case bp diana

26
LAPORAN KASUS BELL’S PALSY PEMBIMBING: Dr. Julintari Bidramnanta Sp. S DISUSUN OLEH: Diana Yulianti 030.06.070 KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD BUDHI ASIH PERIODE 21 JANUARI 2012– 23 FEBRUARY 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 1

Upload: renita-ramadhany

Post on 15-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kahi

TRANSCRIPT

Page 1: Case Bp Diana

LAPORAN KASUS

BELL’S PALSY

PEMBIMBING:

Dr. Julintari Bidramnanta Sp. S

DISUSUN OLEH:

Diana Yulianti

030.06.070

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD BUDHI ASIH

PERIODE 21 JANUARI 2012– 23 FEBRUARY 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

2012

1

Page 2: Case Bp Diana

PENDAHULUAN

Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat

unilateral, penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai oleh

gangguan pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal.Diagnosis

biasanya ditegakkan bila semua penyebab yang mungkin telah disingkirkan. Dalam

mendiagnosis kelumpuhan saraf fasialis, harus dibedakan kelumpuhan sentral atau

perifer.

Sir Charles Bell (1774-1842) Singhi dan Cawthorne adalah orang pertama

yang meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf fasialis dan sekaligus meneliti

tentang distribusi dan fungsi saraf fasialis. Charles Bell berhasil menemukan

perbedaan antara Nervus V dan Nervus VII, ia menyadari bahwa Nervus VII

merupakan Nervus yang berperan besar dalam fungsi motorik wajah dan Nervus V

berperan dalam sensibilitas wajah. Oleh karena itu nama Bell diambil untuk diagnosis

setiap kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya.

Saraf fasialis (N.VII) mengandung sekitar 10.000 serabut saraf yang terdiri

dari 7.000 serabut saraf motorik untuk otot-otot wajah dan 3.000 serabut saraf lainnya

membentuk saraf intermedius (Nerve of Wrisberg) yang berisikan serabut sensorik

untuk pengecapan 2/3 anterior lidah dan serabut parasimpatik untuk kelenjer parotis,

submandibula, sublingual dan lakrimal.

Bell‘s Palsy adalah salah satu gangguan neurologis yang paling sering

menyerang nervus kranialis dan penyebab kelumpuhan fasial yang paling sering di

seluruh dunia. 60-75 % dari Acute Unilateral Fascial Paralysis atau Kelumpuhan

nervus fasial akut unilateral di seluruh dunia merupakan suatu Bell‘s Palsy. Bell‘s

Palsy lebih sering menyerang individu usia dewasa dengan predominasi sedikit lebih

tinggi pada usia diatas 65 tahun, orang dengan diabetes melitus, atau pada wanita

hamil.

2

Page 3: Case Bp Diana

LAPORAN KASUS

Identitas :

Nama : Tn. A

Jenis kelamin : laki - laki

Usia : 41 tahun

Pekerjaan : pengangguran

Alamat : kebon pala jakarta

Status : menikah

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Tanggal berobat : 29 januari 2013

No.rekam medis : 85-17-14

Keluhan utama : wajah kiri mencong sejak 2minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang pasien laki-laki berusia 41 tahun datang ke poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta pada tanggal 29 january 2013,datang dengan keluhan wajah kiri mencong sejak 2minggu yang lalu.Satu hari sebelumnya pasien merasakan hambar pada mulut kanan saat makan,satu hari kemudian saat bangun tidur pagi tiba-tiba mulut mencong ke kiri kira-kira 16 jam setelah merasa hambar.

Pipi kanan melemah dirasakan sewaktu pasien berkumur-kumur, sehingga air keluar dari mulut. Pasien juga merasakan kelopak mata kanan terasa berat. Tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga kanan sebelumnya, tidak ada keluhan gangguan pendengaran, pusing berputar, tidak ada demam, batuk dan pilek sebelumnya serta

3

Page 4: Case Bp Diana

tidak ada riwayat trauma, riwayat sakit gula dan hipertensi. Pasien mengaku setiap malam tidur di depan kipas angin.Pasien sebelum datang ke poli sempat berobat ke puskesmas terdekat dan diberi Amlodipine 10 mg.. Riwayat wajah mencong dalam keluarga tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu :

Hipertensi -, kencing manis -, stroke sebelumnya -, riwayat mencong sebelumnya-.

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat mencong mulut –

Riwayat pengobatan :

Amlodipine 10 mg

Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : baik,

Kesadaran : komposmentis,

Perilaku pasien : kooperatif,

Tekanan darah 120/80mmHg, Nadi 82x/menit,Pernafasan 20x/menitdanSuhu 36,4 0C.

STATUS GENERALISKepala :

Bentuk : normosefali

Mata : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : simetris, bentuk dalam batas normal

Telinga : simetris, bentuk dalam batas normal, MAE lapang,

Tidak ada sekret

Tenggorokan : sulit dinilai

Mulut : mencong ke kanan

4

Page 5: Case Bp Diana

Leher : trakea ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar

Thorax

Jantung : pergerakan dada simetris, BJ I, II reguler, murmur (-),

gallop (-)

Paru – paru : suara nafas vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal,

hepar : tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar,

bising usus : 2-3 kali permenit

Ekstremitas : akral hangat, tidak ada oedem

STATUS NEUROLOGIS :

Kesadaran : compos mentis

1. RANGSANG MENINGEAL :

Kaku kuduk (-)

Laseque > 70º/ >70º tidak ada nyeri

Kernig >135º/ >135º tidak ada nyeri

Brudzinskiy I (-)

Brudzinskiy II (-)/ (-)

2. NERVI CRANIALIS :

N.I (Olfactorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan

N.II (Opticus) :

Visus : normal

Lapang pandang : tidak dilakukan

Funduskopi : tidak dilakukan

N.III, IV, VI :

Ptosis : tidak ada

5

Page 6: Case Bp Diana

Sikap bola mata

Strabismus : tidak ada

Eksoftalmus : tidak ada

Endoftalmus : tidak ada

Gerak bola mata baik ke segala arah

Pupil

Bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, ditengah, tepi rata

Kanan Kiri

Reflek cahaya langsung + +

Reflek cahaya tidak langsung + +

N.V :

Motorik :

- membuka mulut : dalam batas normal

-gerakan rahang : dalam batas normal

-menggigit : tidak dilakukan

Sensibilitas

-rasa nyeri : tidak dilakukam

-rasa raba : hipestesi wajah kanan

-rasa suhu : tidak dilakukan

N.VII (Fascialis) : kanan kiri

Sikap wajah : mencong ke kiri ( parese N

VII kanan perifer)

Angkat alis : alis kanan tidak dapat mengangkat

Kerut dahi : kerut dahi sebelah kanan tidak ada

Lagoftalmos : ada fissure 2cm palpebra kanan

Kembung pipi : pipi sebelah kiri lebih

kembung

6

Page 7: Case Bp Diana

Menyeringai : mencong ke kiri

Rasa kecap : tidak diperiksa

N.VIII (akustikus)

Vestibularis

-Nistagmus : -/-

-Romberg : Tidak dilakukan

-Tandem gait : Tidak dilakukan

Koklearis

- gesekan jari : dalam batas normal dalam

batas normal

- Mendengar suara bisik tidak dilakukan tidak

dilakukan

- Uji garpu tala Rinne tidak dilakukan tidak

dilakukan

- uji garpu tala Scwabach tidak dilakukan tidak

dilakukan

- uji garpu tala Weber tidak dilakukan tidak

dilakukan

N.IX ( Glossopharygeus), N.X (vagus)

- disfagia tidak ada

- disfoni tidak ada

-disartria tidak ada

-arcus faring tidak dinilai

- posisi uvula tidak dinilai

N.XI ( Acesorius)

7

Page 8: Case Bp Diana

-angkat bahu dalam batas normal dalam

batas normal

N.XII ( Hypoglosus)

Lidah

Tremor tidak ada

Atrofi tidak ada

Ujung lidah waktu dijulurkan : lurus ditengah

3. Motorik

Tonus normotonia

Kekuatan baik 5/5

Reflex biseps + +

Reflex triseps + +

Reflex lutut (knee patella reflex) + +

Reflex patologis babinski (-) babinsky (-)

4. Sensibilitas

Eksteroseptif

Raba dalam batas normal

Nyeri tidak dilakukan

Suhu tidak dilakukan

5. Vegetatif

-Miksi : baik

-Defekasi : baik

8

Page 9: Case Bp Diana

- Salivasi : baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG : -

EMG, MRI

RESUME :

Pasien laki –laki berusia 41 tahun datang ke poliklinik RSUD Budhi Asih.

Datang dengan keluhan wajah kiri mencong sejak 2minggu yang lalu, Ada hambar

dimulut mulut kanan.Otot pipi kanan ada melemah,kelopak mata kanan terasa berat

Pada pemeriksaan didapatkan Kesadaran compos mentis,tekanan darah pasien

120/80 mmHg .Pada pemeriksaan neurologis nervus VII didapatkan mulut mencong

ke kiri , Angkat alis kanan tidak dapat mengangkat, Kerut dahi sebelah kanan tidak

ada,Lagoftalmos ada fissure 2cm palpebra kanan,otot pipi sebelah kiri lebih

kembung,Menyeringai mencong ke kiri.

DIAGNOSIS

1. D/ klinis:

Parese N VII dextra perifer

Hipestesi wajah kanan

2. D/ topis:

Lesi pada canalis fasialis

Nervus VII Serabut somato-sensorik

Nervus VII Serabut visero-sensorik

3. D/ patologis:

inflamasi

4. D/ etiologis:

Idopatik

PENATALAKSANAAN

9

Page 10: Case Bp Diana

Metilprednisolon tab 18 mg

(Hari pertama 1 x 3, hari kedua 1 x 2, hari ketiga 1 x 1)

Metilprednisolon tab 4 mg

(Hari ke empat 1 x 3, hari kelima 1 x 2, hari keenam 1x 1)

Mecobalamine 500 mcg ( 3 kali sehari 500 mcg )

Fisiotherapi selama 2 minggu

HOME PROGRAME

1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit

2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi

wajah yang sehat

3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,

minum dengan sedotan, mengunyah permen karet

4. Perawatan mata : Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari

PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad bonam

Ad Fungsionam : Dubia Ad bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad bonam

ANALISIS KASUS

10

Page 11: Case Bp Diana

Seorang pasien laki –laki berusia 41 tahun datang ke poliklinik RSUD Budhi

Asih Jakarta pada tanggal 29 januari 2013. Datang dengan keluhan wajah kiri

mencong sejak 2minggu yang lalu, Ada hambar dimulut mulut kanan.Otot pipi kanan

ada melemah,kelopak mata kanan terasa berat.

Pada pemeriksaan didapatkan Kesadaran compos mentis,tekanan darah pasien

120/80 mmHg .Pada pemeriksaan neurologis nervus VII didapatkan mulut mencong

ke kiri , Angkat alis kanan tidak dapat mengangkat, Kerut dahi sebelah kanan tidak

ada,Lagoftalmos ada fissure 2cm palpebra kanan,otot pipi sebelah kiri lebih

kembung,Menyeringai mencong ke kiri. Dalam mendiagnosis kelumpuhan saraf

fasialis, harus dibedakan kelumpuhan sentral atau perifer. Kelumpuhan sentral terjadi

hanya pada bagian bawah wajah saja, otot dahi masih dapat berkontraksi karena otot

dahi dipersarafi oleh kortek sisi ipsi dan kontra lateral sedangkan kelumpuhan perifer

terjadi pada satu sisi wajah. Kelumpuhan harus melibatkan bagian dahi dan bawah

dari wajah. Kelumpuhan harus melibatkan bagian dahi dan bawah dari wajah. Pasien

tidak mampu untuk menutup mata atau tersenyum pada sisi kanan.

Pemeriksaan Neurologi didapatkan parese NVII kanan perifer,hipestesi wajah

kanan.Dan pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa kelumpuhan saraf fasialis

perifer kanan dengan House-Brackmann (HB) derajat IV.

Penyebab bell‘s palsy salah satunya adalah paparan dingin terhadap wajah,

seperti angin dingin, terkena AC terus menerus, infeksi. Dan pada pasien ini salah

satunya penyebabnya adalah paparan kipas angin terhadap wajah setiap malam yang

terajadi dimana nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen

stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa

terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di

foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons

yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis

medialis.Namun pada pasien ini terdapat Lesi pada canalis fasialis.Mulut turun dan

mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang lumpuh tampaknya lebih

tinggi kedudukannya daripada posisi yang sehat, maka berkumpul di antara gigi dan

11

Page 12: Case Bp Diana

mulut dan bagian samping mulut yang lumpuh penderitanya tidak dapat bersiul,

mengedip dan menutupkan matanya (lagoftalmus) disebabkan karena vena paralisis

dari otot orbikularis okuli, atau mengerutkan dahi. Lakrimalis yang berlebihan akan

terjadi jika mata tidak terlindungi / tidak bisa menutup mata sehingga pada mata akan

lebih mudah mendapat iritasi berupa angin, debu dan sebagainya, selain itu pula

lakrimalis yang berlebihan ini terjadi karena proses regenerasi dan mengalirnya axon

dari kelenjar liur ke kelenjar air mata pada waktu makan. Lakrimalis yang berlebihan

ini disebut juga dengan air mata buaya (Crocodille Tears Syndrome) ditambah

dengan hilangnya sensasi pengecapan dua pertiga depan lidah berkurangnya salivasi

yang terkena.

Untuk penatalaksanaan pada pasien dengan onset 2 minggu dapat digunakan

steroid dapat mengurangi kemungkinan paralisis permanen dari pembengkakan pada

saraf di kanalis fasialis yang sempit, untuk penatalaksanaan methylprednisolon 80

mg (medrol) dosis awal dan diturunkan secara bertahap (tappering off) selama 7

hari.Metilprednisolon tab 18 mg (Hari pertama 1 x 3, hari kedua 1 x 2, hari ketiga 1 x

1) Metilprednisolon tab 4 mg (Hari ke empat 1 x 3, hari kelima 1 x 2, hari keenam 1x

1). Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi peros dengan ACTH

im 40-60 satuan selama 2 minggu dapat dipercepat penyembuhan.Mecobalamine 500

mcg ( 3 kali sehari 500 mcg ) Fisiotherapi selama 2 minggu dan home programe. Dan

bisa kombinasi penggunaan obat antiviral (acyclovir) dengan kortioksteroid, pada

pasien tidak diterapi antiviral karena biasanya virus bersifat limiting diseases selama

7-10 hari namun pada pasien ini dengan onset 2 minggu tidak ada perubahan.

Prognosis pada bell‘s palsy umumnya bersifat self limiting disease, sembuh

tanpa pengobatan dalam waktu 7-10 hari, Namun prognosis pada pasien ini menurut

sistem House and Brackmann categorizes Bell palsy grade III-IV memiliki disfungsi

sedang karena sudah 2 minggu tidak ada perbaikan tanpa pengobatan.

12

Page 13: Case Bp Diana

The grading system developed by House and Brackmann

categorizes Bell palsy on a scale of I to VI, as follows:

Grade I - Normal facial function.

Grade II - Mild dysfunction. Slight weakness is noted on close inspection.

The patients may have a slight synkinesis. Normal symmetry and tone is

noted at rest. Forehead motion is moderate to good; complete eye closure is

achieved with minimal effort; and slight mouth asymmetry is noted.

Grade III - Moderate dysfunction. An obvious but not disfiguring difference

is noted between the 2 sides. A noticeable but not severe synkinesis,

contracture, or hemifacial spasm is present. Normal symmetry and tone is

noted at rest. Forehead movement is slight to moderate; complete eye

closure is achieved with effort; and a slightly weak mouth movement is

noted with maximum effort.

Grade IV - Moderately severe dysfunction. An obvious weakness and/or

disfiguring asymmetry is noted. Symmetry and tone are normal at rest. No

forehead motion is observed. Eye closure is incomplete, and an asymmetric

mouth is noted with maximal effort.

Grade V - Severe dysfunction. Only a barely perceptible motion is noted.

Asymmetry is noted at rest. No forehead motion is observed. Eye closure is

incomplete, and mouth movement is only slight.

Grade VI - Total paralysis. Gross asymmetry is noted. No movement is

noted.

Pada sistem ini, Grade I-II dianggap memiliki prognosis yang baik, grade III-IV

memiliki disfungsi sedang, grade V-VI memiliki prognosis buruk. Grade VI disebut

sebagai Complete Fascial Paralysis; dimana Grade I-V disebut dengan Incomplete

13

Page 14: Case Bp Diana

ascial Paralysis. Suatu Incomplete Fascial Paralysis memiliki fungsi dan anatomi

saraf yang masih baik.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

1.      Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom)

Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai

dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah.

Tanda dan gejala RHS meliputi:

         Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga,

saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau lidah

         Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi

         Kesulitan menutup satu mata

         Sakit telinga

         Pendengaran berkurang

         Dering di telinga (tinnitus)

         Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)

         Perubahan dalam persepsi rasa

2.      Miller Fisher Syndrom

Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang

dijumpai.Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated

Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa

opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom

didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan

kelemahan otot – otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan

kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada

Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan

rasa kebas, pusing dan mual

14

Page 15: Case Bp Diana

KOMPLIKASI

1.      Crocodile tear phenomenon.

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa

bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari

serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar

lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.

2.      Synkinesis

Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu

timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan

timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya

dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami

regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.

3.      Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme

15

Page 16: Case Bp Diana

Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak

terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya

mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya.

Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi

bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun

kemudian .

Keistimewaan kasus ini karena dari epidemiologi Bell‘s Palsy adalah salah

satu gangguan neurologis yang paling sering menyerang nervus kranialis dan

penyebab kelumpuhan fasial yang paling sering di seluruh dunia. 60-75 % dari Acute

Unilateral Fascial Paralysis atau Kelumpuhan nervus fasial akut unilateral di seluruh

dunia merupakan suatu Bell‘s Palsy. Bersifat akut, namun proses penyembuhan

bersifat self limiting disease kecenderungan untuk sembuh secara spontan.

Kesembuhan Bell‘s Palsy sendiri ini bisa bersifat komplit ataupun memiliki gejala

sisa dengan nerve injury tergantung lama onset, dan letak lesi.

16

Page 17: Case Bp Diana

Daftar Pustaka

1. Vrabec JT, Coker NJ. Acute Paralysis of Facial Nerve in: Bailey BJ, Johnson JT,

Newland SD, editors. Head &NeckSurgery-Otolaryngology.4th Ed. Lippincott

Williams & Wilkins; Texas; 2006. P. 2139-54

2. Singhi P, Jain V. Bell’s Palsy in Children. Seminar in PediatricNeurotology.2003;

10(4): 289-97

3. Marsk E,Hammarstedt L,Berg et al. Early Deterioration in Bell’s Palsy:Prognosis

and Effect of Prednisolone. Otology & Neurotology. 2010; 31: 1503-07

4. Cawthorne T. The Pathology and Surgical Treatment of Bell’s Palsy in: Section

of Otology. Proceeding of the Royal Society of Medicine. 1950;44 : 565-72.

5. Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, Ruggiero DA. Cranial nerves and

chemical senses. In: Strominger NL, editor. The human nervous system: structure

and function. 6th Ed. New Jersey: Humana Press; 2005. p. 253.

6. Sabirin J. Bell’s palsy. In: Hadinoto HS, Noerjanto M, Jenie MN,Wirawan RB,

Husni A, Soetedjo, editors. Gangguan gerak.Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro. 1996. p. 163-72.

7. Seok JI, Lee DK, Kim KJ. The usefulness of clinical findings in localising lesions

in Bell’s palsy: comparison with MRI. J Neurol Neurosurg Psychiatry.

17

Page 18: Case Bp Diana

2008;79:418-20

18