biografi kh. abdul karim djamak (1926-1996) skripsi nur ilham... · 2021. 1. 13. · biografi kh....

121
BIOGRAFI KH. ABDUL KARIM DJAMAK (1926-1996) SKRIPSI Oleh: Muhammad Nur Ilham I1A116008 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2020

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BIOGRAFI KH. ABDUL KARIM DJAMAK (1926-1996)

    SKRIPSI

    Oleh:

    Muhammad Nur Ilham

    I1A116008

    PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

    JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS JAMBI

    2020

  • BIOGRAFI KH. ABDUL KARIM DJAMAK (1926-1996)

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

    Program Studi Ilmu Sejarah

    Oleh:

    Muhammad Nur Ilham

    I1A116008

    PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

    JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS JAMBI

    2020

  • vi

    MOTTO

    “Sesungguhnya dibalik kesulitan terdapat kemudahan.”

    (QS. Al-Insyirah: 6)

    “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

    (QS. Al-Baqarah: 286)

    “Perhatikan sejarahmu untuk hari esokmu.”

    (Prof. Ahmad Mansur Suryanegara)

  • vii

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Dengan mengucap Alhamdulillahirobbil ‘alamin sebagai rasa syukur kepada

    Allah SWT yang dengan ridho dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan

    skripsi ini.

    Dengan bangga skripsi ini ku persembahkan untuk emak tercinta, Nurul Hidayah

    dan ayahku Muhammad, serta adikku Muhammad Ferdiansyah Hidayat. Beserta

    seluruh keluarga besarku.

    Jauza Alifah Meksada yang telah setia menemani dan memberikan semangatnya

    kepadaku dari awal hingga akhir penulisan skripsi.

    Semua teman-temanku di Ilmu Sejarah angkatan 2016, serta seluruh pihak yang

    telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini.

    -Muhammad Nur Ilham-

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur atas hadirat Allah SWT serta Sholawat dan salam selalu kita

    panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari masa

    kegelapan kepada dunia yang terang dengan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan

    teknologi. Atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT penulis dapat menyelesaikan

    Skripsi yang berjudul Biografi KH. Abdul Karim Djamak (1926-1996). Sebagai

    salah satu persyaratan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana

    Humaniora.

    Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan rasa syukur kepada

    Allah SWT serta rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membimbing,

    memberikan semangat serta doa nya sehingga penulis dapat melalui tahapan-

    tahapan dalam menyelesaikan skripsi ini, terkhusus penulis sampaikan kepada:

    1. Bapak Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc., Ph.D, selaku Rektor Universitas

    Jambi.

    2. Bapak Prof. Dr. rer. nat. H. Asrial, M.Si, selaku Dekan Fakultas

    Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi.

    3. Bapak Dr. Supian, S.Ag., M.Ag, selaku Ketua Jurusan Sejarah, Seni,

    dan Arkeologi Universitas Jambi.

    4. Bapak Abdurrahman, S.Pd., M.A. selaku Ketua Program Studi Ilmu

    Sejarah Universitas Jambi.

    5. Rasa hormat dan terima kasih penulis ucapkan khusus kepada Bapak Dr.

    Supian, S.Ag., M.Ag selaku Pembimbing I dan Ibu Selfi Mahat Putri,

  • ix

    S.S., M.A selaku Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan,

    semangat, serta masukan-masukannya dalam penulisan skripsi ini.

    6. Tidak lupa pula rasa terima kasih penulis ucapkan kepada para penguji

    skripsi, Bapak Abdurrahman, S.Pd., M.A, selaku Penguji I, Bapak

    Nirwan Ilyasin, S.Pd., M.Hum, selaku Penguji II, serta Ibu Denny

    Defrianti, S.Sos., M.Pd, selaku Penguji III.

    7. Serta, seluruh dosen dan staff akademik program studi Ilmu Sejarah

    Universitas Jambi yang pernah terlibat dalam perkuliahan.

    8. Rasa hormat dan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yang telah

    mendidik dan membesarkan terutama Ibu Nurul Hidayah, S.KM, yang

    telah memberikan semangat dan doanya serta ayah Muhammad yang

    telah banyak memberikan pelajaran hidup. Terakhir sebagai motivasi

    kepada adikku Muhammad Ferdiansyah Hidayat.

    9. Serta seluruh anggota keluarga besar dari kedua datuk ku M. Rusli. AR.

    dan H. M. Saman, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

    10. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ahmad Zuhdi, M.A, dan seluruh

    narasumber di Sungai Penuh yang telah bersedia diwawancarai untuk

    kepentingan penulisan skripsi ini.

    11. Terima kasih kepada Yoanda Ahmad Fahrezi dan keluarga yang telah

    menerima dan menemaniku selama melakukan penelitian di Sungai

    Penuh.

    12. Terima kasih kepada seluruh teman-teman seperjuanganku di Ilmu

    Sejarah angkatan tahun 2016.

  • x

    Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

    penulisan skripsi ini, untuk itu kritik serta saran yang membangun dari pembaca

    sangat dibutuhkan. Apabila terdapat banyak salah tutur kata ataupun kesalahan

    dalam penulisan gelar serta penyampaian dalam penulisan ini terutama terdapat

    pihak yang merasa tersinggung dan dirugikan dalam skripsi ini, penulis mohon

    maaf yang sebesar-besarnya.

    Jambi, November 2020

    Penulis,

    Muhammad Nur Ilham

    NIM. I1A116008

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman Persetujuan Pembimbing iii

    Halaman Pengesahan iv

    Halaman Pernyataan v

    Motto vi

    Halaman Persembahan vii

    Kata Pengantar viii

    Daftar Isi xi

    Daftar Gambar xiii

    Daftar Lampiran xv

    Glosarium xvii

    Daftar Singkatan xviii

    Abstrak xix

    BAB I Pendahuluan 1

    1.1 Latar Belakang Masalah 1

    1.2 Rumusan Masalah 8

    1.3 Batasan Masalah 8

    1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 9

    1.4.1 Tujuan Penelitian 9

    1.4.2 Manfaat Penelitian 9

    1.5 Tinjauan Pustaka 10

    1.6 Kerangka Konseptual 12

    1.7 Metode Penelitian 13

    1.7.1 Heuristik 13

    1.7.2 Kritik Sumber 15

    1.7.3 Interpretasi 15

    1.7.4 Historiografi 16

    1.8 Sistematika Penulisan 17

  • xii

    BAB II Perkembangan Islam di Kerinci Abad ke-20 19

    2.1 Hubungan Minangkabau dan Kerinci 19

    2.2 Ulama-ulama dari Minangkabau dan Kerinci 20

    2.2.1 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi 22

    2.2.2 Haji Abdul Karim Amrullah 23

    2.2.3 Syekh Sulaiman ar-Rasuli 23

    2.2.4 Haji Ahmad Faqir al-Kerinci 24

    2.2.5 Syekh Muhammad Khatib 25

    2.3 Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam 27

    BAB III Biografi Abdul Karim Djamak 32

    3.1 Kehidupan Awal 32

    3.2 Awal Dakwah dan Konsep Ajaran 35

    3.3 Perang Kerinci dan Urwatul Wutsqo 37

    3.4 Mendirikan Jam’iyyatul Islamiyah 43

    BAB IV Peran Abdul Karim Djamak dalam Perkembangan Jam’iyyatul

    Islamiyah 49

    4.1 Terjun ke Politik 49

    4.2 Menghadapi Kontroversi 52

    4.3 Perjuangan Akhir 56

    4.4 Wafat 62

    BAB V Penutup 66

    5.1 Kesimpulan 66

    Daftar Pustaka 68

    Lampiran 74

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Surau pertama yang didirikan oleh Abdul Karim Djamak

    sebagai tempat mengajar di Tanjung Rawang. 40

    Gambar 2. Masjid yang terletak di desa Muaro Air, Kumun Debai yang

    didirikan pada tanggal 24 September 1973. 42

    Gambar 3. Partai-partai peserta pemilu tahun 1955 yang berjumlah lebih

    dari 30 partai untuk memperebutkan 260 kursi DPR dan 520

    kursi Konstituante di Parlemen. 43

    Gambar 4. Abdul Karim Djamak (sebelah kiri) dan Amir Usman (paling

    kanan). 45

    Gambar 5. Lambang/logo Jam’iyyatul Islamiyah. 47

    Gambar 6. Batu peresmian Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah di Sungai

    Penuh. 48

    Gambar 7. KH. Abdul Karim Djamak sedang berorasi didepan jamaahnya

    di Palembang, tahun 1977. 50

    Gambar 8. KH. Thohir Widjaya (kiri) dan KH. Abdul Karim Djamak

    (tengah). 51

    Gambar 9. Organisasi masyarakat (Ormas) yang terdaftar secara resmi

    dalam Departemen Dalam Negeri sampai Juli 1994. 52

    Gambar 10. Sikap Abdul Karim Djamak dalam menanggapi berbagai

    tuduhan miring terhadap dirinya dan organisasi Jam’iyyatul

    Islamiyah dalam koran Harian Umum Pelita tahun 1994. 54

    Gambar 11. KH. Abdul Karim Djamak (kiri) dan Prof. KH. Ibrahim Hosen,

    LML (kanan). 57

    Gambar 12. Pernyataan Menko Kesra Ir. Azwar Anas dalam koran Suara

    Rakyat tanggal 28 September 1994. 60

    Gambar 13. KH. Thohir Widjaya (kiri) sedang bersalaman dengan Ir.

    Azwar Anas (kanan) disampingnya terlihat KH. Abdul Karim

    Djamak. 60

    Gambar 14. Pernyataan sikap Menko Kesra Ir. Azwar Anas dan klarifikasi

    terhadap tudingan mengajarkan aliran sesat oleh Sekretaris

  • xiv

    Jenderal DPP Jam’iyyatul Islamiyah, dr. Aswin Rose dalam

    Harian Umum Pelita tanggal 13 Oktober 1994. 62

    Gambar 15. Jam’iyyatul Islamiyah syukuri kemenangannya dalam gugatan

    di PTUN Palembang dalam Harian Umun Pelita 13 Februari

    1996. 63

    Gambar 16. Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah di Sungai Penuh. 64

    Gambar 17. Kompleks pemakaman keluarga Abdul Karim Djamak yang

    terletak disamping Masjid Raya Jam’iyyatul Islamiyah

    (Masjid Hijau). 65

    Gambar 18. Makam KH. Abdul Karim Djamak di Sungai Penuh. 65

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1.1 Silsilah keluarga Abdul Karim Djamak 74

    Lampiran 2.1 Rumah kelahiran Abdul Karim Djamak di Tanjung Rawang 75

    Lampiran 2.2 Makam orang tua Abdul Karim Djamak di Tanjung Rawang 75

    Lampiran 2.3 Abdul Karim Djamak bersama istri dan ibunda 76

    Lampiran 2.4 Abdul Karim Djamak dan istri ke 3, Mardiah 77

    Lampiran 2.5 KH. Thohir Widjaya, Abdul Karim Djamak, dan dr. Aswin

    Rose 78

    Lampiran 2.6 Abdul Karim Djamak tahun 1970-an 79

    Lampiran 2.7 Abdul Karim Djamak tahun 1990-an 81

    Lampiran 3.1 Ikhtisar Tentang KH. Abdul Karim Djamak 81

    Lampiran 4.1 Sertifikat Baiat Partai Syarikat Islam Indonesia tahun 1964 85

    Lampiran 4.2 Surat Keterangan penunjukkan Ketua Syari’ah wal Ibadah

    PSII 86

    Lampiran 4.3 Surat Pernyataan menggabungkan diri kedalam Golkar 87

    Lampiran 4.4 Tanda Penghargaan DPT. Sekber Golkar Kabupaten Kerinci

    kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun

    1971 88

    Lampiran 4.5 Piagam penghargaan DPD Golkar Tk.1 Jambi kepada Abdul

    Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun 1977 89

    Lampiran 4.6 Surat Penghargaan DPD Golkar Tk.1 Sumatera Selatan

    kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun

    1977 90

    Lampiran 4.7 Piagam Penghargaan DPD Golkar Tk.1 Sumatera Selatan

    kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun

    1977 91

    Lampiran 4.8 Surat Penghargaan DPD Golkar Tk.1 Sumatera Selatan

    kepada Abdul Karim Djamak atas kemenangan Pemilu tahun

    1982 91

  • xvi

    Lampiran 4.9 Piagam Penghargaan DPP Golkar kepada Abdul Karim

    Djamak dalam partisipasi peringatan ulang tahun Golkar ke-

    21 tahun 1985 93

    Lampiran 4.10 Piagam pembinaan dalam penataran yang diadakan oleh

    GUPPI di Sungai Penuh, tahun 1979 94

    Lampiran 4.11 Surat Keterangan menjadi Mubaligh Majelis Dakwah

    Islamiyah Abdul Karim Djamak dan Amir Usman, tahun 1980

    95

    Lampiran 4.12 Surat Keterangan Abdul Karim Djamak sebagai mubaligh

    Majelis Dakwah Islamiyah tahun 1985 96

    Lampiran 4.13 Surat tanda Terima Pendaftaran Organisasi Jam’iyyatul

    Islamiyah oleh Departemen Dalam Negeri. 97

    Lampiran 5.1 Surat Keterangan Wawancara 98

  • xvii

    GLOSARIUM

    Dai : Pendakwah; orang yang kerjaannya berdakwah.

    Hadist : Disebut juga sunnah adalah perkataan (sabda), perbuatan,ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAWyang dijadikan landasan dalam syariat Islam.

    Halaqoh : Sistem pembelajaran tradisional dengan cara para muridmengelilingi membentuk lingkaran dan guru beradaditengah-tengahnya.

    Haramayn : Dua kota suci bagi umat Islam, Mekkah dan Madinah.

    Kaum Tuo : Sebuah golongan di Minangkabau yang berpegang padamazhab Syafi’i dan berakidah Ahlussunnah dan memakaiTarekat sebagai amalan batin.

    Khalwah : Sifat yang dimiliki oleh golongan sufi untuk memutuskanhubungan dengan makhluk untuk lebih mendekatkan dirikepada tuhan.

    Matan : Redaksi dari hadis.

    Sanad : Rantai penutur/rawi (periwayat) hadis.

    Siak : Orang-orang yang menyebarkan agama Islam dalamkepercayaan masyarakat Kerinci; para penuntut ilmuagama Islam dalam masyarakat Minangkabau.

    Sufi : Orang yang mengamalkan ilmu tasawuf.

    Syarifah : Istilah yang digunakan untuk menyebut keturunan NabiMuhammad SAW. dari jalur Hasan Bin Ali.

    Uzlah : Sifat yang dimiliki oleh golongan sufi untuk menjauhkandiri dari dosa yang dilakukan oleh makhluk.

    Wo : Sebutan/panggilan masyarakat Kerinci untuk anak tertua.

  • xviii

    DAFTAR SINGKATAN

    AD/ART : Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga

    DPC : Dewan Pimpinan Cabang

    DPD : Dewan Pimpinan Daerah

    DPP : Dewan Pimpinan Pusat

    DPR : Dewan Pimpinan Ranting

    Golkar : Golongan Karya

    GPPS : Gerakan Pembela Pantja Sila

    JI : Jam’iyyatul Islamiyah

    Kejati : Kejaksaan Tinggi

    KH : Kyai Haji

    MDI : Majelis Dakwah Islamiyah

    MTI : Madrasah Tarbiyah Islamiyah

    MUI : Majelis Ulama Indonesia

    NU : Nahdlatul Ulama

    Ormas : Organisasi Masyarakat

    PDRI : Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

    Perti : Persatuan Tarbiyah Islamiyah

    PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia

    PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara

    Sekber : Sekretariat Bersama

  • xix

    ABSTRAK

    Muhammad, Nur Ilham. 2020. Biografi Abdul Karim Djamak (1926-1996). Skripsi,

    Program Studi Ilmu Sejarah, Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, Fakultas

    Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi, Pembimbing: (1) Dr.

    Supian, S.Ag., M.Ag. (2) Selfi Mahat Putri, S.S., M.A.

    Dalam skripsi ini membahas perjalanan tokoh keagamaan Islam dari Kerinci

    bernama KH. Abdul Karim Djamak dalam menyebarkan ajaran Islam menurut

    pemahamannya berdasarkan Al-Quran dan Hadist. Namun dengan latar belakang

    keilmuan agama yang dianggap kurang mumpuni membuat ajarannya dipandang

    menyimpang dari umumnya atau bahkan dikatakan sesat oleh sebagian masyarakat.

    Dari pihak Abdul Karim Djamak serta pengikutnya memandang bahwa tuduhan-

    tuduhan tersebut merupakan sebuah alasan yang digunakan untuk menghentikan

    pengajian yang mereka lakukan karena telah mengganggu para ulama-ulama yang

    sedang memperebutkan pengaruhnya disana.

    Dari hasil penelitian yang didapatkan, ajaran yang diajarkan oleh Abdul

    Karim Djamak dalam pengajiannya yaitu bagaimana menggabungkan antara

    syariat, hakikat, tarikat, dan makrifat kepada murid-muridnya namun tidak semua

    diantara mereka memahami sepenuhnya mengenai tingkatan tersebut sehingga

    ajarannya rentan terhadap penyimpangan yang terjadi dikalangan pengikutnya.

    Stigma sesat yang telah melekat dari awal pengajian yang dipimpin oleh

    Abdul Karim Djamak berlanjut hingga sang tokoh mendirikan organisasi

    keagamaan bernama Jam’iyyatul Islamiyah yang berafiliasi dengan Golkar.

    Berbagai upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat,

    diantaranya dengan mendaftarkan organisasi secara resmi, meminta bimbingan

    kepada Majelis Ulama Indonesia untuk meluruskan penyimpangan, hingga

    menggandeng tokoh nasional untuk bergabung kedalam organisasi. Berbagai upaya

    dilakukan untuk menghilangkan stigma negatif yang telah melekat di masyarakat

    tidak sepenuhnya berhasil, bahkan sampai sang tokoh wafat.

    Kata Kunci: Abdul Karim Djamak, Islam, dan Jam’iyyatul Islamiyah.

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Agama Islam diperkirakan telah masuk ke Sumatera pertama kali pada abad

    ke-12 sampai 13M yang bertempat di Barus,1 sebuah wilayah yang juga merupakan

    tempat pertama kalinya Islam masuk di Nusantara. Selanjutnya Islam mulai

    diperkenalkan di Kerinci oleh pedagang dari Arab yang datang ke Barus kemudian

    mulai berdagang ke negeri sekitar dan singgah di wilayah Kerinci Rendah seperti

    pelabuhan Muko-muko, Air Dikit, Ipuh, Seblat, Bantan, dan Ketaun. Mereka mulai

    melakukan kontak dan berinteraksi langsung dengan orang-orang Kerinci yang

    berdagang disana.2

    Dalam historiografi tradisional masyarakat Kerinci, Islam disebarkan oleh

    enam orang Ulama yang disebut sebagai Siak3. Para Siak ini kemungkinan besar

    merupakan da’i-da’i yang berasal dari Minangkabau.4 Mereka kemudian

    berdakwah menyebarkan ajaran Islam yang

    1 Barus/Baros adalah nama tempat yang terletak di Tapanuli, Sumatera Utara. Barusmerupakan pemukiman Muslim tertua di Sumatera dan di Nusantara yang dibuktikan denganpenemuan sebuah batu nisan bernama Syaikh Mukaidin Baros yang berangka tahun 670M atauabad 1 Hijrah. Lihat Ahmad Mansur Suryanegara. Api Sejarah Jilid I. (Jakarta: Salamandani,2010). Hlm 106-108.

    2 Aulia Tasman. Menelusuri Jejak Kerajaan Melayu dan Perkembangannya. (Jambi:Referensi, 2016). Hlm 218.

    3 Siak dalam arti masyarakat setempat sebagai orang- orang yang menyebarkan AgamaIslam. Enam siak yang dimaksud antara lain: 1. Siak Jelir di Koto Jelir (Siulak); 2. Siak Rajo diSungai Medang; 3. Siak Ali di Koto Beringin (Sungai Liuk); 4. Siak Lengis di Koto Pandan(Sungai Penuh); 5. Siak Sati di Koto Jelatang (Hiyang); dan 6. Siak Beribut Sati di KotoMerantih (Terutung). Lihat Aulia Tasman, Ibid. Hlm 224.

    4 Dalam pengertian masyarakat Minangkabau, orang siak berarti penuntut ilmu di surau.Terdapat persamaan dari kedua istilah siak diatas yang dapat diartikan sebagai pencari ilmu,mengingat di Minangkabau terdapat tradisi merantau, yakni berpindah ke tempat baru untukmencari pengalaman baru. Lihat Azyumardi Azra. Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalamTransisi dan Modernisasi. terj. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003). Hlm 13.

  • 2

    beraliran Tarekat/ tasawuf5, diantaranya pada abad ke-14M di wilayah Kerinci

    Rendah dan Kerinci Tinggi hingga tersebar diseluruh wilayah Kerinci, dan

    berkembang sampai periode selanjutnya.

    Pada perkembangan berikutnya, abad ke-17 ketika Kerajaan Melayu Jambi

    berubah menjadi Kesultanan Melayu Jambi, hukum syariat Islam mulai diterapkan

    di Kerinci yang merupakan bagian dari wilayah administratif Kesultanan.6

    Masyarakat Kerinci juga telah mengenal Syariat seperti sholat, puasa, naik haji,

    berzakat, disamping itu aliran kebatinan dan perdukunan juga eksis diberbagai desa.

    Periode selanjutnya masyarakat mulai mendirikan Masjid sebagai pusat penyebaran

    Islam dan pusat aktivitas dakwah yang masih bertahan hingga kini.7

    Kebangkitan Islam di Kerinci mulai terlihat pada abad ke-19 dan awal abad

    ke-20 ditandai dengan mulai bermunculan kelompok orang-orang terpelajar yang

    disebut sebagai alim-ulama yang telah belajar Islam secara mendalam di Mekkah

    dan Madinah yang merupakan pusat peradaban Islam. Beberapa diantara mereka

    kembali ke Tanah Kerinci dan mendirikan lembaga pendidikan Islam berupa

    pondok pesantren dan surau-surau sebagai pusat pengajian.8

    5 Dalam perkembangan Islam di Melayu- Indonesia, pengaruh mistik/magis yang masihmelekat di kalangan Muslim masa awal penyebaran Islam. Hal ini yang membuat ajaran tasawufberkembang di Nusantara sehingga mempermudah proses Islamisasi. Generasi Muslim pertamadi Nusantara banyak yang dipengaruhi oleh pemikiran sufi saat itu, Ibnu Arabi dan Imam AbuHamid al-Ghazali yang kemudian berkembang menjadi berbagai tarekat sampai sekarang.

    6 R. Zainuddin, dkk. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Propinsi Jambi. (ProyekPenelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan BudayaDepartemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978/1979). Hlm. 26.

    7Bukti perkembangan Islam di Kerinci adalah bangunan Masjid Keramat yang terletak diDusun Koto Tuo, Pulau Tengah, Kerinci yang didirikan pada 1780 M. Lihat Jamal Mirdad.Masjid Sebagai Pusat Perlawanan Terhadap Kolonialisme Belanda (Studi Kasus: MasjidKeramat Pulau Tengah Kerinci). IAIN Batusangkar. Jurnal Tsaqofah & Tarikh Vol. 4 No. 1Januari-Juni 2019.

    8 Salah seorang ulama terkenal dari Kerinci adalah Haji Ahmad Faqir al-Kerinci yangmendirikan “Surau Haji Ahmad Faqir” sekembalinya dari Makkah pada 1936. Lihat DarmadiSaleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam PerkembanganIslam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Disertasi. (Kuala Lumpur: University Malaya, 2009).

  • 3

    Melihat realita yang terjadi dalam masyarakat dimana keyakinan bercampur

    dengan sihir atau banyaknya aliran-aliran kebatinan yang berkembang saat itu

    membuat Abdul Karim Djamak melakukan dakwah secara terbuka berdasarkan

    pelajaran hidup yang telah dialaminya. Ia dapat dikategorikan sebagai da’i9 yang

    saat itu mengajak masyarakat untuk kembali pada akidah Islam dengan

    menegakkan syariat.

    Abdul Karim Djamak adalah seorang tokoh keagamaan asal Kerinci yang

    berperan besar dalam perkembangan Islam dengan menyampaikan pesan-pesan

    Islam melalui ajaran syariat dan berkembang menjadi tarekat10 dengan pandangan

    keislaman yang dimilikinya. Menurut Ahmad Zuhdi, konsep pemikiran dari Abdul

    Karim Djamak merupakan penggabungan antara pemikiran modern dan tradisional

    sehingga dapat diterima oleh kalangan luas.11

    Tarekat yang diajarkan oleh Abdul Karim Djamak bercorak tarikat lokal

    yang secara khusus menempatkan Abdul Karim Djamak sebagai tokoh sentral yang

    ajaran serta amalannya diikuti oleh para pengikutnya.12 Secara umum ajarannya

    9 Da’i merupakan sebutan untuk orang yang memiliki kemampuan mengajak orang laindengan hikmah untuk menjalankan ajaran Islam. Lihat Muhammad Amirul Asyraf BinAmirullah. Sifat dan Kriteria Da’i Menurut Islam. Skripsi. (Banda Aceh: Universitas IslamNegeri Ar-Raniry Darussalam, 2018). Hlm. 1-5.

    10 Abdul Karim Djamak mengembangkan ajaran Terekatnya sendiri berdasarkanpandangannya terhadap masyarakat Kerinci yang saat itu banyak percaya terhadap kesyirikan,sehingga melalui syariat, ia perlahan menghilangkan kesyirikan yang terjadi dalam masyarakat.Lihat Ahmad Zuhdi dan Ahmad Zuhdi bin Ismail. Ajaran Tasawuf Karim Jamak dalamMembentuk Karakter Jam’iyatul Islamiyah Kerinci. Jurnal Kontekstualita, Vol. 29, No. 2, 2014.Hlm 117.

    11 Melalui media pencak silat, Abdul Karim Djamak secara halus mengajak orang-orangyang ingin belajar dengannya terlebih dahulu diajarkan syariat islam sebelum bergabung.Setelah mendapatkan kepercayaan serta pengikut yang semakin banyak, Abdul Karim Djamakkemudian mengubah konsep media dakwah dari perguruan pencak silat menjadi kelompokpengajian. Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan,Op Cit. Hlm 10.

    12 Corak seperti ini mirip dengan tarikat Syahadatain di Jawa Tengah atau Wahidiyah danShiddiqiyah yang terdapat di Jawa Timur. Wahidiyah dan Shiddiqiyah merupakan tarekat yangbaru berkembang, dan lebih tepat disebut sebagai pseudo-tarekat (semi tarekat) karena terdapatbeberapa perbedaan dengan tarikat umumnya, seperti: legitimasi bagi pendiri gerakan yang

  • 4

    yang menekankan untuk melakukan amalan saleh secara rutin seperti berdzikir,

    bertasbih, tahlil, serta membaca Al-Quran. Selain itu, ibadah wajib seperti sholat,

    membayar zakat, berpuasa, serta berhaji juga sangat diutamakan.

    Sejak muda, Abdul Karim Djamak telah menampakkan kesungguhannya

    dalam aktivitas dakwah dan penyebaran ajaran Islam dengan menegakkan syariat

    ditengah masyarakat yang masih percaya terhadap mistis. Masyarakat tanah

    kelahirannya di Kerinci memanggil dengan sebutan Wo atau Guru Tanjung,

    sedangkan bagi para pengikutnya sebutan Ayahanda atau Buya yang berasal dari

    kata abi atau abuya yang dalam bahasa Arab yang berarti ayahku, atau seseorang

    yang dihormati13 lebih sering digunakan sebagai bentuk penghormatan.

    Panggilan Buya juga sering digunakan oleh masyarakat Sumatera Barat

    sebagai panggilan kehormatan kepada seorang tokoh. Beliau juga pernah

    mendapatkan gelar Kyai Haji (KH) dari Buya Hamka saat pertemuan ulama di

    Surabaya tahun 1962.14 Abdul Karim Djamak juga dipercayakan memegang gelar

    adat yang bergelar Timo Daharo Tunggak Nagari Mandopo Rawang Koto Teluk

    Tiang Agama Sakti Alam Kerinci pada usia 20 tahun.15

    Pengukuhan gelar ini membuktikan bahwa Abdul Karim Djamak memiliki

    pengetahuan tentang agama Islam yang diakui oleh tokoh adat. Disamping itu,

    beliau juga memiliki latar belakang keluarga yang cukup dikenal masyarakat desa

    Tanjung Rawang sebagai ulama. Sehingga memiliki akses terhadap pendidikan

    berbentuk ijazah dan konon diperoleh melalui mimpi atau wangsit. Nor Huda. Sejarah SosialIntelektual Islam di Indonesia. (Jakarta: Rajawali Press, 2015). Hlm 219-220.

    13 Avif Alviyah. Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir Al- Azhar. ISSN 1412-5188. Vol. 15, No. 1. Hlm 26.

    14 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan.Disertasi. (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2017). Hlm 40.

    15 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. PembinaJam’iyyatul Islamiyah, 1995. Hlm 1.

  • 5

    keagamaan, yang membuatnya dapat belajar agama secara mandiri (otodidak).

    Berbekal dari pendidikan keagamaan yang diperoleh dari kerabatnya, Abdul Karim

    Djamak memulai dakwah dengan mengajar di surau-surau pada usia yang terbilang

    cukup muda yaitu 15 tahun.16

    Perjalanan spiritualnya dimulai ketika beliau mulai memasuki usia 20 tahun,

    mulai banyak rintangan dan tantangan yang dihadapi. Diceritakan pada awal masa

    dakwahnya, ia pernah mendirikan sebuah surau yang terletak di pinggir sungai

    Tanjung Rawang sebagai tempat mengaji, namun tidak bertahan lama karena ada

    orang yang tidak menyetujui dan menuduhnya menyebarkan kesesatan sehingga

    kegiatan di surau itu kemudian dipindahkan ke surau lain di desa Muaro Air,

    Kumun Debai.17 Setidaknya, hal inilah yang mendasari bahwa surau atau masjid

    merupakan komponen penting dalam pengembangan dan pengajaran Islam, hingga

    kelak prinsip ini yang selalu dipegang dan dijalankan oleh pengikutnya.

    Tahun 1955, Abdul Karim Djamak bergabung dengan sebuah kelompok

    pengajian yang bernama Urwatul Wusqo. Namun karena beberapa alasan dan

    konflik internal yang terjadi membuat kelompok ini dilarang dan kemudian

    bubarkan pada tahun 1961.18 Kemudian atas saran dari para pengikutnya, Abdul

    Karim Djamak kemudian mendirikan organisasinya sendiri yang diberi nama

    Jam’iyyatul Islamiyah pada 19 Maret 1971.

    16 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan.Op.Cit. Hlm 13.

    17 Surau yang dimaksud adalah Masjid Baitul Ikhlas Muara Jaya, Kumun Debai. LihatAhmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, Ibid. Hlm55-66.

    18 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. PembinaJam’iyyatul Islamiyah, 1994. Hlm 1.

  • 6

    Permasalahan utama yang dihadapi oleh Abdul Karim Djamak dan para

    pengikutnya saat mendirikan organisasi adalah pertentangan yang timbul dalam

    masyarakat yang pro dan kontra terhadap ajaran yang dibawanya. Hal ini

    disebabkan karena kelompok pengajiannya sebelum itu, Urwatul Wusqo yang

    dilarang dan dibubarkan karena diduga menyebarkan kesesatan, sehingga berujung

    pada penolakan terhadap ajaran serta organisasi Jam’iyyatul Islamiyah.

    Banyak tuduhan-tuduhan yang dinilai tanpa bukti oleh pengikut Jam’iyyatul

    Islamiyah ditujukan terhadap organisasinya, sehingga aliran ini dipandang sebelah

    mata oleh masyarakat dan dianggap mengada-ada. Pernyataan yang dikeluarkan

    oleh MUI Provinsi Sumatera Barat yang menyatakan bahwa ajaran yang diajarkan

    oleh Darussamin Datuk Pangka Sinaro di Sumatera Barat yang berafiliasi dengan

    Jam’iyyatul Islamiyah sesat dan menyesatkan19, menambah citra buruk dimata

    masyarakat awam yang tidak mengenali Jam’iyyatul Islamiyah.

    Meskipun belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat, organisasi

    Jam’iyyatul Islamiyah masih berkembang hingga kini, dengan struktur organisasi

    yang lengkap dan anggota yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia20

    bahkan di luar Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari peran aktif Abdul Karim

    Djamak dalam menyebarkan ajarannya dari satu daerah ke daerah lainnya melalui

    dakwah. Dengan ciri khas yang dimiliki oleh organisasi ini yaitu bangunan Masjid

    sebagai pusat dakwah ajarannya dan pusat penyelenggaraan kegiatan organisasi.

    19 Kustini. Kasus- Kasus Aliran/ Paham Keagamaan Aktual di Indonesia. (Jakarta:Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009).Hlm 110-111.

    20 Data per-tahun 2009 menunjukkan bahwa Jam’iyyatul Islamiyah telah memiliki 23cabang yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Kustini. Ibid. Hlm 92

  • 7

    Oleh karena itu, menarik untuk ditelusuri lebih lanjut mengenai siapa

    dibalik seorang tokoh Abdul Karim Djamak yang sebenarnya dengan konsep

    pemikiran yang dapat dikatakan berbeda dengan pemahaman pada umumnya,

    mengapa ajarannya sangat kuat melekat di hati para pengikutnya, serta alasannya

    mendirikan organisasi Jam’iyyatul Islamiyah yang masih kontroversial hingga kini.

    Setidaknya, hal-hal yang disebutkan diatas merupakan hasil dari proses yang dilalui

    oleh sang tokoh yang akan ditelusuri lebih lanjut dalam penelitian ini.

  • 8

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya

    kemudian muncul permasalahan yang kemudian menjadi pokok pembahasan yang

    menjadi sebuah acuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

    1. Siapakah Abdul Karim Djamak?

    2. Bagaimana perjalanan dakwah Abdul Karim Jamak dalam menyebarkan

    ajarannya?

    3. Apa pengaruh Abdul Karim Djamak terhadap organisasi Jam’iyyatul

    Islamiyah?

    1.3 Batasan Masalah

    Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami informasi yang diberikan,

    maka penulis memfokuskan ruang lingkup wilayah penelitian tempat tokoh lahir

    serta mengembangkan ajarannya yaitu di Kota Sungaipenuh hingga keluar dari

    Kerinci. Diawali dengan kehidupan awal dari tokoh, yaitu pada proses yang telah

    dilalui untuk mempelajari ajaran Islam hingga ketika masa remajanya tepatnya pada

    usia 20 tahun ketika beliau mendapatkan gelar Timo Daharo Tunggak Nagari

    Mandopo Rawang Koto Teluk Tiang Agama Sakti Alam Kerinci yang dapat

    diartikan sebagai seseorang yang cukup berpengaruh dalam adat dan perkembangan

    agama di Kerinci.

    Kemudian dilanjutkan dengan pengalamannya dalam kelompok pengajian

    yang diberi nama Urwatul Wutsqo dari sinilah Abdul Karim Djamak

    mengembangkan potensinya sebagai pengajar. Konflik internal yang terjadi

    sehingga menyebabkan kelompok itu menjadi terpecah dan dibubarkan, dari sinilah

  • 9

    mulai muncul gagasan untuk mendirikan organisasi sendiri yang kemudian diberi

    nama Jam’iyyatul Islamiyah pada 12 Maret 1971.

    Batasan akhir dari objek penelitian adalah bagaimana strategi dakwah serta

    peran aktif Abdul Karim Djamak dalam perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah

    hingga akhir hayatnya pada tahun 1996.

    1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Berkaitan dengan rumusan masalah, adapun tujuan dan manfaat penelitian

    yang diperoleh yakni:

    1.4.1 Tujuan Penelitian

    1. Untuk mengetahui biografi Abdul Karim Djamak.

    2. Untuk mengetahui perjuangan Abdul Karim Djamak dalam mendirikan

    Jamiyyatul Islamiyah.

    3. Untuk mengetahui pemikiran Abdul Karim Djamak.

    1.4.2 Manfaat Penelitian

    1. Mengetahui perkembangan Islam di Kerinci.

    2. Mengangkat biografi tokoh keagamaan lokal.

    3. Mendorong penelitian serupa agar menambah wawasan.

  • 10

    1.5 Tinjauan Pustaka

    Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan maka, terdapat penelitian-

    penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam

    penyusunan, sekaligus rujukan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.

    Sebuah Disertasi berjudul Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci, Sumbangan dan

    Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci-Jambi-Indonesia, yang

    ditulis oleh Darmadi Saleh pada tahun 2008. Disertasi ini mengangkat seorang

    tokoh ulama dari Kerinci yang bernama Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci. Pendidikan

    awal yang didapat Haji Ahmad Faqir adalah pendidikan tradisional dimana beliau

    belajar langsung dengan salah seorang alim yang ada di Pulau Tengah, Kerinci.

    Kemudian, beliau merantau ke Malaysia, Thailand, dan sampai ke Mekkah dan

    Madinah untuk berguru, di Mekkah beliau berguru dengan Syeikh Muhammad

    Mukhtar bin Aṭārīd al-Batawī. Syeikh Ahmad Al-Fattani. Sekembalinya dari

    Mekkah, beliau kembali ke Kerinci di dusunnya untuk mengamalkan dan

    mengajarkan ilmu yang didapatkan.21

    Kemudian Disertasi yang ditulis oleh Ahmad Zuhdi tahun 2014, berjudul

    Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, yang

    membahas mengenai Abdul Karim Djamak dengan latar belakang serta silsilah

    keluarga beliau. Dan isi dari penelitian difokuskan kepada pemikiran sang tokoh

    mengenai konsep ketuhanan serta penjelasan mengenai ajaran yang dibawa oleh

    tokoh karena dianggap sedikit menyimpang oleh sebagian masyarakat, lebih jauh

    21 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalamPerkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Disertasi. (Kuala Lumpur: UniversityMalaya, 2009).

  • 11

    lagi disertasi ini mengajak para pembacanya mengenal lebih dalam mengenai inti

    ajaran dari Abdul Karim Djamak.22

    Terakhir Skripsi yang ditulis oleh Abdullah Humaini tahun 2006 yang

    berjudul Peranan KH. Abdul Qadir Dalam Mengembangkan Islam di Jambi

    Seberang. Dalam tulisan ini dibahas mengenai tokoh yang bernama KH. Abdul

    Qadir yang merupakan pendiri dari pondok pesantren As’ad. Beliau memiliki

    pandangan dalam hal pendidikan yang sangat maju pada saat itu, menurutnya

    perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan

    pendidikan di luar rumah (sekolah) yang mana menurut pandangan umum hal ini

    tidak biasa pada zaman itu.

    Meskipun berbeda dalam objek kajiannya, namun ketiga penelitian tersebut

    memiliki kesamaan untuk memaparkan kehidupan dari tokoh yang memiliki

    pengaruh dalam suatu daerah atau komunitas sehingga dapat menginspirasi banyak

    orang. Penelitian-penelitian diatas bersifat penelitian sosial keagamaan (Islam).

    Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian

    biografi yang bersifat sosial keagamaan dengan ruang lingkup penelitian berfokus

    dalam wilayah Provinsi Jambi.

    Berkaitan dengan disertasi yang ditulis oleh Ahmad Zuhdi dengan

    penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yang memiliki objek kajian yang sama.

    Dalam hal ini penulis akan membuat tulisan yang membuka sudut pandang baru

    mengenai tokoh dari Abdul Karim Jamak. Walaupun fakta-fakta yang ditemukan

    sama, tetapi penulis akan membuat output yang berbeda dengan penelitian

    sebelumnya dengan menyoroti bukti-bukti yang diabaikan atau tidak diperhatikan

    22 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan.Disertasi. (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2017).

  • 12

    pada penelitian sebelumnya.23 Dengan demikian, kesimpulan yang didapatkan dari

    penelitian akan berbeda sama sekali.

    1.6 Kerangka Konseptual

    Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan biografis dan

    sejarah kejiwaan. Untuk itu, menurut Kuntowijoyo setiap biografi harus memiliki

    setidaknya empat hal, yaitu: 1) kepribadian tokoh; 2) kekuatan sosial yang

    mendukung; 3) lukisan sejarah zamannya; dan 4) keberuntungan dan kesempatan

    yang datang. Sehubungan dengan kepribadian tokoh, sebuah biografi juga perlu

    memperhatikan adanya latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan sosial-

    budaya, serta perkembangan diri24 untuk melihat keterkaitannya dengan

    pembentukan karakter dari sang tokoh.

    Latar belakang keluarga yang taat beragama ikut memengaruhi pembentukan

    kepribadian Abdul Karim Djamak menjadi seorang yang memiliki prinsip agama

    yang kuat. Dengan pendidikannya yang berbasiskan keagamaan, serta didukung

    oleh lingkungan sosial-adat Kerinci untuk menjadi pribadi yang lebih taat karena

    tidak adanya pertentangan antara kaum adat dengan golongan ulama seperti yang

    terjadi di Minangkabau, namun satu hal yang perlu dicatat adalah praktik kesyirikan

    yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang masih percaya akan hal-hal gaib.

    Keadaan inilah yang kemudian mendorong Abdul Karim Djamak melakukan

    dakwah terbuka dan perlahan membentuk pribadinya menjadi sosok yang religius

    sebagai contoh bagi para pengikutnya.

    23 A. Daliman. Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012). Hlm 92.24 Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. ed kedua. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003). Hlm

    206-207.

  • 13

    Lebih lanjut, Kuntowijoyo mengklasifikasikan biografi menjadi dua jenis

    yaitu portrayal (portrait) dan scientific (ilmiah) dengan penggunaan metodenya

    masing-masing. Biografi disebut portrayal ketika hanya mencoba untuk

    memahami. Penelitian ini akan mengambil jenis penelitian scientific yang berusaha

    menerangkan tokohnya melalui analisis ilmiah, dengan menggunakan konsep dan

    teori dari analisis kejiwaan yang menghasilkan sejarah kejiwaan (psychohistory).25

    Untuk menjelaskan studi tokoh dengan studi kasus, maka penggunaan

    otobiografi untuk sejarah kejiwaan dapat digunakan untuk menuliskan asal-usul

    keyakinannya. Melalui otobiografi Ikhtisar tentang KH. Abdul Karim Djamak

    Pembina Jam’iyyatul Islamiyah, sedikit tersiratkan tentang kepribadian dari Abdul

    Karim Djamak selaku tokoh yang kurang memiliki keilmuan dibidang keagamaan

    yang mumpuni dalam artian pendidikannya saat itu hanya bertumpu pada yang

    diberikan oleh orang tua serta kerabatnya tanpa kejelasan fokus keilmuannya dalam

    bidang keagamaan hingga dirinya dapat menjadi tokoh keagamaan yang memiliki

    banyak pengikut.

    1.7 Metode Penelitian

    1.7.1 Heuristik

    Heuristik atau dalam bahasa Jerman dikenal dengan penyebutan

    Quellenkunde26, yang merupakan langkah awal dalam penulisan, yaitu sebuah

    kegiatan yang bertujuan untuk menemukan sumber-sumber yang digunakan penulis

    untuk mendapatkan data- data, atau materi sejarah yang berkaitan dengan topik

    yang diangkat. Dalam penulisan karya ilmiah, penulis mencoba mencari sumber-

    25 Ibid. Hlm 208-209.26 Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007) Hlm 86.

  • 14

    sumber yang berupa arsip- arsip, surat kabar, buku-buku, dan artikel- artikel yang

    memiliki keterkaitan dengan topik yang diteliti.

    Penulis menemukan sumber primer berupa arsip yang dimiliki oleh DPD

    Jam’iyyatul Islamiyah Kabupaten Kerinci, mulai dari tahun 1960-an hingga tahun

    2000-an. Arsip-arsip ini kebanyakan berisi tentang dokumen resmi yang

    dikeluarkan Jam’iyyatul Islamiyah seperti surat perkara, surat klarifikasi, surat

    pernyataan, hingga piagam dan sertifikat yang didapatkan Abdul Karim Djamak

    dari Golkar, dan lain-lain.

    Beberapa sumber sekunder yaitu sumber lisan yang didapatkan dari

    wawancara dengan narasumber yang bersangkutan dengan tokoh. Pertama Ahmad

    Zuhdi, merupakan seorang dosen sekaligus peneliti yang mendalami pemikiran

    Abdul Karim Djamak. Kedua Zulhadi Karim, salah seorang anak dari Abdul Karim

    Djamak. Ketiga Hizbullah Karim, ketua DPD Jam’iyyatul Islamiyah Sungai Penuh

    yang juga anak dari Abdul Karim Djamak sekaligus adik bungsu Zulhadi Karim.

    Keempat Basrul Nurdin, ketua DPR Jam’iyyatul Islamiyah di Tanjung Rawang.

    Terakhir Helmizal yang merupakan pengurus Jam’iyyatul Islamiyah di Kumun

    Debai, Kota Sungai Penuh.

    Selain itu, penulis menemukan penelitian sebelumnya yang relevan dengan

    topik yang ingin diteliti dari penelusuran di internet berupa jurnal, koran online,

    skripsi, tesis, dan disertasi. Penelusuran berlanjut ke perpustakaan daerah (Library

    research) untuk mencari sumber primer yang berhubungan dengan tokoh berupa

    arsip ataupun tulisan, namun penulis hanya menemukan beberapa sumber sekunder

    berupa buku penunjang penelitian umum.

  • 15

    1.7.2 Kritik Sumber

    Selanjutnya setelah sumber-sumber atau data itu telah terkumpul, maka

    kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan verifikasi data atau kritik

    sumber. Dalam hal ini harus diadakan sebuah penyelidikan apakah benar sumber

    itu sejati atau tidak, baik bentuk maupun seluruh isinya. Tahapan kerja kritik dalam

    metode penelitian merupakan suatu usaha menganalisa setiap data yang didapatkan,

    dengan menilai secara kritis dengan menyelidiki setiap sumber data yang telah

    terkumpulkan.

    Kritik terbagi menjadi dua macam27, pertama kritik eksternal yaitu dengan

    menguji keautentikan (keaslian) fisik suatu sumber sehingga diperoleh sumber yang

    benar-benar asli, misalnya arsip mengenai otobiografi yang ditulis oleh Abdul

    Karim Djamak tahun 1995 yang menjelaskan tentang ringkasan kehidupannya

    melalui mesin ketik, dan ditanda tangani langsung olehnya, serta ditemukan dalam

    dokumen arsip Jam’iyyatul Islamiyah yang merupakan organisasi tempatnya

    bernaung. Kedua kritik internal yaitu melihat kredibilitas (kebenaran) mengenai

    kandungan isi dari arsip yang didapatkan, contohnya sertifikat baiat PSII yang

    diberikan kepada Abdul Karim Djamak tahun 1964 dengan menggunakan ejaan

    lama yang berlaku saat itu dan nama orang yang membaiat serta cap dari PSII yang

    tertera dalam sertifikat tersebut.

    1.7.3 Interpretasi

    Selanjutnya pada tahapan dimana setelah melalui sebuah proses kritik sumber,

    maka akan diperoleh fakta akan tetapi fakta dimaksud dalam hal ini masih dalam

    27 A. Daliman. Metode Penelitian Sejarah. Op Cit. Hlm 58-72.

  • 16

    keadaan terpisah-pisah dan dalam keadaan masih berdiri sendiri. Sehingga untuk

    itu seorang penulis perlu melakukan sebuah interpretasi, pada tahapan penafsiran

    inilah penulis harus memiliki kecermatan dengan nalar yang kritis dan sikap

    objektif. Pada dasarnya hal terebut ditujukan untuk menghindari berbagai

    interpretasi yang bersifat subjektif yang akhirnya akan mencederai karya sejarah.

    Salah satu interpretasi mengenai kesimpang-siuran kapan kelahiran beliau

    yang dalam beberapa literatur (termasuk batu nisannya) menyebutkan tahun 1906

    M bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1326 H.28 Namun setelah ditelusuri kembali,

    tanggal 12 Rabiul Awal 1326 H tidak berhubungan dengan tahun 1906 M,

    melainkan 1908 M.29 Apabila berpegang pada waktu wafatnya yang kurang lebih

    saat usia 90 tahun pada 199630 yang juga didukung oleh pernyataan dalam Ikhtisar

    KH. Abdul Karim Djamak Pembina Jam’iyyatul Islamiyah saat tulisan itu dibuat

    pada tahun 1995 usianya menginjak 89 tahun. Maka, dalam hal ini penulis

    berpendapat kelahirannya pada tanggal 06 Mei 1906 yang bertepatan dengan 12

    Rabiul Awal 1324 H.31

    1.7.4 Historiografi

    Tahapan terakhir dalam penulisan sejarah adalah historiografi, dalam tahap

    akhir inilah penulis menuangkan kecermatan dan kompetensi daya nalar dalam

    menyintesiskan bahan-bahan guna menyajikan karya sejarah. Pada tahap ini hanya

    kerja keras dan keberanian seorang sejarawanlah yang mampu menghasilkan

    28 Ahmad Zuhdi dan Ahmad Zuhdi bin Ismail. Op. Cit. Hlm 116.29 https://habibur.com/hijri/1326/3/ (Diakses pada 03 Desember 2019).30 Kustini, Op. Cit. Hlm 91.31 https://habibur.com/hijri/1324/3/(Diakses pada 03 Desember 2019).

  • 17

    sebuah karya sejarah yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut menurut A.

    Daliman bahwa:

    “Penulisan sejarah tidak semudah dalam penulisan ilmiah lainnya, tidak cukupdengan menghadirkan informasi dan argumentasi. Penulian sejarah, walaupunterikat pula oleh aturan-aturan logika dan bukti-bukti empirik, tidak bolehdilupakan bahwa ia adalah juga karya sastra yang menuntut kejelasan struktur dangaya bahasa, aksentuasi serta nada retorika tertentu.”32

    Sebuah karya sejarah yang bernilai tentu memiliki sifat objektif dengan

    memaparkan fakta- fakta yang ada tanpa diatur untuk kepentingan penelitian agar

    menjadi sebuah karya yang dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat dipahami

    oleh para pembaca. Dengan memperhatikan kaidah- kaidah dalam penulisan

    sejarah serta tulisan sejarah sebelumnya yang dinilai objektif sehingga dapat

    dijadikan acuan dalam penulisan.

    1.8 Sistematika Penulisan

    Skripsi ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematis sesuai dengan

    kajian yang akan diteliti, rincian pada masing-masing bab sebagaimana berikut ini:

    Bab I, yaitu Pendahuluan yang memuat rencana awal mengenai penelitian

    kedepannya, berlanjut hingga menjadi latar belakang, alasan mengangkat tema

    tersebut, batasan masalah berupa tempat (parsial) dan waktu (temporal) penelitian

    di akhiri yaitu kehidupan masa kecil. Tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

    pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika

    penulisan

    32 A. Daliman. Op.Cit. Hlm 99.

  • 18

    Bab II, akan membahas Perkembangan Islam di Kerinci dengan

    memberikan beberapa contoh ulama serta organisasi yang berperan dalam

    perkembangan Islam di Kerinci.

    Bab III, merupakan bahasan utama (isi) dari skripsi yang akan ditulis

    dengan membahas mengenai riwayat hidup yang memuat latar belakang tokoh,

    silsilah keluarga, pendidikan, dan masa awal dalam berdakwah.

    Bab IV, kelanjutan dari bab sebelumnya dimana pada bab ini akan dibahas

    peran Abdul Karim Djamak dalam menyebarkan ajarannya keluar dari Kerinci

    melalui Golkar sebagai medianya, kemudian dakwah (keberlanjutan) hingga

    tantangan dalam berdakwah sampai wafatnya.

    Bab V, merupakan penutup yang berisi kesimpulan yang didapatkan dalam

    penelitian.

  • 19

    BAB II

    PERKEMBANGAN ISLAM DI KERINCI AWAL ABAD KE-20

    2.1 Hubungan Minangkabau dan Kerinci

    Dapat dipahami bahwa Kerinci merupakan bagian yang tidak terpisahkan

    dari Minangkabau, meskipun sempat terikat oleh pembagian regional yang

    dilakukan oleh pemerintah Belanda setelah kekalahan Kerinci dalam Perang Depati

    Parbo tahun 1903 dengan menjadikannya bagian dari Keresidenan Jambi.33

    Pemisahan ini tidak menghilangkan fakta bahwa Kerinci merupakan daerah rantau

    orang-orang yang berasal dari Minangkabau.

    Pada tahun 1922 pemerintah Belanda kembali memasukkan Kerinci

    kedalam wilayah Sumatra Westkust (Keresidenan Sumatra Barat).34 Menurut Gusti

    Asnan, ini merupakan upaya dari pemerintah Belanda untuk mengambil hati kaum

    adat di Sumatera Barat dengan menjadikan wilayah-wilayah yang identik dengan

    adat Minangkabau dan menyatukannya dalam satu keresidenan Sumatera Barat.35

    Pada awal abad ke-20 mulai nampak perkembangan Islam di Kerinci

    bersamaan dengan Minangkabau yang saat itu banyak ulama yang telah kembali

    dari pembelajarannya di Mekkah, kemudian kembali ke kampung halamannya dan

    mendirikan lembaga pendidikannya seperti surau dan pesantren serta mulai

    bermunculannya organisasi-organisasi Islam yang aktif dalam bidang dakwah dan

    pendidikan.

    33 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. (Padang: VISIgraf, 2004). Hlm 2.

    34 Ibid. Hlm 5.35 Gusti Asnan.Memikirkan Ulang Regionalisme Sumatera Barat Tahun 1950-an. (Jakarta:

    Yayasan Obor Indonesia, 2007). Hlm 10.

  • 20

    Organisasi yang dimaksud adalah Muhammadiyah dan Persatuan Tarbiyah

    Islamiyah (Perti) serta Sumatra Thawalib. Meskipun bukan berasal dari Kerinci,

    ketiga organisasi ini berhasil menjadi pelopor pendidikan di Kerinci pada abad ke-

    20, sehingga dari sini dapat lahir tokoh-tokoh baru yang mempengaruhi

    perkembangan Islam pada periode selanjutnya.

    Untuk itulah, pada bab ini akan melihat pola pergerakan ulama serta

    organisasi Islam yang datang dari Minangkabau sebagai pusatnya dan pengaruhnya

    terhadap Kerinci, yang disebut sebagai daerah rantau dari orang-orang

    Minangkabau. Menurut Suaidi Asyari, Kerinci adalah wilayah terdekat dengan

    Sumatera Barat (Minangkabau) sehingga arus budaya yang masuk ke Jambi akan

    terlebih lebih dulu melalui Kerinci.36

    2.2 Ulama-ulama dari Minangkabau dan Kerinci

    Kata ulama berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari

    kata alim yang berarti orang-orang terpelajar (Cendikiawan).37 Pengertian ini

    mencakup segala aspek dalam hal ilmu pengetahuan yang tidak terikat dengan suatu

    disiplin ilmu. Namun di Indonesia terjadi penyempitan makna ulama yang sering

    disalah artikan menjadi tunggal dengan seorang tokoh yang memiliki pengetahuan

    tentang ilmu keagamaan (Islam) sampai akhirnya istilah ini menjadi populer di

    masyarakat.

    Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat panggilan-panggilan yang

    ditujukan kepada ulama, merujuk pada penghormatan karena telah berjasa dalam

    36 Suaidi Asyari. Nalar Politik NU & Muhammadiyah : Over Crossing Java Sentris.(Yogyakarta: LKiS, 2009). Hlm 205.

    37 Abdullah Humaini. Peranan KH. Abdul Qadir dalam Mengembangkan Islam di JambiSeberang (1914-1970).Skripsi. ( Hlm 13.

  • 21

    hal kemajuan Islam di masing-masing daerah. Misalnya di Minangkabau, orang-

    orang memanggil tokoh agama dengan sebutan Buya, di Jawa, para pemimpin

    pesantren identik dengan sebutan Kyai, di Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan

    dengan sebutan Tuan Guru, di Aceh dengan sebutan Tengku atau Syekh.38

    Seorang ulama, sudah tentu memiliki keilmuan yang mumpuni dalam hal

    agama Islam, untuk itu sebelum dapat dikualifikasikan sebagai ulama, seseorang

    harus memiliki pondasi pendidikan yang kuat serta guru yang diakui keilmuannya,

    terutama dalam hal Al-Quran maupun Hadis. Menurut Azyumardi Azra, Haramayn

    yang disebutnya sebagai Makkah dan Madinah yang merupakan dua kota suci bagi

    umat Muslim sebagai tempat terbaik untuk mencari ilmu agama dibanding tempat

    lainnya.39

    Kedua kota suci ini merupakan pusat intelektual dunia muslim pada abad

    ke-17 dan 18. Di Mekkah misalnya, sebagai tempat ibadah haji yang menjadi

    perkumpulan umat Muslim di penjuru dunia, berbagai macam orang datang dengan

    latar belakang yang berbeda, banyak ulama, sufi, filsuf, penyair, bahkan pengusaha

    yang saling bertukar informasi disini sehingga pandangan keagamaan yang dimiliki

    orang yang belajar dari Haramayn ini lebih kosmopolitan dibanding tempat-tempat

    lain.40

    Sementara itu, gerakan pembaruan Islam yang terjadi di Indonesia baru

    dimulai pada awal abad ke-20, ini adalah pendapat dari Deliar Noer yang

    mengatakan bahwa Minangkabau dan Jawa merupakan pusat pembaharuan Islam

    yang kemudian menyebar ke berbagai daerah di sekitarnya. Menurutnya, jika

    38 Ibid. Hlm 14.39 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

    dan XVIII.(Bandung: Mizan, 1994). Hlm 59.40 Loc.Cit.

  • 22

    orang-orang Islam masih mempertahankan tradisi dalam menegakkan Islam maka,

    Islam tidak akan dapat bertahan dari penetrasi Kristenisasi yang dilakukan oleh

    Belanda.41

    Minangkabau menjadi daerah pertama yang menunjukkan perubahan-

    perubahan menuju kearah modernisasi Islam dengan ulama sebagai penggeraknya.

    Oleh karena itu, untuk melihat pola pergerakan Islam yang terjadi di Kerinci,

    sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pola pergerakan yang dilakukan oleh

    ulama-ulama dari Minangkabau.

    2.2.1 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi

    Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi lahir di Bukittinggi pada 1860

    dengan latar belakang keluarga agama dan adat yang kuat. Setelah lulus dari

    Kweekschool yang didirikan oleh pemerintah Belanda di Bukittinggi, pada 1871 ia

    bersama ayahnya berangkat ke Mekkah untuk belajar Islam lebih mendalam sampai

    pada akhirnya menjadi imam mazhab Syafi’i di Mekkah.42 Meskipun tinggal dan

    menetap di Mekkah, Syekh Ahmad Khatib tetap berhubungan dengan para

    rombongan haji yang berasal dari Nusantara dengan menjadi pengajar disana dan

    memberikan insipirasi kepada banyak muridnya untuk mencoba metode baru

    melawan penjajahan Belanda saat itu.43

    Banyak murid-muridnya yang menjadi tokoh pembaharuan Islam dan

    gerakan Islam di Indonesia diantaranya: Syaikh Muhammad Djamil Djambek, Haji

    Adbul Karim Amrullah, Syekh Sulaiman ar- Rasuli yang mendirikan Persatuan

    Tarbiyah Islamiyah (Perti), KH. Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan

    41 Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. cet ketujuh. (Jakarta:Pustaka LP3ES, 1995). Hlm 37.

    42 Op Cit. Hlm 24-25.43 Ibid. Hlm 38.

  • 23

    Muhammadiyah, dan KH. Hasyim Asy’ari yang mendirikan Nahdlatul Ulama

    (NU)44 serta masih banyak lagi murid-muridnya yang menjadi tokoh pergerakan

    nasional.

    2.2.2 Haji Abdul Karim Amrullah

    Haji Abdul Karim Amrullah atau biasa dikenal dengan nama Haji Rasul

    lahir di Maninjau pada 1879. Ia menyelesaikan pendidikan tradisional kemudian

    pada tahun 1894 berangkat ke Mekkah untuk berguru pada Syekh Ahmad Khatib.

    Tahun 1906 ia kembali ke kampung halamannya dan mulai mengajar disana,

    Suraunya tempat mengajar di Padang Panjang kemudian berkembang menjadi

    organisasi Sumatra Thawalib yang tidak hanya di Minangkabau tetapi juga di

    Kerinci.45 Ia juga yang memperkenalkan Muhammadiyah di Minangkabau.46

    2.2.3 Syekh Sulaiman ar-Rasuli

    Syekh Sulaiman ar-Rasuli atau dikenal dengan sebutan Inyiak Canduang,

    lahir di Canduang pada 1870. Sulaiman ar-Rasuli merupakan tokoh ulama golongan

    tua yang tetap mempertahankan mazhab Syafi’i.47 Ia juga bersahabat dengan Syekh

    Muhammad Jamil Jaho yang kemudian menjadi pimpinan Madrasah Tarbiyah

    Islamiyah di Padang Panjang. Ia pernah berguru langsung dengan Ahmad Khatib

    44 Ibid. Hlm 39.45Zarfina Yenti. Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a Connection

    Between Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century. UIN SultanThaha Jambi. Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR),volume 137. Hlm 282.

    46 Deliar Noer. Op.Cit. Hlm 45.47 Indah Rumeza. Perjuangan Syekh Sulaiman ar-Rasuli dalam Mengembangkan Perti di

    Minangkabau (1930-1970). Skripsi. (Banten: IAIN Sultan Maulana Hasanuddin, 2016). Hlm27.

  • 24

    al-Minangkabawi yang saat itu menjadi Mufti48 di Masjidil Haram bermazhab

    Syafi’i.

    Sekembalinya dari Mekkah, pada tahun 1930 ia bersama Syekh Muhammad

    Jamil Jaho mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Madrasah Tarbiyah

    Islamiyah, yang merupakan pendidikan berbasis surau. Ditahun yang sama,

    bersama dengan sahabatnya, Syekh Abbas Ladang Lawas dan Syekh Muhammad

    Jamil Jaho kemudian mendirikan organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)

    yang bergerak di bidang politik dan pendidikan.49

    2.2.4 Haji Ahmad Faqir al-Kerinci

    Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Bagindo Sutan yang lahir pada 1902

    di Koto Tuo, Pulau Tengah, Sungai Penuh. Ia merupakan salah seorang ulama asal

    Kerinci yang pernah berguru dengan ulama-ulama di Mekkah. Sebelum belajar di

    Mekkah, ia belajar dengan Haji Ismail yang merupakan ulama di Koto Tuo. Pada

    tahun 1924, ia bersama dengan H. Mukhtar Abdul Karim Ambai berangkat ke

    Kedah untuk belajar dengan ulama dari Pattani dan mulai mengenal kitab Tafsir al-

    Jalalayn, Minhāj al-Ṭālibīn, Minhāj al-„Abidīn, Tadhkiyyah al-Qulūb, Maw`iẓah

    al-Mu‟minīn, dan Sharḥ Minhāj al-Abidīn.50

    Pelajarannya di Kedah merupakan modal awal untuk belajar lebih jauh

    mengenai Islam, terutama aliran mazhab Syafi’i pada 1926 ia berangkat ke Mekkah.

    Sekembalinya dari Mekkah pada 1936, ia mulai mengajar di surau, masyarakat

    sekitar menyebutnya dengan Surau Haji Ahmad Faqir. Di surau ini dia

    48 Mufti adalah ulama yang memiliki wewenang untuk memberikan fatwa dari Idjitihadnyatentang suatu hukum Islam yang baru.

    49 Indah Rumeza. Ibid. Hlm 32.50 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam

    Perkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Op Cit. Hlm 80.

  • 25

    mengembangkan ajaran yang didapatkannya sewaktu di Makkah, dengan teguh

    memegang mazhab Syafi’i. Selain surau, ia juga mendirikan madrasah yang

    berafiliasi dengan organisasi Perti karena hubungannya dengan pendiri Perti, Syekh

    Sulaiman ar-Rasuli.51

    2.2.5 Syekh Muhammad Khatib

    Syekh Muhammad Khatib lahir di Kuala Kangsar, Malaysia pada 1869,

    pada usia 16 tahun ia kembali ke Kerinci yang merupakan kampung halamannya.

    Di Kerinci, ia berguru dengan Syekh Muhammad Syarif yang pernah belajar

    bersama Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah.52 Muhammad Khatib

    kemudian berangkat ke Mekkah bersama ayahnya pada 1901 dan sempat belajar

    dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah bersama dengan

    beberapa ulama dari Kerinci lainnya seperti Syekh Abdullah Imam Sebukar al-

    Kerinci, Syekh H. Muslim Tanah Kampung al-Kerinci, dan Syekh H. Mukhtar

    Pulau Tengah al-Kerinci. 53

    Pada tahun 1915, Syekh Muhammad Khatib kembali ke Kerinci dan

    menetap di desa Maliki, Air Rawang, Hamparan Besar Tanah Rawang. Disana ia

    mengajar di madrasah Jami’ Ar Rawaniyah dengan sistem pengajaran halaqoh.

    Pada tahun 1927 ia mendirikan sekolah Sumatra Thawalib Ar Rawaniyah di tempat

    yang sama dengan tempatnya mengajar.54 Dengan mengajak mantan murid-

    muridnya sebagai guru disana seperti H. Azhari Thaib, KH. Abdurrahman bin

    51 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalamPerkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Ibid. Hlm 95.

    52Zarfina Yenti. Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a ConnectionBetween Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century. Op Cit. Hlm282.

    53 Loc Cit.54 Ibid. Hlm 283.

  • 26

    Karim, H. Bustanuddin, H. Imrah, H. Kamal Mukhtar, H. Ishak Syahid H. Saleh

    Samad, H. Latif, dan H. Mat Yunus.55

    Tokoh-tokoh ulama diatas memiliki pola yang sama dalam

    mengembangkan karir keulamaannya, dimana pada pendidikan awal mereka belajar

    dalam sistem pendidikan tradisional yang disebut sebagai surau kemudian berlanjut

    ke Mekkah, selain berhaji, mereka juga belajar dengan ulama-ulama yang berada

    disana. Sekembalinya dari Mekkah, mereka mulai mengaplikasikan pendidikan

    yang telah didapatnya dengan mendirikan surau atau lembaga pendidikannya

    masing-masing, yang kemudian berkembang menjadi organisasi politik sebagai

    upaya menentang penjajahan saat itu.

    Untuk melihat perkembangan Islam di Kerinci lebih lanjut sangat sulit

    karena sedikitnya ketersediaan sumber-sumber tulisan yang menerangkan kondisi

    Kerinci, sebagian besar ulama yang hidup pada abad ke-20 juga tidak banyak yang

    mengetahui, dan hanya dapat ditelusuri dari sumber lisan atau karya-karya yang

    mereka tinggalkan. Sehingga Minangkabau dipilih untuk menjadi refleksi dalam

    perkembangan Islam di Kerinci pada abad ke-20.

    Meskipun menurut Azyumardi Azra perkembangan Islam telah nampak

    pada abad ke-17 dan 18,56 namun hal itu masih bersifat kedaerahan dan di dominasi

    oleh golongan sufi yang menyebarkan aliran tarekatnya, serta belum adanya

    kesadaran untuk melawan penjajahan. Di Kerinci terdapat beberapa aliran tarekat,

    diantaranya Tarekat Syattariyyah yang dibawa oleh Syekh Abdul Latif yang juga

    55 Loc Cit.56 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

    dan XVIII. Op Cit. Hlm 241.

  • 27

    murid dari Syekh Abdul Rauf as-Singkili, Tarekat Qadiriyah, dan Tarekat

    Sammaniyah yang ada sejak abad ke-17.57

    2.3 Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam

    Salah satu upaya yang dilakukan oleh para ulama untuk membangkitkan

    Islam adalah dengan mendirikan organisasi-organisasi sosial keagamaan seperti:58

    Serikat Dagang Islam di Bogor tahun 1905, Muhammadiyah di Yogyakarta tahun

    1912, Persatuan Islam di Bandung tahun 1920, Nahdlatul Ulama di Surabaya tahun

    1926, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah di Canduang, Bukittinggi tahun 1930.

    Selain itu, berdirinya partai-partai politik yang sebagian merupakan perpanjangan

    dari organisasi diatas seperti Serikat dagang Islam yang mendirikan Sarikat Islam,

    Organisasi Sumatra Thawalib yang kemudian mendirikan Persatuan Muslim

    Indonesia (Permi) di Padang Panjang tahun 1932, serta Partai Islam Indonesia (PII)

    tahun 1938.59

    Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, masuk dan berkembangnya

    organisasi Islam pada abad ke-20 juga turut memengaruhi pergerakan Islam di

    Kerinci, mengingat organisasi Islam pada masa penjajahan menjadi tonggak

    pergerakan dalam menentang penjajahan Belanda dengan mendirikan lembaga

    pendidikan berupa pesantren atau madrasah yang kelak diantara lulusan sekolah

    tersebut menjadi pemimpin perlawanan.

    57 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalamPerkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Op Cit. Hlm 106-107.

    58 Anonim. Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama.(Jakarta: Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan,2012). Hlm 185-186.

    59 Loc Cit.

  • 28

    Di Kerinci, diketahui terdapat dua organisasi keagamaan berskala nasional

    yaitu Muhammadiyah dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), kedua organisasi

    ini sama-sama menjadi pelopor pergerakan organisasi Islam di Kerinci dari zaman

    penjajahan hingga masa kemerdekaan dan bahkan masuk kedalam politik praktis di

    Kerinci pasca kemerdekaan.60 Menariknya, belum ada organisasi Islam yang di

    inisiasi oleh ulama Kerinci dan berbasis di Kerinci sebelum masa kemerdekaan

    yang menandakan keterikatan Minangkabau sebagai pelopor masuknya pergerakan

    organisasi Islam di Kerinci.

    Organisasi Muhammadiyah misalnya, dibawa oleh Buya Zainal Abidin

    Syuib yang berasal dari daerah Sumatera Barat, masuk ke Rawang dan kemudian

    tersebar ke Sungai Penuh dan daerah sekitarnya seperti Pondok Tinggi, Dusun

    Baru, Sebukar, Jujun, Lolo, Lempur, Temiai, Sanggaran Agung, Pulau Sangkar,

    Seleman, Koto Lanang, Koto Payang, dan desa-desa lainnya.61

    Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan diasaskan pada

    kegiatan sosial berupa dakwah, disamping itu tidak kalah penting Muhammadiyah

    juga mengupayakan pendidikan Islam yang modern dengan memperkenalkan

    program belajar berjenjang, merasionalkan metode pengajaran dengan menekankan

    pemahaman dan penalaran dibandingkan penghafalan. Muhammadiyah juga

    mencoba mengaplikasikan pendidikan Islam dalam sekolah umum sebagai upaya

    menyelaraskan dengan kebutuhan sosial dalam pendidikan modern.62

    60 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. Op Cit. Hlm 20.

    61 Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI 1945-1949.Op.Cit. Hlm 19-20.

    62 Anonim. Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama. Op Cit.Hlm 186.

  • 29

    Sedangkan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) diperkenalkan oleh Haji

    Ahmad Faqir pada tahun 1930an yang berhubungan dekat dengan pendirinya yaitu

    Syekh Sulaiman Ar-Rasuli atau yang biasa dikenal sebagai Inyiak Canduang.

    Dibawah asuhan Haji Ahmad Faqir, Perti bergerak dalam bidang dakwah dan

    pendidikan dengan mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Pulau Tengah.63

    Perti merupakan organisasi berskala nasional yang bergerak di bidang sosial

    keagamaan dan pendidikan dengan memperkenalkan sistem pendidikan baru yaitu

    mengubah sistem pesantren menjadi madrasah, serta penghilangan metode belajar

    ber-halaqah64 dan menggantinya menjadi penggunaan bangku untuk menyaingi

    lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Dengan jenjang

    pendidikan yang setara dengan sekolah dasar diberi nama Madrasah Tarbiyah

    Islamiyah (MTI) yang pertama kali didirikan di Canduang pada 1928. Sebagai hasil

    pemikiran dari kaum tuo65 di Canduang, MTI tetap mempertahankan pengajaran

    aliran mazhab Syafi’i66

    Disamping dua organisasi diatas, dapat pula ditelusuri sebuah organisasi

    asal Padang Panjang bernama Sumatra Thawalib yang melebarkan pengaruhnya

    sampai ke Kerinci. Meskipun tidak banyak diketahui informasi mengenai Sumatra

    Thawalib di Kerinci karena mengancam pemerintah Belanda saat itu kemudian

    organisasi ini dibubarkan pada 1928. Jejak Sumatra Thawalib di Kerinci dapat di

    63 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalamPerkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Op Cit. Hlm 95.

    64 Sistem pembelajaran tradisional dengan cara para murid mengelilingi membentuklingkaran dengan guru berada di tengah-tengahnya.

    65 Kaum Tuo adalah mereka yang berpegang pada mazhab Syafi’i dan berakidahAhlussunnah dan memakai Tarekat sebagai amalan batin.

    Lihat Apria Putra, Charullah Ahmad. Bibliografi Karya Ulama Minangkabau Awal AbadXX. (Padang: Komunitas Suluah, 2011). Hlm 17.

    66 Indah Rumeza. Perjuangan Syekh Sulaiman ar-Rasuli dalam Mengembangkan Perti diMinangkabau (1930-1970). Op Cit. Hlm 33.

  • 30

    telusuri dari rekam jejak seorang ulama bernama Syekh Muhammad Khatib, dengan

    bantuan dari mantan murid yang pernah belajar di Sumatra Thawalib di Padang

    Panjang mereka mendirikan sekolahan yang diberi nama Sumatra Thawalib ar

    Rawaniyah di Hamparan Rawang pada 1927.67 Beberapa tokoh dari Sumatra

    Thawalib ar Rawaniyah seperti H. Azhari Thaib dan KH Abdurrahman bin Karim

    pernah memimpin rakyat Rawang dalam melawan Agresi Militer II yang

    dilancarkan oleh Belanda tahun 1949.68

    Sumatra Thawalib sendiri awalnya merupakan lembaga pendidikan

    trandisional berupa surau yang dikenal dengan nama Surau Jembatan Besi. Para

    pengajar di surau ini merupakan tokoh-tokoh pembaharuan Islam di Minangkabau

    seperti Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul. Setelah terjadinya pembaharuan

    dengan perubahan surau menjadi sekolahan Thawalib dengan sistem pendidikan

    barat yang ditambahkan pelajaran umum. Tahun 1919 diadakan pertemuan antara

    pelajar dari surau Parabek dan pelajar Thawalib, dalam pertemuan itu disepakati

    persatuan pelajar dari kedua surau yang kemudian disebut Sumatra Thawalib.69

    Menurut Deliar Noer, ketika Jalaluddin Thaib menjadi ketua organisasi

    Sumatra Thawalib pada tahun 1920, transisi pergerakan berpindah dari pelajar ke

    guru, sehingga organisasi ini lebih menyerupai badan yang mengawasi dan

    membina surau-surau atau sekolahan. Tetapi organisasi ini berhasil

    mengembangkan keanggotaannya ke sebagian besar Sumatra Barat.70

    67 Zarfina Yenti. Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a ConnectionBetween Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century. Op Cit. Hlm283.

    68 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. Op Cit. Hlm 130-133.

    69 Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. cet ketujuh. Hlm 54-55.70 Ibid. Hlm 56-58.

  • 31

    Lembaga pendidikan lain yang berdiri di Kerinci adalah Jami’atul Ihsaniyah

    yang didirikan oleh Syekh H. Mukhtar Abdul Karim Ambai pada 1960 di desa

    Tebing Ambai. Tidak banyak informasi yang ditemukan namun lembaga

    pendidikan ini berfokus pada pendidikan tradisional dengan pondok pesantren dan

    surau-surau sebagai tempat belajar-mengajar Al-Quran.71 Sang pendiri yaitu Syekh

    H. Mukhtar Abdul Karim Ambai merupakan ulama yang sezaman dengan H.

    Ahmad Faqir dan KH Abdul Karim Djamak yang sama-sama mengusahakan

    pendidikan di Kerinci.

    71 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, OpCit. Hlm 24.

  • 32

    BAB III

    BIOGRAFI ABDUL KARIM DJAMAK

    3.1 Kehidupan Awal

    Abdul Karim Djamak lahir di desa Tanjung Rawang, Hamparan Rawang,

    Kerinci (sekarang masuk ke wilayah administratif Kota Sungai Penuh) pada 06 Mei

    1906, bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1324 H sebagai anak pertama dari

    pasangan ayah yang bernama Tengku Muhammad Jum’at dan ibunya Sakminah.72

    Kakek dan nenek dari sebelah ayah bernama Abdullah dan Istrinya Anduang adalah

    seorang perantau yang berasal dari Palembang, Abdullah merupakan seorang yang

    berketurunan Arab dan Istrinya Anduang diduga seorang Syarifah73. Sedangkan

    dari jalur ibu hanya sampai pada kakeknya yang bernama Muhammad.74

    Tumbuh serta berkembang ditengah-tengah keluarga yang dapat dikatakan

    sebagai kalangan yang taat beragama ikut memengaruhi pembentukan kepribadian

    Abdul Karim Djamak menjadi seorang yang memiliki prinsip agama yang kuat

    pula. Abdul Karim Djamak memulai pendidikannya di usia 7 tahun, beliau lebih

    banyak belajar dari ayahnya yang merupakan ulama besar di Rawang serta

    kerabatnya yang beberapa diantaranya merupakan ulama di Tanjung Rawang.75

    72 Dari pasangan ini lahir 10 anak termasuk Abdul Karim Djamak sebagai anak tertua.Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.

    (Bandung: Sagara Publishing, 2015). Hlm 48.73 Istilah yang digunakan untuk menyebut keturunan Nabi Muhammad SAW. dari jalur

    Hasan Bin Ali.74 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.

    Op Cit. Hlm 46-49.75 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. Pembina

    Jam’iyyatul Islamiyah, 1995. Op Cit. Hlm 1.

  • 33

    Pada tahun 1915, salah seorang kerabatnya Syekh Muhammad Khatib yang

    baru pulang dari Mekkah mendirikan lembaga pendidikan diberi nama madrasah

    Ar Rawaniyah sebagai tempat belajar agama di kampung Air Maliki, Hamparan

    Rawang. Pendirian madrasah atau pesantren dikembangkan untuk keperluan

    dakwah dan syiar Islam serta bentuk kepedulian terhadap pendidikan masyarakat

    tradisional yang menurut Azyumardi Azra berfungsi sebagai:76 1) Transmisi ilmu

    pengetahuan Islam; 2) Pemeliharaan tradisi Islam; dan 3) Pembinaan calon-calon

    ulama.

    Untuk itulah Abdul Karim Djamak memanfaatkannya dengan menimba

    ilmu agama di Madrasah milik Syekh Muhammad Khatib selama 14 tahun untuk

    lebih banyak mendalami ilmu-ilmu seperti akidah, tauhid, dan tasawuf mengikuti

    Ahlusunnah Wal Jama’ah sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad

    SAW.77 Beberapa diantara guru-gurunya yang lain yaitu H. Karim Ahmad (paman

    dari sebelah ibu), H. Muhammad Thaib (kakek sebelah ayah).78

    Di usianya yang menginjak dua puluh tahun, Abdul Karim Djamak diakui

    sebagai sosok yang memiliki pengetahuan tentang keagamaan yang luas, sehingga

    ayahnya yang juga merupakan seorang ulama besar di Rawang mempercayainya

    untuk mengajar mengaji di surau sekitar rumahnya.79 Selain itu, beliau juga

    76 Azyumardi Azra. Esai-esai Intelektual Muslim. Hlm 89.Dalam Anonim. Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama.

    (Jakarta: Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan,2012). Hlm 183.

    77 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.Op Cit. Hlm 51.

    78 Tidak disebutkan secara spesifik,buku-buku atau kitab kuning yang dibaca dan dipelajarioleh Abdul Karim Djamak semasa pendidikannya. Lihat Abdul Karim Jamak. Ikhtisar TentangBuya Kh. Abdul Karim Djamak. Pembina Jam’iyyatul Islamiyah, 1995. Hlm 1.

    79 Abdul Karim Djamak. Ibid.

  • 34

    diberikan gelar adat Timo Daharo Tunggak Nagari Mandopo Rawang Koto Teluk

    Tiang Agama Sakti Alam Kerinci80, sebuah jabatan adat yang diwariskan dari

    neneknya yang bernama Fakih Muhammad Ali Hanafiah Jabungkat Tiang

    Agama.81 Abdul Karim Djamak tetap memegang gelar itu sampai akhir hayatnya.82

    Sebagai anak pertama dari sepuluh bersaudara, Abdul Karim Djamak lebih

    sering dipanggil dengan sebutan Wo yang merupakan sebutan bagi anak tertua

    dalam masyarakat Kerinci. Kehidupan remajanya lebih banyak dihabiskan

    membantu orang tuanya dengan bertani, mencari ikan di pinggir sungai, dan

    berdagang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari.83

    Kondisi perekonomian yang sulit, membuat Abdul Karim Djamak tidak

    dapat melanjutkan pendidikannya ke tanah suci seperti yang lazim dilakukan oleh

    kebanyakan ulama saat itu. Menurut Azyumardi Azra, Mekkah dan Madinah

    merupakan tempat terbaik untuk belajar Islam, mengingat tempat ini merupakan

    pusat peradaban Islam serta lulusan-lulusan dari kedua tempat ini lebih dipandang

    ketimbang lulusan dari manapun, oleh karena itu selain berhaji, banyak ulama yang

    sekaligus menimba ilmunya disana.84

    Karena tidak melanjutkan pendidikannya, pemikiran Abdul Karim Djamak

    tentang Islam lebih banyak dikembangkan secara otodidak dengan menafsirkan Al-

    80Artinya dipercaya sebagai penentu/ pemutus dalam urusan adat, dan pengampu/ penuntundalam urusan agama.

    Wawancara dengan Hizbullah Karim, Sungai Penuh 22 September 2020.Lihat Abdul Karim Djamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Djamak. Pembina

    Jam’iyyatul Islamiyah, 1995. Op Cit. Hlm 1.81 Abdul Karim Djamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Djamak. Pembina

    Jam’iyyatul Islamiyah, 1994.Op Cit. Hlm 1-2.82 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.83 Wawancara dengan Hizbullah Karim, Sungai Penuh 22 September 2020.84 Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

    dan XVIII.(Bandung: Mizan, 1994). Hlm 59.

  • 35

    Qur’an dan Hadist secara langsung berdasarkan pengalaman hidupnya.85

    Menurutnya, idjitihad dalam menafsirkan Al-Qur’an dapat dilakukan oleh semua

    orang, sehingga beliau tidak bergantung pada aliran atau mazhab apapun untuk

    menjelaskan isi kandungan Al-Qur’an dan Hadist.86 Seperti yang umumnya

    dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu, tentu hal inilah yang kemudian dipandang

    menyimpang oleh sebagian masyarakat dari ajaran yang dibawanya karena tidak

    adanya sanad dalam keilmuan yang dimiliki.

    3.2 Awal Dakwah dan Konsep Ajaran

    Latar belakang Hamparan Rawang yang saat itu terdapat banyak perguruan

    pencak silat, membuat Abdul Karim Djamak ikut mendirikan perguruan pencak

    silat yang terletak di pekarangan rumahnya.87 Di Kerinci yang saat itu berada dalam

    masa kemunduran syari’at serta munculnya pemahaman Islam bercampur mistis-

    magis seperti perdukunan,88 membuat Abdul Karim Djamak termotivasi untuk

    kembali menegakkan syari’at dengan mengenalkan sholat kepada murid yang ingin

    belajar silat dengannya.89

    Dari sinilah awal mula pengajiannya yang dikenal masyarakat sekitar

    dengan pengajian Guru Tanjung berasal.90 Orang-orang yang ingin belajar silat

    kepadanya di perintahkan untuk belajar sholat terlebih dahulu, kemudian dalam

    perkembangannya, perguruan pencak silat yang dibina Abdul Karim Djamak

    85Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.Op Cit. Hlm 68.

    86 Wawancara dengan Hizbullah Karim, Sungai Penuh 22 September 2020.87 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.88 Mahli Zainuddin T. Syariat Melemah, Mistik-Magis Menguat Kerinci Hilir, 1980-2005.

    Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Profetika, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 2, Juli 2007:158-176. Hlm 171.

    89 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.90 Merujuk pada tempat pusat aktivitas dakwahnya yang terletak di pinggir sungai, desa

    Tanjung Rawang. Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.

  • 36

    bertransformasi menjadi kelompok pengajian yang mengajarkan amalan hati,

    berkaitan dengan ruh manusia menurut konsep dari Abdul Karim Djamak.91

    Melalui pendekatan spiritual, dirinya kemudian menjadi tokoh sentral dalam

    pengajian tersebut yang dicontoh dan diikuti segala perilakunya oleh para

    pengikutnya.

    Berangkat dari Al-Qur’an dan hadis, Abdul Karim Djamak membentuk

    kepribadiannya untuk memperbanyak amal-amal saleh dan memperkokoh

    keimanan serta menghindari maksiat yang disebabkan oleh tiga perkara yaitu: hawa

    nafsu, dunia, dan setan. Untuk itu, Abdul Karim Djamak berpandangan bahwa

    dengan ma’rifat yang didapatkan dari ibadah wajib yaitu sholat sehingga seseorang

    dapat mengetahui hakikat tentang tuhan dan menghindari perkara diatas.92

    Selanjutnya ajaran tersebut kemudian dikembangkan lagi, yang kemudian

    menghasilkan konsep roh, yaitu memisahkan fungsi dari wujud/fisik manusia

    dengan roh yang ada didalam diri manusia. Roh inilah yang menurutnya merupakan

    media untuk mengenal tuhan lebih dekat, dan akan lebih efektif lagi apabila dibantu

    oleh jiwa yang bersih serta hati yang suci.93 Sedangkan fisik, menurutnya hanya

    sebatas yang dapat dijangkau oleh fisik itu, selebihnya menempatkan fisik terhadap

    perkara-perkara ghaib merupakan sesuatu yang bukan pada tempatnya.94

    Konsep itu juga menyebabkan perubahan pandangan serta kepercayaan

    terhadap roh yang berasal dari satu tempat yaitu ka’bah.95 Hal inilah yang

    91 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.92 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.

    Op Cit. Hlm 118-121.93 Ibid. Hlm 159-162.94 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, Op

    Cit. Hlm 166.95 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.

  • 37

    dikemudian hari menjadi kontroversi ajaran dari Abdul Karim Djamak. Apabila

    diperhatikan lagi, dalam praktik ajarannya lebih dominan kearah tarekat dengan

    konsep pendekatan diri kepada sang pencipta melalui jalan yang ditempuh yaitu

    melatih dan membimbing roh untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhan.96

    3.3 Perang Kerinci dan Urwatul Wutsqo

    Periode 1947-1949 merupakan tahun yang krusial bagi bangsa Indonesia

    dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari serangan Belanda bersama

    Sekutu yang disebut Agresi Militer I dan II. Serangan Agresi Militer II yang

    dilancarkan Belanda pada 19 Desember 1948 berhasil menduduki pusat

    pemerintahan di Yogyakarta. Soekarno selaku presiden memberikan mandat

    kepada Syafruddin Prawiranegara untuk mendirikan Pemerintahan Darurat

    Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi. Kewedanaan Kerinci yang saat itu

    masuk kedalam wilayah Kabupaten Kerinci-Painan tidak luput dari serangan

    Belanda.

    Pada tanggal 23-24 April 1949, pasukan Belanda berhasil menguasai pusat

    kota di Sungaipenuh, banyak warga dan tentara yang mengungsi ke Rawang

    sehingga pertempuran beralih kesana. Medan pertempuran kemudian berubah

    menjadi perang gerilya setelah kepemimpinan diambil alih oleh Letnan II Muradi.97

    Kekuasaan di dusun-dusun dapat diambil alih oleh tentara Indonesia, sementara

    Belanda masih menduduki pusat kota. Untuk melancarkan pertempuran melawan

    Belanda, Letnan II Muradi menggandeng semua golongan masyarakat untuk ikut

    96Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.Op Cit. Ibid. Hlm 162.

    97 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. Op Cit. Hlm 131.

  • 38

    andil dalam pertempuran, termasuk Abdul Karim Djamak yang bergabung pada 25

    April 1949 sebagai penasihat dalam bidang keagamaan.98

    Salah seorang ulama besar yang ikut dalam pertempuran di Rawang, adalah

    Abdurrahman bin Karim, yang juga merupakan salah seorang pengajar di Thawalib

    Ar Rawaniyah99 selaku pemimpin keagamaan serta idjitihadnya dalam taktik

    perang akan dilaksanakan oleh militer.100 Untuk mempersiapkan pertempuran

    selanjutnya, tanggal 5 Juli 1949 dibentuklah staff Komando Pertempuran Kerinci

    dengan Letnan II Muradi sebagai pemimpin dan Letnan I Alamsyah sebagai

    wakilnya.

    Pada tanggal 14 Juli 1949, Letnan II Muradi mengadakan pertemuan dengan

    staff Komando di Rawang untuk membahas mengenai strategi pertempuran.101

    Namun informasi ini bocor ke pihak Belanda dan segera dilakukan pengepungan

    ke lokasi yang berada di sebuah lumbung padi.102 Untuk menyelamatkan diri dari

    kepungan, Letnan II Muradi memerintahkan Sersan Azhari Thaib, Kopral Arsyad

    Hasan, A. Madjid, Kopral Aris, serta Abdul Karim Djamak yang ikut dalam

    rombongan tersebut untuk keluar mengalihkan perhatian Belanda agar Letnan II

    Muradi bersama dengan pasukan lainnya dapat lolos.103

    98 Abdul Karim Djamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Djamak. PembinaJam’iyyatul Islamiyah, 1995.Op Cit. Hlm 2.

    99 Zarfina Yenti. Quran Manuscript From Kerinci: The Proof that there is a ConnectionBetween Haramain and Kerinci Back in The Eighteenth to Nineteenth Century. Op Cit. Hlm283.

    100 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. Op Cit. Hlm 132.

    101 Loc. Cit.102 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.

    Op Cit. Hlm 15.103 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI

    1945-1949. Op Cit. Hlm 132.Lihat Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim

    Jamak. Op Cit. Hlm 15.

  • 39

    Pada tahun 1950 setelah pertempuran berakhir dan kota mulai berangsur

    masuk kedalam masa pemulihan pasca perang, Alamsyah yang merupakan seorang

    dari kalangan militer tertarik dengan kepribadian serta konsep pemikiran Abdul

    Karim Djamak. Pertemuan keduanya terjadi saat Agresi Militer II berlangsung di

    Kerinci, saat itu Abdul Karim Djamak bergabung dengan pasukan militer sebagai

    penasihat dalam urusan agama.104 Setelah perang berakhir, keduanya semakin

    sering berhubungan hingga menjadi dekat. Sebelumnya, semenjak akhir tahun

    1949, Abdul Karim Djamak sering dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai

    kalangan dan daerah yang ingin belajar Islam kepadanya.105

    Alamsyah kemudian mengajaknya untuk masuk kedalam kelompok

    pengajian bentukannya tahun 1951.106 Kelompok pengajian itu kemudian pada

    tahun 1955 diberi nama Urwatul Wutsqo yang berarti ‘Tali yang Kokoh’ dengan

    Alamsyah sebagai ketuanya, beberapa nama yang tergabung dalam kelompok ini

    sebagai pengajarnya antara lain: H. Adnan Arif, H. Akhmad, Ustaz M. Nur, Ustaz

    A. Walid, Ustaz Khatib Arifin, serta Abdul Karim Djamak.107 Kelompok pengajian

    ini di dominasi oleh tentara yang berasal dari berbagai daerah, tetapi tidak tertutup

    oleh umum untuk ikut belajar disana. Dari kelompok inilah Abdul Karim mulai

    dikenal luas sebagai seorang yang mampu menuntun para muridnya untuk

    mengenal lebih jauh tentang Islam, hingga kemudian ajarannya berkembang keluar

    dari Kerinci dibawa oleh murid-muridnya tersebut.108

    104 Dasiba, dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci Mempertahankan Kemerdekaan RI1945-1949. Op Cit. Hlm 75.

    105 Abdul Karim Djamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Djamak. PembinaJam’iyyatul Islamiyah, 1995.Op Cit. Hlm 2.

    106 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.107 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.Lihat juga Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. Pembina

    Jam’iyyatul Islamiyah, 1995.Op Cit. Hlm 2.108 Wawancara dengan Basrul Nurdin, Sungai Penuh 23 September 2020.

  • 40

    Sekitar tahun 1953, Abdul Karim Djamak dengan bantuan pengikutnya

    yang kebanyakan berlatar tentara, serta murid-muridnya dari berbagai daerah di

    Kerinci mendirikan surau di desa Tanjung Rawang sebagai tempat untuk

    mengaji.109 Namun pergolakan yang terjadi antar para pemuka agama yang sedang

    berebut pengaruh di Rawang, berubah menjadi konflik, maka mulai timbul fitnah

    serta tuduhan yang ditujukan kepada Abdul Karim Djamak.110 Ditambah lagi

    keraguan orang-orang terhadap keilmuan yang dimilikinya. Sehingga orang-orang

    perlahan menyadari bahwa paham dan ajaran yang di sebarkan oleh Abdul Karim

    Djamak menyimpang dari ajaran Islam yang umumnya.

    Gambar 1: Surau pertama yang didirikan oleh Abdul Karim Djamak sebagai tempatmengajar di Tanjung Rawang. Karena letaknya yang berada tepat di pinggirsungai, tempat ini sering terendam banjir ketika musim hujan tiba. (Sumber:Dokumentasi pribadi Basrul Nurdin, 2015).

    Oleh karena itu, banyak masyarakat yang menjadi resah, disamping karena

    rumor yang beredar, juga tuduhan-tuduhan tanpa bukti yang banyak dipercayai

    masyarakat tanpa adanya klarifikasi kepada pihak yang bersangkutan. Sebutannya

    109 Wawancara dengan Hizbullah Karim, Sungai Penuh 22 September 2020.110 Wawancara dengan Ahmad Zuhdi, Kerinci 5 Oktober 2020.

  • 41

    sewaktu mengajar dahulu “Guru Tanjung”111 mulai dikenal oleh masyarakat luas

    yang kini bermakna negatif terhadap ajaran yang dibawanya. Dapat di katakan

    sebutan tersebut sebagai celaan atau hinaan terhadap pengikutnya karena mengikuti

    aliran sesat.112

    Karena banyaknya hinaan dan cacian yang diterima, pusat pengajiannya di

    surau Tanjung Rawang terpaksa dihentikan dan pengajiannya berpindah ke desa

    Muaro Air, Kumun Debai.113 Di tempat inilah kemudian berdiri surau baru114 yang

    dibangun oleh masyarakat setempat sebagai bentuk dukungan terhadap ajaran yang

    dibawa oleh Abdul Karim Djamak. Perpindahan ini dilakukan untuk menghindari

    stigma negatif dari masyarakat Tanjung Rawang yang kebanyakan tidak

    mempercayai ajarannya serta kegiatan dakwah yang dilakukan dapat lebih optimal.

    Justru, kebanyakan pengikutnya berasal dari desa Muaro Air, Kumun Debai

    sehingga saat mendengar penolakan yang terjadi di Tanjung Rawang, masyarakat

    Kumun dengan senang hati menerima Abdul Karim Djamak untuk mengajar di desa

    Muaro Air. Karena masyarakat Kumun percaya bahwa ajaran yang dibawa oleh

    Abdul Karim Djamak tidak menyimpang dari Al-Qur’an dan Hadist dan tidak

    mengajarkan kesesatan apapun.115 Mereka juga meyakini Abdul Karim Djamak lah

    112 Wawancara dengan Hizbullah Karim, Sungai Penuh 22 September 2020.113 Ahmad Zuhdi, Ahmad Yani. Dinamika Intelektual dan Rohani KH. Abdul Karim Jamak.

    Op Cit. Hlm 60.114 Surau tersebut diberi nama Baitul Ikhlas, mirip dengan nama surau yang berdiri di

    Tanjung Rawang. Masyarakat setempat kemudian menambahkan kata “Perjuangan” kedalamnama desa yang berarti perjuangannya menyebarkan ajarannya bermula di desa Muaro Airkemudian menyebar sampai ke seluruh Kerinci.

    Wawancara dengan Helmizal, Sungai Penuh 25