preskas bp mella

45
STATUS PASIEN I. IDENTITAS A. Identitas Pasien Nama : An. Rifqi Raizan Faristiansyah TTL/Umur : 21 Januari 2015 (5 bulan) Berat Badan : 6.3 kg Panjang Badan : 57 cm Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat : Jl.Kel.Tengah RT.05 RW.04 Kel.Kampung tengah Kec.Kramat Jati. Jakarta Timur Masuk RS : 23 Juni 2015 Pukul 13.44 WIB Tanggal pemeriksaan : 24 juni 2015 No. RM : 614248 B. Identitas Orang Tua Ayah Ibu Nama : Ryan Siti Usia : 21 tahun 24 tahun Agama : Islam Islam Pendidikan : SMP SD Pekerjaan : Supir Ibu Rumah Tangga Hub. dengan orangtua : Anak kandung (anak ke-3 dari 3 bersaudara) II. ANAMNESIS 1

Upload: mella-zastia-putri

Post on 12-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bp

TRANSCRIPT

Page 1: Preskas BP Mella

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

A. Identitas Pasien

Nama : An. Rifqi Raizan Faristiansyah

TTL/Umur : 21 Januari 2015 (5 bulan)

Berat Badan : 6.3 kg

Panjang Badan : 57 cm

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl.Kel.Tengah RT.05 RW.04 Kel.Kampung tengah

Kec.Kramat Jati. Jakarta Timur

Masuk RS : 23 Juni 2015 Pukul 13.44 WIB

Tanggal pemeriksaan : 24 juni 2015

No. RM : 614248

B. Identitas Orang Tua

Ayah Ibu

Nama : Ryan Siti

Usia : 21 tahun 24 tahun

Agama : Islam Islam

Pendidikan : SMP SD

Pekerjaan : Supir Ibu Rumah Tangga

Hub. dengan orangtua : Anak kandung (anak ke-3 dari 3 bersaudara)

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu pasien

A. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 2 hari SMRS, sesak dirasakan terus

menerus dan tidak berkurang.

B. Keluhan Tambahan

Keluhan disertai demam, batuk berdahak, dan pilek sejak malam SMRS.

1

Page 2: Preskas BP Mella

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak sejak 2 hari

SMRS dan demam sejak malam SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak

berkurang, ibu pasien tidak mengetahui pencetus sesak pada pasien. Selain itu, pasien

juga mengalami batuk berdahak dan pilek sejak malam SMRS. Dahak berwarna putih,

adanya bercak darah disangkal, dahak sulit untuk dikeluarkan. Mual dan muntah

disangkal oleh ibu pasien. Menyusu ASI tidak kuat. Buang air besar (BAB) normal,

tidak ada darah maupun lendir. Tidak terdapat gangguan pada buang air kecil (BAK).

Riwayat alergi dan asma disangkal. Riwayat kejang dan riwayat OAT disangkal.

Pasien sempat dibawa ke puskesmas namun belum mendapatkan pengobatan.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya sebanyak 3 kali sejak pasien

berumur 2 bulan, terakhir sebulan yang lalu.

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteri - Penyakit Jantung -

Cacingan - Diare - Penyakit Ginjal

(Sindroma Nefrotik)

-

Demam berdarah - Kejang - Penyakit Darah -

Demam Typhoid - Kecelakaan - Radang Paru 2 bulan

Otitis - Morbili - Tuberkulosis -

Parotitis - Varicella - Bronchitis -

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien menyatakan memiliki riwayat asma. kakak pasien berumur 5 tahun

memiliki riwayat kejang demam dan batuk pilek yang disertai sesak, namun tidak

tinggal serumah dengan pasien dan jarang bermain bersama. Keluarga yang tinggal

bersama pasien berjumlah 2 orang yaitu ayah dan ibu pasien.

F. Riwayat Kebiasaan dalam Keluarga

Ayah pasien merupakan seorang perokok aktif, ketika merokok terkadang

berada dekat dengan pasien. Ibu pasien juga seorang perokok aktif namun sudah

berhenti sejak mengandung pasien.

2

Page 3: Preskas BP Mella

G. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Anemia, infeksi paru (-)

Perawatan antenatal Rutin kontrol

KELAHIRAN Tempat kelahiran Puskesmas

Penolong persalinan Dokter

Cara persalinan Normal

Masa gestasi 36 minggu

Keadaan bayi o Berat lahir : 2900 gr

o Panjang : 51 cm

o Lingkar kepala : -

o Langsung menangis : Ya

o Nilai APGAR : -

o Kelainan bawaan : -

Kesan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik.

H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

o Pertumbuhan gigi I : belum (Normal 5-9 bulan)

o Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

o Psikomotor

Tengkurap : belum (Normal: 6-9 bulan)

Duduk : belum (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : belum (Normal: 9-12 bulan)

I. Riwayat Makanan

Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga saat ini. Pasien sudah dapat makan

bubur sedikit demi sedikit.

J. Riwayat Imunisasi Dasar

Imunisasi dilakukan di Puskesmas

0 bulan : Hepatitis B pertama

1 bulan : Hepatitis B ke 2

2 bulan : Polio

Kesan : Selebihnya pasien belum menerima imunisasi lainnya.

3

Page 4: Preskas BP Mella

K. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Sosial Ekonomi : Ayah pasien bekerja sebagai supir. Ibu pasien tidak bekerja.

Menurut ibu pasien penghasilan sekitar Rp 3.000.000,- sebulan cukup untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Lingkungan : Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dikawasan yang

tidak terlalu padat penduduknya. Tempat tinggal pasien berukuran 100 m2,

beratap genteng, lantai keramik dengan 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang

tamu, ruang makan, dan dapur digabung menjadi satu ruangan. Cahaya

matahari dapat masuk ke dalam rumah pasien melalui jendela. Ventilasi udara

cukup. Terdapat penerangan dengan listrik. Air berasal dari air PAM. Air

limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan di depan rumah. Selokan

tidak rutin dibersihkan namun alirannya lancar.

Kesan: rumah dan sanitasi lingkungan baik.

III. PEMERIKSAANA. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Sakit sedang

2. Kesadaran : Composmentis

3. Tanda Vital

• Frekuensi nadi : 130 x/menit, teratur, nadi kuat, isi cukup

• Frekuensi napas : 60 x/menit

• Suhu : 36,80 Celsius

• Tekanan darah : 80/50 mmHg

4. Kulit : Turgor baik, CRT < 2 detik, sianosis (-)

5. Kepala : Lingkar kepala 42 cm, rambut hitam merata, tidak

mudah dicabut

6. Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor,

conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)

7. Leher : Dalam batas normal tidak terdapat pembesaran KGB

8. Telinga : Normotia, serumen (-)

7. Hidung : Deviasi septum (-), sekret (+), pernafasan cuping

hidung (-)

8. Tenggorok : T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis

4

Page 5: Preskas BP Mella

9. Mulut : Mukosa bibir basah, sianosis (-)

10. Jantung

a. Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

b. Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula sinistra

c. Perkusi :

i. Batas atas jantung di sela iga 2 garis sternal sinistra

ii. Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal dekstra

iii. Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula sinistra

d. Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, murmur (-), gallop (-)

11. Paru

a. Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri, retraksi dinding

dada (+)

b. Palpasi : Fremitus simetris kanan-kiri. Tidak teraba massa.

c. Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.

d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki basah

halus(+/+)

12. Abdomen

a. Inspeksi : Cembung simetris.

b. Auskultasi : Bising usus (+) normal

c. Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

Nyeri tekan (-). Turgor baik.

d. Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen

13. Ektremitas : Tidak ada edema, akral hangat, tidak ada deformitas,

CRT<2’

14. Tanda rangsang meningeal

a. Kaku kuduk : Negatif

b. Brudzinki I : Negatif

c. Brudzinki II : Negatif

d. Kernig : Negatif

e. Lasque : Negatif

15. Status gizi

Klinis: edema -/-, tampak kurus -/-

Antropometris:

• Berat Badan (BB) : 6300 gr

5

Page 6: Preskas BP Mella

• Tinggi/Panjang Badan : 57 cm

• Lingkar kepala : 42 cm

• Lingkar lengan atas : 12 cm

• BB/U : -1 SD

• PB/U : -3 SD

• BB/TB : 2 SD

• BMI : 21 (N)

Simpulan status gizi : gizi kurang

B. Data Laboratorium

Gas Darah + e- 27/06/2015 Nilai Rujukan Satuan

pH 7.380 7.380 – 7.450

pCO2 18 33.0 – 44.0 mmHg

pO2 174.0 71.0 – 104.0 mmHg

Hct 22 37 – 48 %

HCO3- 10.6 19.8 – 24.2 Mmol/L

6

Hematologi 23/06/2015 27/06/2015 Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 9.6 8.5 10.8-12.8 gr/dL

Hematokrit 31 27 35-43 %

Leukosit 21.60 23.13 5.50-15.50 10*3/uL

Eritrosit 5.5 4.9 3.6-5.2 Juta/uL

Trombosit 697 846 217-497 Ribu/uL

Hitung Jenis 23/06/15 Nilai Rujukan Satuan

Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 2 1-3 %

Neutrofil

Batang

0 0-8 %

Neutrofil

Segmen

55 17-60 %

Limfosit 33 20-70 %

Monosit 7 1-11 %

LUC 3 <4 %

Page 7: Preskas BP Mella

HCO3 standard 14.7 Mmol/L

TCO2 11 19 – 24 Mmol/L

BE ecf -14.5

BE (B) -13.20 -7 - -1 Mmol/L

Saturasi O2 100.00 95.00 – 98.00 %

IV. RESUME

Pasien seorang bayi laki-laki berusia 5 bulan, datang ke IGD RSUD Pasar Rebo

dengan keluhan sesak sejak 2 hari SMRS, sesak dirasakan terus menerus dan tidak

berkurang, ibu pasien tidak mengetahui pencetus sesak pada pasien, keluhan disertai

dengan demam, batuk berdahak berwarna putih tidak terdapat bercak darah, dan pilek

sejak malam SMRS. Mual dan muntah disangkal oleh ibu pasien. Nafsu minum ASI

pasien menurun sejak mengalami sakit tersebut. Buang air besar (BAB) dan buang air

kecil (BAK) dikatakan normal. Riwayat kejang (-) dan riwayat OAT(-). Sebulan

SMRS pasien mengalami keluhan yang sama, keluhan telah berulang sebanyak 3 kali

sejak pasien berumur 2 bulan. Terdapat riwayat asma pada ibu pasien.

• Pemeriksaan Fisik

• Tanda vital dalam batas normal

• Conjungtiva anemis, pernafasan cuping hidung (+)

• Terdengar rhonki pada kedua lapang paru

• Pemeriksaan Penunjang

• Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 23/06/2015 dan 27/06/2015

didapatkan Hb, Ht menurun, leukosit, dan trombosit meningkat.

• Hasil AGD pada tangal 27/06/2015 menunjukan adanya asidosis

metabolik.

V. DIAGNOSA KERJA

Pneumonia

Asidosis Metabolik

VI. DIAGNOSA BANDING

Asma bronkial

7

Page 8: Preskas BP Mella

VII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Oksigenasi O2 nasal kanul 1 L/menit

Cairan IVFD KA-EN 1B 6 tpm di IGD, dilanjutkan KA-EN 3B 6 tpm

di bangsal

Inhalasi Berotec (Bronkodilator) 3 cc + Nacl 10 cc

Antibiotik inj. Cefotaxim 2x250 mg

Antipiretik inj. Paracetamol 4x75 mg *jika perlu

Bicnat 30 mg dalam aquades 30 cc

VIII. PROGNOSIS

• Quo ad vitam : dubia ad bonam

• Quo ad functionam : dubia ad bonam

• Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8

Page 9: Preskas BP Mella

IX. FOLLOW UP

9

23/06/2015 24/06/2015

S:

Demam (-), sesak (+), batuk berdahak (+), pilek

(+), mual&muntah (-). BAB&BAK normal. Nafsu

minum ASI baik

O:

K.U : TSS

Kes : CM

Suhu : 37,2 oC

HR : 136 x/m

RR : 30 x/m

TD : 90/70 mmHg

Kepala : Normocephal

Mata : bulat,isokor,CA(+/+), SI(-/-), Refleks

cahaya(+/+)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : Normotia, sekret hidung (+) FH (+),

pernafasan cuping hidung (-)

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)

Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),

Hepar-lien tidak teraba,

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-),

CRT<2’

A:

Bronkopneumonia

P:

IVFD KA-EN 3B 6 tpm

O2 1 L/menit

Inhalasi Berotec (Bronkodilator) + NaCl 4x

inj. Cefotaxim 2x250 mg

S:

Demam (-), sesak (+), batuk berdahak (+), pilek

(+), mual&muntah (-). BAB&BAK normal. Nafsu

minum ASI baik

O:

K.U : TSS

Kes : CM

Suhu : 36,8 oC

HR : 130 x/m

RR : 60 x/m

TD : 80/50 mmHg

Kepala : Normocephal

Mata : bulat,isokor,CA(+/+), SI(-/-),Refleks

cahaya(+/+)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : Normotia,sekret hidung (+), FH (+),

pernafasan cuping hidung (+)

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (+/-)

Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),

Hepar-lien tidak teraba,

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),

CRT<2’

A:

Bronkopneumonia

DD: Asma Bronkial

P:

IVFD KA-EN 3B 6 tpm

O2 1 L/menit

Inhalasi Berotec (Bronkodilator) + NaCl 4x

inj. Cefotaxim 2x250 mg

Page 10: Preskas BP Mella

10

25/06/2015 26/06/2015

S:

Demam (-), sesak (+), batuk berdahak berkurang,

pilek (-), mual&muntah (-). BAB&BAK normal.

Nafsu minum ASI baik

O:

K.U : TSS

Kes : CM

Suhu : 35,5 oC

HR : 84 x/m

RR : 64 x/m

Kepala : Normocephal

Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-), Refleks

cahaya(+/+)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : Normotia, sekret hidung (-) FH (-),

pernafasan cuping hidung (-)

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)

Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),

Hepar-lien tidak teraba, perut kembung (+)

Ekstremitas : Akral dingin, edema (-), sianosis (-),

CRT<2’

A:

Bronkopneumonia

DD: Asma Bronkial

P:

O2 1 L/menit

Inhalasi Berotec (Bronkodilator) + NaCl 4x

inj. Cefotaxim 2x250 mg

S:

Demam (-), sesak (+), batuk berdahak dirasakan

memberat, pilek (-), mual&muntah (-).

BAB&BAK normal. Nafsu minum ASI baik.

Pasien sudah mau makan bubur.

O:

K.U : TSS

Kes : CM

Suhu : 35,9 oC

HR : 88 x/m

RR : 76 x/m

Kepala : Normocephal

Mata : bulat,isokor,CA(+/+), SI(-/-),Refleks

cahaya(+/+)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : Normotia,sekret hidung (-), FH

(+),pernafasan cuping hidung (+)

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)

Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),

Hepar-lien tidak teraba, perut kembung (+)

Ekstremitas : Akral dingin, edema (-), sianosis(-),

CRT<2’

A:

Asma Bronkial

P:

O2 1 L/menit

Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x

inj. Cefotaxim 2x250 mg

Aminofilin drip 40 mg/ ½ jam, selanjutnya

20 mg/6 jam menggunakan Syringe pump

Page 11: Preskas BP Mella

11

27/06/2015 28/06/2015

S:

Demam (+), nafas dirasakan memberat, batuk

berdahak memberat, pilek (-), muntah 5x berwarna

putih kental,BAB&BAK normal. Riwayat sianosis

dan kejang pagi ini dengan mata keatas. Nafsu

minum ASI kurang.

O:

K.U : TSS

Kes : CM

Suhu : 37,1 oC

HR : 84 x/m

RR : 56 x/m

Kepala : Normocephal

Mata : bulat,isokor,CA(+/+), SI(-/-),Refleks

cahaya(+/+)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-),pernafasan

cuping hidung (-)

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)

Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),

Hepar-lien tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),

CRT<2’

A:

Pneumonia, Asidosis metabolik

P:

O2 1 L/menit

Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x

inj. Cefotaxim 2x250 mg

Aminofilin drip 30 mg/6 jam menggunakan

Syringe pump

IVFD KA-EN 3B 6 tpm

inj. Paracetamol 4x75 mg

Inj. Ranitidine 3x10 mg

Dexamethason 3x1 mg

Bicnat 30 mg + aquades 30 cc dalam 1 jam

S:

Demam (-), batuk berdahak (+), sesak (+), pilek (-),

muntah (-), BAB cair 2x berwarna kuning disertai

ampas,lendir(-),darah(-) BAK normal. Nafsu minum

ASI kurang.

O:

K.U : TSS

Kes : CM

Suhu : 35,5 oC

HR : 115 x/m

RR : 50 x/m

Kepala : Normocephal

Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-),Refleks

cahaya(+/+)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-),pernafasan

cuping hidung (-)

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)

Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),

Hepar-lien tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),

CRT<2’

A:

Pneumonia

P:

O2 1 L/menit

Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x

inj. Cefotaxim 2x250 mg

Aminofilin drip 30 mg/6 jam menggunakan

Syringe pump

IVFD KA-EN 3B 6 tpm

Inj. Ranitidine 3x10 mg

Dexamethason 3x1 mg

Pasang NGT susu 50 cc/ 3jam

Page 12: Preskas BP Mella

12

29/06/2015 30/06/2015

S:

Demam (-), batuk berdahak (+), pilek (-), sesak(+),

mual (-), muntah (-), BAB&BAK normal. Nafsu

minum ASI kurang.

O:

K.U : TSS

Kes : CM

Suhu : 36,2 oC

HR : 128 x/m

RR : 44 x/m

Kepala : Normocephal

Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-),Refleks

cahaya(+/+)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-), pernafasan

cuping hidung (-)

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)

Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),

Hepar-lien tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),

CRT<2’

A:

Pneumonia

P:

O2 1 L/menit

Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x

inj. Cefotaxim 2x250 mg

Aminofilin drip 30 mg/6 jam menggunakan

Syringe pump

IVFD KA-EN 3B 6 tpm

Inj. Ranitidine 3x10 mg

Inj. Dexamethason 3x1 mg

Pasang NGT susu 50 cc/3 jam

S:

Demam (-), batuk berdahak berkurang, sesak

berkurang, pilek (-), muntah (-), BAB kuning cair

berlendir semalam sebanyak 5x, darah(-). BAK

normal. Riwayat sianosis semalam. Nafsu minum

ASI membaik.

O:

K.U : TSS

Kes : CM

Suhu : 35,5 oC

HR : 100 x/m

RR : 40 x/m

Kepala : Normocephal

Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-),Refleks

cahaya(+/+)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-),pernafasan

cuping hidung (-)

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)

Abdomen : Supel (-), Turgor baik, BU (+)N, NT (-),

Hepar-lien tidak teraba, perut kembung (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),

CRT<2’

Hasil Foto Thorax PA : Kesan proses spesifik aktif

A:

Pneumonia

P:

O2 1 L/menit

Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x

inj. Cefotaxim 2x250 mg

Aminofilin drip 30 mg/6 jam menggunakan

Syringe pump

IVFD KA-EN 3B 6 tpm

Inj. Ranitidine 3x10 mg

Inj. Dexamethason 3x1 mg

Pasang NGT susu 50 cc/3 jam

Page 13: Preskas BP Mella

ANALISA KASUS

13

01/07/2015 02/07/2015

S:

Demam (-), batuk berdahak berkurang, pilek (-),

sesak(-), mual (-), muntah (-), BAB&BAK normal.

Nafsu minum ASI kuat.

O:

K.U : TSS

Kes : CM

Suhu : 36,5 oC

HR : 108 x/m

RR : 40 x/m

Kepala : Normocephal

Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-),Refleks

cahaya(+/+)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-), pernafasan

cuping hidung (-)

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-),

ekspirasi memanjang.

Abdomen : sedikit distensi,kembung (+), turgor baik,

BU (+)N, NT (-), Hepar-lien tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),

CRT<2’

A:

Pneumonia

P:

O2 1 L/menit

Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x

inj. Cefotaxim 2x250 mg

Inj. Ranitidine 3x10 mg

Inj. Dexamethason 3x1 mg

S:

Demam (-), batuk berdahak berkurang, sesak

berkurang, pilek (-), muntah (-), BAB&BAK normal.

Nafsu minum ASI kuat. Kejang (-), sianosis (-)

O:

K.U : TSR

Kes : CM

Suhu : 36,5 oC

HR : 140 x/m

RR : 48 x/m

Kepala : Normocephal

Mata : bulat,isokor,CA(+/+), SI(-/-),Refleks

cahaya(+/+)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-),pernafasan

cuping hidung (-)

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)

Abdomen : Supel (-), Turgor baik, BU (+)N, NT (-),

Hepar-lien tidak teraba, perut kembung (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),

CRT<2’

A:

Pneumonia

P:

O2 1 L/menit

Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x

inj. Cefotaxim 2x250 mg

Inj. Ranitidine 3x10 mg

Inj. Dexamethason 3x1 mg

Page 14: Preskas BP Mella

Diagnosis pneumonia pada anak dapat ditegakkan berdasarkan pedoman diagnosis

sederhana yang telah dikembangkan WHO. Pedoman diagnosis tersebut menjelaskan

kriteria diagnosis dan klasifikasi penyakit.

A. Kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung dideteksi,

meliputi :

- Napas cepat

- Sesak napas (dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian

bawah kedalam ketika menarik napas/ retraksi epigastrium, pernafasan cuping

hidung)

- Tanda bahaya

Pada anak usia 2 bulan – 5 tahun: tidak dapat minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, dan gizi buruk.

Pada anak dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.

B. Klasifikasi penyakit.

Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun

Pneumonia berat

Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut:

o Kepala terangguk-angguk

o Pernapasan cuping hidung

o Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

o Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :

o Napas cepat

o Suara merintih (grunting)

o Pada auskultasi terdengar: Crackles (ronki), suara pernapasan

menurun, suara pernapasan bronkial

harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia

Bila tidak ada sesak napas

Batuk atau kesulitan bernapas

Ada napas cepat dengan laju napas:

>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun

14

Page 15: Preskas BP Mella

>40 x/menit untuk anak >1-5 tahun

tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan Pneumonia

Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan

simptomatik seperti penurun panas

Sedangkan pada asma bronkial merupakan suatu keadaan dimana saluran nafas

mengalami penyempitan karena hiperaktifitas terhadap rangsangan tertentu yang

menyebabkan peradangan. Biasanya penyempitan ini berlangsung sementara, Nelson

mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing, dan atau batuk

dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik dan atau kronik,

cenderung pada malam hari/ dini hari, musiman, adanya faktor pencetus seperti

aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun pengobatan, serta

adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/ keluarganya . Pada pasien ini,

terdapat riwayat asma dari Ibu pasien, suara wheezing tidak begitu terdengar, dan

faktor pencetus tidak diketahui.

Berdasarkan pedoman diagnosis WHO untuk mendiagnosis dan

mengklasifikasikan pneumonia pada anak, maka kasus ini termasuk dalam pneumonia

berat. Pasien memerlukan rawat inap karena pada anamnesa dan pemeriksaan fisik

ditemukan adanya :

Batuk

Napas cepat >50x/menit

Pernapasan cuping hidung

Pada auskultasi terdengar suara pernapasan bronkial dan crackels (ronki)

Secara klinis, penyebab pneumonia pada anak sulit dibedakan antara pneumonia

bakterial dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan

laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat

disebutkan bahwa pneumonia bakterial memiliki awitannya cepat, batuk produktif,

pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.

Berdasarkan hal tersebut, pada kasus menunjukkan bahwa pasien memiliki awitan

gejala yang cepat, batuk berdahak, dan leukositosis sehingga kemungkinan terbesar

penyebab penyakitnya adalah infeksi bakteri. Selain itu, data epidemiologi

menunjukkan bahwa etiologi paling sering pada penyakit pneumonia anak umur 4

15

Page 16: Preskas BP Mella

bulan-5 tahun adalah bakteri (Chlamidya pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan

Streptococcus pneumoniae).

Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi dua hal, yaitu penetalaksanaan umum

dan penatalaksanaan khusus.

Penatalaksanaan umum yang dilakukan, yaitu :

Pemberian oksigen 1 L/menit

Infus untuk rehidrasi dan perbaikan elektrolit. Infus yang diberikan pada kasus ini

adalah KA-EN 1B 6 tpm sebagai infus awal di Instalasi Gawat Darurat dilanjutkan

dengan KA-EN 3B 6 tpm di bangsal.

Paracetamol sebagai antipiretik yang diberikan seperlunya ketika suhu tubuh

pasien meningkat.

Penatalaksanaan khususnya yang dilakukan yaitu :

Antibiotik yang digunakan berdasarkan pengalaman empiris terhadap penyebab

pneumonia sesuai umur pasien. Pada bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan – 5

tahun) :

a. beta laktam amoksisillin

b. amoksisillin - asam klavulanat

c. golongan sefalosporin (ceftriaxone, cefotaxime, dll)

d. kotrimoksazol

e. makrolid (eritromisin)

Antibiotik yang dipilih adalah cefotaxime dengan dosis 100mg/kgBB/hari dibagi

dua dosis.

Inhalasi salin normal (NaCl 0,9%) + Berotec (Fenoterol hidrobromida). Fenoterol

adalah suatu stimulans selektif β2-adrenoreseptor yang berfungsi untuk

melebarkan saluran pernapasan dan pembuluh darah.

TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMONIA PADA ANAK

16

Page 17: Preskas BP Mella

A. DEFINISI

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh

infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi

yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas

setempat (Bradley et.al., 2011).

Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting

adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya

diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.

Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia

viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan

perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia

bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan

perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis (Said, 2013).

B. EPIDEMIOLOGI

Pneumonia hinga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada

anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima

kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap

tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.

Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%

kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama

pneumonia.

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di

bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika

pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di

bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011).

C. FAKTOR RISIKO

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas

pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut, yaitu:

1. Pneumonia yang terjadi pada masa bayi

2. Berat badan lahir rendah (BBLR)

3. Tidak mendapat imunisasi

17

Page 18: Preskas BP Mella

4. Tidak mendapat ASI yang adekuat

5. Malnutrisi

6. Defisiensi vitamin A

7. Tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring

8. Tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok)

(Said, 2013)

D. ETIOLOGI

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan

tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Bakteri-bakteri ini menginvasi

paru melalui 2 jalur, yaitu dengan :

1) Inhalasi melalui jalur trakeobronkial.

2) Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.

Penyebab pneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :

1.      Faktor Infeksi

a.    Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

b.    Pada bayi :

1)   Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

2)   Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

3)   Bakteri: Streptokokus pneumoniae, Haemofilus influenza, Mycobacterium

tuberculosa, Bordetella pertusis.

c.    Pada anak-anak :

1)   Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

2)   Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

3)   Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d.   Pada anak besar – dewasa muda :

1)   Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

2)   Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

2.      Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi

a.     Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat

hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

18

Page 19: Preskas BP Mella

b.    Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,

termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan

seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan

pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.

Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak

binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya

seperti susu dan minyak ikan.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya

bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang

berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak

merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri.

Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptokokus pneumoni,

Haemofilus influenza, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh

bakteri-bakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan dengan antibiotik beta-

laktam. Di lain pihak, terdapat pneumonia yang tidak responsif terhadapa antibiotik

beta-laktam dan dikenal sebagai pneumonia atipik. Pneumonia atipik terutama

disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia dan Chlamidya pneumoniae (Said, 2013).

E. KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan

pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah

membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara

klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).

1.    Berdasarkan lokasi lesi di paru

a. Pneumonia lobaris

b. Pneumonia interstitialis

c. Bronkopneumonia

2.    Berdasarkan asal infeksi

a. Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia/

CAP)

b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

3.    Berdasarkan mikroorganisme penyebab

19

Page 20: Preskas BP Mella

a. Pneumonia bakteri

b. Pneumonia virus

c. Pneumonia mikoplasma

d. Pneumonia jamur

4.    Berdasarkan karakteristik penyakit

a. Pneumonia tipikal

b. Pneumonia atipikal

5.    Berdasarkan lama penyakit

a. Pneumonia akut

b. Pneumonia persisten

F. PATOGENESIS

Pada dasarnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim

paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan

anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan

awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme

pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai

leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang

diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila

virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah

melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang

melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi

saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan

respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului

dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat

paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri

dimulai dengan terjadinya hiperemia akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi

cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan

stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance

paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi

menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching)

20

Page 21: Preskas BP Mella

yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia.  Selanjutnya desaturasi oksigen

menyebabkan peningkatan kerja jantung.

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi

progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi

konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk

selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri

menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya

empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun

kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan

(Bennete, 2013).

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

21

Page 22: Preskas BP Mella

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan

aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat

pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel

imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen

bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos

vaskuler paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi

pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara

kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,

eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi

peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan

leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan

seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga

anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam.

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi

daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh

daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di

alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula. Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk adalah

bercak-bercak yang difus, mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai

dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran

nafas yang lebih kecil.

22

Page 23: Preskas BP Mella

Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit,

sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa

bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan

dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi

sebagai bercak-bercak kosolidasi merata diseluruh lapangan paru (bronkopneumonia),

dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia

lobaris) (Said, 2013).

G. MANIFESTASI KLINIS

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia

ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):

1. Pada inspeksi : terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,

interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi

dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea;

dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah

negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi

bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter

dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang

interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin

positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat

interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae

supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan

adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head

bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala

disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres

pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat

dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress

pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya

pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior

dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga

23

Page 24: Preskas BP Mella

menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama

inspirasi.    

2. Pada palpasi : ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran

fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru

(kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

3. Pada perkusi : tidak terdapat kelainan

4. Pada auskultasi : ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang

dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah

(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah

(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles

individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles

dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan

napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya

proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan

sampai sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,

mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan

perawatan di RS.

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak

adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,

gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya

penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non-infeksi yang relatif lebih sering,

dan faktor pathogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor

penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu

dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia (Said, 2013).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi

diagnosis pneumonia (Said, 2013) :

A. Darah Perifer Lengkap

24

Page 25: Preskas BP Mella

Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya

ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada

pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3

dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang

buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi

bakteri. Sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi

lebih tinggi. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang

meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak

dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.

B. C-Reactive Protein (CRP)

CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon

infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP segera cepat distimulasi oleh sitokin,

terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi

pastinya belom diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi

mikroorganisme atau sel yang rusak.

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara

faktor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri

superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan

infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda.

C. Pemeriksaan Mikrobiologik

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan

kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik,

spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,

punsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan

dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian

bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif. Spesimen dari

nasofaring untuk kultur maupun deteksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena

tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring.

D. Pemeriksaan Rontgen Toraks

Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya

direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks

pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang

bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala

klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah

25

Page 26: Preskas BP Mella

gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan

foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto toraks diperlukan bila gejala klinis

menetap, peyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut.

Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia

di Instalasi Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto

rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala

klinik distress pernapasan seperti takipnea, batuk, dan ronki, dengan atau tanpa suara

napas yang melemah.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :

- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

- Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau

terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas

yang tidak terlalu tegas, dan menyerupasi lesi tumor paru, dikenal sebagai round

pneumonia.

- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,

berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,

disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

I. DIAGNOSIS

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis

merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, menentukan penyebab pneumonia

tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh

karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis

yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis.

Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu

gejala respiratori sebagai berikut takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki,

dan suara napas melemah (Said, 2013).

Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka

dalam upaya penanggulangan, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan

tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk pelayanan

kesehatan primer, dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara

berkembang. Tujuannya ialah :

26

Page 27: Preskas BP Mella

1. Menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat

langsung dideteksi

Gejala klinis yang sederhana tersebut meliputi :

- Napas cepat

- Sesak napas (dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian

bawah kedalam ketika menarik napas/ retraksi epigastrium)

- Tanda bahaya

Pada anak usia 2 bulan – 5 tahun: tidak dapat minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, dan gizi buruk.

Pada anak dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.

2. Menetapkan klasifikasi penyakit

Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:

Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun

Pneumonia berat

Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut:

o Kepala terangguk-angguk

o Pernapasan cuping hidung

o Tarikan dinding dada nagian bawah ke dalam

o Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :

o Napas cepat

o Suara merintih (grunting)

o Pada auskultasi terdengar: Crackles (ronki), suara pernapasan

menurun, suara pernapasan bronkial

harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia

Bila tidak ada sesak napas

Batuk atau kesulitan bernapas

Ada napas cepat dengan laju napas:

>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun

>40 x/menit untuk anak >1-5 tahun

tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

27

Page 28: Preskas BP Mella

Bukan Pneumonia

Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan

simptomatik seperti penurun panas

Bayi berusia di bawah 2 bulan

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi,

mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.

Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :

Pneumonia

Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas

Harus di rawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

tidak ada napas cepat atau sesak napas

tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

3. Menentukan dasar pemakaian antibiotik

J. TATALAKSANA

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2

macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011):

1.    Penatalaksaan Umum

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit: sampai sesak nafas hilang atau PaO2

pada analisis gas darah ≥ 60 torr.

b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2.    Penatalaksanaan Khusus

a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan

pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik

awal.

b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,

takikardi, atau penderita kelainan jantung

c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi

klinis. Pneumonia ringan: amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah

dengan angka resistensi  penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90

mg/kgBB/hari).

28

Page 29: Preskas BP Mella

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1.    Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis dan epidemiologis

2.    Berat ringan penyakit

3.    Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4.    Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus

dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang

dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.

1.    Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

a. ampicillin + aminoglikosid

b. amoksisillin - asam klavulanat

c. amoksisillin + aminoglikosid

d. sefalosporin generasi ke-3

2.    Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

a. beta laktam amoksisillin

b. amoksisillin - asam klavulanat

c. golongan sefalosporin

d. kotrimoksazol

e. makrolid (eritromisin)

3.    Anak usia sekolah (> 5 thn)

a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka

harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai

hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang

nyata dalam 24-72 jam: ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan

kuman penyebab yang diduga (pastikan terlebih dahulu ada tidaknya penyulit seperti

empiema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

29

Page 30: Preskas BP Mella

Tabel 1. Terapi Antibiotik Berdasarkan Etiologi (sumber: IDSA Guideline of

Pneumonia, 2011)

K. KOMPLIKASI

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema toraks, perikarditis,

purulent, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.

Empiema toraks merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia

bakteri.

30

Page 31: Preskas BP Mella

L. PROGNOSIS

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan

pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk

pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat

dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-

zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif

pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka

malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar

dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri

sendiri.

31

Page 32: Preskas BP Mella

DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/. Diakses

pada tanggal 8 April 2014

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S., et al. 2011. The Management of Community-

Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical

Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious

Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan

Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak, ed. 15, vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC

Said M. 2013. Pneumonia. Dalam: Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan

Penerbit IDAI

World Health Organization. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.

Jakarta: WHO Indonesia

32