bronchopneumonia

21
BED SITE TEACHING (BST) & CASE REPORT SESSION (CRS) BRONCHOPNEUMONIA LELI SAPITRI G1A106022 KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS JAMBI

Upload: lebay

Post on 30-Jun-2015

1.924 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: BRONCHOPNEUMONIA

BED SITE TEACHING (BST) & CASE REPORT

SESSION (CRS)

BRONCHOPNEUMONIA

LELI SAPITRI

G1A106022

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS JAMBI

RSUD RADEN MATTAHER

PROVINSI JAMBI

2011

Page 2: BRONCHOPNEUMONIA

02 Maret 2011

BAB I

BST

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Yohni N

Umur : 44 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Perumahan permata kenali simpang rimbo

Agama : Islam

pekerjaan : PNS

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Sesak nafas yang semakin berat 1 hari SMRS

2. Keluhan Tambahan : Batuk dengan dahak bercampur darah, demam, lesu, nafsu

makan berkurang sejak 1 minggu yang lalu.

3. Tela’ah / Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD Raden Mattaher Jambi dengan keluhan sesak nafas sejak

3 hari SMRS yang dirasakan tiba-tiba dan semakin memberat 1 hari SMRS. Sesak

napas tidak berhubungan dengan aktivitas. Keluhan sesak nafas tidak disertai

adanya suara nafas berbunyi (mengi) atau mengorok, juga tidak disertai adanya

bengkak-bengkak pada kedua tungkai maupun kebiruan pada ujung-ujung jari

maupun sekitar mulut.

Pasien juga mengalami batuk sejak 1 minggu SMRS. Batuk dirasakan berdahak,

banyak, disertai darah berwarna merah agak gelap yang tampak bercampur

dengan dahak, dan dahak sulit sekali dikeluarkan.

Pasien juga mengalami demam sejak 1 minggu SMRS. Demam dirasakan

mendadak dan naik turun yang cukup tinggi, siang sama dengan malam. Panas

badan tidak disertai penurunan kesadaran.

Page 3: BRONCHOPNEUMONIA

Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Orangtua pasien

mengatakan belum membawa pasien berobat kemanapun dan baru kali ini datang

ke RSUD Raden Mattaher Jambi untuk berobat.

4. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Keluhan sesak napas sebelumnya diakui dan riwayat asma (+) sejak ±13 tahun

yang lalu.

- Riwayat batuk lama disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga : keluhan batuk lama di keluarga disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : sakit sedang

2. Kesadaran : compos mentis

3. Tanda Vital :

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 98 x / menit, reguler, isi cukup.

Pernafasan : 28 x / menit.

Suhu : 37,7ºC

IV. PEMERIKSAAN FISIK LAINNYA

Kepala : normocephal, rambut tidak mudah dicabut.

Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera icterik (-/-), reflek cahaya (+/+),

Telinga : simetris kiri dan kanan, discharge (-/-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung (+/+), sekret (-/-), septum deviasi (-/-).

Mulut : Perioral sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Leher : Pembesaran KGB (-), retraksi suprasternal (-)

Thoraks

Inspeksi : - Simetris saat statis dan dinamis,

- Retraksi interkostal (-)

Palpasi : Simetris saat statis dan dinamis.

Jantung:

Inspeksi : ichtus cordis tidak terlihat.

Page 4: BRONCHOPNEUMONIA

Palpasi : ichtus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung dbn

Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Pulmo :

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis.

Palpasi : fremitus kanan dan kiri simetris.

Perkusi : sonor, kiri = kanan

Auskultasi: vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (+/+)

Abdomen:

Inspeksi : datar, retraksi epigastrium (+)

Auskultasi : bising usus (+) dbn

Perkusi : timpani

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-).

Extermitas atas : kanan dan kiri : akral hangat, edema - /-

Extremitas bawah: kanan dan kiri : akral hangat, edema - /-

VI. ANJURAN PEMERIKSAAN

- Pemeriksaan darah rutin

- Foto rontgen Thorax PA

- Tes biakan sputum dan sensitivitas kuman

RONTGEN Tanggal 02/03/2011

Thorax Foto Postero Anterior (PA)

Cor : tampak normal

Pulmo : - corakan bronkovaskuler meningkat terutama di basis paru kanan dan

kiri.

- tampak bercak-bercak infiltrat di basis paru dextra dan sinistra

- Tampak infiltrate peribronkial yang semi opak dan inhomogen

- tampak gambaran “air bronchogram” di pericardiak sinistra

Kesan : Bronkopneumonia

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tanggal 01/03/2011

Hb : 11,8 g/dl Ht : 34 % Leukosit : 11.300/µl Trombosit : 181.000 /µl

Page 5: BRONCHOPNEUMONIA

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja : Bronkopneumonia

Diagnosis Banding : 1. Bronchiolitis

2. TB Paru

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Bed Rest

2. O2 2-4 liter/ menit sampai sesak hilang

3. Infus Ringer Asetat 20 tetes per menit mikro

4. Cefotaxime 3 x 120 mg

5. Paracetamol syr 3 x ½ cth

6. Ambroksol syr 3 x ½ cth

7. Pasang NGT

Page 6: BRONCHOPNEUMONIA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan

dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris.

Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang

tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang

berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara,

sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata. Cabang

dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian

disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-

paru.

Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel

kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat

pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke

faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan

paru.

Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi musin dalam retikulum

endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa

gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan

peningkatan produksi sputum. 

Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari  bronkhiolus distal sampai

terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Pada pemeriksaan luar

pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan

sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa Lobus

Pulmonis.

Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior

2. Lobus Medius dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis

3. Lobus Inferior dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,

posterobasal

Page 7: BRONCHOPNEUMONIA

Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior

Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis

inferior.

2. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal,  dan posterobasal.

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis

yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa infiltrat atau

konsolidasi pada alveoli atau jaringan interstisial. Pneumonia ini dapat mengakibatkan

gangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan

terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebab tersering, sedangkan istilah

pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi.

Page 8: BRONCHOPNEUMONIA

Berbagai bentuk klinis pneumonia sering kali di klasifikasikan berdasarkan

pembagian serta penyebaran anatomis dan etiologinya:

1. Berdasarkan anatominya pneumonia di bagi atas :

a. Pneumonia Lobaris

b. Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia)

c. Pneuminia Interstitialis (Bronkiolitis)

2. Berdasarkan etiologinya dibagi atas :

a. Bakteri : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,

Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus friedlander,

Mycobacterium tuberculosis

b. Virus : Respiratory syncytial virus, Virus influenza, adenovirus, Virus

sitomegalik

c. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformis, Blastomyces

dermalitides, Coccidiodes limmitis, Aspergylus species, Candida

albicans.

d. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda

asing.

e. Pneumonia hipostatik

f. Sindrom Loeffler

II. DEFINISI

Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.

Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari

parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk

bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,

jamur dan benda asing.

Bronchopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkioli

terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen

membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini

seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada

infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan

orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.

Page 9: BRONCHOPNEUMONIA

III. EPIDEMIOLOGI

Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan

serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%,

sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.

Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan megurang

dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh

pneumococus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan

bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

IV. ETIOLOGI

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :

A. Faktor Infeksi

1. Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

2. Pada bayi :

Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,Mycobacterium

tuberculosa, B. pertusis.

3. Pada anak-anak :

Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

4. Pada anak besar – dewasa muda :

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

B. Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

a. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan

muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan

bensin).

b. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung

minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang

Page 10: BRONCHOPNEUMONIA

mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan

posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada

anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak

yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi

bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya

Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat

seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak

merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

V. PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat pada paru tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan

ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Mekanisme daya tahan traktus

respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi dan terdiri dari :

1. Susunan anatomis rongga hidung

2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring

3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan secret liat

yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut

4. Refleks batuk

5. Refleks epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi secret yang terinfeksi

6. Darinase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional

7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respon immuno-humoral terutama dari

immunoglobilin A (IgA).

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke paru

perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman.

1. Stadium kongesti : Kapiler melebar dan kongesti serta dalam alveolus terdapat

eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, bebrapa neutrophil dan makrophag

2. Stadium Hepatisasi Merah : Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak

mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam

Page 11: BRONCHOPNEUMONIA

alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan

kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.

3. Stadium Hepatisasi Kelabu : Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah

menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus

terisi fibrin dan leucosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler tidak lagi

kongestif.

4. Stadium Resolusi : Eksudat berkurang. Dalam alveolus macrofag bertambah dan

leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin di resorbsi dan

menghilang.

Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotik sedini

mungkin agar system bronkopulmonal yang tidak terkena dapat di selamatkan.

VI. GEJALA KLINIS

Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian atas

selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39 – 400 C dan mungkin

disertai kejang demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan, kecemasan, dispnoe

pernapasan. Kerusakan pernapasan diwujudkan dalam bentuk napas cepat dan dangkal,

pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah supraclavikular, ruang-ruang intercostal,

sianosis sekitar mulut dan hidung, kadang-kadang disertai muntah dan diare. Pada

awalnya batuk jarang ditemukan tetapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih

lanjut, mula-mula batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas daerah yang

terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin

terdengar ronki basah nyaring halus – sedang.

Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin pada perkusi

terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada

stadium resolusi, ronki terengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat

terjadi sesudah 2 – 3 minggu.

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Gejala klinis

Page 12: BRONCHOPNEUMONIA

        Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas

selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh

kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai

batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

2. Pemeriksaan fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai

berikut :

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan

pernapasan cuping hidung. 

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles (Ronkhi basah) sedang nyaring.

        

3. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung

leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus

leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit

predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang

predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan

LED.

4. Gambaran radiologis

a. Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)

Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat

tersumbat oleh eksudat mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi dalam

lobus. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan

peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar

di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

Tampak infiltrate peribronkial yang semi opak dan inhomogen di daerah hilus

yang menyebabkan batas jantung menghilang (silhoute sign). Tampak juga air

bronkogram, dapat terjadi nekrosis dan kavitas pada parenkim paru. Pada

keadaan yang lebih lanjut dimana semakin banyak alveolus yang telibat maka

gambaran opak mnjadi terlihat homogeny.

Page 13: BRONCHOPNEUMONIA

Infectious bronchiolitis and bronchopneumonia: radiographic findings. Posteroanterior chest radiograph shows poorly defined nodular opacities and foci of consolidation in the right lower lobe. The patient was a 48-year-old man with Mycoplasma bronchiolitis and bronchopneumonia. (Courtesy of Dr. Atsushi Nambu, Department of Radiology, University of Yamanashi, Yamanashi, Japan.)

b. Pneumonia lobaris

Merupakan pneumonia yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari

lobus paru dan bila kedua lobus terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia

lobaris. Pada foto torax PA posisi erec tampak infiltrate di parenkim paru perifer

yang semiopak, homogeny tipis seperti awan, berbatas tegas, bagian perifer

lebih opak di banding bagian sentral. Konsolidasi parenkim paru tanpa

melibatkan jalan udara mengakibatkan timbulnya air bronkogram. Tampak

pelebaran dinding bronkhiolus. Tidak ada volume loss pada pneumonia tipe ini. 

c. Pneumonia interstitial

Merupakan pneumonia yang dapat terjadi di dalam dinding alveolar. Pneumonia

interstitial ditandai dengan pola linear atau retikuler pada parenkim paru. Pada

tahap akhir, dijumpai penebalan jaringan interstitial sebagai densitas noduler

yang kecil.

VIII. DIAGNOSIS BANDING

1. Bronchiolitis

2. TBC Paru

3. Atelektasis

4. Abses Paru

IX. KOMPLIKASI

1. Empiema

2. Atelektasis

3. Perikarditis

Page 14: BRONCHOPNEUMONIA

4. Pleuritis

5. Otitis Media Akut (OMA)

X. PENATALAKSANAAN

A. Penatalaksaan umum:

1. O2 2-4 liter/ menit sampai sesak hilang.

2. Infus 2A 20 tetes per menit mikro (untuk obat)

B. Penatalaksanaan khusus:

1. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada

72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.

2. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,

takikardi, atau penderita kelainan jantung.

3. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi

klinis. Antibiotik yang merupakan drug of choice untuk kuman yang dicurigai.

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)

menurut kelompok usia. Ampisilin 2 x 200 mg iv Ampisilin (100mg/kgbb/hari

iv) untuk Pneumonia ringan. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) beta

laktam amoksisillin / amoksisillin / amoksisillin klavulanat / golongan

sefalosporin / kotrimoksazol / makrolid (eritromisin). Antibiotika selanjutnya

tergantung dari pemantauan terhadap respon 24-72 jam pengobatan. Apabila

mangalami perbaikan teruskan sampai 3 hari klinis baik, sedangkan apabila

bertambah berat/ tidak ada perbaikan ganti antibiotik sesuai bakteri penyebab.

XI. PROGNOSIS

Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada

perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selam masa bayi dan mas kanak-kanak

dapat di turunkan sampai kurang 1% dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang

berlangsung lama juga menjadi rendah.

Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat

menunjukkan mortalitas tang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: BRONCHOPNEUMONIA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah kesehatan Anak, Jilid 3, bagian

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1997

2. Mansjoer A, Wardhani WI, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, Penerbit

Media Aesculapius FK UI, Jakarta 2000

3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Standard Pelayanan Medik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatra Utara / Rumah Sakit H. Adam Malik, Medan 1995

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi Idrus, Setiati S, et all: editor. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Edisi keempat, jilid II. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI, 2007.

5. Ekayuda I, editor. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

2009; 100-1.

6. Patel PR. Lecture notes radiologi. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga. 2007; 36-7.

7. Jeri Adli. Bagian Ilmu Radiologi. RSUD Kodya Yogyakarta.

Gambaran+Radiologi+Bronkopneumonia+disertai+Kardiomegali+pada+pasien+de

wasa+tu. URL: mhttp://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=

Gambaran+Radiologi+Bronkopneumonia+disertai+Kardiomegali+pada+pasien+de

wasa+tua