documentbp

56
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia lobularis. Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto dada. Dalam program penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat penyakit. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima

Upload: silvana-hitipeuw

Post on 10-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

jhvihj

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentBP

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu

pneumonia lobularis. Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim

paru. Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar

episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Biasanya sulit untuk

menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto

dada. Dalam program penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia

diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia

dan bukan pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan dengan

pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat penyakit.

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan

utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun. Pola

bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur

pasien.

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini

dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.

Tercatat bakteri sebagai  penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan

anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenza.

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia

berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini

dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu

Page 2: DocumentBP

2

timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan

dengan antibiotika yang tidak sempurna.

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok

walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas

disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit)

yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan

penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin

memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia

ini.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien

bronkopneumonia dan keluarganya di Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli

Kota Kendari.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk keluarga, dan

siklus keluarga) keluarga pasien bronkopneumonia.

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah

kesehatan pada pasien bronkopneumonia dan keluarganya.

c. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pasien

bronkopneumonia dan keluarganya.

C. Manfaat

1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran keluarga, serta

penatalaksanaan bronkopneumonia dengan pendekatan kedokteran keluarga.

Page 3: DocumentBP

3

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap

memberikan penatalaksanaan kepada pasien bronkopneumonia dilakukan

secara holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga

dalam proses penyembuhan.

3. Bagi Pasien dan Keluarga

Memberikan informasi kepada pasien dan keluargamya bahwa

keluarga juga memiliki peranan yang cukup penting dalam kesembuhan

pasien

Page 4: DocumentBP

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang

terbatas pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal

terminalis. Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan

pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan

berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri,

klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab.

Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian

bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa

distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam

etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau

beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak

Infiltrat.

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.

Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada

sejumlah penyebab noninfeksi seperti aspirasi makanan atau asam lambung,

benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid dan pnemonitis akibat obat.

Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobus atau lobularis,

alveoler atau interstisial

Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk

produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi

meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).

Page 5: DocumentBP

5

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-

paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda

asing.Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang

mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:

1. Pneumonia lobaris

2. Pneumonia interstisial

3. Bronkopneumonia.

Gambar 1, jenis-jenis pneumonia

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai

bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa

anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti

bakteri, virus, jamur dan benda asing.

Page 6: DocumentBP

6

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa

lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang

disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

B. Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan

utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita).

Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2

juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar

terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional

(SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia

disebabkan oleh penyakit sistem repiratori, terutama pneumonia.

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka

mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko

tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir

rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat,

malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri

patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi

industri atau asap rokok).

C. Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada

perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,

gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus

dan bayi kecil meliputi streptococcus group B dan bakteri gram negatif seperti

E. Colli, pseudomonas atau klebsiella. Pada bayi yang lebih besar dan anak

balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi streptococcus pneumonia,

Page 7: DocumentBP

7

haemophillus influenzae tipe B dan staphylococcus aureus. Sedangkan pada

anak yang lenih bedar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga

ditemukan infeksi mycoplasma pneumoniae.

Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,

disamping bakteri. Virus yang terbanyak ditemukan adalah respiratory

syncytial virus, rino virus dan virus para influenza. Patogen penyebab

pneumonia pada anak bervariasi bergantung pada :

1. usia

2. status imunologis

3. kondisi lingkungan

4. status imunisasi

5. faktor penjamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis

tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus

pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi

merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia)

Tabel 1. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari

Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Page 8: DocumentBP

8

Virus

Cytomegalovirus

Herper simpleks virus

3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B

Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza virus Ureaplasma urealyticum

Parainfluenza 1,2,3 Virus

respiratory syncytial virus Cytomegalovirus

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza virus

Page 9: DocumentBP

9

Parainfluenza virus

respiratory syncytial virus

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr virus

Influenza virus

Parainfluenza Rinovirus

Varisela zoster

Rino virus

respiratory syncytial virus

D. Patomekanisme

Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam

saluran penafasan bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan

hematogen.

Dalam keadaan normal saluran nafas mulai dari trakea ke bawah

berada dalam keadaan steril dengan adanya mekanisme pertahanan paru-paru

Page 10: DocumentBP

10

seperti refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang

terinfeksi, refleks batuk, pergerakan sel silia, sekret mukus, sel fagositik dan

sistem limfatik. Infeksi paru terjadi apabila mekanisme ini terganggu atau

mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan virulensi.

Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan

bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme

pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen

adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan

imunoglobulin lain. Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui

saluran nafas, mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses

peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

Gambar 2. Patomekanisme pneumonia

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Page 11: DocumentBP

11

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan

permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini

ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di

tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun

dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin

dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan

peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak

yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka

perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh

sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu

( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena

menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan

cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti

hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal

sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat

singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Page 12: DocumentBP

12

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah

putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini

endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon

imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan

diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya

semula.

Gambar 3. Patomekanisme Pneumonia

E. Manifestasi Klinis

Page 13: DocumentBP

13

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas

bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai

390-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak

sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan

cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak

dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari,

di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan

mulut, retraksi sela iga.

Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

Perkusi : Sonor memendek sampai beda

Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai

ronki basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada

luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya

kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung

halus sampai sedang. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa

pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-

tanda itu tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas

cuping hidung (neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas

interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai

pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia

berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas

Page 14: DocumentBP

14

bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus

melemah, suara nafas melemah dan ronkhi.

Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui

beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan

memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan

anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik karena

umumnya kelainan patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi

biasanya karena adanya efusi pleura.

WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :

- usia kurang dari 2 bulan : ≥ 60 kali per menit

- usia 2 bulan -1 tahun : ≥ 50 kali per menit

- usia 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali per menit.

Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi basah halus khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada bayi. Pada bayi dan anak kecil karena kecilnya volume thorak biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.

F. Diagnosis

Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993

adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :

sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan

dinding dada

peningkatan suhu tubuh

Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

Page 15: DocumentBP

15

Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan

limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang

predominan)

1. Anamnesis

Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului

dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain

batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut,

menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya

anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering

menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran,

kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri

abdomen disertai muntah.

2. Pemeriksaan Fisik

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan

kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu,

retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih

besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah

takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah

demam, batuk (non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang

ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan

remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri

dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni

ditemukan hal-hal sebagai berikut :

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,

suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Page 16: DocumentBP

16

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak

menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka,

namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis)

maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang

melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

G. Diagnosis Banding

Bronkopneumonia didiagnosa banding dengan :1. Bronkiolitis

a. Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun

b. Hiperinflasi dinding dada

c. Ekspirasi memanjang

d. Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai

e. Tidak ada respon dengan bronkodilator

2. Aspirasi pneumonia

a. Riwayat tiba-tiba tersedak

b. Stridor atau distres pernafasan tiba-tiba

c. Wheeze atau suara pernafasan menurun yang bersifat fokal

3. Tb paru primer

a. Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa positif

b. Uji tuberkulin positif (>10mm, pada keadaan imunosupresi > 5mm)

c. Penurunan berat badan

d. Demam (>2minggu) tanpa sebab yang jelas

e. Batuk kronis > 3 minggu

f. Pembesaran KGB

Page 17: DocumentBP

17

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan

gambaran klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks

posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada

pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti

takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang

melemah.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :

Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air

bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut

dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai lesi tunggal yang

biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu

tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round

pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada

kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas

hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan

peribronkial.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah

leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni

viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak

melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan) dan bakteri

leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang

Page 18: DocumentBP

18

predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta

peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan

hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat

invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

3. C-Reactive Protein

Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.

Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP

distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor

necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai

diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi,

infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar

CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP

kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.

4. serologis

Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi

pada infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat

mengkonfirmasi diagnosis.

5. Pemeriksaan mikrobiologi

Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan

pemeriksaan mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi

nasopharing, sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya

pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis

maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik

hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.

Page 19: DocumentBP

19

I. Penatalaksanaan

1. Penatalaksaan umum

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang

atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr

b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

2. Penatalaksanaan khusus

a. mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak

diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi

reaksi antibiotik awal.

b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu

tinggi.

c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72

jam pertama) menurut kelompok usia.

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

Page 20: DocumentBP

20

- makrolid (eritromisin)

Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak

dapat menerima obat peroral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat.

Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol,

ceftriaxone, dan cefotaxim. Pemberian antibiotik oral harus

dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotik intra

vena.

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

Berat ringan penyakit

Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Nutrisi

Pada anak dengan distres pernafasan berat, pemberian makanan

peroral harus dihindari. Makanan dapat dberikan lewat NGT atau intravena. Jika

memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.

Perlu dilakukan pemantauan cairan agar anak tidak mengalami

overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon

antidiuretik.

Kriteria rawat inap:

Bayi

saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis

frekuensi nafas > 60 x/ menit

distres pernafasan, apneu intermiten

Page 21: DocumentBP

21

tidak mau minum atau menetek

keluarga tidak bisa merawat dirumah

Anak

saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis

frekuensi nafas > 50 x/ menit

distres pernafasan

terdapat tanda dehidrasi

keluarga tidak bisa merawat dirumah

Kriteria pulang:

gejala dan tanda pneumonia menghilang

asupan peroral adekuat

pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah

keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana

kontrol

kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

J. Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri

dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau

penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan

osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi

hematologi.

K. Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi

didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan

datang terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.

Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan

peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan

Page 22: DocumentBP

22

memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-

duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi

memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh

faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

Page 23: DocumentBP

23

BAB III

KUNJUNGAN RUMAH

Tanggal kunjungan rumah : 18 Mei 2015

Tempat : Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli

A. Identitas Pasien

Nama : An. F

Umur : 8 bulan

Anak ke : Pertama

Jenis kelamin : Laki-Laki

Suku : Bugis

Alamat : Kelurahan Lapulu RT/RW

Tabel 2. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Dalam Satu Rumah

No.Nama anggota

UmurL/P

Hubungan keluarga

Pendidikan/ pekerjaan

Keadaan fisik

1. Tn. Amir L/57 Tahun KK Pensiunan PPOK2. Ny. Siti P/55 Tahun Istri PNS DM3. Ny. Ika P/26 Tahun Anak SMA Sehat4. An. Ferrel P/4 Tahun Cucu Belum sekolah Penderita

Page 24: DocumentBP

24

Gambar 8. Genogram keluarga

Keterangan:

B. Anamnesis

Keluhan Utama: Batuk (alloanamnesis oleh ibu pasien)

Riwayat Penyakit Sekarang

Batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk berdahak, pilek tidak ada

Demam sejak 4 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak terus menerus,

tidak menggigil, dan tidak disertai kejang

Muntah 4 hari yang lalu, frekuensi 2 kali, banyaknya 3-4 sdm/kali, isi sisa

minuman.

Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, tidak berbunyi menciut,

tidak diengaruhi oleh makanan, cuaca dan aktivitas.

Anak saat ini mendapatkan ASI dan susu formula

Riwayat tersedak sebelumnya disangkal

Riwayat atopi atau biring susus tidak ada

Riwayat kontak dengan unggas mati mendadak tidak ada

BAK jumlah dan warna biasa

Riwayat Penyakit Terdahulu

Laki-laki

Perempuan

Penderita PPOK

Perempuan penderita DM

Penderita BP

Page 25: DocumentBP

25

Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

dengan yang dialami pasien. Nenek pasien menderita penyakit DM, dan

Kakek pasien menderita PPOK.

Riwayat Kehamilan

G1P1A0, Bayi S dalam kandungan selama 38 minggu. Ibu pasien rutin

memeriksakan kandungannya ke bidan setempat.

Riwayat Kelahiran

Lahir spontan, ditolong bidan , langsung menangis kuat, BB

lahir 3800 gram, panjang lahir 49 cm

Riwayat Nutrisi

Pasien masih diberi ASI sampai sekarang, makanan penyerta diberikan

ketika usia 4 bulan

Riwayat Imunisasi

BCG : 1 x saat berumur 2 bulan

Polio : 2x

DPT : 2x

Campak : belum dilakukan

Hepatitis : 1x

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Sakit ringan, compos mentis

Page 26: DocumentBP

26

Tanda Vital

Frekwensi nadi : 118x/menit

Frekwensi napas : 52 x/menit

Suhu : 37,1 oC

Berat badan : 11 Kg

Panjang Badan : 78 cm

Lingkar Kepala : 47cm

Status Gizi : Gizi anak baik

Kepala : Normosefal, rambut panjang beruban

Kulit : dalam batas normal

Mata : konjungtiva anemis-/- , sclera ikterus -/-

Telinga : Kedua telinga tidak tampak sekret

Hidung : Deviasi septum (-), secret (+)

Mulut : Somatitis (-), lidah kotor (-), Sianosis (-)

Tenggorok : Hiperemis (-)

Tonsil : T1-T1 hiperemis (-)

Leher : KGB tidak membesar

Thorax :

Pulmo

Inspeksi : Dada simetris kira = kanan, retraksi (+) subcostal,

Palpasi : Sela iga kiri=kanan, vocal premitus normal kiri =

kanan

Perkusi : sonor kiri = kanan

Auskultasi : BP : Bronkovesikuler BT :Ronki (+/+)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis

sinistra

Page 27: DocumentBP

27

Perkusi : Pekak

Batas kiri pada linea midclavicularis sinistra

Batas kanan pada linea parasternalis dextra

Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni regular

Abdomen

Inspeksi : Tampak cembung

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus kesan normal

Genito Urinaria: Dalam batas normal

Ekstremitas :

Edema : Tidak ada udema

Akral dingin : Tidak

Cap refill : Normal

Pemeriksaan Kelenjar Limfe

Leher; Kanan : Normal Kiri : Normal

Axilla Kanan : Normal Kiri : Normal

Inguinal Kanan : Normal Kiri : Normal

D. Pemeriksaan Penunjang yang Diperlukan

1. Darah Rutin

2. Foto Thorax

3. C-Reactive Protein

4. Mikrobiologi

Page 28: DocumentBP

28

E. Alasan Mengapa Diperlukan Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Rutin: Melihat adanya leukositosis dan membedakan apakah

disebabkan oleh virus atau bakteri

2. Foro thorax: Menyingkirkan diagnosis banding bronkiolitis, aspirasi pneumonia atau TB paru

3. C-Reactive Protein: Untuk melihat penyebab apakah kuman atau bakteri

4. Mikrobiologi: mengetahui jenis kuman, dan membantu dalam pengobatan antibiotik

Hasil Laboratorium

Tidak dilakukan pemeriksaan

F. Diagnose Kerja

Bronkopneumonia (BP)

G.Diagnosis Banding

1. Bronkiolitis2. Aspirasi Pneumonia3. Tuborculosis Paru

H. Penyelesaian Masalah yang Dihadapi

1. Menyarankan ibu pasien untuk mematuhi aturan dari puskesmas dan memberikan obat secara teratur

2. Menyarankan ibu pasien untuk semakin rajin member ASI dan makanan bergizi ditingkatkan

3. Menyarankan ibu pasien untuk memberikan imunisasi lengkap pada pasien

4. Menyarankan ibu agar tidak mencium pasien atau memakai penutup mulut jika sedang batuk

5. Menyarankan ibu untuk menjaga kebersihan sehari-hari

Page 29: DocumentBP

29

I. Kapan Menurut Anda Pasien Ini Perlu Dirujuk

Kasus Bronkopneumonia yang tanpa disertai dengan penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum di puskesmas/pusat pengobatan primer.

Pasien bronkopneumonia yang lama, tidak sembuh-sembuh, serta disertai sesak yang hebat dapat dikelola oleh dokter umum maupun dokter ahli paru/penyakit dalam.

J. Penjelasan yang Disampaikan Kepada Pasien dan Keluarga Tentang Penyakit yang Diderita

1. Menjelaskan pada ibu pasien tentang penyakit yang diderita pasien.

2. Menjelaskan pada ibu pasien bahwa penyakit pasien tidak menular.

3. Menjelaskan pada ibu pasien bahwa pasien harus diberikan imunisasi yang lengkap

4. Menjelaskan pada ibu pasien untuk member ASI maupun makanan dengan gizi yang cukup kepada pasien

5. Menjelaskan pada ibu pasien tentang komplikasi yang dapat terjadi serta gejala-gejalanya. Sehingga pasien dapat langsung memeriksakan anaknya ke petugas kesehatan terdekat bila timbul gejala yang mengkhawatirkan

K. Penjelasan yang Anda Sampaikan tentang Peran Pasien dan Keluarganya dalam Proses Penyembuhan Penyakit yang Diderita

1. Memberitahu keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita pasien2. Memberi tahu kepada pada ibu pasien untuk menjaga kebersihan

sehari-hari3. Memberi tahu pada ibu pasien agar rajin memeriksakan anaknya di

puskesmas dan minum obat secara teratur4. Menyarankan pada ibu pasienuntuk melengkapi status imunitas

pasien5. Menjelaskan pada ibu pasien agar memakai masker jika sedang batuk6. Menjelaskan kepada kakekpasien yang suka merokok agar tidak

merokok di dekat pasien

Page 30: DocumentBP

30

L. Penyuluhan yang Anda Lakukan Pada Pasien dan Keluarganya

1. Edukasi tentang bronkopneumonia

2. Memberikan ASI dan makanan bergizi

3. Pentingnya pemberian imunisasi lengkap

4. Melakukan pola hidup sehat

M.Upaya Pencegahan Yang Anda Sampaikan Kepada Keluarga Pasien

A. Primer:

1. Edukasi pada ibu pasien dan keluarga bahwa mencegah terjadinya penyakit serta jauh lebih baik daripada mengobati.

2. Menjelaskan pada ibu pasien dan keluarga bahwa dengan menghindari factor pencetus dapat menyembuhkan keluhan pasien, bahkan tanpa obat.

3. Edukasi pada ibu pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dan pola hidup sehat

4. Edukasi bahwa penyakit yang diderita pasien tidak menular

B. Sekunder:

1. Mencegah timbulnya komplikasi dengan memotivasi ibu pasien untuk rajin berobat dan kontrol ke pelayanan kesehatan

2. Memberi informasi pada ibu pasien untuk memberikan ASI dan makanan yang bergizi

C. Tersier:

1. Jika ada keluhan segera melakukan konstultasi ke pelayanan kesehatan

2. Melakukan penyuluhan kepada keluarga dan pasien yaitu di butuhkan kerja sama antara anggota keluarga dan ibu pasien untuk mengobati pasien dari bronkopneumonia dan agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat

Page 31: DocumentBP

31

N. Kegiatan yang Dilakukan Saat Kunjungan Rumah

Melakukan kunjungan rumah, memantau kondisi pasien, melakukan

diagnosis holistik, melakukan pengobatan dan intervensi.

O. Diagnosis Holistik

1. Aspek personal Ibu Pasien masih belum sadar akan penyakit yang diderita anaknya, dan belum menyadari pentingnya imunisasi dasar lengkap

2. Aspek risiko internalFaktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien saat ini yaitu: umur, imunologis, imunisasi, kondisi lingkungan dan factor penjamu (Gizi, dll)

3. Aspek psikososial keluargaPasien disayangi oleh kedua orang tua juga nenek dan kakeknya

P. Diagnosis Sosial, Ekonomi, Pencarian Pelayanan Kesehatan Dan Perilaku

1. Sosial Hubungan Ibu pasien dengan tetangga atau orang sekitar baik, saling membantu jika ada kesulitan

Tidak ada masalah baik di rumah, maupun dengan tetangganya

2. Ekonomi Ibu Pasien pekerja swasta Sehari-hari biaya kehidupan ibu

pasien berasal gaji pasien yang bekerja sebagai pegawai swasta

Penghasilan pasien Rp 2.000.000 per bulan

3. Penggunaan pelayanan kesehatan

.

Jika pasien sakit maka ibu pasien lebih sering ke puskesmas dari pada rumah sakit.

Kurangnya pengetahuan tentang bronkopneumonia dan dampaknya.

4. Perilaku yang tidak menunjang kesehatan.

Ibu pasien tidak memberikan ASI eksklusif

Ibu pasien tidak memperhatikan status imunisasi pasien

Kakek pasien sering merokok di dekat pasien

Q. Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Kehidupan Keluarga

Page 32: DocumentBP

32

Faktor Keterangan Kesimpulan tentang faktor pelayanan

kesehatanSarana pelayanan kesehatan yang digunakan oleh keluarga

Puskesmas dan Rumah sakit

Memuaskan

Cara mencapai sarana pelayanan kesehatan tsb

Pakai motor pribadi Terjangkau

Tarif pelayanan kesehatan yang dirasakan

(sangat mahal,mahal, terjangkau, murah, gratis)

Terjangkau karena menggunakan BPJS

Kualitas pelayanan kesehatan yang dirasakan

(sangat baik, baik, biasa, kurang baik, buruk)

Baik

R. Lingkungan tempat tinggal

Kepemilikan rumah : (milik sendiri, kontrak, menumpang.)Daerah perumahan : (kumuh, padat, berjauhan, bersih, mewah,)

Rumah sendiri

Padat, bersih

Karakteristik rumah dan lingkungan Kesimpulan tentang faktor lingkungan tempat tinggal

Luas rumah : 18mx9mBertingkat / tidak Tidak bertingkatJumlah penghuni rumah : 4 orangKondisi halaman : bersih Lantai rumah dari : semen Dinding rumah dari : TembokKondisi dalam rumah : Bersih

S. Intervensi pada Keluarga

Hari / Tanggal INTERVENSI YANG DILAKUKAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT.

Kunjungan pertama,Senin/ 18 Mei 2015

Edukasi ibu pasien tentang bronkopneumoni Pengenalan tentang etiologi, gejala klinis, patofisiologi dan manajemen penatalaksanaan dan pencegahan. Metode edukasi yang diberikan berupa penyuluhan dan diskusi dengan ibu pasien.

Tindak lanjut, Senin/18 Mei

1. Menyarankan pada ibu pasien untuk kembali memeriksakan anaknya ke pelayanan kesehatan dan mengkomsumsi obat

Page 33: DocumentBP

33

2015 yang diberikan secara teratur  2. Memberikan ASI + makanan bergizi3. Menghindari rokok4. Memberikan imunisasi yang lengkap

Tindak Lanjut Follow up pasien tentang edukasi dan intervensi yang telah diberikan1. Mengedukasi ibu pasien untuk berobat ke puskesmas2. Sarankan ibu untuk menghindari mencium atau

menggunakan masker jika sedang batuk3. Sarankan kepada kakek pasien untuk tidak merokok dekat

pasien4. Menyarankan ibu pasien untuk melengkapi status imunisasi

dasar pasien5. Menyarankan ibu pasien untuk memberika ASI dan makanan

yang lebih, juga pemberian air putih yang cukuo kepada pasien

6. Jika batuk ataupun demam anak berlanjut beritahukan ibu untuk segera memeriksakan pasien ke puskesmas maupun tempat kesehatan terdekat

T. Identifikasi Fungsi Keluarga

1. Fungsi Biologis dan reproduksi

Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua

anggota keluarga dalam keadaan sehat kecuali pasien yang menderita

bronkopneumoni dan juga kakek pasien yang menderita PPOK dan enenk

pasien yang menderita diabetes mellitus. Kakek pasien juga memiliki

kebiasaan merokok didekat pasien

2. Fungsi Psikologis

Saat ini penderita tinggal dengan ayah dan ibu juga kedua kakek

dan neneknya. Ayah dan ibunya bekerja sebagai pegawai swasta.

Hubungan antar anggota keluarga baik. Semua masalah yang ada selalu

dibicarakan dengan bail dan keputusan diambil berdasarkan hasil

musyawarah dan kesepakatan bersama.

3. Fungsi Pendidikan

Page 34: DocumentBP

34

Pendidikan terakhir ibu pasien SMA, bapak S1 dan keinginan

keluarga untuk menyekolahkan anaknya sangat tinggi.

4. Fungsi Sosial

Penderita tinggal di kawasan yang penduduknya padat, jarak antar

rumah sekitar 1 meter. Hubungan dengan tetangga terjalin baik dan

pergaulan umumnya berasal dari kalangan menengah kebawah.

5. Fungsi ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

Sumber penghasilan dalam keluarga berasal dari bapak yang

bekerja sebagai pegawau swasta begitu juga ibu pasien. Kebutuhan

keluarga selalu terpenuhi dengan semampunya

BAB IV

Page 35: DocumentBP

35

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan yang daya dapatkan sebagai berikut:

1. Karakteristik dari pasien adalah pasien suami tinggal serumah dengan kedua

orang tua juga nenek dan kakek, ibu pasien memiliki jenjang pendidikan

SMA, saat ini bekerja sebagai pegawai swasta, memiliki rumah seluas 13x15

m, kebersihan dan kesehatan rumah cukup baik. Ibu Pasien memiliki

hubungan baik dengan anggota keluarga. Sehari-hari kakek pasien masih

merokok 2 bungkus perhari meskipun sudah dilarang oleh dokter puskesmas

ketika berobat. Pasien lahir normal dan cukup bulan dengan berat lahir

3800gran dan panjang lahir 49 cm, langsung menangis spintan dan ditolong

oleh bidan. Hanya mendapat ASI eksklusif sampai usia 4 bulan dan memiliki

riwayat imunisasi yang tidak lengkap.

2. Faktor risiko pada pasien ini terhadap Bronkopneumonia adalah:

a. Usia

Penyakit bronkopneumonia banyak menyerang anak usia bayi karena

mempunyai system kekebalan tubuh yang masih belum sempurna jadi

lebih gampang terkena penyakit ini. Pada kasus didapatkan pasien berusia

8 bulan dimana penyebab tersering terjadinya bronkopneumonia bisa

disebabkan oleh bakteri streptococcus pneumoniae maupun RSV

b. Kondisi Lingkungan

Adapun salah satu factor yang mungkin berperan dalam timbulnya

penyakit bronkopneumonia pada pasien ini yaitu kakek pasien yang

menderita PPOK dan sering merokok didekat pasien setiap. Dimana

paparan asap rokok dari kakek pasien yang menyebabkan terjadinya

bronkopneumonia yang didukung oleh status imunitas pasien yang masih

rendah.

Page 36: DocumentBP

36

c. Status Imunisasi

Status imunisasi pasien yang tidak lengkap dapat menimbulkan

kekebalan tubuh yang dibentuk oleh tubuh pasien itu kurang bahkan tidak

ada, sehingga pasien lebih rentan untuk terkena bronkopneumonia

dibandingkan dengan bayi yang memiliki status imunisasi yang baik

d. Status Imunologis

Status imunologis pasien yang mana pasien ini merupakan bayi

berusia 8 bulan dan status imunologisnya belum berkembang dengan baik,

bahkan mungkin belum ada sama sekali. Hal ini jika didukung dengan

kondisi lingkungan yang buruk dapat menyebabkan pasien menderita

pneumonia

3. Rencana pemecahan masalah kesehatan pasien PPOK dan keluarganya yaitu:

a. Melakukan edukasi kepada ibu pasien dan keluarganya tentang penyebab,

pencegahan dan terapi penyakit bronkopneumonia

b. Mengingatkan kepada ibu pasien pentingnya keteraturan berobat

c. Menghimbau kepada kakekpasien untuk mengurangi konsumsi rokok dan

tidak merokok di sekitaran pasien

d. Menganjurkan ibu pasien untuk memberikan pasien ASI dan makanan

yang bergizi

e. Memberi semangat dan dukungan kepada ibu pasien dan keluarga untuk

rajin berobat dan memberi motivasi pada ibu pasien bahwa mencegah

lebih baik daripada mengobati pada kasus pasien dengan

bronkopneumonia.

f. Menghimbau kepada keluarga agar memakai masker dan tidak mencium

pasien jika sedang sakit batuk dan pilek

g. Memberitahukan kepada ibu pasien mengenai pentingnya imunisasi dasar

dan menghimbau untuk melengkapi status imunisasi pasien yang belum

lengkap maupun terlambat.

Page 37: DocumentBP

37

h. Melakukan follow up pasien tentang edukasi dan intervensi yang telah

diberikan

B. Saran

1. Saran kepada pasien dan keluarga

a. Mengurangi mengkonsumsi rokok, terutama didekat pasien

b. Makan makanan yangs sehat dan pemberian ASI

c. Memberikan imunisasi lengkap kepada pasien

d. Memberikan semangat dan dukungan emosional kepada ibu pasien agar

pergi berobat dan minum obat secara teratur.

2. Saran kepada Petugas Kesehatan

a. Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada masyarakat

melalui penyuluhan-penyuluhan dalam usaha promotif dan preventif

kesehatan masyarakat khususnya penyakit seperti Bronkopneumoni.

b. Menggunakan metode yang lebih bersifat proaktif.

DAFTAR PUSTAKA

Page 38: DocumentBP

38

Alberta Medical Association. 2001. Guideline for The Diagnosa and

Management of Community Acquired Pneumonia Pediatric.

http:/www.albertadoctor.org.

Alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Pedoman pelayanan kesehatan anak di

rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO

Indonesia.th;2008. Hal 86-93

Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit

Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2006. Pedoman Diagnosis dan

Terapi. Surabaya.

Behrman Richard E, Kliegman Robert, Nelson Waldo E, Vaughan Victor C.

nelson textbook of pediatrics. 17th edition. EGC. Jakarta : 2000

Garna H dan Heda M.2005. Pneumonia Dalam Pedoman Diagnosis Dan Terapi

3rd Ed : Bagian IKA FK UNPAD Bandung.th ; 2010.Hal; 403 – 8

Ikatan dokter anak indonesia. 2010. Pedoman pelayanan medis jilid 1. jakarta :

pengurus pusat IDAI

Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatricia. Jogjakarta

Pedoman pelayanan kesehatan anak dirumah sakit. 2009. Jakarta : WHO

indonesia

Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2005.Unpad: Bandung

Rahajoe Nastiti N, Supriyanto Bambang, dkk. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi

Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. Th; 2010.hal; 351-

363

WHO. 2008. Global Action Plan for Prevention and Control Pneumonia.

LAMPIRAN

Page 39: DocumentBP

39