

dengan bahaya kematian. Efek korosif dapat menyebabkan stenosis

pilorus dan terbentuknya jaringan parut berlebihan. Gejala keracunan ini

dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum

obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: pertama-tama

diusahakan agar penderita mundah, kemudian diberikan susu atau telur

yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat diminum

kurang dari 1 jam sebelumnya, dapat dilakukan bilasan lambung dengan

menggunakan larutan natrium bikarbonan 1%. Akan tetapi, bila masukan

obat telah lebih dari 1 jam, maka telah terjadi nekrosis sehingga bilasan

lambung dapat menyebabkan perforasi. Selanjutnya keadaan syok

Page 21: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 20

dehidrasi dan asidosis harus diatasi. Selain itu, deferoksamin yang

merupakan zat pengkelat (chelating agent) spesifik untuk besi, efektif

untuk mengatasi efek toksik sistemik maupun lokal.

SEDIAAN DAN POSOLOGI

Sediaan Fe hanya digunakan untuk pengobatan anemia defisiensi

Fe. Penggunaan diluar indikasi ini, cenderung menyebabkan penyakit

penimbunan besi dan keracunan besi. Anemia defisiensi Fe paling sering

disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu, dapat pula terjadi misalnya

pada wanita hamil dan pada masa pertumbuhan, karena kebutuhan yang

meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi Fe. Sebagai

pegangan untuk diagnostik dalam hal ini ialah bahwa pada anemia

defisiensi Fe dapat terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-

sel retikuloendotelial sumsum tulang.

Sediaan Oral

Besi untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam

fero dari sulfat, fumarat, glukonat, suksinat, glutamat dan laktat. Tidak

ada perbedaan absorpsi diantara garam-garam Fe ini. Jika ada, mungkin

disebabkan oleh perbedaan kelarutannya dalam asam lambung. Dalam

bentuk garam sitrat, tartrat, karbonat, pirofosfat, ternyata Fe sukar

diabsorpsi; demikian pula sebagai garam feri (Fe+++).

Sediaan yang banyak digunakan dan murah ialah hidrat sulfas

ferosus (FeSO4.7 H2O) 300 mg yang mengandung 20% Fe. Untuk anemia

berat biasanya diberikan 3 kali 300 mg sulfas ferosus sehari selama 6

bulan. Dalam hal ini mula-mula absorpsi berjumlah ± 45 mg sehari, dan

setelah depot Fe dipenuhi menurun menjadi 5-10 mg sehari. Selama

penyebab anemia belum teratasi terapi harus diteruskan. Pada mereka

yang intoleran terhadap dosis setinggi ini, dosis harus dikurangi sampai

jumlah yang terterima, atau bila perlu sediaan diganti dengan sediaan

parenteral.

Page 22: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 21

Berbeda dengan fero sulfat, fero sumarat tidak mudah mengalami

oksidasi pada udara lembab; dosis efektifnya 600-800 mg/hari dalam

dosis terbagi. Fero glukonat, fero laktat, fero karbonat dosis efektifnya

kira-kira sama dengan fero sulfat.

Sediaan Parenteral

Penggunaan sediaan untuk suntikan IM dan IV hanya dibenarkan

bila pemberian oral tidak mungkin; misalnya penderita bersifat intoleran

terhadap sediaan oral, atau pemberian oral tidak menimbulkan respons

terapeutik.

Iron-dextan (imferon) mengandung 50 mg Fe setiap ml (larutan

5%) untuk menggunakan IM atau IV. Respons terapeutik terhadap

suntikan IM ini tidak lebih cepat dari pada pemberian oral. Dosis total

yang diperlukan dihitung berdasarkan beratnya anemia, yaitu 250 mg Fe

untuk setiap gram kekurangan Hb. Pada hari pertama disuntikkan 50 mg,

dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari atau beberapa hari sekali.

Penyuntikan dilakukan pada kuadran atas luar m.gluteus dan secara

dalam untuk menghindari pewarnaan kulit.

Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis

permulaan tidak boleh melebihi 25 mg, dan diikuti dengan penigkatan

bertahap untuk 2-3 hari sampai tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus

diberikan perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikkan 20-50 mg/menit.

2. Obat Lain

- Riboflavin. Riboflavin (vitamin B2) dalam bentuk flavin

mononukleotida (FMN) dan flavin-adenin dinukleotida (FAD)

berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-protein dalam

pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin

dapat memperbaiki anemia normokromik-normositik (pure red-cell

aplasia). Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat pada

malnutrisi protein-kalori, dimana faktor defisiensi Fe dan penyakit

Page 23: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 22

infeksi memegang peranan. Dosis yang digunakan cukup 10 mg

sehari per oral atau IM.

- Piridoksin. Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim

yang merangsang pertumbuhan heme. Defisiensi piridoksin akan

menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada sebagian besar

penderia akan terjadi anemia normoblastik sideroaksetik dengan

jumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam prekursor eritrosit,

dan pada beberapa penderita terdapat anemia megaloblastik. Pada

keadaan ini absorpsi Fe menigkat, Fe-binding protein menjadi

jenuh dan terjadi hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah

menurun. Akibatnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.

- Kobal. Defisiensi kobal belum pernah dilaporkan pada manusia.

Kobal dapat meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan

eritrosit pada beberapa penderita dengan anemia refrakter, seperti

yang terdapat pada penderita talasemia, infeksi kronik atau

penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui. Kobal

merangsang pembentukan eritropoetin yang berguna untuk

meningkatkan ambilan Fe oleh sumsum tulang, tetapi ternyata pada

penderita anemia refrakter biasanya kadar eritropoietin sudah

tinggi. Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal menyebabkan

hipoksia intrasel sehingga dapat merangsang pembentukan eritrosit.

Sebaliknya, kobal dosis besar justru menekan pembentukan

eritrosit.

Kobal sering terdapat dalam campuran sediaan Fe, karena

kobal dapat meningkatkan absorpsi Fe melalui usus. Akan tetapi,

harus diingat bahwa kobal dapat menimbulkan efek toksik berupa

erupsi kulit, struma, angina, tinitus, tuli, payah jantung, sianosis,

koma, malaise, anoreksia, mual dan muntah.

- Tembaga. Unsur ini trdapat dalam sitokrom oksidase, maka ada

sangkut paut antasa metabolisme tembaga (Cu) dan Fe. Hingga

Page 24: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 23

sekarang belum ada kenyataan yang menunjukkan pentingnya

penambahan Cu baik dalam makanan maupun sebagai obat, dan

defisiensi Cu pada manusia sangat jarang terjadi.

Berikut ini daftar obat-obatan Anti-Anemia

Jenis Obat Jenis Obat1. Adfer2. Arcored3. Biosanbe4. Calmin-AF5. Cyanamin TRC6. Dasabion7. Diabion8. Elevit Pronatal9. Emibion10. Emineton11. Feral12. Fercee13. Ferofort14. Ferrocemin Trc15. Ferromia16. Folamil17. Folaplus18. Gromaltin19. Hebebion20. Hemafort21. Hemarate CE22. Hemobion23. Iberet Folic-50024. Iberet-50025. Iberet-500 Filmtab26. Inbion27. Incremin With Iron28. Livron B Plex29. Madervit30. Maltiron31. Miacure

32. Natabion33. Nemicap34. Nichobion35. Nufolic36. Obimin-AF37. Obron-638. Odiron-C39. Opibion40. Perinal41. Pregnacare42. Prenal43. Prenamia44. Prenatal45. Prenatin Plus46. Prolacta With Dha For

Mother47. Sangobion48. Sangofer49. Sangovitin50. Solvitral51. Sulfas Ferrosus52. Supra Livron53. Theragran-P54. Tivilac55. Timate-E56. Tropifer57. Vicanatal58. Viliron59. Vitachol60. Vitonal-F61. Vitral

II.1.4 Proses Keperawatan1. Pengkajian

- Dapatkan riwayat anemia atau masalah kesehatan yang dapat

menyebabkan anemia.

Page 25: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 24

- Nilai pasien untuk tanda-tanda dan gejala-gejala anemia defisiensi

besi, seperti letih, malaise, pucat sesak napas, takikardia, dan

aritmia jantung.

- Periksa jumlah sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit

pasien.

2. Perencanaan

- Pasien akan mengkonsumsi makana yang kaya akan besi dan

mineral lainnya.

- Seorang pasien dengan anemia defisiensi besi atau dengan

hemoglobin rendah akan mendapat penggantian besi sesuai

dengan anjuran dokter.

3. Intervensi Keperawatan

- Dorong klien untuk mengkonsumsi diet bergizi dalam jumlah

memadai agar dapat memperoleh besi yang cukup. Suplemen besi

tidak diperlukan kecuali jika orang tersebut hamil atau malnutrisi.

- Berikan injeksi besi intramuskular dengan metode Z-track untuk

mencegah bocornya besi ke dalam jaringa subkutan dan kulit

karena akan mengiritasi dan menodai kulit.

4. Penyuluhan Kepada Pasien/Klien

- Beritahu orang tua untuk tidak meninggalkan tablet besi dalam

jangkauan anak-anak. Jika seorang anak menelan tablet besi,

usahakan agar ia muntah dan segera hubungi pusat pengendali

keracunan setempat. Nomor telepon pusat pengendali keracunan

terdapat di halaman depan hampir semua buku telepon; masukkan

nomor ini kedalam daftar referensi darurat.

- Beritahu klien yang memakai preparat besi cair untuk

menggunakan sedotan minum untuk mencegah perubahan warna

dari email gigi.

Page 26: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 25

5. Evaluasi

- Evaluasi efektivitas terapi besi yang diresepkan dengan

menentukan apakah klien tidak lagi merasa letih atau sesak napas

dan hemoglobinnya berada di dalam batas-batas normal.

II.2 ANTI KOAGULANDan Anti-koagulan merupakan obat yang digunakan untuk

mencegah penggumpalan darah atau pengencer darah atau juga bertujuan

memperlambat pembekuan darah.

Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan

jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa

faktor pembekuan darah. Atas dasar ini antikoagulan untuk mencegah

terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli, maupun untuk mencegah

bekunya darah in vitro pada pemeriksaan laboratorium atau transfusi.

Antikoagulan oral dan heparin menghambat pembentukan fibrin dan

digunakan secara profilaktik untuk mengurangi insiden tromboemboli

terutama pada vena. Kedua macam antikoagulan ini juga bermanfaat

untuk pengobatan trombosit arteri karena mempengaruhi pembentukan

fibrin yang diperlukan untuk mempertahankan gumpalan trombosit. Pada

trombus yang sudah terbentuk, antikoagulan hanya mencegah

membesarnya trombus dan mengurangi kemungkiana terjadinya emboli,

tetapi tidak memperkecil trombus.

II.2.1 Proses Koagulasi NormalKoagulasi tidak terlepas dengan Hemostasis (penghentian

perdarahan) yang berarti serangkaian kompleks reaksi yang

menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit

dan bekuan fibrin pada tempat cedera. Pembekuan diikuti dengan

resolusi atau lisi bekuan dan regenerasi endotel. Pada keadaan

homeostasis (stabilitas darah dalam tubuh), koagulasi melindungi

individu dari perdarahan masif akibat trauma. Pada keadaan abnormal,

Page 27: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 26

dapat terjadi perdarahan yang mengancam jiwa atau trombosit yang

menyumbat cabang-cabang pembuluh darah.

Pada saat cedera, ada tiga proses utama yang menyebabkan

hemostasis dan koagulan: (1) vasokontriksi sementara (pengecilan

pembuluh darah); (2) reaksi trombosit yang terdiri atas adhesi

(penyatuan), reaksi pelepasan, dan agregasi trombosit (gumpalan massa

trombosit); serta (3) aktifasi faktor-faktor pembekuan. Langkah-langkah

awal terjadi pada permukaan jaringan cedera yang terpajan, dan reaksi-

reaksi selanjutnya terjadi pada permukaan fosfolipid trombosit yang

mengancam agregasi.

Jadi unsur utama dari koagulasi ialah trombosit. Trombosit bukan

merupakan sel, tetapi merupakan fragmen-fragmen sel granula,

berbentuk cakram, tidak berinti; trombosit ini merupakan unsur selular

sumsum tulang terkecil dan pernting untuk homeostasis dan koagulasi.

Trombosit berasal dari sel induk pluripoten yang tidak terikat

(noncommitted pluripotent stem cell).

Trombosit berdiameter 1 sampai 4 mikro meter dan memiliki siklus

hidup kira-kira 10 hari. Kira-kira sepertiga berada di dalam lien sebagai

sumber cadangan, dan sisanya berada di dalam sirkulasi, berjumlah

antara 150.000 dan 400.000/mm3. Jika asupan darah perifer

menggunakan pewarnaan Wright, maka sel-sel ini terlihat biru muda

dengan granula berwarna merah-ungu.

II.2.2 Jenis Penyakit KoagulanA. KelainanKoagulan

1. Kelainan Vaskuler

Pada pasien dengan kelainan pada sistem vaskuler biasanya

datang dengan perdarahan kulit, dan sering mengenai membran

mukosa. Perdarahan dapat diklasifikasikan menjadi purpure

(perdarahan kecil pada kulit) alergik dan purpure nonalergik.

Pada kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan faktor koagulasi

adalah normal.

Page 28: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 27

Purpure nonalergik merupakan penyakit yang tidak terdapat

alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis. Yang paling

sering ditemukan adalah lupus eritematosus sistemik. Kelainan ini

merupakan penyakit vaskular-kolagen, yaitu pasien membentuk

autoantibodi. Purpure terjadi karena peradangan pembuluh darah

(vaskulitis) dan kerusakan integritas pembuluh darah.

jaringan peyokong pembuluh darah mengalami perburukan

dan tidak efektif yang terjadi seiring proses penuaan,

mengakibatkan purpuer senitis. Umumnya terlihat perdarahan

kulit pada dorsum manus dan lengan bawah serta diperburuk oleh

trauma. Manifestasi kulit yang serupa yang terlihat pada terapi

kortikosteroid jangka lama, yang diyakini diakibatkan dari

katabolisme protein di dalam jaringan penyokong pembuluh

darah.

Bentuk purpure vaskular terdapat pada epitaksis (perdarahan

hidung) dan perdarahan saluran cerna yang intermiten dan hebat.

Penyakit telangiektasia difus umumnya terjadi pada masa dewasa,

ditemukan pada mukosa bukal, lidah, hidung, dan bibir, dan

tampaknya meluar ke seluruh saluran cerna.

Purpura alergik atau purpura anafilaktoid diduga diakibatkan

oleh kerusakan imunologik pada pembuluh darah, ditandai

dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung

dan juga mengenai bokong.

2. Trombositosis

Kelainan jumlah atau fungsi trombosit (atau keduanya) dapat

menggangu koagulasi darah. Trombosit yang terlalu banyak atau

terlalu sedikit mengganggu koagulasi darah. Keadaan yang

ditandai dengan trombosit berlebihan dinamakan trombositosis

atau trombositemia. Trombositosis umumnya didefinisikan

sebagai peningkatan jumlah trombosit lebih dari 400.000/mm3

dan dapat primen dan sekunder.

Page 29: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 28

Jika jumlah trombosit melebihi 1 juta atau pasien simtomatik,

pengobatan dimulai dan ditujukan untuk mengurangi aktivitas

sumsum tulang melalui penggunaan agen-agen sitotoksik seperti

hidroksiurea, yang secara dramatis menurunkan jumlah semua

jenis sel. Anogrelit hidroklorida (Agrylin) ditambahkan untuk

spesifisitasnya dalam mengurangi produksi trombosit. Dalam

keadaan terjadinya perdarahan atau trombosit akut, tromboferesis

sementara waktu dapat menyembuhkan. Agen-agen antitrombosit

seperti aspirin dan antikoagulan juga digunakan.

3. Trombositopenia

Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit

kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini

dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau

meningkatnya penghancuran trombosit. Namun umumnya tidak

ada manifestasi klinis sehingga jumlahnya kurang dari

100.000/mm3 dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan-keadaan

lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti leukimia atau

penyakit hati. Ekimosis (bercak perdarahan) yang bertambah dan

perdarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada

kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie merupakan

manifestasi utama, dengan jumlah trombosit kurang dari

30.000/mm3. Terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan

intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm3 dan

memerlukan tindakan segera untuk mencegah perdarahan dan

kematian.

Pernurunan produksi trombosit dibuktikan dengan aspirasi

dan bipsi (pemeriksaan mikroskopis) sumsum tulang, yang

dijumpai disegala kondisi yang mengganggu atau menghambat

fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik,

mielofibrosis (penggantian unsur-unsur tulang dengan jaringan

Page 30: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 29

fibrosa), leukimia akut, dan karsinoma metastatik untuk

mengganti unsur-unsur sumsum normal.

Fungsi trombosit dapat berubah melalui berbagai cara, yang

mengakibatkan semakin lamanya perdarahan. Obat-obatan seperti

aspirin, indometasin, dan fenilbutazon menghambat agregesi dan

reaksi pelepasan trombosit, dengan demikian menyebabkan

perdarahan yang memanjang walaupun jumlah trombosit normal.

Pengaruh aspirin dosis tinggi dapat berlangsung selama 7 hingga

10 hari.

B. Gangguan Plasma Herediter

1. Hemofilia

Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau

didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai

episode perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi

gen Globulin antihemofilik atau faktor Christmas, dikelompokkan

sebagai hemofilia A dan hemofilia B. Kedua agen tersebut

terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif

terkait-X. Oleh karena itu, semua anak perempuan dan laki-laki

yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-

laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier

memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia.

Dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah

hemofilia, ibu karier), tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi.

Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan

mungkin akibat mutasi spontan.

Dua jenis utama hemofilia yang secara klinis identik adalah:

(1) hemofiia klasik atau hemofilia A, yang ditemukan adanya

defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor antihemofilia VIII,

dan (2) penyakit Christmas, atau hemofilia B, yang ditemukan

adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX. Hemofilia

diklasifikasikan sebagai (1) berat, dengan kadar aktivitas faktor

Page 31: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 30

kurang dari 1%, (2) sedang, dengan kadar aktivitas di antara 1

smapai 5%,serta ringan (3) ringan, jika 5% atau lebih .

perdarahan spontan dapat terjadi jika kadar aktivitas faktor

kurang dari 1%. Akan tetapi, pada kadar 5% atau lebih,

perdarahan terjadi umumnya terjadi berkaitan dengan trauma atau

prosedur pembedahan. Manifestasi klinis meliputi perdarahan

jaringan lunak, otot, dan sendi, terutama sendi-sendi yang

menopang berat badan, disebut Hemartosis (perdarahan sendi).

Pengobatan hemofilia menganjurkan pemberian infus

profilaktik yang dimulia pada usia 1 hingga 2 tahun pada anak-

anak yang mengalami defisiensi berat untuk mencegah penyakit

sendi kronis. Intervensi dini pada saat timbul gejala-gejala atau

tanda-tanda perdarahan paling awal, serta penggantian faktor

praoperatif pada persiapan untuk prosedur pembedahan, penting

dilakukan pada pasien-pasien ini. Pengobatan ditujukan untuk

meningkatkan faktor atau aktivitas yang berkurang ke tingkat

normal dan dengan demikian mencegah komplikasi.

2. Von Willebrand

Penyakit von Willebrand adalah gangguan koagulasi

hereditas yang paling sering terjadi. Dikenal sebagai subtipe I, II,

dan III, tapi yang paling sering adalah tipe I. Semua tipe

diturunkan secara dominan autosomal, sama-sama terjadi pada

laki-laki dan perempuan. Seperti pada hemofilia, kasus-kasus

terjadi pada riwayat keluarga dan gangguan tersebut diyakini

terjadi akibat mutasi genetik. Bergantung pada subtipe dan

beratnya penyakit, spektrum perdarahan dapat jarang terjadi,

perdarahan mukokutaneus (kulit dan membran mukosa) ringan

sampai sedang; perdarahan akibat trauma atau pembedahan; atau

perdarahan yang mengancam jiwa. Sering terjadi perdarahan

saluran cerna, ekistaksis, dan monoragia.

Page 32: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 31

II.2.3 Jenis Obat Serta Hubungan Dengan PenyakitAntikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok : (1) heparin; (2)

antikoagulan oral, terdiri dari derivat 4-hidroksikumarin misalnya:

dikumoral, warfarin, dan derivat-derivat indan-1,3-dion misalnya:

anisindion; (3) antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium,

salah satu faktor pembekuan darah.

Dan dalam bab ini akan dibahas tentang Heparin

HEPARIN

Heparin endogen merupakan suatu mukopolisakarida yang

mengandung sulfat. Zat ini disintesis di dalam sel mast dan terutama

banyak terdapat di paru. Peranan fisiologik heparin belum diketahui

seluruhnya, akan tetapi pelepasannya ke dalam darah yang tiba-tiba pada

syok anafilaksis menunjukkan bahwa heparin mungkin berperan dalam

reaksi imunologik.

FARMAKODINAMIKA

Mekanisma Kerja. Heparin mengikat antitrombin III membentuk

kompleks yang berafinitas lebih besar dari antitrombin III sendiri,

terhadap beberapa faktor pembekuan darah aktif, terutama trombin dan

faktor Xa. Oleh karena itu heparin mempercepat inaktivasi faktor

pembekuan darah. Sediaan heparin dengan berat molekul rendah (<

6000) beraktivitas anti-Xa kuat dan sfat antitrombin sedang; sedangkan

sediaan heparin dengan berat molekul yang tinggi (> 25.000) beraktivitas

antitrombin kuat dan aktivitas anti-Xa yang sedang.

Dosis kecil heparin dengan AT-III menginaktivasi faktor Xa dan

mencegah pembekuan dengan mencegah perubahan protrombin menjadi

trombin. Heparin dengan jumlah yang lebih besar bersama AT-III

menghmbat pembekuan dengan menginaktivasi trombin dan faktor-

faktor pembekuan sebelumnya, sehingga mencegah perubahan fibrinogen

menjadi fibrin. Heparin juga menginaktivasi faktor XIIIa dan mencegah

terbentuknya bekuan fibrin yang stabil.

Page 33: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 32

Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik yaitu

memperlancar transfer lemak darah ke dalam depot lemak. Aksi

penjernih ini terjadi karena heparin membebaskan enzim-enzim yang

menghidrolisis lemak (salah satu diantaranya ialah lipase lipoprotein) ke

dalam sirkulasi serta menstabilkan aktivitasnya. Efek lipotropik ini dapat

dihambat oleh protamin.

Pengaruh heparin terhadap hasil pemeriksaan darah. Bila ditambahkan

pada darah, heparin tidak mengubah hasil pemeriksaan rutin kimia darah,

tetapi heparin mengubah bentuk eritrosit dan leukosit. Uji fragilitas tidak

dapat dilakukan pada darah berheparin karena heparin mencegah

hemolisis. Hitung leukosit darah yang dicampur heparin in vitro harius

dilakukan dalam 2 jam, sebab setelah 2 jam leukosit dapat menghilang.

Nilai laju endap eritrosit (BSR) darah berheparin juga berbeda

dibandingkan darah dengan senyawa oksalat atau sitrat.

Sampel darah yang diambil melalui kanula IV, yang sebelumnya

secara intermiten dilalui larutan garam berheparin, mengandung kadar

asam lemak bebas yang meningkat. Hal ini akan menghambat ikatan

protein plasma dari obat-obat lipofisik misalnya propranolol, kuinidin,

fenitoin dan digoksin sehingga mempengaruhi pengukuran kadar obat-

obat tersebut.

Efek lain. Heparin dilaporkan menekan kecepatan sekresi aldosteron,

meningkatkan kadar tiroksin bebas dalam plasma, menghambat aktivator

fibrinolitik, menghambat penyembuhan luka, menekan imunitas selular,

menekan reaksi hospes terhadap grafi dan mempercepat penyembuhan

luka bakar.

Monitoring pengobatan. Agar obat efektif mencegah pembekuan dan

tidak menimbulkan perdarahan maka diperlukan penentuan dosis yang

tepat, pemeriksaan daeah berulang dan tes laboratorium yang dapat

dipercaya hasilnya. Pada saat ini telah terbukti bahwa dosis kecil heparin

Page 34: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 33

yang diberikan subkutan untuk mencegah emboli vena tidak memerlukan

pemeriksaan darah berulang. Akan tetapi karena respons pasien terhadap

heparin bervariasi maka mungkin satu atau 2 tes untuk aktivitas heparin

diperlukan pada permulaan pengobatan. Monitoring pemeriksaan

laboratorium mungkin diperlukan bila dosis standar heparin diberikan

secara intermiten IV atau secara infus IV. Berbagai tes yang dianjurkan

untuk memonitor pengobatan dengan heparin ialah waktu pembekuan

darah (whole blood clotting time), partial thromboplastin time (PTT),

atau activated partial thromboplastin time (APTT). Ter APTT ialah yang

paling banyak dilakukan. Trombosis umumnya dapat dicegah bila APTT

11/2 – 2 kali nilai normal (nilai APTT 60-80 detik bila nilai normal 40

detik).

FARMAKOKINETIK

Heparin tidak diabsobsi secara oral, karena itu diberikan secara SK

(subkutan) atau IV (intravena). Pemberian secara SK memberikan masa

kerja yang lebih lama tetapi efeknya tidak dapat diramalkan. Efek

antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan bolus IV dengan

dosis terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah SK. Heparin cepat

dimetabolisme terutama di hati. Masa paruhnya tergantung dari dosis

yang digunakan, suntikan IV 100, 400, atau 800 unit/ kgBB

memperlihatkan masa paruh masing-masing kira-kira 1, 21/2 dan 5 jam.

Masa paruh mungkin memendek pada pasien emboli paruh dan

memanjang pada pasien sirosis hepatitis atau penyakit ginjal berat.

Metabolik inaktif diekskresi melalui urine. Heparin diekskresi dalam

bentuk utuh melaui urin hanya bila digunakan dosis besar IV. Penderita

emboli paru memerlukan dosis heparin yang lebih tinggi karena bersihan

yang lebih cepat. Terdapat variasi individual dalam efek antikoagulan

yang ditimbulkan maupun dalam kecepatan bersihan obat. Heparin tidak

melalui plasenta dan tidak terdapat dalam air susu ibu.

Page 35: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 34

PASOLOGI

Heparin tersedia sebagai larutan untuk pemakaian parenteral

dengan kekuatan 1000-40000 unit/ml dan sebagai respository atau depot

heparin dengan kekuatan 20.000-40.000 unit/ml.

Pemberian IV (intermiter): pada orang dewasa biasanya dimulai

dengan 5.000 unit dan selanjutnya 5.000-10.000 unit untuk tiap 4-6 jam,

tergantung dari berat badan dan respons pasien. Pada hakekatnya dosis

ditentukan berdasarkan masa pembekuan. Untuk DIC ada yang

menganjurkan dimulai dengan 50 unit/kg pada dewasa dan 25 unit/kg

pada anak tiap 6 jam atau diberikan secara infus. Untuk anak, dimulai

dengan 50 unit/kgBB dan selanjutnya 100 unit/kgBB tiap 4 jam.

Pada infus IV untuk orang dewasa heparin 20.000-40.000 unit

untuk dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atai NaCl 0,9% dan

diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat timbulnya efek, dianjurkan

menambahkan 5000 unit langsung ke dalam pipa infus sebelumnya.

Kecepatan infus didasarkan pada nilai APTT. Komplikasi perdarahan

umumnya lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian secara

intermiten. Untuk anak dimulai dengan 50 unit/kg diikuti dengan 100

unit/kg tiap 4 jam.

Heparin dapat juga diberikan secara SK dalam. Pada orang dewasa

untuk tujuan profilaksis tromboemboli pada tindakan operasi diberikan

5.000 unit 2 jam sebelum operasi dan selanjutnya tiap 12 jam sampai

pasien keluar dari rumah sakit. Dosis penuh biasanya 10.000-12.000 unit

tiap 8 jam atau 14.000-20.000 unit tiap 12 jam.

Pemakaian heparin IM tidak dianjurkan lagi karena sering terjadi

perdarahan dan hematoma yang disertai rasa sakit pada tempat suntikan.

EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI

Bahaya utama pemberian heparin secara IV atau SK ialah

perdarahan, tetapi pemberian secara IV atau SK jarang menimbulkan

efek samping. Terjadinya perdarahan dapat dikurangi dengan: (1)

mengawasi/mengatur dosis obat; (2) menghindari penggunaan bersamaan

Page 36: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 35

dengan obat yang mengandung aspirin; (3) seleksi pasien; dan (4)

memperhatikan kontraindikasi pemberian heparin. Selama masa

tromboemboli akut, resistensi atau toleransi terhadap heparin dapat

terjadi, dan karena itu efek antikoagulan harus dimonitor dengan tes

pembekuan darah misalnya APTT. Perdarahan antara lain dapat berupa

perdarahan saluran cerna (hematuria).

Karena heparin berasal dari jaringan hewan, maka harus digunakan

secara hati-hati pada pasien alergi. Reaksi hipersensitivitas antara lain

berupa menggigil, demam, urtikaria atau syok. Pada penggunaan jangka

panjang dapat terjadi mialgia (nyeri otot), nyeri tulang dan osteoporosis.

Osteoporosis dan fraktur spontan dapat terjadi bila dosis melebihi 20.000

unit/hari diberikan selama 4 bulan atau mungkin kurang. Kadang-kadang

dapat terjadi alopesia (botak) sementara dan terasa panas pada kaki.

Penggunaan heparin pada masa kehamilan nampaknya tidak lebih aman

dari antikoagulan oral. Insidens perdarahan maternal, lahir mati dan lahir

prematur dilaporkan meningkat pada penggunaan heparin.

KONTRAINDIKASI

Heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang mengalami

perdarahan atau cenderung mengalami perdarahan misalnya: pasien

hemofilia, permeabilitas kapiler yang meningkat, threatened abortion,

endokarditis bakterial subakut, perdarahan intrakranial, lesi ulseratif pada

saluran cerna, anestesia lumbal atau regional, hipertensi berat, syok.

Heparin tidak boleh diberikan selama atau setelah operasi mata, otak atau

medula spinal dan pasien yang mengalami pungsi lumbal atau anestesi

blok. Heparin juga dikontrainsikasikan pada pasien yang mendapat dosis

besar etanol, peminum alkohol dan pasien yang hipersensitif terhadap

heparin. Meskipun heparin tidak melalui plasenta, obat ini hanya

digunakan untuk wanita hamil bila benar-benar memang diperlukan. Hal

ini disebabkan insidents perdarahan maternal, lahir mati dan lahir

prematur yang dilaporkan meningkat pada penggunaan heparin.

Page 37: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 36

INDIKASI

Heparin merupakan satu-satunya antikoagulan yang diberikan

secara parenteral dan merupakan obat terpilih bila diperlukan efek yang

cepat, misalnya untuk emboli paru-paru dan trombosit vena dalam, oklusi

arteri akut atau infark miokard akut. Obat ini juga digunakan untuk

profilaksis tromboemboli vena selama operasi dan untuk

mempertahankan sirkulasi ekstrakorporal selama operasi jantung terbuka.

Heparin juga diindikasikan untuk wanita hamil yang memerlukan

antikoagulan.

INTOKSIKASI HEPARIN

Perdarahan ringan akibat heparin biasanya cukup diatasi dengan

menghentikan pemberian heparin. Perdarahan yang cukup berat perlu

dihentikan dengan antagonis heparin. Tersedia bermacam-macam sediaan

antagonis heparin antara lain protamin sulfat.

Protamin sulfat ialah suatu basa kuat yang dapat mengikat dan

menginaktivasi heparin, tetapi zat ini juga memiliki efek antikoagulan

dan memperpanjang waktu pembekuan. Tiap mg protamin menetralkan

80-100 USP unit aktivitas heparin. Reaksi ini berlangsung segera dan

menetap kira-kira 2 jam. Karena efek heparin lebih lama dari protamin

maka perdarahan dapat kambuh terutama pada pasien pascabedah,

sehingga diperlukkan suntikan protamin berikutnya.

Penggunaan protamin biasanya cukup aman. Dosis sampai 200 mg

IV dalam 2 jam biasanya tidak menimbulkan efek samping.

Protamin tersedia dalam bentuk larutan atau serbuk untuk suntikan

IV. Dosis total ditentukan oleh jumlah heparin yang diberikan selama 3-4

jam sebelumnya, 1 mg protamin sulfat menetralkan sekurang-kurangnya

80 USP unit aktivitas heparin dari jaringan paru dan 100 USP unit

aktivitas heparin dari mukosa usus. Obat ini harus disuntikkan perlahan-

lahan untuk mencegah trombosis. Larutan 1% disuntikkan selama 1-3

menit, atau maksimal 50 mg dalam 10 menit. Penderita diabetes mellitus

yang mendapat protamin zinc insulin jika hipersensitif terhadap protamin

Page 38: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 37

dapat mengalami reaksi berat dengan gejala antara lain hipotensi, sesak

napas dan bradikardi. Kadang-kadang terdapat perasaan panas dan

flusing pada muka.

Berikut ini daftar obat-obatan Antikoagulan

Jenis Obat Jenis Obat1. Actilyse 2. Aggrenox3. Aggravan4. Agulan5. Antrotik6. Aptor7. Arixtra8. Ascardia9. Aspilets10. Aspimec11. Astika 12. Cardio Arpirin13. Cartrilet14. Ceto15. Citaz16. Farmasal17. Fimakinase18. Goclid

19. Fraxiparine20. Heparin Sodium B Braun21. Ibustrin22. Inviclot23. Kybernin P24. Lovenox25. Nufaclapid26. Piclodin27. Plavix28. Pletaal29. Procardin30. Restor31. Simarc 232. Streptase33. Thrombo Aspilets34. Ticlid35. Ticuring36. Warfarin Eisai

II.2.4 Proses Keperawatan1. Pengkajian

- Tanyakan riwayat pembekuan darah abnormal atau masalah

kesehatan yang mempengaruhi pembekuan darah, seperti

alkoholisme berat dan penyakit hati atau ginjal.

2. Perencanaan

- PTTs atau APTT akan menjadi 1,25 sampai 2,5 kali nilai normal.

- Tidak timbul perdarahan abnormal selama klien memakai

antikoagulan. PT akan dipantau dengan baik.

Page 39: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 38

3. Intervensi Keperawatan

- Pantau tanda-tanda vital. Penigkatan denyut jantung diikuti

dengan penurunan tekanan darah sistolik dapat menunjukkan

adanya kekurangan volume cairan karena perdarahan internal atau

eksternal.

- Periksa PT untuk warfarin dan dikumarol dan APTT untuk

heparin sebelum memberikan antikoagulan. PT dan APTT

diharapkan berada 1,25 sampai 2,5 kali nilai normal dalam

beberapa detik. Hasilnya adalah rasio waktu protrombin yang

lebih rendah. Hitung trombosit harus dipantau, karena

antikoagulan dapat menurunkan hitung trombosit.

- Berikan heparin secara subkutan pada abdomen atau jaringan

lemak di lengan atas. Heparin tidak diberikan intramuskular

karena banyaknya pembuluh darah di jaringan otot; Suntikan ini

akan terasa sakit dan bisa timbul hematoma. Untuk pemberian

intravena heparin secara terus menerus, harus dipakai alat infus

elektronik.

- Periksa adanya perdarahan di mulut, hidung (epistaksis), urin

(hematuria), tempat suntikan atau intravena infus, luka, dan kulit

(purpura).

- Periksa tinja secara periodik untuk menemukan adanya darah.

- Pantau dengan hati-hati adanya perdarahan pada klien yang sudah

tua untuk memakai warfarin. Kulit merasa tipis dan jaringan

kapilernya mudah pecah. PT harus diperiksa dengan hati-hati.

- Selalu sediakan antagonis antikoagulan (protamin, vitamin K,

atau vitamin K3) jika dosis obat meningkat atau jika ada indikasi

perdarahan. Transfusi trombosit segar atau beku mungkin

diperlukan.

4. Penyulukan Kepada Klien

- Beritahukan klien untuk memeriksakan ke dokter sebelum

memakai obat-obat yang terjual bebas. Aspirin tidak boleh

Page 40: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 39

dipakai bersamaan warfarin karena aspirin akan memperkuat

kerja warfarin dan bisa terjadi perdarahan. Anjurkan klien untuk

memakai asetaminofen.

- Anjurkan klien untuk melaporkan adanya perdarahan, seperti

petekie, ekimosis, purpura, tinja berwarna ter, perdarahan gusi,

atau batuk darah.

- Nasehati klien untuk melakukan tes laboratorium seperti PT. PT,

APTT, dan PTT dipakai untuk meregulasi dan mempertahankan

dosis antikoagulan agar tetap sesuai.

- Anjurkan klien untuk menjauhi alkohol, yang dapat

meningkatkan perdarahan, dan banyak memakan sayur-sayuran

berdaun hijau, yang dapat menghambat efek obat yang

diinginkan.

- Beritahukan klien untuk bercukur dengan alat pencukur listrik.

Perdarahan yang timbul dari pisau cukur dapat sulit untuk

dikendalikan.

5. Evaluasi

- Evaluasi efektifitas terapi. Hasil laboratorium (PT atau APTT)

klien berada pada niali yang diinginkan. Penderita bebas efek

samping.

Page 41: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 40

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar

Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat

(Nelson,1999).

Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan

oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya

produksi sel darah merah. (Guyton,1997).

Macam-macam atau klasifikasi dari anemia berdasarkan

morfologinya yaitu: anemia, anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik

(defisiensi asam folat dan B12).

Koagulasi adalah rangkaian kompleks reaksi-reaksi yang

menyebabkan kontrol perdarahan melalui pembentukan trombosit dan

bekuan fibrin di tempat cidera.

Pada saat cidera, tiga proses utama yang menyebabkan hemostasis

adalah: (1) vasokontriksi sementara; (2) reaksi trombosit yang terdiri

adhesi, reaksi pelepasan, dan agregasi trombosit; (3) aktivasi faktor-faktor

pembekuan.

Setelah pembentukan bekuan, penghentian pembekuan darah lebih

lanjut penting untuk menghindari keadaan trombotik yang tidak diinginkan

yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan.

Antikoagulan yang terdapat secara alami adalah antitrombin III (ko-

faktor heparin), protein C, dan protein S.

II.2 Saran

Antianemai dan Antikoagulan merupakan dua jenis obat yang

berhubungan dengan keadaan darah. Antianemia, sering disebut sebagai

obat penambah darah, yang merupakan pengobatan dengan tujuan untuk

Page 42: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 41

mempertahankan stabilitas jumlah dan kadar dalam darah (zat besi).

Sedangkan, Antikoagulan, sering disebut sebagai obat pengencer darah,

merupakan pengobatan dengan tujuan memperlambat pembekuan darah.

Disamping untuk tindakan kuratif (penyembuhan), pemberian obat

pengencer darah (antikoagulan) juga dapat digunakan sebagai upaya untuk

mencegah terjadinya penyakit jantung . Tindakan tersebut telah lama

diketahui dan di praktekkan dalam terapi medis.

Permasalahannya adalah banyak pasien yang mendapat terapi

anemia dan antikoagulan kurang begitu memperhatikan pentingnya

peranan antianemia dan antikoagulan dalam membantu mempertahankan

kondisi darahnya. Pemahaman yang kurang tepat dapat berakibat fatal,

misalnya pada penggunaan antikoagulan, jika seorang pengguna obat

antikoagulan sebaiknya menghentikan penggunaannya tiga hari sebelum

menghadapai operasi atau cabut gigi untuk menghindari pendarahan yang

berlebihan. Pada umumnya masyarakat belum memahami dengan benar

cara penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan dimungkinkan karena

belum dikenal atau familiar kedua jenis obat ini yang mana dalam

penerapannya di kehidupan sehari-hari cukup penting dan sangat

membantu.

Kiranya dengan ada makalah ini dapat memberikan tambahan

pengetahuan tentang obat-obatan khususnya tentang Antianemia dan

Antikoagulan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dan agar

lebih hati-hati menggunakan obat-obat ini karena dapat mengakibatkan

keracunan khususnya pada obat Antianemia.

Page 43: MAKALAH Anti Anemia Dan Anti Koagulan

P a g e | 42

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi Empat. Jakarta:

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia.

Purwanto, Listyawati, dkk. 2008. DOI: Data Obat di-Indonesia. Edisi II. Jakarta:

PT. Muliapurna Jayaterbit.

Kee, Joyce L. dan Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi. Pendekatan Proses

Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman

Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.

Jakarta: EGC.

Katzung, B. G. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC

Kamus saku kedokteran Dorlan. Edisi – 25. Jakarta: EGC, 1998.

http://getyourhealthy.blogspot.com/2009/06/definisi-farmakologi.html

http://medicastore.com/apotik_online/obat_jantung/antikoagulan.htm

http://labkesehatan.blogspot.com/2009/11/antikoagulan.html. Riswanto, Sabtu 14

November 2009

http://sehat-semua.blogspot.com/2008/12/menggunakan-antikoagulan-secara-

aman.html. Umar-khaled.

http://www.fortunestar.co.id/news-a-articles-mainmenu-7/38-seminar-ksehatan-

penggunaan-antikoagulan-oral.html