buat sabtuuuuuuuu print

53
PRESENTASI KASUS “MOLAHIDATIDOSA DAN HIPERTIROID” Disusun Oleh : Nisa Ul Husna, S.Ked 1102011195 Pembimbing : Dr. Zainuri Miltas, Sp.OG Presentasi kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan pada RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON

Upload: ovienandaa

Post on 09-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sabtu

TRANSCRIPT

Page 1: Buat Sabtuuuuuuuu Print

PRESENTASI KASUS

“MOLAHIDATIDOSA DAN HIPERTIROID”

Disusun Oleh :

Nisa Ul Husna, S.Ked

1102011195

Pembimbing :

Dr. Zainuri Miltas, Sp.OG

Presentasi kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu

kebidanan dan kandungan

pada

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KOTA CILEGON

2015

Page 2: Buat Sabtuuuuuuuu Print

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, penulis menampilkan presentasi

kasus yang berjudul MOLAHIDATIDOSA DAN HIPERTIROID. Adapun presentasi

kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di

bagian obstetri dan ginekologi RSUD Cilegon.

Terwujudnya presentasi kasus ini berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.

Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ida Winarti, Sp.OG,

dr.Zainuri Miltas, Sp.OG dan dr. Indiarto W, Sp.OG selaku pembimbing dan konsulen, yang

telah meluangkan waktu dalam membimbing dan memberi masukan-masukan kepada penulis

dan rekan-rekan calon sejawat kepaniteraan dibagian obsgyn atas segala bantuan dan

dukungan.

Penyusun menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena

itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif sehingga presentasi

kasus ini dapat menjadi lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalui meridhoi

kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Cilegon, September 2015

Penulis

2

Page 3: Buat Sabtuuuuuuuu Print

DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................................1

Kata Pengantar…………………………………………………………………………. 2

Daftar isi..........................................................................................................................3

Laporan kasus

1. Identifikasi..............................................................................................................5

2. Anamnesis..............................................................................................................5

3. Pemeriksaan Fisik...................................................................................................6

4. Diagnosis................................................................................................................8

5. Rencana terapi........................................................................................................8

6. Prognosis................................................................................................................9

7. Follow up................................................................................................................9

Diskusi Kasus................................................................................................................16

Tinjauan Pustaka

1. Definisi Molahidatidosa.......................................................................................19

2. Epidemiologi Molahidatidosa...............................................................................19

3. Etiologi Molahidatidosa.......................................................................................20

4. Klasifikasi Molahidatidosa...................................................................................21

5. Patofisiologi Molahidatidosa................................................................................23

6. Manifestasi Klinis Molahidatidosa.......................................................................25

7. Diagnosa Molahidatidosa.....................................................................................26

8. Tatalaksana Molahidatidosa.................................................................................28

9. Komplikasi Molahidatidosa..................................................................................30

3

Page 4: Buat Sabtuuuuuuuu Print

10. Prognosis Molahidatidosa...................................................................................30

Hipertiroid.....................................................................................................................30

Hipertiroid pada molahidatidosa...................................................................................31

Tatalaksana Hioertiroid Pada Molahidatidosa..............................................................33

Daftar Pustaka...............................................................................................................36

4

Page 5: Buat Sabtuuuuuuuu Print

PRESENTASI KASUS

DEPARTEMEN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

Tanggal masuk RSUD : 11 Agustus 2015

Jam : 18.30 WIB

LAPORAN KASUS

I. Identifikasi

Nama Nn. H

Jenis Kelamin Perempuan

Umur 19 tahun

Pendidikan SMP

Pekerjaan Tidak bekerja

Status Pernikahan Belum menikah

Agama Islam

Alamat Link Rungung Putih RT 02 RW 02 Kelurahan

Gedong dalam Kecamatan Jombang

Tanggal Masuk RS 11 Agustus 2015

Tanggal Keluar RS 25 Agustus 2015

No. CM 830XXX

II. Anamnesis

3.1 Keluhan Utama

Sesak nafas sejak 2 minggu SMRS

3.2 Keluhan Tambahan

Batuk darah dan haid terakhir sejak bulan Mei

3.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu

sebelum masuk rumah sakit disertai batuk berdarah. Os mengaku terakhir

5

Page 6: Buat Sabtuuuuuuuu Print

menstruasi sejak bulan mei dan nyeri perut bagian bawah sejak 1 minggu yang lalu

disertai keluarnya darah dari vagina ±30cc. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

3.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit hipetensi, jantung, DM, asma, alergi,

dan TB

3.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit hipetensi, jantung, DM, asma, alergi,

dan TB

3.6 Riwayat Haid

Usia Menarche : 15 tahun

Siklus Haid : 1 bulan

Lama haid : 7 hari

Jumlah darah : 3x ganti pembalut

Dismenorhoe : (+)

HPHT : 12 Mei 2015

3.7 Riwayat Pernikahan, Kehamilan dan Persalinan Dahulu

Status : Belum Menikah

Riwayat kehamilan : G1P0A0

3.8 Riwayat Kontrasepsi

Pasien mengaku tidak pernah menggunakan KB

III. Pemeriksaan Fisik

I. Status Tanda Vital

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tek. Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 120x/menit, reguler

Pernafasan : 40x/menit, reguler

6

Page 7: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Suhu : 36,40C

II. Status Generalis :

Kepala : Normosefali, rambut sebagian hitam & putih, tipis

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-) pandangan kabur

Telinga : Simetris kanan dan kiri, hiperemis (-), serumen (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), trakea ditengah

Mulut : Bibir tidak kering, uvula tidak deviasi, caries gigi (-) gigi

tanggal (-)

Thorax

A. Dada

Payudara simetris, tidak terdapat sikatriks dan massa

B. Jantung

Iktus kordis tidak terlihat, pulsasi iktus kordis teraba, dan bunyi jantung I&II reguler. Murmur (-), Gallop (-)

C. Paru

Suara nafas utama vesikuler, Ronki (+/+), Wheezing (-/-)

Fremitus vokalis dan fremitus taktil dada kiri tertinggal

Abdomen : Perut tampak buncit simetris, bising usus (+), pembesaran

hepar, lien (-)

Genitalia : Perdarahan pervaginam (+)

Ekstremitas : Akral hangat, Edema tungkai -/-

III. Status ObstetrikTFU: 22cm Ballotement: (-)DJJ: (-)

IV. Status Ginekologi

Pada pemeriksaan inspekulo tidak dilakukan

Pemeriksaan VT tidak dilakukan

V. Pemeriksaan Laboratorium

Natrium : 137,7mmol/L

Kalium : 4,12 mmol/L

7

Page 8: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Chlorida : 104 mmol/L

Ureum : 17 mg/dl

Creatinin : 0,5 mg/dl

SGOT : 108 U/L

SGPT : 140 U/L

GDS : 87 mg/dl

Hemoglobin : 8,9 g/dl

Hematokrit : 27,6 %

Leukosit : 6.860 /µl

Trombosit : 183.000 /µl

Gol Darah : B / Rhesus positive

VI. Pemeriksaan Penunjang

USG :

PP test: (-)

IV. Diagnosis Kerja

- Anemia

- Hemaptoe ec susp TB paru

- Massa intra abdomen susp mioma

V. Rencana Penatalaksanaan

Perbaiki keadaan umum

Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, dan perdarahan per vaginam

Memberi support mental dan menjaga kehigienitas diri

Melakukan pemasangan infus (+)

8

Page 9: Buat Sabtuuuuuuuu Print

VI. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

VII. Follow Up

Pra Operasi

18 Agustus 2015

Jam 19.30

S : Os datang pindahan dari ruang alamanda, keluhan sesak sudah

berkurang

O : KU baik, KS CM, aminotebar terpasang (+), GCS 15

Hb: 10 g/dl, Leukosit: 19.400/ul, Trombosit: 210.000/ul, Ht:

24,9%, APTT: 27,9, Protombine Time: 11,9, Hepatitis C:

Negatif, HbsAg: N reaktif, HIV: Non Reaktif

Hasil Biomed:

T4: > 25,0 4 g/dl

TSH: < 0,05 5U/ ml

Beta hcg kuantitatif serum menyusul 2-3 hari

Ro. Thorax pertama kesan: Bronchitis

Ro. Thorax kedua kesan: dibandingkan foto lama perbaikan

Ro. Abdomen 3 posisi kesan: tak tampak kelainan pada foto

abdomen 3 posisi saat ini.

Klien post transfuse PRC 3 kolf

R/ tra nsfusi PRC lagi untuk persiapan kuretase

Infus: RL + ondan 8mg: Aminolebar “(2:1) 20 tpm

A: Molahidatidosa + Bronchitis

P: mengobservasi k/u, TTV, memberikan support mental

Th dr. Rizki, Sp.P :

Cefotaxime 2x1

MP 2x62,5

Ranitidine 2x1 amp

Asam Tranexamat 3x500 mg

9

Page 10: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Vit. K 3x1 amp

Mantoux test (-)

Th dr. H. Alan, Sp.PD

Cetirizine 2x1

Codein 10 mg 3x10 mg

Hemafort 2x1

Retapyl 2x1

Curcuma 3x1

Urdahex 3x1

Th. Dr. indiarto, Sp.OG

USG (+) : rencana kuret

Perbaikan k/u

Rencana transfuse 3 kolf untuk persiapan kuretase

TPRS (20.00)

TD : 120/60, N : 88x/menit, RR : 24x/menit, S : 36,5 °C

18 Agustus 2015

Jam 21.00

S : Os mengeluh sesak sudah berkurang

O : KU baik, KS CM, IVFD +, ondancetron 8 mg, GCS 15

Hb 10 g/dl, Leukosit 19.400 /ul, tromb. 210.000 /ul, Ht 29,9%,

protrombin time 11,9, hep. C -, HbsAg –

Hasil biomed :

T4 : >25,0

TSH : <0,05

A : Molahidatidosa + bronchitis

P : Observasi TPRS, PPV, KU

Memberi support mental

Terapi dilanjutkan

19 Agustus 2015

Jam 00.00

S : Os mengeluh nyeri dibagian perut

Konsul dokter jaga

Instruksi dokter jaga : Asam Mefenamat extra

10

Page 11: Buat Sabtuuuuuuuu Print

19 Agustus 2015

Jam 06.00

S : Os mengeluh nyeri perut dan mual

O : KU baik, KS CM

TD : 120/80 mmHg, N : 88 x/menit, S 36,5 C, RR 24x/menit

A : Molahidatidosa + bronchitis

RENCANA KURETASE DITUNDA

- Visite dr. Tati, Sp.An : Konsul terlebih dahulu untuk terapi

hipertiroid

19 Agustus 2015

Jam 11.00

S : Os mengeluh nyeri perut

O : KU baik, KS CM, IVFD +, ondancetron 8 mg, GCS 15

Hb 10 g/dl, Leukosit 19.400 /ul, tromb. 210.000 /ul, Ht 29,9%,

protrombin time 11,9, hep. C -, HbsAg –

T4 : >25,0

TSH : <0,05

A : Molahidatidosa, bronchitis, hipertiroid

P : Terapi dr. Rizki, Sp.P dan dr. H. Alan, Sp.PD dilanjutkan

Dr. Tati, Sp.An : Konsul Sp.PD untuk hipertiroid dan kuret

ditunda

20 Agustus 2015

Jam 05.00

S : Os mengeluh nyeri perut

O : KU baik, KS CM, IVFD +, ondancetron 8 mg, GCS 15

Hb 10 g/dl, Leukosit 19.400 /ul, tromb. 210.000 /ul, Ht 29,9%,

protrombin time 11,9, hep. C -, HbsAg –

TD : 120/80, N : 88x/menit, RR : 20x/menit, S : 37,1

T4 : >25,0

TSH : <0,05

A : Molahidatidosa, bronchitis, hipertiroid

P : Th Sp.OG : rencana kuretase

Th Sp.PD + dr. H. Alan, Sp.PD : PTU 3x1 tab

Kalau tidak sesak, propranolol 3x1 tab

Terapi dilanjutkan

21 Agustus 2015

Jam 05.30

S : Os mengeluh sesak

O : KU baik, KS CM, TD : 140/90, N : 88x/menit, RR : 29x/menit,

S : 36,1

11

Page 12: Buat Sabtuuuuuuuu Print

A : Molahidatidosa, bronchitis, hipertiroid

P : Rencana kuretase

KURETASE

21 Agustus 2015

Jam 12.45

- POST KURETASE -

S : Os mengeluh masih lemas dan pusing

O : KU sedang, KS CM, IVFD +, DC +, PPV +, 02 3 lt +

Jaringan di PA +, hasil -

A : Post kuret a/i molahidatidosa + hipertiroid + bronchitis

P : Mengobservasi KU, TTV, PPV

Memberi support mental

Th/ Sp.OG : ceftriaxone 1x1 gr, PTU 2x200 mg

Th/ Sp.PD dan Sp.P dilanjutkan

Jam 13.00 lapor dr. indiarto, sp.og

TD : 120/70, N : 92, RR : 30, S: 37

Guyur RL

21 Agustus 2015

Jam 14.00

S : Os mengeluh darah yang keluar dari kemaluan sedikit

O : KU sedang, KS CM, IVFD +, DC +, PPV +, 02 3 lt +

TD : 120/80, N : 80, RR : 20, S : 36,5

A : Post kuret a/I molahidatidosa + hipertiroid + bronchitis

P : Mengobservasi KU, TTV, PPV

Terapi dilanjutkan

21 Agustus 2015

Jam 19.45

S : Os mengeluh dada terasa berat

O : KU baik, KS CM, saturasi O2 86, 02 3 lt +

Saturasi ulang 96

A : Post kuret a/I molahidatidosa + hipertiroid + bronchitis

P : Mengobservasi KU, TTV, PPV

Transfusi 1 kolf

22 Ag ustus 2015

Jam 05.30

S : Os mengatakan pusing dan nyeri pinggang sejak malam

O : KU sedang, KS CM, saturasi O2 96

TD : 140/90 mmHg, N : 91 x/menit, S 37,2 C, RR 36x/menit

12

Page 13: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Jam 06.30

A : Post kuret a/I molahidatidosa + hipertiroid + bronchitis

P : inj. Ranitidine 1 amp, cetirizine, curcuma, urdahex, codein

Konsul dr. jaga mengenai ttv

Instruksi : inj. Furosemide 1 amp/iv

Bila TD 120/80, darah dimasukkan, transfusi ditunda, ttv ulang

TD 140/90, N : 92, RR : 36, S : 36, saturasi 95

I : 1110 O : 1000

22 Agustus 2015

Jam 09.30

S : Os mengeluh sesak

O : KU sedang, KS CM

TD : 150/80 mmHg, N : 88 x/menit, S 36 C, RR 36-40x/menit

Saturasi O2 90-92

A : Post kuret a/i molahidatidosa + hipertiroid + bronchitis

P : co sp.p dan sp.pd

Instruksi sp.pd : cek ulang T4 dan free TSH

Instruksi dr. indiarto, sp.og : ceftriaxone 1x1/24 jam, MP

125mg/12jam, azitromisin 1x500 mg

Cek AGD cito

Instruksi dr. lulu sp.p : nebu ventolin 2x selang 10 menit,

furosemide 1 amp iv extra, MP 125g/ 12jam.

Bila tidak ada batuk darah, stop inj. asam tranexamat dan vit k

22 Agustus 2015

Jam 10.30

S : os mengatakan sesak berkurang dan nyeri perut

O : KU sedang, KS CM, IVFD +, DC +, PPV +, ma/mi +, mob <<,

sesak +, 02 +

Hb 10,2 g/dl, leukosit 13.050, trombosit 153.000, ur/cr 24/0,5

I : 1260 O : 1800

A : Post kuret a/I molahidatidosa + hipertiroid + bronchitis

P : terapi dilanjutkan

Aminoleban +

22 Agustus 2015

Jam 15.00

Setelah diberikan terpai oral, propranolol, codein, curcuma, dan

urdanex pasien mengeluh kram perut, dilakukan TPRS

TD: 150/60 mmHg, N: 91x/memit, RR: 25x/menit, S: 36,6°C

Setelah beberapa menit (± 5menit) kram menghilang

Lapor dr. Indirarto, instruksi: PTU 3x2, Nrm 8 Lpm, konsul Sp.An

13

Page 14: Buat Sabtuuuuuuuu Print

20.07

Balasan dr. Dublianus Sp.An: jika ingin pro icu konsul dr. Tati

Sp.An

Konsul dr. Tati

Lapor ulang dr. Indiarto: pro ICU

23 Agustus 2015

Jam 19.00

S: Os datang dari pindahan ICU, keluhan sesak sudah berkurang

O: KU baik, KS CM, IVFD RL (+) kedua, DC(+)

TD: 133/80, N:80x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,7°C

Sat O2 99%, GCS: 4/6/5

A: Post kuretase a/i molahidatidosa + bronchitis + hipertiroid

P:Mengobservasi k/u, TTV, sesak

Memberi support mental

Th. SpPD: PTU 3x1 tab, propranolol 2x1 tab, hemafort 1x1 tab,

curcuma 3x1 tab, urdanex 3x1 tab

Th. SpP: Retapyl 2x1

Th. SpOG: Ceftriaxone img 1x2gr, metilprednisolon 2x125 mg,

azitromicyn 1x500 tab

Infus: RL 20 tpm: aminoleban 2:1

21.00 TPRS

TD: 120/60 mmHg, N: 88x/menit, RR:26 x/menit, T: 36,4°C

Input: 350 Output: 450

25 Agustus 2015

Jam 10.00

S: Os mengatakan tidak ada keluhan

O: Ku baik, KS CM, Infus (+) DC(-) mob (+) ma/mi (+)

Hb: 10,2, leukosit: 13.050, Ht: 29,5, Trombosit: 153.000, HbsAg

negative, Ro thorax (+), EKG (+)

A: Post kuret a/i molahidatidosa, hipertiroid, bronchitis

P: Obsrvasi k/u, ttv

Menciptakan lingkungan yang nyaman

Kolab spog (+)inst: cefixim 2x200 mg, BLPL

Visite dr. Rizky SpP inst: metapril 2x1, Boleh RJ

Visited r.Alan SpPD : PTU 3x1, propranolol 3x10, hemafort 1x1,

curcuma 3x1, urdanex 3x1

12.15 Os ingin pulpak, surat pulpak (+), adm (+)

14

Page 15: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Laporan Kuretase :

1) Pasien berbaring dengan posisi litotomi dan anastesi TIVA

2) Dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada daerah vulva vagina dan sekitarnya

3) Dipasang speculum cocor bebek dan diliat perdarahannya

4) Portio ditampakkan dan diidentifikasi arah perdarahannya

5) Dilakukan kuretase searah jarum jam

6) Dikeluarkan jaringan dan darah ± 3liter

7) KU ibu s/s/s tiud baik

8) Operasi selesai

Obat :

Ceftriaxone inj 1 x1 gr/IV

PTU 200 mg

15

Page 16: Buat Sabtuuuuuuuu Print

DISKUSI KASUS

1.1. IDENTIFIKASI

Os datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu

sebelum masuk rumah sakit disertai batuk berdarah. Os mengaku terakhir

menstruasi sejak bulan Mei dan nyeri perut bagian bawah sejak 1 minggu yang

lalu disertai keluarnya darah dari vagina ±30cc. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit hipetensi, jantung, DM, asma, alergi,

dan TB.

1.2. PEMBAHASAN

TEORI KASUSApakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detik jantung janin. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin, baik secara bioasay, immunoasay, maupun radio-immunoasay. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, di mana kasus mola menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb)

Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola. Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.

Diagnosis awal pada pasien ini adalah : Molahidatidosa, bronchitis, hipertiroidAnamnesis :

- Didapatkan adanya amenorrhea 3bulan

- Perdarahan pervaginam (+)

Pemeriksaan Fisik:- TFU: 22cm- Terdapat detak jantung janin (-)- Ballotement (-)- TTV: RR: 40x/mnt, Nadi:

120x/menit

Pemeriksaan VT dan inspekulo tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang- Adanya hasil USG yang

menunjukan gambaran khas yaitu, berupa badai salju ( snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).

- PP test (-)- Rencana kuretase untuk dilakukan

pengambilan jaringan sebagai bahan biopsy patologi anatomi

- Pemeriksaan TSH=0,05 dan T4=25

16

Page 17: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Sehingga diagnosis akhir pada pasien ini adalah : Molahidatidosa + hipertiroid

Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?Penatalaksaan pada molahidatidosa terdiri dari:

1. Perbaikan keadaan umum: disini maksudnya pemberian transfuse darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklamsi atau tirotoksikosis

2. Pengeluaran jaringan mola: vakum kuretase atau histerektomi

3. Pemeriksaan tindak lanjut: Tes hCg

4. Pemberian ceftriaxone berguna untuk mencegah terjadinya infeksi post kuretasePemberian PTU berguna untuk menghambat sintesis hormone tiroid sehingga dapat menurunkan kadar hormon T3 dan T4

Berdasarkan hasil follow up pasien, tatalaksana yang diberikan pertama kali adalah memperbaiki keadaan umum, mempersiapkan transfusi darah, dan rencana dilaukan kuretase.

Kemudian pada hari ke-1 setelah kuretase pasien diberikan ceftriaxone 1x1 gr, PTU 2x200 mg

Tindakan penghentian perdarahannya sudah tepat dengan melakukan kuretase.

Apakah prognosis pada pasien ini?Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung, dan tirotokoksikosis.Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada kelompok perempuan yg menderita degenerasi keganasan.

Setelah melakukan kuretase, pasien mengatakan darah yang keluar sedikit serta mengeluh adanya pusing,dan lemas.

Secara keseluruhan dari hasil followup pasien ini termasuk dubia ad bonam

Mengapa hasil PP test negative pada mola hidatidosa?HCG biasanya digunakan sebagai penanda penyakit trofoblastik pada kehamilan. Konsentrasi hCg yang tinggi bisa memberikan hasil yang tidak maksimal, dimana sensivitas tes hCg untuk kehamilan adalah 27.300 sampai 233000 pada minggu ke 8-11 kehamilan.

Ketika kadar hcg tinggi, baik antibody penangkap maupun penanda mengalami saturasi, dan respon sinyal menurun. Hook effect terjadi ketika antibody penanda yang bukan sandwich terbuang bersama material yg berlebih dan memberikan hasil negatif palsu

Pada pemeriksaan didapatkan hasil pp test (-)

17

Page 18: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Apakah hubungan hipertiroid dengan molahidatidosa?HCG terdapat pada plasenta tersusun dari sub unit alfa yang mirip dengan sub unit alpha hormom pituitary glikoprotein seperti LH, FSH, dan TSH, dan sub unit pada beta hCg memiliki struktur 85% yang hampir sama pada 114 asam amino dan 12 residual sistein pada sub unit dari TSH. Karna struktur yang hampir mirip tersebut dari hCG dengan TSH menyebabkan hCg dapat merangsang stimulasi reseptor TSH dalam menghasilkan hormone hCg.Peningkatan estrogen dan peningkatan hormone tirotropin oleh jaringan mola menyebabkan terjadinya peningkatan hCg, terjadi peningkatan ikatan molekul hCg pada reseptor TSH yang menyebabkan hiperfungsi kelenjar tiroid

Pada pasien ini terdapat gejala hipertiroid yang ditandai dengan keluhan sesak nafas, dan nadi teraba cepat didukung dengan hasil lab Pemeriksaan TSH=0,05 dan T4=25

18

Page 19: Buat Sabtuuuuuuuu Print

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Mola Hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak

ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi

hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-

gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari

beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm (Hadijanto B, 2010).

Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak

ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas (Hadijanto

B, 2010).

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin jika

dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan 1:200 atau

2000 kehamilan, sedangkan di negara-negara berkembang sebesar 1:100 atau 600 kehamilan.

Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1 : 85 kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

1:31 persalinan dan 1:9 kehamilan; Lust A. Siregar (Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000

kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduksi (15-45 tahun) dan pada

multipara. Jadi dengan meningkatkan paritas kemungkinan menderita mola lebih besar

(Fitriani R, 2009).

Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasan

trophoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15% pasien dan

metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma yang dilaporkan berasal

dari mola parsial, walaupun pada 4% pasien, mola parsial dapat berkembang menjadi

penyakit trofoblastik gestasional persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi

(Rauf et al, 2011).

Insiden kehamilan mola beragam diantara kelompok-kelompok etnis dan biasanya

tertinggi pada negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur. Mola hidatidosa

biasanya lebih sering dijumpai pada wanita usia reproduksi, yakni usia 15 hingga 45 tahun, di

19

Page 20: Buat Sabtuuuuuuuu Print

mana wanita pada umur remaja muda atau premenopausal yang paling beresiko. Wanita

dengan umur 35 tahun keatas memiliki peningkatan resiko 3 kali lipat. Wanita dengan usia

lebih dari 40 tahun mengalami peningkatan sebanyak 7 kali lipat jika dibandingkan dengan

wanita yang lebih muda. Peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen,

kontrasepsi oral, dan faktor makanan dalam resiko penyakit trofoblastik gestasional masih

belum jelas. Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 1 – 2% kasus. Dalam suatu

kajian terhadap 12 penelitian yang total mencakup hampir 5.000 persalinan, frekuensi mola

rekuren adalah 1,3% (Chhabra S et al, 2007).

ETIOLOGI

Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin

dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain (Prawirohadjo S et al,

2010):

1. Faktor ovum

Di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.

Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum

memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam

pembuahan.

2. Umur dibawah 20 tahun dan diatas 40 tahun

3. Imunoselektif dari trofoblast

4. Keadaan sosioekonomi yang rendah dan defisiensi gizi

Dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial

ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang

sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.

5. Paritas tinggi

Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma

kehamilan atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dan

penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).

6. Kekurangan protein

Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan

pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein

20

Page 21: Buat Sabtuuuuuuuu Print

pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan

mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal.

7. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya

mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit. Hal ini sangat

tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya

tahan tubuh.

KLASIFIKASI

Mola hidatidosa dapat dibagi menjadi dua kategori, antara lain mola hidatidosa komplit

dan mola hidatidosa parsial. Mola hidatidosa komplit tidak berisi jaringan fetus, di mana 90%

biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% terdiri dari kariotipe 46,XY. Semua

kromosomnya berasal dari sisi paternal. Ovum yang tidak bernukleus akan mengalami

fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi

oleh dua sperma. Pada mola yang komplit, vili korialis memiliki ciri seperti buah angur, dan

terdapat hiperplasia tropoblastik. Sedangkan, pada mola hidatidosa parsial, terdapat jaringan

fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili korialis masih sering didapatkan. Vili korialis

terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma tropoblastik yang menonjol dan

berkelok-kelok (Cunningham FG, 2005).

a. MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT

Mola hidatidosa komplit hanya mengandung DNA paternal sehingga bersifat

androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel sperma membawa

kromosom 23, X- melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa gen maternal

(tidak aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XX homozigot. Namun,

fertilisasi juga dapat terjadi pada dua spermatozoa yang akan membentuk 46XY atau 46XX

heterozigot. Secara makroskopik, pada kehamilan trimester dua mola hidatidosa komplit

berbentuk seperti anggur karena vili korialis mengalami pembengkakan secara menyeluruh.

Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis mengandung cairan dalam jumlah lebih

sedikit, bercabang dan mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan

banyak pembuluh darah (Schorge JO et al, 2008; Tidy JA et al, 2004; Seckl MJ, 2004).

Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel

bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering

21

Page 22: Buat Sabtuuuuuuuu Print

berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh

adanya, antara lain (Tanto, 2014):

a. Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus

b. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak

c. Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi

d. Tidak adanya janin dan amnion

Gambar 1. Kehamilan Molahidatidosa Komplit

b. MOLA HIDATIDOSA PARSIAL

Mola hidatidosa parsial merupakan triploid yang mengandung dua set kromosom

paternal dan satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid akibat dua set kromosom

maternal tidak menjadi mola hidatidosa parsial. Pada mola hidatidosa parsial, seringkali

terdapat mudigah atau jika ditemukan sel darah merah berinti pada pembuluh darah vili

korialis (Seckl MJ, 2004).

Mola hidatidosa parsial memiliki perubahan vili yang bersifat fokal, kurang

berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Perkembangannya berlangsung

lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh lainnya

dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola

parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya

datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion

yakni perdarahan vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan

fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan

yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan

dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat

pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan. Ditemukan jaringan trofoblastik

hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic (Cunningham FG, 2005).

22

Page 23: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Gambar 2. Kehamilan Molahidatidosa Parsial

PATOFISIOLOGI

Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah

keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal

terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu,

uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar

sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus (Mochtar R, 1998).

Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi

dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat

gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, yang merupakan kegagalan reproduksi.

Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang

menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa

degenerasi hidrofik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola

hidatidosa”. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih

merupakan kista-kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara

histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal.

Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola, yaitu satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi

mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang

berdiameter lebih dari 1 cm 5. Pada umumnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik

kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang

berupa karsinoma (Mochtar R, 1998)

Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori

neoplasma. Teori missed abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5

minggu (missed abortion) karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi

penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-

gelembung. Teori neoplasma menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan

juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul

23

Page 24: Buat Sabtuuuuuuuu Print

gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah (Fitriani

R, 2009).

Stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan

dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester

kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:

Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari spoting

sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum abortus

atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu atau

setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai.

Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.

Ukuran uterus

Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenernya.

Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada wanita multipara, khusus

karena konsistensi tumor yang lunak di bawah abdomen yang kenyal. Ovarium

kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak.

Aktivitas janin

Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas tidak akan

ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive sekalipun.

Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit.

Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat

normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas

pada plasenta dengan disertai janin yang hidup.

Embolisasi

Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat keluar

dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak

sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian.

Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma

villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk

menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini

dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat

pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinom

metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan

24

Page 25: Buat Sabtuuuuuuuu Print

selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang

dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian.

Sementara bagian lainnya mengalami proliferasi dan menimbulkan kematian wanita

tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.

Ekspulsi spontan

Kadang-kadang gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola tersebut keluar

spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling

besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu dan jarang lebih dari 28

minggu.

MANIFESTASI KLINIS

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan

biasa yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih

hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih

besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar

walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas

tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole

(Hadijanto B, 2010).

Perdarahan merupakan gejala utama mola. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara

bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa

intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian.

Karena perdarahan ini umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia

(Hadijanto B, 2010).

Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan preeklampsia

(eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklampsia pada mola terjadinya lebih muda

daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir ini banyak dipermasalahkan ialah

tirotoksikosis. Maka, Martaadisoebrata menganjurkan agar tiap kasus mola hidatidosa dicari

tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti selalu mencari tanda-tanda preeklampsia pada

tiap kehamilan biasa. Biasanya pasien meninggal karena krisis tiroid (Hadijanto B, 2010).

Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya

pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-paru tanpa memberikan gejala

25

Page 26: Buat Sabtuuuuuuuu Print

apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak

sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian

(Hadijanto B, 2010).

Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun bilateral.

Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-

kasus di mana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Dengan pemeriksaan klinis

insidensi kista lutein lebih kurang 10,2%, tetapi bila mengguanakan USG angkanya

meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar

untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista

(Hadijanto B, 2010).

DIAGNOSIS

Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea,

perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan

tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detik jantung janin. Untuk memperkuat

diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam

darah atau urin, baik secara bioasay, immunoasay, maupun radio-immunoasay. Peninggian

hCG, terutama dari hari ke-100, sangat sugestif. hCG biasanya digunakan sebagai penanda

penyakit trofoblastik pada kehamilan. Konsentrasi hCG yang tinggi bisa memberikan hasil

yang tidak maksimal, dimana sensivitas tes hCG untuk kehamilan adalah 27.300 sampai

233000 pada minggu ke 8-11 kehamilan. Ketika kadar hcg tinggi, baik antibody penangkap

maupun penanda mengalami saturasi, dan respon sinyal menurun. Hook effect terjadi ketika antibody

penanda yang bukan sandwich terbuang bersama material yg berlebih dan memberikan hasil negatif

palsu Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, di mana kasus mola menunjukkan

gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti

sarang lebah (honey comb) (Hadijanto B, 2010).

Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola. Namun,

bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena

pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum

pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar (Hadijanto B,

2010).

26

Page 27: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga sering

kali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkompletus atau

mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik.

Kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekoik vesikular berdiameter

antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey

comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20-50% kasus dijumpai adanya masa kistik

multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka-lutein (Hadijanto B,

2010).

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta HCG yang normal.

Bila didapatkan > 100.000 mIU/mL merupakan indikasi dari pertumbuhan trofoblastik yang

banyak sekali dan kecurigaan terhadap kehamilan mola harus disingkirkan. Anemia

merupakan komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya

koagulopati. sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi dilakukan. Dilakukan

juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin serta thyroxin dan serum inhibin A dan

activin (Prawirohadjo S et al, 2010).

Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi

kehamilan mola. Dari gambaran USG tampak gambaran badai salju (snowstorm) yang

mengindikasikan vili korialis yang hidropik. Dengan resolusi yang tinggi didapatkan massa

intra uterin yang kompleks dengan banyak kista yang kecil-kecil. Bila telah ditegakkan

diagnosis mola hidatidosa, maka pemeriksaan rontgen pulmo harus dilakukan karena paru -

paru merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG (Prawirohadjo S et al, 2010).

Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola komplet tidak terdapat jaringan

fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46,XX atau 46,XY.

Sebagai tambahan pada mola komplet memperlihatkan peningkatan faktor pertumbuhan,

27

Page 28: Buat Sabtuuuuuuuu Print

termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan pada plasenta yang

normal. Pada mola parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus

(Prawirohadjo S et al, 2010)

Histopatologik

Dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke laboratorium PA (Mansjoer A, 2001).

DIAGNOSA BANDING

1. Abortus iminens

2. Hidroamnion

3. Kario karsinoma

(Cuninngham FG, 2006)

TATA LAKSANA

Tindakan yang lebih diutamakan adalah menegakkan diagnosa mola hidatidosa

sebelum gelembung mola (hamil anggur) dikeluarkan, sehingga perdarahan yang timbul pada

waktu mengeluarkan mola dapat dikendalikan. Pada kasus dengan gelembung mola keluar

spontan, sebagian wanita datang dalam keadaan syok dan anemis sehingga memerlukan

perbaikan keadaan umum dengan pemberian tranfusi darah yang cukup banyak.

Langkah pengobatan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap sebagai berikut (Manuaba et

al, 2010):

1. Perbaiki Keadaan Umum

Pengeluaran gelembung mola yang disertai perdarahan memerlukan transfusi, sehingga

penderita tidak jatuh dalam keadaan syok dan dapat menjadi penyebab kematian. Di

samping itu, setiap evakuasi jaringan mola dapat diikuti perdarahan sehingga persiapan

darah, menjadi program vital terapi mola hidatidosa. Pada waktu mengeluarkan mola

dengan kuretase d idahului pemasangan infus dan uterotonika, sehingga pengecilan

rahim dapat mengurangi perdarahan.

2. Pengeluaran Jaringan Mola Hidatidosa

Menghadapi kasus mola hidatidosa terdapat beberapa pertimbangan berkaitan dengan

usia penderita dan paritas. Pada mola hidatidosa dengan usia muda dan jumlah anak

sedikit maka rahim perlu diselamatkan dengan melakukan tindakan:

28

Page 29: Buat Sabtuuuuuuuu Print

a. Evakuasi jaringan mola hidatidosa. Evakuasi jaringan mola hidatidosa dilakukan

dengan kuretase atau dengan vakum kuretase, yaitu alat pengisap listrik yang kuat

sehingga dapat mengisap jaringan mola dengan cepat. Penggunaan alat vakum listrik

mempunyai keuntungan, yaitu jaringan mola dengan cepat dapat diisap dan

mengurangi perdarahan. Evakuasi jaringan mola dilakukan sebanyak dua kali dengan

interval satu minggu dan jaringan diperiksa kepada ahli patologi anatomi.

b. Histerektomi. Dengan pertimbangan usia yang relatif tua (di atas 35 tahun) dan

paritas lebih dari 3, penderita mola hidatidosa mendapat tindakan radikal

histerektomi. Pertimbangan ini didasarkan kemungkinan keganasan korio karsinoma

menjadi lebih tinggi. Hasil operasi diperiksakan kepada ahli patologi anatomi.

3. Pengobatan Profilaksis dengan Sitostatikan (kemoterapi)

Mola hidatidosa merupakan penyakit trofoblas yang dapat berkelanjutan menjadi korio

karsinoma (65 sampai 75%). Untuk menghindari terjadinya degenerasi ganas, penderita

mola hidatidosa diberikan profilaksis dengan sitostatika (kemoterapi) Methotraxate

(MTX) atau Actinomycin D. Pengobatan profilaksis atau terapi sitostatika memerlukan

perawatan dan pengawasan di rumah sakit.

4. Pemeriksaan tindak lanjut

Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah

molahidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8minggu setelah evakuasi.

Lama pengawasan berkisar satu tahun. Untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan

kondom, pantang berkala.

Pemeriksaan yang dilakukan pada pengawasan post-mola hidatidosa adalah:

a. Melakukan pemeriksaan dalam dengan pedoman “Trias Acosta Sison: HBSL” yaitu

History : post-mola hidatidosa

Post-abortus : post partum

Bleeding : terjadi perdarahan berkelanjutan

Softeness : perlunakan rahim

Enlargement : pembesaran rahim

Dengan evaluasi berdasarkan Trias Acosta Sison kemungkinan degenerasi ganas

secara klinis dapat ditegakkan.

b. Pemeriksaan hormon

Sebelum dapat ditentukan dengan pemeriksaan canggih, mola hidatidosa ditetapkan

dengan melakukan pemeriksaan Galli Mainini. Pemeriksaan alat canggih dilakukan

untuk menetapkan kadar hormon gonadotropin.

29

Page 30: Buat Sabtuuuuuuuu Print

c. Pemeriksaan foto toraks.

Pemeriksaan foto toraks dilakukan karena kemungkinan metastase ke paru-paru

dengan gejala batuk-batuk disertai dahak berdarah, dapat menimbulkan akumulasi

cairan di dalam pleural.

d. Mencari metastase

Degenerasi ganas mola hidatidosa bila dijumpai metastase bintik kebiruan pada

vagina yang merupakan tanda khas korio karsinoma.

KOMPLIKASI

1. Perdarahan yang hebat sampai syok

2. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

3. Infeksi sekunder

4. Perforasi karena tindakan atau keganasan

5. Penyakit trofoblast ganas seperti mola destruens atau koriokarsinoma

(Fox H, 2007)

PROGNOSIS

Kematian pada molahidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung atau

tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena mola hampir tidak ada lagi. Akan tetapi, di

negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari

pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringan dikeluarkan, tetapi ada sekelompok

perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.

Presentase keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar

antara 5,56%. Bila terjadi keganasan, maka pengelolaansecara khusus pada devisi Onkologi

Ginekologi (Hadijanto B, 2010).

HIPERTIROID

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat (10%),

namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa

berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan

terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan,

maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis

secara aktif dan memerlukan evakuasi segera karena gejala-gejala ini akan menghilang

30

Page 31: Buat Sabtuuuuuuuu Print

dengan menghilangnya mola. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang

lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya

penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek

dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang

meningkat sebagai akibat thyrotropin – like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon.

Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang

melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang

dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan

warm skin.

Hipertiroid Pada Mola Hidatidosa

Selama kehamilan, beberapa perubahan fisiologik yang terjadi pada fungsi tiroid yaitu

peningkatan 2-3 kali lipat konsentrasi Thyroxine Binding Globulin (TBG), peningkatan 30-

100% konsentrasi T3 total dan T4, peningkatan serum tiroglobulin, peningkatan kliren

yodium pada ginjal dan stimulasi kalenjar tiroid oleh Human Chorionic Gonadotropin (hCG).

Kehamilan umumnya menghasilkan peningkatan aktivitas tiroid yang membuat individu

untuk mempertahankan diri pada kondisi eutyroid. Akan tetapi, baik hiper maupun hipo bisa

terjadi pada kehamilan. Penilaian fungsi tiroid pada kehamilan sangat penting untuk

mencegah komplikasi ibu dan bayi berupa peningkatan risiko abortus spontan, kelahiran

prematur, berat badan bayi lahir rendah, kematian janin dalam kandungan, dan preeklampsia

(Moeller LK, 2009).

Tabel 1. Fungsi tiroid selama kehamilan

31

Page 32: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Gejala klinis hipertiroid dengan Mola hidatidosa sering tidak ada gejala atau sangat

sedikit ditemukan, gejala ini berbeda dengan penyakit graves pada kehamilan dimana

biasanya sering disertai dengan pembesaran kalenjar tiroid dan exoptalmus. Frekuensi gejala

klinis wanita dengan hipertiroid tidak ditemukan secara pasti. Higgin dkk menemukan bukti

klinis hipertiroid pada 9 dari 14 pasien. Galton dkk menemukan peningkatan fungsi tiroid

pada semua pasien yang diteliti, tapi tidak ditemukan gejala klinik pada grup ini (Chaniwala

NU et al., 2008)

Gambar 1. Algoritme evaluasi hipertiroid selama kehamilan.

Ada dua kondisi spesifik pada kehamilan yang menyebabkan hipertiroid yaitu

hiperemesis gravidarum dan penyakit trophoblastik. Hiperemesis gavidarum dikaitkan

dengan hCG yang mengiduksi peningkatan kadar estradiol, akan tetapi hubungan antara

hiperemesis dan hipertiroid masih belum sepenuhnya dipahami. Akan tetapi baik

hiperememis gravidarum maupun mola hidatidosa ini perlu diidentifikasi segera karena

pengobatan penyakit dasar akan mengatasi kondisi hipertiroidnya (Albaar MT, 2009;

Meister LHF et al., 2005)

32

Page 33: Buat Sabtuuuuuuuu Print

Human Chorionic Gonadotropin terdapat pada plasenta tersusun dari sub unit alpha

yang mirip dengan sub unit alpha hormon pituitary glycoprotein seperti LH, FSH dan

TSH, dan sub unit b pada hCG memiliki stuktur 85% yang hampir sama pada 114 asam

amino dan 12 residual sistein pada sub unit b dari TSH (Albaar MT, 2009; Fantz CR et

al., 1999). Karena struktur yang hampir mirip tersebut dari hCG dengan TSH

menyebabkan hCG dapat merangsang stimulasi reseptor TSH (TSHr) dalam

menghasilkan hormon tiroid seperti hormon TSH pada umumnya. Ini dapat dibuktikan

pada suatu penelitian sel tiroid pada tikus, yang menghasilkan peningkatan ambilan

yodium dan produksi cAMP setelah diberikan hCG. Pada kultur folikel tiroid pada

manusia didapatkan stimulasi ambilan yodium, organifikasi dan sekeresi dari T3 (Albaar

MT, 2009). Studi lain yang dilakukan oleh Herschman dan Higgins menujukkan bahwa

hCG memiliki aktifitas menstimulasi tiroid dan ditemukan bahwa adanya suatu hubungan

yang erat diantara kadar serum hCG yang diukur dengan radioimmunoassay, molar TSH

yang diukur dengan bioassay dan T3. 11 Pada trimester pertama kehamilan, hCG

mencapai konsentrasi tertinggi, ini membuat stimulasi pada kalenjar tiroid untuk

menghasilkan hormon tiroid dan menekan kadar TSH. Pada trimester kedua dan ketiga,

konsentrasi TSH akan meningkat secara bertahap karena penurunan kadar hCG.

Mekanisme ini menghasilkan kurva seperti cermin. Beberapa hasil penelitian melaporkan

bahwa setiap 10.000 mIU/L peningkatan hCG akan diikuti dengan peningkatan 0,6

pmol/L ( 0,1 ng/dL kadar FT4 dan menurunkan kadar TSH 0,1mIU/L. Peningkatan FT4

pada trimester pertama diduga dapat diketahui bila kadar hCG 50.000 – 75.000 mIU/L

bertahan sampai lebih dari 1 minggu (Albaar MT, 2009).

Pada pasien hiperthiroid yang disebabkan oleh penyakit tropoblastik akan terjadi

peningkatan FT4 dan konsentrasi T3, penurunan TSH, dan peningkatan hCG secara

signifikan. Selain Mola Hydatidosa menyebabkan hipertiroid, peningkatan kadar hCG

juga dihubungkan penyakit tropoblastik yang lain seperti koriokarsinoma, embrional sel

karsinoma, teratokarsinoma dan testicular karsinoma. HCG menginduksi hipertiroid tanpa

proses neoplasma secara terbatas pada trimester pertama dan jika diperlukan dapat

diberikan pengobatan standar antitiroid seperti PTU (Meister LHF, 2005).

Pada pasien dengan hCG yang meningkat oleh karena proses neoplasma sering

memerlukan tindakan kemoterapi selain tindakan pembedahan.

Penatalaksanaan hipertiroid pada Mola Hidatidosa

Penatalaksanaan pada Mola Hidatidosa terdiri dari dua fase yaitu evakuasi mola

segera dan tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan

33

Page 34: Buat Sabtuuuuuuuu Print

keganasan. Mola harus dikeluarkan biasanya dilakukan melalui tindakan dilatasi dan

kuretase atau lebih dikenal sebagai kuret (Syafii et al., 2006). Sebagai alternatif dapat

digunakan oksitosin atau prostaglandin untuk membuat rahim berkontraksi dan

mengeluarkan isinya . Pada tahap pra bedah adalah mempersiapkan penderita menjadi

eutiroidi untuk mencegah terjadinya krisis tiroid, digunakan kombinasi obat yaitu PTU

200 mg. Obat tersebut memiliki efek menghambat reaksi autoimun pada proses

pembentukan hormon tiroid dan mencegah sintesis hormon tiroid sehingga dapat

menurunkan kadar hormon T3 dan T4. Pemberian obat Propiltiourasil (PTU) pada wanita

hamil dalam dosis 3 x 50-100 mg per hari.

Penelitian yang dilakukan oleh Adam (2011) menyatakan bahwa pada 13 wanita

hamil dengan hipertiroid selama kehamilan tidak menemukan kelainan pada bayi yang

dilahirkan setelah pemberian Propiltiourasil (PTU) dalam dosis 3 x 50-100 mg per hari.

Apabila Propiltiourasil (PTU) diberikan pada dosis yang melebihi 3 x 50-100 mg per hari

akan memiliki efek samping yaitu kerusakan pada organ ginjal, organ hati. (Karena

perjalanan penyakit hipertiroidi dapat berlangsung sangat cepat, dianjurkan untuk

memberikan OAT kepada setiap penderita dengan fungsi tiroid yang meningkat,

walaupun tidak disertai hipertiroidi klinis (Gunawan GS, 2007).

34

Page 35: Buat Sabtuuuuuuuu Print

DAFTAR PUSTAKA

1. Albaar MT, Adam JM. 2009. Gestational Transient Thyrotoxicosis: Clinical Practice.

Acta Med Indones - Indones J Intern Med. 41(2) : 99-104

2. Chaniwala NU, Woolf PD, Bruno CP, Kaur S, Spector H, Yacono K. 2008. Thyroid

Storm Caused by a Partial Hydatidiform Mole Thyroid 16(4). 479-480

3. Chhabra S, Qureshi A. 2007. Gestational trophoblastic neoplasms with special

reference to invasive mole. Obstet Gynecol India. 57(2): 124-7.

4. Cuninngham. F.G. dkk. 2006. Mola Hidatidosa. Penyakit Trofoblastik Gestasional

Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Hal 930-938. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGG.

5. Cunningham FG, Lenevo KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III L, Wenstrom KD.

2005. Gestational trophoblastic disease. In: Seils A, Edmonson KG, Davis K, editor.

Williams Obstetrics. 22 nd ed. Hal: 273-284. New York: McGraw-Hill.

6. Fitriani, Rini. 2009. Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan. Vol II No. 4

7. Fox, Harold. 2007. Gestational Trophoblastic disease. Available at www.bmj.com

8. Gestational Trophoblastic Disease in : Berek & Novak's Gynecology 14th ed. Chapt

37, Lippincott Williams & Wilkins, 2007

9. Gestational Trophoblastic Disease in : Williams Gynecology, Sec.4, Chapt.37, The

McGraw-Hill Companies, Inc, New York, 2008

10. Gunawan GS. 2007. Propiltiourasil (PTU). Farmakologi dan Terapi. Edisi V.

Departemen Farmakologi dan Teurapetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 441-442 hal.

11. Hadijanto, B. 2010. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Ilmu Kebidanan. Hal: 488-

490. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.

12. Tanto Chris, I Putu Gede Kayika . 2014. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta

Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Hal 424-425. Jakarta:

Media Aesculapius.

13. Manuaba et al. 2010. Penyimpangan Tumbuh-Kembang Hasil Konsepsi. Ilmu

kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. ECG.

14. Meister LHF, Hauck PR, Graf H, Carvalho GA. 2005. Hyperthyroidism Due to

Secretion of Human Chorionic Gonadotropin in a Patient With Metastatic

Choriocarcinoma. Arq Bras Endocrinol Metab. 49(2). 319 – 322

35

Page 36: Buat Sabtuuuuuuuu Print

15. Mochtar. R. 1998. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2. Hal. 238-243.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. ECG.

16. Nodler L. James, Kenneth H. Kim, Ronald D. Alvarez. 2011. Abnormally low hCG in

a complete hydatidiform molar pregnancy: The hook effect . Gynecologic Oncology

Reports 1 (2011) 6–7

17. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. 2010. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Hal.

208-217. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.

18. Rauf S, Riu DS, Sunarno I. 2011. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Ilmu

Kandungan. Hal: 211-213. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.

19. Soetedjo Nanny Natalia Mulyani dan Sri Hartini KS Kariadi. 2011. Tinjau Ulang

Nilai Faktor Penduga dan Rumus Diskriminan untuk Mendiagnosis Hipertiroid pada

Mola Hidatidosa. MKB, Volume 43 No. 1

20. Tidy J, Sheffield and BW Hancock, Sheffield. 2010. The Management of Gestational

Trophoblastic Disease.Royal College of Obstetricians and Gynaecologists

21. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. 2008. Gangguan Bersangkutan

Dengan Konsepsi. Dalam : Ilmu Kandungan. Edisi II, Cetakan VI. PT.Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: Hal 247-266

36