buat pendidikan

Upload: wiyogo

Post on 05-Mar-2016

55 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

HUBUNGAN HIPERURISEMIA DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRISNA WERDHABUDI SEJAHTERA BANJARBARUTAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh:WIYOGO ADMUDARMINTONPM : 11151 A-S1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN BANJARMASIN, 2015HUBUNGAN HIPERURISEMIA DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRISNA WERDHABUDI SEJAHTERA BANJARBARUTAHUN 2015

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Program Studi S1 Keperawatan

Oleh:WIYOGO ADMUDARMINTONPM : 11151 AS1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANBANJARMASIN, 2015PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini dengan judul Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru 2015 oleh Wiyogo Admudarminto, 11151 AS1 telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing, dan akan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Seminar Hasil Skripsi Program Studi S.1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.

Banjarmasin, Mei 2015

Pembimbing 1

Maya Fauzi, S.Kep.,NsNIP. 19740413 200012 1 002

Pembimbing 2

Isnawati, SKM. M.KesNIP. 1965 1026 198812 2001

MengetahuiKaprodi S.1 Keperawatan

Solikin, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMBNIK. 035.003.002

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini oleh:Nama:WIYOGO ADMUDARMINTONPM:11151 AS1Judul Skripsi:Hubungan Hiperurisemia dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru 2015

Telah melaksanakan ujian skripsi pada tanggal 11 Agustus 2015, dan dinyatakan berhasil mempertahankan di hadapan Dewan Penguji dan di terima sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S.1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin

DEWAN PENGUJI :

Penguji:

Maya Fauzi, S.Kep.,Ns. (Anggota)NIP. 19740413 200012 1 002

Penguji:

Isnawati, SKM., M.Kes (Pimpinan Sidang)NIP. 1965 1026 198812 2001

Penguji :

Solikin, Ns.,M.Kep.,Sp.KMB (Anggota)NIP. 035.033.002

Mengesahkan di: BanjarmasinTanggal : 17 Agustus 2015

Ketua StikesMengetahuiMuhammadiyah BanjarmasinKaprodi S.1 Keperawatan

M.Syafwani, S.Kp.,M.Kep.Sp.JiwaSolikin,Ns.,M.Kep.,Sp.KMBNIK. 012 .012. 096NIK. 035.003.002

PERNYATAAN ORISINILITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:Nama : Wiyogo AdmudarmintoNPM: 11151 AS1Prodi : S1 KeperawatanJudul Skripsi:Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru 2015

Menyatakan dengan sesunguhnya bahwa skripsi ini merupakan hasil karya ciptaan saya sendiri dan bukan flagiat, begitu pula hal yang terkait di dalamnya baik mengenai isinya, sumber yang dikutip/dirujuk, maupun teknik dalam pembuatan dan penyusunan skripsi ini.

Pernyataan ini akan saya pertanggung jawabkan sepenuhnya, apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya cipta saya atau flagiat atau jiblakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut berdasarkan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 25 (2) Dan Pasal 70.

Dibuat di: BanjarmasinPada tanggal: 7 Mei 2015Saya yang menyatakan,

Matrai 6000

Tanda tangan:......................................

Kutipan UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional:Pasal 25 (2):Lulusan Perguruan Tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiblakan akan dicabut gelarnya.Pasal 70:Lulusan Perguruan Tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jablakan dipidana dengan pidana paling lama dua tahun/ atau pidana denda paling banyak RP 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:Nama : Wiyogo AdmudarmintoNPM: 11151 AS1Prodi : S1 KeperawatanJenis Karya: Skripsi

Sebagai civitasi akademika Stikes Muhammadiyah Banjarmasin, yang turut serta mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Stikes Muhammadiyah Banjarmasin Hak Bebas Royaliti atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru 2015

Dengan adanya Hak Bebas Royalti ini maka, Stikes Muhammadiyah Banjarmasin mempunyai kebebasan secara penuh untuk menyimpan, melakukan editing, mengalihkan ke format/media yang berbedamelakukan kelolaan berupa database , seta melakukan publikasi tugas ahir saya ini dengan mempertimbangkan dan mencantumkan nama penulis/pencipta dan sebagai hak pemilik Hak Cipta dengan segala perangkat yang ada (bila diperlukan).Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat Di : BanjarmasinTanggal: 7 Mei 2015

Saya yang menyatakan

( Wiyogo Admudarminto)

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAHBANJARMASIN

Skripsi, Agustus 2015

Wiyogo Admudarminto11151 AS-1

Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015

Abstrak

Latar Belakang: Kesehatan merupakan suatu keadaan sehat dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif. Kesehatan merupakan indikator pembangunan nasional. Salah satu penyakit yang mengahambat pembangunan nasional adalah hiperurisemia yaitu penyakit yang menyebabkan rasa nyeri sehingga menyebabkan gangguan gerak untuk aktivitas sehari-hari. Hiperurisemia merupakan faktor risiko bagi hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Hubungan Antara Hiperurisemia dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015.Metode: Penelitian analitik korelasional dengan rancangan case control retrosektif. Populasi case pada penelitian ini berjumlah 39 orang dan populasi control berjumlah 73 orang. Teknik sampling adalah simple random sampling dengan jumlah sampel case 35 orang dan sampel control 35 orang.. Pengambilan data dilakukan melalui studi dokumen.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan responden case yang mengalami hiperurisemia sebanyak 24 orang (34,29%) dan responden case yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 11 orang (15,71%). Responden control yang tidak mengalami hiperurisemia sebanyak 20 orang (28,58%) dan sebanyak 15 orang (21,42%) mengalami hiperurisemia. Ada hubungan dengan tingkat signifikan 0,05 dan nilai p=0,03.Saran: Bagi instansi terkait khususnya bagi perawat di poliklinik PSTW lebih meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi mengenai masalah hiperurisemia dan hipertensi terhadap penderita hiperurisemia dan hipertensi.

Kata kunci: Hiperurisemia, Hipertensi.

Daftar rujukan: 46 (2005-2013)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya jualah sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, banyak kelemahan dan kekurangan dengan keterbatasan dan kemampuan penulis, namun berkat bantuan, dorongan, bimbingan dan perhatian dari berbagai pihak, alhamdulillah proposal ini dapat diselesaikan.

Atas segala bimbingan, arahan dan bantuan yang diberikan, peneliti mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang setulus-tulusnya kepada:1. Bapak M. Syafwani, S.Kp.,M.Kep,Sp.Jiwa, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin yang telah bersedia memberikan tanda tangan di sela-sela kesibukan beliau.2. Bapak Solikin,Ns,M.Kep,Sp.Kep.KMB, Ketua Prodi S1 Keperawatan yang telah memberikan arahan kepada penulis dan telah mendidik kami dengan penuh kasih sayang sampai kami selesai menjalani pendidikan ini.3. Bapak Maya Fauzi, S.Kep.,Ns, Pembimbing Materi Penelitian yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk maupun saran kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.4. Ibu Isnawati, SKM.,M.Kes, Pembimbing Metode Penelitian dan Teknik Penulisan yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta saran kepada penulis.5. Staf perpustakaan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin yang telah menyediakan buku-buku sebagai sumber informasi atau literatur bagi penulis.6. Bapak kepala dan staf-staf di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru yang telah memberikan izin untuk melakukan studi pendahuluan dan penelitian.7. Ayahanda (Bahgian) dan Ibunda (Sudiarti) tercinta yang senantiasa berdoa demi keberhasilan penulis serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan baik moril maupun meteril selama menempuh pendidikan sampai menyusun skripsi ini.8. Responden penelitian yang tidak dapat penulis sebutkan, yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.9. Sahabat-sahabat dan Teman-teman Program Studi S1 Keperawatan angkatan IX yang selalu memberikan semangat dan kebersamaan kepada penulis.

Penulis menyadari banyak kelemahan, kekurangan dan keterbatasan pengetahuan dalam penulisan ini. Penulis mengaharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaannya.

Mudah-mudahan Penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang selalu melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya. Amien.

Banjarmasin, Agustus 2015

Penulis

DAFTAR ISIHalHALAMAN JUDUL.iLEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.iiLEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI.iiiPERNYATAAN ORISINILITAS PENELITIAN.ivPERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.vABSTRAK.viKATA PENGANTAR.viiDAFTAR ISI.viiiDAFTAR TABEL.ixDAFTAR SKEMA.xDAFTAR GAMBARxiDAFTAR LAMPIRANxii

BAB 1 PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang.11.2. Rumusan Masalah.51.3. Tujuan Penelitian .51.4. Manfaat Penelitan.61.5. Peneliti Terkait.7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA1. 2. 2.1. Konsep Hiperurisemia.102.2. Konsep Hipertensi.212.3. Hubungan Hiperurisemia dan Hipertensi.372.4. Kerangka Konsep.422.5. Hipotesis.43

BAB 3 METODE PENELITIAN1. 2. 3. 3.1. Rancangan/Desain Penelitian.443.2. Defenisi Operasional.453.3. Populasi, Sampel dan Sampling.463.4. Tempat dan Waktu Penelitian.473.5. Sumber Data Penelitian.473.6. Teknik Pengumpulan Data.473.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data.483.8. Etika Penelitian.50

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN1. 2. 3. 4. 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.514.2. Karakteristik Responden.554.3. Analisis Univariat.574.4. Analisa Bivariat.594.5. Pembahasan.614.6. Keterbatasan Penelitian.674.7. Implikasi Hasil Penelitian dalam Keperawatan.68

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN1. 2. 3. 4. 5. 5.1. Kesimpulan.695.2. Saran.69

DAFTAR RUJUKAN71LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR TABELHalTabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah22Tabel 2.2 Hubungan hiperurisemia dengan hipertensi38Tabel 3.1 Definisi operasional variabel45Tabel 4.1 Jumlah lansia di masing-masing wisma55Tabel 4.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin pasien hipertensi56Tabel 4.3 Distribusi frekuensi umur pasien hipertensi57Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pasien hiperurisemia58Tabel 4.5 Distribusi frekuensi pasien hipertensi59Tabel 4.6 Tabulasi silang hiperurisemia dengan hipertensi60

DAFTAR SKEMAHalSkema 2.1. Metabolisme asam urat13Skema 2.2 Kerangka konsep42Skema 3.1 Rancangan penelitian case control44

DAFTAR GAMBARHalGambar 2.1. Mekanisme hipertensi pada hiperurisemia39

DAFTAR LAMPIRANLampiran 1. Jadual Pelaksanaan PenelitianLampiran 2. Lembar Studi DokumenLampiran 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden CaseLampiran 4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ControlLampiran 5. Hasil Tabulasi Silang Hiperurisemia dengan Kejadian HipertensiLampiran 6. Surat Pengantar Melakukan Studi PendahuluanLampiran 7. Surat Izin Melaksanakan Studi PendahuluanLampiran 8. Surat Pengantar Melakukan PenelitianLampiran 9. Surat Izin Melaksanakan PenelitianLampiran 10. Surat Komisi Etik PenelitianLampiran 11. Lembar Konsultasi

BAB 1PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang MasalahWorld Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kesehatan tidak hanya meliputi aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Kesehatan secara kompleks sebagai kesehatan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kesehatan merupakan suatu alat untuk hidup secara produktif (Maulana, 2009).

Menurut undang-undang RI. No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, sehat atau kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Status kesehatan menjadi indikator pembangunan kesehatan yang merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah. Pengertian sehat lebih mengutamakan pada konsep sehat-produktif, yaitu sehat sebagai sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif. Upaya kesehatan harus diarahkan agar setiap penduduk dapat memiliki kesehatan yang cukup dan dapat hidup produktif (effendy dan Makfudli, 2009).

Salah satu penyakit yang saat ini mengganggu produktivitas masyarakat adalah penyakit hiperurisemia, yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat penumpukan asam urat (uric acid) dalam tubuh secara berlebihan (Vitahealth, 2005). Penyakit hiperurisemia menimbulkan rasa nyeri, nyeri yang disebabkan penyakit hiperurisemia mengakibatkan gangguan gerak sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan produktivitas kerja, tak jarang penderita mengalami depresi karena kualitas dan produktivitasnya menurun drastis (Khomsan dan Harlinawati, 2008).Gout adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan penyakit yang berkaitan dengan hiperurisemia. Gout didefinisikan sebagai suatu sindrom yang disebabkan oleh respon peradangan terhadap deposisi kristal monosodium urat. Gout merupakan diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah kondisi biokimia (Johnstone, 2005).

Angka prevalensi di dunia secara global belum tercatat, namun di Amerika Serikat angka prevalensi hiperurisemia pada tahun 2010 sebanyak 807.552 orang (0,27%) dari 293.655.405 orang. Indonesia menempati peringkat pertama di Asia Tenggara dengan angka prevalensi 655.745 orang (0,27%) dari 238.452.952 orang (Right Diagnosis Statistik, 2010).

Hiperurisemia di amerika meningkat dua kali lipat dalam populasi lebih dari 75 tahun antara 2010 dan 2011, dari 21 per 1000 menjadi 41 per 1000. Dalam studi kedua, prevalensi asam urat pada populasi orang dewasa inggris diperkirakan 1,4%, dengan puncak lebih dari7% pada pria berusia 75 tahun. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Nasional Ciptomangunkusumo Jakarta, penderita penyakit gout dari tahun ke tahun semakin meningkat dan terjadi kecenderungan di derita pada usia yang semakin tua. Hal ini terbukti dengan hasul rekam medik RSCM pada tahun 2010 yaitu tercatat 18 kasus, pria 13 kasus dan wanita 5 kasus (1 kasus umur 2-25 tahun, 12 kasus umur 30-50 tahun, dan 5 kasus umur >65 tahun). Prevalensi penderita asam urat di Indonesia 29,2% (Asripa, 2012).

Prevalensi penderita hiperurisemia tertinggi di Indonesia berada pada penduduk di daerah pantai dan paling tinggi di daerah Manado - Minahara sebesar 29,2 % pada tahun 2003 dikarenakan kebiasaan atau pola makan ikan dan mengonsumsi alkohol. Alkohol dapat menyebabkan pembuangan asam urat lewat urine sehingga asam uratnya tetap bertahan di dalam darah (Anonim, 2009).

Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh. Apabila terjadi kelebihan pembentukan (over production) atau penurunan ekskresi (underexcretion) atau keduanya maka akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat darah yang disebut dengan hiperurisemia. Patokan untuk menyatakan hiperurisemia adalah kadar asam urat > 7 mg/dl pada laki-laki dan > 6 mg/dl pada perempuan (Hidayat, 2009). Kadar asam urat normal pada pria berkisar 3-7 mg/dl dan perempuan 2,5-6 mg/dl. Kadar asam urat diatas normal disebut hiperurisemia (Suherman, 2010).

Berdasarkan data epidemiologi terbaru, hiperurisemia juga disebut sebagai faktor risiko yang penting bagi hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya (Niskanen et al, 2009; Heing and Johnson, 2010; Feig et al, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperurisemia berperan penting pada terjadinya morbiditas kardiovaskular di populasi umum, pasien hipertensi, DM tipe 2 dan pasien penyakit jantung serta vaskular (Letho et al, 2009; Verdecchia et al, 2008; Niskanen et al, 2009).

Hingga saat ini hipertensi masih merupakan masalah kesehatan serius di seluruh dunia. Penyebabnya antara lain prevalensi hipertensi yang semakin meningkat. Sedikitnya penderita yang mendapatkan terapi adekuat, masih banyaknya penderita yang tidak terdeteksi, serta tingginya morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi hipertensi (Yogiantoro, 2006).

Data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar 972 juta (26,4%) penduduk dunia menderita hipertensi dan angka tersebut kemungkinan meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025. dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara maju sedangkan 639 juta sisanya berada di negara berkembang. Di Indonesia, pada tahun 2007, prevalensi hipertensi di daerah urban berkisar antara 17-21%, tetapi data secara nasional belum lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi. Sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya. Padahal hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung, otak, syaraf, kerusakan hati dan ginjal hingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit (Yogiantoro, 2006; Misbach, 2007).

Hipertensi sebenarnya merupakan penyakit yang dapat dicegah bila faktor risiko dikendalikan. Beberapa faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah antara lain: 1) pola hidup seperti merokok, asupan garam berlebih, obesutas, aktivitas fisik dan stress, 2) faktor genetis dan usia, 3) ketidakseimbangan antara mudolator vasokontriksi dan vasodilatasi, serta 4) sistem renin, angiotensin dan aldosteron (Yogiantoro, 2006).

Hubungan antara hiperurisemia dengan hipertensi semakin diperkuat dengan studi eksperimental dengan hewan coba tikus yang dilakukan oleh Heinig dan Johnson pada tahun 2006. Percobaan tersebut penunjukkan adanya peningkatan tekanan darah tikus 3-5 minggu setelah kadar asam urat mereka ditingkatkan melalui pemberian axonic acid. Oxonic acid merupakan suatu inhibitor uricase yang bertugas menghambat kerja enzim uricase. Sedangkan cara kerja enzim urcase adalah pengubah asm urat menjadi allantoin yang lebih larut dan dapat diekskresi lewat urine. Mekanisme yang mendasari terjadinya hipertensi pada percobaan tersebut adalah hiperurisemia menyebabkan vasokontriksi renal akbiat penurunan kadar endothelial nitric axide (NO), meningkatkan produksi renin pada macula densa ginjal dan mengaktifkan sistem RAA (Renin-Angiotensin-aldosteron). (Heinig & Johnson, 2006; Feig et al, 2008).

Hasil Studi Pendahuluan yang saya lakukan di Panti Sosial Trisna Werdha pada tanggal 20 April 2015 terdapat 46 kasus penyakit hiperurisemia dari 112 orang dan setelah dilakukan pemeriksaan data rekam medis pada 10 orang dari penderita asam urat tinggi tersebut, ternyata 8 di antaranya menderita tekanan darah yang tinggi dari batas normal, yaitu tekanan sistolik diatas 140 mmhg dan tekanan diastolik diatas 90 mmhg dan 2 orang tidak menderita tekanan darah tinggi. Menurut wawancara pada 10 orang tersebut nyeri sering menyerang pada malam dan biasanya menyerang kaki dan tangan yaitu terdapat rasa ngilu, pengal-pegal, nyeri sendi dan menyebabkan jantung menjadi berdebar-debar.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian Tentang Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015.

1.2Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah penelitian adalah Apakah Ada Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015.

1.3Tujuan Penelitian1.3.1Tujuan UmumMengetahui Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015.1.3.2Tujuan Khusus1.3.2.1Mengidentifikasi Hiperurisemia di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 20151.3.2.2Mengidentifikasi Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 20151.3.2.3Menganalisis Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015 1.3.2.4Menganalisis Faktor Risiko Hiperurisemia Terhadap Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru 2015.

1.4Manfaat Penelitian1.4.1Manfaat TeoritisPenulis berharap dari penelitian ini akan mampu menambah wawasan serta lebih mengerti dan memahami teori-teori yang didapat selama proses perkuliahan dimana berhubungan dengan keperawatan khususnya Keperawatan Medikal Bedah1.4.2Manfaat Bagi PenelitiPenulis berharap dari penelitian ini akan mampu menambah dan mengembangkan pengetahuan dalam bidang praktik Keperawatan sebagai dasar acuan bagi peneliti selanjutnya dan juga untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin1.4.3Manfaat Bagi AkademikPenulis bergarap penelitian ini menjadi bahan informasi dan menambah literatur untuk Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin Dalam Praktik Keperawatan dalam penanggulangan masalah hipertensi.1.4.4Manfaat Bagi PenderitaHasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Penderita di panti sosial trisna werdha mengenai pentingnya menjaga kesehatan, salah satunya mengontrol kadar asam urat darah secara rutin sehingga penderita lebih memperhatikan hal-hal yang dapat memperparah Hiperurisemia dan Hipertensi.1.4.5Manfaat Bagi Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera BanjarbaruHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pihak panti sebagai bahan informasi tentang terjadinya hipertensi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam mengembangkan program pendidikan keperawatan terhadap masalah hipertensi.1.4.6Bagi Peneliti SelanjutnyaPeneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian terhadap variabel yang lain yang dapat mempengaruhi Hiperurisemia dan Tekanan Darah Tinggi.

1.5Penelitian Terkait1.5.1Sri Megawati (2014), Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Asam Urat Pada Orang Dewasa di Wilayah Kerja Puskesmas S.Parman Kota Banjarmasin Tahun 2014. Metode penelitian menggunakan rancangan adalah analitik cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien yang memeriksakan kadar asam urat di laboratorium puskesmas s. parman dari bulan agustus 2014. Sampel menggunakan aksiental sampling dengan jumlah 30 orang. Pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan wawancara. Analisis data menggunakan univariat dan bivariat. Uji statistic yang digunakan yakni uji korelasi sperman Rho. Hasil penelitian sebagian besar responden memiliki aktivitas fisik kategori kurang aktif dengan jumlah 18 responden (60%). Sebagian besar responden memiliki kadar asam urat kategori normal dengan jumlah 19 orang (63,3%). P=0,046 140/90 mmhg. Sedangkan menurut JNC VII 2003 dalam Muttaqin, 2009 tekanan darah pada orang dewasa dengan usia di atas 18 tahun di klasifikasikan tekanan darah menjadi :

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darahKlasifikasiTekanan Sistolik (mmhg)Tekanan Diastolik (mmhg)

Normal100

Sumber : JNC VII 2003 dalam Muttaqin 2009

Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi , hipertensi diastolik dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistol tanpa di ikuti peningkatan tekanan diastol dan umumnya diremukan pada lanjut usia. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi. Hipertensi diastolik (diastolic hypeertension) merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa di ikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak dan usia muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik (Gunawan, 2011).Tekanan darah rata-rata yaitu normalnya 70-100 mmhg. Dapat diketahui dengan rumus tekanan sistolik ditambah dua kali tekanan diastolik dan dibagi tiga (Johnson, 2008).2.2.2PatofisiologiMekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jalur saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk infuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganlia simpatis. Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Rohaendi, 2008).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Rohaendi, 2008).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gikirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskular. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Rohaendi, 2008).

2.2.3Jenis HipertensiMenurut Tambayon (2007) jenis tekanan darah tinggi terbagi menjadi dua jenis, yaitu :2.2.3.1Hipertensi esensial (primer)Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi, sekitar 95%. Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak dan pola makan.2.2.3.2Hipertensi sekunderTipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (misalnya pil KB).

2.2.4Gejala HipertensiMenurut Susanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain yaitu : gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tekuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah dari hidung).

2.2.5Penyebab HipertensiMenurut Tambayong (2007), Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar tidak diketahui terutama yang esensial, namun demikian terdapat beberapa faktor risiko terkena darah tinggi, misalnya:

2.2.5.1Kelebihan berat badan2.2.5.2Kurang berolahraga2.2.5.3mengonsumsi makan berkadar garam tinggi2.2.5.4Kurang mengonsumsi buah dan sayuran segar2.2.5.5Terlalu banyak minum alkohol

2.2.6Manifestasi KlinisMenurut Susi Purwati (2011) penyakit tekanan darah tinggi merupakan kelainan sepanjang umur tetapi penderitanya dapat hidup secara normal seperti layaknya orang sehat asalkan mampu mengendalikan tekanan darahnya dengan baik. Di lain pihak, orang yang masih muda dan sehat harus selalu memantau tekanan darahnya, misalnya setahun sekali. Apalagi bagi mereka yang memiliki faktor-faktor pencetus hipertensi seperti kelebihan berat badan, penderita kencing manis, penderita penyakit jantung, riwayat keluarga ada yang menderita tekanan darah tinggi, ibu hamil minum pil kontrasepsi, perokok dan orang yang pernah dinyatakan tekanan darahnya sedikit tinggi. Hal ini dilakukan karena bila hipertensi diketahui lebih dini, pengendaliannya dapat segera dilakukan.

Menurut Susi Purwati (2011) untuk menghindari terjadinya penyakit hipertensi dapat ditanggulangi dengan cara:2.2.6.1Mengurangi konsumsi garam dan lemak jenuh2.2.6.2Melakukan olahraga secara teratur dan dinamik (yang tidak mengeluarkan tenaga terlalu banyak) seperti berenang, jogging, jalan cepat dan bersepeda.2.2.6.3Menghentikan kebiasaan merokok2.2.6.4Menjaga kestabilan berat badan, menghindari kelebihan berat badan.

2.2.6.5Meskipun badan obesitas, tetapi usahakan jangan menurunkan berat badan dengan menggunakan obat-obatan karena umumnya obat penurun berat badan dapat menaikkan tekanan darah2.2.6.6Menjauhkan dan menghindari stress dengan pendalaman agama sebagai salah satu upayanya2.2.7Macam-macam Jenis Diet Hipertensi2.2.7.1Diet Rendah Garama.Diet garam rendah I (200-400 mgNa)Diet garam rendah I diberikan pada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi berat. Diet ini pada pengolahan makanan tidak ditambahnkan garam, dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnyab.Diet garam rendah II (600-1200 mgNa)Diet garam rendah Ii diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari-hari sama dena dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan makanan boleh menggunakan sendok garam dapur (2g). Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.c.Diet garam rendah III (1000-1200 mgNa)Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan dietbrendah garam I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan I sendok (4g) garam dapur.d.Diet rendah kolesterol dan lemak terbatasMembatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol darah dinding pembuluh darah. Lama-kelamaan jika endapan kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredarah darah darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah hipertensi.

Diet ini bertujuan untuk menurunkan kadar kolesterol darah dan menurunkan berat badan bagi penderita yang kegemukan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengatur diet lemak antara lain sebagai berikut :1) Hindari penggunaan lemak hewan, margarin, dan mentega, terutama makanan yang di goreng dengan minyak2) Batasi konsumsi daging, hati, limpa dan jenis jeroan lainnya, serta sea food (udang, kepiting), minyak kelapa dan santan.3) Gunakan susu skim untuk mengganti susu full cream4) Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak 3 butir dalam 1 minggu.5) Makan banyak buah dan sayuran segarBuah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah yang ringan. Peningkatan pemasukan kalium (4,5 gram atau 120-175 mEq/hari) dapat memberikan efek penurunan darah. Selain itu, pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium akibat dari rendahnya natrium.

2.2.8Faktor Risiko Terjadinya HipertensiMenurut Elsanti (2009), faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat dan tidak dapat di kontrol, antara lain :2.2.8.1Faktor yang tidak dapat dikontrol:a.Jenis KelaminHipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormone estrogen setelah menopause (Marliani, 2007). Peran hormone estrogen adalah meningkatkan kadar HDL yang merupakan faktor pelindung dalam pencegahan terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan hormone estrogen dianggap sebagai adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause, wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana terjadi perubahan kuantitas hormone esstrogen sesuai dengan umur wanita secara alami. Umumnya, proses ini mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar, 2011).b.Umursemakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya. Jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia di atas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan harmone sesudah menopause. Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosclerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi (Elsanti, 2009). Prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun.c.Keturunan (Genetik)Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tinggi maka peluang untuk terkena penyakit ini meningkat menjadi 60%.

2.2.8.2Faktor risiko yang dapat dikontrol :a.MerokokFakta otentik menunjukkan bahwa merokok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan kandungan nikotin. Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat dari kemapuan menarik oksigen, sehingga dapat menurunkan kapasitas sel darah merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya. Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa upaya menghentikan kebiasaan merokok dalam jangka waktu 10 tahun dapat menurunkan insiden penyakit jantung koroner (PJK) sekitar 24,4% (Karyadi, 2010). Tandra (2011) menyatakan bahwa nikotin mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen jantung, merangsang pelepasan adrenalin, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak dan banyak bagian tubuh lainnya.b.Status Gizimasalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Seseorang dikatakan kegemukan atau obesitas jika memiliki nilai IMT lebih dari 25.0. Obesitas merupakan faktor risiko munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes melitus. Data dari studi Farmingham (AS) yang diacu dalam Khomsan (2010) menunjukkan bahwa kenaikan berat badan sebesar 10% pada pria akan meningkatkan tekanan darah 6,6 mmhg, gula darah 2 mg/dl, dan kolesterol darah 11 mg/dl. Prevalensi hioertensi pada orang yang memiliki IMT >30 pada laki-laki sebesar 38% dan wanita 32%, dibanding dengan 18% laki-laki dan 17% perempuan yang memiliki IMT 25 (berat badan (kg) dibagi kuadran tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tekanan perifer berkurang atau normal. Sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olahraga yang teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Selain itu dengan kurangnya olahraga maka risiko timbulnya obesitas akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya hipertensi juga akan bertambah (Slamet Suyono, 2010).jOlahragaolahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (Slamet Suyono, 2010).kPenggunaan EstrogenEstrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau estrogen dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen (James Runo, 2009). MN Bustan menyatakan bahwa dengan lammanya pemakaian kontrasepsi estrogen (lebih kurang 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan (MN Bustan, 2007).

2.3Hubungan Hiperurisemia dengan HipertensiHiperurisemia telah lama dihubungkan dengan penyakit kardiovaskular dan sering dijumpai pada penderita hipertensi, penyakit ginjal dan sindrom metabolik. Pada tahun 1800-an, Sir Alfred Garrod membuktikan bahwa gout berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat di dalam darah. Tak lama kemudian, Frederick Akbar Mohamed, orang yang pertama kali meneliti tentang hipertensi esensial menyebutkan bahwa hipertensi sering berhubungan dengan gout. Peneliti lain seperti Alexander Haig dan Nathan Smith Davis juga meneliti hubungan hipertensi dengan hiperurisemia. Bahkan pada tahun 1897, dalam surat presidensialnya kepada American Medical Association, ia menulis bahwa tekanan darah arteri yang tinggi pada gout disebabkan oleh asam urat atau substansi toksik lainnya di dalam darah yang menibgkatkan tonus pembuluh darah arteriol ginjal (Heinig & Johnson, 2006; Feig et al, 2008). Selanjutnya banyak penelitian mengenai hiperurisemia baik pada hewan coba maupun manusia. Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui bukti yang menunjukkan bahwa hiperurisemia memang berhubungan dengan hipertensi.

Tabel 2.2 Hubungan hiperurisemia dengan hipertensiNoUraian

1

2

3

4Kadar asam urat yang terus menerus tinggi (hiperurisemia) merupakan prediktor perkembangan hipertensi.Peningkatan kadar asam urat ditemukan pada 25-60% pasien hipertensi esensial yang tidak diterapi dan pada 90% pasien dewasa dengan hipertensi onset baru.Peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) pada tikus menyebabkan hipertensi dengan karakteristik klinis, hemodinamik dengan histologi seperti hipertensi.Penurunan kadar asam urat dengan inhibitor xantin oksidase menurunkan tekanan darah pasien dewasa engan hipertensi onset baru.

Sumber : (Heinig & Johnson, 2006; Feig et al, 2008).

Pada tahun 2006, Heinig dan Johnson melakukan studi eksperimental pada tikus untuk mengetahui hubungan hiperurisemia dan hipertensi. Pada studi tersebut, tikus diberi oxonic acid, suatu inhibitor uricase. Ketika uricase dihambat, asam urat tidak dapat diubah menjadi allantoin yang bersifat lebih larut dan dapat diekskresi melalui urin. Ternyata setelah 3-5 minggu terjadi peningkatan tekanan darah tikus. Mekanisme yang mendasari terjadinya hipertensi pada hiperurisemia dijelaskan pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya hipertensi pada hiperurisemia

Sumber : (Heinig & Johnson 2006)Pada gambar tersebut terlihat bahwa peningkatan kadar asam urat serum memiliki efek pada ginjal dan pembuluh darah. Hiperurisemia menyebabkan: 1) penurunan NO dan peningkatan ROS, 2) inflamasi vaskular dan proliferasi otot polos, 3) peningkatan produksi renin, dan 4) lesi vaskular pada ginjal (Heinig & Johnson, 2006; Feig et al, 2008).

Proliferasi otot polos terjadi akibat aktivasi mitogen spesifik oleh asam urat. Walaupun otot polos tidak memiliki reseptor untuk asam urat, asam urat tetap dapat masuk ke dalam sel dengan bantuan organic anion transporter (OAT). Setelah masuk ke dalam sel otot polos, asam urat mengaktifkan protein kinase (Erk ). Selanjutnya Erk akan menginduksi sintesis de novo dari COX-2 dan tromboksan lokal serta mengatur up regulation PDGF A (platelet derived growth factor A). Hasil akhir proses tersebut adalah aktivasi mitogen spesifik yang menyebabkan prolifersi sel (Johnson et al, 2006).

Asam urat juga menyebabkan akumulasi kristal asam urat di sekitar plak atheroskelrosis komplemen melalui jalur klasik. Aktivasi komplemen mengaktifkan berbagai efek biologis seperti inflamasi, kemotaksis, opsonisasi, dan aktivitas sitolitik. Asam urat juga menstimulasi sisntesis MCP-1 (monocyte chemoattractant protein-1) pada otot polos tikus. Caranya adalah dengan mengaktivasi p38 kinase, faktor transkripsi nuklear, NF-kB dan AP-1, MCP-1 sendiri merupakan kemokin yang berperan penting dalam penyakit vaskular dan artherosklerosis. Akibat dari mekanisme tersebut adalah peningkatan produksi sitokinin proinflamasi seperti TNF-, IL-1, dan IL-6. IL-6 juga dikenal sebagai hepatocyte stimulating factor merangsang hepatosit untuk memproduksi HCRP. HCRP menurunkan produksi NO dengan cara menghambat enzim nitrit oksidase sintase (eNOS) (Bratawidjaja, 2002; Johnson et al, 2006; purwanto, 2009).

Pada tahun 2003, Johnson et al juga melakukan percobaan serupa, tetapi dengan menggunakan model tikus yang berbeda. Pada tikus tersebut tidak terjadi desposisi kristal urat di ginjal sehingga fungsi ginjal tetap terjaga. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah. Hipertensi yang terjadi berkaitan dengan penurunan produksi NOS1 oleh apparatus juxtaglomerolus. Tikus tersebut juga menderita vaskulopati berat ada arteri interlobularis dan arteriol afferen akibat peningkatan COX-2 dan renin. Kadar NO yang rendah semalin memperparah disfungsi endotel yang terjadi (Johnson et al, 2006).

Lebih jauh lagi hiperurisemia akan menyebabkan perubahan mikrovaskular pada ginjal yang mirip dengan gambaran arteriosklerosis pada hiperteni esensial. Lesi vaskular tersebut menyebabkan iskemia. Selanjutnya iskemia menyebabkan pelepasan laktat dan meningkatkan produksi asam urat. Laktat sendiri bersifat menghambat sekresi asam urat dengan mengeblok organic transporter. Peningkatan produksi asam urat terjadi karena iskemia menyebabkan pemecahan ATP menjadi adenosin dan xanthine. Hal tersebut menciptakan suatu lingkaran setan. Kondisi hiperurisemia meningkatkan aktivasi enzim xanthine oksidase. Padahal enzim tersebut juga membentuk superokisda sebagai akibat langsung aktivitasnya. Peningkatan jumlah oksidan menyebabkan stress oksidatif yang semakin menurunkan produksi NO dan memperparah disfungsi endotel yang terjadi. Lesi pada vaskuler ginjal ini akan memicu terjadinya salt sensitive hypertension yaitu peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi pada konsumsi jumlah natrium yang sama. Kondisi ini menetap meskipun hiperurisemia telah dikorelasi dan diberikan diet rendah garam (Jihnson et al, Feig et al, 2008).

2.4Kerangka Konsep Variabel Independent

Dapat dikontrol

Hiperurisemia

MerokokStatus giziKonsumsi natriumStressRiwayat keluargaKonsumsi lemak jenuhPenggunaan jelantahKebiasaan konsumsi alkoholObesitasOlahragaPengguanaan estrogen

Kejadian HipertensiVariabel Dependen

Tidak dapat dikontrol

Jenis kelaminUmurKeturunan (genetik)

Sumber : (Kumar, (2011), Elsanti (2009), Rohaendi (2008), Karyadi (2010), Tandra (2011), Krummel (2010), Susalit (2011), Anggraini (2009), Johnson & Feig et al (2008), Alinson Hull (2006), Sheldon Sheps (2005), Yundini (2006), Ali Khomsan (2007), WHO (2005), Slamet Suyono (2010), dan MN Bustan (2007).Skema 2.2.Kerangka konsepKeterangan: = Diteliti= Tidak diteliti2.5 Hipotesis Penelitian Ada Hubungan Hiperurisemia dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru 2015. Hiperurisemia merupakan faktor risiko kejadian hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015

BAB 3METODE PENELITIAN3.1Desain Penelitian3.1.1Jenis PenelitianJenis penelitian ini adalah analitik korelasional yaitu bertujuan menganalisis hubungan hiperurisemia dengan kejadian hipertensi di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru 2015.

3.1.2Rancangan PenelitianRancangan penelitian adalah case control retrospektif yaitu rancangan penelitian yang membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok control untuk mengetahui proporsi kejadian berdasarkan riwayat ada atau tidaknya paparan dan dilihat kebelakang mengenai faktor risikonya (Hidayat 2011).

Ya

Apakah hiperurisemiaKelompok yang menderita hipertensi

Tidak

Kelompok yang tidak menderita hipertensiYa

Apakah hiperurisemia

Tidak

Sumber : Hidayat (2010)3.1Skema rancangan penelitian case control

3.2Definisi OperasionalDefinisi operasional adalah mengidentifikasi variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian (Hidayat, 2010). Definis operasional terdapat pada tabel 3.1 di bawah ini :

Tabel 3.1 Definisi Operasional VariabelNoVariabelDefinisi OperasionalParameterAlat ukurSkalaKategori

1Variabel bebas :Hiperurisemiapeningkatan kadar asam urat dalam darahKadar normal pria 3-7 mg/dl, perempuan 2,5-6 mg/dlData Rekam MedikNominal1. Menderita Hiperurisemia jika kadar asam urat melebihi parameter = 12. Tidak menderita hiperurisemia jika kadar asam urat tidak melebihi parameter = 0

2Variabel terikat :Kejadian hipertensiSuatu keadaan dimana tekanan darah sistol dan diastol melebihi dari batas normalTekanan sistol > 140 mmhgTekanan diastole > 90 mmhgData Rekam MedikNominal1. Menderita hipertensi jika tekanan darah sistol > 140 mmhg dan tekanan darah diastol > 90 mmhg = 12. Tidak menderita hipertensi jika tekanan darah sistol < 140 mmhg dan tekanan darah diastol < 90 mmhg = 0

3.3Populasi dan sampel3.3.1PopulasiPopulasi adalah subjek dalam penelitian yang memenuhi kriteria yang ditetapkan (Nursalam, 2011). Populasi case dalam penelitian ini berjumlah 39 responden penderita hipertensi dan populasi control dalam penelitian ini berjumlah 73 responden tidak menderita hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru 2015.3.3.2SampelSampel adalah bagian dari populasi sebagian atau wakil populasi yang dianggap mewakili. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi secara acak dengan syarat anggota populasi dianggap homogen (Sugiyono, 2011).Sampel pada penelitian ini terdiri dari :3.3.2.1Sampel kelompok kasusResponden yang dijadikan dalam kelompok kasus berjumlah 35 responden penderita Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru. Besar sampel 35 didasarkan pada rumus Slovin yaitu n = N/N(d)2 + 1, dengan keterangan n= sampel, N= populasi case, dan d= nilai presisi 95% atau sig 0,05.3.3.2.2Sampel kelompok kontrolAdapun ratio antara kasus dan kontrol adalah 1:1, dengan kata lain 35 responden kelompok kasus dan 35 responden kelompok kontrol. Total responden dalam penelitian ini berjumlah 70 responden.

3.4Tempat dan Waktu Penelitian3.4.1Tempat PenelitianTempat penelitian merupakan rencana lokasi yang akan diteliti oleh peneliti. Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015.3.4.2Waktu PenelitianWaktu penelitian pada bulan Juni 2015.

3.5Jenis dan Sumber Data PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Kasiran (2008), penelitian kuantitatif adalah suatu proses menentukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.Berdasarkan sumber datanya, penelitian ini hanya menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Data tersebut berupa status rekam medis responden hiperurisemia dan hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.3.6Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi dokumen. Menurut Hammersley & Atkonson (2007, dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014), peneliti menggunakan pengumpulan data dengan metode studi dokumen karena dokumen dapat memberi informasi tentang situasi yang tidak dapat diperoleh langsung melalui observasi langsung atau wawancara. Dokumen yang diobservasi dalam penelitian ini adalah status rekam medis pasien hipertensi dan pasien hiperurisemia di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru tahun 2015. Peneliti memperlakukan dokumen tersebut layaknya transkrip wawancara atau catatan hasil observasi, yang nanti dapat dianalisis dengan memberi kode dan kategori.

3.8Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data3.8.1Teknik Pengolahan DataTeknik pengolahan data dilakukan sebagai berikut :3.8.1.1Editing DataData untuk melihat apakah data yang diperoleh sudah terisi lengkap/masih kurang lengkap.3.8.1.2Koding DataPemberian kode dilakukan dengan memberi kode 1 untuk hiperurisemia dan 0 jika tidak. Tekanan darah normal diberi kode 0 dan tekanan darah tinggi diberi kode 1.3.8.1.3Tabulasi DataData yang telah diberi kode akan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi. Tabel distribusi frekuensi akan memberikan informasi mengenai jumlah dan persentase responden yang mengalami hiperurisemia dan mengalami hipertensi.

3.8.2Teknik Analisis Data3.8.2.1Analisis UnivariatData yang sudah di tabulasi akan dianalisis sehingga data tersebut memberikan deskripsi atau gambaran mengenai variabel yang diteliti misalnya saja jumlah dan persentase responden yang mengalami hiperurisemia dan hipertensi.3.8.2.2Analisis BivariatTeknik analisis bivariat untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas dan terkait. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi Square untuk menganalisis hubungan huperurisemia dengan kejadian hipertensi di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru 2015. Uji Chi Square adalah salah satu uji statistik no-parametik (distribusi dimana besaran-besaran populasi tidak diketahui) yang cukup sering digunakan dalam penelitian yang menggunakan dua variabel, dimana skala data kedua variabel adalah nominal atau untuk menguji perbedaan dua atau lebih proporsi sampel.

Tabel 3.2 Perhitungan Chi-Square dan Odds Ratio untuk Data yang Dimatch:Kejadian hiperurisemiaHipertensiTotal

3.1. HipertensiTidak hipertensi3.2.

HiperurisemiaABa+b

Tidak hiperurisemiaCDc+d

Totala+cb+dN

Sumber : Peat (2001)Keterangan:Mc.Nemar Chi-Square= (|b-c|-1)2(b+c)Matched odds ratio= b/cDifference in proportions= (b-c)/NUji korelasi Chi Square dilakukan menggunakan bantuan program komputer, jika p value < 0,05 maka disimpulkan bahwa ada hubungan variabel bebas dan terkait. Jika p > 0,05 maka disimpulkan bahwa tidak ada hubungan variabel bebas dan terkait. Untuk menentukan seberapa besar hiperurisemia dapat mempengaruhi kejadian hipertensi maka dapat dilihat dengan odds rasio.

3.9Etika PenelitianSebelum melakukan pengambilan data, peneliti memperhatikan masalah etika dalam pengambilan data, meliputi:3.9.1 Anonimity (Tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan namanya pada lembar studi dokumen, tetapi cukup dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut.3.9.2 Confidentiality (Kerahasiaan)Semua informasi yang telah dikumpulkan, dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya data tertentu yang akan dilaporkan dan disajikan sebagai hasil penelitian.

BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian4.1.1Wilayah Kerja4.1.1.1Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu salah satu usaha pemerintah dalam penanganan lanjut usia (lansia/jompo) terlantar melalui program pelayanan dalam panti dengan harapan lanjut usia dapat menikmati hidupnya dalam panti berupa pelayanan pengasramaan, jaminan hidup seperti makan, minum dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental dan agama serta latihan keterampilan.

Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan yang berlokasi di jalan A. Yani km 21.700 Kelurahan Landasan Ulin Tengah, Kecamatan Landasan Ulin, Banjarbaru. Panti ini berdiri tahun 1977 dengan nama Sesana Tresna Werdha Rawa Sejahtera berlokasi di jalan A. Yani km 18.700 Kelurahan Landasan Ulin Barat, Kecamatan Landasan Ulin, Kota Administratif Banjarbaru dengan daya tampung 50 orang. Mengingat kondisi bangunan kurang memenuhi syarat, maka sejak tahun 1981 di pindah ke lokasi yang sekarang dengan nama baru, yaitu Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru sesuai dengan SK Mensos Nomor: 6.HUK/1994 Tanggal 5 Februari 1994 dengan kapasitas tampung 100 orang.Berdasarkan SK Gubernur Kalimantan Selatan Nomor: 026/DIKDA-KEU/2002 Tanggal 16 Januari 2002. PSTW Pembimbing Budi Martapura disatukan pengelolaannya dengan PSTW Budi Sejahtera Landasan Ulin Banjarbaru.

Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejatera Provinsi Kalimantan Selatan memiliki kegiatan sebagai berikut :1. Penempatan lanjut usia yang terlantar pada program-program pelayanan dalam panti2. Memberikan bimbingan fisik, berupa senam kesegaran jasmani dan kerja bakti para lansia yang kondisi fisiknya memungkinkan.3. Memberikan bimbingan keterampilan, berupa bimbingan mental keagamaan.4. Apabila ada kunjungan pada lanjut usia bersama-sama menyambut tamu.5. Tiap wisma ditunjuk ketua wisma yang masih kuat fisiknya untuk mengatur antara lain kesehatan lingkungan, tata tertib wisma, pengaturan pembagian makanan dan sebagainya dalam pengawasan petugas panti.6. Tiap wisma ada dua orang penanggung jawab yaitu, 1 pengasuh dan 1 pendamping dari salah seorang pekerja sosial dan karyawan atau tenaga honorer yang telah ditunjuk.7. Panti sosial trisna werdha budi sejahtera mempunyai tugas memberikan pelayanan kesejahteraan dan perawatan jasmani dan rohani kepada lanjut usia terlantar agar para lanjut usia dapat hidup secara wajar.

Untuk melaksanakan tugas tersebut Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru mempunyai fungsi:1. Penyusunan program pelayanan serta pembinaan dan resosialisasi lanjut usia terlantar.2. Identifikasi kebutuhan pelayanan, pembinaan dan perawatan.3. Pelayanan, pembinaan dan perawatan klien.4. Penyaluran dan resosialisasi serta bimbingan lanjutan5. Pengelolaan dan ketatausahaan.

4.1.1.2FasilitasKeadaan fasilitas yang tersedia di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan Selatan Banjarbaru berupa 13 buah gedung wisma, 1 gedung musholla, 1 buah gedunga administrasi dan tata usaha, 7 buah rumah dinas, 1 buah bangunan poliklinik, 1 buah pos jaga, 2 buah gudang.

4.1.1.3Karakteristik BangunanSetiap wisma tersebut terdapat teras/halaman, masing-masing bangunan wisma tersebut dari beton, dimana terbagi 13 buah gedung wisma, sedangkan lantainya terbuat dari keramik yang akan menjadi licin apabila tergenang air, bentuk dan pola pada lantai wisma lebih mengedepankan dari segi fungsional untuk memberi tahu batas manan di mana ruang-ruang berakhir, jadi setiap pola pada lantai lebih banyak mengikuti bentuk ruangan. Intensitas cahaya pada siang hari hanya masuk di sudut ruangan tertentu seperti ruang tamu. Sedangkan WC dan lorong kamar kurang akan cahaya. Masing-masing wisma ada kamar ruang tamu/ruang kumopul, ruang makan, ruang tidur, kamar mandi dan WC, setiap wisma terdapat 7-8 ruang tidur, untuk penghuni kamar bisa 1-2 orang. Adapun fasilitas dari panti tersebut setiap wisma ada alat bantu lansia untuk membantu lansia berjalan dan kursi roda untuk lansia yang cacat. Ruangan wisma dilengkapi fasilitas seperti televisi, kipas angin, jam dinding, meja dan kursi tamu. Setiap kamar di lengkapi 1-2 ranjang, ada lemari pakaian, meja maupun kursi.

4.1.1.4Gambaran umum lanjut usia di lokasi penelitianJumlah lansia di masing-masing wisma menurut jenis kelamin di panti sosial trisna werdha budi sejahtera kota banjarbaru provinsi kalimantan selatan di lihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Jumlah lansia di masing-masing wisma menurut jenis kelaminNoWismaLanjut usiaJumlah

Laki-lakiperempuan

1Dahlia077

2Teratai077

3Seroja10010

4Melati077

5Cempaka088

6Plamboyan10010

7Anggrek808

8Mawar088

9Isolasi A268

10Isolasi B404

11Aster10010

12Sakura099

13Kenanga077

14Nusa indah909

Jumlah5359112

Sumber : Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Budi Sejahtera, Juni 2015

4.1.2Karakteristik RespondenSaat penelitian jumlah lanjut usia yang ada di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru provinsi kalimantan selatan sebanyak 112 orang. Penelitian pada bulan juni jumlah lansia yang menderita penyakit hipertensi sebanyak 37 orang yang tercatat didokumentasi di poli klinik di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan Selatan Banjarbaru dan hanya 35 orang lansia yang dijadikan untuk menjadi responden.4.1.2.1Jenis kelaminTabel 4.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin pasien Hipertensi di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru provinsi kalimantan selatan

NoJenis kelaminHipertensiTidak HipertensiTotal

F%F%F%

1Laki-laki2332,862332,864665,72

2perempuan1217,141217,142434,28

Total3550355070100

Pada tabel diatas, dapat dilihat terdapat 46 orang responden case dan control berjenis kelamin laki-laki, yaitu 23 orang (32,86%) responden case dan 23 orang (23,86%) responden control. Juga terdapat 24 orang (34,28%) responden case dan control berjenis kelamin perempuan, yaitu 12 orang (17,14%) resonden case dan 12 orang (17,14%) responden contol. Perbandingan responden case dan control yaitu 1:1. Dapat dilihat sebagian besar responden case (hipertensi) dan responden control (tidak hipertensi) sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, yaitu berjumlah 46 orang (65,72%).

4.1.2.2UmurTabel 4.3Distribusi Frekuensi umur pasien hipertensi di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru provinsi kalimantan selatan

NoUmur (tahun)HipertensiTidak HipertensiTotal

F%F%F%

160-7428402941,425781,42

275-9068,5857,141115,72

3>9011,4211,4222,86

Total3550355070100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat sebagian besar responden yang mengalami hipertensi (case) dan yang tidak mengalami hipertensi (control) berumur antara 60-74 tahun, yaitu sebanyak 57 orang (81,42%).

4.2Hasil Penelitian4.2.1Analisis UnivariatAnalisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik variabel yang akan diteliti dan digunakan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Distribusi pada variabel bebas yaitu pasien hiperurisemia dan tidak hiperurisemia. Distribusi variabel terikat yaitu responden yang mengalami hipertensi dan yang tidak mengalami hipertensi.4.2.1.1Hiperurisemia (kelebihan kadar asam urat).Hiperurisemia pada pasien di panti sosial rrisna werdha budi sejahtera banjarbaru dianalisis berdasarkan pemeriksaan kesehatan yang bisa dilihat dari rekam medik pasien. Pasien hiperurisemia yaitu jika kadar asam urat pada pria melebihi 3-7 mg/dl dan pada perempuan melebihi 2,5-6 mg/dl. Jika tidak melebihi kadar tersebut pasien dianggap tidak hiperurisemia. Hasil penelitian mengenai Hiperurisemia di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015 dapat dilihat dalam gambaran distribusi yang disajikan dalam tabel 4.4 sebagai berikut:Tabel 4.4Distribusi frekuensi hiperurisemia di panti sosial trisna werdha budi sejantera banjarbaru tahun 2015NoHiperurisemiaFrekuensiPersentase

1Hiperurisemia3955,71

2Tidak Hiperurisemia3144,29

Total70100

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa dari 70 responden yang diteliti sebagian besar yaitu sebanyak 39 responden (55,71%) menderita hiperurisemia, sedangkan sebagian kecil yaitu sebanyak 31 responden (44,29%) tidak menderita hiperurisemia.

4.2.1.2Kejadian hipertensiKejadian hipertensi dapat dianalisis melalui rekam medik pasien. Pasien yang memiliki tekanan darah sistol diatas 140 mmhg dan tekanan darah diastol diatas 90 mmhg dianggap hipertensi. Hasil penelitian mengenai kejadian hipertensi di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru tahun 2015 dapat dilihat dalam gambaran distribusi dalam tabel 4.5 sebagai berikut:Tabel 4.5Distribusi frekuensi hipertensi di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru tahun 2015NoKejadian hipertensiFrekuensiPersentase

1Hipertensi3550

2Tidak Hipertensi3550

Total70100

Berdasarkan tabel 4.5 dari 70 responden yang diteliti yaitu sebesar 35 resonden (50%) menderita hipertensi dan 35 responden (50%) tidak menderita hipertensi.

4.2.2Analisis bivariatAnalisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel bebas yaitu hiperurisemia, sedangkan variabel terikat yaitu kejadian hipertensi. Hubungan antara hiperurisemia dengan kejadian hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015 dapat diketahui melalui P value dianalisis menggunakan metode korelasi Chi-Square dengan program komputer. Hasil uji statistik Chi-Square disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.6Tabulasi silang antara Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015.

HiperurisemiaHipertensiTotal

CaseControl

F%F%F%

Hiperurisemia2434,291521,423955,71

Tidak Hiperurisemia1115,712028,583144,29

Total3550355070100

Uji Statistik Chi-Square : 4,690, P value = 0.03

Odds ratio = 2,91 (95% CI 1,093-7,739)

Contingency Coefficient = value 0,251, approx sig 0,03

Hasil analisis dengan menggunakan metode korelasi Chi-Square dengan program komputer menunjukkan tingkat signifikasi atau P value sebesar 0,03, nilai tersebut secara statistik bermakna (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara Hiperurisemia dengan Kejadian Hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015.Odds ratio bernilai 2,91 menunjukkan bahwa responden yang Hiperurisemia mempunyai risiko mengalami Hipertensi 2,91 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak Hiperurisemia. Dengan Contingency Coefficient sebesar 0,251.

4.3Pembahasan4.3.1HiperurisemiaBerdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden case (kejadian hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015) mengalami hiperurisemia yaitu sebanyak 24 orang (34,29%) dan responden case yang tidak mengalami hiperurisemia 11 orang (15,71%). Sedangkan responden control (pasien yang tidak hipertensi di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahera Banjarbaru Tahun 2015) sebagian besar tidak mengalami hiperurisemia yaitu sebanyak 20 orang (28,58%) dan sebanyak 15 orang (21,42%) mengalami hiperurisemia.

Menurut pengamatan penulis, hiperurisemia yang terjadi di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru terjadi karena faktor biologis yaitu karena semakin bertambahnya usia, usia yang semakin tua sangat beresiko terkena hiperurisemia. Hal ini sesuai dengan pendapat Kaag KG (2008) yang menyatakan bahwa usia yang semakin tua akan menyebabkan penurunan pada fungsi ginjal sehingga akan memengaruhi ekskresi asam urat.

Jenis kelamin juga mempengaruhi kadar asam urat. Prevalensi pria lebih tinggi daripada wanita untuk mengalami hiperurisemia. Hal ini dikarenakan wanita memiliki hormon estrogen yang membantu dalam eksresi asam urat. Menurut Kaag KG (2008) hiperurisemia lebih banyak terjadi pada laki-laki, sedangkan pada perempuan terjadi setelah mengalami menopouse.

Hal ini didukung oleh Lingga (2012), yang menyebutkan Kadar asam urat pada wanita lebih rendah daripada laki-laki, karena wanita mempunyai hormon estrogen yang dapat meningkatkan pengeluaran asam urat melalui ginjal melalui urin. Wanita umumnya mengalami hiperurisemia pada saat masa menopause karena terkait penurunan produksi estrogen. Keberadaan estrogen sangat penting untuk membantu pengaturan sekresi asam urat sehingga mampu melindungi wanita dari hiperurisemia.

Menurut pengamatan penulis, banyak faktor-faktor lain juga yang memengaruhi kadar hiperurisemia di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru, seperti pola konsumsi makanan yang tinggi purin seperti ikan, daging. Menurut Lingga (2012) Peningkatan terjadinya hiperurisemia ditunjang dengan peningkatan asupan makanan sumber purin, seperti daging, jeroan, kepiting, udang, emping, kacang kacangan, bayam, kangkung, jamur dan kembang kol, buah-buahan seperti durian, nanas, alpukat, serta hasil olahan kedelai.4.3.2HipertensiBerdasarkan hasil penelitian, dari 35 orang responden yang mengalami hipertensi, terdapat 24 orang (34,29) mengalami hiperurisemia dan terdapat 11 orang (15,71%) diantara tidak mengalami hiperurisemia. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi pada responden yang tidak mengalami hiperurisemia juga disebabkan oleh faktor lain seperti faktor genetik dan usia.

Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tinggi maka peluang untuk terkena penyakit ini meningkat menjadi 60%. Juga menurut Elsanti (2009), menyatakan bahwa semakin tinggi usia seseorang semakin tinggi pula tekanan darahnya. Hal ini disebabkan kurangnya kelenturan arteri-arteri sehingga akan menjadi kaku dan tekanan darah akan meningkat seiring bertambahnya usia.Kejadian hipertensi dalam penelitian ini tidak hanya berhubungan oleh hiperurisemia. Banyak faktor-faktor lain yang juga menyebabkan hipertensi, seperti merokok dan stress. Hasil penelitian didapat dari 23 orang responden case yang berjenis kelamin laki-laki, ternyata 16 orang diantaranya merupakan mantan perokok, bahkan 9 orang diantaranya masih aktif merokok sampai saat penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Tandra (2011) yang menyebutkan bahwa nikotin dalam rokok mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, nikotin juga meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekan darah dan kebutuhan oksigen jantung. Rohaendi (2008) juga menyebutkan bahwa stress memengaruhi saraf simpatis, peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara interminten (tidak menentu). Strees berkepanjangan akan mengakibatkan tekanan darah yang menetap tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Anggriani (2009) mengatakan stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.

Berdasarkan dari hasil wawancara peneliti dengan 15 orang responden case (penderita hipertensi) sesaat setelah melakukan peneitian, mereka lebih suka mengonsumsi makanan yang lebih asin karena akan lebih terasa rasa makanan tersebut. Hal ini karena fungsi indra pengecap lansia mulai menurun seiring bertambahnya usia. Konsumsi natrium berlebihan juga beresiko mengakibatkan terjadinya hipertensi dimana natrium akan menyerap cairan dalam pembuluh darah. Menurut Susalit (2011) pengaruh asupan natrium terhadap terjadinya hipertensi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Faktor yang berperan yaitu sistem renin angiotensin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah.

Berdasarkan analisis penelti hipertensi yang terjadi di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru tahun 2015 dari 35 orang responden, 24 orang (34,29) penderira hipertensi disebabkan oleh hiperurisemia, dan 11 orang (15,71) penderita hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor lain. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh hiperurisemia, melainkan banyak faktor-faktor lain memengaruhi terjadinya hipertensi, diantaranya seperti faktor genetik, usia, merokok, stress dan konsumsi natrium.

4.3.3Hubungan hiperurisemia dengan kejadian hipertensiPada tabel 4.5 terlihat bahwa terdapat hubungan signifikan antara hiperurisemia dengan hipertensi (P=0,03). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hiperurisemia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hipertensi. Bahkan pada tabel 4.5 terlihat bahwa pasien hiperurisemia memiliki risiko 2,91 kali lebih besar menderita hipertensi dibanding pasien dengan kadar asam urat normal (OR 2,91, 95% CI 1,093-7,739).

Berdasarkam prinsip epidemiology, hasil penelitian ini sesuai dengan studi kohort yang dilakukan oleh Vedercchia et al (2000). Penelitian tersebut menujukkan bahwa kadar asam urat kuantil keempat (>6,2 mg/dl pada pria) berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (RR 1.73; 95% CI 1.02-3.00). hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Sullivan et al (2005). Pada penelitian tersebut, ketika variabel perancu tidak dianalisis, didadapatkan crude odd ratio sebesar 1.23 (95% CI 1.13-1.35). namun bila variabel perancu lainnya dianalisis (analisis multivariat) didapatkan nilai OR sebesar 1.10 (95% CI 1.00-1.12).

Berdasarkan prinsip ontology, jalur utama yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada keadaan hiperurisemia adalah disfungsi endotel akibat poduksi ROS yang berlebihan dan penurunan jumlah NO. Selain itu, hiperurisemia juga menyebabkan inflamasi vaskuler, proliferasi otot polos, peningkatan produksi renin dan lesi vaskuler pada ginjal (Heinig dan Johnson, 2006; Feig et al, 2008).

Asam urat sebenarnya bersifat antioksidan karena asam urat mencegah degradasi SOD3 dan mengikat peroxynitrit. Oleh karena itu, konsentrasi NO tetap stabil dan endotel dapat menjalankan fungsi normalnya. Namun bila kdarnya lebih dari 5,5 mg/dl dan kadar antioksidan lainnya rendah, asam urat justru bersifat prooksidatif (Johnson et al, 2006; Wisesa dan Suastika, 2009).

Sifat prooksidatif asam urat berasal dari O2 (superioksida) sebagai produ samping aktivitas xantin oksidase, kadar asam urat yang berlebihan menyebabkan semakin banyak O2 yang terbentuk. Padahal anion superioksida secara langsung dapat menginaktifkan NO melalui sebuah reaksi cepat yang menghasilkan peroxynitrit. Akibatnya terjadi penurunan jumlah dan bioavailabilitas No. Penurunan NO juga terjadi akibat hambatan produksinya oleh peroxynitrit. Peroxynitrit mampu mengoksidasi BH4 (tetrahydrobioprotein), suatu kofaktor dalam reaksi pembentukan NO dari L-arginin, sehingga jumlah BH4 menurun. Defisiensi BH4 atau L-arginin menyebabkan eNOS dalam keadaan unncoupled. Karena eNOS merupakan enzim utama dari cytochrome P-450 yang memiliki aktivitas NADPH oksidase, keadaan uncoupled tersebut justru menyebabkan eNOS memproduksi superoksida dan peroxynitrit. Kombinasi peningkatan ROS dan penurunan jumlah serta bioavailabilitas NO menyebabkan disfungsi endotel (Johnson et al, 2006; Lawrence, 2010).Asam urat yang berlebihan juga merangsang oksidasi LDL melalui stimulasi lipid peroxidase yang diduga berperan pada penebalan tunika intimamedia pembuluh darah pada proses atherosklerosi (Alderman, 2007). Akumulasi kristal urat pada plak aterosklerosis yang terbentuk dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Aktivasi komplemen mengakibatkan berbagai efek biologis seperti inflamasi, kemotaksis, opsonisasi, dan aktivasi sitolitik. Aktivitas komplemen dan ROS yang berlebihan menyebabkan kerusakan sel sehingga terbentuk debris. Kemudian debris mengaktifkan TLR4 dengan cara melepaskan ikatan NF-KB dari IKB. NF-KB yang aktif menstimulasi makrofag untuk mengekspresikan sitokin proinflamasi seperti TNF-1, TGF-1, IL-1, IL-6 dan IL-8. Asam juga akan menstimulasi sintesis MCP-1 (monocyte chemoatttractant protein-1) pada otot polos. Caranya adalah dengan mengaktivasi p38 MAP kinase, NF-KB, dan AP-1. MCP-1 sendiri merupakan kemokin yang berperan penting dalam penyakit vaskular dan aterosklerosis. Mekanisme juga menyebabkan peningkatan produksi sitokin proinflamasi (Lawrence, 2010).

Proliferasi otot polos yamg terjadi pada kondisi hiperurisemia merupakan akibat aktivasi mitogen spesifik oleh asam urat dan gangguan modulasi pertumbuhan seluler akibat disfungsi endotel. Walaupun otot polos tidak memiliki reseptor untuk asam urat, asam urat tetap dapat masuk kedalam sel dengan bantuan organis anion transporter (OAT). Setelah masuk kedalam sel otot polos, asam urat mengaktifkan protein kinase (Erk ). Selanjutnya Erk akan menginduksi sintesis de novo dari COX-2 dan tromboksan lokal serta mengatur up regulation PDGF A (platelet derived growth factor A). Hasil akhir proses tersebut adalah aktivasi mitogen spesifik yang menyebabkan proliferasi sel (Johnson et al, 2006).

Kondisi hiperurisemia juga dapat meningkatkan produksi renin. Hal itu karena disfungsi endotel yang terjadi menyebabkan tekanan arteri meningkat dan aliran darah ke ginjal rendah. Akhirnya renin disekresi dan SRAA (sistem renin angiotensin aldosteron) teraktivasi. Angiotensin II dapat mengaktifkan NADPH oksidase sehingga terjadi produksi O2 dan degradasi NO yang berlebihan. Selain itu, angiotensin II menyebabkan peningkatan NF-kB dan MCP-1 melalui jalur oxidant dependent. Stres oksidatif yang disebabkan angiotensin II juga menstimulasi gp91phox vaskular, suatu NADPH pada membran sel yang mempromosi hipertrofi sel otot polos dan remodeling (Lawrence, 2010).

Lebih jauh lagi hiperurisemia menyebabkan perubahan miovaskular pada ginjal yang mirip dengan gambaran aterosklerosis pada hipertensi esensial. Hal ini disebabkan oleh proliferasi sel otot polos vaskular, inflamasi dan stress oksidatif. Lesi pada vaskular ginjal ini akan memicu terjadinya salt sensitive hypertension yaitu peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi pada konsumsi jumlah natrium yang sama. Kondisi ini menetap meskipun hiperurisemia telah dikoreksi dan diberi diet rendah garam (Heinig and Johnson, 2006; Feig et al, 2008).

4.4 Keterbatasan PenelitianKeterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:4.4.1Penelitian ini tidak menggunakan data yang diambil langsung dari responden (data primer), melainkan hanya melalui studi dokumentasi rekam medik (data sekunder)4.4.2Penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi hiperurisemia seperti aktivitas fisik, obat-obatan, penyakit tertentu, dan lain-lain4.4.3Penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain yang menyebabkan kejadian hipertensi4.4.4Tidak ada informasi mengenai riwayat keluarga terhadap kejadian hipertensi

4.5Implikasi Hasil Penelitian Dalam KeperawatanImplikasi dari hasil penelitian ini dalam bidang keperawatan adalah perawat harus meningkatkan kesadaran pasien yang menderita hiperurisemia maupun tidak menderita hiperurisemia dalam melakukan kontrol secara rutin guna mengobati dan mencegah kejadian hipertensi. Perawat juga diharapkan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien tentang faktor-faktor risiko hiperurisemia dan hipertensi yang mesti harus dihindari oleh pasien. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan secara tidak langsung menggunakan media promosi seperti poster, banner, leaflet, dan sebagainya. Juga bisa diterapkan sebagai usaha meningkatkan kesadaran pasien yang menderita hiperurisemia dan hipertensi dalam melakukan kontrol secara rutin.

BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN

5.1KesimpulanDari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:5.1.1Proporsi hiperurisemia kelompok case dan control di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru tahun 2015 sebesar 39 orang (55,71 %)5.1.2Proporsi hipertensi kelompok case dan control di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru tahun 2015 sebesar 35 orang (50 %)5.1.3Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antrara hiperurisemia dengan kejadian hipertensi di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru tahun 2015 (P < 0,05; X2 = 4,690).5.1.4Hasil penelitian menujukkan faktor risiko hiperurisemia terhadap kejadian hipertensi di panti sosial trisna werdha budi sejahtera banjarbaru tahun 2015 sebesar OR = 2,909 (1,093-7,739) dengan Contingency Coefficient sebesar 0,251, approx sig 0,03

5.2Saran5.2.1Bagi PenelitiHarus lebih memperdalam ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan hiperurisemia dan hipertensi, sehingga nantinya bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih banyak serta bisa bermanfaat bagi perkembangan ilmu kesehatan.5.2.2Bagi AkademikDiharapkan penelitian ini dapat menambah literatur bagi akademik khususnya perpustakaan mengenai hubungan hiperurisemia dengan kejadian hipertensi karena pada saat ini perpustakaan sangat kurang akan referensi-referensi terbaru

5.2.3Bagi PenderitaDengan adanya risiko yang cukup besar akibat hiperurisemia terhadap hipertensi, diharapkan pasien rutin memeriksakan kadar asam urat untuk mencegah terjadinya kejadian hipertensi dan mematuhi program pengobatan. Selain itu, diharapkan pasien dapat menghindari faktor-faktor yang menyebabkan hiperurisemia dan hipertensi seperti menjaga pola hidup sehat,olahraga, rutin mengontrol kadar asam urat dan tekanan darah, tidak merokok, dan sebagainya.5.2.4Bagi PSTW Budi Sejahtera BanjarbaruMeningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) khususnya mengenai masalah asam urat dan hipertensi yang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui media informasi yang sudah ada ataupun melalui pendidikan kesehatan oleh perawat di poliklinik PSTW.5.2.5Bagi Dunia KeperawatanPerlu adanya pengembangan peran perawat sebagai role model educator dalam memberikan informasi kepada pasien hiperurisemia dan hipertensi tentang pentingnya menjaga kesehatan, serta peran perawat sebagai collabolator dalam memberikan informasi tentang pentingnya mematuhi anjuran mengontrol kesehatan khususnya kadar asam urat dan tekanan darah ke pelayanan kesehatan.5.2.6Bagi Peneliti SelanjutnyaDiharapkan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan menambahkan variabel yang lain yang dapat memengaruhi hipertensi seperti pekerjaan. Disarankan juga pada penelitian lanjutan menggunakan desain penelitian lain sehingga menghasilkan hasil yang maksimal dan mendalam.

DAFTAR RUJUKAN

Anggraini, D.A, dkk. (2009). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi

Asripa (2012) Tinjauan Asam Urat. http// repository. usu. ac

Bustan, M.N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta

Effendy & Makfudli, 2009, Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek dalam Keperawatan, EGC, Jakarta

Elsanti, Salma. (2009). Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi dan Serangan Jantung.yogyakarta : Araska

Engram, B (1999) Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa, Suharyati Samba, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta

Feig DI, Kang DH, Johnson RJ, 2008. Uric Acid and Cardiovascular Risk. N Eng J Med, pp: 1881-21

Francis H. M (2008) Uric Acid. Penerjemah Suseno Akbar. Jakarta: Salemba Medika

Gunawan. Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia. 2011

Heinig M and RJ Johnson. 2006. Role of Uric Acid in Hypertension, Renal Disease, and Metabolic Syndrome. Cleveland Clinic Journal of Medicine, pp: 1059-64

Hidayat AA. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

Hull-Alison. Penykait Jantung, Hipertensi dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara. 2006

Johnson, Joyce Young, 2005, Prosedur Perawatan di Rumah : Pedoman Untuk Perawat, Penerbit EGC, Jakarta

Kaag KG (2008). Risk Factors an Lifestyle Modifications far Gout.

Kertia N (2009). Asam Urat. Kartika Media: Yogyakarta

Khomsan & Harlinawati, 2008, Terapi Jus Untuk Rematik dan Asam Urat, Puspa Swara, Jakarta

Krummel D A. (2010). Medical Nutrition Therapy in Hypertension, di dalam Mahan LK dan Escoll_Stump S, editor 2010. Food, Nutrition, and Diet Therapy. USA: Saunders co

Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Hypertensive Vascular Disease (2005) Dalam: Robn and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: Elsevier Saunders

Lawrence GS. 2010. Implikasi Klinis Disfungsi Endotel Dan Radikal Bebas: Makasar: FK UNHAS

Letho S, Niskanen L, Ronnemma T, Laakso M. 1998. Serum Uric Acid is A Strong Predictor of Stroke in Patiens With Non-Insulin Defendent Diabetes Mellitus. Stroke, pp: 635-39

Lingga. 2012. Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. Jakarta : PT Agro Media Pustaka

Liu. A. (2011) Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Asam Urat . EGC. Jakarta

Maulana, Heri D.J, 2009, Promosi Kesehatan, EGC, Jakarta

Murray Robert K, Granner Daryl K, Rodwell Victir W. (2006). Harpers: Illustrated Biochemistry. 27 Edition. McGraw Hill, Lange : Boston, Burr ridge, Il dubuque, La madison, WL, New York, San Francisco, St.Louis

Misbach, Jusup. 2007. Ancaman Serius Hipertensi di Indonesia. Simposia, pp: 34

Muttaqin, Arif, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Salemba Medika, Jakarta

Marliani L, dkk. (2007). 100 Question & Answers Hipertensi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, Gramedia

Musayaroh, Nining. (2011). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Darah Tinggi Pada Penderita Hipertensi, Semarang, Politeknik Kesehatan

Muttaqin, Arif. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Notoatmodjo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, JakartaPurwati, Susi. (2011). Perencanaan Menu Untuk Penderita Tekanan Darah Tinggi. Penebar Swadaya, Jakarta

Ronco Claudio, Francesco Rodeghiero (2005) Hyperuricemic Syndromes: Pathophysiology and therapy. Vol. 147. Karger: Basel, Freiburg, Paris, London, New York, Bangalore, Bangkok, Singapore, Tokyo, Sydney

Right Diagnosis Statistik, 2010, Prevelance of Gout, www.rightdiagnosis.com

Riduwan. (2010). Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Rohaendi. (2008). Hipertensi dan Faktor Risiko, tersedia dalam http://rohaendi.com/2008_06_01_archive.html (diakses tanggal 2 mei 2015)

Smeltezer, Suzanne C, dan Bare, Branda G. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih Bahasa oleh Agung Waluyo. Jakarta: EGC

Sustrani, L. (2009) Diabetes. Jakarta : Pt Gramedia Pustaka Utama

Suherman, A. (2011). Penyakit Jantung. http://www.penyakitjantung.org. Diakses tanggal 25 April 2015

Susalit, dkk. (2011). Buku Ajar Penyakit Dalam II, jakarta : Balai Penerbit FKUI

Sustrani L. (2006). Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Alih bahasa: Brahm U. Pedit. Jakarta: EGC

Tandra. (2011). Merokok dan Kesehatan. Surabaya: http://www.antirokok.or.id. Akses: 2 Mei 2015

Vitahealth, 2005, Asam Urat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Wijayakusuma HMH, Dalimartha S dan Wirian AS (2010). Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid II. Jakarta Pustaka Kartini, Jakarta

Wisesa IBN, Suastika K. 2009. Hubungan antara Konsentrasi Asam Urat Serum dengan Resistensi Insulin pada Penduduk Suku Bali Asli di Dusun Tenganang Pengrisingan Karangasem. J Peny Dalam vol 10, pp: 110-19.

Yogiantoro, Mohammad. 2006. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo dkk (ed). BukuAjar Ilmu Peyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 610-14

LAMPIRAN-LAMPIRAN

JADUAL PELAKSANAAN PENELITIANNoKegiatanBulan NopemberBulan AprilBulan MeiBulan JuniBulan Agustus

12341234123412341234

1Memilih dan mengajukan topik/judul

2Studi pendahuluan

3Menyusun proposal

4Seminar proposal

5Revisi proposal

6Pelaksaan penelitian

7Penyusunan laporan

8Seminar skripsi

9Revisi skripsi

10Pengumpulan naskah skripsi

LEMBAR STUDI DOKUMENNoNama RespondenUmur (tahun)Kejadian HipertensiHiperurisemia

1Tn. A61HipertensiYa

2Tn. S83Tidak HipertensiTidak

3Tn. K64HipertensiYa

4Tn. T72Tidak HipertensiTidak

5Tn. A71HipertensiYa

6Tn. A73Tidak HipertensiTidak

7Tn. HI81HipertensiYa

8Tn. U74Tidak HipertensiTidak

9Tn. WN64HipertensiYa

10Tn. H66Tidak HipertensiTidak

11Tn. H68HipertensiYa

12Tn. G62Tidak HipertensiTidak

13Tn. AD76HipertensiYa

14Tn. A72Tidak HipertensiYa

15Tn. M77HipertensiYa

16Tn. A63Tidak HipertensiYa

17Tn. AT61HipertensiYa

18Tn. I61Tidak HipertensiTidak

19Tn. A66HipertensiYa

20Tn. R65Tidak HipertensiYa

21Tn.Z71HipertensiYa

22Tn. H62Tidak HipertensiTidak

23Tn. H68HipertensiTidak

24Tn. Y86Tidak HipertensiYa

25Tn. MY73HipertensiTidak

26Tn. S64Tidak HipertensiTidak

27Tn. MH67HipertensiYa

28Tn. R72Tidak HipertensiTidak

29Tn. S85HipertensiTidak

30T. A86Tidak HipertensiYa

31Tn. B69HipertensiTidak

32Tn. I65Tidak HipertensiTidak

33Tn. A61HipertensiYa

34Tn. Y69Tidak HipertensiYa

35Tn. H61HipertensiYa

36Tn. S70Tidak HipertensiTidak

37Tn. AR68HipertensiTidak

38Tn. A71Tidak HipertensiYa

39Tn. JT60HipertensiTidak

40Tn. I79Tidak HipertensiYa

41Tn. A64HipertensiTidak

42Tn. AH63Tidak HipertensiTidak

43Tn. H67HipertensiTidak

44Tn. S69Tidak HipertensiYa

45Tn. AW62HipertensiYa

46Tn. M61Tidak HipertensiTidak

47Ny. R68HipertensiYa

48Ny. SJ74Tidak HipertensiYa

49Ny. A68HipertensiYa

50Ny. S71Tidak HipertensiYa

51Ny. L93HipertensiTidak

52Ny. F72Tidak HipertensiTidak

53Ny. S71HipertensiYa

54Ny. SA101Tidak HipertensiTidak

55Ny. S87HipertensiYa

56Ny. M71Tidak HipertensiTidak

57Ny. Z71HipertensiYa

58Ny. M66Tidak HipertensiTidak

59Ny. I62HipertensiYa

60Ny. S64Tidak HipertensiYa

61Ny. T76HipertensiYa

62Ny. A74Tidak HipertensiTidak

63Ny. AH60HipertensiTidak

64Ny. SA74Tidak HipertensiYa

65Ny. W76HipertensiYa

66Ny. SH67Tidak HipertensiYa

67Ny. N61HipertensiYa

68Ny. I61Tidak HipertensiYa

69Ny. M66HipertensiTidak

70Ny. Y66Tidak HipertensiTidak

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Case (Hipertensi) Terhadap Hiperurisemia di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015Karakteristik RespondenHiperurisemiaJumlahTotal

YaTidak

Jenis KelaminLaki-laki15 (42,8%)8 (22,9%)23 (65,7%)35 (100%)

Perempuan9 (25,7%)3 (8,6%)12 (34,3%)

Umur45-59 tahun0035 (100%)

60-74 tahun178

75-90 tahun51

>90 tahun01

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Control (Tidak Hipertensi) Terhadap Hiperurisemia di Panti Sosial Trisna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Tahun 2015Karakteristik RespondenHiperurisemiaJumlahTotal

YaTidak

Jenis KelaminLaki-laki9 (25,7%)14 (40%)23 (65,7%)35 (100%)

Perempuan6 (17,15%)6 (!7,15%)12 (34,3%)

Umur45-59 tahun35 (100%)

60-74 tahun

75-90 tahun

>90 tahun

HASIL TABULASI SILANG HIPERURISEMIA DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

ValidMissingTotal

NPercentNPercentNPercent

Hiperurisemia * Hipertensi70100,0%0,0%70100,0%

Hiperurisemia * Hipertensi Crosstabulation

HipertensiTotal

TidakYa

HiperurisemiaYaExpected Count19,519,539,0

% within Hiperurisemia61,5%38,5%100,0%

% of Total34,3%21,4%55,7%

TidakExpected Count15,515,531,0

% within Hiperurisemia35,5%64,5%100,0%

% of Total15,7%28,6%44,3%

TotalExpected Count35,035,070,0

% within Hiperurisemia50,0%50,0%100,0%

% of Total50,0%50,0%100,0%

Chi-Square Tests

ValueDfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square4,690(b)1,030

Continuity Correction(a)3,7061,054

Likelihood Ratio4,7471,029

Fisher's Exact Test ,053,027

Linear-by-Linear Association4,6231,032

N of Valid Cases70

a Computed only for a 2x2 tableb 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum e