bronchopneumonia dan diare dengan dehidrasi ringan sedang
TRANSCRIPT
BAB ISTATUS PASIEN
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bayi L
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 8 ½ Bulan
Anak ke- : 1 (P1A0)
Alamat : Kp. Nyampai RT 003/015
Tanggal Masuk RS : 9 Oktober 2013
Orang Tua Pasien
Ibu
Nama : Ny. S
Umur : 17 tahun
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kp. Nyampai RT 003/015
Ayah
Nama : Tn. N
Umur : 19 Tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Pekerja Swasta
Alamat : Kp. Nyampai RT 03/01
1
1.2. ANAMNESIS (Heteroanamnesis)
Keluhan Utama : Sesak nafas
Anamnesis Khusus :
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengeluh anaknya
mengalami sesak nafas. Sesak nafasnya muncul secara mendadak, dan dirasakan
terus menerus. Semakin kesini sesak nafasnya terasa semakin berat, sehingga
pasien tidak mampu menyusu dan memuntahkan susu yang telah diminum. Orang
tua pasien tidak mendengar suara seperti mengorok maupun mengi ketika pasien
mengalami sesak nafas. Orang tua pasien juga tidak melihat pasien memainkan
benda-benda kecil yang dapat dimakan oleh pasien ataupun tersedak oleh air susu
sebelum sesaknya terjadi.
Keluhan disertai dengan panas badan sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit, panas badannya ini terasa mendadak tinggi dan terus menerus, meskipun
setelah pasien meminum obat dari bidan setempat pernah turun, namun tidak lama
setelah itu panasnya kembali tinggi lagi. Orang tua pasien juga mengeluhkan
adanya batuk dan pilek yang muncul 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Namun,
keluarga pasien tidak memperhatikan warna dahaknya.
Keluhan juga disertai dengan buang air besar yang mencret sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien buang air besar sekitar 10x dalam sehari
dengan konsistensi lebih cair dari pada biasanya dengan jumlah sekitar 1
gelas/mencret tetapi tanpa disertai lendir, darah maupun bau amis. Keluhan juga
disertai dengan pasien terlihat tampak rewel, kehausan, dan air mata yang kering
ketika menangis, serta mata pasien tampak sedikit cekung, namun tanpa adanya
riwayat mual dan muntah.
2
Ketika pasien sesak, orang tua pasien tidak mengeluhkan adanya kebiruan
pada mulut terutama setelah diberi susu formula ataupun setelah menangis, dan
tidak adanya pembengkakan pada wajah dan kaki. Pada saat pasien demam, ibu
pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan buang air kecil seperti perubahan
frekuensi dan warna, tidak adanya pendarahan dari hidung, gusi, maupun bintik
kemerahan dari kulit, serta tidak ada cairan yang keluar dari telinga maupun luka
pada kulit. Ibu pasien juga tidak mengeluhkan berat badan pasien yang sulit naik,
adanya keringat malam, kontak dengan penderita TB, maupun benjolan abnormal
pada daerah kepala dan leher.
Selain itu, orang tua pasien juga mengakatan bahwa pasien tinggal di
rumah yang dihuni oleh 7 orang, dan ayah pasien perokok aktif dan sering
merokok di dekat pasien, ventilasi rumah yang sedikit, dan sumber air minum
berasal dari air sumur dan air mineral dalam galon. Untuk mengatasi keluhannya
saat ini, orang tua pasien datang ke tempat praktik dokter A dan kemudian dirujuk
ke UGD RS Salamun.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami sesak nafas yang
merngharuskan pasien dirawat di rumah sakit.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang serumah mengalami keluhan yang
sama dengan pasien. Ibu atau ayah pasien juga tidak ada yang sering mengalami
bersin-bersin pada pagi hari, maupun alergi terhadap makanan atau obat-obatan
3
tertentu. Pada keluarga pasien juga tidak terdapat anggota keluarga yang
mempunyai riwayat batuk lama.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Selama hamil, ibu pasien tidak pernah mengalami sakit. Pasien lahir
dengan cukup bulan, lahir spontan, letak kepala, dan langsung menangis. Lahir
dengan berat badan 3 kg, tinggi badan 58 cm, dan ditolong oleh bidan setempat.
Riwayat Makanan
Lahir – 2 Minggu : ASI Ekslusif
2 Minggu – Sekarang : Susu Formula
6 Bulan – Sekarang : Makanan lunak
Riwayat Imunisasi
Orang tua pasien mengakatan bahwa pasien belum di imunisasi DPT 3 dan
Campak. Untuk imunisasi lain yang telah dilakukan pasien, orang tua pasien lupa
tetapi diperkirakan sesuai dengan KMS.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya mengalami pertumbuhan
dan perkembangan yang sama dengan anak seusianya, yaitu :
Perkembangan Motorik Perkembangan Bahasa Perkembangan Sosial
Tengkuran pada bulan ke-3
Duduk pada bulan ke-6 Berdiri pada bulan ke-9
Bersuara pada bulan ke-3 Mengatakan “bababa”
pada bulan ke-8
Melihat muka orang pada bulan ke-3
Memperhatikan orang pada bulan ke-6
4
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang, nampak rewel dan terlihat sulit bernafas.
Kesadaran : Compos mentis.
Tanda-tanda Vital :
Nadi : 140 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 56 x/mnt
Suhu : 37.2 0C
Antropometri
Umur : 8 ½ Bulan
BB : 9 Kg
PB : 70 Cm
LK : 43 Cm
TB/U (WHO) : 0 s/d 2 SD (normal)
BB/U (WHO) : 0 s/d 2 SD (normal)
LK/U (WHO) : 0 s/d 2 SD (normal)
BB/TB (WHO): 0 s/d 2 SD (normal)
Pemeriksaan Spesifik
Kulit : sianosis (-), ptekiae (-), turgor baik (<2 detik)
Otot : Atrofi (-), hipertrofi (-)
Tulang : Deformitas (-), gibbus (-)
Sendi : Pembengkakan (-)
5
Kepala
1. Bentuk : Simetris
2. Ubun-ubun : tidak cekung
3. Rambut : Hitam, halus, tidak mudah dicabut
4. Wajah : Simetris, flushing (-)
5. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
sedikit cekung
6. Pupil : Bulat, isokor.
7. Hidung : Simetris, epistaksis -/-, sekret -/-
8. Telinga : Simetris, sekret -/-, pemeriksaan membran timpani tidak
dilakukan
9. Mulut : Bibir kering, mukosa mulut tidak hiperemis
Leher
KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
JVP : Tidak mengalami peningkatan
Retraksi suprasternal : (+)
6
Thorax
Paru :
Kanan Kiri
Depan I Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi intercostal
(+)
P Pergerakan simetris
A VBS kanan = kiri, wheezing -/-, crackles +/+, slamp
+/+
Belakang I Bentuk dan pergerakan simetris.
P Pergerakan simetris
A VBS kanan = kiri, wheezing -/-, crackles +/+, slamp
+/+
Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV MCS, kuat angkat,
thrill (-)
• Auskultasi : S1-S2 murni reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi:
Datar, Massa abdomen (-), retraksi epigastrium (+)
Palpasi:
7
Lembut, NT (-) pada daerah epigastrik, NL (-), massa (-), Hepar dan lien
tidak teraba pembesaran.
Auskultasi:
BU (+) N
Ekstremitas
Atas Bawah
Edema -/-
Akral hangat
Capillary refill < 2 detik
Bantalan tangan tidak pucat
Edema -/-
Akral Hangat
Capillary refill < 2 detik
Bantalan kaki tidak pucat
Anogenital
Perianal Rash (+)
Neurologis
Tidak dilakukan
1.4. RESUME KASUS
Bayi L (P) berumur 8 ½ dengan status gizi normal dan kesadaaran CM
serta sedikit rewel datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk
rumash sakit. Sesak nafasnya timbul secara mendadak, terus-menerus dan
8
semakin kesini semakin progresif. Pada saat sesaknya terjadi tanpa disertai dengan
adanya ngorok dan mengi, maupun riwayat tersedak benda maupun air susu.
Pasien juga mengalami demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit yang
timbul secara mendadak tinggi, dan terus-menerus. Demamnya tersebut disertai
dengan batuk pilek, yang warna dahaknya tidak diketahui. Selain sesak dan
demam, pasien juga mengalami mencret 10x sehari sejak 2 hari sebelum masuk
RS. Konsistensi mencretnya lebih encer, dengan jumlah sekitar 1 gelas/mencret,
tanpa adanya lendir, darah, dan bau amis.
Tanda-tanda gagal jantung, ginjal, maupun hepar disangkal. Pada saat
pemeriksaan fisik ditemukan takipneu, crakles +/+, retraksi suprasternal dan
epigastrum, dan gejala dehidrasi ringan sedang.
1.5. DIAGNOSIS BANDING
Bronchopneumonia e.c. DD/ Streptococus pneumonia
Hib
Diare Akut non disentri e.c. DD/ Rota Virus
ETEC
1.6. USULAN PEMERIKSAAN
1. Laboratorium darah
2. Feses Rutin
3. Foto Thorax
1.7. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
9
1. Laboratorium Darah
A. Hematologi
a. Hemoglobin : 12.1 (N = 11.5-15.5)
b. Jml. Leukosit : 9.200 (N = 6000-12.000)
c. Hematokrit : 38 (N = 35-45)
d. Jml. Trombosit : 228.000 (N = 150.000-400.000)
e. Hitung Jenis Leukosit
1) Segmen : 31 (N = 54-62)
2) Limfosit : 57 (N = 25-33)
3) Monosit : 12 (N = 3-7)
B. Kimia Klinik
a. Glukosa sewaktu : 48 (N = 50-90)
C. Elektrolit
a. Natrium : 145 (N = 135-146 mmol/L)
b. Kalium : 5.3 (N = 3.4-5.4 mmol/L)
2. Feses Rutin
A. Makroskopis
a. Warna : Kuning kecoklatan
b. Bau : Khas/Normal
c. Konsistensi : Lunak berbentuk
d. Lendir : Positif
e. Darah : Negatif
f. Parasit : Negatif
10
B. Mikroskopis
a. Leukosit : 0-2 /LPB
b. Eritrosit : 1-3 /LPB
c. T. Cacing : Tidak ditemukan
d. Amoeba : Tidak ditemukan
e. Sel Lemak : Negatif
f. Sel Sayur : Negatif
g. Sel Otot : Negatif
h. Lain-lain : Negatif
3. Foto Thorax
1. Hasil
o Cor : Tidak membesar
o Sinus dan diafrgma normal
o Pulmo : Hilus kanan kabur, tampak bercak lunak di
perihiller parakardial kanan
2. Kesan
o Bronkhopneumoni dengan post TB
3. DD
o TB paru dengan reaktifasi
1.8. DIAGNOSIS KERJA
Bronchopenumonia a.c. Streptococcus pneumoniae
11
Diare Akut non disentri a.c. Rotavirus dengan Dehidrasi Ringan-
Sedang
1.9. USULAN PENATALAKSANAAN
1. Umum
Penjelasan mengenai penyakit dan pengobatan penyakit
kepada keluarga pasien
Tirah baring
Infus dengan kecepatan 16 tts/mnt
Pemberian 02
Penggantian jenis susu formula
2. Khusus
Ceftriaxone (1 x 750 mg)
Ambroxol Syr (3 x ¼ cth)
Zinc (2 x 1)
Mycoz Salep
1.10. OBSERVASI
Tanggal Tanda Vital Keluhan +
Pemeriksaan Fisik
Keterangan
N R S
Kamis,
10 Oktober 2013
110 36 36 oC BB 9 Kg
Sesak +, batuk +
Rawat Inap
Infus +
12
Crackles +/+
Retraksi otot +
Slem +/+
O2
Jumat,
11 Oktober 2013
120 34 36 oC BB 9 Kg
Sesak ↓, Batuk ↓, Pilek (+)
Cracles +/+ (↓)
BAB 1x, lendir +
Rawat Inap
Infus
O2
Sabtu,
12 Oktober 2013
120 24 35,8 0C BB 9 Kg
Sesak (-), Batuk (+) ↓↓
Cracles +/+ (↓↓)
BAB 1x, lendir (-)
Boleh pulang
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pneumonia
1.1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah bentuk infeksi saluran pernafasan akut yang terjadi di
paru-paru.
1.2. Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit pembunuh kedua terbesar di dunia pada anak-
anak. Setiap tahunnya, penyakit ini membunuh sekitar 1,2 juta anak dibawah lima
tahun, atau sekitar 18% dari semua kematian anak-anak dibawah lima tahun.
Prevalensi tertinggi negara yang banyak menderita pnemonia adalah di Negara
Asia Selatan dan Afrika Selatan. Menurut Riskesdas tahun 2007, pneumonia juga
merupakan penyebab kematian kedua setelah diare (15,5% diantara semua balita)
di Indonesia.
1.3. Etiologi Pneumonia
Etiologi pneumonia disebabkan oleh sejumlah agen infeksi meliputi virus,
bakteri dan jamur, tetapi agen infeksi yang sering menyebabkan pneumonia
adalah bakteri. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi, tergantung :
a. Usia
b. Status imunologis
c. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
d. Status imunisasi
14
e. Faktor penjamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Pada anak-anak, etiologi pneumonia dibedakan berdasarkan usia anak
tersebut, yang antara lain :
1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan)
- Organisme saluran genital ibu :
a. Streptokokus grup B,
b. Echerichia coli
c. kuman Gram negatif,
d. Listeria monocytogens
e. Sifilis congenital (pneumonia alba)
- Sumber infeksi lain : pasase transplasental, aspirasi mekonium,
CAP
2. Usia > 2-12 bulan
Orgnisme penyebab tersering adalah :
a. Streptokokus grup B
b. E. Coli
c. P. Aeruginosa
d. Klebsiela
e. S. pneumoniae
f. Haemophillus influnzae tipe B
Organisme penyebab yang tidak sering namun fatal :
a. Staphilokokus aureus
b. Streptokokus grup A
Organisme penyebab tersering pada imunocompromised :
15
a. Pseudomonas spp
b. Enterobacter
c. Legionella pneumophilia
d. Actinomyces
e. Bakteri anaerob
3. Usia 1-5 tahun
a. Streptokokus pneumoniae
b. H. influenzae’
c. Streptokokus grup A
d. S. Aureus
e. Chlamidia pneumonia (Banyak pada usia 5-14 tahun dan disebut
pneumonia atipikal)
4. Usia sekolah dan remaja
a. S. pneumonie
b. Streptokokus grup A
c. Mycoplasma pneumonia (pneumonia atipikal)
Etiologi yang memungkin pada pasien ini adalah streptococcus
pneumonia, dikarenakan secara epidemiologi bakteri Streptococcus pneumonia
merupakan etiologi paling sering pada kasus pneumonia anak.
1.4. Faktor Risiko Pneumonia
Ketika seorang anak sehat maka anak tersebut dapat melawan agen infeksi
dengan sistem imun pertahanan tubuhnya. Anak yang mengalami gangguan
sistem imun mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya pneumonia. Anak yang
16
memiliki sistem imun yang lemah seperti malnutrisi atau gizi buruk, terutama
pada bayi yang tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Adanya penyakit
sebelumnya seperti infeksi HIV, dan campak, juga meningkatkan risiko pada anak
untuk terjadinya pneumonia.
Faktor lingkungan juga dapat meningkatkan kerentanan pada anak untuk
terjadinya pneumonia, faktor lingkungan diantaranya adalah :
1. Orang tua yang perokok
2. Polusi udara dalam ruangan yang disebabkan oleh memasak atau pemanas
dengan bahan bakar biomas seperti kayu atau pupuk kandang.
3. Tempat tinggal yang padat dalam suatu rumah.
Pasien ini memiliki beberapa hal yang menjadi factor risiko untuk
mengidap pneumonia, yang antara lain : tidak mendapatkan ASI, orang tua yang
perokok, dan tempat tinggal yang padat.
1.5. Klasifikasi Pneumonia
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang didapat dari masyarakat (CAP =community
acquired pneumonia)
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based
pneumonia)
17
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
6. Klasifikasi berdasarkan MTBS
a. Pneumonia sangat berat à sianosis sentral dan tidak dapat minum
b. Pneumonia berat à tarikan dada dalam, tidak sianosis, dapat minum
c. Pneumonia à tidak ada tarikan dada dalam, nafas cepat
d. Bukan pneumonia à tidak ada tarikan dada dalam, tidak ada nafas
cepat
Jenis pneumonia pada pasien ini merupakan bronkopneumonia akut, yang
disebabkan oleh bakteri, berasal dari masyrakat, dengan tipe tipikal, serta menurut
MTBS masuk ke dalam kriteria pneumonia.
1.6. Patogenesis
18
Pada keadaan normal saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai
daerah parenkim paru adalah steril. Paru terlindungi dari infeksi bakteri oleh
berbagai mekanisme perlindungan yang meliputi barier anatmi dan mekanis, serta
factor imunologi local dan sistemik. Infeksi paru terjadi apabila > 1 dari
mekanisme tersebut berubah atau mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan
virulen.
Inhalasi mikroorganisme atau masuknya kuman flora normal
saluran respiratorik atas, sebagian kecil melalui hematogen
Kedalam alveoli
hiperamenia, eksudasi cairan intra-alveolar, deposisi fibrin
serta infiltrasi neutrofil
(red hepatization)
Konsolidasi eksudatif lobuler (bronkopneumonia);
Konsolidasi eksudatif Lobar (Pneumonia lobaris);
Konsolidasi eksudatif Interstitial
Peningkatan aliran darah ke daerah terkena sehingga
mengakibatkan ventilation-perfusion mismatching
Hipoksemia
Penurunan compliance dan kapasitas vi tal paru
Desaturasi oksigen akan mengakibatkan meningkatnya kerja jantung
deposisi fibrin dan disintegrasi sel inflamasi makin meningkat secara progresif
(gray hepatization)
19
resolusi terjadi setelah 8-10 hari bila berlangsung digesti eksudat secara enzimatik
reabsorbsi dan pengeluaran oleh mekanisme batuk.
1.7. Kriteria Diagnosis
A. Anamnesis
- Respiratorik
Sesak nafas dan batuk
- Non respiratorik
Demam, sakit kepala, gelisah dan rewel. Anak besar kadang mengeluh
nyeri kepala dan nyeri abdomen.
B. Pemeriksaan Fisik
- Takipnea
Kriteria nafas cepat menurut WHO :
a. < 2 bulan = ≥ 60x/menit
b. 2-12 bulan = ≥ 50x/menit
c. 12 bulan-5 tahun = ≥ 40x/menit
- Pada bayi lebih tua : jarang ditemukan grunting. Gejala lainnya yang
sering terlihat adalah batuk, panas dan dyspnea.
C. Radiologis
Foto rontgen toraks PA merupakan dasar diagnosis utama pneumonia,
tetapi tidak dapat membedakan antara pneumonia virus maupun bakteri.
Pada bayi dan anak kecil, gambaran radiologis sering tidak sesuai dengan
gambaran klinis.
Gambaran radiologis yang klasik dapat berupa :
20
Konsolidasi lobar atau segmental dengan disertai air
bronchogram biasanya disebabkan oleh pneumococcus spp.
atau bakteri pneumonia interstitial, virus, atau mikoplasma.
Gambaran pneumonia karena S. aureus biasanya menunjukan
pneumotokel.
D. Laboratorium
Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat membedakan antara pneumonia
viral dan bacterial :
- Virus
Leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 ),
limfosit yang predominan
- Bakteri
Leukosit meningkat (15.000 – 40.000 / mm3), dengan neutrofil
predominan
Diagnosa definitive pada pneumonia bacterial
o Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah (pengambilan
invasive dan tidak rutin diindikasikan)
o Kultur darah hanya positif pada 10-30% kasus
o Meskipun penyebab pneumonia sulit ditentukan, namun ada beberapa
gejala dan tanda yang dapat dikenali secara klinis
S.Aureus :
21
Progresivitas penyakit sangat cepat dengan gejala respiratorik sangat
berat : grunting, sianosis, takipneu, dan perburukan gambaran
radiologis yang sangat jelas.
Streptococcus pneumonia :
- Penyebab tersering faringitis, tonsilitis dengan limfadenitis coli,
demam, malaise, sakit kepala, gejala pada abdomen.
- Sering merupakan penyakit infeksi kulit pada anak dengan
vousela. Awitan penyakitb fulminan dalam 24 jam
- Sering diikuti dengan syok septik, empiema, dan pneumatokel
yang terjadi dalam beberapa hari sampai satu minggu setelah
pengobatan sindrom distres pernapasan akut (ADRS)
Kritaria Diagnosis (>3 dari lima)
1. Sesak nafas
2. PCH dan retraksi IC (+)
3. Ronchi
4. Leukositosis
5. Foto Thorax infiltrasi difus merata pada 1 lobus
Pada pasien ini terdapat 3 dari 5 hal untuk menegakan diagnosis
pneumonia, yaitu : sesak nafas, ronchi, dan foto thorak.
1.8. Diagnosis Banding
22
Diagnosis banding untuk pneumonia adalah
o Infeksi perinatal/ congenital (pada neonates).
o Hyalin membrane disease /HMD.
o Aspirasi peneumonia.
o Edema paru.
o Atelektasis.
o Perdarahan paru.
o Kelainan congenital perenkim paru.
o Tuberkulosis.
o Gagal ginjal kongesif.
o Neoplasma.
o Reaksi hiersensitivitas (pneumonitis).
1.9. Penatalaksanaan
Terapi pneumonia bakterialis berdasarkan penyebab yang diduga serta
manifestasi klinis.
Faktor yang perlu dipertimbangkan pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis, dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan sebelumnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Antibiotik
23
o Antibiotik yang merupakan drug of choice untuk kuman yang dicurigai.
o Bila tidak ada kuman yang tidak dicurigai berikan antibiotik awal (24-72
jam pertama) menurut kelompok usia.
Usia Anak Obat
Neonatus dan bayi muda (<2 bulan) Ampicilin +Aminoglikosid
Amoxicilin-asam klavulanat
Amoxicilin+ Aminoglikosid
Sefalosphorin generasi ketiga
Bayi dengan usia pra sekolah (2 bulan-
5 tahun)
Beta laktam Amoxicilin
Amixicilin/Amoxicilin-asam klavulanat
Golongan Sefalosporin
Kotrimoxazole
Makrolid (Eritromycin)
Anak Usia sekolah (>5 tahun) Amoxicilin/makrolid (Eritromycin,
Klaritromycin, Azitromycin)
Tetrasiklin (Pada anak berusia diatas 8
tahun)
o Karena dasarpemberian antibiotika awal diatas adalah coba-coba (trial and
eror) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan ketat, minimal tiap 24
jam sekali samapai hari ketiga.
o Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotika lain yang lebih tepat sesuai
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-
olah antibiotik tidak efektif)
Obat Cara pemberian Dosis (jam) Frekuensi
24
Gol. Penisilin
Ampisilin
Amoksisilin
Tikarsilin
Oksasilin
Kloksasilin
Diklosasilin
Gol. Sefalosporin
Sefalotin
Seforoksim
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidin
Gol. Aminoglikosid
Gentamisin
Amikasin
Netilmisin
Gol. Makrolid
Eritromisin
Roksitromisin
Klaritromisin
Azitromisin
Klindamisin
Kloramfenikol
i.v/i.m/p.o
p.o
i.v/i.m
i.v
i.v
i.v
i.v
i.v
i.v
i.v/i.m
i.v
i.v/i.m
i.v/i.m
i.v
p.o/i.v lambat
p.o
p.o
p.o
p.o/
i.v
i.v/p.o
100-200
25-100
300-600
150
100
25-80
75-150
100-150
50-200
50-100
100-150
5
15-20
4-6
30-50/40-70
5-8
5-8
10
10-30
15-40
75-100/50-75
4-6
8
4-6
4-6
4-6
6
6-8
6
12-24
8
8
6-8
12
8
12
12
24
6
6
6
o Pneumonia riangan amoxocilin ( di wilayah dengan angka resistensi
penicilin yang cukup tinggi, dosis dapat dinaikan sampai
80-90mg/kgBB/hari)
25
Pengobatan antibiotik yang digunakan pada pasien ini sudah cukup
adekuat, yaitu dengan seftriakson.
Simptomatik
Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan terutama
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi rekasi terhadap
antibiotik awal.
Indikasi Perawatan di Rumah Sakit
A. Bayi
SaO2 ≤ 92%
Sianosis
Nafas > 50x/mnt
Sesak
Apnea, Grunting
Tidak dapat makan/minum
Keluarga tidak mampu memantau anak dengan baik
B. Anak Besar
SaO2 ≤ 92%
Sianosis
Nafas > 50x/mnt
Sesak
Apnea, Grunting
Tidak dapat makan/minum
26
Keluarga tidak mampu memantau anak dengan baik
Penatalaksanaan menurut MTBS
Menurut Manajemen Terpadu Balita Sehat (MTBS) Depkes RI
Periksa adanya tanda bahaya umum Lihat bagian PENILAIAN dan
Periksa untuk batuk dan sulit bernapas KLASIFIKASITanyakan :
Apakah anak bernapas lebih lambat ?
Apakah demamnya turun ? (jika sebelumnya ada demam)
Apakah nafsu anak membaik ?
Tindakan :
Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam beri 1 dosis
antibiotik pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol, selanjutnya rujuk
SEGERA.
Jika frekuensi napas, demam, atau nafsu makan anak tidak menunjukkan
perbaikan, gantilah dengan antibiotik pilihan kedua dan anjurkan ibu untuk
kembali dalam 2 hari (atau rujuk, jika anak menderita campak dalam 3 bulan
terakhir)
Jika napas melambat, demamnya turun atau nafsu makannya membaik,
lanjutkan pemberian antibiotik hingga 5 hari.
27
Menanyakan Keluhan Utama
Apakah anak menderita batuk dan sukar bernapas ?
JIKA YA, Berapa lama
Amati & Dengar Hitung napas dalam 1
menit. Perhatikan, adakah
dinding dada ke dalam. Lihat dan dengar adanya
stidor.
Klasifikasi BATUK atau SUKAR BERNAPAS
Batasan napas cepat :
Umur Anak :2 bulan – 12 bulan12 bulan – 5 tahun
Napas Cepat apabila :50 kali atau lebih per menit40 kali atau lebih per menit
Klasifikasi BATUK atau SUKAR BERNAPAS
GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN(Tindakan penting sebelum
rujukan dengan tulisan cetak tebal)
Terdapat bahaya umum (napas cepat dan vital singn buruk) atau
Tarikan dinding dada ke dalam atau
Stridor
PNEUMONIA BERAT atau PENYAKIT
SANGAT BERAT
Pemberian dosis pertama antibiotik yang sesuai
Rujuk SEGERA
Nafas cepat PNEUMONIA
Pemberian antibiotik yang sesuai
Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
Menasehati ibu kapan harus kembali
Kunjungan kembali setelah 2 hari
Tindakan ada tanda – tanda pneumonia atau penyakit
sangat berat
BATUK: BUKAN
PNEUMONIA
Jika batuk lebih dari 30 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
Menasehati ibu kapan harus kembali
Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan
28
Sebelum memberikan obat, ditentukan dulu :
o Berat ringannya penyakit
o Riwayat pengobatan sebelumnya dan respon terhadap pengobatan
tersebut
o Adanya penyakit yang mendasarinya.
Dasar pengobatan bacterial pneumonia adalah terapi antibiotik secara
langsung
Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama)
o Umur 1 – 2 bulan : Ampisilin + gentamisin, kalau respon baik,
lanjutkan 10 – 14 hari.
o Umur > 2 bulan : penicillin/Ampicilin + kliromfenocol, kalau
responnya baik, lanjutkan sampai 3 hari klinis (5-7 hari)
o Untuk middle ill children yang tidak memerlukan perawatan di rumah
Rumah sakit, Amoxicillin direkomendasikan. Kalau ada resisten
penicilin, maka dosis amoxicillin ditingkatkan (80 – 90mg / BB/ hari)
o Apabila ditemukan hipersensitif dengan penicillin maka diganti
eritromisin.
Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap
respon klinis dalam 24 – 72 jam pengobatan antibiotik awan.
o Kalau membaik, maka antibiotik dilanjutkan 5 – 7 hari
o Kalau memburuk, maka antibiotik initial harus di hentikan dan diganti
dengan antibiotik yang tepat. Dengan catatan tidak ada penyakit
penyulit yang dapat mempengaruhi pengobatab antibiotik tidak efektif,
misalnya empyema, abses, dll
29
1.10. Komplikasi
Penyulit dari pneumonia adalah :
o Empiema (paling sering oleh S. pneumonia, S. aureus)
o Perikarditis
o Pneumotorax
o Meningitis bakterialis
o Atritis Supuratif
o Osteomielitis.
1.11. Prognosis
Progrosis pneumonia umumnya baik, namun dapat terjadi kefatalan pada
pasien imunodefisiensi
1.12. Konsultasi
o Unit rehabilitasi medik (URM)
o Bedah toraks (bila diperlukan)
1.13. Pencegahan Pneumonia
Pada tahun 2009, WHO dan UNICEF meluncurkan perencanaan aksi
global untuk pencegahan dan pengontrolan dari pneumonia atau yang sering lebih
dikenal dengan singkatan Global action plan for the prevention and control of
pneumonia (GAPP). Tujuannya adalah meningkatkan pengontrolan pneumonia
dengan kombinasi dari intervensi untuk proteksi, pencegahan, dan mengobati
pneumonia pada anak dengan cara :
30
1. Proteksi anak dari pneumonia melalui promosi ASI eksklusif, mencuci
tangan, dan menurunkan polusi udara dalam ruangan. Pemberian nutrisi
yang baik adalah kunci dari pengingkatan pertahanan tubuh anak, seperti
pemberian ASI eksklusif selama enam bulan kehidupan anak tersebut
lahir. Pada pasien anak yang mengalami infeksi HIV, antibiotik
cotrimoxazole diberikan setiap hari untuk menurunkan risiko terjadinya
pneumonia.
2. Pencegahan pneumonia dengan imunisasi. Imunisasi melawan Hib,
Pneumococcus, measle, dan pertussis sangat efektif untuk mencegah
terjadinya pneumonia.
3. Mengobati pneumonia yang di fokuskan pada setiap anak yang menderita
sakit penumonia mudah untuk mengakses tenaga kesehatan, atau fasilitas
kesehatan, dan bisa mendapatkan kebutuhan antibiotik dan oksigen.
2. Diare Akut
2.1. Defenisi
Diare adalah buang air besar yang tidak normal dimana terjadi perubahan
konsistensi tinja dengan frekuensi yang lebih dari 3 kali dalam 24 jam atau tanpa
darah. Diare akut adalah diare yang terjadi dalam waktu tidak lebih dari 14 hari.
2.2. Etiologi
Sebelum dekade 70-an, hanya 20% penyebab diare akut yang bisa di
ketahui. Saat ini dengan bertambah majunya ilmu kedokteran, telah lebih dari
90% penyebab diare akut yang telah diidentifikasi.
31
Adapun penyebab diare akut tersebut adalah:
A. Infeksi
1. Virus
Beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare aku, antara
alain Rotavirus, Norwalk virus dan Adenovirus.
Rotavirus adalah penyebab utama diare pada anak usia di bawah 5
tahun, terutama usia di bawah 2 tahun. Rotavirus pertama kali di
temukan oleh Bishop di Australia pada biopsi duodenum penderita
diare dengan mneggunakan mikroskop elektron. Ternyata kemudian,
Rotavirus di temukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare akut
yang paling sering. Di Indonesia, pada beberapa penelitian di kota-kota
besar Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta angka kejadian yang
disebabkan virus dan Adenovirus sering menyebabkan diare akut pada
anak besar dan dewasa.
2. Bakteria. E. coli
Ada 5 subtipe E. coli yang menimbulkan diare akut. E. coli
merupakan penyebab kedua diare akut setelah Rotavirus dengan
frekwensi 20-30%, dan E. coli tersebut adalah:
Enteropatogenic E. coli (EPEC)
Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
Enteroinvasive E. coli (EIEC) dapat menimbulkan diare
berdarah (dysentriform diarrhea)
Enteroheamorrhagic E. coli (EHEC)
Enteroadhaeren E. coli (EAEC)
32
b. Shigella
Di negara sedang berkembang, di perkirakan insidens
Shigella sekitar 10% dari penyebab diare akut, tapi di Indonesia
hanya 1-2% saja. Ada spesies yang sering menyebabkan diare akut,
misalnya:
Shigella flexneri
Shigella sonnei
Shigella dysentriae, dan
shigella boydii
shigella spp menimbulkan diare berdarah
c. Campylobacter yeyuni
Diare akut oleh Campylobacter pertama kali dilaporkan
pada tahun 1972, akan tetapi isolasi kumannya baru dapat
dilakukan oleh Skirrow pada tahun 1977. Di negara berkembang
insidensinya berkisar antara 5-14%. Di RS Cipto, Suharyono
menemukan 5% penyebab diare akut pada tahun 1881,kemudian di
Bandung oleh Myrna, dkk. 8.39%. Campylobacter juga
menyebabkan diare berdarah.
d. Salmonella
Di klinik Salmonella yang menyebabkan diare akut disebut
sebagai non typhodial Salmonellosis, dan paling sering disebabkan
oleh Salmonella paratyphi. Lima persen golongan Salmonella ini
menimbulkan diare berdarah.
33
e. Yersinia
Merupakan bakteri penyebab diare akut berdarah atau
dysentriform, di Indonesia belum diketahui frekwensinya karena
belum ada penelitian mengenai hal ini berhubung susahnya media
untuk perbenihnya.
f. VibrioVibrio sering menimbulkan kejadian luar biasa diare akut.
Ada 2 tipe, yaitu tipe EI Tor dan Klasik dengan dua subtipe Ogawa
dan Inaba. Insidenya berkisar 1-2% dari diare akut.
3. Parasit
Entamoeba Histolytica, insidenya rendah sekali, kurang dari 1%
Giardia Lamblia biasanya menyerang anak usia 1-5 tahun,
terutama pada anak dengan KKP
Crytosporidium, di negara berkembang frekwensinya anatar 4-
11%. Di Indonesia angkanya masih belum diketahui. Sering terjadi
pada penderita AIDS
B. Malabsorpsi
Biasanya terjadi kerana malabsorpsi Karbohidrat, jarang sekali diare
akut yang terjadi karena malabsorpsi lemak protein.
C. Alergi
misalnya alergi terhadap susu sapi atau Cows milk protein sensitive
enteropathy (CMPSE) atau alergi karena makanan lain.
D. Keracunan makanan
34
Diare yang terjadi karena keracunan makan terjadi karena :
Makanan tersebut mengandung zat kimia beracun.
Makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, misalnya:
Clostridium spp. dan Staphylococcus spp.
E. Imunodefiensi
Misalnya pada penderita Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)
F. Lain-lain
Misalnya oleh karena defek anatomis, seperti malrotasi, hirschsprungs
disease dan short bowel syndrome.
Etiologi yang memungkinkan pada kasus diare akut pada pasien ini adalah
adanya infeksi dari Rotavirus. Hal tersebut didasarkan dari tidak adanya darah
dari fesesnya serta menurut epidemiologi di Indonesia untuk bayi dibawah umur 2
tahun yang mengalami diare akut, kebanyakan disebabkan oleh infeksi Rotavirus.
2.3. Patomekanisme
1. Diare Sekretorik
Diare Skretorik adalah diare yang terjadi akibatnya aktifnya enzym
Adenylat siklase. Enzim ini akan mengubah ATP menjadi cycli AMP.
Akumulasi cAMP akan menyebabkan sekresi aktif air, ion CI, Na, K dan
HCO3 ke dalam lumen usus
Adenylcyclase ini diaktifkan atau dirangsang oleh toksin dari
mkroorganisme sebagai berikut:
35
- Vibrio
- ETEC
- Shigela
- Clostridium
- Salmonella, dan
- Campylobacter
Akan tetapi, toksin yang paling kuat aktifasinya mengaktifkan
Adenylcyclase adalah toksin dari vibrio.
2. Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi
mikroorganisme ke dalam mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan
pada mukosa usus tersebut. Diare invasif disebabkan oleh ;
- Rotavirus (diarenya tidak berdarah)
- Bakteri : Shigella
Salmonella
Campylobacter diare berdarah
EIEC
Yersina
- Parasit : Amoeba
Khususnya pada shigella, setelah kuman melewati barier asam
lamung, kuman masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil
mengeluarkan Etorotoksin ini akan merangsang enzim Adenylsiklase
merubah ATP menjadi CAMP sehingga terjadi diare skretorik (tidak
36
berdarah). Bakteri ini adanya peristaltik usus sampai di colon. Di colon,
bakteri ini akan melakukan invasi, membentuk mikro-mikro ulkus yang
disertai dengan serbuan sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala diare
yang berlendir dan berdarah.
Pada Rotavirus, setelah masuk ke dalam traktus digestivus,
berkembang biak dan masuk ke dalam apikal usus halus, kemudian bagian
apikal dari villu tersebut akan rusak dan diganti dengan bagian kripta yag
belum matang (immatus, berbentuk kuboid atau gepeng). Karena sel ini
masih immatur, sel ini tidak dapat berfungsi normal sehingga
menimbulkan diare dan tidak bisa menghasilkan enzim laktase atau
disakardise panas yang tidak begitu tinggi, batuk pilek,dan muntah-
muntah.
3. Diare Osmotik
Diare Osmotik adalah diare yang terjadi kerena tingginya tekanan
osmotik di lumen usus sehingga menarik cairan dari intraseluler ke dalam
lumen, sehingga menimbulkan watery diarhhea. Paling sering di sebabkan
oleh malabsorpsi karbohidrat.
2.4. Kriteria Diagnosis
Anamnesa
- BAB lebih cair/ encer dari biasanya, frekuensi ≥ 3x/hr
- apakah BAB nya disertai darah (desentri)
- muntah +/- nyeriperut, panas badan
Pemeriksaan fisik
37
- keadaan umum : tampak lemah
- kesadaran : komposmentis/ alert
- suhu tubuh tinggi
- nadi cepat dan lemah
- pernapasan agak cepat
- inspeksi:mata cekung , mulut dan bibir kering, berat badan
menurun (tanda dan gejala dehidrasi)
- perkusi : adanya distensi abdomen
- palpasi : turgor kulit kurang elastic
- auskultasi :terdengar bising normal
Laboratorium
- feses ; dapat disertai darah atau lendir, leukosit,
- darah :gangguan elektrolit dan gangguan hati
Pemeriksaan penunjang
- feses rutin
- lab darah
2.5. Manifestasi klinis :
Manifestasi klinis penderita diare biasanya berupa kekurangan cairan atau
dehidrasi. Pertama penderita harus dinilai derajat dan kemudian masalah lain yang
biasanya berhubungan dengan diare. Basanya kedua langkah ini diselesaikan
sebelum pengobatan diberikan. Namun begitu, bila anak mengalami dehidrasi
berat, membuat dan melaksanakan pemeriksaan lengkap harus ditunda sehingga
tidak terlambat diberikan pertolongan.
38
Untuk menentukan derajat dahidrasi maka dapat dilihat berdasarkan tabel 1.
Tabel 1. Penilaian Drajat Dehidrasi
Penilaian A B C1.Lihat :keadaan umum
Mata
Air mataMulut dan LidahRasa Haus
Baik, sadar
Normal
AdaBasahMinum biasaTidak haus
*Gelisah, rewel
Cekung
Tidak adaKering*Haus, ingin minum banyak
*Lesu, lunglai atau tidak sadarSangat cekung dan keringTidak adaSangat kering*Malas minum atau tidak bisa minum
2.Periksa :Turgor Kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
3.Derajat dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ sedang
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda lain
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda lain
4. Terapi Rencana terapi A
Rencana terapi B Rencana terapi C
Pada pasien ini ditemukan beberapa tanda dan gejala dari dehidrasi yang
diakibatkan oleh diare akut, yaitu : gelisah atau rewel, ingin minum/terlihat haus,
air mata tidak ada, dan mulut kering. Didasrakan dari beberapa hal tersebut, diare
yang terjadi pada kasus kali ini mengakibatkan pasien masuk ke dalam kriteria
dehidrasi ringan-sedang, dan penatalaksanaan pada pasien ini menggunakan
“Rencana Terapi B”.
39
2.6. Penatalaksanaan
A. Rehidrasi
1. Terapi A :
- ORALIT
2. Terapi B (dehidrasi ringan/ sedang)
- Oralit 75 ml/Kg BB/3 jam
- BB tidak diketahui :
< 1 TH : 300 ml
1 - 4 TH : 600 ml 3 Jam I
5 TH : 1200 ml
setelah 3 jam pertama :
n < 1 TAHUN : 50 - 100 ml/ MENCRET
n 1 - 2 TAHUN : 200 ml/ MENCRET
n 2 - 5 TAHUN : 400 ml/ MENCRET
3. Terapi C (dehidrasi berat)
- Menggunakan cairan RL
- Usia < 1 tahun :
1 Jam ke-1 --> 30 ml/Kg BB
5 Jam ke-2 --> 70 ml/ Kg BB
- Usia > 1 tahun :
1/2 Jam ke-1 --> 30 ml/Kg BB
2 1/2 Jam ke-2 --> 70 ml/Kg BB
40
A. Rencana terapi A---- Mengobati diare di rumah
Tiga cara dasar terapi di rumah adalah sebagia berikut
- Beri anak cairan lebih banyak dari biasanya, untuk mencegah dehidrasi
larutan oralit, makanan yang cair (sup, air tajin)
- Beri tablet zinc
- anak dibawah 6 bln ; 10 mg (1/2 tablet) per hari
- anak diatas 6 bln : 20 mg (1 tablet) per hari
- zinc diberikan selama 10-14 hari
- Beri anak makanan yang cukup bergizi, untuk mencegah kekurangan
gizi
teruskan pemberian ASI,jika anak tidak mendapat ASI berikan
susu yang biasa diberikan
jika usia anak < 6 bulan dan belum mendapat makanan padat dapat
diberikan susu yang diencerkan dengan air yang sebanding selama
2 hari
untuk anak usia 6 bulan/ lebih atau telah mendapat makanan padat
- berikan bubur atau campuran tepung lainnya,bila mungkin
dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging atau ikan
- berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah
kalium
- dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6x
sehari
- berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan
berikan makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
41
- Anak harus diberi oralit dirumah bila :
setelah mendapat rencana terapi B dan C
tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk
memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke
petugas kesehatan merupakan kebijakan dari pemerintah
- Bawa anak ke sarana kesehatan bila diarenya tidak membaik dalam 3
hari atau timbul gejala lain yang serius, seperti :
mencret makin sering
muntah berulang-ulang
sangat haus
makan atau minum sedikit/ tidak mau sama sekali
demam
BAB berdarah
Tabel 2. Jumlah oralit yang di berikan sehabis buang air besar
UmurJumlah Oralit yang
diberikan tiap BAB
Jumlah oralit yang disediakan
di rumah
<12 bulan 50-100 cc 400 cc /hr (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 cc 600-800 cc/hr, 3-4 bungkus
>5 tahun 200-300 cc 800-1000 cc/hr, 4-5 bungkus
Dewasa 300-400 cc 1200-2800 cc
B. Rencana Terapi B
Pemberian oralit diberikan dalam 3 jam pertama : oralit yang diberikan
dengan mengalikan berat badan penderita (kg) dengan 75ml. Bila berat badan
anak tidak mengetahui dan atau untuk memudahkan di lapangan, berikan oralit
“paling sedikit” sesuai tabel tabel 3 di bawah :
42
Tabel 3. Pemberian oralit berdasarkan umur pada terapi B
Umur < 1 thn 1-5 thn >5 thn Dewasa
Jumlah oralit 300 cc 600cc 1200 cc 2400 cc
jika anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah
dorong ibu untuk meneruskan ASI
untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mend
apat ASI berikan juga 100-200ml air masak selama masa ini
setelah 34 jam, nilai kembali kondisi anak,kemudian pilih rencana terapi A,B atau
C untuk melanjutkan terapi
bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana terapi A, bila dehidrasi
sudah hilanganak biasanya kencing, dan lelah kemudian
mengantuk dan tidur
bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi rencana
terapi B tetapi tawarkan makanan, susu dan sari buah seperti
rencana terapi A
bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana
terapi C
Beri tablet zinc
- anak dibawah 6 bln ; 10 mg (1/2 tablet) per hari
- anak diatas 6 bln : 20 mg (1 tablet) per hari
- zinc diberikan selama 10-14 hari
C. Rencana Terapi C
43
Pada recana terapi C diberikan cairan intravena berdasarkan usia yang
terlihat pada tabel 4
Tabel 4. pemberian cairan intravena pada terapi C
Umur Pemberian I 30 ml/kg dalam Kemudian 70 ml/kg dalam
Bayi < 12 bulan 1 jam* 5 jam
Anak > 1 tahun 1/2 jam * 2 1/2 jam *
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali penderita tiap1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai pecepat
tetesan IV
Juga berikan oralit ( 5 ml/kg/jam ) bila penderita bisa minum; biasanya
setelah3-4 jam (bayi) atau 3 jam (anak)
Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai kembali penderita
menggunakan bagan penilaian. kemudian pilihlah rencana yang sesuai
(A,B,atauC) untuk melanjutkan pengobatan.
Beri tablet zinc
- anak dibawah 6 bln ; 10 mg (1/2 tablet) per hari
- anak diatas 6 bln : 20 mg (1 tablet) per hari
- zinc diberikan selama 10-14 hari
2. Pemberian Makan
Tidak dipuasakan
ASI atau makanan diteruskan
Makanan porsi kecil, sering dan rendah serat
44
Pada diare osmotik, yang menggunakan susu formula maka susunya
diganti dengan susu yang rendah atau bebas laktosa.
3. Medikamentosa
Banyak macam obat-obatan dan kombinasi obat dijual untuk
pengobatan diare akut. Obat-obat antidiare yang meliputi : antimotilitas
misalnya (loperamid,diphenoxxylate, codein, opium; absorbent (misal norit,
kaolin, attapulgit, smectie). Tidak satupun obat-obatan ini terbukti mempunyai
efek yang nyata untuk diare dan beberapa malahan mempunyai efek yang
membahayakan (seperti ileus paralitik dan bakteri tumbuh lampau ).
Antibiotika digunakan secara selektif pada kasus:
1. Diare berdarah, sebagai obat pilihan pertama adalah kotrimoksazole
dengan dosis 50mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, selama 5 hari.
2. Kolera, dengan menggunakan tetrasiklin, dosis 50mg/kgbb/hari
dibagi3-4 dosis, selama 3 hari
3. Amuba/giardia, dengan menggunakan mentronidazole, dosis 30-
50mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis, selama 5-7 hari.
4. Probiotik
Akhir-akhir ini lebih berkembang penelitian tentang penggunaan
probiotik dalam penatalaksanaan diare, terutama pada anak. Dengan
45
mrmanipulasi keberadaan mikrobiota probiotik dalam usus dan memelihara
ekosistem tersebut.
Definisi : bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makan yang
mempunyai pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan, baik pada manusia
dan binatang dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal.
Jenis-jenis probiotik
Lactobasili : L acidophilus, L casei, Ldelbrucki subsp bulgaris,
Lbrevis, L celobious, Lcurvatus, L fermentum, L plantarum.
Kokus gram positif : lactococus lactis subsp Cremoris,
Streptococcus Salvarius subsp. Thermophylus, Enterococus
faecium, S diaacetylactis, S intermedius.
Bifidobakteria : B bifidum, B adolescentis, B animalis, Binfatis, B
longum, B thermophylum.
Lactobacillus GG adalah suatu strain bakteri probiotik yang resisten
terhadap asam lambung dan asam empedu, digunakan untuk pencegahan diare
pada pada anak dengan resiko tinggi di negara berkembangan, secara
signifikan dapat menurunkan insiden diare pada bayi yang minum susu botol,
tetapi tidak banyak pengaruhnya pada kelompok yang minum ASI .
Mekanisme kerja probiotik pada diare antara lain :
46
1. Menurunkan pH usus melalui stimulasi bakteri penghasil laktat
sehingga menciptakan suasana yang tidak menguntungkan untuk
pertumbuhan bakteri patogen
2. Efek antagonis langsung terhadap bakteri patogen
3. Kompetisi perlekatan pada reseptor bakteri patogen oleh bakteri
probiotik
4. Memperbaiki fungsi imun dan stimulasi sel imunnomodolator
dengan cara meningkatkan produksi antibody dan memobilitasi
makrofag, limofisit dan sel imun lain.
5. Kompetisi nutrien dan faktor pertumbuhan
6. Meningkatkan produksi musin mukosa usus sehingga
meningkatkan respon imun alami.
2.7. Konseling
Pencegahan diare :
Pemberian ASI
Perbaikan makanan pedamping ASI
Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
Cuci tangan
Pengunaan jamban
Pembuangan tinja bayi yang aman
Imunisasi campak
Pencegahan dehidrasi :
47
menyediakan oralit dirumah
memberikan informasi bagaimana mencampur oralit
memberikan informasi bagaimana memberikan oralit
meneruskan pemberian ASI
memberikan makanan sebelum dan sesudah diare
kapan harus kembali
mengenali tanda-tanda dehidrasi (untk balita, ibu disarankan untuk meraba
fontanelnya apakah sudah tertutup atau belum)
2.8. Pencegahan
air minum yang bersih dari sumber air yang terjaga kebersihannya dan
dimasak
pengolahan makanan yang dimasak dengan baik
cuci tangan dengan sabun setelah BAB, sebelum makan dan sebelum
menyiapkan makanan
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Garna Herry, Melinda Heda ed. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. RSHS. Bandung : 2005
2. Huather Mc.Cance. Patophysiology The Biologic Basis for Disease in adult and children. Elvesier. Philadelphia:2006
3. Kliegmen Robert, Behermen Richard et all. Nelson Texbook of Pediatric. Elsevier. Philadelphia : 2007
4. DEPKES RI. Modul pelatihan pemberantasan penyakit diare bagi supervisor
tatalaksana penderita diare. Jakarta; 1994.
5. WHO. Pneumonia. 2012; Fact Sheets]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/.
49