blok 13

38
Pendahuluan Setiap manusia pasti akan menua. Proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi pada orang berusia lanjut, melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Proses penuaan seyogyanya dianggap suatu proses normal dan tidak selalu menyebabkan gangguan fungsi organ atau penyakit. Secara umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan pada proses menua. Oleh sebab itu, manusia yang berusia lanjut lebih rentan terkena penyakit-penyakit multiorgan. Pembahasan Working Diagnosis Tn. S, 77 tahun dibawa ke UGD RS UKRIDA dengan keluhan utama sejak pagi hari bangun pusing, sekelilingnya berputar putar disertai rasa mual mau muntah, keadaan seperti ini sudah dialami berulang-ulang. Bila bangun dari duduknya lutut terasa nyeri, berbunyi kretek-kretek dan sakit bila naik turun tangga. Bila bicara agak cadel kadang-kadang kesulitan untuk menemukan kata yang tepat dan bila minum air sering tersedak, sehingga takut minum. Tanda-tanda lumpuh tidak ada. Kalau mau jalan mulainya berat sekali, jalan dengan langkah kecil-kecil, kelihatannya kaku dan waktu mau berhenti agak kesulitan. Bila 1

Upload: welhan

Post on 04-Jan-2016

4 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

penyakit usia lanjut

TRANSCRIPT

Page 1: blok 13

Pendahuluan

Setiap manusia pasti akan menua. Proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi pada

orang berusia lanjut, melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan

berakhir dengan kematian. Proses penuaan seyogyanya dianggap suatu proses normal dan

tidak selalu menyebabkan gangguan fungsi organ atau penyakit. Secara umum dapat

dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik tingkat seluler

maupun pada tingkat organ sejalan pada proses menua. Oleh sebab itu, manusia yang berusia

lanjut lebih rentan terkena penyakit-penyakit multiorgan.

Pembahasan

Working Diagnosis

Tn. S, 77 tahun dibawa ke UGD RS UKRIDA dengan keluhan utama sejak pagi hari

bangun pusing, sekelilingnya berputar putar disertai rasa mual mau muntah, keadaan seperti

ini sudah dialami berulang-ulang. Bila bangun dari duduknya lutut terasa nyeri, berbunyi

kretek-kretek dan sakit bila naik turun tangga. Bila bicara agak cadel kadang-kadang

kesulitan untuk menemukan kata yang tepat dan bila minum air sering tersedak, sehingga

takut minum. Tanda-tanda lumpuh tidak ada. Kalau mau jalan mulainya berat sekali, jalan

dengan langkah kecil-kecil, kelihatannya kaku dan waktu mau berhenti agak kesulitan. Bila

menceritakan riwayat hidup dan pekerjaan masa lalu cukup jelas, tetapi peristiwa yang baru

terjadi beberapa saat sering lupa dan mudah tersinggung. Riwayat kencing manis ada sejak 6

tahun. Pemeriksaan fisik Tekanan darah 110/65, Nadi 72, terdapat termor pada kedua tangan

extremitas superior.

Dari data tersebut, yang dapat diperkirakan pasien mengalami vertigo, demensia,

hipotensi ortostatik, parkinson, diabetes melitus tipe 2 terkendali, dan osteoatritis.

Vertigo

Vertigo adalah sensasi abnormal berupa gerakan berputar. Seringkali terjadi dengan

tiba-tiba, ketika berat umumnya dibarengi dengan mual, muntah, dan jalan yang terhuyung-

huyung. Pada penderita vertigo yang harus dipikirkan adalah apakah vertigo tersebut tipe

1

Page 2: blok 13

sentral ( misalnya stroke) atau vertigo tepi perifer ( BPPPV / Benign Positional Paroxymal

Vertigo).1

Etiologi

Pada vertigo tipe sentral,etiologi umumnya adalah gangguan vaskuler. Sedangkan

pada vertigo tipe perifer penyebabnya idiopatik. Biasanya vertigo perifer berkaitan dengan

manifestasi patologis di telinga. 1

Tabel 1. Perbedaan vertigo perifer dan sentral1

 

Gejala Vertigo Perifer Vertigo Sentral

Bangkitan vertigo

Derajat vertigo

Pengaruh gerakan kepala

Gejala otonom (mual,

muntah, keringat)

Gangguan pendengaran

(tinitus, tuli)

Tanda fokal otak

lebih mendadak

berat

++

++

+

-

lebih lambat

ringan

+/-

+

-

+

Beberapa penyebab vertigo perifer diantaranya adalah :

A. Benign paroxysmal positional vertigo

Umumnya penyebab tunggal dizziness pada lansia. BPV merupakan kondisi

episodik, sembuh sendiri, dicetuskan oleh gerakan kepala mendadak atau karena

perubahan pada posisi tubuh seperti berguling di tempat tidur. BPV disebabkan oleh

akumulasi debris di kanal semisirkular. Pergerakan dari debris menstimulasi

mekanisme vestibular menghasilkan simptom pada pasien. BPV kadang berkaitan

temporer dengan penyakit viral, dan menghasilkan inflamasi. Diagnosis dapat

ditegakkan melalui tes Dix-Hallpike.2

Terapi dari BPPV saat ini adalah senam vertigo atau manuver Epley yang

bertujuan untuk merelokasi debris yang melayang bebas di kanal semisirkuler

posterior ke dalam vestibula dari vestibular labirin agat tidak vertigo lagi saat

menggerakkan kepala, atau untuk desensitisasi.2

B. Labirintitis

2

Page 3: blok 13

Merupakan penyebab lain dizziness karena vestibuler perifer, kelainan ini

sembuh dengan sendirinya. Umumnya kelainan ini akan berakhir pada hitungan hari

atau beberapa minggu. Labirintitis diperkirakan terjadi karena adanya inflamasi pada

saraf vestibular.2

C. Penyakit Meniere

Sindrom ini biasanya terjadi pada usia muda dan bukan penyebab umum

dizziness pada usia lanjut. Episode penyakit ini biasanya sembuh sendiri, tetapi

seringkali bserulang. Pada akhirnya tercapai suatu fase kronik yang ditandai oleh

hilangnya pendengaran makin jelas, tetapi episode dizziness berkurang.2

Beberapa factor predisposisi lain yang mencetuskan terjadinya vertigo adalah

kurangnya pergerakan aktif, alkoholisme akut, dan pascaoperasi mayor.

Diagnosis

Diagnosis vertigo semtral dan perifer ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut

Anamnesis

Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan yang berhubungan dengan vertigo

diantaranya adalah1

Apakah terdapat pengaruh perubahan sikap ?

Apakah terdapat kondisi lain selain perubahan posisi yang dapat membuat sensasi

vertigo bertambah berat ?

Apakah terdapat disorientasi ?

Apakah gangguan penglihatan hanya terjadi saat bergerak?

Pencetus.

Awitan.

Apakah terdapat gejala deficit neurologis fokal seperti penglihatan ganda, gangguan

menelan, disartri atau kelemahan motorik?

Pemeriksaan fisik dan penunjang

Pemeriksaan fisik dasar dan neurologis sangat penting untuk membantu

menegakkan diagnosis vertigo. Pemeriksaan fisis dasar yang terutama adalah menilai

perbedaan besar tekanan darah pada perubahan posisi. Secara garis besar, pemeriksaan

neurologis dilakukan untuk menilai fungsi vestibular, saraf kranial, dan motorik-

3

Page 4: blok 13

sensorik. Sistem vestibular dapat dinilai dengan tes Romberg, tandem gait test, uji

jalan di tempat (fukuda test) atau berdiri dengan satu atau dua kaki. Uji-uji ini

biasanya berguna untuk menilai stabilitas postural jika mata ditutup atau dibuka.

Sensitivitas uji-uji ini dapat ditingkatkan dengan teknik-teknik tertentu seperti

melakukan tes Romberg dengan berdiri di alas foam yang liat. Pergerakan (range of

motion) leher perlu diperhatikan untuk menilai rigiditas atau spasme dari otot leher.

Pemeriksaan telinga ditekankan pada pencarian adanya proses infeksi atau inflamasi

pada telinga luar atau tengah. Sementara itu, uji pendengaran diperiksa dengan

garputala dan tes berbisik.

Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai pergerakan mata seperti adakah

nistagmus spontan atau gaze-evoked nystagmus dan atau pergerakan abnormal bola

mata. Penting untuk membedakan apakah nistagmus yang terjadi perifer atau sentral.

Nistagmus sentral biasanya hanya vertikal atau horizontal saja dan dapat terlihat

dengan fiksasi visual. Nistagmus perifer dapat berputar atau rotasional dan dapat

terlihat dengan memindahkan fiksasi visual. Timbulnya nistagmus dan gejala lain

setelah pergerakan kepala yang cepat, menandakan adanya input vestibular yang

asimetris, biasanya sekunder akibat neuronitis vestibular yang tidak terkompensasi

atau penyakit Meniere.3

Uji fungsi motorik juga harus dilakukan antara lalin dengan cara pasien

menekuk lengannya di depan dada lalu pemeriksa menariknya dan tahan hingga

hitungan ke sepuluh lalu pemeriksa melepasnya dengan tiba-tiba dan lihat apakah

pasien dapat menahan lengannya atau tidak. Pasien dengan gangguan perifer dan

sentral tidak dapat menghentikan lengannya dengan cepat. Tetapi uji ini kualitatif dan

tergantung pada subjektifitas pemeriksa, kondisi muskuloskeletal pasien dan

kerjasama pasien itu sendiri.3

Pemeriksaan khusus neuro-otologi yang umum dilakukan adalah uji Dix-

Hallpike dan electronystagmography (ENG). Uji ENG terdiri dari gerak sakadik,

nistagmus posisional, nistagmus akibat gerakan kepala, positioning nystagmus, dan uji

kalori.

Pada dasarnya pemeriksaan penunjang tidak menjadi hal mutlak pada vertigo.

Namun pada beberapa kasus memang diperlukan. Pemeriksaan laboratorium seperti

darah lengkap dapat memberitahu ada tidaknya proses infeksi. Profil lipid dan

hemostasis dapat membantu kita untuk menduga iskemia. Foto rontgen, CT-scan, atau

4

Page 5: blok 13

MRI dapat digunakan untuk mendeteksi kehadiran neoplasma/tumor. Arteriografi

untuk menilai sirkulasi vertebrobasilar.3

Penatalaksanaan

Pada kasus vertigo sentral, karena disebabkan gangguan vaskuler, penatalaksanaannya

sesuai dengan tatalaksana stroke. Pada vertigo perifer,penatalaksanaannya terdiri dari terapi

kausal, terapi simptomatik, dan terapi rehabilitasi menggunakan metode Brandt-Daroff.

Prosedur operasi dilakukan bila proses reposisi kanalis tidak berhasil.1

DEMENSIA

Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara

maju, dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-negara

berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukanya penyakit-

penyakit degeneratif serta makin meningkatnya usia harapan hidup di hampir seluruh belahan

dunia.

Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak disadari

karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progesif namun perlahan.

Selain itu pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif

yang terjadi pada awal demensia merupakan suatu hal yang wajar pada seorang yang sudah

menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai akhirnya mulai

mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh pada ketergantungan kepada

lingkungan sekitarnya.4

Anamnesis

Anamnesis harus terfokus pada awitan (onset), lamanya, dan bagaimana laju progresi

penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Kebingungan (confusion) yang terjadi akut dan

subakut mungkin merupakan manifestasi delirium dan harus dicari kemungkinan

penyebabnya seperti intoksikasi, infeksi, atau perubahan metabolik. Hampir 75% pasien

penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori, tetapi gejala awal juga dapat melipiti

kesulitan mengurus keuangan, berbelanja, mengikuti perintah, menemukan kata, atau

mengemudi. Perubahan kepribadian, disinhibisi, peningkatan berat badan, atau obsesi

terhadap makanan mengarah pada fronto-temporal dementia (FTD),FTD juga patut diduga

bila ditemukan apati, hilangnya fungsi eksekutif, abnormalitas progresif fungsi berbicara, atau

keterbatasan kemampuan memori atau spasial. Diagnosis demensia dengan Lewy body (DLB)

5

Page 6: blok 13

adanya gejala awal berupa halusinasi visual, parkinsonism, delirium, gangguan tidur REM

(rapid-eye movement), atau sindrom Capgras, yaitu delusi bahwa seseorang yang dikenal

digantikan oleh penipu.4

Riwayat adanya strok dengan progresi bertahap dan tidak teratur mengarah pada

demensia multi-infrak. Pada pasien yang menderita penyakit serebrovaskular dapat sulit

ditentukan apakah demensia yang terjadi adalah penyakit Alzheimer, demensia multi-infark,

atau campuran keduanya. Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab demensia, maka

anamnesis harus diarahkan pula pada berbagai faktor risiko seperti trauma kepala berulang,

infeksi susunansaraf pusat akibat sifilis (neurosifilis), konsumsi alkohol berlebihan,

intoksikasi bahan kimia pada pekerja pabrik, serta penggunaan obat-obat jangka panjang.

Riwayat keluarga juga juga harus selalu menjadi bagian dari evaluasi.4

Pemeriksaan fisis dan penunjang

Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi

kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE). MMSE merupakan pemeriksaan

yang mudah dan cepat dikerjakan, berupa 30 point-test terhadap fungsi kognitif dan berisikan

pula uji orientasi, memori kerja dan memori episodik, komprehensi bahasa, menyebutkan

kata, dan mengulang kata. Pada penyakit Alzheimer defisit yang terlibat berupa memori

episodik, category generation, dan kemampuan visuokonstruktif. Pada FTD defisit awal

sering melibatkan fungsi eksekutif frontal atau bahasa (berbicara atau menyebutkan kata).

Pasien DLB mempunyai defisit lebih berat pada fungsi visuospasial tetapi melakukan tugas

memori episodik lebih baik dibandingkan pasien dengan penyakit Alzheimer. Pasien dengan

demensia vaskular sering menunjukkan campuran defisit eksekutif frontal dan visuospasial.4,5

Pemeriksaan fisis dan neurologis dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem saraf

dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya.

Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukan gangguan sistem motorik kecuali pada

tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme,

mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD, DLB, atau

demensia multi-infark. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguan pendengaran dan

penglihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada pasien yang sering

disalahartikan sebagai demensia. Pada usia lanjut defisit sensorik seperti ini sering terjadi.4

Pemilihan tes laboratorium pada pasien dengan demensia is not straightforward.

Pemeriksaan fungsi tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit, dan VDRL

direkomendasikan untuk diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang perlu

6

Page 7: blok 13

dipertimbangkan adalah pungsi lumbal, fungsi hati, fungsi ginjal, pemeriksaan toksin di

urin/darah, dan Apolipoprotein E.4,5

Pemeriksaan penunjang yang juga direkomendasikan adalah CT/MRI kepala dapat

mengidentifikasi tumor primer atau sekunder, lokasi area infark, hematoma subdural, dan

memperkirakan adanya hidrosefalus bertekanan-normal atau penyakit white matter yang luas.

SPECT dan PET scanning dapat menunjukkan hipoperfusi atau hipometabolisme

temporalparietal pada penyakit Alzheimer dan hipoperfusi atau hipometabolisme

frontotemporal pada FTD. 4

Etiologi

Beberapa kelainan otak struktural (misalnya, hydrocephalus tekanan normal,

hematoma subdural), gangguan metabolisme (misalnya, hipotiroidisme, kekurangan vitamin

B12), dan racun (misalnya, memimpin) menyebabkan kerusakan lambat kognisi yang dapat

mengatasi dengan pengobatan. Penurunan ini kadang-kadang disebut demensia reversibel,

tetapi beberapa ahli membatasi istilah demensia kerusakan kognitif ireversibel.5

Patofisiologi

Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik,

neurofibrilarry tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano

bodies. Adanya dan jumlah plak senilis adalah satu gambaran patologis utama yang penting

untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat seiring usia, dan

plak ini juga muncul di jaringan otak orang usia lanjut yang tidak demensia.

Neurofibrilarry tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau yang

terhiperfosforilasi pada pasangan filament helix. Individu usia lanjut yang normal juga

diketahui mempunyai neurofibrilarry tangles di beberapa lapisan hipokampus dan korteks

entorhinal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa demensia.

Neorofibrilarry tangle ini tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga timbul pada

penyakit lain.

Pada demensia vaskular patologi yang dominan adalah adanya infark multipel dan

abnormalitas substansia alba (white matter). Infark jaringan otak yang terjadi pasca strok

dapat menyebabkan demensia bergantung pada volume total korteks yang rusak dan bagian

(hemisfer) mana yang terkena.

Petanda anatomis pada fronto-temporal dementia (FTD) adalah terjadinya atrofi

yang jelas pada lobus temporal daun/ atau frontal, yang dapat dilihat pada pemeriksaan

7

Page 8: blok 13

pencitraan saraf ( neuroimaging) seperti MRI dan CT. secara mikroskopis selalu didapatkan

gliosis dan hilangnya neuron, serta pada beberapa kasus terjadi pembengkakan dan

penggelembungan neuron yang berisi cytoplasmic inclusion. Sementara pada demensia

dengan Lewy body, gambaran neuropatologinya adalah adanya Lewy body di seluruh korteks,

amigdala, cingulated cortex, dan substansia nigra. Lewy body adalah cytoplasmic inclusion

intraneuron yang terwarnai dengan periodic acid-Schiff (PAS) dan ubiquitin, terdiri dari

neurofilamen lurus ssepanjang 7 sampai 20 mm dikelilingi material amorfik.

Pemeriksaan fisis dan neurologis

Pemeriksaan fisis dan neurologis dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem

saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya.

Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukan gangguan sistem motorik kecuali pada

tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme,

mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD, DLB, atau

demensia multi-infark. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguan pendengaran dan

penglihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada pasien yang sering

disalahartikan sebagai demensia. Pada usia lanjut deficit sensorik seperti ini sering terjadi. 4

Epidemiologi

Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap

pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia

lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa

adalah penyakit Alzheimer, di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab

tersering demensia. Tipe demensia lain yang lebih jarang adalah demensia tipe Lewy body,

demensia fronto-temporal (FTD), dan demensia pada penyakit Parkinson. 4

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan umum

Tujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah

mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman

dan mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanya. 4

Pengobatan untuk mempertahankan fungsi kognitif

8

Page 9: blok 13

Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti

tinggi efektivitasnya. Berapa penelitian klinis juga mencoba mengarah pada terapi lain yang

disesuaikan dengan patofisiologi timbulnya demensia yang melibatkan berbagai mekanisme. 4

Kolinesterase inhibitor

Efek farmakologik obat-obatan ini adalah dengan menghambat enzim

kolinesterase, dengan hasil meningkatnya kadar asetilkolin di jaringan otak.

Antioksidan

Antioksidan yang telah diteliti dan memberikan hasil yang cukup baik adalah alfa

tokoferol (vitamin E). pemberian vitamin E dapat mmperlambat progresi penyakit Alzheimer

menjadi lebih berat.

Memantin

Efek terapinya diduga adalah melalui pengaruhnya pada glutaminergic

excitotoxicity dan fungsi neuron di hipokampus.

Terapi lain

Beberapa penelitian mencoba mendapatkan manfaat obat-obat antiinflamasi baik

dalam hal pencegahan maupun terapi demensia Alzheimer. 4

Prognosis

Demensia biasanya progresif. Namun, tingkat perkembangan bervariasi secara luas

dan tergantung pada penyebabnya. Demensia memperpendek harapan hidup, tetapi

perkiraan kelangsungan hidup bervariasi.4

OSTEOARTHRITIS

Osteoarthritis adalah penyakit sendi degeneratif, dimana terjadi suatu gangguan yang

seakan-akan merupakan proses penuaan dan ditandai dengan adanya degenerasi pada tulang

rawan sendi, disertai pertumbuhan tulang baru pada tepi sendi atau boy spur. Osteoarthritis

genu bilateral sering terjadi pada mereka yang sudah lanjut usia, terutama di atas 40 tahun.6

9

Page 10: blok 13

Anamnesis

Pasien dengan osteoarthritis biasanya adalah pasien setengah baya atau tua dan mengeluh

sakit di pinggul, tangan lutut, atau tulang belakang. Paling sering, pasien mengalami rasa

sakit dan kekakuan di dalam dan sekitar sendi yang terkena, disertai dengan beberapa

pembatasan fungsi. Gejala sering membahayakan di awal.

Nyeri biasanya memburuk saat menggunakan sendi dan akan berkurang dengan

istirahat. Nyeri pada saat istirahat atau sakit pada malam hari adalah suatu gelaja dari

osteoarthritis yang parah. Pada kekakuan pagi hari yang berlangsung kurang dari 30 menit

adalah wajar. Sebaliknya, bila kekakuan pagi hari pada pasien dengan rheumatoid arthritis

aktif berlangsung lebih lama dari 45 menit.

Pasien dengan osteoarthritis lutut sering mengeluh ketidakstabilan atau buckling,

terutama ketika mereka turun tangga atau melangkah di tepi jalan. Pasien dengan

osteoarthritis dari tangan mungkin mengalami masalah dengan ketangkasan manual, terutama

jika sendi carpometacarpal pertama yang terlibat.

Pasien dengan osteoartritis erosif mungkin memiliki tanda-tanda peradangan pada

sendi interphalangeal tangan. Peradangan ini bisa menjadi salah satu gejala untuk rheumatoid

arthritis, yang menyebabkan interphalangeal proksimal serupa sendi menjadi bengkak.

Namun, osteoartritis umumnya tidak memiliki komponen inflamasi, kecuali pada penyakit

lanjut. Kehadirannya bersama dengan panas erythematous, bengkak dengan septik atau

arthropathy kristal seperti gout, pseudogout atau arthritis hidroksiapatit.6

Pemeriksaan fisis dan penunjang

Pada pemeriksaan fisis, gejala klinik yang paling menonjol adalah nyeri yang menghebat dan

adanya kaku sendi. Selain itu, ditemukan juga krepitus, pembengkakan sendi, nyeri tekan,

rasa panas lokal, terbatasnya pergerakan, dan pada keadaan yang lanjut dapat terjadi

deformitas sendi.7

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan radiologi. Gambaran radiologic

osteoarthritis dapat berupa :

- Pembentukan osteofit pada tepi sendi

- Penyempitan celah sendi akibat penipisan rawan sendi

- Kista dengan dinding sklerotik pada daerah subchondral

- Perubahan bentuk ujung tulang

10

Page 11: blok 13

Etiologi

Sampai saat ini, etiologi pasti dari osteoarthritis belum diketahui dengan jelas. Ternyata tidak

ada satu faktor pun yang jelas sebagai proses destruksi rawan sendi, akan tetapi beberapa

faktor predeposisi terjadinya osteoarthritis telah diketahui. 8

Faktor resiko yang berperan dalam osteoarthritis dibedakan menjadi :

1. Faktor predisposisi umum, antara lain umur, jenis kelamin, kegemukan, hereditas,

hipermobilitas, merokok, densitas tulang, humoral, dan penyakit rematik lainnya.

2. Faktor mekanik, antara lain trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan

karena aktivitas atau kurang gerak.

Patofisiologi

Pada kondisi osteoarthritis terjadi perubahan lokal pada kartilago, berupa timbulnya

bulla atau blister yang menyebabkan serabut kolagen terputus dan proteoglikan mengalami

pembengkakan pada tahap laju dan terjadi perubahan komposisi air pada proteoglikan,

sehingga menyebabkan struktur tulang rawan sendi rusak.7,8

Tulang rawan sendi akan mengadakan reaksi hipereaktivitas pembentukan jaringan

kolagen baru dan proteoglikan. Namun reaksi ini kadang tidak menolong.

Pada osteoarthritis terdapat proses degradasi, reparasi, dan inflamasi yang terjadi

dalam jaringan ikat, lapisan tulang rawan, sinovium, dan tulang subchondral.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada osteoarthritis adalah sebagai berikut :

1. Degradasi tulang rawan sendi yang timbul sebagai akibat ketidakseimbangan antara

regenerasi dan degenerasi rawan sendi melalui beberapa tahap, yaitu fibrasi,

pelunakan, permecahan, dan pengelupasan. Proses ini berlangsung cepat dan lambat.

Untuk proses cepat akan terjadi dalam waktu 10-15 tahun, sedangkan yang lambat

terjadi dalam 20-30 tahun. Akhirnya permukaan sendi menjadi botak tanpa lapisan

rawan sendi.

2. Osteofit, bersama timbulnya degenerasi tulang rawan sendi, selanjutnya diikuti

reparasi tulang rawan sendi. Reparasi berupa pembentukan osteofit di tulang

subchondral.

3. Skierosis subchondral, pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa sklerosis, yaitu

pemadatan atau penguatan tulang tepat di bawah lapisan rawan yang mulai rusak.

4. Sinovitis adalah inflamasi. Sinovitis dapat meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut

yang mengandung bermacam-macam enzim akan tertekan ke dalam celah-celah

rawan. Hal ini akan mempercepat proses perusakan tulang rawan.

11

Page 12: blok 13

Epidemiologi

Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang paling umum di dunia. Di populasi Barat,

penyakit ini merupakan penyakit tersering yang menyebabkan nyeri, kehilangan fungsi dan

kemampuan pada orang dewasa. Bukti radiologi osteoarthritis terlihat pada mayoritas

manusia di atas 65 tahun dan 80% dari mereka berusia di atas 75 tahun.

Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksaan osteoarthritis lutut adalah untuk menghilangkan nyeri dan

radang, menstabilkan sendi lutut, dan meringankan beban sendi lutut. Penatalaksanaan

sebaikanya dilakukan pada stadium dini, terutama sebelum terjadi deformitas.

Untuk meringankan beban sendi lutut, maka dalam aktivitas sehari-hari adala

beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain jangan memilih olahraga berjalan atau

jogging, tetapi berenang dan bersepeda. Hindari naik atau turun tangga bila mungkin. Duduk

lebih baik daripada berdiri, dan duduk di kursi yang lebih tinggi lebih baik daripada kursi

yang rendah. Selain itu, hidari juga berlutut atau berjongkok.

Terapi fisik memegang peranan sangat penting. Latihan otot yang teratur akan

memperbaiki gangguan fungsional penderita, mengurangi ketergantungan pada orang lain,

dan mengurangi nyeri. Terapi pemanasan dapat dilakaukan dengan cara : diaterm, ultrasound,

sinar infra merah, dsb. Pemanasan selama 15-20 menit dikatakan cukup efektif untuk

mengurangi nyeri dan kaku sendi.

Obat-obatan umumnya hanya bersifat simptomatik untuk mengurangi nyeri. Pada

tahap awal dapat dicoba dengan analgetik sederhana, bila tidak ada perbaikan dapat diberikan

anti-inflamasi non steroid.7

Preventif

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah osteoarthritis :

1. Kontrol berat badan. Berat badan berlebihan dapat menyebabkan stress pada sendi,

khususnya pada sendi pinggul, lutut, punggung, dan kaki. 

2. Bergeraklah. Olahraga yang melatih kekuatan otot di sekitar sendi akan membantu

mencegah kerusakan kartilago pada sendi.

3. Aturlah postur tubuh. Postur tubuh yang baik akan melindungi sendi Anda dari

tekanan yang berlebihan, terutama pada leher, punggung, pinggul, dan lutut.

4. Lakukan variasi berbagai aktifitas fisik atau olahraga. Berikan waktu untuk istirahat

bagi tubu setelah melakukan olahraga berat seperti angkat beban. Stress yang berulang

pada sendi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan osteoartritis.

12

Page 13: blok 13

5. Perhatikan tingkat nyeri. Jika mengalami nyeri sendi, jangan mengabaikannya. Nyeri

yang timbul setelah beraktifitas atau berolahraga dapat menjadi indikasi bahwa sendi

mengalami stress oksidatif yang berlebihan dan membutuhkan istirahat yang cukup.

6. Beristirahatlah. Mulailah suatu aktifitas baru secara perlahan dan aman hingga

memahami bahwa kondisi tubuh telah pulih. Hal ini akan mengurangi risiko

terjadinya cidera pada sendi. 

7. Hindari luka pada sendi. Gunakan peralatan dengan baik dan benar. Jangan lupa

kenakan helm, sabuk pengaman, dan perlengkapan berkendara lainnya. Pastikan

keamanan terjaga dengan nyaman dan benar. 

Prognosis

Mengingat osteoarthritis adalah penyakit degeneratif, maka dapat dimengerti bahwa

penyakit ini bersifat progresif sesuai dengan usia. Namun jika diketahui secara dini dan

belum menimbulkan deformitas, maka perjalanan penyakit dapat dihambat dengan cara

membuat atau berusaha memperbaiki stabilitas sendi.

Gambar 1. Osteoarthritis

13

Page 14: blok 13

Gambar 2. Osteoarthritis pada sendi tangan

Parkinson

Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegenerative. Pada penyakit ini terjadi

kehilangan neuron dopamine di substansia nigra. Penyakit ini ditemukan pada semua etnis

dengan distribusi jenis kelamin yang sama dan terutama pada lansia. Pertambahan usia

merupakan factor risiko penyakit ini.1

Etiologi

Penyebab penyakit ini secara umum idiopatik. Namun, ada juga beberapa factor yang

dapat menyebabkan Parkinson diantaranya obat-obatan seperti

phenothiazines,metoklopramide dan MPTP yang masuk dalam golongan narkoba. Parkinson

juga bisa disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit Wilson dan tremor esensial.

Beberapa toksin juga bisa berpengaruh seperti herbisida, pestisida dan CO.1

Patofisiologi

Patofisiologi penyakit Parkinson berhubungan dengan degenerasi neuron dopamine

yang menyebabkan ketidakseimbangan antara dopamine dan asetilkolin di ganglia basalis.

Dari patologinya, ditemukan Lewy bodies di sel neuron. Walaupun patogenesis dari

parkinson disease tidaklah diketahui, namun fakta yang menunjukkan bahwa penyakit ini

muncul pada usia lanjut memberi pemikiran bahwa penyakit ini mungkin berhubungan

14

Page 15: blok 13

dengan proses penuaan sel-sel neuronal, khususnya pada individu-individu yang sel-sel

nigranya sangat rentan.1,9

Manifestasi Klinis

1. Gejala motorik1

a. Tremor (patognomotik, menonjol saat istirahat, asimetris, gerakan volunteer

berkurang)

b. Rigiditas

c. Bradikinesia (asimetris, kekuatan normal, gerakan tangkas melambat).

d. Postur tubuh dan gaya jalan ( menyeret kaki, langkah pendek, gerakan tangan

menurun, postur tubuh membungkuk).

2. Gejala nonmotorik1

a. Gangguan tidur ( insomnia, parasomnia, gerakan eksremitas secara periodic

saat tidur)

b. Halusinasi

c. Restless Legs Syndrome

d. Konstipasi

e. Inkontinensia urin.

f. Drooling

g. Disfungsi seksual

Diagnosis

Penegakkan diagnosis melibatkan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan neurologis yang sesuai dengan gejala klinis.1

Pemeriksaan Penunjang

Belum ada pemeriksaan laboratorium atau pencitraan yang dapat memastikan

diagnosis Parkinson. Pemeriksaan dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Pemeriksaan penunjang yang bisa dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis

Parkinson adalah Position Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission

CT (SPECT).1

Penatalaksanaan

15

Page 16: blok 13

Nonmedikamantosa

Edukasi

Penunjang (suportif)

Tindakan rehabilitasi / Latihan fisik

Bagi penderita Parkinson dapat diberikan fisioterpi berupa terapi wicara.

Fisioterapi juga diarahkan untuk mempertahankan mobilitas sendi, menghindari

kelainan sikap anggota gerak badan, koreksi terhadap kelainan sikap anggota gerak

badan serta mempertahankan gaya berjalan yang normal.9

Tindakan bedah

Secara umum tindakan bedah (Thalamotomi ventrolateral dan Pallidektomi)

memberikan hasil yang paling baik pada Parkinsonisme idiopatik dengan gejala

unilateral pada penderita dibawah umur 65 tahun. Kontraindikasi untuk tindakan

bedah ini adalah akinesia yang berat, ateroma serebral yang luas, demensia dan

hipertensi berat.9

Medikamentosa

Obat-obatan mulai diberikan saat pasien merasa terganggu dengan gejala yang

ada atau pasien ingin diberi terapi setelah mendapatkan penjelasan tentang penyakit

Parkinson. Berdasarkan konsep keseimbangan komponen dopaminergik-kolinergik,

kemoterapi penyakit Parkinson dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan obat

yang bersifat dopaminergik sentral dan dengan obat yang berefek antikolinergik

sentral. Selain itu dikembangkan penghambat MAO-B berdasarkan konsep

pengurangan pembentukan zat radikal bebas.9

Diabetes Melitus

Diabetes Melitus, penyakit gula, atau penyakit kencing manis, diketahui sebagai suatu

penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan menahun terutama pada system metabolism

karbohidrat, lemak, dan juga protein dalam tubuh. Gangguan metabolism tersebut disebabkan

kurangnya produksi hormone insulin, yang diperlukan dalam proses pengubahan gula

menjadi tenaga serta sintesis lemak. Kondisi yang demikian itu, mengakibatkan terjadinya

hiperglikemia, yaitu meningkatnya kadar gula dalam darah atau terdapatnya kandungan gula

dalam air kencing dan zat-zat keton serta asam (keto-acidosis) yang berlebihan. Keberadaan

zat-zat keton dan asam yang berlebihan ini menyebabkan terjadinya rasa haus yang terus-

menerus, banyak kencing, penurunan berat badan meskipun selera makan tetap baik,

16

Page 17: blok 13

penurunan daya tahan tubuh (tubuh lemah dan mudah sakit). Penderita kencing manis, tidak

jarang yang harus meninggal pada usia muda.10

Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolic dengan etiologi multifaktorial.

Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan memengaruhi metabolism karbohidrat,

protein serta lemak. Patofisiologi DM berpusat pada gangguan sekresi insulin dan / atau

gangguan kerja insulin. Penyandang DM akan ditemukan dengan ebrbagai gejala seperti

poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak makan) dengan

penurunan berat badan. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit DM tidka

menimbulkan gejala (asimptomatik) dan menyebabkan kerusakan vascular sebelum penyakit

ini terdeteksi. DM jangka panjang menimbulkan rangkaian gangguan metabolic yang

menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi

mikrovaskuler yang berkaitan dengan DM meliputi retinopati, nefropati dan neuropati.

Penyandang DM menghadapi peningkatan resiko untuk menderita penyakit kardiovaskuler,

serebrovaskular dan penyakti vascular perifer.11

Klasifikasi Diabetes

DM tipe 1 ditandai oleh penurunan kadar insulin (insulinopenia) yang disebabkan

destruksi sel-sel β. Pasien DM tipe 1 memerlukan insulin untuk tetap bertahan hidup. Tanpa

adanya insulin dari luar, pasien tersebut akan mengalami ketoasidosis, koma dan kematian.11

DM tipe 2 merupakan bentuk DM yang paling sering ditemukan dan ditandai oleh

gangguan pada sekresi serta kerja insulin. Kedua defek ini terdapat pada DM klinis. Penyebab

yang jumlahnya banyak dan bervariasi untuk terjadinya kelainan ini telah teridentifikasi.11

DM tipe 2 juga memiliki perubahan multifaktorial. Mayoritas pasien DM tidak

bergantung pada insulin dan kebanyakan di antara mereka menderita diabetes pada usia

dewasa. Pada DM tipe 2 sering terdapay resistensi insulin dengan indulinopenia relative yang

kadang-kadang pada saat-saat stress memerlukan insulin. Obesitas dan obesitas pada bagian

perut umumnya terlihat pada pasien-pasien DM tipe 2. Ketoasidosis jarang ditemukan dan

jika terlihat, keadaan ini berhubungan dengan stress atau penyakit lain yang menjangkiti

pasien DM. Pasien DM juga cenderung mengalami komplikasi mikrovaskular dan

makrovaskular. Factor etiologi meliputi factor genetic, usia, obesitas dan kurangnya aktivitas

fisik.11

Faktor Resiko Terjadinya Diabetes

17

Page 18: blok 13

DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetic dan

lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit

tersebut. Sebagian factor ini dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya hidup, sementara

sebagian lainnya tidak dapat diubah.11

Faktor genetic. Bukti adanya komponen genetic berasal dari koefisien keselarasn

(corcodance) DM yang meningkat kepada kembar monozigot, prevalensi DM yang tinggi

pada anak-anak dari orang tua yang menderita diabetes, dan prevalensi DM yang tinggi pada

kelompok etnis tertentu. Keterkaitan DM dengan banyak gen kandidat telah teridentifikasi

pada berbagai populasi, tetapi tidak ada gen yang terlihat sebagai gen utama di dalam proses

terjadinya kelainan tersebut.11

Penatalaksanaan Diabetes Melitus.

1. Edukasi pasien : penting untuk mempunyai perawat pribadi, edukasi mandiri dan

lain-lain

2. Penilaian klinis : setelah menegakkan diagnosis diabetes mellitus, lakukan terapi

komplikasi metabolic akut dan terapi hipoglikemik seumur hidup, pemeriksaan

untuk mencari kerusakan end-organ setiap 6-12 bulan penglihatan (retinopati dan

katarak), system kardivaskular (denyut nadi perifer, tanda-tanda gagal jantung,

hipertensi). System saraf (neuropati system saraf ototnom dan / atau saraf sensoris

perifer) dan kaki (ulkus, gangrene, dan infeksi). Fungsi ginjal (kreatinin dan

albuminuria) harus diperiksa.

3. Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi, dan harus

memungkinkan pasien menjalani hidup normal- hal ini membutuhkan edukasi dan

dukungan kepada pasien.

Usaha memaksimalkan prognosis tergantung pada control glukosa darah secara

optimal dan menyingkirkan factor-faktor resiko kardiovaskular seperti merokok, hipertensi

(usahakan tekanan darah <130/80 mmHg), dan hiperlipidemia. Control kadar glukosa yang

optimal dengan sendirinya dapat memperbaiki kadar kolesterol, namun apabila kadar

kolesterol tetap tinggi setelah ini, terapi penurunan lipid secara agresif dengan statin dapat

dilakukan. Hampir semua orang yang menderita diabetes dan memiliki penyakit vascular

seharusnya mendapat terapi statin.10,11

Terapi spesifik Diabetes Melitus

18

Page 19: blok 13

1. Sarankan perubahan pola makan : usahakan mencapai berat badan ideal. Batasi

asupan karbohidrat olahan dan perbanyak asupan karbohidrat kompleks. Kurangi

asupan lemak jenuh. Hindari konsumsi alcohol yang berlebihan.

2. Obat hipoglikemik oral diindikasikan pada DM tipe 2 apabila diet saja tidak cukup

mengontrol metabolism

3. Insulin diberikan melalui subkutan digunakan pada semua pasien dengan diabetes

tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Ada beberapa jenis; insulin

rekombinan manusia adalah ayng paling sering digunakan, walaupun beberapa

pasien lebih memilih menggunakan insulin sapi atau babi. Sediaan yang berbeda

memiliki onset dan lama kerja yang bervariasi (pendek, menengah atau panjang).

Sediaan dengan kombinasi berbeda antara lama kerja pendek dengan menengah /

panjang sering digunakan. Analog insulin adalah insulin yang mengalami

modifikasi kimiawi, misalnya lispro, yang memiliki onset yang cepat dan lama

kerja yagn lebih singkat, sehingga memungkinkan pemberian langsung sebelum

makan. Obat hipoglikemik oral (misalnya metformin) terkadang diberikan

bersama terapi insulin untuk penderita diabetes tipe 2 untuk memperbaiki

sensitivitas terhadap insulin. Efek samping dari insulin adalah hipoglikemia,

kenaikan berat badan, dan lipohipertrofi pada tempat-tempat injeksi.11

HIPOTENSI ORTOSTATIK

Tekanan darah merupakan faktor yang sangat penting bagi sistem sirkulasi.

Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostasis tubuh. Jika

sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka akan terjadi gangguan pada sistem transpor

O2, CO3, serta hasil metabolisme lainnya.

Tekanan darah memiliki sifat yang dinamis. Pada perubahan posisi tubuh, dari tidur

ke berdiri, tekanan darah akan mengadakan penyesuaian untuk dapat menunjang kegiatan

tubuh. Hal tersebut adalah normal bila penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 30

mmHg yang disertai peningkatan frekuensi denyut jantung 11 hingga 20 kali permenit.

Anamnesis

Kewaspadaan tinggi adalah hal yang sangat utama untuk mendiagnosis hipotensi

ortostatik, mengingat brgitu banyaknya kasus yang tidak terdeteksi. Anamnesis yang terarah

19

Page 20: blok 13

dan mendalam sangatlah diperlukan. Riwayat pemakaian obat dan penyakit sebelumnya,

tidak boleh dilupakan.12

Riwayat penyakit jatuh : penyebab jatuh, gejala penyerta, seperti sesak, pusing, nyeri dada.

Kondisi komorbid : stroke, parkinson, osteoporosis.

Riwayat obat : diuretik antidepressan, analgetik, antidiabetik.

Psikososial : keadaan lingkungan

Pemeriksaan fisis dan penunjang

Untuk menegakkan diagnosis, pengukuran tekanan darah hendaknya dilakukan pada

dua kondisi berbeda. Pada saat berbarang dan berdiri, tekanan darah dan nadi diukur dengan

interval 12 menit setelah masing-masing berbaring dan berdiri selama 10 menit. Tekanan

darah selama berdiri diukur setiap 20 menit. Untuk mendeteksi adanya ortostatik postural

yang terjadi setelah aktivitas, makan pengukuran tekanan darah dilakukan setelah penderita

melakukan kegiatan fisik ringan sangat diperlukan.13

Etiologi

Penurunan tekananan darah yang drastis saat perubahan posisi dapat terjadi oleh

banyak penyebab. Penyakit diabetes mellitus dan penggunaan obat yang berkepanjangan

merupakan penyebab yang paling sering ditemukan.13

Patofisiologi

Pada perubahan posisi tubuh, misalnya dari tidur ke berdiri, maka tekanan darah pada

bagian atas tubuh akan menurun karena pengaruh gravitasi. Pada orang dewasa normal,

tekanan darah arteri rata-rata pada kaki adalah 180-200 mmHg. Tekanan darah arteri setinggi

kepala adalah 60-75 mmHg dan tekanan venanya 0.

Pada dasarnya, darah akan mengumpul pada pembuluh vena ekstremitas inferior,

dimana 650-750 mL darah akan terlokalisir pada suatu tempat. Pengisian atrium kanan

jantung akan berkurang, dengan sendirinya curah jantung juga akan berkurang, sehingga pada

posisi berdiri akan terjadi penurunan sementara tekanan sistolik hingga 25 mmHg, sedangkan

tekanan diastoliknya tidak berubah atau meningkat ringan hingga 10 mmHg.

20

Page 21: blok 13

Penurunan curah jantung akibat pengumpulan darah pada anggota tubuh bagian

bawah akan cenderung mengurangi darah ke otak. Tekanan arteri kepala akan turun mencapai

20-30 mmHg. Penurunan tekanan ini akan diikuti kenaikan tekanan parsial CO2 dan

penurunan parsial O2, serta pH jaringan otak.

Secara reflektoris, hal ini akan merangsang baroreseptor yang terdapat di dalam

dinding dan hampir setiap arteri besar di daerah dada dan leher, namun dalam jumlah banyak

didapatkan di dalam dinding arteri carotis interna, sedikit di atas bifurcatio carotus, daerah

yang dikenal sebagai sinus karotikus dan dinding arkus aorta.

Respon yang ditimbulkan baroreseptor berupa peningkatan tahanan pembuluh darah

perifer, peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi

respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung, serta sekresi zat-zat vasoaktif. Sekresi zat

vasoaktif berupa katekolamin, pengaktifan sistem RAA, pelepasan ADH dan neurohipofisis.

Kegagalan fungsi refleks autonom inilah yang menjadi penyebab timbulnya hipotensi

ortostatik, selain oleh penurunan curah jantung akibat berbagai sebab dan kontraksi volume

intravaskular baik yang relatif, maupun absolut.13

Tingginya kasus hipotensi ortostatik pada usia lanjut berkaitan dengan :

- Penurunan sensitivitas baroreseptor yang diakibatkan oleh proses atheroskeloris

sekitar sinus karotikus dan arkus aorta. Hal ini akan menyebabkan tidak berfungsinya

refleks vasokonstriksi dan peningkatan frekuensi denyut jantung, sehingga

mengakibatkan kegagalan pemeliharaan tekanan arteri sistemik saat berdiri.

- Menurunnya daya elastisitas serta kekuatan otot ekstremitas inferior.

Epidemiologi

Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada segala tingkatan usia. Hanya saja

kecenderungan peningkatan jumlah kasusnya menunjukkan seiring dengan pertambahan usia.

Diduga 20% pasien yang berobat jalan dengan usia di atas 60 tahun dan 30% dengan usia di

atas 75 tahun menderita gangguan ini. Morbiditas dan mortalitas akibat jatuh pada usia lanjut

sering berhubungan dengan gangguan ini.13

21

Page 22: blok 13

Penatalaksanaan

Diantaranya adalah13 :

Pemberian obat-obat yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik hendaknya dikurangi

atau dihentikan sama sekali. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur, seperti berjalan,

cukup mampu mengurangi timbulnya gejala. Tidur dengan posisi kepala terangkat kurang

lebih 30 cm dan alas tidur dapat memperbaiki hipotensi ortostatik melalui mekanisme

berkurangnya tekanan arteri ginjal yang selanjutnya akan merangsang pelepasan renin dan

meningkatkan volume darah.

Pada penderita yang tidak memiliki penyakit jantung, penambahan garam dalam menu

sangat berguna. Jumlah yang diberikan terbatas 200 mmol perhari.

Menghindari mengejan saat miksi atau defekasi dan perubahan mendadak dari posisi

berbaring ke berdiri akan menolong mengatasi gejala.

Pada penderita hipotensi ortostatik, setelah makan, dianjurkan untuk mempersering

frekuensi makan makanan ringan. Selain itu, perlu juga pembatasan aktivitas fisik segera

setelag makan.

Adanya pengumpulan volume darah secara berlebihan pada ekstremiras inferior, dapat

dikurangi dengan pemakaian stocking.

Obat turut memegang peranan cukup penting untuk mengatasi hipotensi ortostatik dan

hendaknya diberikan setelah pengelolaan umum tidak membuahkan hasil.

Pada kasus-kasus neurologis, pmeberian obat hanya bersifat simptomatis. Jenis obat yang

diberikan adalah :

1. Fludrokortison

Efek yang ditimbulkan berupa peningkatan sensitivitas vaskular terhadap noradrenalin

endogen, pertambahan volume cairan ekstraseluler akibat retensi garam, peningkatan

osmolaritas dan tahanan vaskular.

2. Preparat vasokonstriktor

Preparat simpatomimetik seperti efedrin, amfetamin, hidroksiamfetamin, fenilefrin,

tiramin, etilefrin, dan inetilphenidate dilaporkan cukup memadai untuk mengatasi

hipotensi ortostatik yang diakibaykan oleh gangguan fungsi autonom.

3. Preparat lain

22

Page 23: blok 13

Preparat inhibitor sintesis prostaglandin, seperti indomethasin dan flurbiprofen.

Dilaporkan indomethasin meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer pada

penderita neuropati autonom. Kedua preparat tersebut juag meningkatkan tonus otot

halus pada kasus neuropati autonim dengan menghambat sintesis prostaglandin.

4. Dihidroergotamin

Merupakan turunan ergot dilaporkan cukup memadai untuk kasus yang disebabkan

oleh kegagalan fungsi autonom. Efek pemberian preparat ini adalah konstriksi selektif

dinding vena.

5. Preparat beta blocker

Seperti pinodol dilaporkan memberikan efek positif pula dalam penangan penderita

neuropati autonom kronis yang disertai hipotensi ortostatik.

Prognosis

Penderita diabetes dengan tekanan darah tinggi yang juga mengalami hipotensi

ortostatik, memiliki prognosis yang buruk. Jika penyebabnya adalah volume darah yang

rendah atau obat tertentu, keadaan ini bisa diatasi dengan segera.14

Kesimpulan

Dari gejala-gejala yang dialami oleh Tuan S menunjukkan bahwa Tuan S menderita

penyakit yang biasanya menyerang lansia, yaitu demensia, Parkinson, vertigo, osteoarthritis,

hipotensi ortostatik, diabetes mellitus.

Hal tersebut terjadi karena pada lansia biasanya penyakit yang terjadi adalah

multiorgan karena pada lansia organ-organ dan sel-sel tubuhnya mengalami degenerasi,

sehingga rentan sekali terhadap penyakit.

Daftar Pustaka

23

Page 24: blok 13

1. Dewanto George, Suwono Wita J, Riyanto Budi, Turana Yuda. Panduan praktis

diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2007.h 111 - 5

2. Probosuseno, Husni NA, Rochmah W. Dizzines pada lanjut usia, dalam: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1.

Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.826-36.

3. Pemeriksaan vertigo [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [updated 2007 January ;

cited 2011 January 17]. Available from: http://www.majalah-farmacia.com

4. Sudoyo et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

5. Etiology of dementia. [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [cited 2011 January 17].

Available from: http://www.merckmanuals.com

6. Manek, NJ. Osteoarthritis: Current Concepts in Diagnosis and Management.

American Family Physician [Internet] 2000 March 15. Available from: The American

Academy of Family Physician

7. Akupuntur pada osteoarthritis [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [cited 2011

January 17]. Available from: http://www.kalbe.co.id

8. Soeroso J, Isbagio H, et al. Osteoartritis, dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Edisi 5. Jakarta:

Interna Publishing; 2009.hal.2538-50.

9. Rahayu RA, Penyakit parkinson dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi 5. Jakarta:

Interna Publishing; 2009.hal.851-8.

10. Lanywati E. Diabetes mellitus penyakit kencing manis. Jakarta: Kanisius; 2011. Hal

7-10

11. Gibney MJ, dkk. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC; 2008. Hal 407-8

12. Jatuh pada geriatri [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [cited 2011 January 17].

Available from: www.docstoc.com

13. Hipotensi orthostatik. [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [cited 2011 January 17].

Available from: http://www.kalbe.co.id

14. Prognosis hipotensi orthostatik. [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [cited 2011

January 17]. Available from: http://www.mentorhealthcare.com

24

Page 25: blok 13

25