biograf1 kh. bisri syansuri
TRANSCRIPT
BIOGRAFI
K. H. M. BISRI SYANSURI
PENDIRI PONDOK PESANTREN MAMBA’UL MA’ARIF
DENANYAR JOMBANG
A. Tempat Kelahiran
Beliau lahir pada hari rabu, 28 Dzulhijjah 1304 H atau 18 September 1886 M di Tayu,
sebuah ibukota kecamatan yang letaknya kira-kira 100 Km arah timur laut Semarang di Jawa
Tengah, kawasan pesisir Pantai Utara Jawa yang memiliki budaya sosial keagamaannya
sendiri sebagai salah satu titik dalam jalur daerah yang penduduknya teguh memegang tradisi
keagamaan.
Tayu merupakan latar belakang geografi yang sangat mewarnai pandangan hidup beliau
di kemudian hari, dan sedikit banyak turut membentuk kepribadiannya. Beliau memang lahir
dalam tradisi keagamaan yang kuat dari keturunan yang memiliki ulama bermutu tinggi, di
pihak ibunya yang dilahirkan dari keluarga besar di Lasem. Keluarga ibunya adalah keluarga
yang menurunkan beberapa ulama besar dalam berbagai generasi, seperti almarhum K. H.
Kholil Lasem dan almarhum K. H. Baidlowi Lasem. Hingga saat ini pun masih merupakan
suatu pesantren induk bagi banyak pesantren lainnya, dan tidak heran jika tradisi yang
demikian kuat kaitannya dengan penguasaan ilmu agama Islam secara mendalam itu akan
tumbuh seorang agamawan yang kemudian akan menjadi salah seorang ulama besar yang
memberikan bekas tersendiri terhadap sejarah bangsa dan negara.
B. Asuhan di masa kecilnya
Beliau sebagaimana umumnya pada dunia anak-anak di waktu itu, yakni jarang sekali
mendapat asuhan yang cukup sempurna dari ayah dan ibunya, sebab pada waktu itu orang
lebih banyak yang senangmenyerahkan hal pendidikan dan pengajaran anaknya pada masa
atau zaman dari pada berusaha sendiri membentuk jiwa anak tersebut dengan cara yang
teratur dan sisitematik, sebagaimana kita lihat banyak orang tua yang menyerahkan
pendidikan anaknya pada pondok dan lainnya. Beliau hidup sebagaimana ahli fikir, ahli ilmu
pengetahuan, hidup pada zaman kecilnya di zaman purba juga, yakni sangat kurang dan jauh
sekali dari kecukupan, kalau dibandingkan dengan ukuran keperluan belajar sebagaimana
pada zaman sekarang.tetapi pada umumnya mereka orang-orang dahulu itu hidup lebih
tenteram dan tenang dari pada orang yang hidup pada zaman modern ini.
C. Khazanah K. H. M. Bisri Syansuri
Seorang mukmin sejati pasti percaya bahwa ada yang mengatur perjalanan hidup
manusia, yaitu Dzat Yang Maha Berkehendak. Walaupun dalam batas-batas tertentu Dzat
Yang Maha Agung itu juga memberikan kewenangan kepada manusia untuk menentukan
jalan hidupnya sendiri.
Begitupun, Bisri Syansuri kecil tentu tidak akan pernah menyangka jika pada akhirnya
akan menjadi “orang“ di Denanyar Jombang, bahkan sampai menjadi Rais Aam PBNU
menggantikan kakak iparnya (KH Wahab Chasbullah) yang harus terlebih dahulu menghadap
Allah SWT.
Perjalanannya menuju Jombang diawali ketika pada usia 15 tahun, Bisri Syansuri mulai
keluar kandang untuk nyantri kepada Kyai Kholil di Bangkalan Madura. Di sinilah Bisri
Syansuri secara serius mendalami ilmu Fiqh yang dikemudian hari menjadi trade mark-nya,
dan sekaligus bertemu dengan KH Wahab Chasbullah, washilah yang membawanya ke
Jombang, nyantri kepada Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari selama enam tahun , sebelum
memperdalam ilmu di tanah suci Makkah.
KH Bisri Syansuri muda memang tidak terlalu menonjolkan diri dalam lingkungan
pergaulannya. Bisri Syansuri muda lebih suka menghabiskan waktu dengan rutinitas dan
kebersamaan dengan teman-teman sebayanya
Walaupun demikian, KH Bisri Syansuri tetap mampu “ tampil menjadi pelopor“ dalam
jagat pendidikan pesantren. Setelah selama dua tahun membantu mertuanya sembari belajar,
KH Bisri Syansuri menetapkan pilihan untuk hidup mandiri dan bertekad membangun
pesantren di Denanyar Jombang
KH Bisri Syansuri boleh disebut sebagai “kyai plus“. Dalam diri KH Bisri Syansuri
paling tidak melekat tiga karakter sekaligus. Yaitu sebagai perintis kesetaraan gender dalam
pendidikan di pesantren, seorang ahli dan pecinta fiqh dan sekaligus seorang politisi.
Ketulusan Hati Beliau
Dalam segala tingkh laku dan tutur katanya namp;ak benar betapa kebrsihannya,
keikhlasan dan ketulusan beliau. Tidak pandang siapa dan di mana tempatnya, kalau memang
terdapat kekurangan pada seseorang tentu beliau ajan menegurnya dengan hormat dan lemah
lembut, akan diingatkannya dengan sopan santun dan bijaksana. Akan diterima secara baik
atau tidak oleh yang diingatkan baginya sama saja. “diikuti atau tidak itu adalah soal dia
sendiri, saya hanya sekedar mempringatkan kepada siapa saja yang sedang lupa”. Demikian
lah sikap beliau setiap malakukan kewajiban. Justru karena keikhlasan dan ketulusan beliau,
maka selalu mendapat penghargaan dari pihak yang diingatkan tadi. Karena beliau tidak
ingIn dipuji disegani dan ditakuti, tetapi hanya sematamata ikhlas karena Allah.
Perintis Kesetaraan Gender
Rasanya tidak berlebihan kalau Kyai Bisri Syansuri disebut sebagai pejuang kesetaraan
gender, khususnya di kalangan pesantren. Kyai Bisrilah orang pertama yang mendirikan kelas
khusus untuk santri-santri wanita di pesantren yang didirikannya. Walalupun baru diikuti
perempuan-perempuan di desanya
Di zaman yang masih kental dengan nilai-nilai patrimonial waktu itu, apa yang
dilakukan Kyai Bisri termasuk kategori “aneh“. Untung sang guru yang sangat dihormatinya,
hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari tidak menentang terobosan yang dilakukannya. Kalau
saja hadratussyaikh melarang, niscaya Kyai Bisri Syansuri tidak akan melanjutkan langkah
fenomenal yang telah dibuatnya. Hal ini semata-mata karena takdzimnya yang begitu
mendalam kepada sang guru yang selalu dipanggilnya “kyai“.
Ahli dan Pecinta Fiqh
Karakter sebagai pecinta Fiqh terbentuk ketika Kyai Bisri nyantri kepada KH Kholil
Bangkalan, dan semakin menguat setelah nyantri di Tebuireng. Kyai Bsiri memang sengaja
mendalami pokok-pokok pengambilan hukum agama dalam fiqh, terutama literatur fiqh lama.
Tidak mengherankan jika Kyai Bisri begitu kukuh dalam memegangi kaidah-kaidah
hukum fiqh, dan begitu teguh dalam mengkontekstualisasikan fiqh kepada Kenyataan hidup
secara baik
Walaupun begitu, Kyai Bisri tidak kaku dan kolot dalam berinteraksi dengan
masyarakat. Hal itu setidaknya terlihat dari upayanya dalam merintis pesantren yang di
bangunnya di Denanyar
Politisi Tangguh
Persinggungannya dengan politik praktis diawali ketika bergabung dengan Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante
dan puncaknya ketika dipercaya menjadi Ketua Majelis Syuro PPP ketika NU secara formal
tergabung dalam partai berlambang ka’bah itu.
Salah satu prestasi yang paling mengesankan, ketika Kyai Bisri Syansuri berhasil
mendesakkan disyahkannya UU perkawinan hasil rancangannya bersama-sama ulama NU.
Padahal sebelumnya pemerintah sudah membuat rancangan undang-undang Perkawinan ke
Dewan Perwakilan Rakyat.
Kini, masyarakat merindukan kembali hadirnya seorang “kyai plus“ seperti KH Bisri
Syansuri. Kapankah kerinduan itu terobati. Wallahu a’lam. (Amn).