blok 13
DESCRIPTION
penyakit usia lanjutTRANSCRIPT
Pendahuluan
Setiap manusia pasti akan menua. Proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi pada
orang berusia lanjut, melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan
berakhir dengan kematian. Proses penuaan seyogyanya dianggap suatu proses normal dan
tidak selalu menyebabkan gangguan fungsi organ atau penyakit. Secara umum dapat
dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik tingkat seluler
maupun pada tingkat organ sejalan pada proses menua. Oleh sebab itu, manusia yang berusia
lanjut lebih rentan terkena penyakit-penyakit multiorgan.
Pembahasan
Working Diagnosis
Tn. S, 77 tahun dibawa ke UGD RS UKRIDA dengan keluhan utama sejak pagi hari
bangun pusing, sekelilingnya berputar putar disertai rasa mual mau muntah, keadaan seperti
ini sudah dialami berulang-ulang. Bila bangun dari duduknya lutut terasa nyeri, berbunyi
kretek-kretek dan sakit bila naik turun tangga. Bila bicara agak cadel kadang-kadang
kesulitan untuk menemukan kata yang tepat dan bila minum air sering tersedak, sehingga
takut minum. Tanda-tanda lumpuh tidak ada. Kalau mau jalan mulainya berat sekali, jalan
dengan langkah kecil-kecil, kelihatannya kaku dan waktu mau berhenti agak kesulitan. Bila
menceritakan riwayat hidup dan pekerjaan masa lalu cukup jelas, tetapi peristiwa yang baru
terjadi beberapa saat sering lupa dan mudah tersinggung. Riwayat kencing manis ada sejak 6
tahun. Pemeriksaan fisik Tekanan darah 110/65, Nadi 72, terdapat termor pada kedua tangan
extremitas superior.
Dari data tersebut, yang dapat diperkirakan pasien mengalami vertigo, demensia,
hipotensi ortostatik, parkinson, diabetes melitus tipe 2 terkendali, dan osteoatritis.
Vertigo
Vertigo adalah sensasi abnormal berupa gerakan berputar. Seringkali terjadi dengan
tiba-tiba, ketika berat umumnya dibarengi dengan mual, muntah, dan jalan yang terhuyung-
huyung. Pada penderita vertigo yang harus dipikirkan adalah apakah vertigo tersebut tipe
1
sentral ( misalnya stroke) atau vertigo tepi perifer ( BPPPV / Benign Positional Paroxymal
Vertigo).1
Etiologi
Pada vertigo tipe sentral,etiologi umumnya adalah gangguan vaskuler. Sedangkan
pada vertigo tipe perifer penyebabnya idiopatik. Biasanya vertigo perifer berkaitan dengan
manifestasi patologis di telinga. 1
Tabel 1. Perbedaan vertigo perifer dan sentral1
Gejala Vertigo Perifer Vertigo Sentral
Bangkitan vertigo
Derajat vertigo
Pengaruh gerakan kepala
Gejala otonom (mual,
muntah, keringat)
Gangguan pendengaran
(tinitus, tuli)
Tanda fokal otak
lebih mendadak
berat
++
++
+
-
lebih lambat
ringan
+/-
+
-
+
Beberapa penyebab vertigo perifer diantaranya adalah :
A. Benign paroxysmal positional vertigo
Umumnya penyebab tunggal dizziness pada lansia. BPV merupakan kondisi
episodik, sembuh sendiri, dicetuskan oleh gerakan kepala mendadak atau karena
perubahan pada posisi tubuh seperti berguling di tempat tidur. BPV disebabkan oleh
akumulasi debris di kanal semisirkular. Pergerakan dari debris menstimulasi
mekanisme vestibular menghasilkan simptom pada pasien. BPV kadang berkaitan
temporer dengan penyakit viral, dan menghasilkan inflamasi. Diagnosis dapat
ditegakkan melalui tes Dix-Hallpike.2
Terapi dari BPPV saat ini adalah senam vertigo atau manuver Epley yang
bertujuan untuk merelokasi debris yang melayang bebas di kanal semisirkuler
posterior ke dalam vestibula dari vestibular labirin agat tidak vertigo lagi saat
menggerakkan kepala, atau untuk desensitisasi.2
B. Labirintitis
2
Merupakan penyebab lain dizziness karena vestibuler perifer, kelainan ini
sembuh dengan sendirinya. Umumnya kelainan ini akan berakhir pada hitungan hari
atau beberapa minggu. Labirintitis diperkirakan terjadi karena adanya inflamasi pada
saraf vestibular.2
C. Penyakit Meniere
Sindrom ini biasanya terjadi pada usia muda dan bukan penyebab umum
dizziness pada usia lanjut. Episode penyakit ini biasanya sembuh sendiri, tetapi
seringkali bserulang. Pada akhirnya tercapai suatu fase kronik yang ditandai oleh
hilangnya pendengaran makin jelas, tetapi episode dizziness berkurang.2
Beberapa factor predisposisi lain yang mencetuskan terjadinya vertigo adalah
kurangnya pergerakan aktif, alkoholisme akut, dan pascaoperasi mayor.
Diagnosis
Diagnosis vertigo semtral dan perifer ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut
Anamnesis
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan yang berhubungan dengan vertigo
diantaranya adalah1
Apakah terdapat pengaruh perubahan sikap ?
Apakah terdapat kondisi lain selain perubahan posisi yang dapat membuat sensasi
vertigo bertambah berat ?
Apakah terdapat disorientasi ?
Apakah gangguan penglihatan hanya terjadi saat bergerak?
Pencetus.
Awitan.
Apakah terdapat gejala deficit neurologis fokal seperti penglihatan ganda, gangguan
menelan, disartri atau kelemahan motorik?
Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan fisik dasar dan neurologis sangat penting untuk membantu
menegakkan diagnosis vertigo. Pemeriksaan fisis dasar yang terutama adalah menilai
perbedaan besar tekanan darah pada perubahan posisi. Secara garis besar, pemeriksaan
neurologis dilakukan untuk menilai fungsi vestibular, saraf kranial, dan motorik-
3
sensorik. Sistem vestibular dapat dinilai dengan tes Romberg, tandem gait test, uji
jalan di tempat (fukuda test) atau berdiri dengan satu atau dua kaki. Uji-uji ini
biasanya berguna untuk menilai stabilitas postural jika mata ditutup atau dibuka.
Sensitivitas uji-uji ini dapat ditingkatkan dengan teknik-teknik tertentu seperti
melakukan tes Romberg dengan berdiri di alas foam yang liat. Pergerakan (range of
motion) leher perlu diperhatikan untuk menilai rigiditas atau spasme dari otot leher.
Pemeriksaan telinga ditekankan pada pencarian adanya proses infeksi atau inflamasi
pada telinga luar atau tengah. Sementara itu, uji pendengaran diperiksa dengan
garputala dan tes berbisik.
Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai pergerakan mata seperti adakah
nistagmus spontan atau gaze-evoked nystagmus dan atau pergerakan abnormal bola
mata. Penting untuk membedakan apakah nistagmus yang terjadi perifer atau sentral.
Nistagmus sentral biasanya hanya vertikal atau horizontal saja dan dapat terlihat
dengan fiksasi visual. Nistagmus perifer dapat berputar atau rotasional dan dapat
terlihat dengan memindahkan fiksasi visual. Timbulnya nistagmus dan gejala lain
setelah pergerakan kepala yang cepat, menandakan adanya input vestibular yang
asimetris, biasanya sekunder akibat neuronitis vestibular yang tidak terkompensasi
atau penyakit Meniere.3
Uji fungsi motorik juga harus dilakukan antara lalin dengan cara pasien
menekuk lengannya di depan dada lalu pemeriksa menariknya dan tahan hingga
hitungan ke sepuluh lalu pemeriksa melepasnya dengan tiba-tiba dan lihat apakah
pasien dapat menahan lengannya atau tidak. Pasien dengan gangguan perifer dan
sentral tidak dapat menghentikan lengannya dengan cepat. Tetapi uji ini kualitatif dan
tergantung pada subjektifitas pemeriksa, kondisi muskuloskeletal pasien dan
kerjasama pasien itu sendiri.3
Pemeriksaan khusus neuro-otologi yang umum dilakukan adalah uji Dix-
Hallpike dan electronystagmography (ENG). Uji ENG terdiri dari gerak sakadik,
nistagmus posisional, nistagmus akibat gerakan kepala, positioning nystagmus, dan uji
kalori.
Pada dasarnya pemeriksaan penunjang tidak menjadi hal mutlak pada vertigo.
Namun pada beberapa kasus memang diperlukan. Pemeriksaan laboratorium seperti
darah lengkap dapat memberitahu ada tidaknya proses infeksi. Profil lipid dan
hemostasis dapat membantu kita untuk menduga iskemia. Foto rontgen, CT-scan, atau
4
MRI dapat digunakan untuk mendeteksi kehadiran neoplasma/tumor. Arteriografi
untuk menilai sirkulasi vertebrobasilar.3
Penatalaksanaan
Pada kasus vertigo sentral, karena disebabkan gangguan vaskuler, penatalaksanaannya
sesuai dengan tatalaksana stroke. Pada vertigo perifer,penatalaksanaannya terdiri dari terapi
kausal, terapi simptomatik, dan terapi rehabilitasi menggunakan metode Brandt-Daroff.
Prosedur operasi dilakukan bila proses reposisi kanalis tidak berhasil.1
DEMENSIA
Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara
maju, dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukanya penyakit-
penyakit degeneratif serta makin meningkatnya usia harapan hidup di hampir seluruh belahan
dunia.
Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak disadari
karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progesif namun perlahan.
Selain itu pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif
yang terjadi pada awal demensia merupakan suatu hal yang wajar pada seorang yang sudah
menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai akhirnya mulai
mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh pada ketergantungan kepada
lingkungan sekitarnya.4
Anamnesis
Anamnesis harus terfokus pada awitan (onset), lamanya, dan bagaimana laju progresi
penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Kebingungan (confusion) yang terjadi akut dan
subakut mungkin merupakan manifestasi delirium dan harus dicari kemungkinan
penyebabnya seperti intoksikasi, infeksi, atau perubahan metabolik. Hampir 75% pasien
penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori, tetapi gejala awal juga dapat melipiti
kesulitan mengurus keuangan, berbelanja, mengikuti perintah, menemukan kata, atau
mengemudi. Perubahan kepribadian, disinhibisi, peningkatan berat badan, atau obsesi
terhadap makanan mengarah pada fronto-temporal dementia (FTD),FTD juga patut diduga
bila ditemukan apati, hilangnya fungsi eksekutif, abnormalitas progresif fungsi berbicara, atau
keterbatasan kemampuan memori atau spasial. Diagnosis demensia dengan Lewy body (DLB)
5
adanya gejala awal berupa halusinasi visual, parkinsonism, delirium, gangguan tidur REM
(rapid-eye movement), atau sindrom Capgras, yaitu delusi bahwa seseorang yang dikenal
digantikan oleh penipu.4
Riwayat adanya strok dengan progresi bertahap dan tidak teratur mengarah pada
demensia multi-infrak. Pada pasien yang menderita penyakit serebrovaskular dapat sulit
ditentukan apakah demensia yang terjadi adalah penyakit Alzheimer, demensia multi-infark,
atau campuran keduanya. Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab demensia, maka
anamnesis harus diarahkan pula pada berbagai faktor risiko seperti trauma kepala berulang,
infeksi susunansaraf pusat akibat sifilis (neurosifilis), konsumsi alkohol berlebihan,
intoksikasi bahan kimia pada pekerja pabrik, serta penggunaan obat-obat jangka panjang.
Riwayat keluarga juga juga harus selalu menjadi bagian dari evaluasi.4
Pemeriksaan fisis dan penunjang
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi
kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE). MMSE merupakan pemeriksaan
yang mudah dan cepat dikerjakan, berupa 30 point-test terhadap fungsi kognitif dan berisikan
pula uji orientasi, memori kerja dan memori episodik, komprehensi bahasa, menyebutkan
kata, dan mengulang kata. Pada penyakit Alzheimer defisit yang terlibat berupa memori
episodik, category generation, dan kemampuan visuokonstruktif. Pada FTD defisit awal
sering melibatkan fungsi eksekutif frontal atau bahasa (berbicara atau menyebutkan kata).
Pasien DLB mempunyai defisit lebih berat pada fungsi visuospasial tetapi melakukan tugas
memori episodik lebih baik dibandingkan pasien dengan penyakit Alzheimer. Pasien dengan
demensia vaskular sering menunjukkan campuran defisit eksekutif frontal dan visuospasial.4,5
Pemeriksaan fisis dan neurologis dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem saraf
dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya.
Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukan gangguan sistem motorik kecuali pada
tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme,
mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD, DLB, atau
demensia multi-infark. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguan pendengaran dan
penglihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada pasien yang sering
disalahartikan sebagai demensia. Pada usia lanjut defisit sensorik seperti ini sering terjadi.4
Pemilihan tes laboratorium pada pasien dengan demensia is not straightforward.
Pemeriksaan fungsi tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit, dan VDRL
direkomendasikan untuk diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang perlu
6
dipertimbangkan adalah pungsi lumbal, fungsi hati, fungsi ginjal, pemeriksaan toksin di
urin/darah, dan Apolipoprotein E.4,5
Pemeriksaan penunjang yang juga direkomendasikan adalah CT/MRI kepala dapat
mengidentifikasi tumor primer atau sekunder, lokasi area infark, hematoma subdural, dan
memperkirakan adanya hidrosefalus bertekanan-normal atau penyakit white matter yang luas.
SPECT dan PET scanning dapat menunjukkan hipoperfusi atau hipometabolisme
temporalparietal pada penyakit Alzheimer dan hipoperfusi atau hipometabolisme
frontotemporal pada FTD. 4
Etiologi
Beberapa kelainan otak struktural (misalnya, hydrocephalus tekanan normal,
hematoma subdural), gangguan metabolisme (misalnya, hipotiroidisme, kekurangan vitamin
B12), dan racun (misalnya, memimpin) menyebabkan kerusakan lambat kognisi yang dapat
mengatasi dengan pengobatan. Penurunan ini kadang-kadang disebut demensia reversibel,
tetapi beberapa ahli membatasi istilah demensia kerusakan kognitif ireversibel.5
Patofisiologi
Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik,
neurofibrilarry tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano
bodies. Adanya dan jumlah plak senilis adalah satu gambaran patologis utama yang penting
untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat seiring usia, dan
plak ini juga muncul di jaringan otak orang usia lanjut yang tidak demensia.
Neurofibrilarry tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau yang
terhiperfosforilasi pada pasangan filament helix. Individu usia lanjut yang normal juga
diketahui mempunyai neurofibrilarry tangles di beberapa lapisan hipokampus dan korteks
entorhinal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa demensia.
Neorofibrilarry tangle ini tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga timbul pada
penyakit lain.
Pada demensia vaskular patologi yang dominan adalah adanya infark multipel dan
abnormalitas substansia alba (white matter). Infark jaringan otak yang terjadi pasca strok
dapat menyebabkan demensia bergantung pada volume total korteks yang rusak dan bagian
(hemisfer) mana yang terkena.
Petanda anatomis pada fronto-temporal dementia (FTD) adalah terjadinya atrofi
yang jelas pada lobus temporal daun/ atau frontal, yang dapat dilihat pada pemeriksaan
7
pencitraan saraf ( neuroimaging) seperti MRI dan CT. secara mikroskopis selalu didapatkan
gliosis dan hilangnya neuron, serta pada beberapa kasus terjadi pembengkakan dan
penggelembungan neuron yang berisi cytoplasmic inclusion. Sementara pada demensia
dengan Lewy body, gambaran neuropatologinya adalah adanya Lewy body di seluruh korteks,
amigdala, cingulated cortex, dan substansia nigra. Lewy body adalah cytoplasmic inclusion
intraneuron yang terwarnai dengan periodic acid-Schiff (PAS) dan ubiquitin, terdiri dari
neurofilamen lurus ssepanjang 7 sampai 20 mm dikelilingi material amorfik.
Pemeriksaan fisis dan neurologis
Pemeriksaan fisis dan neurologis dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem
saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya.
Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukan gangguan sistem motorik kecuali pada
tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme,
mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD, DLB, atau
demensia multi-infark. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguan pendengaran dan
penglihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada pasien yang sering
disalahartikan sebagai demensia. Pada usia lanjut deficit sensorik seperti ini sering terjadi. 4
Epidemiologi
Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap
pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia
lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa
adalah penyakit Alzheimer, di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab
tersering demensia. Tipe demensia lain yang lebih jarang adalah demensia tipe Lewy body,
demensia fronto-temporal (FTD), dan demensia pada penyakit Parkinson. 4
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum
Tujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah
mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman
dan mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanya. 4
Pengobatan untuk mempertahankan fungsi kognitif
8
Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti
tinggi efektivitasnya. Berapa penelitian klinis juga mencoba mengarah pada terapi lain yang
disesuaikan dengan patofisiologi timbulnya demensia yang melibatkan berbagai mekanisme. 4
Kolinesterase inhibitor
Efek farmakologik obat-obatan ini adalah dengan menghambat enzim
kolinesterase, dengan hasil meningkatnya kadar asetilkolin di jaringan otak.
Antioksidan
Antioksidan yang telah diteliti dan memberikan hasil yang cukup baik adalah alfa
tokoferol (vitamin E). pemberian vitamin E dapat mmperlambat progresi penyakit Alzheimer
menjadi lebih berat.
Memantin
Efek terapinya diduga adalah melalui pengaruhnya pada glutaminergic
excitotoxicity dan fungsi neuron di hipokampus.
Terapi lain
Beberapa penelitian mencoba mendapatkan manfaat obat-obat antiinflamasi baik
dalam hal pencegahan maupun terapi demensia Alzheimer. 4
Prognosis
Demensia biasanya progresif. Namun, tingkat perkembangan bervariasi secara luas
dan tergantung pada penyebabnya. Demensia memperpendek harapan hidup, tetapi
perkiraan kelangsungan hidup bervariasi.4
OSTEOARTHRITIS
Osteoarthritis adalah penyakit sendi degeneratif, dimana terjadi suatu gangguan yang
seakan-akan merupakan proses penuaan dan ditandai dengan adanya degenerasi pada tulang
rawan sendi, disertai pertumbuhan tulang baru pada tepi sendi atau boy spur. Osteoarthritis
genu bilateral sering terjadi pada mereka yang sudah lanjut usia, terutama di atas 40 tahun.6
9
Anamnesis
Pasien dengan osteoarthritis biasanya adalah pasien setengah baya atau tua dan mengeluh
sakit di pinggul, tangan lutut, atau tulang belakang. Paling sering, pasien mengalami rasa
sakit dan kekakuan di dalam dan sekitar sendi yang terkena, disertai dengan beberapa
pembatasan fungsi. Gejala sering membahayakan di awal.
Nyeri biasanya memburuk saat menggunakan sendi dan akan berkurang dengan
istirahat. Nyeri pada saat istirahat atau sakit pada malam hari adalah suatu gelaja dari
osteoarthritis yang parah. Pada kekakuan pagi hari yang berlangsung kurang dari 30 menit
adalah wajar. Sebaliknya, bila kekakuan pagi hari pada pasien dengan rheumatoid arthritis
aktif berlangsung lebih lama dari 45 menit.
Pasien dengan osteoarthritis lutut sering mengeluh ketidakstabilan atau buckling,
terutama ketika mereka turun tangga atau melangkah di tepi jalan. Pasien dengan
osteoarthritis dari tangan mungkin mengalami masalah dengan ketangkasan manual, terutama
jika sendi carpometacarpal pertama yang terlibat.
Pasien dengan osteoartritis erosif mungkin memiliki tanda-tanda peradangan pada
sendi interphalangeal tangan. Peradangan ini bisa menjadi salah satu gejala untuk rheumatoid
arthritis, yang menyebabkan interphalangeal proksimal serupa sendi menjadi bengkak.
Namun, osteoartritis umumnya tidak memiliki komponen inflamasi, kecuali pada penyakit
lanjut. Kehadirannya bersama dengan panas erythematous, bengkak dengan septik atau
arthropathy kristal seperti gout, pseudogout atau arthritis hidroksiapatit.6
Pemeriksaan fisis dan penunjang
Pada pemeriksaan fisis, gejala klinik yang paling menonjol adalah nyeri yang menghebat dan
adanya kaku sendi. Selain itu, ditemukan juga krepitus, pembengkakan sendi, nyeri tekan,
rasa panas lokal, terbatasnya pergerakan, dan pada keadaan yang lanjut dapat terjadi
deformitas sendi.7
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan radiologi. Gambaran radiologic
osteoarthritis dapat berupa :
- Pembentukan osteofit pada tepi sendi
- Penyempitan celah sendi akibat penipisan rawan sendi
- Kista dengan dinding sklerotik pada daerah subchondral
- Perubahan bentuk ujung tulang
10
Etiologi
Sampai saat ini, etiologi pasti dari osteoarthritis belum diketahui dengan jelas. Ternyata tidak
ada satu faktor pun yang jelas sebagai proses destruksi rawan sendi, akan tetapi beberapa
faktor predeposisi terjadinya osteoarthritis telah diketahui. 8
Faktor resiko yang berperan dalam osteoarthritis dibedakan menjadi :
1. Faktor predisposisi umum, antara lain umur, jenis kelamin, kegemukan, hereditas,
hipermobilitas, merokok, densitas tulang, humoral, dan penyakit rematik lainnya.
2. Faktor mekanik, antara lain trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan
karena aktivitas atau kurang gerak.
Patofisiologi
Pada kondisi osteoarthritis terjadi perubahan lokal pada kartilago, berupa timbulnya
bulla atau blister yang menyebabkan serabut kolagen terputus dan proteoglikan mengalami
pembengkakan pada tahap laju dan terjadi perubahan komposisi air pada proteoglikan,
sehingga menyebabkan struktur tulang rawan sendi rusak.7,8
Tulang rawan sendi akan mengadakan reaksi hipereaktivitas pembentukan jaringan
kolagen baru dan proteoglikan. Namun reaksi ini kadang tidak menolong.
Pada osteoarthritis terdapat proses degradasi, reparasi, dan inflamasi yang terjadi
dalam jaringan ikat, lapisan tulang rawan, sinovium, dan tulang subchondral.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada osteoarthritis adalah sebagai berikut :
1. Degradasi tulang rawan sendi yang timbul sebagai akibat ketidakseimbangan antara
regenerasi dan degenerasi rawan sendi melalui beberapa tahap, yaitu fibrasi,
pelunakan, permecahan, dan pengelupasan. Proses ini berlangsung cepat dan lambat.
Untuk proses cepat akan terjadi dalam waktu 10-15 tahun, sedangkan yang lambat
terjadi dalam 20-30 tahun. Akhirnya permukaan sendi menjadi botak tanpa lapisan
rawan sendi.
2. Osteofit, bersama timbulnya degenerasi tulang rawan sendi, selanjutnya diikuti
reparasi tulang rawan sendi. Reparasi berupa pembentukan osteofit di tulang
subchondral.
3. Skierosis subchondral, pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa sklerosis, yaitu
pemadatan atau penguatan tulang tepat di bawah lapisan rawan yang mulai rusak.
4. Sinovitis adalah inflamasi. Sinovitis dapat meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut
yang mengandung bermacam-macam enzim akan tertekan ke dalam celah-celah
rawan. Hal ini akan mempercepat proses perusakan tulang rawan.
11
Epidemiologi
Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang paling umum di dunia. Di populasi Barat,
penyakit ini merupakan penyakit tersering yang menyebabkan nyeri, kehilangan fungsi dan
kemampuan pada orang dewasa. Bukti radiologi osteoarthritis terlihat pada mayoritas
manusia di atas 65 tahun dan 80% dari mereka berusia di atas 75 tahun.
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksaan osteoarthritis lutut adalah untuk menghilangkan nyeri dan
radang, menstabilkan sendi lutut, dan meringankan beban sendi lutut. Penatalaksanaan
sebaikanya dilakukan pada stadium dini, terutama sebelum terjadi deformitas.
Untuk meringankan beban sendi lutut, maka dalam aktivitas sehari-hari adala
beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain jangan memilih olahraga berjalan atau
jogging, tetapi berenang dan bersepeda. Hindari naik atau turun tangga bila mungkin. Duduk
lebih baik daripada berdiri, dan duduk di kursi yang lebih tinggi lebih baik daripada kursi
yang rendah. Selain itu, hidari juga berlutut atau berjongkok.
Terapi fisik memegang peranan sangat penting. Latihan otot yang teratur akan
memperbaiki gangguan fungsional penderita, mengurangi ketergantungan pada orang lain,
dan mengurangi nyeri. Terapi pemanasan dapat dilakaukan dengan cara : diaterm, ultrasound,
sinar infra merah, dsb. Pemanasan selama 15-20 menit dikatakan cukup efektif untuk
mengurangi nyeri dan kaku sendi.
Obat-obatan umumnya hanya bersifat simptomatik untuk mengurangi nyeri. Pada
tahap awal dapat dicoba dengan analgetik sederhana, bila tidak ada perbaikan dapat diberikan
anti-inflamasi non steroid.7
Preventif
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah osteoarthritis :
1. Kontrol berat badan. Berat badan berlebihan dapat menyebabkan stress pada sendi,
khususnya pada sendi pinggul, lutut, punggung, dan kaki.
2. Bergeraklah. Olahraga yang melatih kekuatan otot di sekitar sendi akan membantu
mencegah kerusakan kartilago pada sendi.
3. Aturlah postur tubuh. Postur tubuh yang baik akan melindungi sendi Anda dari
tekanan yang berlebihan, terutama pada leher, punggung, pinggul, dan lutut.
4. Lakukan variasi berbagai aktifitas fisik atau olahraga. Berikan waktu untuk istirahat
bagi tubu setelah melakukan olahraga berat seperti angkat beban. Stress yang berulang
pada sendi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan osteoartritis.
12
5. Perhatikan tingkat nyeri. Jika mengalami nyeri sendi, jangan mengabaikannya. Nyeri
yang timbul setelah beraktifitas atau berolahraga dapat menjadi indikasi bahwa sendi
mengalami stress oksidatif yang berlebihan dan membutuhkan istirahat yang cukup.
6. Beristirahatlah. Mulailah suatu aktifitas baru secara perlahan dan aman hingga
memahami bahwa kondisi tubuh telah pulih. Hal ini akan mengurangi risiko
terjadinya cidera pada sendi.
7. Hindari luka pada sendi. Gunakan peralatan dengan baik dan benar. Jangan lupa
kenakan helm, sabuk pengaman, dan perlengkapan berkendara lainnya. Pastikan
keamanan terjaga dengan nyaman dan benar.
Prognosis
Mengingat osteoarthritis adalah penyakit degeneratif, maka dapat dimengerti bahwa
penyakit ini bersifat progresif sesuai dengan usia. Namun jika diketahui secara dini dan
belum menimbulkan deformitas, maka perjalanan penyakit dapat dihambat dengan cara
membuat atau berusaha memperbaiki stabilitas sendi.
Gambar 1. Osteoarthritis
13
Gambar 2. Osteoarthritis pada sendi tangan
Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegenerative. Pada penyakit ini terjadi
kehilangan neuron dopamine di substansia nigra. Penyakit ini ditemukan pada semua etnis
dengan distribusi jenis kelamin yang sama dan terutama pada lansia. Pertambahan usia
merupakan factor risiko penyakit ini.1
Etiologi
Penyebab penyakit ini secara umum idiopatik. Namun, ada juga beberapa factor yang
dapat menyebabkan Parkinson diantaranya obat-obatan seperti
phenothiazines,metoklopramide dan MPTP yang masuk dalam golongan narkoba. Parkinson
juga bisa disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit Wilson dan tremor esensial.
Beberapa toksin juga bisa berpengaruh seperti herbisida, pestisida dan CO.1
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit Parkinson berhubungan dengan degenerasi neuron dopamine
yang menyebabkan ketidakseimbangan antara dopamine dan asetilkolin di ganglia basalis.
Dari patologinya, ditemukan Lewy bodies di sel neuron. Walaupun patogenesis dari
parkinson disease tidaklah diketahui, namun fakta yang menunjukkan bahwa penyakit ini
muncul pada usia lanjut memberi pemikiran bahwa penyakit ini mungkin berhubungan
14
dengan proses penuaan sel-sel neuronal, khususnya pada individu-individu yang sel-sel
nigranya sangat rentan.1,9
Manifestasi Klinis
1. Gejala motorik1
a. Tremor (patognomotik, menonjol saat istirahat, asimetris, gerakan volunteer
berkurang)
b. Rigiditas
c. Bradikinesia (asimetris, kekuatan normal, gerakan tangkas melambat).
d. Postur tubuh dan gaya jalan ( menyeret kaki, langkah pendek, gerakan tangan
menurun, postur tubuh membungkuk).
2. Gejala nonmotorik1
a. Gangguan tidur ( insomnia, parasomnia, gerakan eksremitas secara periodic
saat tidur)
b. Halusinasi
c. Restless Legs Syndrome
d. Konstipasi
e. Inkontinensia urin.
f. Drooling
g. Disfungsi seksual
Diagnosis
Penegakkan diagnosis melibatkan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan neurologis yang sesuai dengan gejala klinis.1
Pemeriksaan Penunjang
Belum ada pemeriksaan laboratorium atau pencitraan yang dapat memastikan
diagnosis Parkinson. Pemeriksaan dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan penunjang yang bisa dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
Parkinson adalah Position Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission
CT (SPECT).1
Penatalaksanaan
15
Nonmedikamantosa
Edukasi
Penunjang (suportif)
Tindakan rehabilitasi / Latihan fisik
Bagi penderita Parkinson dapat diberikan fisioterpi berupa terapi wicara.
Fisioterapi juga diarahkan untuk mempertahankan mobilitas sendi, menghindari
kelainan sikap anggota gerak badan, koreksi terhadap kelainan sikap anggota gerak
badan serta mempertahankan gaya berjalan yang normal.9
Tindakan bedah
Secara umum tindakan bedah (Thalamotomi ventrolateral dan Pallidektomi)
memberikan hasil yang paling baik pada Parkinsonisme idiopatik dengan gejala
unilateral pada penderita dibawah umur 65 tahun. Kontraindikasi untuk tindakan
bedah ini adalah akinesia yang berat, ateroma serebral yang luas, demensia dan
hipertensi berat.9
Medikamentosa
Obat-obatan mulai diberikan saat pasien merasa terganggu dengan gejala yang
ada atau pasien ingin diberi terapi setelah mendapatkan penjelasan tentang penyakit
Parkinson. Berdasarkan konsep keseimbangan komponen dopaminergik-kolinergik,
kemoterapi penyakit Parkinson dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan obat
yang bersifat dopaminergik sentral dan dengan obat yang berefek antikolinergik
sentral. Selain itu dikembangkan penghambat MAO-B berdasarkan konsep
pengurangan pembentukan zat radikal bebas.9
Diabetes Melitus
Diabetes Melitus, penyakit gula, atau penyakit kencing manis, diketahui sebagai suatu
penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan menahun terutama pada system metabolism
karbohidrat, lemak, dan juga protein dalam tubuh. Gangguan metabolism tersebut disebabkan
kurangnya produksi hormone insulin, yang diperlukan dalam proses pengubahan gula
menjadi tenaga serta sintesis lemak. Kondisi yang demikian itu, mengakibatkan terjadinya
hiperglikemia, yaitu meningkatnya kadar gula dalam darah atau terdapatnya kandungan gula
dalam air kencing dan zat-zat keton serta asam (keto-acidosis) yang berlebihan. Keberadaan
zat-zat keton dan asam yang berlebihan ini menyebabkan terjadinya rasa haus yang terus-
menerus, banyak kencing, penurunan berat badan meskipun selera makan tetap baik,
16
penurunan daya tahan tubuh (tubuh lemah dan mudah sakit). Penderita kencing manis, tidak
jarang yang harus meninggal pada usia muda.10
Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolic dengan etiologi multifaktorial.
Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan memengaruhi metabolism karbohidrat,
protein serta lemak. Patofisiologi DM berpusat pada gangguan sekresi insulin dan / atau
gangguan kerja insulin. Penyandang DM akan ditemukan dengan ebrbagai gejala seperti
poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak makan) dengan
penurunan berat badan. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit DM tidka
menimbulkan gejala (asimptomatik) dan menyebabkan kerusakan vascular sebelum penyakit
ini terdeteksi. DM jangka panjang menimbulkan rangkaian gangguan metabolic yang
menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi
mikrovaskuler yang berkaitan dengan DM meliputi retinopati, nefropati dan neuropati.
Penyandang DM menghadapi peningkatan resiko untuk menderita penyakit kardiovaskuler,
serebrovaskular dan penyakti vascular perifer.11
Klasifikasi Diabetes
DM tipe 1 ditandai oleh penurunan kadar insulin (insulinopenia) yang disebabkan
destruksi sel-sel β. Pasien DM tipe 1 memerlukan insulin untuk tetap bertahan hidup. Tanpa
adanya insulin dari luar, pasien tersebut akan mengalami ketoasidosis, koma dan kematian.11
DM tipe 2 merupakan bentuk DM yang paling sering ditemukan dan ditandai oleh
gangguan pada sekresi serta kerja insulin. Kedua defek ini terdapat pada DM klinis. Penyebab
yang jumlahnya banyak dan bervariasi untuk terjadinya kelainan ini telah teridentifikasi.11
DM tipe 2 juga memiliki perubahan multifaktorial. Mayoritas pasien DM tidak
bergantung pada insulin dan kebanyakan di antara mereka menderita diabetes pada usia
dewasa. Pada DM tipe 2 sering terdapay resistensi insulin dengan indulinopenia relative yang
kadang-kadang pada saat-saat stress memerlukan insulin. Obesitas dan obesitas pada bagian
perut umumnya terlihat pada pasien-pasien DM tipe 2. Ketoasidosis jarang ditemukan dan
jika terlihat, keadaan ini berhubungan dengan stress atau penyakit lain yang menjangkiti
pasien DM. Pasien DM juga cenderung mengalami komplikasi mikrovaskular dan
makrovaskular. Factor etiologi meliputi factor genetic, usia, obesitas dan kurangnya aktivitas
fisik.11
Faktor Resiko Terjadinya Diabetes
17
DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetic dan
lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit
tersebut. Sebagian factor ini dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya hidup, sementara
sebagian lainnya tidak dapat diubah.11
Faktor genetic. Bukti adanya komponen genetic berasal dari koefisien keselarasn
(corcodance) DM yang meningkat kepada kembar monozigot, prevalensi DM yang tinggi
pada anak-anak dari orang tua yang menderita diabetes, dan prevalensi DM yang tinggi pada
kelompok etnis tertentu. Keterkaitan DM dengan banyak gen kandidat telah teridentifikasi
pada berbagai populasi, tetapi tidak ada gen yang terlihat sebagai gen utama di dalam proses
terjadinya kelainan tersebut.11
Penatalaksanaan Diabetes Melitus.
1. Edukasi pasien : penting untuk mempunyai perawat pribadi, edukasi mandiri dan
lain-lain
2. Penilaian klinis : setelah menegakkan diagnosis diabetes mellitus, lakukan terapi
komplikasi metabolic akut dan terapi hipoglikemik seumur hidup, pemeriksaan
untuk mencari kerusakan end-organ setiap 6-12 bulan penglihatan (retinopati dan
katarak), system kardivaskular (denyut nadi perifer, tanda-tanda gagal jantung,
hipertensi). System saraf (neuropati system saraf ototnom dan / atau saraf sensoris
perifer) dan kaki (ulkus, gangrene, dan infeksi). Fungsi ginjal (kreatinin dan
albuminuria) harus diperiksa.
3. Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi, dan harus
memungkinkan pasien menjalani hidup normal- hal ini membutuhkan edukasi dan
dukungan kepada pasien.
Usaha memaksimalkan prognosis tergantung pada control glukosa darah secara
optimal dan menyingkirkan factor-faktor resiko kardiovaskular seperti merokok, hipertensi
(usahakan tekanan darah <130/80 mmHg), dan hiperlipidemia. Control kadar glukosa yang
optimal dengan sendirinya dapat memperbaiki kadar kolesterol, namun apabila kadar
kolesterol tetap tinggi setelah ini, terapi penurunan lipid secara agresif dengan statin dapat
dilakukan. Hampir semua orang yang menderita diabetes dan memiliki penyakit vascular
seharusnya mendapat terapi statin.10,11
Terapi spesifik Diabetes Melitus
18
1. Sarankan perubahan pola makan : usahakan mencapai berat badan ideal. Batasi
asupan karbohidrat olahan dan perbanyak asupan karbohidrat kompleks. Kurangi
asupan lemak jenuh. Hindari konsumsi alcohol yang berlebihan.
2. Obat hipoglikemik oral diindikasikan pada DM tipe 2 apabila diet saja tidak cukup
mengontrol metabolism
3. Insulin diberikan melalui subkutan digunakan pada semua pasien dengan diabetes
tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Ada beberapa jenis; insulin
rekombinan manusia adalah ayng paling sering digunakan, walaupun beberapa
pasien lebih memilih menggunakan insulin sapi atau babi. Sediaan yang berbeda
memiliki onset dan lama kerja yang bervariasi (pendek, menengah atau panjang).
Sediaan dengan kombinasi berbeda antara lama kerja pendek dengan menengah /
panjang sering digunakan. Analog insulin adalah insulin yang mengalami
modifikasi kimiawi, misalnya lispro, yang memiliki onset yang cepat dan lama
kerja yagn lebih singkat, sehingga memungkinkan pemberian langsung sebelum
makan. Obat hipoglikemik oral (misalnya metformin) terkadang diberikan
bersama terapi insulin untuk penderita diabetes tipe 2 untuk memperbaiki
sensitivitas terhadap insulin. Efek samping dari insulin adalah hipoglikemia,
kenaikan berat badan, dan lipohipertrofi pada tempat-tempat injeksi.11
HIPOTENSI ORTOSTATIK
Tekanan darah merupakan faktor yang sangat penting bagi sistem sirkulasi.
Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostasis tubuh. Jika
sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka akan terjadi gangguan pada sistem transpor
O2, CO3, serta hasil metabolisme lainnya.
Tekanan darah memiliki sifat yang dinamis. Pada perubahan posisi tubuh, dari tidur
ke berdiri, tekanan darah akan mengadakan penyesuaian untuk dapat menunjang kegiatan
tubuh. Hal tersebut adalah normal bila penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 30
mmHg yang disertai peningkatan frekuensi denyut jantung 11 hingga 20 kali permenit.
Anamnesis
Kewaspadaan tinggi adalah hal yang sangat utama untuk mendiagnosis hipotensi
ortostatik, mengingat brgitu banyaknya kasus yang tidak terdeteksi. Anamnesis yang terarah
19
dan mendalam sangatlah diperlukan. Riwayat pemakaian obat dan penyakit sebelumnya,
tidak boleh dilupakan.12
Riwayat penyakit jatuh : penyebab jatuh, gejala penyerta, seperti sesak, pusing, nyeri dada.
Kondisi komorbid : stroke, parkinson, osteoporosis.
Riwayat obat : diuretik antidepressan, analgetik, antidiabetik.
Psikososial : keadaan lingkungan
Pemeriksaan fisis dan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis, pengukuran tekanan darah hendaknya dilakukan pada
dua kondisi berbeda. Pada saat berbarang dan berdiri, tekanan darah dan nadi diukur dengan
interval 12 menit setelah masing-masing berbaring dan berdiri selama 10 menit. Tekanan
darah selama berdiri diukur setiap 20 menit. Untuk mendeteksi adanya ortostatik postural
yang terjadi setelah aktivitas, makan pengukuran tekanan darah dilakukan setelah penderita
melakukan kegiatan fisik ringan sangat diperlukan.13
Etiologi
Penurunan tekananan darah yang drastis saat perubahan posisi dapat terjadi oleh
banyak penyebab. Penyakit diabetes mellitus dan penggunaan obat yang berkepanjangan
merupakan penyebab yang paling sering ditemukan.13
Patofisiologi
Pada perubahan posisi tubuh, misalnya dari tidur ke berdiri, maka tekanan darah pada
bagian atas tubuh akan menurun karena pengaruh gravitasi. Pada orang dewasa normal,
tekanan darah arteri rata-rata pada kaki adalah 180-200 mmHg. Tekanan darah arteri setinggi
kepala adalah 60-75 mmHg dan tekanan venanya 0.
Pada dasarnya, darah akan mengumpul pada pembuluh vena ekstremitas inferior,
dimana 650-750 mL darah akan terlokalisir pada suatu tempat. Pengisian atrium kanan
jantung akan berkurang, dengan sendirinya curah jantung juga akan berkurang, sehingga pada
posisi berdiri akan terjadi penurunan sementara tekanan sistolik hingga 25 mmHg, sedangkan
tekanan diastoliknya tidak berubah atau meningkat ringan hingga 10 mmHg.
20
Penurunan curah jantung akibat pengumpulan darah pada anggota tubuh bagian
bawah akan cenderung mengurangi darah ke otak. Tekanan arteri kepala akan turun mencapai
20-30 mmHg. Penurunan tekanan ini akan diikuti kenaikan tekanan parsial CO2 dan
penurunan parsial O2, serta pH jaringan otak.
Secara reflektoris, hal ini akan merangsang baroreseptor yang terdapat di dalam
dinding dan hampir setiap arteri besar di daerah dada dan leher, namun dalam jumlah banyak
didapatkan di dalam dinding arteri carotis interna, sedikit di atas bifurcatio carotus, daerah
yang dikenal sebagai sinus karotikus dan dinding arkus aorta.
Respon yang ditimbulkan baroreseptor berupa peningkatan tahanan pembuluh darah
perifer, peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi
respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung, serta sekresi zat-zat vasoaktif. Sekresi zat
vasoaktif berupa katekolamin, pengaktifan sistem RAA, pelepasan ADH dan neurohipofisis.
Kegagalan fungsi refleks autonom inilah yang menjadi penyebab timbulnya hipotensi
ortostatik, selain oleh penurunan curah jantung akibat berbagai sebab dan kontraksi volume
intravaskular baik yang relatif, maupun absolut.13
Tingginya kasus hipotensi ortostatik pada usia lanjut berkaitan dengan :
- Penurunan sensitivitas baroreseptor yang diakibatkan oleh proses atheroskeloris
sekitar sinus karotikus dan arkus aorta. Hal ini akan menyebabkan tidak berfungsinya
refleks vasokonstriksi dan peningkatan frekuensi denyut jantung, sehingga
mengakibatkan kegagalan pemeliharaan tekanan arteri sistemik saat berdiri.
- Menurunnya daya elastisitas serta kekuatan otot ekstremitas inferior.
Epidemiologi
Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada segala tingkatan usia. Hanya saja
kecenderungan peningkatan jumlah kasusnya menunjukkan seiring dengan pertambahan usia.
Diduga 20% pasien yang berobat jalan dengan usia di atas 60 tahun dan 30% dengan usia di
atas 75 tahun menderita gangguan ini. Morbiditas dan mortalitas akibat jatuh pada usia lanjut
sering berhubungan dengan gangguan ini.13
21
Penatalaksanaan
Diantaranya adalah13 :
Pemberian obat-obat yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik hendaknya dikurangi
atau dihentikan sama sekali. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur, seperti berjalan,
cukup mampu mengurangi timbulnya gejala. Tidur dengan posisi kepala terangkat kurang
lebih 30 cm dan alas tidur dapat memperbaiki hipotensi ortostatik melalui mekanisme
berkurangnya tekanan arteri ginjal yang selanjutnya akan merangsang pelepasan renin dan
meningkatkan volume darah.
Pada penderita yang tidak memiliki penyakit jantung, penambahan garam dalam menu
sangat berguna. Jumlah yang diberikan terbatas 200 mmol perhari.
Menghindari mengejan saat miksi atau defekasi dan perubahan mendadak dari posisi
berbaring ke berdiri akan menolong mengatasi gejala.
Pada penderita hipotensi ortostatik, setelah makan, dianjurkan untuk mempersering
frekuensi makan makanan ringan. Selain itu, perlu juga pembatasan aktivitas fisik segera
setelag makan.
Adanya pengumpulan volume darah secara berlebihan pada ekstremiras inferior, dapat
dikurangi dengan pemakaian stocking.
Obat turut memegang peranan cukup penting untuk mengatasi hipotensi ortostatik dan
hendaknya diberikan setelah pengelolaan umum tidak membuahkan hasil.
Pada kasus-kasus neurologis, pmeberian obat hanya bersifat simptomatis. Jenis obat yang
diberikan adalah :
1. Fludrokortison
Efek yang ditimbulkan berupa peningkatan sensitivitas vaskular terhadap noradrenalin
endogen, pertambahan volume cairan ekstraseluler akibat retensi garam, peningkatan
osmolaritas dan tahanan vaskular.
2. Preparat vasokonstriktor
Preparat simpatomimetik seperti efedrin, amfetamin, hidroksiamfetamin, fenilefrin,
tiramin, etilefrin, dan inetilphenidate dilaporkan cukup memadai untuk mengatasi
hipotensi ortostatik yang diakibaykan oleh gangguan fungsi autonom.
3. Preparat lain
22
Preparat inhibitor sintesis prostaglandin, seperti indomethasin dan flurbiprofen.
Dilaporkan indomethasin meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer pada
penderita neuropati autonom. Kedua preparat tersebut juag meningkatkan tonus otot
halus pada kasus neuropati autonim dengan menghambat sintesis prostaglandin.
4. Dihidroergotamin
Merupakan turunan ergot dilaporkan cukup memadai untuk kasus yang disebabkan
oleh kegagalan fungsi autonom. Efek pemberian preparat ini adalah konstriksi selektif
dinding vena.
5. Preparat beta blocker
Seperti pinodol dilaporkan memberikan efek positif pula dalam penangan penderita
neuropati autonom kronis yang disertai hipotensi ortostatik.
Prognosis
Penderita diabetes dengan tekanan darah tinggi yang juga mengalami hipotensi
ortostatik, memiliki prognosis yang buruk. Jika penyebabnya adalah volume darah yang
rendah atau obat tertentu, keadaan ini bisa diatasi dengan segera.14
Kesimpulan
Dari gejala-gejala yang dialami oleh Tuan S menunjukkan bahwa Tuan S menderita
penyakit yang biasanya menyerang lansia, yaitu demensia, Parkinson, vertigo, osteoarthritis,
hipotensi ortostatik, diabetes mellitus.
Hal tersebut terjadi karena pada lansia biasanya penyakit yang terjadi adalah
multiorgan karena pada lansia organ-organ dan sel-sel tubuhnya mengalami degenerasi,
sehingga rentan sekali terhadap penyakit.
Daftar Pustaka
23
1. Dewanto George, Suwono Wita J, Riyanto Budi, Turana Yuda. Panduan praktis
diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2007.h 111 - 5
2. Probosuseno, Husni NA, Rochmah W. Dizzines pada lanjut usia, dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1.
Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.826-36.
3. Pemeriksaan vertigo [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [updated 2007 January ;
cited 2011 January 17]. Available from: http://www.majalah-farmacia.com
4. Sudoyo et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
5. Etiology of dementia. [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [cited 2011 January 17].
Available from: http://www.merckmanuals.com
6. Manek, NJ. Osteoarthritis: Current Concepts in Diagnosis and Management.
American Family Physician [Internet] 2000 March 15. Available from: The American
Academy of Family Physician
7. Akupuntur pada osteoarthritis [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [cited 2011
January 17]. Available from: http://www.kalbe.co.id
8. Soeroso J, Isbagio H, et al. Osteoartritis, dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.hal.2538-50.
9. Rahayu RA, Penyakit parkinson dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.hal.851-8.
10. Lanywati E. Diabetes mellitus penyakit kencing manis. Jakarta: Kanisius; 2011. Hal
7-10
11. Gibney MJ, dkk. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC; 2008. Hal 407-8
12. Jatuh pada geriatri [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [cited 2011 January 17].
Available from: www.docstoc.com
13. Hipotensi orthostatik. [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [cited 2011 January 17].
Available from: http://www.kalbe.co.id
14. Prognosis hipotensi orthostatik. [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [cited 2011
January 17]. Available from: http://www.mentorhealthcare.com
24
25