buat semhas
TRANSCRIPT
EFEKTIFITAS EKSTRAK BUAH KEMUKUS (Piper cubeba L)
DAN MINYAK KEMUKUS SEBAGAI LARVASIDA
NYAMUK Aedes aegypti
HASBI IBRAHIM
105096003164
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M / 1434 H
KATA PENGANTAR
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyamuk merupakan serangga yang sangat mengganggu karena selain
menyebabkan rasa gatal dan sakit, beberapa jenis nyamuk merupakan vektor atau
penular berbagai jenis penyakit berbahaya bagi manusia, misalnya penyakit kaki
gajah, malaria, dan demam berdarah (dengue haemorrhagic fever) (Kardinan,
2007).
Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus yang ditularkan nyamuk
Aedes agepty L. saat ini nyamuk demam berdarah sudah tersebar di hampir
seluruh Indonesia. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menanggulangi
penyakit ini, antara lain dengan mengendalikan vektor penyebabnya (nyamuk
Aedes aegypti), tetapi hasil yang dicapai belum memuaskan hal ini dapat
dibuktikan oleh wabah penyakit demam berdarah yang masih terjadi setiap tahun.
(Kardinan, 2007).
Pengendalian menggunakan insektisida konvensional menimbulkan
masalah yaitu pengaruhnya terhadap lingkungan dan sifat resistensinya sehingga
perlu dicari alternatif bahan yang lebih ramah lingkungan. Salah satu alternatif
pengendalian yaitu menggunakan ekstrak herbal dari tanaman tertentu yang
didalamnya terkandung senyawa kimia yang bersifat bioaktif (Tarmidi, 2013).
Berbagai jenis tanaman telah diketahui mengandung senyawa bioaktif
seperti seperti fenilpropan, terpenoid, alkaloid, asetogenin, steroid dan tanin yang
bersifat sebagai insektisida. Uji toksisitas beberapa tanaman telah dilakukan
8
terhadap larva nyamuk, seperti minyak tumbuhan yang berasal dari tanaman
(Camphor, Thyme, Amyris, Lemon, Cedarwood, Frankincense, Dill, Myrtle,
Juniper, Black Pepper, Verbena, Helichrysum and Sandalwood) yang dilaporkan
memiliki bioaktivitas sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti. Ekstrak daun dari
tanaman Euphorbiaceae seperti Croton nepetaefolius, C. zehntneri, dan C.
argyrophylloides terbukti mampu membunuh 100% larva Aedes aegypti skala
laboratorium (Astuti, 2008).
Penelitian tentang sifat insektisida buah kemukus masih terbatas.
Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa ekstrak heksana buah kemukus bersifat
toksik dan repelen terhadap kumbang gudang Sitophilus oryzae dan
Callosobruchus maculatus. Penyulingan buah kemukus menghasilkan minyak
atsiri sebanyak 11,8 % (w/w) dan dari minyak atsiri tersebut berhasil di
identifikasi 105 senyawa yang termasuk dalam golongan terpen dan seskuiterpen.
Senyawa dalam dua kelompok tersebut banyak yang bersifat sebagai penghambat
makan atau repelen terhadap serangga (Nugroho, 2008).
Dengan memperhatikan kemampuan senyawa aktif buah kemukus
(Piper cubeba L) sebagai insektisida dan larvasida maka perlu dilakukan
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak buah kemukus.
dengan cara menghitung persentase kematian larva (LC50) Aedes aegypti setelah
pemberian ekstrak buah kemukus (Piper cubeba L).
1.2 Perumusan Masalah
1. Berapakah rendemen yang dihasilkan dari hasil ekstrak etanol dan
ekstrak n-heksana kemukus.
9
2. Ekstrak manakah yang memberikan memberikan hasil paling efektif
sebagai larvasida Aedes aegypti ?
3. Senyawa apakah yang terkandung dalam kemukus dan berperan
sebagai larvasida Aedes aegypti berdasarkan analisa GC-MS ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menentukan rendemen yang dihasilkan dari ekstrak etanol buah
kemukus dan n-heksan kemukus.
2. Menentukan Nilai LC50 dan LC90 ekstrak etanol dan ekstrak
n-heksana kemukus serta minyak kemukus untuk mengetahui
efektifitasnya sebagi larvasida Aedes aegypti.
3. Mengidentifikasi senyawa hasil ekstrak yang diduga berpotensi sebgai
larvasida Aedes aegypti.
1.4 Manfaat
Menambah inventarisasi jenis tanaman yang berpotensi sebagai larvasida
nyamuk Aedes aegypti. Selanjutnya dapat digunakan sebagai alternatif insektisida
alami dalam upaya pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi
2.1.1 Prinsip Dasar Ekstraksi
Pada prinsipnya ekstraksi merupakan penerapan lanjut dari berbagai teknik
pemisahan untuk mendapatkan salah satu komponen dalam jumlah yang optimal.
Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat terlarut kedalam
pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian
berdifusi kedalam pelarut (Syah, 2012).
Secara definisi ekstraksi adalah proses memisahkan suatu penyusun yang
diinginkan dari penyusun – penyusun lain dalam suatu campuran dengan biasanya
menggunakann pelarut seperti air atau pelarut organik lainnya tetapi bisa juga
secara mekanis atau pemerasan (Pudjaatmaka, 2002). Ekstraksi disebut juga
sebagai proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat tertentu, terutama
sifat kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut, biasanya air dan yang
lainnya pelarut organik (Dahrul Syah, 2012).
Sedangkan menurut Tarmidi (2013) ekstraksi adalah suatu cara untuk
memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen – komponen terpisah.
Ragam ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan kandungan air bahan
tumbuhan yang di ekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi.
2.1.2 Metode Ekstraksi
Prinsip dasar ekstraksi adalah mencari cara yang paling optimal untuk
mengeluarkan komponen zat yang diinginkan. Beberapa prinsip dasar yang dapat
11
digunakan antara lain ; maserasi, perkolasi, distilasi uap, ekstraksi cair – cair dan
pencucian (leaching) (Syah, 2012).
Berdasarkan bentuk campuran yang di ekstraksi, dapat dibedakan dua
macam ekstraksi (Tarmidi, 2012) :
1. Ekstraksi padat cair yaitu jika substansi yang di ekstrak terdapat di dalam
campuran yang berbentuk padat. Proses ini paling banyak ditemukan
dalam usaha mengisolasi suatu substansi yang terkandung di dalam suatu
bahan alam.
2. Ekstraksi cair – cair ; jika substansi yang di ekstraksi terdapat dalam
campuran yang berbentuk cair.
Berdasarkan proses pelaksanaannya, ekstraksi dapat dibedakan sebagai
berikut (Tarmidi, 2012) :
1. Ektraksi yang berkesinambungan (continuous extraction) dimana dalam
ekstraksi ini pelarut yang sama dipakai berulang – ulang sampai proses
ekstraksi selesai.
2. Ekstraksi bertahap (bath extraction) dimana dalam ekstraksi ini setiap
tahap ekstraksi selalu dipakai pelarut yang baru sampai proses ekstraksi
selesai.
2.2 Kemukus
2.2.1 Morfologi Kemukus
Kemukus (Piper cubeba linn) merupakan tanaman merambat dan
termasuk dalam family piperaceae. Di Indonesia dikenal dengan beberapa nama
12
daerah, misalnya di daerah jawa tengah disebut kemukus atau temukus, di daerah
sunda dikenal dengan nama rinu atau sahang gunung, di Madura di kenal dengan
nam pamukusu (Heyne, 1987).
Buah kemukus (Gambar 1) mirip dengan buah lada, perbedaannya adalah
pada bagian ujung buah kemukus terdapat bagian yang menyerupai ekor sehingga
biasanya disebut dengan tailed pepper atau lada berekor (Susanti, 2007).
Buah kemukus berbentuk bulat dengan diameter 3-6 mm, tetapi ada pula
yang berbentuk lancip dengan ukuran panjang 7 mm. Buah kemukus akan
berwarna jingga ketika masak, dengan ketebalan kulit buah ± 0,3 mm dan
memiliki pericarp (dinding buah) berbentuk jala. Jika tanaman kemukus akan
berbuah, pada ujung batang akan terdapat tiga buah stigma (kepala putik) dengan
salah satu stigma akan memanjang dan berbentuk lancip. Kemudian pada stigma
tersebut akan terbentuk batang – batang kecil dengan panjang ± 4 mm, sebagai
tempat menopang buah kemukus (Ketaren, 1985).
Gambar 1. Tanaman Kemukus (Piper cubeba L) (biodiversityexhibition.com)
13
2.2.2 Klasifikasi
Sistematika tanaman kemukus sesuai dengan taksonominya adalah :
Sinonim : Cubila Officinalis Miq.
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Piperales
Suku : Piperaceae
Marga : Piper
Jenis : Piper cubeba L.
2.2.3 Kandungan Kimia Kemukus
Buah kemukus mengandung 33 persen d-sabinen, 12 persen d-"4- karen
dan sineol, 11 persen d-terpinen-4-ol dan alkohol lain, 14 persen 1-kadinen dan
seskuiterpen lain, 17 persen seskuiterpen alkohol dan 13 persen komponen yang
belum teridentifikasi (Putri, 2007).
Buah kemukus mengandung minyak atsiri 10-20 % yang terdiri atas
kadinen, sineol, karen, sabinen, pinen, kamfor, azulen dan terpineol. Asam
kubebat kurang lebih 1 %, damar 2,5 – 3,5 %, zat pahit (kubebin 0,3 – 3 %), gom,
pati dan minyak lemak (Perry L, 1980). Buah Piper cubeba L (kemukus)
mengandung senyawa lignan yang terdiri dari kubebin, hinokinin, klusin,
dihidrokubebin, dihidro-klusin, kubebin yatein, kubebino-lida, kordigerin,
isoyatein. Buah kemukus juga mengandung minyak atsiri 10-15 % dan oleoresin
3% yang terdiri dari kubebin 2% dan asam kubebat 1% (Badheka et al, 1986).
14
Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam buah kemukus
(Putri, 2007) :
a. Sabinene
Sabinene (Gambar 2) adalah monoterpen bisikliks yang secara alami
terdapat dalam bentuk dextro dan levo. Merupakan cairan tidak berwarna
dan bersifat labil, memiliki berat jenis 0,844 g/ml dan titik didih
163 – 164oC. Sabinene mempunyai aroma lada, memiliki rasa khas rempah
– rempah dan pada konsentrasi diatas 50 ppm terasa panas dan sedikit
tajam dimulut.
Gambar 2. Struktur Sabinene (4-methylidene-1-(propan-2-yl)bicyclo [3.1.0]hexane)
b. Eucalyptol
Eucalyptol merupakan monoterpen monosiklik berbentuk cairan bening
tidak berwarna dan larut dalam alcohol, minyak, kloroform, ester, asam
asetat glasial dan sedikit larut dalam air. Mempunyai titik didih
176 – 177oC, bobot molekul 154,249 g/mol dan berat jenis 0,9225 g/cm3.
Memiliki bau segar, rasa pedas dan dingin. Digunakan dalam perasa,
parfum dan kosmetik serta bahan tambahan pada rokok, juga merupakan
bahan yang digunakan dalam penyegar mulut dan obat batuk.
15
Eucalyptol (Gambar 3 )merupakan komponen utama dalam pembasmi
serangga Eugania haileensisis. Eucalyptol memiliki aktifitas antiseptik,
dan ekspektoran yang digunakan pada banyak pelega hidung dan
tenggorokan. Pada dunia kedokteran hewan eucalyptol dipraktekan
sebagai obat rhinitis, pharyngitis, dan bronchitis.
Gambar 3. Struktur Eucalyptol (1,3,3-trimethyl-2-oxabicyclo[2.2.2]octane)
c. Terpineol
Terpineol (Gambar 4) merupakan monoterpen alkohol yang memiliki tiga
isomer α, β, γ. Merupakan cairan transparan tidak berwarna yang memiliki
bobot molekul 154,25 g/mol, berat jenis 0,938 g/cm3, indeks bias
1,4825 – 1,4850 dan titik didih antara 219oC.
Gambar 4. Struktur Terpineol (4-methyl-1-(propan-2-yl)cyclohex-3-en-1-ol)
Terpineol larut dalam air, gliserol, dan alkohol. Terpineol digunakan
sebagai pelarut untuk hydrocarbon materials, pelarut untuk resin dan ester
selulosa, parfum, sabun disinfectant, antioksidan serta perasa.
16
d. α-Kadinen
α-Kadinen (Gambar 5) merupakan senyawa yang tergolong kedalam
bisikliks seskuiterpen, tidak larut dalam air dan larut dalam alkohol.
Senyawa ini dipakai dalam campuran parfum, campuran flavor, terutama
sebagai pengikat dalam flavor permen karena mempunyai sifat tahan atau
stabil terhadap panas dan meninggalkan aroma rempah-rempah yang lama.
Merupakan senyawa golongan terpen.
Gambar 5. Struktur α-Kadinen ((1R,4aS,8aS)-4,7-dimethyl-1-(propan-2-yl)-1,2,4a,5,6,8a-hexahydronaphthalene)
e. Pinen
Pinen (Gambar 6) merupakan cairan yang transparan dan tidak berwarna,
mempunyai bau terpen, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol,
kloroform, dan eter.
Gambar 6. Struktur Pinen (2,6,6-trimethylbicyclo[3.1.1]hept-2-ene)
Pinen memiliki bobot jenis 0,8620 – 0,8645 g/cm3, titik didih antara
156 – 160oC, indeks bias 1,4640 – 1,4660 dan nilai putaran optikal -36o,
merupakan senyawa golongan terpen.
17
f. Limonen
Limonene (Gambar 7) merupakan hidrokarbon monoterpen yang terdiri
dari dua unit isoprene. Limonen terdapat dalam dua bentuk optikal aktif
yaitu l-limonen dan d-limonen. Kedua isomer tersebut meliliki bau yang
berbeda, l-limonen memiliki bau cemara dan seperti turpentine sedangkan
d-limonen memiliki bau jeruk.
Limonen memiliki densitas 0,8411g/cm3 dan titik didih 176oC. Sebagai
komponen utama dalam citrus, d-limonen digunakan dalam industri
makanan dan beberapa obat – obatan sebagai flavoring dan juga
ditambahkan pada produk pembersih. d-limonen juga dapat digunakan
sebagai pelarut yang dapat menggantikan beberapa varietas produk seperti
metil etil keton, aseton, toluene, glikol eter, dan pelarut organik
fluorinated dan chlorinated.
Gambar 7. Struktur Limonen ((4R)-1-methyl-4-(prop-1-en-2-yl)cyclohexene)
g. Linalool
Linalool merupakan monoterpen alami yang ditemukan pada berbagi
macam bunga dan tanaman rempah. Memiliki berat jenis
0,858 – 0,868 g/cm3, titik didih 198-199oC dan putaran optik -16–19o.
18
Linalool (Gambar 8) digunakan sebagi wangi – wangian pada sabun,
deterjen, sampo dan lotion.
Gambar 8. Struktur Linalool (3,7-dimethylocta-1,6-dien-3-ol)
h. Charyophyllene
Charyophyllene (Gambar 9) merupakan senyawa seskuiterpen bisiklis
salah satu komponen penyumbang rasa pedas pada lada hitam. Memiliki
bobot molekul 204,36 g/mol, densitas 0,9052 dan titik didih sebesar
262 – 264oC. Charyophyllene merupakan cairan minyak jernih tidak
berwarna dan merupakan senyawa terpen.
Gambar 9. Struktur Charyophyllene ((1R,4E,9S)-4,11,11-trimethyl-8-methylidenebicyclo[7.2.0]undec-4-ene)
i. Copaene
Nama copaene (Gambar 10) diturunkan dari resin tanaman copaiba.
Copaene merupakan hidrokarbon yang terdapat dalam bentuk α dan β.
a bGambar 10. Struktur Copaene (a) Copaene ((1R,2S,6S,7S,8S)-1,3-dimethyl-8-
(propan-2-yl)tricyclo[4.4.0.02,7]dec-3-ene); (b) Copaene ((1R,2S,8S)-1-methyl-3-methylidene-8-(propan-2-yl) tricyclo [4.4.0.02,7]decane)
19
Copaene merupakan trisiklik seskuiterpen dengan bentuk molekul c kiral,
umumnya memiliki putaran optik ke kiri -6o, memiliki bobot jenis 0,910
g/cm3 dan titik didih sebesar 124oC (15 mmHg).
j. Cubebol
Cubebol (Gambar 11) adalah seskuiterpen alkohol alami yang pertama kali
diidentifikasi dari cubeb oil. Cubebol diaplikasikan sebagai penyegar pada
berbagai produk seperti permen karet, minuman, pasta gigi, dan gelatin.
Gambar 11. Struktur Cubebol ((3S,3aR,3bR,4S,7R,7aR)-3,7-dimethyl-4-(propan-2-yl)octahydro-1H-cyclopenta[1,3]cyclopropa[1,2]benzen-3-ol
k. Germacrene
Germacrene (Gambar 12) merupakan senyawa hidrokarbon seskuiterpen
yang dapat diperoleh dari beberapa jenis tanaman. Germacrene digunakan
sebagai antimicroba dan pestisida juga pheromones serangga. Terdapat
dalam dua bentuk molekul yaitu germacrene A dan germacrene D.
Gambar 12. Struktur (a) Germacrene A ((1E,5E,8S)-1,5-dimethyl-8-(prop-1-en-2-yl)cyclodeca-1,5-diene) ; (b) Germacrene D ((1Z,6Z,8S)-1-methyl-5-methylidene-8-(propan-2-yl)cyclodeca-1,6-diene)
20
l. Nerolidol
Nerolidol (Gambar 13) merupakan seskuiterpen-o alami yang memiliki
dua isomer yaitu cis dan trans yang berbeda secara geometri pada ikatan
rangkapnya.
Gambar 13. Struktur Nerolidol ((6Z)-3,7,11-trimethyldodeca-1,6,10-trien-3-ol)
Nerolidol merupakan cairan jernih kekuningan beraroma seperti mawar
dan apel, sangat manis dan menyegarkan. Digunakan sebagai pemberi rasa
dan parfum. Memiliki densitas 0,870 – 0,880 g/cm3, titik didih 145oC
(12 mmHg) dan indeks bias 1,4780 – 1,4830 (20oC) serta larut dalam 70%
etanol dengan perbandingan 1:4
2.2.4 Pemanfaatan Buah Kemukus
Kemukus (Piper cubeba L.) merupakan salah satu tanaman yang banyak
digunakan untuk obat tradisional dalam mengobati beberapa penyakit.
Ekstrak etanolik buah kemukus mempunyai aktivitas sebagai trakeospasmolotik,
anti inflamasi (wahyono et al, 2003). Selain itu dilaporkan kemukus berkhasiat
sebagai disinfektan saluran kencing, karminativa, ekspektoran pada bronkitis dan
pengobatan sesak nafas (Wahyono, 2006).
2.3 Aedes aegypti
2.3.1 Morfologi Nyamuk Aedes aegypt
Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam
kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3 – 4 cm, dengan
mengabaikan panjang kakinya. (Wahyu, 2008).
21
Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis – garis putih keperakan.
Dibagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal
dibagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini. Ukuran dan
warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, bergantung pada kondisi
lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk
jantan dan betina (Gambar 14 )tidak memiliki perbedaan nyata dalam hal ukuran.
Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil daripada betina. Dan terdapat
rambut – rambut tebal pada antenna nyamuk jantan (Wahyu, 2008).
Gambar 14. Morfologi nyamuk Aedes aegypti
2.3.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti mempunyai metamorfosis sempurna yaitu
telur – larva – pupa – dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di dalam air
dan stadium dewasa hidup berterbangan di udara. Telur yang baru diletakkan
berwarna putih, sesudah 1-2 jam warnanya berubah menjadi hitam. Pada genus
aedes telur diletakkan satu persatu terpisah, telur ini ditemukan di tepi permukaan
22
air, pada lubang pohon, container, dan dapat juga pada lubang tanah yang
digenangi air (Safar, 2009).
Gambar 15. Siklus Hidup Aedes aegypty (http://www.infectionlandscapes.org)
Setelah mengalami beberapa selang waktu yaitu antara 2 – 4 hari telur
menetas menjadi larva yang selalu hidup di dalam air (Gambar 15). Tempat
perindukan (breeding place) untuk masing – masing spesies berlainan seperti pada
beberapa tempat misalnya rawa, kolam, sungai, sawah, selokan dan tempat yang
digenangi air. Larva terdiri atas 4 stadium dan untuk memenuhi kebutuhannya
spesies ini akan mengambil makanan dari tempat perindukannya. Pertumbuhan
larva dari stadium I sampai stadium IV berlangsung membutuhkan jangka waktu
6 – 8 hari. Larva ini, setelah melewati waktu yang di butuhkan kemudian berubah
menjadi stadium pupa. Stadium ini tidak makan , tapi memerlukan oksigen yang
di ambil melalui tabung pernapasan (breathing trumped). Untuk menjadi dewasa
diperlukan waktu 1 – 3 hari sampai beberapa minggu. Sedangkan pupa jantan
akan menetas lebih cepat dari pada yang betina. Nyamuk betina akan
menghisapdarah yang diperlukan untuk pembentukan telur (Safar, 2009).
23
2.4 Insektisida Nabati dan Temefos
2.4.1 Toksikologi Insektisida
Toksisitas pada suatu organisme selalu dinyatakan dalam istilah LD50
(lethal dose) yang berarti jumlah racun per unit berat organisme yang dibutuhkan
untuk membunuh 50% populasi percobaan. Satuan dari LD50 dinyatakan dalam
mg insektisida per Kg berat organisme. Pada kondisi bahan kimia/insektisida
digunakan untuk serangga, maka LD50 dinyatakan dalam mikrogram insektisida
per serangga (μg/ serangga) (Agustinus, 2010).
Konsentrasi bahan kimia yang digunakan secara eksternal dapat
membunuh 50% hewan dinamakan LC50 (lethal concentration). Nilai ini
digunakan ketika dosis yang pasti pada serangga tidak dapat di tentukan. Istilah
LT50 (lethal time) adalah waktu yang dibutuhkan sehingga menyebabkan kematian
50% hewan percobaan pada dosis dan konsentrasi tertentu (Perry et al, 1998).
Metode ini digunakan ketika jumlah hewan percobaan terbatas dan sering
digunakan pada pengujian lapangan dimana sulit mengumpulkan jumlah
serangga yang cukup untuk suatu pengujian. Pada kasus tertentu digunakan KD50
(knockdown dose) dan KT50 (knockdown time) (Agustinus, 2010).
Beberapa cara untuk melakukan pengujian pada serangga dan metode yang
paling banyak digunakan adalah aplikasi topical, karena insektisida dilarutkan
dalam pelarut yang relatif tidak toksik seperti aseton dan larutan yang diteteskan
pada permukaan tubuh serangga (Perry et al, 1998). Metode lain yaitu metode
injeksi yang menggunakan jarum suntik yang halus yang terbuat dari baja tahan
karat (20-30 gauge diameter 0,41 atau 0,3 mm) yang membutuhkan gelas kecil
24
untuk wadah insektisida yang dilarutkan dalam proses glikol atau minyak kacang
tanah dan injeksi dilakukan kedalam rongga tubuh (intraperitoneal). Metode
pencelupan digunakan ketika aplikasi topical dipandang tidak praktis untuk
dilaksanakan (Agustinus, 2010).
Pengujian menggunakan metode kontak atau residu dengan cara
insektisida dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap kemudian dimasukkan
pada kontainer gelas. Pelarut yang mengandung insektisida tersebut akan
menguap dan ditampung dalam kontainer yang di putar putar sehingga
menghasilkan lapisan residu pada dinding gelas. Alternatif lain insektisida
ditempatkan pada kertas saring, panel kayu, atau jenis material bangunan lainnya
dan dibiarkan mengering sebelum dipajankan pada serangga percobaan. Deposit
residu insektisida tersebut dinyatakan sebagai milligram ramuan aktif per meter
persegi (mg atau g AI/m2) (Agustinus, 2010).
2.4.2 Insektisida Nabati
Insektisida nabati merupakan insektisida yang memiliki bahan aktif yang
berasal dari tumbuhan. Secara umum insektisida nabati adalah bahan – bahan
alami yang bersifat racun serta dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan serangga, mempengaruhi tingkah laku, mempengaruhi hormon dan
aktifitas lainnya yang dapat mempengaruhi organisme pengganggu tanaman.
Tahapan yang dilakukan dalam perkembangan insektisida nabati meliputi
eksplorasi, ekstraksi, fraksinasi, isolasi, dan identifikasi (Kardinan, 2007).
Penggunaan racun (toksin) yang berasal dari tanaman dapat digunakan
untuk pengendalian larva nyamuk. Kandungan ekstrak tanaman terdapat senyawa
25
aktif utama dan beberapa senyawa lain yang kurang efektif. Keberadaannya dapat
meningkatkan efektifitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi). Hal ini
memungkinkan serangga tidak mudah menjadi resisten (Kardinan, 2007).
Cara kerja (mode of action) insektisida nabati dalam membunuh serangga
sasaran adalah dengan menghambat perkembangan telur, larva, dan pupa.
Insektisida nabati dapat mengganggu aktivitas pergantian kulit larva dan
menghambat proses metamorfosis. Cara kerja lain adalah mengganggu atau
mencegah makan serangga pada berbagai tahap dan mengusir atau menolak hama.
(Tarmidi, 2013).
Insektisida dapat masuk kedalam tubuh serangga melalui berbagai cara
antara lain sebagai racun perut (stomach poison) yang masuk kedalam tubuh
serangga melalui alat pencernaan serangga. Senyawa insektisida dapat masuk
melalui kulit atau dinding tubuh secara langsung sebagai racun kontak (contact
poisoining). Senyawa aktif juga dapat masuk kedalam tubuh serangga melalui
sistem pernafasan. Banyak senyawa yang merusak sistem syaraf yang bekerja
menurunkan enzim asetilkolineterase. Enzim ini bertugas menghantarkan pesan
atau impuls dari saraf otot melalui sinaps (Kardinan, 2007).
Larvasida juga dapat masuk kedalam tubuh larva nyamuk melalui kulit
atau dinding tubuh dewasa dengan cara osmosis. Kulit atau dinding tubuh larva
bersifat permeable terhadap senyawa yang dilewati. Larvasida akan masuk ke
sel – sel epidermis yang selalu mengalami pembelahan dalam proses pergantian
kulit, sehingga sel – sel epidermis mengalami kelumpuhan (paralysis) dan
akhirnya mati. Larva yang keracunan insektisida menggulung badannya dan
26
melakukan teleskopik yaitu gerakan turun naik dari permukaan air dengan cepat
(Tarmidi, 2013).
2.4.3. Larvasida dari Bahan Alam
Beberapa tanaman memiliki efektifitas terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti seperti minyak buah Karamandah (Croton tiglium) dan jarak pagar
(Jutropha curcas) (Astuti, 2008). Ekstrak methanol kulit Cinnamomum cassia,
buah Illicium verum, buah Piper ningrum, buah Zanthoxylum piperitum dan
Kaempferia galangal memiliki potensi sebagai larvasida. Tanaman Anacardium
accidentale, Mammea siamensis, Phyllanthus pulcher, Anethum graveolens,
Kaemferia galangal, Cinnamomum porrectum, Costus specious, dan Acorus
calamus pada konsentrasi 100 μg/mL menyebabkan kematian larva 100 % selama
48 jam pengamatan sedangkan tanaman Strychnos nuxvomica, Knema globularia,
Stemona tuberosa, Samaneasaman, Annona muricata, Abutilon indicum pada
konsentrasi 100 μg/mL memberikan persentase kematian larva sebesar 93 %, 88
%, 80 %, 78 %, 69 %, dan 57 % (Tarmidi, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak aseton, kloroform, air panas,
methanol, petroleum eter (60 – 80)oC dari daun Calotropis procera, Canna indica,
Hibiscus rosa-sinensis, Ipomea carnea, Sarcos temma brevistigma memiliki
potensi sebagai larvasida. Ekstrak aseton, kloroform, etil asetat, n-heksan dan
methanol dari daun Ocimum canum, Ocimum sanctum dan R. Nasutus
memberikan persentase kematian moderat pada larva nyamuk Aedes aegypti dan
Culex quinquefasciatus (Kamaraj et al, 2008). Ekstrak air buah Sapindus
emarginatus menyebabkan kematian 100 % pada larva nyamuk Aedes aegypti
27
(Koodalingan et al. 2011). Ekstrak benzene fraksi daun Citrullus vulgaris schard
lebih efektif terhadap larva nyamuk Aedes stephensi dari pada Aedes aegypti
(Mullai et al, 2008).
2.4.5 Temefos
Temefos merupakan larvasida golongan organofosfat yang sedikit beracun
(Toksisitas kelas III) sehingga dapat digunakan secara umum. Penggunaanya pada
tempat penampungan air telah dinyatakan aman oleh WHO, dapat digunakan di
bak mandi serta tempat penampungan air rumah tangga (Depkes RI, 2005).
Temefos tersedia dalam bentuk emulsi, serbuk (wettable powder) dan
bentuk granul. Senyawa murni temefos berupa Kristal putih padat dengan titik
lebur 30 – 30,5oC. Produk komersial temefos berupa cairan kental berwarna
coklat, tidak larut dalam air pada suhu 20oC dan heksana, tetapi larut dalam
aseton, asetonitril, eter, kebanyakan aromatik dan klorinasi hidro karbon.
Insektisida ini mudah terdegradasi bila terkenal sinar matahari, sehingga
kemampuan membunuh larva tergantung dari degradasi akibat paparan sinar
matahari (Yulidar, 2012).
Gambar 16. Struktur Temefos (O,O,O',O'-tetramethyl O,O'-(sulfanediyl dibenzene-4,1-diyl)bis(phosphorothioate))
Temefos (Gambar 16) bekerja dengan cara menghambat enzin
kolinesterase, sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf akibat
tertimbunnya asetilkolin pada ujung syaraf. Keracunan fosfat organik pada
serangga diikuti oleh gelisah, hipereksitasi, tremor, dan konvulsi, kemudian
28
kelumpuhan otot (paralise). Penetrasi temefos kedalam tubuh Aedes aegypti
berlangsung cepat karena dapat mengabsorpsi lebih dari 99 % temefos dalam
waktu 24 jam. Setelah di absorbsi, temefos diubah menjadi produk – produk
metabolik, sebagian produk metabolik tersebut di ekskresikan melalui air
(Matsumura, 1975).
Temefos relatif aman dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia, meskipun demikian konsentrasi tinggi temefos dapat menimbulkan
overstimulasi sistem syaraf. Pada pajanan yang sangat tinggi temefos dapat
menyebabkan paralise nafas dan kematian (Matsumura, 1975). Konsentrasi
temefos sebesar 0,009mg/liter; 0,015 mg/liter; 0,020 mg/liter; 0,025 mg/liter dapat
mengakibatkan penurunan kesuburan (fecundity) dan memperlambat jangka hidup
(longevity) Aedes aegypti (Reyes et al, 1990).
2.5 GC – MS
Gas chromatography–mass spectrometry (GC-MS) merupakan instrument
analisis hasil kombinasi antara kromatografi gas dan spektrometri massa,
kromatografi gas memiliki kemampuan yang sangat baik dalam hal pemisahan
dan analisis kuantitatif komponen sedangkan spektrometri massa memiliki
kemampuan yang tinggi dalam identifikasi atau analisis kualitatif (Panji, 2012).
Kromatografi gas merupakan metode pemisahan zat cair berdasarkan pada
pendistribusian sampel diantara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak, Fasa
Gerak yang digunakan berupa gas sedangkan fasa diamnya berupa padatan atau
cairan. Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan dan menentukan suatu
senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif (Roy et al, 1991).
29
Identifikasi secara kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung luas area
dari sampel, sedangkan identifikasi secara kualitatif dilakukan dengan cara
membandingkan waktu retensi (Time Retention) sampel dengan standar. Waktu
retensi adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan
dalam kolom (Roy et al, 1991).
Prinsip kerja kromatografi gas yaitu, sampel diinjeksikan ke dalam
injector, gerbang injeksi dipanaskan sehingga sampel cair akan menguap dengan
cepat. Beberapa mikroliter cairan sampel dimasukkan menggunakan syringe
melalui suatu setum karet. Uap yang terjadi dibawa masuk kedalam kolom oleh
gas pembawa. Proses pemisahan komponen – komponen sampel berlangsung
didalam kolom berdasarkan pada interaksi komponen sampel dengan fasa diam.
Interaksi ini sangat menentukan berapa lama komponen sampel akan ditahan.
(Hendayana et al, 1994).
Kromatografi Gas Spektroskopi Massa (Gambar 17) merupakan metode
menggabungkan kromatografi gas dan spektroskopi massa untuk mengidentifikasi
zat dalam sampel. Metode analisis dilakukan dengan membandingkan konsentrasi
massa atom dari spektrum yang dihasilkan (Panji, 2012).
Gambar 17. Komponen GC-MS (http://www.chromacademy.com)
30
Prinsip kerja GC-MS yaitu, senyawa sampel ditembak oleh arus elektron
sehingga menyebabkan terpisah menjadi fragmen yang merupakan muatan ion
dengan massa tertentu. Massa fragmen jika dibagi muatan disebut perbandingan
massa permuatan (m/z), yang mewakili berat molekul fragmen. Fragmen tertentu
difokuskan melewati celah menuju detector oleh empat elektro magnet
(quadropole) yang di program oleh komputer. Siklus quadrupole (quadrupole
rods) disebut scan, yang berlangsung berkali – kali perdetik. Komputer merekam
grafik pada setiap scan, dan grafik ini disebut spektrum massa. Komputer GC-MS
memiliki literatur spektrum untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang tidak
diketahui dengan membandingkan spektrum massa dari komponen sampel dengan
literatur (Silamba, 2011).
31
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan penelitian adalah pada bulan Maret – Juli 2013
bertempat di di Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat – alat kaca,
oven (Memmert), desikator, hot plate, (Heidolp MR 3001 K), Neraca
analitik, rotary evaporator (Heidolph LABORTA 4000), seperangkat alat
destilasi, rangkaian alat refluks, perangkat alat sokhlet, cawan porselin,
kandang nyamuk, GC-MS (Simadzu QP 2010).
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kemukus,
etanol 95%, n-heksana 95%, minyak kemukus, abate, aquades dan larva
nyamuk Aedes aegypti.
3.3 Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan adalah buah kemukus (Piper cubeba L) yang telah
dikeringkan kemudian di blender hingga menjadi serbuk halus. Selain itu
digunakan pula sampel berupa minyak kemukus.
32
3.4 Penentuan Kadar Air
Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode SNI (01-
3182-1992) dimana cawan porselin dikeringkan pada suhu 105oC selama ± 30
menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Serbuk kemukus
ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan kedalam cawan porselin dan
dikeringkan dalan oven pada suhu 105oC selama 3 jam, kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Sampel yang telah dikeringkang dalam cawan
porselin dikeringkan lagi selama 3 jam pada suhu 105oC, kemudian didinginkan
dan ditimbang kembali. Diulangi prosedur ini hingga diperoleh berat yang tetap.
Nilai kadar air diperoleh dengan cara menghitung rumus berikut ini :
% Kadar AirBerat sampel awal−Berat sampelakhir
Berat sampel awalx 100 %
3.5 Ekstraksi Buah Kemukus Dengan Cara Sokhletasi
Proses ekstraksi dengan pelarut etanol dan n-heksana dilakukan dengan
cara sokhletasi selama 5 jam dengan kecepatan 4-6 sirkulasi perjam pada suhu
60oC dengan perbandingan sampel dan pelarut sebesar ¼ g/ml. pelarut yang
digunakan adalah etanol 96 % teknis dan n-heksana teknis.
Hasil sokhletasi disaring dan filtratnya diuapkan pada suhu 60oC dengan
rotary evaporator hingga ¼ dari volume awal, kemudian dilakukan pemekatan
hasil ekstrak dengan cara dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC dengan cawan
porselin hingga diperoleh hasil ekstrak yang bebas pelarut.
33
Pada proses sokhletasi sampai pengeringan dihindari menggunakan
temperatur ≥ 60oC dengan tujuan menghindari kerusakan bahan aktif dalam
sampel selama proses pemanasan. Selanjutnya masing – masing hasil ekstrak
pekat ditimbang untuk diketahui rendemennya. Nilai rendemen diperoleh dengan
cara menghitung menggunakan persamaan berikut ini :
RE (100 %−Ae)S(100 %−As)
x100 %
R = Rendemen dalam %
E = Berat ekstrak (g)
S = Berat sampel (bahan baku)
Ae = Kadar pelarut (apabila ekstrak kering maka Ae = 0 %
As = Kadar air sampel
3.6 Persiapan Hewan Uji
3.6.1 Penetasan telur
Pada kertas saring yang berisi telur – telur nyamuk Aedes aegypti
dicelupkan kedalam wadah plastik berukuran 30 x 20 x 5 cm yang berisi
air kemudian diamati setelah 24 jam telur akan mengalami penetasan dan
tumbuh menjadi larva instar I.
3.6.2 Pembiakan larva
Telur – telur yang menetas menjadi larva instar I akan mengalami
tahap perkembangan menjadi larva instar II, III dalam (4 – 5 hari) dan
instar IV (2 har). Selama proses pengembangbiakan larva diberikan pakan
berupa pellet ikan atau rebusan hati ayam dan dilakukan pergantian media
pengembangbiakan (air) setiap dua hari sekali.
34
3.7 Penentuan aktifitas dan efektifitas larvasida
Penentuan aktifitas larvasida ini dilakukan dalam wadah gelas plastik yang
berisi larutan ekstrak kemukus sebanyak 100 ml dengan jumlah larva nyamuk
Aedes aegypti instar III sebanyak 20 ekor dengan 6 tingkat pengenceran dan satu
kontrol. Setiap pengujian dilakukan lima kali pengulangan dan satu kontrol.
Tingkat konsentrasi larutan dilakukan dengan cara uji pendahuluan, kemudian
dicari konsentrasi terkecil yang dapat membunuh larva 100 %.
Cara membuat konsentrasi larutan tersebut dengan menimbang 2000 mg,
1000 mg, 500 mg, 250 mg dan 10 mg sampel. Kemudian masing – masing
dilarutkan dengan konsentrasi berturut – turut 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm,
250 ppm, 100 ppm dan 10 ppm sebanyak 1 liter.
Untuk menguji efektifitas larvasida dilakukan uji LC50 dengan
menggunakan analisis probit (Finney Method/Log Normal Distribution) dengan
menggunakan software Biostate 2009.
3.8 Identifikasi senyawa aktif menggunakan GC-MS
Identifikasi senyawa kimia pada kemukus dilakukan dengan menggunakan
instrument GCMS setelah diperoleh hasil ekstrak yang memiliki nilai LC50 paling
rendah. Analisis GC-MS dilakukan dengan menggunakan GC-MS QP 2010
dengan automatic sampling system yang mampu menganalisis 50 scans perdetik.
Kolom yang digunakan adalah DB-% dengan bahan pengisi dimethyl
polysiloxane, yang mampu menganalisis senyawa essential oil, hydrocarbons,
semivolatiles dan pesticides.
35
Analisis GC-MS dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol dan gas
pembawa helium. Senyawa yang terdapat dalam sampel dapat diidentifikasi
dengan MS dan hasil spectra massanya dibandingkan dengan data base National
Institute Standar and Technology (NIST) yaitu NIST 27 dan NIST 147 serta
dibandingkan pula dengan data base wiley 147 yang memiliki 338.000 spektra.
Metode pengaturan alat GC-MS dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 1. Program pengaturan alat GC-MS
Parameter Nilai
Coloumn Oven Temp (oC) 50
Injection Temp (oC) 210
Pressure (kPa) 48
Total Flow (mL/min) 96.9
Coloumn Flow (mL/min) 0.93
Linear Velocity (cm/sec) 35.5
Purge Flow (mL/min) 3.0
Ion source Temp (oC) 230
Interface Temp (oC) 250
BAB IV
36
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kadar Air Sampel
Penentuan kadar air bertujuan untuk mengetahui banyaknya air dalam
suatu bahan yang ditentukan dari pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan
pada suhu pengujian. Pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada suhu
100oC – 105oC disebabkan karena hilangnya air dan zat – zat menguap lainnya,
sehingga kekurangan berat tersebut dianggap sebagai berat air.
Hasil analisis kadar air metode SNI (01-3182-1992) diperoleh nilai kadar
air dari sampel serbuk kemukus adalah sebesar 1,2297%. Daya tahan sampel
sangat dipengaruhi oleh besarnya kandungan air dalam suatu sampel. Karenanya
penyimpanan terbaik untuk sampel yang digunakan adalah dalam bentuk kering
hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan pada sampel akibat
pengaruh mikroba sehingga dengan demikian sampel dapat lebih tahan lama dan
dapat dipergunakan kembali.
3.5 Ekstraksi Sokhlet Buah Kemukus
Proses ekstraksi buah kemukus dilakukan menggunakan metode ekstraksi
sokhlet dengan dua jenis pelarut yaitu etanol dan n-heksana yang diharapkan
dapat mengekstrak senyawa dalam buah kemukus yang bersifat polar dan non
polar sehingga akan lebih banyak senyawa yang terekstraksi.
Hasil ekstrak yang diperoleh dipengaruhi oleh sifat – sifat bahan alam dan
bahan yang di ekstraksi, jenis pelarut, dan metode yang digunakan. Kandungan
ektrak buah kemukus terbanyak diperoleh dengan menggunakan pelarut etanol
37
yaitu sebesar 14,26% lebih besar dari yang diperoleh dengan menggunakan
pelarut n-heksana yaitu sebesar 9,81% (Tabel 2).
Tabel 2. Kandungan ekstraktif dari buah kemukus
PelarutKandungan zat ekstraktif
Berat (g) Rendemen (%)
Etanol 4,3669 14,2555
n-heksana 2,9733 9,8056
Gambar 18. (a) ekstrak etanol,
Gambar 18 menunjukkan adanya perbedan warna dari masing – masing
bahan yang di uji, gambar a berwarna hitam kehijauan merupakan sampel buah
kemukus yang di ekstrak dengan pelarut etanol, gambar b berwarna coklat
kehitaman merupakan sampel buah kemukus yang di ekstrak dengan pelarut
n-heksana dan gambar c merupakan minyak kemukus.
Kepekatan dan warna hasil ekstrak tidak mempengaruhi mortilitas larva
Aedes aegypti karena tingkat mortilitas larva lebih disebabkan oleh kandungan
bahan aktif yang bersifat toksik dalam larutan ekstrak yang diuji.
38
a b c
4.4 Aktifitas dan efektifitas larvasida
Proses uji aktifitas larvasida Aedes aegypti dilakukan seperti pada gambar
19, diawali dengan pembiakan larva Aedes aegypti hingga mencapai instar III (a),
kemudian hasil ekstrak dilarutkan dalam konsentrasi tertentu (b), dan diamati
kematian yang terjadi pada larva Aedes aegypti (c).
(a) (b) (c)Gambar 19. (a) Pembiakan larva, (b) Uji larvasida, (c) Kematian larva
Aktifitas larvasida ekstrak etanol (Gambar 20) mulai terlihat pada
konsentrasi 100 ppm saat pengamatan 24 jam sebesar 35% dan semakin
meningkat seiring dengan besarnya konsentrasi dan juga waktu pengamatan.
Ekstrak etanol kemukus mulai menunjukkan nilai maksimal yaitu mortilitas
100% pada konsentrasi 400 ppm saat pengamatan 24 jam. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa ekstrak etanol kemukus memiliki aktifitas terhadap mortilitas
atau kematian larva Aedes aegypti.
Gambar 20. Pengaruh konsentrasi ekstrak etanol kemukus terhadap persen kematian larva Aedes aegypti
39
ET 1 % E.E 0 E.E 10 E.E 100
E.E 200
E.E 300
E.E 400
E.E 500
E.E 600
E.E 1000
ABT 100
0102030405060708090
100
Pengamatan 24 JAL Pengamatan 48 JALKonsentrasi ekstrak etanol kemukus (ppm)
Per
sen
kem
ati
an
la
rva
Mortalitas larva Aedes aegypti pada ekstrak n-heksana kemukus
(Gambar 21) mulai terlihat pada konsentrasi 400 ppm saat pengamatan 24 jam
yaitu sebesar 25% dan pada konsentrasi 100 ppm saat pengamatan 48 jam sebesar
18,33%. Nilai maksimum mortalitas larva diperoleh pada konsentrasi 800 ppm
saat pengamatan 24 jam dan pada konsentrasi 600 ppm saat pengamatan 48 jam.
Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana kemukus juga memiliki potensi
sebagai larvasida Aedes aegypti.
Gambar 21. Pengaruh konsentrasi ekstrak n-heksana kemukus terhadap persen kematian larva Aedes aegypti
Aktifitas larvasida pada minyak kemukus mulai terlihat pada konsentrasi
60 ppm saat pengamatan 24 jam dan semakin meningkat seiring dengan besarnya
konsentrasi, akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan pada konsentrasi 60 ppm
dan 80 ppm tidak ada peningkatan mortalitas larva Aedes aegypti saat pengamatan
dari 24 jam ke 48 jam hal ini dimungkinkan karena pada konsentrasi tersebut
larva Aedes aegypti masih memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri dan
beradaptasi dengan lingkungannya. Yulidar (2012) melaporkan bahwa setiap
organisme memiliki kemampuan untuk tetap hidup dan mempertahankan
40
E.N 0 E.N 100 E.N 200 E.N 400 E.N 600 E.N 800 E.N 1000 ABT 1000
102030405060708090
100
Pengamatan 24 JAL Pengamatan 48 JALKonsentrasi ekstrak n-heksana kemukus (ppm)
Pers
en k
emati
an la
rva
kesuksesan keturunannya walaupun hidup pada lingkungan yang tidak optimal
dibawah cngkraman insektisida. Cengkraman insektisida pada nyamuk dapat
mengakibatkan antara lain penurunan kesuburan (fecundity) dan menyebabkan
jangka hidup (longevity) stadium pradewasa semakin panjang serta stadium
dewasa semakin pendek. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 22 nilai
maksimal mortalitas larva Aedes aegypti pada minyak kemukus mulai diperoleh
pada konsentrasi 200 ppm. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa baik
ekstrak etanol kemukus, ekstrak n-heksana kemukus dan minyak kemukus
sama – sama memiliki senyawa yang bersifat toksik terhadap larva Aedes aegypti
sehingga dapat menyebabkan mortilitas pada larva Aedes aegypti.
Gambar 22. Pengaruh konsentrasi minyak kemukus terhadap persen kematian larva Aedes aegypti
Efektifitas larvasida Aedes aegypti dapat diketahui berdasarkan nilai LC50
dan LC90 dari masing – masing sampel yang digunakan yaitu berdasarkan nilai
LC50 dan LC90 dari ekstrak etanol kemukus, ekstrak n-heksana kemukus dan
minyak kemukus terhadap larva Aedes aegypti. Nilai LC berkolerasi dengan
41
CO. 0 CO. 10
CO. 20
CO. 40
CO. 60
CO. 80
CO. 100
CO. 200
CO. 400
CO. 600
CO. 800
CO. 1000
ABT 100
0102030405060708090
100
Pengamatan 24 JAL Pengamatan 48 JAL
Konsentrasi minyak kemukus (ppm)
Pers
en k
emati
an la
rva
aktifitas larvasida, semakin rendah nilai LC50 maka semakin tinggi aktifitasnya
terhadap mortilitas larva Aedes aegypti.
Tabel 3 menunjukkan ekstrak etanol kemukus memiliki LC50 dan LC90
paling rendah dibandingkan dengan ekstrak n-heksana dan minyak kemukus. Nilai
LC50 dan LC90 paling rendah diperoleh pada ekstrak etanol kemukus ketika
pengamatan 48 jam sebesar 93,7616 ppm dan 410,0738 ppm sedangkan nilai LC50
dan LC90 tertinggi diperoleh pada ekstrak n-heksana kemukus ketika pengamatan
24 jam yaitu sebesar 495,4868 ppm dan 703,9922 ppm. Hal ini mengindikasikan
bahwa ekstrak etanol kemukus memiliki aktifitas paling tinggi terhadap mortalitas
larva Aedes aegypti sedangkan ekstrak n-heksana memiliki aktifitas mortalitas
larva Aedes aegypti paling rendah.
Tabel 3. LC50 dan LC90 ekstrak etanol, n-heksana dan minyak kemukus terhadap larva Aedes aegypti
Jenis Sampel Pengamatan (Jam) LC50 (ppm) LC90 (ppm)
Ekstrak etanol24 137,9737 436,296748 93,7616 410,0738
Ekstrak n-heksan24 495,4858 703,992248 253,1016 569,7591
Minyak kemukus24 207,8633 501,6427
48 204,7881 499,8693
4.5 Identifikasi senyawa
Identifikasi senyawa aktif pada kemukus yang berpotensi sebagai larvasida
Aedes aegypti dilakukan dengan menggunakan instrument GC-MS QP 2010
Shimadzu. Kolom yang digunakan yaitu DB-5 dengan bahan pengisi dimethyl
polysiloxane. Adapun gas pembawa menggunakan helium dan pelarut yang
digunakan adalah etanol karena sifat ekstrak etanol yang bersifat polar.
42
Analisa ekstrak kemukus dilakukan pada berbagai kondisi pengaturan
temperature pada alat GC-MS seperti (Colom Injection, Ion Source dan Interface)
agar diperoleh pemisahan yang baik sehingga senyawa aktif yang terdapat dalam
kemukus dapat teridentifikasi. Hasil yang telah teridentifikasi oleh MS kemudian
dibandingkan dengan data base National Institute Standar and Technology (NIST)
27 dan 147 dan juga dengan WILEY 7.
Hasil analisa GC-MS ekstrak etanol kemukus berhasil mengidentifikasi 21
senyawa aktif (Tabel 4), beberapa diantaranya adalah Terpineol-4, α-Copaene,
β-Cadinene, Humulene, Dillapiole, Viridiflorol, Elemol.
Tabel 4. Senyawa teridentifikasi dalam ekstrak etanol kemukus dengan GC-MS
NO
Nama Senyawa Nomor CASWaktu retensi
% kemiripan
1 Trans-4-Thujanol 17699-16-0 9,730 902 Terpineol-4 562-74-3 13,587 903 β-Fenchyl alcohol 470-8-6 14,140 864 α-Cubebene 17699-14-8 19,241 925 α-Copaene 3856-25-5 20,126 936 Trans-Caryophyllene 87-44-5 21,474 887 α-Humulene 6753-98-6 22,594 878 α-Amorphene 23515-88-0 23,269 889 Germacrene-D 23986-74-5 23,400 9010 β-Cadinene 523-47-7 24,605 9311 1,4 Cadinadiene 16728-99-7 24,999 8812 α-Elemol 639-99-6 25,513 8913 Germacrene B 15423-57-1 25,691 9214 (-)-caryophyllene oxide 1139-30-6 26,373 8615 Veridiflorol 552-2-3 27,032 8616 Dillapiole 484-31-1 27,565 8717 L-Ascorbyl Dipalmitate 28474-90-0 36,808 9018 Linoleic acid 60-33-3 40,649 9319 Oleic acid 112-80-1 40,789 9120 Ethyl linoleate 544-35-4 41,260 9121 Octadecane 593-45-3 50,286 87
43
Terpineol adalah monoterpen alkohol alami yang dapat diisolasi dari
berbagai sumber sepertiminyak kayuputih dan minyak pinus. Ada empat isomer
alpha, beta, gamma terpineol dan terpinen-4-ol(gambar 23), pada beta dan
gamma-terpineol perbedaan tersebut hanya pada lokasi ikatan rangkap. Terpineol
biasanya diperoleh sebagai campuran isomer dengan alpha-terpineol sebagai
unsur utama.
Gambar 23. Struktur (a) Terpineol(bTerpineol(c) Terpineol, (d) Terpinen-4-ol
Terpinen-4-ol dianggap sebagai bahan aktif utama tea tree oil yang
diperoleh dari tanaman Melaluca alteernifoli. Max Reynolds dan Nasronudin
berhasil mengekstrak manfaat dari tanaman perdu inimenjadi obat penyakit deman
berdarah terobosan baru yang diberinaman MAX 98 (Tempo, 2013).
Terpinen-4-ol juga terdapat dalam tanaman Cryptomeria japonica. Gu HJ
(2009) melaporkan bahwa minyak atsiri tanaman Cryptomeria japonica
merupakan repellent Aedes aegypti dimana senyawa yang berperan adalah
terpinen-4-ol.
Copaene secara umum adalah salah satu nama kimia dari hidrokarbon
cairan berminyak yang ditemukan dalam sejumlah tanaman penghasil muinyak
esensial. Nama ini berasal dari resin (getah) yang diperoleh dari tanaman tropis
44
copaiba (Copaifera langsdorfil). Secara kimia copaenes adalah termasuk jenis
trisiklik sesquiterpen, Copaene dalam jumlah kecil juga ditemukan di beberapa
tanaman. Secara signifikan senyawa ini dapat mengendalikan hama dengan cara
menarik hama pertanian seperti ceratitis capitata.
Leyge et al, (2010) melaporkan bahwa Copaene yang terdapat dalam
minyak atsiri tanaman Guarea convergens mempunyai aktifitas sebagai larvasida
Aedes aegypti.
Dillapiole adalah senyawa organic yang umumnya di ekstraksi dari
tumbuhan adas sawa (anethum graveolens) dan juga ditemukan pada berbagai
jenis tumbuhan lainnya. Pinto (2012) melaporkan bahwa Dillapiole dan
derivatnya yang terdapat dalam tanaman Piper aduncum bersifat larvasida
terhadap Aedes aegypti.
45
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Rendemen ekstrak kemukus yang dihasilkan adalah sebesar 14,26%
menggunakan pelarut etanol dan 9,81% menggunakan pelarut
n-heksana.
2. Nilai aktifitas larvasida ekstrak etanol kemukus lebih tinggi
dibandingkan dengan ektrak n-heksana dan minyak kemukus yang
ditandai dengan nilai LC50 dan LC90 paling rendah yaitu sebesar
93,7616 ppm dan 410,0738 ppm hal ini menunjukkan ekstrak etanol
kemukus lebih efektif sebagai larvasida Aedes aegypti
3. Hasil analisa ekstrak etanol kemukus dengan menggunakan instrument
GC-MS menunjukkan bahwa beberapa senyawa aktif yang
diperkirakan berperan sebagai larvasida diantaranya, terpinen-4-ol, α-
Copaene, β-Cadinene, Dillapiole.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan kajian dan penelitian lebih lanjut tentang potensi
beberapa senyawa aktif dalam ekstrak kemukus terhadap nyamuk
Aedes aegypti.
2. Perlu dilakukan komparasi dengan berbagai konsentrasi untuk
meningkatkan efisiensi ekstrak kemukus sebagai larvasida Aedes
aegypti.
46
DAFTAR PUSTAKA
Augustinus. 2010. Status kerentanan nyamuk aedes aegypti terhadap insektisida malation di kota Surabaya [Tesis]. Bogor : Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor.
Astuti, EP. 2008. Efektivitas Minyak Biji Kamandrah (Crotontiglium) Dan
Jarak Pagar (Jatropha Curcas) Sebagai Larvasida, Anti-Oviposisi Dan
Ovisida Nyamuk Aedes Aegypti Dan Aedes AlbopictusI[Tesis]. Bogor : Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor.
Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-3182-1992.Penentuan Kadar Air. Jakarta.
Badheka LP, Prabhu B.R, Mulchandani NB. 1986. Dibuty-rolactone lignans from piper cubeba, phytochemistry, vol 25, No. 2 p-487-489.
Delima, PM. 2007. Peningkatan kandungan senyawa oxygenated terpen pada minyak kemukus (Cubeb oil) dengan pemisahan menggunakan pelarut [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Departemen Kesehatan RI [Depkes]. 2005. Pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta : Ditjen PPM & PLP.
Gu HJ, Cheng SS, Lin CY, Huang CG, Chen WJ, Chang ST. 2009. Repellency of essential oils of Cryptomeria japonica (pinaceae) against adults of the mosquitoes aedes aegypti and aedes albopictus (Diptera;Culicidae). Japan. J Agric Food Chem.
Hendayana S, Kadarohman A, Sumarna, Supriatna A. 1994. Kimia Analitik Instrument, Edisi ke Dua. Semarang : Institut Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang Press.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Jakarta : badan Litbang Departemen Kehutanan Indonesia.
Kamaraj C, Rahuman AA, Bagavan A. 2008. Antifedant and larvacidal effect of plant extracts against Spodoptera litura F, Aedes aegypti L and culex quinquefasciatus say. Melvisharam India : Department of Zoology Abdul Hakeem College.
Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi cetakan ke-IV. Jakarta : Penebar swadaya.
Kardinan A, 2007. Tanaman pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Jakarta : PT. Agro Media Pustaka
47
Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta : Balai Pustaka.
Kondalingan A, Mullainadhan P, Arumugam M. 2011. Effect of extract of soapnut sapindus emarginatus on esterases and phosphatase of the vector mosquito Aedes aegypti (Diptera : Culcidae). Tamil Nadu India : Laboratory of Pathobiology, Department of Zoology Unoversity of Madras.
Lyge A.M.M, Maria D.P.L, Marcia O.M.M, Roselaine F, Ana C.D.S.P, Wanderli P.T. 2010. Chemical Composition and Larvicidal activity against aedes aegypti larvae of Essential oil from Four Guarea Spcies. Journal Molecules 15, 5734-5741.
Matsumura F. 1975. Toxicology of Insecticides. New York : Plenum Press.
Mullai K, Jabanesan A, Pusphanathan T. 2008. Effect of bioactive fractions of citrulllus vulgaris schard. Leaf extract against anopheles stephensi and Aedes aegypti. Parasitol Rs 102 : 951-955
Nugroho D.A,. 2008. Aktivitas residu ekstrak buah piper cubeba L (piperaceae )
dan daun tephrosia vogelli HOOK F. (Leguminosae) terhadap larva
crocidolomia pavonanaa (F.) (Lepidoptera : Crambidae) [Skripsi].
Bogor : Program Studi Hama dan penyakit Tumbuhan. Fakultas pertanian.
Insitut Pertanian Bogor.
Panji, Tri. 2012. Teknik Spektroskopi Untuk Elusidasi Struktur Molekul. Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Perry A.S,L. Yamamoto, I. Ishaya, I.R.Y perry.1998.insecticide in agliculture and environment. Spinger, berlin.
Perry LM. 1980. Medicinal Plants of Eats and Southeast Asia. London Cambridge. The MIT Press.
Pinto. 2012. Adulticidal activity of diilapiole and semi-shyntetic Derivates of Dillapiole against aedes aegypti (L) Culicidae. Journal of Mosquto Research, Vol 2. No1.
Reyes-Villanueva F, Juarez- Eguia M, Flores leal A.1990. Effects of sublethal dosages of abate upon adult fecundity and longevity of Aedes aegypti. J Am. Mosq Contr. Assoc. 6 (4) : 739 – 741.
48
Roy J. Gritter., James M., Bobbit, Arthur E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi ( Introduction to Chromatography); Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Safar R. 2009. Parasitology Kedokteran : protozooli entomologi dan helmintologi. Bandung : Yrama Widya
Silamba I. 2011. Identifikasi profil aroma dua varietas nanas dan hasil silangannya menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa dan Pkromatografi gas – olfaktometri serta uji mutu sensorinya. [Tesis]. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana Institut Petanian Bogor.
Susanti Y. 2007. Pembuatan permen tablet pastilles dengan bahan aktif minyak kemukus (piper cubeba Linn) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Syah, Dahrul. 2012. Pengantar Teknologi Pangan Cet. 1. IPB Press. Bogor
Tarmidi D. 2013. Aktifitas larvasida ekstrak bintaro (Cerbera manghas) terhadap larva nyamuk aedes aegypti (Diptera : Culicidae) [Thesis]. Bogor : Sekolah Pasca sarjana Institut pertanian Bogor.
Thavara U, Apiwat T, Ruthairat S, Morteza Z, Mir SM. 2005. Sequential Release and Residual activity of Themephos applied as sand granules to water storage jars for the control of aedes aegypti larvae (Diptera ; culicidae). J. Vect. Ecol. 30 (1) : 62 – 73.
Wahyono. 2006. Uji Toksisitas akut ekstrak etanol terstandart buah kemukus (piper cubeba L.F). Indonesian Journal of Pharmacy
Wahyono, Hakim L, Wahyuono, S. mursyidi, A., Verpoorte R, Timmerman H. 2003. Isolation of Tracheospasmolytic Compounds from pipper cubeba fruith Ind.J. of Pharm./ 14 (3), 119, 23
Yulidar. 2012. Daya tahan hidup nyamuk Aedes aegypti (Lin) setelah terpapar temefos pada fase larva [tesis]. Bogor : Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
49