buku survey perilaku anti korupsi 2013
DESCRIPTION
Hasil Survey Perilaku Anti Korupsi 2013 yang dilakukan BPS yang bekerja sama dengan BPS dengan dukungan Cardno - AIPJ ProgramTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 i
Kerjasama Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
dengan Badan Pusat Statistik
Katalog BPS : 4407001
KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
ii INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI (IPAK) 2013 ISBN : 978-‐979-‐064-‐608-‐7 Nomor Publikasi : 04330.1301 Katalog BPS : 4407001 Ukuran Buku : 17 x 24 cm Jumlah Halaman : xxi +105
Naskah: Sub Direktorat Statistik Politik dan Keamanan Penyunting : Sub Direktorat Statistik Politik dan Keamanan Gambar Kulit: Sub Direktorat Statistik Politik dan Keamanan Diterbitkan Oleh : Badan Pusat Statistik, Jakarta-‐Indonesia Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya
KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 iii
KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
Pemberantasan korupsi menjadi salah satu fokus utama pemerintah
Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, baik yang berupa pencegahan maupun pemberantasan. Dalam rangka mempercepat upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) jangka menengah tahun 2012-‐2014 dan jangka panjang tahun 2012-‐2025.
Visi dan Misi Stranas PPK tersebut diturunkan ke dalam enam strategi, yakni: (1) melaksanakan upaya-‐upaya pencegahan; (2) melaksanakan langkah-‐langkah strategis di bidang penegakan hukum; (3) melaksanakan upaya-‐upaya harmonisasi penyusunan peraturan perundang-‐undangan di bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait lain; (4) melaksanakan kerjasama internasional dan penyelamatan aset hasil tipikor; (5) meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi; dan (6) meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi.
Presiden RI menugaskan Badan Pusat Statistik (BPS) secara eksplisit untuk mengukur indikator pada strategi 5 yaitu meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi. Strategi kelima ini dianggap penting karena salah satu akar penyebab berkembangnya praktik korupsi patut diduga berasal dari rendahnya integritas para pelakunya dan masih kentalnya budaya permisif terhadap tindakan korupsi.
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan dukungan data hasil survei, termasuk publikasi yang dapat memberikan gambaran tentang perilaku anti korupsi. Hasil survei diharapkan dapat memberikan peta permasalahan dan petunjuk arah bagi penyusunan program transformasi budaya dari yang permisif ke anti korupsi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BPS bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyelenggarakan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) 2013. SPAK 2013 merupakan kelanjutan dari survei baseline yang telah dilaksanakan pada tahun 2012.
Semoga laporan hasil survei ini bermanfaat bagi pemerintah, khususnya untuk menyusun perencanaan kebijakan meningkatkan upaya pendidikan
KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
iv INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
dan budaya anti korupsi dan juga untuk masyarakat penggiat anti korupsi. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan ini. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa meridhai kita semua.
Jakarta, Januari 2014 Kepala Badan Pusat Statistik
Dr. Suryamin, M.Sc
KATA PENGANTAR MENTERI PPN / KEPALA BAPPENAS
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 v
KATA PENGANTAR MENTERI PPN / KEPALA BAPPENAS
KATA PENGANTAR MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
KATA PENGANTAR MENTERI PPN / KEPALA BAPPENAS
vi INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
RINGKASAN EKSEKUTIF
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 vii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perpres No. 55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK), menugaskan BPS untuk melaksanakan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) 2013. Survei ini dilakukan antara 1-‐15 November 2013 di 33 provinsi, 170 kabupaten/kota (49 kota dan 121 kabupaten) dengan sampel 10.000 rumah tangga (response rates: 90,3 persen). Survei yang merupakan kelanjutan dari survei baseline yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 ini mengukur tingkat permisifitas masyarakat Indonesia terhadap perilaku korupsi.
Laporan ini menyajikan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) dan berbagai indikator tunggal yang menggambarkan perilaku anti korupsi. Indikator tunggal yang dikumpulkan mencakup pengetahuan, pendapat dan pengalaman terhadap kebiasaan di masyarakat berhubungan dengan layanan publik dalam hal perilaku penyuapan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme (nepotism).
Berdasarkan penghitungan indeks komposit, IPAK Indonesia 2013 sebesar 3,63 dalam skala 0 sampai 5. Angka ini naik 0,08 poin dibandingkan dengan IPAK 2012 sebesar 3,55. Meski demikian kenaikan ini belum merubah kategori indeks, karena masih dalam kategori yang sama yakni anti korupsi. (catatan: nilai indeks 0–1,25 sangat permisif terhadap korupsi, 1,26–2,50 permisif, 2,51–3,75 anti korupsi, 3,76–5,00 sangat anti korupsi).
Laporan ini juga memperlihatkan IPAK 2013 untuk masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan sedikit lebih tinggi sebesar 3,71 dibanding di wilayah perdesaan sebesar 3,55. Kemudian, IPAK 2013 lebih tinggi pada penduduk usia kurang dari 60 tahun dibanding penduduk usia 60 tahun ke atas. IPAK penduduk usia kurang dari 40 tahun sebesar 3,63, usia 40 sampai 59 tahun sebesar 3,65, dan usia 60 tahun ke atas sebesar 3,55.
Pendidikan berpengaruh cukup kuat pada semangat anti korupsi. Semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi IPAK. IPAK 2013 untuk responden berpendidikan SLTP ke bawah sebesar 3,55, SLTA sebesar 3,82 dan di atas SLTA sebesar 3,94.
Berdasarkan indikator tunggal terlihat walau masih ada sebagian masyarakat yang menyatakan permisif terhadap penyuapan, pemerasan dan nepostime tetapi masih lebih besar persentase masyarakat yang tidak permisif.
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
viii INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
DAFTAR ISI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK ................................ iii
KATA PENGANTAR MENTERI PPN / KEPALA BAPPENAS ............................... v
RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xxiii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................. 1 1.2. Maksud dan Tujuan ....................................................................................................... 2 1.3. Ruang Lingkup ................................................................................................................. 2 1.4. Sistematika Penulisan .................................................................................................. 2
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI ........................................................ 5
2.1. Metodologi Survei .......................................................................................................... 5 2.1.1. Kerangka Sampel ............................................................................................... 5 2.1.2. Desain Sampel ..................................................................................................... 5 2.1.3. Cakupan dan Jumlah Sampel ......................................................................... 6 2.1.4. Pembentukan Paket Sampel Blok Sensus dan Kelompok
Sampel Rumah Tangga .................................................................................... 6 2.1.5. Pemilihan Sampel Rumah Tangga .............................................................. 7 2.1.6. Penggantian Sampel .......................................................................................... 7 2.1.7. Teknik Estimasi .................................................................................................. 8
2.2. Metodologi Perhitungan Indeks ........................................................................... 10 2.3. Konsep dan Definisi ................................................................................................... 12
III. PROFIL RESPONDEN ................................................................................ 15
3.1. Response Rate Pencacahan ..................................................................................... 15
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
x INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
3.2. Profil Demografis Responden ............................................................................... 17 3.3. Tingkat Pendidikan Responden ........................................................................... 19 3.4. Jenis Kegiatan Utama Responden ....................................................................... 20 3.5. Status dalam Pekerjaan Utama Responden .................................................... 21 3.6. Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan Responden ...................... 22
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI ........................................................... 25
4.1. IPAK Menurut Jenis Kelamin .................................................................................. 26 4.2. IPAK Menurut Umur .................................................................................................. 27 4.3. IPAK Menurut Pendidikan ....................................................................................... 28 4.5. IPAK Menurut Hubungan Kepala Rumah Tangga ......................................... 29 4.6. IPAK Menurut Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga ................................... 30 4.7. IPAK Menurut Urban -‐ Rural .................................................................................. 31 4.8. IPAK Menurut Zona Waktu ..................................................................................... 32
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013 ............................................................ 33
5.1. Pendapat terhadap Kebiasaan di Masyarakat ................................................ 33 5.1.1. Perilaku di Tingkat Keluarga ..................................................................... 33 5.1.2. Perilaku di Tingkat Komunitas .................................................................. 40 5.1.3. Perilaku di Tingkat Publik ........................................................................... 46
5.2. Pengalaman Berhubungan dengan Layanan Publik .................................... 64 5.2.1. Akses terhadap Pelayanan Publik ............................................................ 65 5.2.2. Pengetahuan Masyarakat akan Prosedur dan Biaya yang
Berlaku ................................................................................................................ 68 5.2.3. Pengalaman Membayar Melebihi Ketentuan ...................................... 69 5.2.4. Waktu Pembayaran yang Melebihi Ketentuan ................................... 72 5.2.5. Bentuk Pembayaran yang Melebihi Ketentuan .................................. 73 5.2.6. Penyebab Pembayaran Melebihi Ketentuan ....................................... 74 5.2.7. Pola Tanggapan Ketika Diminta Membayar Melebihi
Ketentuan ........................................................................................................... 75 5.2.8. Alasan Pembayaran Melebihi Ketentuan .............................................. 76 5.2.9. Pelaporan Kejadian ........................................................................................ 77
5.3. Pengalaman Mendapatkan Tawaran/Permintaan Tertentu .................... 78
DAFTAR ISI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xi
5.4. Pengetahuan/Pemahaman tentang Perilaku Korupsi ................................ 81 5.5. Media Sosialisasi Pengetahuan Anti Korupsi .................................................. 85
VI. REKOMENDASI ........................................................................................ 89
LAMPIRAN .................................................................................................... 93
DAFTAR ISI
xii INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
DAFTAR TABEL
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xiii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Kelompok Sampel Rumah Tangga dalam Paket Sampel
Blok Sensus ........................................................................................................... 6 Tabel 2.1. Kelompok Sampel Rumah Tangga 2012 -‐ 2016 ................................... 7 Tabel 3.1. Persentase Response Rate dan Non Response Rate Survei
Perilaku Anti Korupsi (SPAK) 2013 ........................................................ 16 Tabel 3.2. Persentase Responden Menurut Hubungan dengan Kepala
Rumah Tangga dan Jenis Kelamin, 2013 .............................................. 17 Tabel 3.3. Persentase Responden Menurut Status Perkawinan dan
Jenis Kelamin Tahun 2013 ......................................................................... 18 Tabel 3.4. Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan yang
Ditamatkan dan Jenis Kelamin, 2013 .................................................... 20 Tabel 3.5. Persentase Responden Menurut Kegiatan Utama dan Jenis
Kelamin, 2013 .................................................................................................. 21 Tabel 3.6. Persentase Responden Menurut Status Pekerjaan Utama
dan Jenis Kelamin, 2013 .............................................................................. 22 Tabel 5.1. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang
Sikap Istri yang Menerima Uang Pemberian Suami di Luar Penghasilan Suami Tanpa Mempertanyakan Asal Usul Uang Tersebut Menurut Jenis Kelamin, 2012-‐2013 ........................ 35
Tabel 5.2. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Pegawai Negeri yang Bepergian Bersama Keluarga dengan Menggunakan Kendaraan Dinas untuk Keperluan Pribadi Menurut Jenis Kelamin, 2012-‐2013 ........................................................ 36
Tabel 5.3. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Orang Tua yang Mengajak Anaknya dalam Kampanye Pemilu/Pilkada Demi Mendapatkan Uang Saku yang Lebih Banyak Menurut Wilayah Domisili, 2012-‐2013 ........ 38
Tabel 5.4. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Mengetahui Saudaranya Mengambil Uang Orang Tuanya Tetapi Tidak Melaporkannya Menurut Jenis Kelamin, 2012-‐2013 ...................................................................................... 39
Tabel 5.5. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Informal Ketika Suatu Keluarga Melaksanakan Hajatan (Pernikahan, Khitanan, Kematian) Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013 .................................................................... 42
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
xiv INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tabel 5.6. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Memberi Uang/Barang Kepada Tokoh Formal Ketika Suatu Keluarga Melaksanakan Hajatan (Pernikahan, Khitanan, Kematian) Menurut Domisili Wilayah. 2012-‐2013 ...................................................................................................................... 43
Tabel 5.7. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Informal Ketika Menjelang Hari Raya Keagamaan Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013 ................................................ 44
Tabel 5.8. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Formal Ketika Menjelang Hari Raya Keagamaan Menurut Domisili Wilayah. 2012-‐2013 ...................................................................................... 46
Tabel 5.9. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Menjamin Keluarga/Saudara/Teman agar Diterima Menjadi Pegawai Negeri/Swasta Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013 ................ 48
Tabel 5.10. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang dalam Proses Penerimaan Menjadi Pegawai Negeri/Swasta Menurut Domisili Wilayah. 2012-‐2013 ................................................ 50
Tabel 5.11. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang Lebih kepada Petugas untuk Mempercepat Urusan Administrasi (KTP Dan KK) Menurut Domisili Wilayah. 2012-‐2013 .............................. 51
Tabel 5.12. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang Lebih kepada Polisi untuk Mempercepat Pengurusan SIM dan STNK Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013 ................................................ 52
Tabel 5.13. Perkembangan Persentasae Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang Damai kepada Polisi Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013 .................................... 54
Tabel 5.14. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Petugas KUA yang Meminta Uang Tambahan untuk Transpor ke Tempat Acara Akad Nikah Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013 ................................................................... 55
Tabel 5.15. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang Guru yang Mendapatkan Jaminan (Jatah) agar Anaknya Diterima di Sekolah Tempatnya Mengajar Menurut Jenis Kelamin, 2012-‐2013 ................................... 57
DAFTAR TABEL
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xv
Tabel 5.16. Perkembangan Persentase Pendapat tentang Perilaku Seseorang Guru yang Meminta Uang/Barang dari Orang Tua Murid Ketika Kenaikan Kelas/Penerimaan Rapor Menurut Jenis Kelamin, 2012-‐2013 ........................................................ 58
Tabel 5.17. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Pihak Sekolah agar Anaknya Diterima di Sekolah Tersebut Menurut Jenis Kelamin. 2012-‐2013 ........................................................ 59
Tabel 5.18. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang Pegawai yang Melakukan Pekerjaan/Usaha Sampingan di Luar Tugasnya pada Saat Jam Kerja Menurut Domisili Wilayah. 2012-‐2013 ........................... 60
Tabel 5.19. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Membagikan Uang/Barang kepada Calon Pemilih pada Pelaksanaan Pilkades/Pilkada/Pemilu Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013 ................................................ 62
Tabel 5.20. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Mengharapkan Uang/Barang pada Pelaksanaan Pilkades/Pilkada/Pemilu Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013 ...................................................................................... 63
Tabel 5.21. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan dengan Petugas Layanan Publik Selama Setahun Terakhir, 2012-‐2013 ...................................................................................................................... 66
Tabel 5.22. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik dan Mengetahui Prosedur dan Biaya Resmi yang Berlaku .................................................................. 69
Tabel 5.23. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik menurut Pernah atau Tidaknya Membayar Melebihi Ketentuan ............................................ 70
Tabel 5.24. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik dan Tidak Pernah Membayar Melebihi Ketentuan menurut Alasan, 2012-‐2013 ...................................................................................................................... 71
Tabel 5.25. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik dan Pernah Membayar Melebihi Ketentuan menurut Waktu Pembayaran ......................... 72
Tabel 5.26. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik dan Pernah Membayar
DAFTAR TABEL
xvi INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Melebihi Ketentuan menurut Bentuk Pengeluaran yang Dilakukan, 2012-‐2013 .................................................................................. 73
Tabel 5.27. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik dan Pernah Membayar Melebihi Ketentuan menurut Cara Mengetahui Bahwa Harus Membayar Lebih ................................................................................ 74
Tabel 5.28. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik dan Pernah Diminta oleh Petugas/Pihak Ketiga menurut Tanggapan Ketika Dimintai Tidak Sesuai Ketentuan ................................................................................ 76
Tabel 5.29. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik dan Pernah Membayar Melebihi Ketentuan menurut Tujuan, 2012-‐2013 ........................... 77
Tabel 5.30. Persentase Masyarakat yang Membayar Melebihi Ketentuan dan Tidak Melaporkan, 2012-‐2013 ................................. 78
Tabel 5.31. Persentase Masyarakat yang Pernah Mendapatkan Tawaran Tertentu Selama Setahun Terakhir .................................... 79
Tabel 5.32. Persentase Masyarakat yang Pernah Mendapatkan Tawaran Tertentu Selama Setahun Terakhir menurut Tanggapannya, 2012-‐2013 ......................................................................... 80
Tabel 5.33. Persentase Masyarakat yang Memberikan Pendapat tentang Beberapa Perilaku Tertentu di Masyarakat sebagai Perilaku Korupsi ............................................................................................. 82
Tabel 5.34. Persentase Masyarakat yang Memberikan Pendapat tentang Beberapa Perilaku Tertentu di Masyarakat sebagai Tidak Tahu dan Bukan Perilaku Korupsi ............................................. 83
Tabel 5.35. Persentase Masyarakat yang Memberikan Pendapat tentang Beberapa Perilaku Tertentu di Masyarakat sebagai Perilaku Korupsi menurut Domisili Wilayah, 2012–2013 .......... 84
DAFTAR GAMBAR
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Persentase Non-‐Respon SPAK 2013 Menurut Alasannya ........ 15
Gambar 3.2. Persentase Responden menurut Kelompok Umur (Tahun), 2013 .............................................................................................. 19
Gambar 3.3. Persentase Responden menurut Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan, 2013 .............................................................................. 23
Gambar 4.1. Perkembangan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia, 2012–2013 ............................................................................. 26
Gambar 4.2. Perkembangan IPAK Indonesia Menurut Jenis Kelamin. 2012–2013 .................................................................................................... 27
Gambar 4.3. Perkembangan IPAK Indonesia Menurut Umur (Tahun), 2012-‐2013 ..................................................................................................... 28
Gambar 4.4. Perkembangan IPAK Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi, 2012-‐2013 ............................................................................... 29
Gambar 4.5. Perkembangan IPAK Indonesia Menurut Hubungan dengan Kepala Rumah Tangga, 2012–2013 ................................... 29
Gambar 4.6. IPAK Indonesia Menurut Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan (dalam jutaan rupiah), 2013 .............................. 30
Gambar 4.7. Perkembangan IPAK Indonesia Menurut Domisili Wilayah, 2012–2013 ................................................................................. 31
Gambar 4.8. IPAK Indonesia Menurut Zona Waktu, 2013 ................................. 32
Gambar 5.1. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Sikap Istri yang Menerima Uang Pemberian Suami di Luar Penghasilan Suami Tanpa Mempertanyakan Asal Usul Uang Tersebut, 2012-‐2013 .......... 34
Gambar 5.2. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Pegawai Negeri yang Bepergian Bersama Keluarga dengan Menggunakan Kendaraan Dinas untuk Keperluan Pribadi. 2012–2013 ............................................................ 36
Gambar 5.3. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Orang Tua yang Mengajak Anaknya dalam Kampanye Pemilu/Pilkada Demi Mendapatkan Uang Saku yang Lebih Banyak, 2012–2013 ................................... 37
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
xviii INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Gambar 5.4. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Mengetahui Saudaranya Mengambil Uang Orang Tuanya tetapi Tidak Melaporkannya, 2012–2013 ................................................................. 38
Gambar 5.5. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/ Barang kepada Tokoh Informal Ketika Suatu Keluarga Melaksanakan Hajatan (Pernikahan, Khitanan, Kematian) 2012–2013 ............................................................................. 41
Gambar 5.6. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Formal Ketika Suatu Keluarga Melaksanakan Hajatan (Pernikahan, Khitanan, Kematian), 2012–2013 ............................................................................ 42
Gambar 5.7. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Informal Ketika Menjelang Hari Raya Keagamaan, 2012–2013 .................................................................................................... 44
Gambar 5.8. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Formal Ketika Menjelang Hari Raya Keagamaan, 2012–2013 .......................................................................... 45
Gambar 5.9. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Menjamin Keluarga/Saudara/Teman agar Diterima Menjadi Pegawai Negeri/Swasta, 2012–2013 ................................................ 47
Gambar 5.10. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang dalam Proses Penerimaan Menjadi Pegawai Negeri/Swasta, 2012–2013 .................................................................................................... 49
Gambar 5.11. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang Lebih kepada Petugas untuk Mempercepat Urusan Administrasi (KTP dan KK), 2012–2013 ................................................................................. 50
Gambar 5.12. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang Lebih Kepada Polisi Untuk Mempercepat Pengurusan SIM dan STNK, 2012–2013 .................................................................................................... 52
DAFTAR GAMBAR
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xix
Gambar 5.13. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang Damai kepada Polisi, 2012-‐2013 ....................................................................................... 53
Gambar 5.14. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Petugas KUA yang Meminta Uang Tambahan untuk Transpor ke Tempat Acara Akad Nikah, 2012–2013 ................................................................................................................. 55
Gambar 5.15. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang Guru yang Mendapatkan Jaminan (Jatah) agar Anaknya Diterima di Sekolah Tempatnya Mengajar, 2012–2013 .............................................................................. 56
Gambar 5.16. Perkembangan Persentase Pendapat tentang Perilaku Seseorang Guru yang Meminta Uang/Barang dari Orang Tua Murid Ketika Kenaikan Kelas/ Penerimaan Rapor, 2012–2013 .................................................................................................... 57
Gambar 5.17. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Pihak Sekolah agar Anaknya Diterima di Sekolah Tersebut, 2012–2013 ............................................................................... 59
Gambar 5.18. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang Pegawai yang Melakukan Pekerjaan/Usaha Sampingan di Luar Tugasnya Pada Saat Jam Kerja, 2012–2013 .................................................................... 60
Gambar 5.19. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Membagikan Uang/Barang kepada Calon Pemilih pada Pelaksanaan Pilkades/Pilkada/Pemilu, 2012–2013 ............................................ 61
Gambar 5.20. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Mengharapkan Uang/Barang pada Pelaksanaan Pilkades/Pilkada/Pemilu, 2012–2013 .................. 63
Gambar 5.21. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik, 2012-‐2013 ............... 67
Gambar 5.22. Diagram Alur Pertanyaan Pengalaman Berhubungan dengan Layanan Publik ........................................................................... 68
Gambar 5.23. Persentase Frekuensi Masyarakat Memperoleh Pengetahuan Anti Korupsi Selama Setahun Terakhir Menurut Sumber, 2012–2013 .............................................................. 85
DAFTAR GAMBAR
xx INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Gambar 5.24. Persentase Sumber Media yang Menurut Masyarakat Paling Efektif dalam Memberikan Pengetahuan Anti Korupsi, 2012–2013 ................................................................................. 86
Gambar 5.25. Persentase Frekuensi Masyarakat Memperoleh Pengetahuan Anti Korupsi Selama Setahun Terakhir Menurut Jenis Media, 2012–2013 ....................................................... 87
Gambar 5.26. Persentase Jenis Media yang Menurut Masyarakat Paling Efektif dalam Memberikan Pengetahuan Anti Korupsi, 2012–2013 .................................................................................................... 88
DAFTAR LAMPIRAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xxi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Kuesioner SPAK13.K ................................................................................... 93
Lampiran 2 : Foto-‐Foto Workshop Instruktur Nasional ......................................... 99
Lampiran 4 : Foto-‐Foto Pencacahan ............................................................................. 102
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
xxii INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
DAFTAR SINGKATAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xxiii
DAFTAR SINGKATAN
� SPAK : Survei Perilaku Anti Korupsi
� IPAK : Indeks Perilaku Anti Korupsi
� PBAK : Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi
� Stranas PPK : Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi
� EFA : Explanatory Factor Analysis
� PCA : Principal Component Analysis
� KRT : Kepala Rumah Tangga
� ART : Anggota Rumah Tangga
� RT : Rukun Tetangga
� RW : Rukun Warga
� KK : Kartu Keluarga
� KTP : Kartu Tanda Pengenal
� KUA : Kantor Urusan Agama
� Pilkades : Pemilihan Kepala Desa
� Pilkada : Pemilihan Kepala Daerah
� Pemilu : Pemilihan Umum
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR SINGKATAN
xxiv INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
I. PENDAHULUAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Korupsi merupakan masalah semua negara di dunia, terutama terkait korupsi di lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga publik lainnya. Indonesia merupakan salah satu negara yang juga sedang mengalami masalah terkait perilaku korupsi yang cenderung terjadi di berbagai lapisan masyarakat.
Korupsi di kalangan pemerintahan telah tumbuh secara vertikal dan horisontal ke daerah-‐daerah. Korupsi di Indonesia sudah semakin meluas, tidak hanya terjadi di kalangan penyelenggara pemerintahan, pejabat publik, wakil rakyat saja tetapi sudah menyebar ke masyarakat bawah. Salah satu akar penyebab berkembangnya praktik korupsi diduga berasal dari rendahnya integritas para pelakunya dan masih kentalnya budaya permisif terhadap tindakan korupsi.
Dalam rangka mempercepat upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) jangka panjang tahun 2012-‐2025 dan jangka menengah tahun 2012-‐2014.
Presiden RI menugaskan BPS secara eksplisit untuk mengukur indikator pada strategi 5 yaitu meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi. Strategi ini diukur dengan melaksanakan Survei Perilaku Anti Korupsi. Strategi kelima ini dianggap penting karena salah satu akar penyebab berkembangnya praktik korupsi patut diduga berasal dari rendahnya integritas para pelakunya dan masih kentalnya budaya permisif terhadap tindakan korupsi.
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan sebuah survei yang dapat memberikan gambaran tentang pendapat-‐pendapat yang berkembang di masyarakat terkait dengan korupsi. Hasil survei diharapkan dapat memberikan peta bagi penyusunan program-‐program yang dapat meningkatkan imunitas masyarakat terhadap praktek-‐praktek koruptif, dan peran aktif mereka dalam mendukung tercapainya kondisi tersebut.
I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
2 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, Badan Pusat Statistik menyelenggarakan kegiatan dalam bentuk Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) 2013 yang merupakan kelanjutan dari survei yang sama pada tahun 2012.
1.2. Maksud dan Tujuan
Penyusunan publikasi ini secara umum dimaksudkan untuk memperoleh gambaran secara lengkap mengenai situasi dan kondisi perilaku anti korupsi masyarakat terkini dilihat dari pendapat, pengetahuan, perilaku, dan pengalaman individu terkait perilaku anti korupsi di Indonesia.
Secara khusus, penyusunan publikasi ini juga ditujukan untuk memperoleh gambaran secara lengkap mengenai sejauhmana budaya zero tolerance terhadap perilaku korupsi terinternalisasi dalam setiap individu khususnya terkait dengan strategi kelima STRANAS PPK yakni pendidikan dan budaya anti korupsi.
1.3. Ruang Lingkup
Kegiatan SPAK 2013 ini dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia yang tersebar di 170 Kabupaten/Kota (49 kota dan 121 kabupaten) dan di 33 provinsi. Jumlah sampel seluruhnya sebanyak 10.000 rumah tangga.
Analisis dan kajian mengenai perilaku anti korupsi penduduk Indonesia dalam publikasi ini secara keseluruhan hanya dilakukan untuk level nasional. 1.4. Sistematika Penulisan
Publikasi ini disajikan dalam empat bagian (bab) yang disusun secara sistematis. Bab 1 (Pendahuluan) berisi penjelasan rinci tentang latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup dan sistematika penulisan. Bab 2 (Metodologi) menjelaskan tentang metodologi termasuk metodologi sampling dan konsep/definisi yang digunakan dalam penyusunan publikasi ini. Bagian berikutnya atau Bab 3 menyajikan profil responden berdasarkan berbagai struktur mulai dari pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran rumah tangga.
Kemudian, Bab 4 menyajikan hasil Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2013 dibandingkan dengan IPAK 2012. Bab 5 menyajikan data indikator
I. PENDAHULUAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 3
tunggal mengenai penilaian terhadap perilaku penduduk Indonesia dilihat dari tiga aspek yakni kebiasaan di tingkat keluarga, komunitas, dan publik. Analisis dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pengalaman masyarakat berhubungan dengan pelayanan publik dilihat dari aspek perilaku korupsi dan anti korupsi yang terjadi. Kemudian bagian berikutnya menyajikan pengetahuan terkait perilaku korupsi dan anti korupsi penduduk Indonesia. Bab 6 menyajikan rekomendasi terkait dengan stranas PPK secara umum maupun hasil SPAK. Bagian terakhir atau (lampiran) menyajikan data-‐data yang kuesioner dan foto-‐foto pencacahan.
I. PENDAHULUAN
4 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 5
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
2.1. Metodologi Survei
2.1.1. Kerangka Sampel
Kerangka sampel yang digunakan pada Survei Perilaku Anti Korupsi 2013 terdiri dari empat jenis, yaitu :
1. Kerangka sampel penarikan tahap pertama adalah daftar kabupaten/kota di masing-‐masing provinsi dilengkapi jumlah rumah tangga hasil SP2010 menurut klasifikasi perkotaan dan pedesaan
2. Kerangka sampel penarikan tahap kedua adalah daftar blok sensus susenas triwulan 3 2012 di masing-‐masing kabupaten/kota terpilih
3. Kerangka sampel penarikan tahap ketiga adalah daftar rumah tangga hasil pemutakhiran di blok sensus terpilih susenas triwulan 3 yang terpilih SPAK 2012
4. Kerangka sampel tahap keempat adalah kepala rumah tangga atau suami/istrinya di setiap rumah tangga terpilih.
2.1.2. Desain Sampel
Sampel blok sensus Survei Perilaku Anti Korupsi 2013 adalah subsampel dari blok sensus terpilih Susenas 2012 triwulan 3. Pengambilan sampel adalah Three Stages Two Phase Rotation Sampling, sebagai berikut:
1. Pertama, memilih sejumlah kabupaten/kota dengan metode PPS
sistematik with replacement size jumlah rumah tangga SP2010. Dengan metode ini kabupaten/kota terpilih lebih dari 1 kali akan memiliki alokasi sampel blok sensus lebih banyak.
2. Kedua, memilih sejumlah blok sensus dari blok sensus terpilih Susenas triwulan 3 2012 di kabupaten terpilih dengan cara sistematik. Sampel blok sensus dibedakan atas daerah urban (perkotaan) dan rural (pedesaan).
3. Ketiga, dari sampel blok sensus Susenas triwulan 3, dilakukan penarikan sampel rumah tangga berdasarkan hasil pemutakhiran
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
6 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
sebanyak 10 rumah tangga. Penarikan sampel menggunakan nilai angka random pertama (R1) yang berbeda dengan R1 Susenas.
4. Keempat, dari setiap rumah tangga terpilih, selanjutnya dipilih responden kepala rumah tangga atau pasangannya menggunakan Tabel Kish
2.1.3. Cakupan dan Jumlah Sampel
Survei Perilaku Anti Korupsi 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia. Jumlah sampel blok sensus adalah 1000 blok sensus sehingga jumlah sampel rumah tangga adalah 10.000 rumah tangga. Sampel 1000 blok tersebut adalah sampel pada level nasional yang selanjutnya didistribusikan ke dalam populasi blok sensus di kabupaten/kota terpilih 2.1.4. Pembentukan Paket Sampel Blok Sensus dan Kelompok Sampel
Rumah Tangga
Untuk keperluan pelaksanaan Panel Survei hingga tahun 2016, dilakukan sampling rotasi. Dari 1.000 sampel blok sensus terpilih SPAK 2012 selanjutnya dibagi menjadi 4 paket sampel, yaitu: paket sampel 1, paket sampel 2, paket sampel 3, dan paket sampel 4. Setiap paket sampel berukuran 250 blok sensus dan antar paket sampel tidak saling tumpang tindih. Pada setiap blok sensus dipilih 2 kelompok sampel rumah tangga yang masing-‐masing berukuran 10 rumah tangga. Antar kelompok sampel rumah tangga tidak saling tumpang tindih.
Tabel 2.1. Kelompok Sampel Rumah Tangga dalam Paket Sampel Blok Sensus
Paket Sampel Blok Sensus
Kelompok Sampel Rumah Tangga
1 A dan E
2 B dan F
3 C dan G
4 D dan H
Setelah dilakukan pembagian kelompok sampel maka selanjutnya
dilakukan pengaturan rotasi kelompok sampel setiap tahun pencacahan sebagai berikut :
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 7
Tabel 2.2. Kelompok Sampel Rumah Tangga 2012 -‐ 2016
Paket Sampel
Blok Sensus
Kelompok Sampel Rumah Tangga
2012 2013 2014 2015 2016
1 A E E E E
2 B B F F F
3 C C C G G
4 D D D D H
2.1.5. Pemilihan Sampel Rumah Tangga
Misalkan jumlah rumah tangga di blok sensus ke-‐i dari hasil pemutakhiran adalah 𝑀! , maka interval untuk penarikan sampel sistematik adalah 𝐼 = !!
!". Penentuan sampel rumah tangga ke-‐n (n=2,3,…,10) secara
sistematik menggunakan rumus:
𝑅! = 𝑅! + 𝑛 − 1 𝐼
Sampel rumah tangga yang pertama 𝑅! untuk setiap paket sampel ditentukan dengan rumus:
1. Paket sampel 1: 𝐴𝑅! = 𝑅!! dan 𝑅!! = 𝑅!! + 1 atau 𝑅!! = 𝑅!! − 1 2. Paket sampel 2: 𝐴𝑅! = 𝑅!! dan 𝑅!! = 𝑅!! + 1 atau 𝑅!! = 𝑅!! − 1 3. Paket sampel 3: 𝐴𝑅! = 𝑅!! dan 𝑅!! = 𝑅!! + 1 atau 𝑅!! = 𝑅!! − 1
4. Paket sampel 4: 𝐴𝑅! = 𝑅!! dan 𝑅!! = 𝑅!! + 1 atau 𝑅!! = 𝑅!! − 1
2.1.6. Penggantian Sampel
• Penggantian sampel blok sensus tidak diperkenankan. • Penggantian sampel rumah tangga diperkenankan asalkan
penggantinya adalah rumah tangga yang menghuni bangunan sensus (dwelling) rumah tangga yang diganti.
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
8 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
2.1.7. Teknik Estimasi
2.1.7.1. Design Weight
Design Weight merupakan kebalikan dari fraksi sampling. Sehingga fraksi sampling untuk blok sensus SPAK dapat dijabarkan sebagai berikut:
Sampel kabupaten/kota : dipilih secara PPS sistematik dari populasi
kabupaten/kota di suatu propinsi sehingga fraksi sampling kabupaten/kota ke-‐k adalah:
Sampel blok sensus : dipilih secara sistematik dari sampel blok sensus Susenas triwulan 3, sehingga fraksi sampling blok sensus ke-‐i dibedakan urban/rural adalah:
Jumlah sampel ruta blok sensus SPAK 2013 adalah 10, sehingga fraksi sampling rumah tangga ke-‐j terpilih dibedakan urban/rural adalah:
Overall sampling fraction untuk rumah tangga SPAK 2013 ke-‐j blok sensus ke-‐i, kabupaten ke-‐p dibedakan urban/rural adalah:
pb
p
pkpN
kpk
pkppk M
Mb
M
Mbf ==
=
∑1
nʹ′
0
1∑ h
hih
h
hNh
ihi
hihhi M
Mn
nn
M
Mnf ʹ′=
ʹ′=
=
hihi
hihj MM
mf
ʹ′=
ʹ′=
10|
hih
hih
p
pkpihjhipkhpij MM
Mn
MMb
ffffʹ′
ʹ′==10..
0|
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 9
Sehingga design weight SPAK 2013 per kabupaten/kota ke-‐p menurut urban/rural adalah :
dimana :
: weight rumah tangga ke-‐j, blok sensus ke-‐i, propinsi ke-‐p strata ke-‐h
: banyaknya rumah tangga propinsi ke-‐p
: banyaknya rumah tangga kabupaten/kota ke-‐k, propinsi ke-‐p
: banyaknya populasi rumah tangga propinsi ke-‐p, strata ke-‐h
: banyaknya rumah tangga blok sensus ke-‐i, strata ke-‐h
: banyaknya rumah tangga hasil pemutakhiran blok sensus ke-‐i, strata ke-‐h
: banyaknya sampel blok sensus, strata ke-‐h
: banyaknya sampel rumah tangga di setiap blok sensus, strata ke-‐h
2.1.7.2. Estimasi Karakteristik
Misalkan ijy dan ijx masing-‐masing merupakan nilai karakteristik Y dan X rumah tangga terpilih ke-‐j di blok sensus terpilih ke-‐i di suatu propinsi di suatu strata, maka estimasi total karakteristik Y, X, dan rasio R serta varians rasio dirumuskan sebagai berikut:
a. Estimasi total nilai karakteristik X
∑∑= =
=n
1i
m
1jijij xWX
b. Estimasi total nilai karakteristik Y:
∑∑= =
=n
1i
m
1jijij yWY
101 0 hi
hih
h
pkp
p
hpijhpij
MMnM
MbM
fw
ʹ′
ʹ′==
hpijw
pM
pkM
0hM
hiM
hiM ʹ′
hnʹ′
hm
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
10 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
c. Estimasi rasio dan varians rasio:
∑∑
∑∑
∑∑
∑∑
= =
= =
= =
= = === n
1i
m
1jij
n
1i
m
1jij
n
1i
m
1jijij
n
1i
m
1jijij
x
y
xW
yW
XY
R
𝑣 𝑅 = !!!!!
!!!!
𝑍!! −!!!
!!!!! 𝑍! = 𝑌! − 𝑅 .𝑋!
𝑍 = 𝑌 − 𝑅 .𝑋 Dengan: 𝑛 : jumlah blok sensus terpilih 𝑌! : estimasi total karakteristik Y dalam blok sensus ke-‐i 𝑋! : estimasi total karakteristik X dalam blok sensus ke-‐i 𝑓 : fraksi penarikan sampel blok sensus
2.2. Metodologi Perhitungan Indeks
Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2013 adalah indikator komposit yang datanya diperoleh dari Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK). SPAK 2013 mencakup tiga fenomena utama korupsi yaitu penyuapan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme. Variabel penyusun IPAK dipilih dari sekumpulan pertanyaan pada kuesioner SPAK 2013 menggunakan explanatory factor analysis
IPAK disusun berdasarkan dua substansi utama yakni pendapat tentang kebiasaan terkait akar dan perilaku anti korupsi di masyarakat serta pengalaman praktek korupsi terkait pelayanan publik dalam kurun waktu setahun terakhir.
IPAK sebagai sebuah indeks komposit dihitung menggunakan beberapa variabel interdependensi yang signifikan secara statistik. Dibutuhkan metode analisis statistik yang mampu menangani interdependensi antar variabel dan sekaligus memberikan besaran bobot (penimbang) bagi setiap variabel yang signifikan secara statistik.
Exploratory Factor Analysis merupakan metode analisis statistik yang dianggap paling cocok digunakan, dengan keterangan sebagai berikut : � Metode ekstraksi: Principal Component Analysis (PCA)
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 11
� Model Fit: � Kaiser-‐Mayer-‐Olkin Measure of Sampling Adequacy ≥ 0,5 � Eigenvalue > 1 � Loading Factor ≥ 0,4 � Total Variance Explained ≥ 60%
Berikut adalah tahapan penghitungan IPAK :
• Pemilihan variabel analisis dan transformasi data (proses recording data)
• Pemilihan variabel penyusun indeks didasarkan pada hasil Exploratory Factor Analysis (Principal Component Analysis)
• Penghitungan indeks komposit (Indeks Perilaku Anti Korupsi.
Penghitungan IPAK
1. Penghitungan Bobot Setiap Variabel
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵! = 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟
×𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟
2. Penghitungan Bobot Terstandarisasi Setiap Variabel
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 (𝑏!) = 𝐵!𝐵!
3. Penghitungan IPAK
IPAK adalah rata-‐rata tertimbang dari seluruh jawaban pada variabel penyusun indeks dengan penimbang bobot terstandardisasi masing-‐masing.
𝐼𝑃𝐴𝐾 = 𝑏!𝑋!𝑏!
bi : Bobot Terstandarisasi; Xi : Variabel
4. Transformasi indeks ke skala 5 (sesuai Perpres)
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 (0 − 5) = (5×𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 1 − 4 − 5)
3
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
12 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
IPAK memiliki rentang nilai 0–5. Nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin anti korupsi. Dalam memaknainya, nilai IPAK bisa dikelompokkan ke dalam 4 kategori, sebagai berikut :
Nilai IPAK Makna Indeks
0 – 1,25 Sangat Permisif 1,26 – 2,50 Permisif 2,51 – 3,75 Anti Korupsi 3,76 – 5 Sangat Anti Korupsi
2.3. Konsep dan Definisi
Menurut Wertheim (1965) ada tiga fenomena utama yang tercakup dalam istilah korupsi pada negara-‐negara Asia Tenggara yaitu
� Penyuapan (bribery), yakni apabila seorang pegawai pemerintah menerima imbalan yang disodorkan oleh seorang dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan si pemberi.
� Pemerasan (extortion), yakni permintaan pemberian-‐pemberian atau hadiah dalam pelaksanaan tugas-‐tugas publik, termasuk pejabat-‐pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus bagi keuntungan mereka sendiri atau mereka yang bersalah melakukan penggelapan di atas harga yang harus dibayar oleh publik.
� Nepotisme (nepotism) yaitu pengangkatan sanak saudara, teman-‐teman atau rekan-‐rekan politik pada jabatan-‐jabatan publik tanpa memandang kemampuan mereka atau konsekuensinya pada kesejahteraan publik.
Akar Kultural Korupsi
Menurut Scott (dalam Mas’oed, 2008: 170) dalam setiap masyarakat terdapat desakan untuk timbulnya korupsi disebabkan karena faktor kultural dan struktural. Dalam masyarakat seperti Indonesia, faktor kultural yang umumnya mendorong timbulnya korupsi, misalnya adalah adanya nilai atau kebiasaan sebagai berikut:
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 13
� Adanya tradisi pemberian hadiah, oleh-‐oleh atau semacam itu kepada pejabat pemerintah. Tindakan seperti itu di Eropa atau Amerika Utara bisa dianggap korupsi sebagai bentuk pemenuhan kewajiban oleh kawula kepada gustinya.
� Ikatan keluarga dan kesetiaan parokial di masyarakat ketimuran seperti Indonesia masih dipandang sangat penting. Kewajiban seseorang pertama-‐tama adalah memperhatikan saudara terdekat, kemudian trah atau sesama etniknya. Pada budaya semacam ini apabila ada seseorang yang mendatangi saudaranya yang pejabat untuk meminta perlakuan khusus sulit untuk ditolak. Penolakan bisa diartikan sebagai pengingkaran terhadap kewajiban tradisional, tetapi menuruti permintaan berarti mengingkari norma-‐norma hukum formal yang berlaku. Sehingga selalu terjadi konflik nilai, yaitu antara norma budaya atau norma hukum formal.
Hasil diskusi dengan stakeholder dan para ahli, definisi perilaku korupsi
dan anti korupsi dalam SPAK 2013 :
Perilaku korupsi adalah “Tindakan meminta (pemerasan)/ memperoleh/memberi (penyuapan) imbalan uang, barang, atau keistimewaan (nepotisme) bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan atau menggunakan kekuasaan/wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sesuai dengan standar etik/moral atau peraturan perundang-‐undangan bagi kepentingan pribadi (personal, keluarga dekat, kawan dekat)”.
Perilaku anti korupsi adalah “tindakan menolak/tidak permisif terhadap segala perilaku baik yang secara langsung merupakan korupsi, maupun perilaku yang menjadi akar atau kebiasaan pelanggengan perilaku korupsi di masyarakat yang terjadi di keluarga, komunitas, maupun publik”.
II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
14 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
III. PROFIL RESPONDEN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 15
III. PROFIL RESPONDEN 3.1. Response Rate Pencacahan
Responden terpilih untuk Survei Perilaku Anti Korupsi 2013 ini adalah kepala rumah tangga atau pasangannya (suami/isteri). Penentuan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kepala rumah tangga atau pasangannya selain merupakan orang yang bertanggung-‐jawab atas pengelolaan rumah tangganya, juga merupakan informan kunci yang paling mengetahui keadaan rumah tangganya dan banyak berhubungan dengan pelayanan publik.
Gambar 3.1. Persentase Non-‐Respon SPAK 2013 Menurut Alasannya
Dari keseluruhan sampel yang berjumlah sebanyak 10.000 responden, sebanyak 970 responden sampai batas akhir waktu pencacahan tidak berhasil dicacah dikarenakan berbagai hal: pindah sebesar 54 persen, tidak dapat ditemukan sebesar 8 persen, tidak bersedia dicacah atau menolak sebesar 6 persen, sedang pergi selama periode pencacahan sebesar 16 persen), dan lainnya sebesar 16 persen tidak dapat didata karena berbagai hal seperti sudah terlalu tua, sakit, dan gila.
Pindah 54%
Menolak 6%
Tidak Ditemukan
8%
Pergi 16%
Gila/Sakit/ Tua/ lainnya 16%
III. PROFIL RESPONDEN
III. PROFIL RESPONDEN
16 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tingkat respon pencacahan (response rate) SPAK 2013 ini secara keseluruhan mencapai sebesar 90,3 persen. Secara rinci response rate setiap provinsi dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Persentase Response Rate dan Non Response Rate
Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) 2013
Provinsi Respon Rate Non-‐Respon Rate Jumlah
(1) (2) (3) (4) Aceh 90,00 10,00 100,00 Sumatera Utara 91,04 8,96 100,00 Sumatera Barat 90,00 10,00 100,00 Riau 89,00 11,00 100,00 Jambi 93,33 6,67 100,00 Sumatera Selatan 83,33 16,67 100,00 Bengkulu 85,00 15,00 100,00 Lampung 93,85 6,15 100,00 Kep. Bangka Belitung 90,00 10,00 100,00 Kep. Riau 88,75 11,25 100,00 DKI Jakarta 89,46 10,54 100,00 Jawa Barat 88,68 11,32 100,00 Jawa Tengah 93,24 6,76 100,00 DI Yogyakarta 87,00 13,00 100,00 Jawa Timur 92,26 7,74 100,00 Banten 89,36 10,64 100,00 Bali 92,35 7,65 100,00 Nusa Tenggara Barat 92,17 7,83 100,00 Nusa Tenggara Timur 93,64 6,36 100,00 Kalimantan Barat 92,50 7,50 100,00 Kalimantan Tengah 91,67 8,33 100,00 Kalimantan Selatan 91,67 8,33 100,00 Kalimantan Timur 88,13 11,88 100,00 Sulawesi Utara 88,89 11,11 100,00 Sulawesi Tengah 91,82 8,18 100,00 Sulawesi Selatan 87,62 12,38 100,00 Sulawesi Tenggara 95,00 5,00 100,00 Gorontalo 92,50 7,50 100,00 Sulawesi Barat 90,00 10,00 100,00 Maluku 80,00 20,00 100,00 Maluku Utara 76,00 24,00 100,00 Papua Barat 85,00 15,00 100,00 Papua 82,22 17,78 100,00
INDONESIA 90,30 9,70 100,00
III. PROFIL RESPONDEN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 17
3.2. Profil Demografis Responden
Faktor-‐faktor demografis adalah faktor atau atribut yang melekat pada seseorang, variabel demografis yang dikumpulkan dalam survei ini terbatas pada jenis kelamin, umur, hubungan dengan kepala rumah tangga, dan status perkawinan. Faktor demografis ini diduga berpengaruh terhadap sikap, pandangan dan perilaku seseorang. Faktor-‐faktor lainnya yang juga diduga berpengaruh adalah tingkat pendidikan, status dan lapangan pekerjaan dibahas pada bagian berikutnya.
Berdasarkan Tabel 3.2 terlihat bahwa sebagian besar responden yang diwawancarai adalah kepala rumah tangga (KRT). Pada 2013 responden berstatus KRT sebanyak 58,48 persen dari jumlah responden secara keseluruhan, sedangkan 41,52 persen responden lainnya adalah pasangan atau suami/isteri dari KRT.
Tabel 3.2. Persentase Responden Menurut Hubungan dengan Kepala Rumah Tangga
dan Jenis Kelamin, 2013
Hubungan dengan Kepala Rumah Tangga
Laki-‐laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
KRT 99,91 26,26 58,48
Isteri/Suami 0,09 73,74 41,52
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Terdapat pola yang sama dengan tahun sebelumnya yakni responden
yang berjenis kelamin laki-‐laki berstatus sebagai kepala rumah tangga. Sebanyak 99,91 persen responden yang berjenis kelamin laki-‐laki memiliki status sebagai kepala rumah tangga. Sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-‐laki tetapi berstatus sebagai pasangan (suami/istri) hanya berjumlah 0,09 persen.
Selain melihat pola status responden menurut hubungan dengan KRT, dalam survei ini juga menanyakan mengenai status perkawinan responden, yang terdapat empat kategori yakni tidak kawin, kawin, cerai hidup dan cerai mati. Tidak kawin berarti responden tersebut belum pernah kawin. Sementara kawin adalah seseorang mempunyai istri (bagi laki-‐laki) atau suami (bagi perempuan) pada saat pencacahan, baik tinggal bersama
III. PROFIL RESPONDEN
18 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
maupun terpisah. Dalam hal ini yang dicakup tidak saja mereka yang kawin sah secara hukum (adat, agama, negara, dan sebagainya), tetapi juga mereka yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai suami-‐istri.
Cerai hidup adalah seseorang yang telah berpisah sebagai suami-‐istri karena bercerai dan belum kawin lagi. Dalam hal ini termasuk mereka yang mengaku cerai walaupun belum resmi secara hukum. Sebaliknya tidak termasuk mereka yang hanya hidup terpisah tetapi masih berstatus kawin, misalnya suami/istri ditinggalkan oleh istri/suami ke tempat lain karena sekolah, bekerja, mencari pekerjaan, atau untuk keperluan lain. Wanita yang mengaku belum pernah kawin tetapi pernah hamil, dianggap cerai hidup. Selanjutnya cerai mati adalah seseorang ditinggal mati oleh suami atau istrinya dan belum kawin lagi.
Komposisi responden menurut status perkawinan seperti yang disajikan pada Tabel 3.3, menunjukkan bahwa mayoritas dari keseluruhan responden status perkawinannya adalah kawin. Lebih dari tiga perempat dari keseluruhan responden atau sebesar 82,08 persen berstatus kawin, mempunyai istri bagi laki-‐laki atau mempunyai suami bagi yang perempuan. Responden yang memiliki status perkawinan cerai (mati dan hidup) sebesar 15,65 persen. Sedangkan responden yang tidak kawin sebesar 2,27 persen.
Tabel 3.3. Persentase Responden Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin
Tahun 2013
Status Perkawinan Laki-‐Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Tidak Kawin 3,22 1,54 2,27
Kawin 88,74 76,90 82,08
Cerai Hidup 2,30 3,25 2,84
Cerai Mati 5,74 18,31 12,81
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Komposisi responden menurut status perkawinannya untuk setiap jenis kelamin memiliki polanya serupa secara keseluruhan. Persentase responden laki-‐laki berstatus kawin 90,31 persen sementara responden perempuan bersatus kawin persentasenya mencapai 76,90 persen. Proporsi
III. PROFIL RESPONDEN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 19
responden laki-‐laki yang berstatus cerai hidup berjumlah paling sedikit, yakni hanya 2,3 persen. Sementara itu proporsi responden tidak kawin paling kecil sebesar 1,54 persen.
Gambar 3.2. Persentase Responden menurut Kelompok Umur (Tahun), 2013
Struktur umur responden yang diperlihatkan pada Gambar 3.2,
modus umur berkisar antara 40 -‐ 49 tahun dengan persentase sebesar 26,30 persen. Sebagian besar responden merupakan individu dalam usia produktif terlihat dari gabungan kelompok umur 20 -‐ 29, 30 – 39 dan 40 – 49 tahun yang mencapai 59,32 persen dari keseluruhan. Untuk kelompok dengan jumlah paling kecil adalah penduduk dibawah 20 tahun, yakni hanya berjumlah 0,46 persen. 3.3. Tingkat Pendidikan Responden
Seperti dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan nasional diselenggarakan pada jalur formal, non formal dan informal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Setiap jenjang pendidikan ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Sejalan dengan itu, tingkat pendidikan seseorang dapat merefleksikan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kedewasaan yang dimilikinya.
0.46
8.43
24.59 26.30
22.13
11.59
6.49
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
< 20 20-‐29 30-‐39 40-‐49 50-‐59 60-‐69 70 +
Kelompok Umur (Tahun)
III. PROFIL RESPONDEN
20 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Dalam survei ini yang dimaksud jenjang pendidikan tertinggi yang pernah ditamatkan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah ditamatkan oleh seseorang yang masih atau sudah tidak bersekolah lagi. Terdapat delapan kategori jenjang pendidikan mulai dari tidak pernah sekolah sampai tamat S2 atau S3.
Tabel 3.4. Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
dan Jenis Kelamin, 2013
Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Laki-‐laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4) Tidak Pernah Sekolah 7,47 11,48 9,72 Tidak Tamat SD/sedarajat 21,97 20,54 21,16 SD/Sederajat 29,77 31,15 30,55 SLTP/Sederajat 13,57 14,74 14,23 SLTA/Sederajat 19,31 16,37 17,66 DI/DII/DIII 1,92 2,02 1,98 S1 5,21 3,44 4,21 S2/S3 0,77 0,26 0,49
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Komposisi responden menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan secara rinci disajikan pada Tabel 3.4. Persentase yang tertinggi adalah tamat SD/sederajat (30,55 persen), berikutnya berturut-‐turut adalah tidak tamat SD/sederajat (21,16 persen), tamat SLTA (17,66 persen), dan tamat SLTP (14,23 persen). Sedangan gabungan responden tamatan Diploma, S1, S2/S3 persentasenya sebesar 6,68 persen.
Struktur tingkat pendidikan responden pada masing-‐masing jenis kelamin serupa dengan struktur tingkat pendidikan responden secara keseluruhan. Persentase tertinggi pada responden laki-‐laki adalah tamatan SD mencapai 29,77 persen, sementara responden perempuan yang tamatan SD sebesar 31,15 persen. 3.4. Jenis Kegiatan Utama Responden
Kegiatan utama sehari-‐hari yang dilakukan seseorang akan membangun suatu komunitas tersendiri yang juga memiliki pola interaksi sosial tersendiri. Kondisi ini pada gilirannya nanti akan mempengaruhi sikap
III. PROFIL RESPONDEN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 21
dan perilakunya. Sejalan dengan itu, sikap, wawasan dan perilaku seseorang yang bekerja akan berbeda dengan orang yang mengurus rumah tangga atau sekolah (tidak bekerja).
Survei menanyakan apakah responden bekerja atau berusaha dalam seminggu terakhir. Konsep bekerja atau berusaha yang dipakai dalam survei ini adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit 1 (satu) jam secara tidak terputus selama seminggu yang lalu. Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang sedang bekerja maupun yang punya pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak bekerja, misalnya karena cuti, sakit, dan sejenisnya.
Tabel 3.5. Persentase Responden Menurut Kegiatan Utama dan Jenis Kelamin, 2013
Kegiatan Utama Laki-‐Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Bekerja 89,82 60,88 73,54
Tidak Bekerja 10,18 39,12 26,46
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Komposisi responden menurut kegiatan utama sehari-‐hari disajikan pada Tabel 3.5. Kegiatan utama mayoritas responden adalah bekerja sebesar 73,54 persen, sedangkan responden yang tidak bekerja pada saat dilakukan pencacahan mencapai 26,46 persen.
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin maka untuk responden yang berjenis kelamin laki-‐laki yang tidak bekerja ada sebanyak 10,18 persen. Berbeda dengan responden perempuan yang tidak bekerja persentasenya sebanyak 39,12 persen. 3.5. Status dalam Pekerjaan Utama Responden
Status dalam pekerjaan utama adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Komposisi responden menurut status dalam pekerjaan utama dari Tabel 3.6 terlihat bahwa persentase tertinggi adalah berusaha sendiri sebesar 30,06 persen.
III. PROFIL RESPONDEN
22 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Kelompok mayoritas responden berikutnya berturut-‐turut adalah mereka yang berusaha dibantu buruh tidak dibayar (17,89 persen), mereka yang merupakan karyawan/pegawai swasta (16,21 persen), dan pekerja bebas (14,33 persen). Sedangkan untuk responden yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil mencapai 4,63 persen.
Tabel 3.6. Persentase Responden Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2013
Status dalam Pekerjaan Utama Laki-‐Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4) Berusaha sendiri 28,79 31,51 30,06
Berusaha dibantu buruh tidak dibayar 21,82 13,38 17,89
Berusaha dibantu buruh dibayar 6,94 3,88 5,52
Karyawan/pegawai swasta 19,23 12,73 16,21
Pegawai Negeri Sipil/ Pejabat Pemerintah 4,54 4,73 4,63
TNI/POLRI 1,09 0,02 0,59
Pegawai BUMD/BUMN 0,33 0,10 0,23
Pekerja bebas 15,76 12,69 14,33
Pekerja tidak dibayar 0,75 20,13 9,77
Lainnya 0,73 0,83 0,78
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Bila diklasifikasi menjadi tiga kelompok utama yaitu: 1) kelompok pegawai negeri (PNS dan TNI/Polri), 2) kelompok pekerja/pegawai swasta, dan 3) kelompok berusaha (wiraswasta) maka data yang dihasilkan menunjukkan mayoritas responden berada dalam kelompok yang memiliki pekerjaan berusaha (wiraswasta) mencapai 53,46 persen, diikuti kelompok pekerja pegawai swasta mencapai 41,32 persen dan kelompok pegawai negeri (PNS dan TNI Polri) sebesar 5,22 persen dari keseluruhan responden yang bekerja pada saat pencacahan dilaksanakan. 3.6. Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan Responden
Pengeluaran rumah tangga secara umum dapat menggambarkan tingkat pendapatan. Pendapatan seseorang merupakan salah satu faktor yang turut menentukan tingkat kesejahteraan dalam kehidupan seseorang. Secara umum, tingkat kesejahteraan memiliki pengaruh terhadap pola pikir seseorang. Dalam kaitannya dengan perilaku anti korupsi, pola pikir (mind
III. PROFIL RESPONDEN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 23
set) dapat membentuk perilaku permisif atau tidaknya seseorang dalam menyikapi petty corruption (korupsi sehari-‐hari).
Tingkat pendapatan dalam survei ini diukur dengan tingkat pengeluaran. Rata-‐rata pengeluaran rumah tangga per bulan merupakan perkiraan berapa biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan hidup seluruh rumah tangga setiap bulan.
Gambar 3.3. Persentase Responden menurut Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan , 2013
Tingkat pengeluaran rumah tangga (sebulan) responden seperti yang
perlihatkan pada Gambar 3.3 memperlihatkan bahwa mayoritas responden berada pada tingkat pengeluaran rumah tangga sebulan berkisar antara Rp 1 juta – Rp 2,9 juta mencapai lebih dari separuh (55,94 persen). Kemudian diikuti dengan responden yang memiliki pengeluaran rumah tangga dibawah Rp 1 juta sebesar 30,29 persen. Sedangkan, untuk kelompok dengan jumlah yang paling kecil yakni pengeluaran rumah tangga diatas Rp 15 juta sebulan hanya berjumlah 0,09 persen dari keseluruhan.
30.29
55.94
12.28
1.24 0.16 0.09 0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
< 1 Juta 1 -‐ 2,9 juta
3 -‐ 5,9 juta
6 -‐ 9,9 juta
10 -‐ 14,9 juta
> 15 juta
Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan (Rp)
III. PROFIL RESPONDEN
24 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 25
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia merupakan alat ukur
yang memiliki fungsi untuk menggambarkan dinamika perilaku masyarakat apakah berperilaku anti atau permisif terhadap korupsi. Selain itu, juga untuk mencerminkan intensitas dan kecenderungan perilaku yang mengambarkan kondisi perilaku masyarakat secara umum (secara matematis indeks masyarakat adalah rata-‐rata dari indeks seluruh individu).
Visi dari strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi (Stranas PPK) yang kelima, terwujudnya masyarakat dengan budaya integritas dalam berbagai lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Anti Korupsi dari individu di Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tindak pidana korupsi.
IPAK 2013 merupakan kelanjutan dari baseline IPAK pada tahun 2012 lalu. IPAK dihitung secara tahunan dapat untuk menggambarkan perkembangan dinamika perilaku masyarakat.
IPAK Indonesia 2013 sebesar 3,63 dalam skala 0 sampai 5. Angka ini naik 0,08 poin dibandingkan dengan IPAK 2012 yang besarnya 3,55. Meski demikian, kenaikan ini belum merubah posisi dalam kategori indeks, karena masih dalam kategori yang sama yakni anti korupsi.
Kategori IPAK dibagi ke dalam empat kategori yakni “sangat permisif terhadap korupsi“ dengan nilai indeks 0 sampai 1,25, kategori “permisif” terhadap korupsi dengan nilai indeks 1,26 sampai 2,50, kategori “anti korupsi” dengan nilai indeks 2,51 sampai 3,75, dan kategori ”sangat anti korupsi” dengan nilai indeks 3,76 sampai 5,00.
Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia 2013 sebesar 3,63 dalam
skala 0 sampai 5. Angka ini naik 0,08 poin dibandingkan IPAK tahun
2012 (3,55)
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
26 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Gambar 4.1. Perkembangan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia, 2012–2013
Makna nilai IPAK adalah semakin mendekati angka lima menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin anti korupsi, yang bernilai bahwa budaya zero tolerance terhadap korupsi semakin mengikat dan mewujud dalam perilaku di masyarakat.
Dengan demikian akan semakin berkembang persamaan cara pandang bahwa korupsi sangat merugikan masyarakat dan setiap manusia Indonesia, diharapkan akan muncul perbaikan-‐perbaikan. Pendidikan dan internalisasi budaya anti korupsi di segenap lapisan masyarakat merupakan salah satu cari untuk menyamakan cara pandang tersebut.
4.1. IPAK Menurut Jenis Kelamin
Secara umum, IPAK 2013 lebih tinggi pada jenis kelamin laki-‐laki dibanding perempuan, meski perbedaannya tidak dapat dikatakan signifikan. Berdasarkan Gambar 4.2 IPAK 2013 untuk jenis kelamin laki-‐laki sedikit lebih tinggi sebesar 3,66 dibanding perempuan sebesar 3,60. Hal ini juga terjadi pada IPAK 2012 dimana IPAK untuk jenis kelamin laki-‐laki sedikit lebih tinggi dibandingkan IPAK untuk jenis kelamin perempuan.
Meski tidak berbeda signifikan, IPAK laki-‐laki
relatif lebih tinggi daripada IPAK perempuan
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 27
Pada setiap kelompok jenis kelamin terjadi perubahan IPAK dari 2012 ke 2013. Dibandingkan dengan IPAK 2012 terlihat pola yang sama antara IPAK laki-‐laki dan perempuan. IPAK untuk laki-‐laki maupun IPAK untuk perempuan masing-‐masing naik 0,07 poin.
Gambar 4.2. Perkembangan IPAK Indonesia Menurut Jenis Kelamin. 2012–2013
Lebih tingginya angka IPAK 2013 untuk laki-‐laki dibandingkan dengan
IPAK untuk perempuan dari hasil survei berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan terkait dengan perilaku korupsi. Hal ini terlihat dari lebih banyak laki-‐laki dibandingkan perempuan yang mengetahui/memahami jenis-‐jenis perilaku yang merupakan perilaku korupsi. Hal ini mencerminkan lebih rendahnya pengetahuan/pemahaman perempuan terkait dengan perilaku korupsi yang berimplikasi kepada kecenderungan semakin permisifnya perempuan daripada laki-‐laki.
4.2. IPAK Menurut Umur
IPAK 2013 lebih tinggi pada penduduk usia kurang dari 60 tahun dibanding penduduk usia 60 tahun ke atas. IPAK penduduk usia kurang dari 40 tahun sebesar 3,63, usia 40 sampai 59 tahun sebesar 3,65, dan usia 60 tahun ke atas sebesar 3,55.
Seperti yang disajikan pada Gambar 4.3 memperlihatkan pada setiap kelompok umur terjadi kenaikan IPAK dari 2012 ke 2013. Pada kelompok umur di bawah 40 tahun terjadi kenaikan dari 3,57 menjadi 3,63. Pada kelompok umur 40 sampai 60 tahun terjadi kenaikan dari 3,58 menjadi 3,65.
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
28 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Hal ini juga terjadi pada kelompok umur di atas 60 tahun yang mengalami kenaikan dari 3,45 menjadi 3,55.
Gambar 4.3. Perkembangan IPAK Indonesia Menurut Umur (Tahun), 2012-‐2013
4.3. IPAK Menurut Pendidikan
Pendidikan berpengaruh cukup kuat pada semangat anti korupsi. Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi IPAK. IPAK 2013 untuk responden berpendidikan SLTP ke bawah sebesar 3,55, SLTA sebesar 3,82 dan di atas SLTA sebesar 3,94.
Bila diliihat, terjadi peningkatan pada indeks kategori SLTP ke bawah, dimana pada 2013 skornya naik dibandingkan angka 2012. Sementara itu, pada kategori SLTA pada 2012 sebesar 3,78 dan pada 2013 sebesar 3,82. Sementara untuk kategori SLTA ke atas pada 2012 sebesar 3,93 dan pada 2013 sebesar 3,94
Secara umum tingkat pendidikan seseorang dapat merefleksikan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kedewasaan yang dimilikinya. Pendidikan dan internalisasi budaya anti korupsi di segenap lapisan masyarakat merupakan salah satu cara untuk meningkatkan semangat anti korupsi.
Pendidikan berpengaruh cukup
kuat pada semangat anti
korupsi
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 29
Gambar 4.4. Perkembangan IPAK Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi, 2012-‐2013
4.5. IPAK Menurut Hubungan Kepala Rumah Tangga
Secara umum tidak terdapat perbedaan yang signifkan skor indeks bila dilihat berdasarkan hubungan dengan kepala rumah tangga. Pada setiap kategori hubungan dengan kepala rumah tangga terjadi kenaikan IPAK dari 2012 ke 2013.
Gambar 4.5. Perkembangan IPAK Indonesia Menurut Hubungan dengan Kepala Rumah Tangga,
2012–2013
Berdasarkan Gambar 4.5 terlihat IPAK 2013 untuk responden yang
berstatus KRT naik dari 3,56 menjadi 3,62 dan IPAK untuk responden yang berstatus pasangan (suami/istri) juga naik dari 3,54 menjadi 3,63 pada 2013. Pola ini sejalan dengan pola yang terjadi pada IPAK komposit.
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
30 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
4.6. IPAK Menurut Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga
Apabila dilihat berdasarkan tingkat pengeluaran maka secara umum terlihat bahwa tingkat pengeluaran paling rendah memiliki IPAK yang paling rendah pula.
Gambar 4.6. IPAK Indonesia Menurut Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan
(dalam jutaan rupiah), 2013
Seperti yang disajikan pada Gambar 4.6. terlihat pada 2013, IPAK untuk masyarakat dengan tingkat pengeluaran dibawah 1 juta perbulan sebesar 3,53 sementara IPAK untuk masyarakat dengan tingkat pengeluaran diatass 15 juta rupiah sebesar 3,82. Selanjutnya, IPAK 2013 untuk masyarakat dengan tingkat pengeluaran 1 sampai 2,9 juta perbulan sebesar 3,64.
IPAK 2013 untuk masyarakat dengan tingkat pengeluaran 3 sampai 5,9 juta perbulan sebesar 3,78, IPAK 2013 untuk masyarakat dengan tingkat pengeluaran 6 sampai 9,9 juta perbulan sebesar 3,69. Kemudian, IPAK 2013 untuk masyarakat dengan tingkat pengeluaran 10 sampai 14,9 juta perbulan sebesar 3,86.
1 – 2,9 3 – 5,9 6 – 9,9 10 – 14,9 > 15
0
1,25
2,50
3,75
5,0
3,64
< 1 2013
3,53
3,78
3,69
3,86 3,82
Secara umum terlihat tingkat pengeluaran rendah memiliki IPAK yang cenderung rendah
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 31
Tingkat kesejahteraan yang direfleksikan dalam tingkat pengeluaran memiliki pengaruh terhadap pola pikir seseorang. Dalam kaitannya dengan perilaku anti korupsi, pola pikir (mind set) dapat membentuk perilaku permisif atau tidaknya seseorang terkait dengan petty corruption (korupsi sehari-‐hari).
4.7. IPAK Menurut Urban -‐ Rural
Nilai IPAK berdasarkan wilayah urban -‐ rural memiliki pola yang sama dengan IPAK nasional. Pada Gambar 4.7 terlihat IPAK 2013 untuk perkotaan cenderung lebih tinggi sebesar 3,71 dibandingkan IPAK perdesaan sebesar 3,55. Perbandingan serupa juga telah nampak pada 2012, IPAK perkotaan sebesar 3,63 dibanding perdesaan sebesar 3,43.
Gambar 4.7. Perkembangan IPAK Indonesia Menurut Domisili Wilayah, 2012–2013
Secara umum pada setiap kelompok wilayah, baik perkotaan maupun perdesaan terjadi peningkatan IPAK dari 2012 ke 2013.. IPAK untuk perkotaan maupun IPAK untuk perdesaan masing-‐masing naik 0,05 poin dan 0,09 poin.
Lebih rendahnya IPAK perdesaan dapat mencerminkan kurangnya dampak internalisasi budaya anti korupsi disana ketimbang di perkotaan. Kesenjangan tersebut perlu diantisipasi sejak dini supaya tidak menjadi semakin lebar.
IPAK masyarakat di wilayah perkotaan sedikit lebih tinggi
IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
32 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan perilaku-‐perilaku yang termasuk dalam perilaku korupsi penting untuk dilakukan, agar masyarakat perdesaan menjadi lebih memahami/mengetahui bahwa perilaku yang sepertinya sudah biasa dilakukan di masyarakat merupakan perilaku korupsi yang tidak sepatutnya dilakukan. 4.8. IPAK Menurut Zona Waktu
IPAK merupakan indeks dengan level estimasi nasional sehingga merinci nilai IPAK berdasarkan provinsi memang tidak didesain dari survei perilaku anti korupsi (SPAK) untuk sekarang ini. Namun, sebagai upaya untuk menjelaskan IPAK berbasis lokasi/wilayah, maka dilakukan penghitungan IPAK menurut zona waktu
Gambar 4.8. IPAK Indonesia Menurut Zona Waktu, 2013
Secara umum, IPAK 2013 lebih tinggi pada zona waktu Indonesia Tengah (WITA) daripada zona waktu lainnya, meski perbedaannya tidak dapat dikatakan signifikan. Berdasarkan Gambar 4.8. terlihat IPAK untuk zona waktu tengah (WITA) sebesar 3,76 cenderung lebih tinggi dibandingkan IPAK zona waktu barat (WIB) sebesar 3,60 dan IPAK zona waktu timur sebesar 3,71.
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 33
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
5.1. Pendapat terhadap Kebiasaan di Masyarakat
Pertanyaan didesain untuk mengatahui bagaimana pendapat atau penilaian masyarakat terhadap beberapa perilaku/kebiasaan yang diduga merupakan akar kultural berkembangnya perilaku korupsi. Dalam tatanan sosial perilaku/kebiasaan baik atau buruk dapat membentuk sebuah kultur dalam kehidupan sehari-‐hari. Dalam tatanan inilah pada penetapan variabel dirancang dalam tiga tingkatan yakni keluarga, komunitas, dan publik. Pendapat dan penilaian merupakan awal yang membentuk perilaku individu. Perilaku yang dinilai adalah perilaku sehari-‐hari yang merupakan perilaku korupsi (everyday corruption) maupun perilaku yang diduga merupakan akar kebiasaan perilaku koruptif.
Dengan kata lain, semakin permisif pendapat masyarakat terhadap perilaku korupsi dapat diduga menggambarkan perilaku anti korupsi individu yang semakin rendah dan sebaliknya. Bagian ini diukur dari tiga aspek (level) yaitu keluarga, komunitas, dan publik.
5.1.1. Perilaku di Tingkat Keluarga
Keluarga adalah level yang sangat penting dalam kehidupan sosial setiap individu. Keluarga merupakan agen sosialisasi yang memiliki peranan yang sangat besar. Peranan yang sangat besar itu didasarkan sebuah keyakinan bahwa keluarga mempunyai fungsi yang sangat penting didalam menanamkan nilai-‐nilai dalam proses sosialisasi.
Sosialisasi menjadi penting dalam proses belajar dimana anggota masyarakat mempelajari norma-‐norma dan nilai-‐nilai yang berkembang dalam masyarakat. Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai proses melalui mana seseorang belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Sunarto, 2004).
Dalam pendidikan dan budaya anti korupsi posisi keluarga dipandang memiliki peran yang sangat penting dalam mengajarkan nilai-‐nlai luhur yang merupakan dasar perilaku anti korupsi. Hal ini sejalan dengan sembilan nilai integritas yang disampaikan oleh KPK (Komisi Pemberantasan
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
34 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Korupsi), yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani dan adil. Nilai-‐nilai tersebut diyakini memiliki kaitan erat dengan fungsi dan peran keluarga.
Dalam survei ini di level keluarga terdiri dari empat variabel, yaitu:
1. Pendapat tentang sikap istri yang menerima uang pemberian suami di luar penghasilan suami tanpa mempertanyakan asal usul uang tersebut
2. Pendapat tentang pegawai negeri yang bepergian bersama keluarga dengan menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi
3. Pendapat tentang perilaku orang tua yang mengajak anaknya dalam kampanye Pemilu/Pilkada demi mendapatkan uang saku yang lebih banyak
4. Pendapat tentang seseorang mengetahui saudaranya mengambil uang orang tuanya tetapi tidak melaporkannya
Gambar 5.1. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Sikap Istri yang Menerima Uang Pemberian Suami di Luar Penghasilan Suami Tanpa Mempertanyakan Asal Usul
Uang Tersebut, 2012-‐2013
Hasil SPAK 2013 seperti
yang disajikan pada Gambar 5.1 menunjukkan bahwa masih terdapat 76,43 persen masyarakat menyatakan bahwa perilaku istri yang menerima uang pemberian suami di luar
0
10
20
30
40
50
60
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
1.20
30.03
19.56
49.20
1.07
22.50 22.30
54.13
2012 2013
Tiga dari empat responden menganggap kurang wajar atau
tidak wajar seorang istri menerima uang yang diberikan
suami tanpa harus mempertanyakan asal usulnya
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 35
penghasilan suami tanpa mempertanyakan asal usul uang tersebut merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar. Jika dibandingkan dengan 2012 sebesar 68,76 persen mengalami peningkatan sebesar 7,67 persen. Sedangkan masyarakat yang menyatakan perilaku tersebut merupakan hal yang wajar atau sangat wajar sebesar 31,24 persen.
Artinya tiga dari empat masyarakat menganggap kurang wajar atau tidak wajar seorang istri menerima uang yang diberikan suami tanpa harus mempertanyakan asal usulnya. Hal ini cerminan perilaku yang memiliki nilai integritas untuk menjadi anti korupsi.
Apabila berdasarkan jenis kelamin, Tabel 5.1 memperlihatkan pola yang sama dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 sebanyak 73,45 persen laki-‐laki menyatakan bahwa perilaku istri yang menerima uang pemberian suami di luar penghasilan suami tanpa mempertanyakan asal usul uang tersebut adalah hal yang kurang wajar atau tidak wajar.
Tabel 5.1. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Sikap Istri yang Menerima Uang Pemberian Suami di Luar Penghasilan Suami Tanpa Mempertanyakan Asal Usul
Uang Tersebut Menurut Jenis Kelamin, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Laki-‐Laki Perempuan Laki-‐Laki Perempuan
Sangat Wajar 1,34 1,09 1,17 0,99
Wajar 32,35 28,11 25,39 20,26
Kurang Wajar 20,12 19,10 23,15 21,64
Tidak Wajar 46,19 51,69 50,30 57,11
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Sedangkan perempuan yang menyatakan perilaku tersebut adalah hal yang kurang wajar atau tidak wajar lebih besar yakni 78,75 persen. Persentase perempuan yang tidak permisif terkait perilaku tersebut lebih tinggi daripada laki-‐laki.
Komposisi masyarakat yang menilai kurang wajar atau tidak wajar apabila seorang pegawai negeri bepergian bersama keluarga dengan menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi mencapai 76,17 persen atau naik 3,13 persen dibandingkan tahun 2012 (73,04 persen). Jumlah ini lebih besar daripada persentase masyarakat yang menyatakan
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
36 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
perilaku tersebut sebagai hal yang wajar atau sangat wajar sebesar 23,83 persen. Hampir tiga perempat masyarakat tidak permisif terkait perilaku ini.
Gambar 5.2. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Pegawai Negeri yang Bepergian Bersama Keluarga dengan Menggunakan Kendaraan Dinas
untuk Keperluan Pribadi. 2012–2013
Secara umum laki-‐laki lebih menganggap perilaku seorang pegawai negeri yang bepergian bersama keluarga dengan menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi sebagai hal yang kurang wajar atau tidak wajar sebesar 78,54 persen atau naik 3,85 persen dari tahun 2012 sebesar 74,69 persen. Sementara perempuan yang menilai kurang wajar atau tidak wajar sebesar 74,31 persen. Persentase masyarakat yang tidak permisif (kurang wajar atau tidak wajar) lebih tinggi pada laki-‐laki daripada perempuan.
Tabel 5.2. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Pegawai Negeri yang Bepergian Bersama Keluarga dengan Menggunakan Kendaraan Dinas untuk
Keperluan Pribadi Menurut Jenis Kelamin, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Laki-‐Laki Perempuan Laki-‐Laki Perempuan
Sangat Wajar 1,43 1,01 0,38 0,47
Wajar 23,89 27,32 21,08 25,22
Kurang Wajar 20,47 20,89 21,18 20,00
Tidak Wajar 54,22 50,78 57,36 54,31
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
0
10
20
30
40
50
60
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
2.20
25.76 20.70
52.34
0.43
23.41 20.52
55.65
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 37
Berdasarkan Gambar 5.3 terlihat pada tahun 2013, sebesar 82,70 persen masyarakat menyatakan bahwa perilaku orang tua mengajak anaknya dalam kampanye Pemilu/Pilkada demi mendapatkan uang saku yang lebih banyak merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar. Angka ini mengalami peningkatan tipis sebesar 2,48 persen dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 80,22 persen Sedangkan masyarakat yang menyatakan perilaku tersebut merupakan hal yang wajar atau sangat wajar sebesar 17,30 persen.
Gambar 5.3. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Orang Tua yang Mengajak Anaknya dalam Kampanye Pemilu/Pilkada Demi Mendapatkan
Uang Saku yang Lebih Banyak, 2012–2013
Meski lebih dari tiga perempat masyarakat menganggap kurang
wajar atau tidak wajar perilaku orang tua mengajak anaknya dalam kampanye Pemilu/Pilkada demi mendapatkan uang saku yang lebih banyak, ternyata masih ada masyarakat yang menyatakan sebaliknya. Hal ini merupakan tantangan untuk mendorong masyarakat memiliki nol toleransi (zero tolerance) terhadap perilaku yang tidak hanya jelas sebagai perilaku korupsi namun juga perilaku yang dapat dikategorikan sebagai akar dari perilaku korupsi.
Apabila dilihat berdasarkan wilayah, dari Tabel 5.3 nampak pada 2013 persentase masyarakat yang berdomisili di wilayah perkotaan lebih tinggi menyatakan kurang wajar atau tidak wajar dibanding masyarakat di perdesaan. Sekitar 84,92 persen masyarakat di perkotaan mengatakan kurang wajar atau tidak wajar apabila ada orang tua yang mengajak anaknya
0 10 20 30 40 50 60 70
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
2.04
18.74 18.37
61.85
0.45
16.85 19.37
63.33
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
38 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
dalam kampanye Pemilu/Pilkada demi mendapatkan uang saku yang lebih banyak Sedangkan masyarakat yang berdomisili di wilayah pedesaan yang menyatakan perilaku tersebut kurang wajar atau tidak wajar sebesar 80,69 persen
Tabel 5.3. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Orang Tua yang Mengajak Anaknya dalam Kampanye Pemilu/Pilkada Demi Mendapatkan
Uang Saku yang Lebih Banyak Menurut Wilayah Domisili, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 0,72 1,33 0,27 0,62
Wajar 15,47 21,69 14,81 18,69
Kurang Wajar 17,83 18,85 17,36 21,17
Tidak Wajar 65,97 58,13 67,56 59,52
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Perilaku korupsi secara umum dapat diduga disebabkan dari perilaku
kecil yang mencerminkan ketidakjujuran mulai dari level yang paling awal yakni keluarga. Kejujuran merupakan salah satu nilai intergritas KPK yang dianggap sebagai salah satu cara untuk melawan sikap permisif terhadap perilaku korupsi.
Gambar 5.4. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Mengetahui Saudaranya Mengambil Uang Orang Tuanya tetapi Tidak Melaporkannya, 2012–2013
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
2.15 4.74 15.15
79.97
0.07 3.37 14.19
82.37
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 39
Komposisi masyarakat yang menilai kurang wajar atau tidak wajar tentang perilaku seseorang mengetahui saudaranya mengambil uang orang tuanya dan tidak melaporkannya relatif besar mencapai 96,56 persen. Apabila dibandingkan dengan tahun 2012, angka ini mengalami peningkatan tipis sebesar 1,44 persen. Sedangkan, persentase masyarakat yang menilai wajar atau sangat wajar relatif jauh lebih kecil sebesar 3,44 persen dari keseluruhan masyarakat.
Gambaran yang serupa juga secara umum ditemukan baik pada laki-‐laki maupun perempuan, dimana mayoritas responden cenderung tidak permisif. Seperti yang disajikan pada Tabel 5.4 terlihat pada tahun 2013 perempuan yang berpendapat tentang perilaku seseorang yang mengetahui saudaranya mengambil uang orang tuanya dan tidak melaporkannya merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar sebesar 96,66 persen jauh lebih besar daripada yang menyatakan wajar atau sangat wajar sebesar 3,34 persen.
Senada dengan penjelasan tersebut, pada tahun 2013 laki-‐laki yang menyatakan kurang wajar atau tidak wajar sebesar 96,44 persen atau naik 1,50 persen dibandingkan tahun 2012 sebesar 94,94 persen. Angka tersebut juga jauh lebih besar daripada yang menyatakan wajar atau sangat wajar sebesar 3,56 persen. Tidak ada perbedaan pendapat yang signifikan antara laki-‐laki dan perempuan terkait perilaku tersebut.
Tabel 5.4. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Mengetahui Saudaranya Mengambil Uang Orang Tuanya Tetapi Tidak Melaporkannya Menurut
Jenis Kelamin, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Laki-‐Laki Perempuan Laki-‐Laki Perempuan
Sangat Wajar 0,20 0,11 0,13 0,02
Wajar 4,86 4,63 3,43 3,32
Kurang Wajar 15,97 14,47 14,31 14,10
Tidak Wajar 78,97 80,79 82,13 82,56
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
40 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
5.1.2. Perilaku di Tingkat Komunitas
Dalam setiap masyarakat desakan untuk melakukan perilaku korupsi bisa disebabkan karena banyak faktor, diantaranya faktor kultural dan struktural. Pada masyarakat patrimonial seperti Indonesia, faktor kultural yang mendorong timbulnya korupsi bisa karena adanya nilai atau kebiasaan, tradisi pemberian hadiah, oleh-‐oleh atau semacam itu kepada tokoh informal maupun tokoh formal dalam sebuah komunitas.
Budaya upeti sebagai bentuk pemenuhan kewajiban oleh kawula kepada gustinya sudah lama tertanam sejak jaman kerajaan di Indonesia. Dengan kata lain, aliran kekayaan (wealth flow) yang berasal dari golongan masyarakat yang memiliki status sosial lebih rendah kepada golongan masyarakat berstatus sosial lebih tinggi sudah terinternalisasi sejak lama.
Interclass wealth flow tersebut meskipun tidak dapat serta merta dikategorikan sebagai perilaku korupsi, namun diyakini kuat merupakan sebuah akar kultural perilaku korupsi. Faktor kultural yang sudah terjadi sejak lama seperti itu diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi internalisasi budaya yang cenderung koruptif.
Pada level komunitas terdiri dari empat variabel yang dikaji., yaitu:
• Pendapat tentang perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada tokoh informal (adat/agama/masyarakat) ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan (pernikahan, khitanan, kematian)
• Pendapat tentang perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada tokoh informal (adat/agama/masyarakat) ketika menjelang hari raya keagamaan.
• Pendapat tentang perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada tokoh formal (ketua RT/RW/Kades/Lurah) ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan (pernikahan, khitanan, kematian)
• Pendapat tentang perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada tokoh formal (ketua RT/RW/Kades/Lurah) ketika menjelang hari raya keagamaan
Secara umum, mayoritas masyarakat menyatakan bahwa perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada tokoh informal (tokoh adat/ agama/masyarakat) ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan (pernikahan, khitanan, kematian) merupakan hal yang wajar/sangat wajar.
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 41
Gambar 5.5. memperlihatkan pada tahun 2013 sebagian besar masyarakat menganggap perilaku memberi kepada tokoh informal sebagai hal yang wajar atau sangat wajar. Persentasenya menurun dari 69,22 persen pada 2012 menjadi 63,70 persen pada 2013. Artinya kurang dari separuh masyarakat menyatakan kurang wajar atau tidak wajar untuk memberi sesuatu pada para tokoh informal atau tokoh masyarakat setempat (RT/RW/Kades) pada saat melaksanakan hajatan
Gambar 5.5. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Informal Ketika Suatu Keluarga Melaksanakan Hajatan (Pernikahan, Khitanan, Kematian) 2012–2013
Apabila dilihat berdasarkan domisili wilayahnya, Tabel 5.5 menunjukkan memiliki pola yang sama antara hasil tahun 2012 dengan 2013. Persentase masyarakat yang berdomisili di wilayah perdesaan lebih tinggi menyatakan sangat wajar atau wajar dibanding masyarakat di perkotaan. Pada 2013 terlihat sekitar 66,46 persen masyarakat di perdesaan atau turun 3,30 persen dibandingkan 2012 menyatakan perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada tokoh informal (tokoh adat/
0 10 20 30 40 50 60 70
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
5.56
63.66
9.76
21.02
3.63
60.07
12.05
24.24
2012 2013
Kurang dari separuh responden menyatakan kurang wajar atau tidak wajar untuk memberi
sesuatu pada para tokoh informal atau tokoh masyarakat setempat
(RT/RW/Kades) pada saat melaksanakan hajatan atau di
hari raya keagamaan”
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
42 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
agama/masyarakat) ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan (pernikahan, khitanan, kematian) merupakan hal yang wajar/sangat wajar.
Tabel 5.5. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Informal Ketika Suatu Keluarga Melaksanakan Hajatan (Pernikahan, Khitanan, Kematian) Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 4,89 6,16 2,50 4,65
Wajar 63,71 63,60 58,14 61,81
Kurang Wajar 10,33 9,25 12,30 11,83
Tidak Wajar 21,06 20,95 27,06 21,71
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Sedangkan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan
yang mengatakan wajar atau sangat wajar terhadap perilaku tersebut sebesar 60,64 persen pada 2013 atau turun 7,96 persen dibandingkan angka 2012. Dengan kata lain, masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan lebih banyak yang cenderung permisif dalam konteks perilaku tersebut.
Gambar 5.6. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Formal Ketika Suatu Keluarga Melaksanakan
Hajatan (Pernikahan, Khitanan, Kematian), 2012–2013
Pola distribusi pendapat masyarakat agak berbeda apabila pemberian uang/barang ditujukan kepada tokoh formal. Seperti yang disajikan pada Gambar 5.6, lebih dari separuh masyarakat yakni sekitar
0
10
20
30
40
50
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
2.19
44.82
15.17
37.82
1.39
41.12
18.11
39.39
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 43
57,49 persen menilai kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku memberi uang/barang kepada tokoh formal (ketua RT/RW/Kepala desa/Lurah) ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan (pernikahan, khitanan, kematian).
Dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan, persentase masyarakat yang tidak permisif di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi. Pada 2013 persentase masyarakat di wilayah perkotaan yang menyatakan kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku memberi uang/barang kepada tokoh formal (ketua RT/RW/Kepala desa/Lurah) ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan (pernikahan, khitanan, kematian) naik 2,82 persen dari 57,50 persen pada tahu tahun 2012 menjadi 60,32 persen pada tahun 2013.
Tabel 5.6. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Memberi
Uang/Barang Kepada Tokoh Formal Ketika Suatu Keluarga Melaksanakan Hajatan (Pernikahan, Khitanan, Kematian) Menurut Domisili Wilayah. 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 1,32 2,97 0,87 1,85
Wajar 41,18 48,11 38,81 43,20
Kurang Wajar 15,41 14,95 18,26 17,97
Tidak Wajar 42,09 33,94 42,06 36,98
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Secara umum, Lebih banyak masyarakat yang menyatakan bahwa perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada tokoh informal ketika menjelang hari raya keagamaan merupakan hal yang wajar/sangat wajar. Gambar 5.7. memperlihatkan pada tahun 2013 lebih dari separuh masyarakat menganggap perilaku memberi kepada tokoh informal sebagai hal yang wajar atau sangat wajar. Persentasenya menurun dari 61,70 persen pada 2012 menjadi 57,67 persen pada 2013.
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
44 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Gambar 5.7. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang
Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Informal Ketika Menjelang Hari Raya Keagamaan, 2012–2013
Bila dilihat berdasarkan domisili wilayahnya, distribusinya menunjukkan pola yang sama antara hasil tahun 2012 dengan 2013. Persentase masyarakat yang permisif di daerah perdesaan cenderung lebih tinggi daripada di perkotaan. Dari Tabel 5.7 nampak bahwa pada 2013 sebanyak 60,78 persen masyarakat menyatakan perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada tokoh informal ketika menjelang hari raya keagamaan merupakan hal yang sangat wajar dan wajar.
Tabel 5.7. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang
Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Informal Ketika Menjelang Hari Raya Keagamaan Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 3,42 4,92 1,92 3,67
Wajar 56,61 58,28 52,31 57,11
Kurang Wajar 12,60 11,03 14,57 14,70
Tidak Wajar 27,36 25,67 31,20 24,52
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Gambar 5.8 merupakan perkembangan pendapat masyarakat terkait dengan perilaku memberi uang/barang kepada tokoh formal (ketua RT/
0
10
20
30
40
50
60
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
4.21
57.49
11.78
26.53
2.84
54.83
14.64
27.69
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 45
RW/Kepala desa/Lurah) ketika menjelang hari raya keagamaan. Dari Grafik terlihat pola distribusi pendapat masyarakat agak berbeda dengan pemberian uang/barang yang ditujukan kepada tokoh informal. Lebih banyak masyarakat menyatakan bahwa perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada tokoh formal ketika menjelang hari raya keagamaan merupakan hal yang kurang/tidak wajar jumlahnya lebih dari separuh yakni sekitar 68,40 persen pada 2013 atau naik 3,15 persen dari tahun 2012 (65,25 persen).
Gambar 5.8. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang
Memberi Uang/Barang kepada Tokoh Formal Ketika Menjelang Hari Raya Keagamaan, 2012–2013
Dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan, persentase masyarakat yang tidak permisif di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 5.8. pada 2013 persentase masyarakat di wilayah perkotaan yang menyatakan kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku memberi uang/barang kepada tokoh formal (ketua RT/RW/Kepala desa/Lurah) ketika menjelang hari raya keagamaan naik 1,18 persen dari 67,88 persen pada tahun 2012 menjadi 69,06 persen pada tahun 2013.
0
10
20
30
40
50
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
1.35
33.35
16.21
49.04
0.71
30.90
19.69
48.71
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
46 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tabel 5.8. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Memberi
Uang/Barang kepada Tokoh Formal Ketika Menjelang Hari Raya Keagamaan Menurut Domisili Wilayah. 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 0,98 1,69 0,56 0,84
Wajar 31,13 35,35 30,38 31,36
Kurang Wajar 16,36 16,07 19,02 20,30
Tidak Wajar 51,52 46,79 50,04 47,51
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
5.1.3. Perilaku di Tingkat Publik
Pada level publik dapat terlihat nilai-‐nilai yang masih dipegang dalam tatanan masyarakat. Pengembangan sistem nilai dan sikap anti korupsi perlu dilakukan oleh masyarakat umum. Karena salah satu akar penyebab korupsi diduga selain berasal dari rendahnya integritas para pelakunya termasuk juga dikarenakan masih kuatnya sikap permisif terhadap perilaku korupsi di lingkungan publik oleh masyarakat
Pendapat masyarakat apakah cenderung permisif atau antikorupsi dalam level publik pada bagian ini akan dilihat dari 12 variabel yakni :
1. Pendapat tentang perilaku seseorang yang menjamin keluarga /saudara /teman agar diterima menjadi pegawai negeri atau swasta demi mempererat hubungan kekeluargaan dan pertemanan.
2. Pendapat tentang perilaku seseorang yang memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta
3. Pendapat tentang perilaku seseorang yang memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK)
4. Pendapat tentang perilaku seseorang yang memberi uang lebih kepada polisi untuk mempercepat pengurusan SIM dan STNK
5. Pendapat tentang perilaku seseorang yang memberi uang damai kepada polisi
6. Pendapat tentang perilaku petugas KUA yang meminta uang tambahan untuk transpor ke tempat acara akad nikah
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 47
7. Pendapat tentang perilaku guru yang mendapatkan jaminan (jatah) anaknya dapat diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar.
8. Pendapat tentang perilaku guru yang meminta uang/barang dari orangtua murid ketika kenaikan kelas/penerimaan rapor
9. Pendapat tentang perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada pihak sekolah agar anaknya dapat diterima di sekolah tersebut.
10. Pendapat tentang perilaku pegawai yang melakukan pekerjaan/usaha sampingan di luar tugasnya pada saat jam kerja
11. Pendapat tentang perilaku membagikan uang/barang kepada calon pemilih pelaksanaan PilkadesPemilu/Pilkada.
12. Pendapat tentang perilaku seseorang yang mengharapkan uang/barang pada pelaksanaan Pilkades/Pemilu/Pilkada
Salah satu akar budaya perilaku koruptif adalah sangat mementingkan ikatan keluarga dan kesetiaan parokial lainnya dibandingkan faktor lain yang lebih objektif seperti keahilan, kemampuan dan sebagainya. Dalam masyarakat seperti Indonesia terdapat adat dimana sudah merupakan kewajiban seseorang yang pertama adalah memperhatikan saudara terdekatnya, kemudian trah atau sesama etniknya.
Seperti yang disajikan pada Gambar 5.9 menunjukkan pada tahun 2013, sebesar 61,11 persen masyarakat atau naik 7,63 persen dibandingkan tahun 2012 (53,48 persen) menyatakan bahwa perilaku seseorang yang menjamin keluarga/saudara/teman agar diterima menjadi pegawai negeri/swasta merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar.
Gambar 5.9. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Menjamin Keluarga/Saudara/Teman agar Diterima Menjadi Pegawai Negeri/Swasta,
2012–2013
0
10
20
30
40
50
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
4.04
42.48
16.50
36.98
1.83
37.06
17.48
43.63
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
48 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Sedangkan masyarakat yang menyatakan perilaku tersebut merupakan hal yang wajar atau sangat wajar sebesar 38,89 persen. Artinya meski ada sepertiga masyarakat yang menyatakan bahwa perilaku seseorang yang menjamin keluarga/saudara/teman agar diterima menjadi pegawai negeri/swasta merupakan hal wajar atau sangat wajar meski masih lebih banyak yang mengatakan sebaliknya (anti korupsi).
Secara umum domisili wilayah tempat tinggal memiliki perngaruh yang cukup signifikan dengan tingkat permisif masyarakat khususnya pada pendapat tentang perilaku seseorang yang menjamin keluarga/saudara/ teman agar diterima menjadi pegawai negeri/swasta. Pada perilaku tersebut dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan persentase masyarakat yang tidak permisif di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi.
Dari Tabel 5.9 nampak pada 2013 sekitar 66,86 persen masyarakat di wilayah perkotaan yang menyatakan kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku seseorang yang menjamin keluarga/saudara/teman agar diterima menjadi pegawai negeri/swasta. Angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 7,38 persen dibandingkan tahun 2012 (59,48 persen). Sejalan dengan masyarakat di wilayah perkotaan, peningkatan juga terlihat pada masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan. Dimana semakin banyak yang menganggap perilaku nepotisme tersebut merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar.
Tabel 5.9. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Menjamin Keluarga/Saudara/Teman agar Diterima Menjadi Pegawai Negeri/Swasta
Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 3,16 4,84 1,45 2,18
Wajar 37,36 47,10 31,69 41,89
Kurang Wajar 16,75 16,27 16,53 18,33
Tidak Wajar 42,73 31,80 50,33 37,60
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 49
Sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa perilaku seseorang yang memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta merupakan hal yang kurang/tidak wajar. Hal ini terlihat dari Gambar 5.10 dimana lebih dari tiga perempat masyarakat menyatakan kurang wajar dan tidak wajar terhadap perilaku tersebut. Persentasenya naik dari 81,47 persen pada 2012 menjadi 84,27 persen pada 2013
Gambar 5.10. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang dalam Proses Penerimaan Menjadi Pegawai Negeri/Swasta,
2012–2013
Komposisi masyarakat yang menyatakan bahwa perilaku tersebut merupakan hal yang sangat wajar atau wajar kurang dari 20 persen yakni 16,73 persen pada 2013 atau turun 2,8 persen dibandingkan 2012 (19,53 persen).
Apabila dilihat berdasarkan domisili wilayahnya, Tabel 5.10 menunjukkan pola yang sama antara tahun 2012 dengan tahun 2013. Persentase masyarakat yang berdomisili di wilayah perkotaan lebih tinggi menyatakan kurang wajar dan tidak wajar dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan.
Pada 2013, sebesar 88,62 persen masyarakat yang tinggal di perkotaan menyatakan perilaku seseorang yang memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta merupakan hal yang kurang wajar dan tidak wajar. Angka ini naik, 3,08 persen dari 86,13 persen pada 2012. Dengan kata lain, masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan lebih banyak yang tidak permisif terhadap perilaku tersebut.
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
1.95
17.58 13.22
68.25
1.65
15.08 14.15
70.12
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
50 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tabel 5.10. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang dalam Proses Penerimaan Menjadi Pegawai Negeri/Swasta
Menurut Domisili Wilayah. 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 0,38 1,45 0,27 0,98
Wajar 13,49 21,27 11,10 18,65
Kurang Wajar 12,20 14,15 11,97 16,11
Tidak Wajar 73,93 63,13 76,65 64,25
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Suap adalah salah satu bentuk korupsi yang paling dasar. Secara umum di kehidupan sehari-‐hari memberi uang lebih sebagai bentuk terima kasih seringkali dianggap sebagai hal yang wajar. Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk uang maupun barang.
Seperti yang disajikan pada Gambar 5.11 menunjukkan hampir separuh masyarakat, sebesar 42,80 persen berpendapat perilaku memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK) sebagai hal yang wajar atau sangat wajar.
Gambar 5.11. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang
yang Memberi Uang Lebih kepada Petugas untuk Mempercepat Urusan Administrasi (KTP dan KK), 2012–2013
0
10
20
30
40
50
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
2.07
42.75
15.56
39.62
1.00
41.80
16.29
40.91
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 51
Namun, masih lebih banyak masyarakat yang menyatakan bahwa perilaku seseorang yang memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK) merupakan hal yang kurang/tidak wajar Persentasenya meningkatdari 55,18 persen pada 2012 menjadi 57,2 persen pada 2013
Pada Tabel 5.11 secara umum memperlihatkan persentase masyarakat yang tidak permisif terhadap perilaku seseorang yang memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK) lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan. Hanya sebesar 52,33 persen masyarakat di daerah perdesaan menyatakan perilaku memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK) sebagai hal yang kurang wajar atau tidak wajar. Namun, sekitar 62,62 persen masyarakat di perkotaan yang menganggap perilaku memberi uang/barang melebihi ketentuan sebagai hal yang kurang wajar atau tidak wajar. Angka ini naik 1,93 persen dari tahun 2012 sebesar 60,69 persen.
Tabel 5.11. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang
yang Memberi Uang Lebih kepada Petugas untuk Mempercepat Urusan Administrasi (KTP Dan KK) Menurut Domisili Wilayah. 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 1,36 2,70 0,82 1,16
Wajar 37,95 47,08 36,57 46,50
Kurang Wajar 16,67 14,57 17,13 15,54
Tidak Wajar 44,02 35,64 45,49 36,79
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Selain mengukur penilaian suap dengan tujuan mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK), survei ini juga melihat seberapa tinggi tingkat permisif masyarakat terkait pemberian uang lebih kepada polisi terkait pengurusan SIM dan STNK. Gambar 5.12 menunjukkan secara umum relatif lebih banyak masyarakat yang menilai kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku memberi uang lebih kepada polisi untuk mempercepat pengurusan SIM dan STNK sebesar 62,96 persen dari keseluruhan masyarakat. Bila dibandingkan dengan 2012 terjadi peningkatan sebesar 2,2 persen
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
52 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Gambar 5.12. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang Lebih Kepada Polisi Untuk Mempercepat Pengurusan SIM dan STNK,
2012–2013
Kendati demikian, persentase masyarakat yang menganggap perilaku tersebut sebagai hal yang wajar atau sangat wajar masih sebesar 37,04 persen. Ini menunjukkan meski lebih besar persentase yang antikorupsi tapi masih banyak masyarakat yang menganggap perilaku suap sebagai hal yang lumrah/wajar.
Tabel 5.12. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang Lebih kepada Polisi untuk Mempercepat Pengurusan SIM dan STNK
Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 1,11 1,89 0,68 1,23
Wajar 31,48 43,34 29,83 41,68
Kurang Wajar 17,17 15,00 16,91 17,53
Tidak Wajar 50,23 39,77 52,59 39,56
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Tabel 5.12 memperlihatkan bahwa proporsi masyarakat yang menilai kurang wajar dan tidak wajar lebih tinggi di daerah perkotaan daripada perdesaan. Pada 2013 sebesar 69,5 persen yang bertempat tinggal di daerah perkotaan berpendapat kurang wajar atau tidak wajar perilaku
0
10
20
30
40
50
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
1.52
37.72
16.03
44.73
0.97
36.07
17.24
45.72
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 53
memberi uang lebih kepada polisi untuk mempercepat pengurusan SIM dan STNK. Sedangkan masyarakat yang menilai kurang wajar atau tidak wajar sebesar 57,09 persen dari keseluruhan masyarakat di perdesaan
Seperti yang disajikan pada Gambar 5.13 menunjukkan pada tahun 2013, sebesar 70,99 persen masyarakat menyatakan bahwa perilaku seseorang yang memberi uang damai kepada polisi merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 3,32 persen dibandingkan dengan tahun 2012 (67,67 persen).
Sedangkan masyarakat yang menyatakan perilaku tersebut merupakan hal yang wajar atau sangat wajar sebesar 29,01 persen. Walaupun lebih banyak masyarakat yang tidak permisif, tetapi masih terdapat hampir sepertiga yang permisif terhadap perilaku tersebut.
Gambar 5.13. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang
yang Memberi Uang Damai kepada Polisi, 2012-‐2013
Apabila dilihat berdasarkan domisili wilayah tempat tinggal masyarakat, dari Tabel 5.13 nampak bahwa persentase masyarakat yang berdomisili di wilayah perkotaan lebih tinggi menyatakan kurang wajar dan tidak wajar dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan. Pola ini berulang kembali pada tahun 2013. Sebesar 78,42 persen masyarakat yang tinggal di perkotaan menyatakan perilaku seseorang yang memberi uang damai kepada polisi merupakan hal yang kurang wajar dan tidak wajar. Angka ini naik 2,61 persen dari 75,81 persen pada 2012.
0
10
20
30
40
50
60
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
1.24
31.09
16.48
51.19
0.69
28.32
18.18
52.81
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
54 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tabel 5.13. Perkembangan Persentasae Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang
Memberi Uang Damai kepada Polisi Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 0,90 1,55 0,60 0,76
Wajar 23,28 38,12 20,98 34,93
Kurang Wajar 16,28 16,67 15,92 20,22
Tidak Wajar 59,53 43,49 62,50 44,09
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Perilaku boleh tidaknya penghulu (petugas KUA) menerima amplop
atau uang terkait biaya pencatatan nikah belakangan menjadi polemik. Akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Agama (Kemenag) menyepakati, penghulu dilarang untuk menerima apalagi meminta amplop dan atau uang tanda terima kasih atau transport terkait tugasnya sebagai pencatat nikah. Dasarnya adalah perilaku tersebut masuk dalam kategori penerimaan janji atau gratifikasi sesuai pasal 12B Undang-‐Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Survei ini juga melihat seberapa tinggi tingkat permisif masyarakat terkait perilaku petugas KUA yang meminta uang tambahan untuk transpor ke tempat acara akad nikah. Berdasarkan Gambar 5.14 menunjukkan secara umum relatif lebih banyak masyarakat yang menilai kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku tersebut. Sekitar 71,80 persen atau naik 5,80 persen dibandingkan tahun 2012 (65,97 persen). Lebih dari dua pertiga masyarakat tidak permisif terkait perilaku petugas KUA yang meminta uang tambahan untuk transpor ke tempat acara akad nikah.
Lebih dari dua pertiga responden tidak permisif terkait perilaku
petugas KUA yang meminta uang tambahan untuk transpor ke tempat acara akad nikah
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 55
Gambar 5.14. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Petugas KUA yang Meminta Uang Tambahan untuk Transpor ke Tempat Acara Akad Nikah,
2012–2013
Seperti yang disajikan pada Tabel 5.14 menunjukkan pada tahun 2013, sebesar 73,86 persen masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan menyatakan bahwa perilaku petugas KUA yang meminta uang tambahan untuk transpor ke tempat acara akad nikah merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 4,35 persen dibandingkan dengan tahun 2012 (69,51 persen).
Tabel 5.14. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Petugas KUA yang Meminta Uang Tambahan untuk Transpor ke Tempat Acara Akad Nikah
Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 0,92 2,01 0,74 0,58
Wajar 29,57 33,32 25,40 29,47
Kurang Wajar 18,05 19,95 18,02 18,87
Tidak Wajar 51,46 44,72 55,84 51,07
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Sedangkan masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan sebesar 69,94 persen menyatakan perilaku tersebut merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar. Artinya meski tidak berbeda signifikan, masyarakat
0
10
20
30
40
50
60
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
1.49
31.54
19.05
47.92
0.66
27.54
18.47
53.33
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
56 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
yang tinggal di wilayah perkotaan lebih banyak yang tidak permisif terhadap perilaku tersebut dibandingkan masyarakat yang tinggal di perdesaan.
Perilaku korupsi semakin lama semakin berkembang dan masuk ke berbagai sektor, termasuk sektor pendidikan yang seyogyanya menjadi salah satu kanal dalam menginternalisasi pendidikan dan budaya anti korupsi Untuk itu perlu perilaku aktif, tidak permisif dari masyarakat untuk mencegah perilaku koruptif di lingkungannya termasuk di sekolah.
Gambar 5.15 memperlihatkan pada 2013 separuh lebih masyarakat, sebesar 69,69 atau naik sebesar 5,15 persen dibandingkan 2012 (64,54 persen) yang menilai kurang wajar atau tidak wajar terhadap guru mendapat jaminan (jatah) anaknya dapat diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar. Dalam kata lain, meski lebih banyak yang tidak permisif, tetapi terdapat sekitar sepertiga masyarakat yang masih menganggap wajar atau sangat wajar terhadap perilaku guru yang mendapatkan jaminan (jatah) anaknya dapat diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar.
Gambar 5.15. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang Guru yang Mendapatkan Jaminan (Jatah) agar Anaknya Diterima di Sekolah Tempatnya
Mengajar, 2012–2013
Secara umum tidak terdapat perbedaan persentase yang besar antara laki-‐laki maupun perempuan. Walaupun secara umum lebih tinggi persentase laki-‐laki yang menyatakan kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku guru yang mendapatkan jaminan (jatah) anaknya dapat diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar dibandingkan perempuan. Pada 2013 sebesar 71,12 persen untuk laki-‐laki dan 68,58 persen untuk
0
10
20
30
40
50
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
2.26
33.20
17.54
47.00
1.00
29.31
20.20
49.49
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 57
perempuan berpendapat kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku tersebut. Angka keduanya mengalami peningkatan sekitar 4-‐5 persen dibandingkan 2012.
Tabel 5.15. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang Guru yang Mendapatkan Jaminan (Jatah) agar Anaknya Diterima di Sekolah Tempatnya
Mengajar Menurut Jenis Kelamin, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Laki-‐laki Perempuan Laki-‐laki Perempuan
Sangat Wajar 2,18 2,34 0,92 1,07
Wajar 31,28 34,79 27,97 30,35
Kurang Wajar 17,54 17,54 20,45 20,01
Tidak Wajar 48,92 45,24 50,67 48,57
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Aspek pemerasan (extortion) di sektor pendidikan tergambar dari variabel pendapat tentang perilaku guru yang meminta uang/barang dari orang tua murid ketika kenaikan kelas/penerimaan rapor. Gambar 5.16. memperlihatkan sekitar 87,49 persen atau naik 5,17 persen dibandingkan 2012 (83,23 persen) yang menilai kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku tersebut. Sedangkan sisanya, sebesar 12,51 persen atau turun 4,16 persen dari 16,67 persen pada tahun 2012 menyatakan perilaku guru yang meminta uang/barang dari orang tua murid ketika kenaikan kelas/penerimaan rapor merupakan hal yang lumrah/wajar atau sangat wajar.
Gambar 5.16. Perkembangan Persentase Pendapat tentang Perilaku Seseorang Guru
yang Meminta Uang/Barang dari Orang Tua Murid Ketika Kenaikan Kelas/ Penerimaan Rapor, 2012–2013
0
20
40
60
80
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
0.71 16.06 14.64
68.59
0.30 11.77 15.93
72.01
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
58 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tabel 5.16 menunjukkan, apabila dilihat dari jenis kelamin, maka lebih banyak laki-‐laki yang menilai kurang wajar atau tidak wajar perilaku guru yang meminta uang/barang dari orang tua murid ketika kenaikan kelas/penerimaan rapor, jumlahnya sekitar 89,45 persen.
Sementara untuk perempuan yang menyatakan kurang wajar atau tidak wajar persentasenya relatif lebih kecil yakni sekitar 86,74 persen. Angka keduanya mengalami peningkatan masing-‐masing 4,43 persen (laki-‐laki) dan 5,11 persen (perempuan) dibandingkan 2012.
Tabel 5.16. Perkembangan Persentase Pendapat tentang Perilaku Seseorang Guru yang Meminta
Uang/Barang dari Orang Tua Murid Ketika Kenaikan Kelas/Penerimaan Rapor Menurut Jenis Kelamin, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Laki-‐laki Perempuan Laki-‐laki Perempuan
Sangat Wajar 0,88 0,56 0,25 0,34
Wajar 14,06 17,71 10,30 12,91
Kurang Wajar 14,70 14,59 15,67 16,12
Tidak Wajar 70,32 67,04 73,78 70,62
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Aspek penyuapan (bribery) dalam dunia pendidikan seperti yang
disajikan pada Gambar 5.17 terlihat sekitar 88,17 persen responden atau naik 4,12 persen dibandingkan 2012 (84,05 persen) menilai kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada pihak sekolah agar anaknya diterima di sekolah tersebut.
Sedangkan sisanya, sebesar 11,83 persen atau turun 4,04 persen dibandingkan 2012 (15,87 persen) menyatakan sangat wajar atau wajar terhadap perilaku tersebut.
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 59
Gambar 5.17. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Pihak Sekolah agar Anaknya Diterima
di Sekolah Tersebut, 2012–2013
Berdasarkan jenis kelamin, Tabel 5.17 memperlihatkan pola yang sama dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 sebanyak 88,61 persen laki-‐laki menyatakan bahwa perilaku perilaku seseorang yang memberi uang/barang kepada pihak sekolah agar anaknya diterima di sekolah tersebut adalah hal yang kurang wajar atau tidak wajar.
Sedangkan perempuan yang menyatakan perilaku tersebut adalah hal yang kurang wajar atau tidak wajar lebih besar yakni 87,84 persen. Persentase laki-‐laki yang tidak permisif terkait perilaku tersebut sedikit lebih tinggi daripada perempuan. Angka keduanya mengalami peningkatan sekitar 3-‐4 persen dibandingkan 2012.
Tabel 5.17. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang yang Memberi Uang/Barang kepada Pihak Sekolah agar Anaknya Diterima
di Sekolah Tersebut Menurut Jenis Kelamin. 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Laki-‐laki Perempuan Laki-‐laki Perempuan
Sangat Wajar 0,99 0,84 0,32 0,44
Wajar 13,74 15,98 11,08 11,72
Kurang Wajar 17,12 16,25 17,06 18,38
Tidak Wajar 68,15 66,93 71,55 69,46
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
0.91
14.96 16.64
67.41
0.39
11.44 17.80
70.37
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
60 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Gambar 5.18 memperlihatkan lebih dari tiga perempat masyarakat, sebesar 88,04 persen atau naik 0,81 persen dari 87,23 persen pada 2012 menilai kurang wajar atau tidak wajar perilaku seseorang pegawai yang melakukan pekerjaan/usaha sampingan di luar tugasnya pada saat jam kerja.
Gambar 5.18. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang Pegawai yang Melakukan Pekerjaan/Usaha Sampingan di Luar Tugasnya Pada Saat Jam Kerja,
2012–2013
Tabel 5.18 menunjukkan proporsi masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan yang anti korupsi maupun yang permisif tidak jauh berbeda dengan masyarakat di perdesaan
Tabel 5.18. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Perilaku Seseorang Pegawai yang Melakukan Pekerjaan/Usaha Sampingan di Luar Tugasnya pada Saat Jam Kerja
Menurut Domisili Wilayah. 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 0,61 0,91 0,37 0,29
Wajar 10,18 13,65 11,01 12,20
Kurang Wajar 15,01 17,69 15,02 18,23
Tidak Wajar 74,20 67,75 73,61 69,28
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
1.66
25.42 18.09
54.82
0.33
11.63 16.71
71.33
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 61
Berbagai studi yang dilakukan lembaga anti korupsi, termasuk oleh Komisi Pemberantasan Umum (KPK) menunjukkan bahwa praktek korupsi dapat terjadi karena berbagai faktor, salah satu yang utama adalah politik uang.
Bahkan KPK menilai ada dua penyebab utama korupsi di Indonesia. yaitu, politik uang dalam pemilihan umum dan korupsi partai politik. Selama pada saat pemilihan umum baik legislatif, kepala daerah,maupun presiden, semua calon yang didukung dari partai politik harus mengeluarkan uang banyak untuk biaya kampanye maka pada saat terpilih, mereka harus mengembalikan uang yang telah dikeluarkan tersebut. "
Survei ini melihat bagaimana pendapat masyarakat terkait perilaku terkait politik uang. Secara umum Gambar 5.19 menyajikan lebih dari separuh masyarakat menyatakan perilaku membagikan uang/barang kepada calon pemilih pelaksanaan pemilu/pilkada merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar, sebesar 72,56 persen atau turun tipis 0,39 persen dari 72,17 persen pada tahun 2012.
Gambar 5.19. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Membagikan
Uang/Barang kepada Calon Pemilih pada Pelaksanaan Pilkades/Pilkada/Pemilu, 2012–2013
Meski tidak terlalu besar, masih ada masyarakat yang masih permisif terhadap praktek politik uang. Persentase masyarakat yang berpendapat wajar perilaku membagikan uang/barang kepada calon pemilih pelaksanaan pemilu/pilkada mencapai 27,44 persen. Yang menarik adalah apabila dilihat hanya dari satu kategori saja yakni kategori wajar maka terlihat terjadi
0
10
20
30
40
50
60
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
1.54
26.29
15.71
56.46
0.79
26.64
15.14
57.42
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
62 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
peningkatan persentase sebesar 0,35 persen masyarakat yang menyatakan wajar terhadap perilaku membagikan uang/barang kepada calon pemilih pelaksanaan pemilu/pilkada
Apabila dilihat dari domisili wilayah masyarakat. Tabel 5.19 menunjukkan lebih tinggi masyarakat yang berada di perkotaan menyatakan perilaku membagikan uang/barang kepada calon pemilih pelaksanaan pemilu/pilkada merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar. Pada 2013 jumlahnya sekitar 75,49 persen (tidak ada perubahan dengan angka 2012).
Sedangkan masyarakat yang tinggal di perdesaan yang menyatakan perilaku tersebut kurang wajar atau tidak wajar sebesar 69,95 persen. Masyarakat di daerah perdesaan cenderung lebih permisif daripada masyarakat di daerah perkotaan terhadap perilaku ini.
Tabel 5.19. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Membagikan
Uang/Barang kepada Calon Pemilih pada Pelaksanaan Pilkades/Pilkada/Pemilu Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 1,08 1,96 0,61 0,94
Wajar 23,43 28,88 23,90 29,11
Kurang Wajar 15,66 15,75 15,03 15,25
Tidak Wajar 59,83 53,38 60,46 54,70
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa perilaku seseorang yang
membagikan uang/barang kepada calon pemilih pada pelaksanaan pilkades/pilkada/pemilu merupakan hal yang kurang/tidak wajar. Seperti yang disajikan pada Gambar 5.20 menunjukkan pada tahun 2013, sebesar 72,69 persen masyarakat menyatakan bahwa perilaku tersebut merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar. Angka ini mengalami penurunan tipis sebesar 0,22 persen dari 72,91 persen pada tahun 2012. Sedangkan masyarakat yang menyatakan perilaku tersebut merupakan hal yang wajar atau sangat wajar pada 2013 sebesar 27,32 persen. Walaupun lebih banyak masyarakat yang tidak permisif, tetapi masih terdapat hampir sepertiga yang permisif terhadap perilaku tersebut.
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 63
Gambar 5.20. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang
Mengharapkan Uang/Barang pada Pelaksanaan Pilkades/Pilkada/Pemilu, 2012–2013
Sama halnya dengan variabel sebelumnya, bila dilihat dari domisili wilayah masyarakat. Tabel 5.20 menunjukkan lebih tinggi masyarakat yang berada di perkotaan menyatakan perilaku seseorang yang mengharapkan uang/barang pada pelaksanaan pilkades/pilkada/pemilu merupakan hal yang kurang wajar atau tidak wajar.
Tabel 5.20. Perkembangan Persentase Pendapat Masyarakat tentang Seseorang yang Mengharapkan Uang/Barang pada Pelaksanaan Pilkades/Pilkada/Pemilu
Menurut Domisili Wilayah, 2012-‐2013
Pendapat 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Sangat Wajar 1,81 1,53 0,65 0,84
Wajar 23,17 27,45 25,55 27,48
Kurang Wajar 18,01 18,17 17,39 17,42
Tidak Wajar 57,01 52,82 56,41 54,26
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Pada 2013 jumlahnya sekitar 73,8 persen (turun 1,22 persen dari
75,02 persen pada 2012). Sedangkan masyarakat yang tinggal di perdesaan yang menyatakan perilaku tersebut kurang wajar atau tidak wajar sebesar 71,68 persen atau mengalami peningkatan 0,69 persen dari 70,99 persen pada 2012. Artinya masyarakat di daerah perdesaan semakin tinggi yang cenderung lebih permisif daripada masyarakat di daerah perkotaan terhadap perilaku ini.
0
10
20
30
40
50
60
Sangat Wajar Wajar Kurang Wajar Tidak Wajar
1.66
25.42 18.09
54.82
0.75
26.57
17.41
55.28
2012 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
64 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
5.2. Pengalaman Berhubungan dengan Layanan Publik
Komitmen perilaku anti korupsi diuji ketika berbenturan dengan kepentingan. Salah satunya adalah ketika berhubungan langsung dengan pelayanan publik. Survei ini ingin melihat pengalaman masyarakat dalam berhubungan dengan pelayanan publik, bagaimana respon atau tanggapan masyarakat ketika menemui bentuk-‐bentuk korupsi seperti pemerasan atau berpeluang melakukan penyuapan saat mengakses layanan publik..
Institusi layanan publik yang dicakup dalam survei ini adalah layanan publik yang paling banyak diakses dan terkait langsung dengan kehidupan sehari-‐hari warga masyarakat meliputi layanan yang dilakukan oleh :
1. Pengurus RT/RW (misalnya dalam mengurus surat pengantar KTP, KK, SKTM, dan lain-‐lain) SKTM adalah surat keterangan tidak mampu atau biasa dikenal dengan surat miskin. izin keramaian, lapor kedatangan tamu menginap 2x24 jam, dan sebagainya.
2. Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan (misalnya dalam mengurus KTP, KK, SKTM, dan lain-‐lain)
3. Petugas Polisi (misalnya dalam mengurus SIM, STNK, SKCK, dan pelaporan kehilangan) SIM adalah surat izin mengemudi, STNK adalah Surat tanda nomor kendaraan. SKCK adalah surat keterangan catatan kepolisian atau dahulu dikenal dengan nama surat keterangan kelakukan baik.
4. Petugas PLN (misalnya dalam mendapatkan pemasangan awal, dan layanan gangguan listrik, penambahan daya, pengurangan daya, ganti sistem meteran (digital-‐analog), dan sebagainya)
5. Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas (misalnya dalam menunggu antrian rawat jalan dan atau mendapatkan kamar rawat inap) Termasuk layanan kesehatan milik pemerintah pusat maupun daerah lainnya misal Puskesmas Pembantu (Pustu), Rumah Sakit Bersalin, Rumah Sakit Khusus, dan sebagainya.
6. Guru/Kepala Sekolah (misalnya dalam proses penerimaan masuk sekolah negeri, termasuk layanan administrasi sekolah lainnya.
7. Petugas Lembaga Peradilan (misalnya dalam urusan peradilan tilang dan atau peradilan umum)
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 65
Lembaga peradilan termasuk pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan agama, Mahkamah Agung, pengadilan tata usaha negara, pengadilan militer.
8. Petugas Kantor Urusan Agama (misalnya dalam mengurus pernikahan, perceraian, dan sebagainya)
9. Petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (misalnya dalam mengurus Akta Kelahiran, Surat Nikah, dan sebagainya).
10. Petugas Badan Pertanahan Nasional (misalnya untuk pengurusan sertifikat, balik nama, pengukuran/pemetaan tanah, dan sebagainya)
Pengalaman berhubungan dengan layanan publik yang dicatat tidak hanya layanan publik yang berkaitan dengan responden saja melainkan juga untuk anggota rumah tangga (ART) masyarakat selama setahun terakhir. Survei ini juga mencakup pengalaman-‐pengalaman berhubungan dengan layanan publik dari pasangan masyarakat yang diketahui oleh responden walaupun hanya dari cerita pasangannya tersebut dan responden tidak mengetahui sendiri secara langsung. 5.2.1. Akses terhadap Pelayanan Publik
Hasil SPAK 2012-‐2013 seperti terlihat pada Tabel 5.21 menunjukkan bahwa persentase terbesar masyarakat yang pernah berhubungan baik sendiri maupun lewat perantara dengan petugas layanan publik ketika mengurus sesuatu selama setahun terakhir, secara berturut-‐turut adalah pada kantor desa/kelurahan/kecamatan (59,5 persen di 2013 atau turun 14,82 persen dibanding 2012), pengurus RT/RW (47,93 persen di 2013 atau turun 6,22 persen dibanding 2012), dan rumah sakit/puskemas (38,95 persen di 2013 atau turun 0,37 persen dibanding 2012). Sedangkan persentase masyarakat yang berurusan dengan lembaga peradilan, BPN, dan KUA merupakan yang terkecil.
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
66 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tabel 5.21. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan dengan Petugas Layanan Publik
Selama Setahun Terakhir, 2012-‐2013
Petugas Layanan Publik
2012 2013
Berhubungan sendiri
Berhubungan dengan perantara
Berhubungan sendiri
Berhubungan dengan perantara
1.Pengurus RT/RW 45,33 8,82 40,70 7,23 2.Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan
63,46 10,86 48,68 10,82
3.Petugas Polisi 17,49 8,90 19,73 7,66 4.Petugas PLN 8,92 5,24 10,20 2,71 5.Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas
36,28 3,04 37,70 1,25
6.Guru/Kepala Sekolah 17,54 2,46 17,86 0,86
7.Petugas Lembaga Peradilan 1,38 2,04 1,80 0,47
8.Petugas KUA 2,99 2,82 3,90 1,98 9.Petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
5,39 6,38 6,53 7,66
10.Petugas BPN 2,04 4,33 2,49 3,14
Seluruh Layanan 20,08 5,49 18,96 4,38
Dari Gambar 5.21 terlihat bahwa pada tahun survei 2013, persentase
terbesar masyarakat yang berhubungan sendiri dengan petugas layanan publik berturut-‐turut adalah dengan petugas kantor desa/kelurahan /kecamatan (48,68 persen), pengurus RT/RW (40,7 persen), dan petugas rumah sakit/puskesmas (37,7 persen). Sedangkan layanan publik dengan persentase terkecil masyarakat yang berhubungan sendiri dengan petugas adalah pada lembaga peradilan (1,8 persen), BPN (2,49 persen), dan KUA (3,9 persen). Jika dibandingkan tahun 2012, umumnya persentasenya meningkat, kecuali pada pengurus RT/RW (turun 14,78), petugas kantor desa/kelurahan/kecamatan (turun 4,63 persen).
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 67
Gambar 5.21. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan
Petugas Layanan Publik, 2012-‐2013
Jika dilihat secara keseluruhan, mayoritas masyarakat (73,14 persen di tahun 2013 atau turun 11,44 dibanding tahun 2012) pernah berhubungan sendiri dengan petugas pada minimal 1 jenis layanan publik. Sementara itu, sekitar sepertiga (naik 5,5 persen dibanding tahun 2012) masyarakat pernah berhubungan lewat perantara pada minimal 1 jenis layanan publik.
Pada survei ini, masyarakat yang menyatakan pernah berhubungan sendiri dengan petugas layanan publik dalam setahun terakhir akan ditanya lebih lanjut mengenai pengetahuan tentang biaya/prosedur yang berlaku, pengalaman membayar melebihi ketentuan, bentuk dan waktu pemberian, dan sebagainya. Alur pertanyaan dalam SPAK bisa dilihat pada Gambar 5.22.
63.46
45.33
36.28
17.49
17.54
8.92
5.39
2.99
2.04
1.38
48.68
40.7
37.7
19.73
17.86
10.2
6.53
3.9
2.49
1.8
Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan
Pengurus RT/RW
Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas
Petugas Polisi
Guru/Kepala Sekolah
Petugas PLN
Petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Petugas KUA
Petugas BPN
Petugas Lembaga Peradilan
2012
2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
68 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Gambar 5.22. Diagram Alur Pertanyaan Pengalaman Berhubungan dengan Layanan Publik
5.2.2. Pengetahuan Masyarakat akan Prosedur dan Biaya yang Berlaku
Kejelasan atau transparansi dalam prosedur, persyaratan, dan rincian biaya, merupakan salah satu prinsip yang harus dipenuhi suatu layanan publik. Penyelenggara pelayanan publik antara lain berkewajiban menyusun dan mempublikasikan standar pelayanan yang menjadi tugas dan wewenangnya. (Lihat pasal 15 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik). Dengan demikian, masyarakat yang ingin memperoleh layanan publik seharusnya mendapatkan informasi yang cukup tentang hal ini. Survei ini berusaha untuk mengumpulkan data untuk melihat sampai di mana amanat UU ini dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pengalaman Berhubungan dengan Layanan Publik
Pernah BerhubunganSendiri
Pengalaman Membayar Melebihi Ketentuan
Pernah
Waktu Pembayaran
Sebelum
Pada Saat
Sesudah
Sesudah dan Sebelum
Bentuk Pengeluaran
Uang
Makanan
Barang Berharga
Balas Jasa
Cara Mengetahui BahwaHarus Membayar Lebih
Diminta Petugas/
Pihak Ketiga
Tanggapan
Tidak/ Agak Keberatan
Keberatan/ Sangat
Keberatan
Hal Lumrah
Tidak Ada yang
Meminta
Tujuan
MempercepatProses
Pengurusan
MendapatkanPelayananLebih Baik
Demi MenjagaHubunganBaik
Sebagai TandaTerimaKasih
PelaporanKejadian
Melaporkan
TidakMelaporkan
TidakPernah
Alasan
Biaya Sesuai Ketentuan
Tidak memilikiuang lebih
Menolakpraktek suap
Tidak adamanfaatnya
Takutmelanggarhukum
Pengetahuan tentang Prosedur dan Biaya
Resmi
Pernah Berhubungan dengan Perantara
Tidak Pernah
Secara rata-‐rata, pada tahun 2013, persentase yang
mengetahui prosedur dan atau biaya resmi yang berlaku adalah 65,58
persen, turun 4,56 persen dibanding tahun 2012
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 69
Tabel 5.22 memperlihatkan bahwa secara rata-‐rata, pada tahun 2013 di antara masyarakat yang pernah berurusan sendiri dengan petugas di pelayanan publik selama setahun terakhir, persentase yang mengetahui prosedur dan atau biaya resmi yang berlaku adalah 65,58 persen, turun 4,56 persen dibanding tahun 2012. Lebih rinci, persentasenya pada 10 jenis layanan publik berkisar antara 59,06 persen (petugas PLN) hingga 77,67 persen (guru/kepala sekolah), bergeser turun dibanding tahun 2012 yang berkisar antara 63,31 persen (Pengurus RT/RW) hingga 83,09 persen (guru/kepala sekolah). Penurunan memang terjadi pada semua jenis layanan publik.
Tabel 5.22. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan
Publik dan Mengetahui Prosedur dan Biaya Resmi yang Berlaku
Petugas Layanan Publik 2012 2013
1.Pengurus RT/RW 63,31 59,43 2.Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan 67,11 61,14 3.Petugas Polisi 80,83 75,69 4.Petugas PLN 68,20 59,06 5.Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas 72,49 68,48 6.Guru/Kepala Sekolah 83,09 77,67 7.Petugas Lembaga Peradilan 72,37 71,58 8.Petugas KUA 66,30 62,63 9.Petugas Dinas Kependudukandan Pencatatan Sipil 76,82 68,98
10.Petugas BPN 66,35 60,30
Seluruh Layanan 70,14 65,58
5.2.3. Pengalaman Membayar Melebihi Ketentuan
Tabel 5.23 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 secara rata-‐rata, di antara masyarakat pernah berhubungan sendiri dengan petugas layanan publik, persentase yang pernah membayar melebihi ketentuan adalah 11,74 persen, meningkat 1,13 persen dibanding tahun 2012. Secara rinci, persentasenya pada 10 jenis layanan publik berkisar antara 2,55 persen (petugas rumah sakit/puskesmas) hingga 22,5 persen (petugas KUA), jarak antara persentase terbesar dan terkecil lebih lebar dibanding tahun 2012 yang berkisar antara 2,84 persen (petugas rumah sakit/puskesmas) hingga 20,4 persen (petugas polisi).
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
70 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Persentase masyarakat yang pernah membayar lebih ketika berurusan dengan petugas polisi ketika survei tahun 2012 merupakan yang terbesar (20,4 persen), pada tahun 2013 turun 4,15 persen sehingga posisinya turun ke peringkat 4 persentase terbesar. Penurunan persentase lebih besar (5,72 persen) terjadi pada lembaga peradilan, sehingga peringkat kedua terbesar pada tahun 2012 ini pada tahun 2013 dengan 12,31 persen posisinya melorot ke urutan ke 7. Sementara itu, peningkatan persentase antara 1,06–5,09 persen terjadi pada 6 jenis layanan publik lainnya.
Tabel 5.23. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan
Publik menurut Pernah atau Tidaknya Membayar Melebihi Ketentuan
Petugas Layanan Publik 2012 2013
Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak
Pernah 1.Pengurus RT/RW 12,35 87,65 14,53 85,47
2.Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan
10,72 89,28 13,78 86,22
3.Petugas Polisi 20,4 79,60 16,25 83,75 4.Petugas PLN 15,65 84,35 19,11 80,89 5.Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas
2,84 97,16 2,55 97,45
6.Guru/Kepala Sekolah 6,94 93,06 6,38 93,62
7.Petugas Lembaga Peradilan 18,03 81,97 12,31 87,69
8.Petugas KUA 17,41 82,59 22,5 77,50 9.Petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
11,28 88,72 12,31 87,69
10.Petugas BPN 16,26 83,74 19,41 80,59
Seluruh Layanan 10,61 89,39 11,74 88,26
Tabel 5.24 menunjukkan bahwa mayoritas alasan masyarakat yang
tidak pernah membayar melebihi ketentuan adalah karena biaya sesuai ketentuan. Secara rata-‐rata, persentasenya 89,77 persen (meningkat dari 11,95 persen dibanding 2012). Peningkatan terjadi pada semua jenis layanan
Pada tahun 2013 secara rata-‐rata, persentase yang pernah
membayar melebihi ketentuan adalah 11,74 persen, meningkat 1,13
persen dibanding tahun 2012
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 71
publik. Artinya, semakin banyak masyarakat yang tidak membayar lebih karena mengetahui biaya sudah sesuai ketentuan.
Tabel 5.24. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik dan Tidak Pernah Membayar Melebihi Ketentuan menurut Alasan, 2012-‐2013
Petugas Layanan Publik Tahun
Biaya Sesuai
Ketentuan
Tidak Memiliki Uang Lebih
Menolak Praktek Suap
Tidak Ada
Manfaat-‐nya
Takut Melanggar
Hukum
Total
1.Pengurus RT/RW 2012 74,39 9,05 3,55 11,48 1,55 100 2013 86,67 8,38 1,11 3,17 0,66 100
2.Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan
2012 76,04 8,84 2,81 10,16 2,15 100
2013 88,77 7,24 1,24 2,40 0,36 100
3.Petugas Polisi 2012 80,87 5,35 3,86 7,64 2,29 100 2013 91,87 4,56 1,23 1,74 0,60 100
4.Petugas PLN 2012 77,48 6,02 3,28 11,34 1,87 100 2013 91,35 4,64 0,93 2,70 0,37 100
5.Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas
2012 80,24 7,54 2,13 8,72 1,37 100
2013 90,87 5,76 0,87 2,14 0,36 100
6.Guru/Kepala Sekolah
2012 82,77 4,45 2,34 8,81 1,64 100 2013 90,96 6,17 0,98 1,38 0,52 100
7.Petugas Lembaga Peradilan
2012 80,42 4,26 6,54 8,64 0,13 100 2013 92,56 4,00 3,08 0,25 0,12 100
8.Petugas KUA 2012 74,64 8,85 1,41 10,99 4,11 100 2013 96,32 1,85 0,12 1,71 0,00 100
9.Petugas Dinas Kependudukandan Pencatatan Sipil
2012 84,50 2,37 3,18 7,41 2,55 100
2013 91,97 3,84 1,37 1,73 1,10 100
10.Petugas BPN 2012 80,06 4,64 7,50 5,08 2,73 100 2013 92,12 3,06 3,87 0,95 0,00 100
Seluruh Layanan 2012 77,82 7,60 2,96 9,78 1,85 100 2013 89,77 6,36 1,12 2,28 0,47 100
Dari ulasan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa persentase masyarakat yang mengetahui prosedur dan biaya resmi yang berlaku menurun dan persentase masyarakat yang membayar melebihi ketentuan sedikit meningkat. Ini merupakan indikasi bahwa semakin banyak masyarakat yang mengetahui prosedur dan biaya yang resmi, maka semakin banyak masyarakat yang akan membayar biaya layanan publik sesuai ketentuan yang berlaku.
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
72 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
5.2.4. Waktu Pembayaran yang Melebihi Ketentuan
Tabel 5.25 memperlihatkan bahwa secara rata-‐rata, masyarakat yang pernah berhubungan sendiri dengan petugas layanan publik, membayar melebihi ketentuan paling banyak dilakukan sesudah pelayanan. Persentasenya naik dari 39,42 persen pada tahun 2012 menjadi 48,62 persen pada tahun 2013. Secara lebih rinci, pada hampir semua jenis layanan publik persentasenya naik, kecuali pada jenis layanan lembaga peradilan dan BPN.
Tabel 5.25. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan
Petugas Layanan Publik dan Pernah Membayar Melebihi Ketentuan menurut Waktu Pembayaran
Petugas Layanan Publik Tahun Sebelum Pada
Saat Sesudah Sebelum dan
Sesudah Total
1.Pengurus RT/RW 2012 41,29 14,13 42,83 1,75 100 2013 25,69 19,06 53,32 1,92 100
2.Petugas Kantor Desa/Kelurahan Kecamatan
2012 31,38 21,23 44,60 2,78 100
2013 27,63 19,06 52,31 1,00 100
3.Petugas Polisi 2012 34,88 37,67 25,85 1,60 100 2013 37,84 26,35 34,40 1,41 100
4.Petugas PLN 2012 20,01 17,25 58,18 4,56 100 2013 15,92 17,69 64,29 2,11 100
5.Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas
2012 21,39 40,96 35,53 2,12 100 2013 31,16 17,00 41,11 10,74 100
6.Guru/Kepala Sekolah 2012 24,16 47,65 25,49 2,69 100 2013 31,62 17,52 45,24 5,62 100
7.Petugas Lembaga Peradilan
2012 45,36 21,39 29,73 3,52 100 2013 39,80 26,10 26,85 7,26 100
8.Petugas KUA 2012 51,87 18,15 25,56 4,41 100 2013 45,68 15,50 36,31 2,52 100
9.Petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
2012 39,99 16,69 43,32 0,00 100
2013 37,85 8,75 48,54 4,85 100
10.Petugas BPN 2012 42,09 20,03 27,79 10,10 100 2013 43,99 19,05 26,49 10,48 100
Seluruh Layanan 2012 34,01 24,10 39,42 2,48 100 2013 29,47 19,38 48,62 2,52 100
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 73
5.2.5. Bentuk Pembayaran yang Melebihi Ketentuan
Hasil survei seperti terlihat pada Tabel 5.26 menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat yang pernah berhubungan sendiri dengan petugas layanan publik, membayar melebihi ketentuan dalam bentuk uang. Persentase secara rata-‐rata pada survei tahun 2013 relatif sama dengan tahun 2012 hanya sedikit meningkat dari 96,81 persen menjadi 97,08 persen
Tabel 5.26. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan
Petugas Layanan Publik dan Pernah Membayar Melebihi Ketentuan menurut Bentuk Pengeluaran yang Dilakukan, 2012-‐2013
Petugas Layanan Publik Tahun Uang Makanan Barang
Berharga Balas Jasa Total
1.Pengurus RT/RW 2012 97,72 1,47 0,00 0,82 100 2013 96,54 3,23 0,18 0,05 100
2.Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan
2012 97,21 1,25 0,91 0,64 100
2013 98,67 0,24 0,40 0,69 100
3.Petugas Polisi 2012 99,04 0,21 0,50 0,25 100 2013 98,72 0,73 0,44 0,10 100
4.Petugas PLN 2012 87,15 10,11 0,00 2,73 100 2013 90,21 6,87 1,94 0,98 100
5.Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas
2012 95,53 1,40 1,37 1,70 100
2013 98,25 1,41 0,00 0,34 100
6.Guru/Kepala Sekolah
2012 93,54 4,37 2,09 0,00 100 2013 94,97 1,02 2,99 1,02 100
7.Petugas Lembaga Peradilan
2012 100,00 0,00 0,00 0,00 100 2013 100,00 0,00 0,00 0,00 100
8.Petugas KUA 2012 100,00 0,00 0,00 0,00 100 2013 94,96 4,61 0,43 0,00 100
9.Petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
2012 100,00 0,00 0,00 0,00 100
2013 100,00 0,00 0,00 0,00 100
10.Petugas BPN 2012 92,39 5,81 1,80 0,00 100 2013 98,94 0,00 1,06 0,00 100
Seluruh Layanan 2012 96,81 1,89 0,59 0,72 100 2013 97,08 1,93 0,59 0,39 100
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
74 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
5.2.6. Penyebab Pembayaran Melebihi Ketentuan
Tabel 5.27 menunjukkan bahwa secara rata-‐rata, masyarakat lebih banyak yang membayar melebihi ketentuan karena inisiatif sendiri (tanpa diminta atau dianggap sebagai hal yang lumrah) dibanding diminta petugas atau pihak ketiga. Persentasenya pada tahun 2013 adalah 57,57 persen atau naik 5,42 persen dibanding tahun 2012.
Tabel 5.27. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan
Petugas Layanan Publik dan Pernah Membayar Melebihi Ketentuan menurut Cara Mengetahui Bahwa Harus Membayar Lebih
Petugas Layanan Publik Tahun Diminta Petugas
Diminta Pihak Ketiga
Hal Lumrah
Tidak Ada yang Meminta
Total
1.Pengurus RT/RW 2012 22,24 1,97 44,50 31,29 100 2013 23,38 1,94 35,99 38,69 100
2.Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan
2012 44,08 5,27 29,77 20,88 100
2013 34,93 2,06 33,11 29,90 100
3.Petugas Polisi 2012 66,21 5,59 16,81 11,40 100 2013 52,64 7,24 23,96 16,16 100
4.Petugas PLN 2012 31,50 4,64 32,25 31,61 100 2013 37,71 0,65 18,51 43,12 100
5.Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas
2012 54,44 0,78 33,98 10,79 100
2013 56,22 5,14 20,38 18,26 100
6.Guru/Kepala Sekolah
2012 59,90 2,73 24,53 12,84 100 2013 52,90 5,19 20,37 21,55 100
7.Petugas Lembaga Peradilan
2012 53,58 9,95 25,68 10,78 100 2013 76,37 1,87 6,28 15,48 100
8.Petugas KUA 2012 51,56 10,80 21,73 15,91 100 2013 52,03 11,97 18,19 17,81 100
9.Petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
2012 59,51 6,09 23,01 11,38 100
2013 54,74 4,26 8,65 32,35 100
10.Petugas BPN 2012 48,03 15,87 18,88 17,22 100 2013 60,21 9,99 15,71 14,09 100
Seluruh Layanan 2012 43,42 4,43 30,93 21,22 100 2013 38,85 3,58 27,96 29,61 100
Namun demikian, jika dilihat lebih rinci, hanya ada tiga jenis
pelayanan publik dengan persentase masyarakat yang membayar melebihi ketentuan terbanyaknya adalah karena inisiatif sendiri, yaitu: pengurus
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 75
RT/RW (74,68 persen atau turun 1,11 persen dibanding tahun 2012), petugas kantor desa/kelurahan/kecamatan (63,01 persen atau naik 2,36 persen dibanding tahun 2012), dan petugas PLN (61,63 persen atau turun 2,23 persen dibanding tahun 2012). Sedangkan pada 7 jenis pelayanan publik lainnya, kebanyakan masyarakat membayar melebihi ketentuan karena diminta petugas. Pada tahun 2013, persentase terbanyak terdapat pada lembaga peradilan (76,37 persen), BPN (60,21 persen), dan rumah sakit/puskemas (56,22 persen).
Dari Tabel 5.27 bisa terlihat perbandingan perkembangan selama 2012-‐2013. Nampak bahwa pada hampir semua jenis pelayanan publik, persentase masyarakat yang membayar lebih tanpa diminta (termasuk karena dianggap sebagai hal yang lumrah) mengalami peningkatan. Sedangkan persentase masyarakat yang membayar lebih karena diminta petugas terjadi penurunan hanya pada petugas kantor desa/kelurahan/kecamatan, polisi, guru/kepala sekolah, dan KUA.
5.2.7. Pola Tanggapan Ketika Diminta Membayar Melebihi Ketentuan
Dalam survei ini, masyarakat yang pernah diminta oleh petugas layanan publik atau pihak ketiga, akan ditanya lebih lanjut bagaimana tanggapannya ketika diminta membayar melebihi ketentuan tersebut.
Dari Tabel 5.28 terungkap bahwa secara rata-‐rata, kebanyakan masyarakat menyatakan tidak keberatan ketika diminta membayar melebihi ketentuan kepada petugas layanan publik ataupun pihak ketiga. Persentase pada tahun 2013 adalah 54,06 persen (turun 3,16 persen dibanding tahun 2012). Sedangkan persentase masyarakat yang menyatakan agak keberatan ketika mengalami hal yang sama menyusul dengan 26,47 persen (meningkat 4,02 persen).
Pola serupa juga tampak ketika dilihat lebih rinci pada setiap jenis layanan publik. Di antara masyarakat yang pernah diminta membayar melebihi ketentuan, mayoritas mengaku tidak keberatan atau agak keberatan.
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
76 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tabel 5.28. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan
Petugas Layanan Publik dan Pernah Diminta oleh Petugas/Pihak Ketiga menurut Tanggapan Ketika Dimintai Tidak Sesuai Ketentuan
Petugas Layanan Publik Tahun Tidak
Keberatan Agak
Keberatan Keberatan Sangat
Keberatan Total
1.Pengurus RT/RW 2012 61,22 24,46 11,97 2,35 100 2013 59,98 23,40 11,03 5,59 100
2.Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan
2012 66,81 19,80 9,52 3,87 100
2013 62,60 23,58 8,94 4,88 100
3.Petugas Polisi 2012 51,32 20,27 20,76 7,65 100 2013 45,06 30,00 16,26 8,69 100
4.Petugas PLN 2012 46,67 24,37 15,82 13,14 100 2013 57,15 23,16 10,01 9,68 100
5.Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas
2012 42,71 28,32 26,19 2,78 100
2013 31,44 55,04 7,65 5,86 100
6.Guru/Kepala Sekolah
2012 54,92 23,46 12,15 9,47 100 2013 43,96 29,19 23,78 3,08 100
7.Petugas Lembaga Peradilan
2012 26,88 17,90 39,01 16,21 100 2013 59,89 9,53 16,21 14,37 100
8.Petugas KUA 2012 59,89 33,02 7,09 0,00 100 2013 70,59 14,55 8,84 6,02 100
9.Petugas Dinas Kependudukandan Pencatatan Sipil
2012 52,33 33,22 12,22 2,23 100
2013 59,19 19,29 16,12 5,39 100
10.Petugas BPN 2012 51,04 20,78 23,85 4,32 100 2013 31,10 31,83 23,86 13,21 100
Seluruh Layanan 2012 57,22 22,45 14,89 5,44 100
2013 54,06 26,47 12,83 6,65 100
5.2.8. Alasan Pembayaran Melebihi Ketentuan
Tabel 5.29 memperlihatkan distribusi alasan masyarakat membayar melebihi ketentuan. Secara rata-‐rata keseluruhan, alasan yang dominan adalah karena ingin mempercepat proses pengurusan dan sebagai tanda terima kasih. Berturut-‐turut persentasenya pada tahun 2013 adalah 47,21 persen (meningkat dari 0,33 persen dibanding 2012) dan 34,59 persen (turun 1,37 persen dibanding 2012).
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 77
Tabel 5.29. Persentase Masyarakat yang Pernah Berhubungan Sendiri dengan Petugas Layanan Publik dan Pernah Membayar Melebihi Ketentuan menurut Tujuan, 2012-‐2013
Petugas Layanan Publik Tahun
Memper cepat Proses
Pengurusan
Mendapat kan
Pelayanan Lebih vBaik
Demi Menjaga Hubungan
Baik
Sebagai Tanda Terima Kasih
Total
1.Pengurus RT/RW 2012 40,85 5,97 6,62 46,56 100 2013 36,44 8,68 8,10 46,77 100
2.Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan
2012 47,16 8,52 4,57 39,74 100
2013 46,62 11,14 4,33 37,91 100
3.Petugas Polisi 2012 65,05 15,06 4,44 15,45 100 2013 68,76 12,21 2,64 16,39 100
4.Petugas PLN 2012 36,30 12,66 4,26 46,78 100 2013 35,41 16,24 4,08 44,27 100
5.Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas
2012 27,87 41,16 1,07 29,90 100
2013 44,49 35,81 1,19 18,51 100
6.Guru/Kepala Sekolah
2012 38,96 18,79 8,86 33,40 100 2013 37,67 17,61 11,14 33,59 100
7.Petugas Lembaga Peradilan
2012 62,20 29,65 1,19 6,95 100 2013 71,27 9,60 6,78 12,36 100
8.Petugas KUA 2012 30,90 17,49 0,40 51,21 100 2013 35,07 26,02 8,86 30,05 100
9.Petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
2012 69,20 14,66 4,41 11,72 100
2013 78,43 6,67 1,21 13,69 100
10.Petugas BPN 2012 52,87 22,16 0,00 24,97 100 2013 78,66 8,61 3,95 8,78 100
Seluruh Layanan 2012 46,88 12,23 4,93 35,96 100 2013 47,21 12,84 5,36 34,59 100
5.2.9. Pelaporan Kejadian
Hasil SPAK menunjukkan bahwa selama 2012-‐2013 hampir tidak ada masyarakat yang pernah berhubungan sendiri dengan pelayanan publik dan membayar melebihi ketentuan yang berani melaporkan pengalamannya. Masyarakat yang berani melapor secara rata-‐rata tidak sampai 1 persen.
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
78 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tabel 5.30. Persentase Masyarakat yang Membayar Melebihi Ketentuan dan
Tidak Melaporkan, 2012-‐2013
Petugas Layanan Publik 2012 2013
1.Pengurus RT/RW 99,33 99,66
2.Petugas Kantor Desa/Kelurahan dan Kecamatan 99,42 98,78
3.Petugas Polisi 98,77 98,92
4.Petugas PLN 97,90 100,00
5.Petugas Rumah Sakit dan Puskesmas 100,00 97,81
6.Guru/Kepala Sekolah 100,00 98,24
7.Petugas Lembaga Peradilan 95,23 95,84
8.Petugas KUA 100,00 97,82
9.Petugas Dinas Kependudukandan Pencatatan Sipil 96,33 100,00
10.Petugas BPN 93,80 100,00
Seluruh Layanan 99,04 99,07
5.3. Pengalaman Mendapatkan Tawaran/Permintaan Tertentu
Selain pengalaman dalam berurusan dengan petugas layanan publik, masyarakat masih mungkin mengalami hal-‐hal lain di dalam kehidupannya sehari-‐hari yang berkaitan dengan perilaku korupsi. Survei ini juga berusaha mengungkap pengalaman masyarakat dan bagaimana tanggapannya ketika ditawari uang/barang untuk memilih kandidat tertentu dalam Pilkades, Pilkada, atau Pemilu; diminta uang/barang saat proses penerimaan pegawai negeri/swasta; ditawari bantuan oleh saudara/teman agar anggota rumah tangga diterima menjadi pegawai negeri/ swasta; ditawari bantuan oleh saudara/teman agar anggota rumah tangga lolos seleksi penerimaan masuk sekolah; dan ditawari untuk membayar uang damai saat ditilang oleh petugas polisi lalu lintas.
Hasil SPAK memperlihatkan bahwa tidak banyak masyarakat yang pernah mengalaminya selama setahun terakhir. Pada tahun 2013, persentase masyarakat yang pernah ditawari uang/barang untuk memilih kandidat tertentu dalam Pilkades, Pilkada, atau Pemilu yang kurang dari 13 persen merupakan yang terbesar dan terlihat menonjol karena meningkat cukup banyak dibanding tahun 2012 (4,86 persen) serta terpaut cukup jauh dengan persentase terbanyak kedua (5,93 persen) yaitu persentase masyarakat yang
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 79
pernah ditawari untuk membayar uang damai saat ditilang oleh petugas polisi lalu lintas.
Tabel 5.31. Persentase Masyarakat yang Pernah Mendapatkan Tawaran Tertentu
Selama Setahun Terakhir
Jenis Tawaran 2012 2013
Ditawari uang/barang untuk memilih kandidat tertentu dalam Pilkades, Pilkada, atau Pemilu 4,86 12,95
Diminta uang/barang saat proses penerimaan pegawai negeri/swasta 2,24 2,17
Ditawari bantuan oleh saudara/teman agar anggota rumah tangga diterima menjadi pegawai negeri/swasta
2,13 1,74
Ditawari bantuan oleh saudara/teman agar nggota rumah tangga lolos seleksi penerimaan masuk sekolah
1,00 0,92
Ditawari untuk membayar uang damai saat ditilang oleh petugas polisi lalu lintas 5,68 5,93
Tabel 5.32 memperlihatkan bahwa mayoritas masyarakat menerima
ketika ditawari uang/barang untuk memilih kandidat tertentu dalam Pilkades/Pilkada/Pemilu dan persentasenya naik 4,5 persen menjadi 83,26 persen di tahun 2013.
Mayoritas (72 persen atau naik 3 persen) masyarakat menolak ketika diminta uang/barang saat proses penerimaan pegawai negeri/swasta. Sedangkan masyarakat yang menolak ketika ditawari bantuan oleh saudara/teman agar anggota rumah tangga diterima menjadi pegawai negeri/swasta persentasenya pada tahun 2013 adalah 55,87 persen, sedikit lebih banyak dibanding yang menerima (naik 1,86 persen dibanding tahun 2012).
Mayoritas masyarakat menerima (kebanyakan dengan terpaksa) ketika ditawari untuk membayar uang damai saat ditilang oleh petugas polisi lalu lintas, dan persentasenya turun 3,5 poin menjadi 78,3 persen di tahun 2013
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
80 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tabel 5.32. Persentase Masyarakat yang Pernah Mendapatkan Tawaran Tertentu
Selama Setahun Terakhir menurut Tanggapannya, 2012-‐2013
Petugas Layanan Publik Tahun Diminta
Petugas
Diminta Pihak Ketiga
Hal Lumrah
Tidak Ada yang Meminta
Total
Ditawari uang/barang untuk memilih kandidat tertentu dalam Pilkades/ Pilkada/Pemilu
2012 66,81 11,96 16,02 5,21 100
2013 73,63 9,63 13,11 3,63 100
Diminta uang/barang saat proses penerimaan pegawai negeri/swasta
2012 18,24 12,82 51,24 17,70 100
2013 15,84 12,00 54,78 17,39 100
Ditawari bantuan oleh saudara/teman agar anggota rumah tangga diterima menjadi pegawai negeri/ swasta
2012 40,93 5,06 45,02 8,99 100
2013 39,84 4,29 48,03 7,84 100
Ditawari bantuan oleh saudara/teman agar nggota rumah tangga lolos seleksi penerimaan masuk sekolah
2012 28,41 7,40 49,18 15,01 100
2013 43,44 4,97 34,61 16,98 100
Ditawari untuk membayar uang damai saat ditilang oleh petugas polisi lalu lintas
2012 26,99 54,82 8,72 9,47 100
2013 28,07 50,23 9,33 12,37 100
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 81
5.4. Pengetahuan/Pemahaman tentang Perilaku Korupsi
Bagian ini mencoba untuk melihat sejauh mana masyarakat Indonesia memiliki pemahaman tentang perilaku tertentu yang ada di masyarakat . Terdiri dari delapan kejadian yang berdasarkan definisi pada survei ini merupakan perilaku korupsi sehari-‐hari (petty corruption) maupun perilaku yang diyakini sebagai akar perilaku koruptif. Perilaku yang ditanyakan terdiri dari berbagai bentuk mulai dari suap, pemerasan dan nepotisme.
Pengetahuan/pemahaman mengenai perilaku masyarakat tertentu sebagai perilaku korupsi atau bukan dalam bagian ini diukur dari delapan perilaku, yakni:
1. Memberi uang damai kepada polisi agar tidak ditilang. 2. Memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai
negeri/swasta. 3. Memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan
administrasi (KTP dan KK). 4. Petugas KUA meminta uang tambahan untuk transport ke tempat
acara akad nikah. 5. Menerima pembagian uang/barang pada pelaksanaan Pilkades/
Pemilu/ Pilkada. 6. Menjamin keluarga/saudara/teman dalam proses penerimaan
menjadi pegawai negeri/swasta. 7. Guru mendapat jaminan (jatah) anaknya diterima masuk ke sekolah
tempat dia mengajar. 8. Seorang pegawai negeri bepergian bersama keluarga dengan
menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi.
Dari delapan jenis perilaku korupsi, Dari Tabel 5.33 terlihat bahwa pada 2013 persentase responden yang menyatakan bahwa perilaku tersebut korupsi berkisar antara 53–77 persen. Secara umum terjadi peningkatan dari 2012 yang berkisar antara 51–73 persen masyarkat memberikan pendapat tentang
Tiga dari empat responden menyatakan perilaku
memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta
merupakan perilaku korupsi
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
82 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
delapan perilaku tersebut sebagai perilaku korupsi. Persentase tertinggi pada perilaku memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta mencapai sekitar 77,37 persen. Kemudian perilaku memberi uang damai kepada polisi agar tidak ditilang mencapai sekitar 68,98 persen.
Tabel 5.33. Persentase Masyarakat yang Memberikan Pendapat tentang Beberapa Perilaku
Tertentu di Masyarakat sebagai Perilaku Korupsi
No. Jenis Perilaku 2012 2013
01 Memberi uang damai kepada Polisi agar tidak ditilang 66,15 68,98
02 Memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri /swasta 72,93 77,37
03 Memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK) 52,88 54,54
04 Petugas KUA meminta uang tambahan untuk transport ke tempat acara akad nikah 54,78 58,10
05 Menerima pembagian uang/barang pada pelaksanaan PILKADES/PILKADA/PEMILU 51,38 53,07
06 Menjamin keluarga /saudara /teman dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta
53,77 58,87
07 Guru mendapat jaminan (jatah) anaknya diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar 51,38 53,60
08 Seorang pegawai negeri bepergian bersama keluarga dengan menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi
57,72 61,28
Sementara itu, dari delapan jenis perilaku korupsi seperti yang disajikan pada Tabel 5.34 terlihat bahwa pada 2013 persentase responden yang menyatakan bahwa perilaku tersebut bukan maupun tidak tahu sebagai perilaku korupsi berkisar antara 22–46 persen. Tiga persentase tertinggi terlihat pada perilaku menerima pembagian uang/barang pada pelaksanaan Pilkades/Pilkada/Pemilu sebesar 46,93 persen, perilaku guru mendapat jaminan (jatah) anaknya diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar sekitar 68,98 persen dan perilaku memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK) sebesar 45,46 persen. Ini
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 83
menunjukkan bahwa hampir separuh responden menyatakan perilaku tersebut bukan atau tidak tahu sebagai perilaku korupsi
Tabel 5.34. Persentase Masyarakat yang Memberikan Pendapat tentang Beberapa Perilaku
Tertentu di Masyarakat sebagai Tidak Tahu dan Bukan Perilaku Korupsi
No. Jenis Perilaku 2012 2013
01 Memberi uang damai kepada Polisi agar tidak ditilang 33,85 31,02
02 Memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri /swasta 27,07 22,63
03 Memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK) 47,12 45,46
04 Petugas KUA meminta uang tambahan untuk transport ke tempat acara akad nikah 45,22 41,90
05 Menerima pembagian uang/barang pada pelaksanaan PILKADES/PILKADA/PEMILU 48,62 46,93
06 Menjamin keluarga /saudara /teman dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta
46,23 41,13
07 Guru mendapat jaminan (jatah) anaknya diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar 48,62 46,40
08 Seorang pegawai negeri bepergian bersama keluarga dengan menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi
42,28 38,72
Secara umum domisili wilayah tempat tinggal memiliki perngaruh yang cukup signifikan dengan tingkat pemahaman atau pengetahuan responden terhadap perilaku korupsi, khususnya pada delapan perilaku yang diukur. Pada seluruh delapan perilaku tersebut dibandingkan dengan responden yang tinggal di wilayah perkotaan persentase responden yang menyatakan delapan perilaku tersebut merupakan perilaku korupsi di daerah perdesaan cenderung lebih rendah.
Sebagai contoh, dari Tabel 5.35 nampak pada 2013 sekitar 81,63 persen responden di wilayah perkotaan yang menyatakan perilaku
Pada seluruh delapan perilaku yang diukur, persentase responden di wilayah perdesaan lebih rendah yang menyatakan
perilaku tersebut merupakan perilaku korupsi
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
84 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta merupakan perilaku korupsi. Angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 1,79 persen dibandingkan tahun 2012 (79,84 persen). Sedangkan responden di wilayah perdesaan yang menyatakan perilaku tersebut merupakan perilaku korupsi lebih rendah yakni sebesar 73,53 persen pada 2013.
Tabel 5.35. Persentase Masyarakat yang Memberikan Pendapat tentang Beberapa Perilaku Tertentu di Masyarakat sebagai Perilaku Korupsi menurut Domisili Wilayah,
2012–2013
No. Jenis Perilaku 2012 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
01 Memberi uang damai kepada Polisi agar tidak ditilang 73,31 59,69 74,91 63,66
02 Memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri /swasta
79,84 66,70 81,63 73,53
03 Memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK)
59,48 46,93 60,17 49,47
04 Petugas KUA meminta uang tambahan untuk transport ke tempat acara akad nikah
59,73 50,31 62,30 54,31
05 Menerima pembagian uang/barang pada pelaksanaan Pilkades/ Pilkada/Pemilu
55,01 48,11 56,16 50,30
06 Menjamin keluarga /saudara /teman dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta
61,49 46,81 65,40 52,99
07 Guru mendapat jaminan (jatah) anaknya diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar
56,84 46,46 58,33 49,35
08 Seorang pegawai negeri bepergian bersama keluarga dengan menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi
66,16 50,12 68,17 55,09
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 85
5.5. Media Sosialisasi Pengetahuan Anti Korupsi
Bagian ini menjelaskan mengenai pendapat masyarakat terkait seberapa sering mereka mendapatkan pengetahuan tentang anti korupsi dari berbagai sumber dan jenis media. Pengetahuan anti korupsi yang dimaksud adalah semua informasi ataupun pengetahuan yang intinya menentang/ menolak segala praktek baik yang secara langsung merupakan korupsi (penyuapan, pemerasan, nepotisme) maupun praktek yang menjadi akar atau kebiasaan yang permisif terhadap praktek korupsi di masyarakat.
Berdasarkan Gambar 5.23. memperlihatkan lebih dari 60 persen masyarakat menyatakan tidak pernah mendapatkan pengetahuan tentang anti korupsi dari semua jenis sumber yakni keluarga/ kerabat/teman, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan (LSM), pemerintah, dan KPK dan lembaga negara non pemerintah lainnya, dan akademisi.
Gambar 5.23. Persentase Frekuensi Masyarakat Memperoleh Pengetahuan Anti Korupsi Selama
Setahun Terakhir Menurut Sumber, 2012–2013
7.13
5.59
7.72
5.37
4.98
4.98
6.93
72.41
66.47
85.58
76.55
63.90
67.60
87.05
12.13
18.65
4.80
14.79
22.33
19.60
3.85
7.42
8.54
1.79
3.09
8.25
7.31
2.00
0.91
0.75
0.12
0.19
0.55
0.52
0.17
KPK dan Lembaga Negara Non Pemerintah Lainnya
Pemerintah
Organisasi Kemasyarakatan/ LSM
Tokoh masyarakat
Tokoh agama
Keluarga/kerabat/ teman
Akademisi
Sangat Sering Sering Kadang-‐Kadang Tidak Pernah Tidak Tahu
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
86 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Persentase masyarakat yang menyatakan tidak pernah mendapatkan pengetahuan tentang anti korupsi dari sumber pemerintah sebagai salah satu pihak yang berwenang memberikan sosialisasi anti korupsi sebesar 66,47 persen. Sedangkan sumber akademisi merupakan sumber yang paling tinggi dimana masyarakat mengatakan tidak pernah mendapatkan pengetahuan tentang anti korupsi mencapai 87,05 persen.
Sebagai salah satu metode meningkatkan perilaku anti korupsi adalah dengan memberikan pembelajaran kepada masyarakat melalui transformasi pesan maupun pengetahuan anti korupsi. Pembelajaran merupakan suatu proses komunikasi.
Komunikasi adalah proses pengiriman informasi dari satu pihak kepada pihak lain untuk tujuan tertentu. Efektivitas sumber dari informasi pengetahuan anti korupsi memiliki peranan yang penting dalam memastikan maksud dan tujuan tercapai.
Gambar 5.24. menunjukkan pola yang sama dengan 2012 bahwa sebagian besar sejumlah 28,40 persen atau naik 1,1 persen dari 27,30 persen pada 2012 masyarakat menilai pemerintah merupakan sumber media yang paling efektif (mudah diterima, dapat membawa hasil, berguna) dalam memberikan pengetahuan anti korupsi. Kemudian sumber media yang menurut masyarakat paling efektif berturut-‐turut adalah tokoh agama (28,00 persen) dan keluarga/kerabat/teman sebesar 20,70 persen.
Gambar 5.24. Persentase Sumber Media yang Menurut Masyarakat Paling Efektif dalam
Memberikan Pengetahuan Anti Korupsi, 2012–2013
1.80 1.70
10.80 8.50
15.70
20.70 16.30
11.50
24.40 28.00 27.30 28.40
1.20
2012 2013 Ormas Tokoh Masyarakat Keluarga/kerabat/teman KPK dan Lembaga Negara non Pemerintah Lainnya Tokoh agama Pemerintah Akademisi
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 87
Berdasarkan Gambar 5.25. nampak bahwa persentase masyarakat yang menyatakan sering mendapatkan pengetahuan anti korupsi paling tinggi dari seluruh jenis media adalah melalui televisi sebesar 31,99 persen, kemudian penyampaian secara langsung sebesar 6,74 persen dan koran/majalah sebesar 6,52 persen.
Lebih dari 50 persen masyarakat menyatakan tidak pernah mendapatkan pengetahuan tentang anti korupsi dari semua jenis media kecuali pada media televisi. Persentase masyarakat yang menyatakan tidak pernah mendapatkan pengetahuan tentang anti korupsi dari televisi hanya 25,84 persen.
Gambar 5.25. Persentase Frekuensi Masyarakat Memperoleh Pengetahuan Anti Korupsi Selama
Setahun Terakhir Menurut Jenis Media, 2012–2013
4.41
5.49
5.73
9.60
6.27
5.10
25.84
83.45
74.96
83.11
73.53
64.00
29.44
8.40
12.02
4.43
15.76
23.65
31.99
2.45
6.52
2.51
4.19
6.74
8.32
0.21
0.77
0.36
0.25
0.51
Televisi
Radio
Koran/ Majalah
Internet/ Media Sosial
Alat Peraga
Penyampaian Langsung
Sangat Sering Sering Kadang-‐Kadang Tidak Pernah Tidak Tahu
V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
88 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Proses penyampaian informasi/pengetahuan anti korupsi memiliki efektivitas yang berbeda tergantung dari jenis medianya. Gambar 5.26. nampak bahwa secara umum sebesar 70,70 persen atau naik 3,60 persen 67,10 persen masyarakat menilai televisi merupakan jenis media yang paling efektif dalam memberikan pengetahuan anti korupsi. Kemudian peringkat kedua media yang menurut masyarakat paling efektif (mudah diterima, dapat membawa hasil, berguna) adalah dengan penyampaian secara langsung dengan tatap muka (pidato, khutbah, nasehat, dan sebagainya) sebesar 25,60 persen.
Gambar 5.26. Persentase Jenis Media yang Menurut Masyarakat Paling Efektif dalam Memberikan
Pengetahuan Anti Korupsi, 2012–2013
67.10 70.70
25.60 25.60
1.80 1.00 1.70 1.10 0.80 0.80 0.80 0.60
2012 2013 Televisi Penyampaian Langsung Koran/ Majalah Radio Internet/ Media Sosial Alat Peraga
VI. REKOMENDASI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 89
VI. REKOMENDASI
Berdasarkan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) 2013 yang telah menghasilkan data Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) dan berbagai indikator tunggal yang menggambarkan perilaku anti korupsi, serta diskusi berbagai pihak (stakeholder) terdapat beberapa rekomendasi yang dihasilkan yakni :
• Identifikasi materi-‐materi PBAK yang sudah ada di K/L (Kemenkominfo, BUMN, Kemendikbud, KPK, kejaksaan, POLRI, dll) untuk masyarakat
• Optimalisasi lebih tinggi program PBAK di K/L yang memberikan 10 layanan dan melibatkan tokoh agama dalam PBAK K/L
• Monitoring efektifitas penggunaan anggaran penyuluhan hukum di K/L khususnya 10 layanan untuk memberikan informasi anti korupsi.
• Peningkatan penyebaran informasi anti korupsi secara langsung kepada tokoh agama dan pemerintah (K/L), ormas, asosiasi profesi, asosiasi pedagang, asosiasi dan perkumpulan-‐perkumpulan lainnya
• Mengembangkan jejaring forum anti korupsi sampai ke daerah untuk menjadi salah satu sumber informasi bagi masyarakat (Critical Mass Agent perubahan, ketokohan dan panutan)
• Memasukan materi STRANAS PPK pada jalur pendidikan PNS • Memasukan pengetahuan anti korupsi sebagai kualifikasi, kompetensi,
dan promosi jabatan pada IPDN, LAN, STAN, Lemhanas, SPN, Sespimma, Sespimti, Akpol
• Melibatkan peran Inspektorat, BPK, Pengawasan Internal mendukung Eksternal dan sebaliknya untuk implementasi STRANAS PPK
• Pengarusutamaan STRANAS PPK ke dalam RPJMN , lintas dan semua sektor.
• Menjadikan STRANAS PPK pilar penting bagi implementasi berbagai legislasi dan kebijakan, desa, MP3EI, Investasi, Pendidikan , Kesehatan, maupun prolegnas, reformasi birokrasi, pelayanan publik
• Mengembangkan pilot survey integritas , wilayah, lembaga, individu, dunia usaha, partai politik, dst
VI. REKOMENDASI
VI. REKOMENDASI
90 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
• Khusus bagi kepolisian, menata sistem dan data, dimulainya dari pengaduan masyarakat, pelayanan yang diberikan, tindak lanjut dan waktunya, investigasi, penuntutan, sanksi dan hukuman (Data Crime Statistik)
• Memotivasi sekolah untuk mengembangkan mekanisme reward dan punishment oleh sekolah kepada guru berprestasi
• Mendorong proses penerimaan murid baru yang terbuka, adil, tanpa memprioritaskan anak guru dan pejabat (education for all)
• Menyusun kebijakan mengenai insentif dan biaya layanan yang diberikan oleh tokoh formal dan disosialisasikan kepada masyarakat
• Mendorong penggunaan Citizen Report Card atau Community Score Card untuk penilaian kualitas pelayanan publik
VI. REKOMENDASI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 91
VI. REKOMENDASI
92 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
LAMPIRAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 93
LAMPIRAN
SPAK13.KRAHASIA
REPUBLIK INDONESIABADAN PUSAT STATISTIK
SPAK 2013
101 Provinsi
Kabupaten/Kota *)
Kecamatan
Desa/Kelurahan *)
Klasifikasi Desa/Kelurahan
Nomor Blok Sensus
Nomor Urut Rumah Tangga Sampel
102
103
104
105
106
107
108
Nomor Kode Sampel
1.Perkotaan 2. Pedesaan
I. PENGENALAN TEMPAT
*) Coret yang tidak perlu
301
303
III. KETERANGAN UMUM RESPONDEN
Nama responden
Jenis kelamin
Umur (tahun)304
1. Laki-laki 2. Perempuan
306 Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Status perkawinan305 1. Tidak Kawin 2. Kawin 3. Cerai Hidup 4. Cerai Mati
Hubungan dengan KRT302 1. KRT 2. Suami/Istri
No. Urut
DAFTAR KEPALA RUMAH TANGGA DAN ISTRI/SUAMI
Nama Kepala Rumah Tangga dan Istri/Suami
Hubungan dengan KRT
1. KRT 2.Istrisuami
Jenis Kelamin1.Lk 2.Pr
Umur (tahun)
Beri tanda (√ ) jika:
Laki-laki
Perempuan
No urut ART
eligible
(1) (4) (5) (6)(2) (3) (7) (8)
201
Uraian
II. KETERANGAN PETUGAS DAN PEMILIHAN RESPONDEN Pencacah Pengawas/Pemeriksa
Nama dan Tanda Tangan
Tanggal
…………………………………………, ....................................
Tanggal Bulan
…………………………………………, ....................................
202 Tanggal Bulan
Jumlah ART
eligible
TABEL KISH
Nomor Urut Sampel Rumah Tangga
1
(1)
2 3 4 5 6 7 8 9 10
(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 2 1 2 1 2 1 2 1
1
2
B
3 1 2 3 1 2 3 1 2
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
3
4
1
23
4
WAWANCARA BERAKHIR0
Survei Perilaku Anti Korupsi 2013
a. Keberadaan rumah tangga 1. Ditemukan2. Ganti KRT
b. Hasil pencacahan responden 0. Berhasil1. Menolak2. Tidak ketemu3. Pergi
1. Tidak pernah sekolah 4. SMP/sederajat 7. DIV/S12. Tidak tamat SD/sederajat 5. SMA/sederajat 8. S2/S33. SD sederajat 6. DI/DII/DIII
109
1
2
3
3. Pindah dalam BS4. Pindah keluar BS
4. Sakit5. Meninggal6. Tidak dapat didata
Lampiran 1 : Kuesioner SPAK13.K
LAMPIRAN
94 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
IV. PENDAPAT TERHADAP KEBIASAAN DI MASYARAKAT
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang :Sangat Wajar Wajar Kurang
WajarTidak Wajar
Kode Pengolahan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Memberi uang/barang kepada tokoh adat/agama/masyarakat ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan (pernikahan, khitanan, kematian, dsb)Memberi uang/barang kepada tokoh adat/agama/masyarakat ketika menjelang hari raya keagamaanMemberi uang/barang kepada ketua RT/RW/Kades/Lurah ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan (pernikahan, khitanan, kematian, dsb)Memberi uang/barang kepada ketua RT/RW/Kades/Lurah ketika menjelang hari raya keagamaan
Demi mempererat hubungan kekeluargaan dan pertemanan, seseorang menjamin keluarga/saudara/teman agar diterima menjadi pegawai negeri/swastaMemberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta
Memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK)
Pegawai melakukan pekerjaan/usaha sampingan di luar tugasnya pada saat jam kerja
Pelanggar lalu lintas yang memberi uang damai kepada Polisi
Guru mendapat jaminan (jatah) anaknya diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
Rincian 401 s.d. 420 :
Membagikan uang/barang ke calon pemilih pada PILKADES/PILKADA/PEMILU
Mengharapkan pembagian uang/barang pada PILKADES/PILKADA/PEMILU
419
420
Guru meminta uang/barang dari orang tua murid ketika kenaikan kelas/penerimaan rapor
417
Petugas KUA meminta uang tambahan untuk transpor ke tempat acara akad nikah
Memberi uang/barang kepada pihak sekolah agar anaknya dapat diterima di sekolah tersebut
418
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
Sikap istri yang menerima uang pemberian suami diluar penghasilan suami tanpa mempertanyakan asal usul uang tersebutSeorang Pegawai Negeri bepergian bersama keluarga dengan menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadiOrang tua mengajak anaknya dalam kampanye PILKADA/PEMILU demi mendapatkan uang yang lebih banyakSeseorang mengetahui saudaranya tanpa izin mengambil uang orang tuanya tetapi tidak melaporkan kepada orang tuanya.
401
402
403
404
Publik
1 2 3 4
1 2 3 4
Komunitas
Keluarga
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
Memberi uang lebih kepada polisi untuk mempercepat pengurusan SIM dan STNK
309 Lapangan usaha/bidang pekerjaan utama daritempat bekerja selama seminggu terakhir:
310 Status dalam pekerjaan utama selama seminggu terakhir
1. Berusaha sendiri 6. TNI/POLRI 2. Berusaha dibantu buruh tidak dibayar 7. Pegawai BUMD/BUMN3. Berusaha dibantu buruh dibayar 8. Pekerja bebas 4. Karyawan/pegawai swasta 9. Pekerja tidak dibayar5. Pegawai Negeri Sipil / Pejabat pemerintahan 0. Lainnya ............................
311 Rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan 1. < Rp 1 Juta 3. Rp 3 Juta – 5.9 Juta 5. Rp10 Juta – Rp 14,9 Juta 2. Rp 1 Juta – 2.9 Juta 4. Rp 6 Juta – 9.9 Juta 6. ≥ Rp 15 Juta
III. KETERANGAN UMUM RESPONDEN (Lanjutan)
307 Apakah bekerja atau berusaha selama seminggu terakhir? 1.Ya à R.309 2.Tidak
308 Apakah mempunyai pekerjaan tetap tetapi sementara tidak bekerja selama seminggu terakhir? 1.Ya 2.Tidak à R.311
1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2. Pertambangan 7. Angkutan/Pergudangan/Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan/Real Estat/Jasa Perusahaan4. Listrik, Gas, dan Air Minum 9. Jasa Kemasyarakatan5. Konstruksi 0. Lainnya ....................................(Sebutkan)
LAMPIRAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 95
LAMPIRAN
96 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Tokoh agama
Organisasi kemasyarakatan/LSM
Pemerintah
801802
805806
803 Tokoh masyarakat
Seberapa sering Bapak/Ibu mendapatkan pengetahuan tentang ANTI KORUPSI dari beberapa sumber berikut selama 12 bulan terakhir :
Rincian 801 s.d. 807 :
RadioTelevisi
Koran/majalahInternet/media sosial
809810
811812
Sangat Sering Sering Kadang-
kadang
(7)
Tidak Pernah
Tidak Tahu (Jangan
Dibacakan)
(2) (3) (4) (5) (6)
VIII. SUMBER INFORMASI TENTANG PENGETAHUAN ANTI KORUPSI
(1)
Kode Pengolahan
Alat peraga (spanduk, pamflet, brosur, stiker, dsb)813
Penyampaian secara langsung (pidato, khutbah, nasehat, dsb )814
Dari seluruh sumber tersebut mana yang menurut pendapat Bapak/Ibu paling EFEKTIF (mudah diterima) dalam memberikan pengetahuan tentang ANTI KORUPSI :1. Keluarga/kerabat/teman 3. Tokoh masyarakat 5. Organisasi kemasyarakatan/LSM 7. KPK dan Lembaga Negara Lainnya 2. Tokoh agama 4. Akademisi 6. Pemerintah
Dari seluruh media tersebut mana yang menurut pendapat Bapak/Ibu paling EFEKTIF (mudah diterima) dalam memberikan pengetahuan tentang ANTI KORUPSI :1. Televisi 2. Radio 3. Koran/majalah 4. Internet/media sosial 5. Alat peraga 6.Penyampaian secara langsung
Seberapa sering Bapak/Ibu mendapatkan pengetahuan tentang ANTI KORUPSI dari beberapa media berikut selama 12 bulan terakhir :
Rincian 809 s.d. 815 : Kode Pengolahan
808
Sangat Sering Sering Kadang-
kadangTidak
Pernah
Tidak Tahu (Jangan
Dibacakan)(2) (3) (4) (5) (6) (7)
815
1. Ya2. Tidak3. Tidak ingat 9. Tidak relevan
Rincian 601 s.d. 605 : Pengalaman Responden
Pernahkah Bapak/Ibu ditawari uang/barang untuk memilih kandidat tertentu dalam PILKADES, PILKADA, atau PEMILU?
Pernahkah Bapak/Ibu ditawari untuk membayar uang damai saat ditilang oleh petugas polisi lalu lintas?
601
602
603
604
(3)(1)
605
Jika Kolom 2 berkode 1, Bagaimana tanggapan Bapak/
Ibu dalam situasi tersebut?1. Menerima2. Menerima dengan terpaksa3. Menolak dengan halus4. Menolak dengan tegas
(2)
Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami peristiwa berikut selama 12 bulan terakhir?
2 3 4 01
2 3 4 012 3 4 012 3 4 01
2 3 4 012 3 4 01
(1)
2 3 4 01
2 3 4 01
2 3 4 01
2 3 4 01
Pernahkah Bapak/Ibu ditawari oleh seseorang untuk memasukkan anggota rumah tangga agar diterima menjadi pegawai negeri/swasta dengan keharusan membayar sejumlah uang tertentu?
Pindah ke rincian berikutnya
Pernahkah Bapak/Ibu ditawari bantuan oleh saudara/teman agar anggota rumah tangga diterima menjadi pegawai negeri/swasta? Pernahkah Bapak/Ibu ditawari bantuan oleh saudara/teman agar anggota rumahtangga lolos seleksi penerimaan masuk sekolah?
Keluarga/kerabat/teman
KPK dan Lembaga Negara Lainnya807 2 3 4 01
2 3 4 01
Menurut pemahaman dan pengetahuan Bapak/Ibu, perilaku berikut ini termasuk perilaku korupsi atau bukan? Rincian 701 s.d. 708 :
Memberi uang damai kepada Polisi agar tidak ditilang
Menjamin keluarga/saudara/teman dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta
Menerima pembagian uang/barang pada pelaksanaan PILKADES/PILKADA/PEMILU
Memberi uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta
Seorang pegawai negeri bepergian bersama keluarga dengan menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi
701
702
704
705
707
708
(2)
VII. PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PERILAKU TERTENTU
(1)
Petugas KUA meminta uang tambahan untuk transport ke tempat acara akad nikah
706
Memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK)703
1.Ya 2.Tidak 9.Tidak Tahu
Guru mendapat jaminan (jatah) anaknya diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar
VI. PENGALAMAN LAINNYA
804 Akademisi 2 3 4 01
LAMPIRAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 97
IX. INFORMASI LAINNYAa. Selama setahun terakhir, seberapa sering memperoleh informasi terkait kasus korupsi dari media massa ?
1. Sangat sering 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Tidak pernah à R.902
b. Media massa mana yang paling banyak memberikan informasi terkait kasus korupsi ?1. Televisi 2. Radio 3. Koran/majalah 4. Internet/media sosial
c. Apa pengaruh utama yang Bapak/Ibu dapatkan dari pemberitaan kasus korupsi tersebut? (jawaban tidak dibacakan)
b. Jika Ya, tolong jelaskan apa bentuknya ?
a. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan sosialisasi mengenai Informasi ANTI KORUPSI dari pemerintah?
1. Mengetahui cara melakukan korupsi 3. Menjadi prihatin 5. Lainnya ..............................2. Mengetahui korupsi merupakan hal lumrah 4. Membenci korupsi
901
1. Ya 2. Tidak à R.903
c. Apakah pengetahuan ANTI KORUPSI Bapak/Ibu bertambah?
902
1. Ya 2. Tidak
903 a. Apakah di dalam lingkungan sehari-hari berpeluang korupsi seperti: menerima suap, memberi suap, memeras, mengambil uang, atau nepotisme untuk keuntungan sendiri?
b. Apakah ada teman/orang dekat di dalam lingkungan tersebut yang setahun terakhir melakukan korupsi seperti: menerima suap, memberi suap, memeras, mengambil uang, atau nepotisme untuk keuntungan sendiri?
1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2. Tidak
X. CATATAN
904 Bagaimana sikap Bapak/Ibu jika orang dekat Bapak/Ibu yang melakukan korupsi.1. Sangat permisif [misalnya responden mendukung/melindungi]2. Permisif [misalnya responden cenderung membiarkan/memaafkan ]3. Anti korupsi [misalnya responden akan menasehati]4. Sangat anti korupsi [misalnya responden akan melaporkan/menghukum ]
LAMPIRAN
98 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
LAMPIRAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 99
Lampiran 2 : Foto-‐Foto Workshop Instruktur Nasional
LAMPIRAN
100 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
LAMPIRAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 101
LAMPIRAN
102 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Lampiran 3 : Foto-‐Foto Pencacahan
Pencacahan di Tapango, Provinsi Sulawesi Barat
Pencacahan di Binuang, Provinsi Sulawesi Barat
LAMPIRAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 103
Pencacahan di Kelurahan Amassangan, Provinsi Sulawesi Barat
Pencacahan di Kelurahan Amassangan, Provinsi Sulawesi Barat
LAMPIRAN
104 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Pencacahan di Provinsi Sumatera Selatan
Pencacahan di Provinsi Lampung
LAMPIRAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 105
LAMPIRAN
106 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Badan Pusat Statistik Jl. Dr. Sutomo No. 6-‐8 Jakarta 10710 Telp.: (021) 3841195, 3842508, 3810291-‐4. Fax.: (021) 3857046 Homepage: http:\www.bps.go.id E-‐mail: [email protected]