bimibingan_pertama
DESCRIPTION
baru sampe bab 2TRANSCRIPT
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PRIORITAS PERBAIKAN JALAN
DI KABUPATEN BULELENG DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE
WEIGHTING (SAW)
“PROPOSAL SKRIPSI”
OLEH:
MADE RAKA DWIJA WIRADIPUTRA
NIM. 1215051031
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015
PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI
JUDUL PENELITIAN
Sistem Pendukung Keputusan Prioritas Perbaikan Jalan di Kabupaten
Buleleng Dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW).
A. LATAR BELAKANG
Kabupaten Buleleng memiliki wilayah seluas 136.588 hektar atau
1.365,88 Km2 dengan persentase sekitar 24,25% dari total luas Provinsi Bali,
Kabupaten Buleleng terbagi dalam wilayah-wilayah administrasi yaitu 9
Kecamatan. Berdasarkan topografinya keadaan Kabupaten Buleleng berupa
pegunungan di sisi selatan dan di sisi utara berupa dataran rendah. (Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buleleng, 2014). Ibukota
Kabupaten Buleleng, Kota Singaraja dahulunya merupakan pusat Kerajaan
Buleleng pada abad ke-17 dan 18. Didukung oleh letaknya yang strategis, yaitu
di sisi utara Pulau Bali yang sekaligus merupakan jalur perdagangan Nusantara
menjadikan Buleleng sebagai salah satu pusat perdagangan dan pemerintahan.
Pada tahun 1846 saat Bangsa Belanda, Kota Singaraja pernah menjadi ibukota
bagi Kepulauan Sunda Kecil yang akhirnya pada tahun 1958 diterbitkan
Undang-Undang (UU) No 64/1958 dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu
Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya, Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 52/2/36-136 Tahun 1960 yang
menetapkan ibu kota Bali dipindahkan dari Singaraja ke Denpasar.
Untuk memperlancar kegiatan perekonomian suatu wilayah dibutuhkan
sarana transportasi yang memadai. Pembangunan infrastruktur jalan raya
diperlukan untuk memperlancar mobilitas penduduk dan distribusi barang.
Seperti yang diamanatkan pada Pasal 57 ayat 1 UU No. 38 Tahun 2006 tentang
Wewenang Penyelenggaraan Jalan yang kembali ditegaskan pada Pasal 1
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2011, Pemerintah
Daerah Kabupaten Buleleng memiliki wewenang sebagai penyelenggara jalan
kabupaten di wilayah Kabupaten Buleleng. Panjang jalan di Kabupaten
Buleleng pada tahun 2013 mencapai 1.139.82 km, yang terdiri dari jalan
nasional sepanjang 155,75 km, jalan propinsi 105,88 km dan jalan kabupaten
sepanjang 878.19 km. (Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng, 2014).
2
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara jalan seperti
yang diamanatkan pada Pasal 13 UU No. 38 Tahun 2007 tentang jalan
mempunyai kewajiban wajib memprioritaskan pemeliharaan, perawatan dan
pemeriksaan jalan secara berkala untuk mempertahankan tingkat pelayanan
miimal yang ditetapkan. Pembiayaan pembangunan jalan umum dan jembatan
menjadi tanggung jawab pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Dalam
menjalankan tugasnya tersebut peran masyarakat juga dipertimbangkan.
Permasalahan dari adanya kewenangan pemerintah daerah dalam
mengelola jalan yaitu berbagai kendala dalam pemeritahan sendiri yaitu
anggaran yang terbatas, disamping itu apabila semakin banyaknya jalan yang
dikelola oleh daerah, kemudian semakin banyaknya jalan yang rusak,
sedangkan dana yang dimiliki pemerintah terbatas dan rumitnya birokrasi.
Kemudian adanya jalan yang telah melewati usia batas rencana tapi belum
mendapatkan anggaran untuk perbaikan. Karena adanya jalan yang rusak,
terbatasnya dana, dan banyaknya keluhan masyarakat mengenai jalan yang
rusak maka pemerintah harus memprioritaskan jalan mana yang memang harus
diperbaiki. Penanganan jaringan jalan sering mendapat kendala terutama
karena terbatasnya anggaran, sehingga prioritas penanganan pemeliharaan
jaringan jalan lebih didominasi oleh faktor kebijakan yang lebih berdasarkan
pada aspek politis yang dimiliki oleh setiap pemangku kepentingan
(stakeholders). Hal ini sering menyebabkan terjadinya ketimpangan.
Mengingat pentingnya permasalahan tersebut untuk dicari solusinya,
diperlukan metode yang mampu memberikan pertimbangan dalam pemecahan
masalah dalam pengambilan keputusan untuk membuat prioritas pengeloaan
jalan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng, dalam hal
ini yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng. Sistem Pendukung
Keputusan (SPK) dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan solusi
atas permasalahan yang dihadapi. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) mampu
memberikan perankingan atas alternatif-alternatif yang ada berdasarkan kriteria
yang ditentukan oleh penggunanya. Sistem penunjang keputusan (SPK) atau
Decision Support Systems (DSS) merupakan salah satu bagian dari sistem
3
informasi yang telah banyak diterapkan untuk memudahkan pengambilan
keputusan baik untuk jangka pendek, menengah, ataupun panjang.
Adapun beberapa jenis penelitian terkait berupa pemanfaatan Sistem
pendukung Keputusan diantaranya yaitu penelitian oleh Perdani, Suryanto,
Defi, & Sukamta (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem
Pendukung Keputusan Penerimaan Siswa Baru dengan Metode Simple Additive
Weighting (SAW)” memaparkan bahwa Tujuan penelitian tersebut adalah
untuk membangun aplikasi sistem pendukung keputusan untuk penerimaan
siswa baru di SMK Negeri 2 Magelang dan untuk mengetahui penggunaan
metode Simple Additive Weighting (SAW) dapat memudahkan proses
penerimaan siswa baru serta dapat memberikan hasil yang lebih akurat
daripada menggunakan Excel. Dalam penggunaannya sistem tersebut mampu
berjalan baik sesuai dengan fungsi masukkan dan keluarannya serta mampu
memberikan hasil yang lebih baik karena sistem tersebut lebih terstruktur dan
sistematis serta keakuratannya dengan nilai data lima angka desimal
dibelakang koma yang dapat digunakan untuk meminimalisir adanya kesamaan
dalam perhitungan hasil akhir pendaftar. Penelitian lainnya, oleh Testiasari,
Putri, & Mahmudy (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem
Pendukung Keputusan Kelayakan Pemohon Kredit Motor dengan Metode
Simple Additive Weighting (SAW)” dipaparkan bahwa Sistem Pendukung
Keputusan yang dapat membantu pengambil keputusan dalam menentukan
kelayakan penerima kredit motor. Metode SAW sesuai dalam menentukan
layak atau tidaknya pemohon kredit motor karena metode ini proses
perhitungannya bisa diterapkan untuk 8 kriteria acuan dengan nilai bobot
kriteria yang ditentukan diawal dan dengan proses normalisasi akan
memberikan hasil yang tepat. Namun untuk meningkatkan akurasi, maka nilai
bobot kepentingan yang digunakan dalam perhitungan SAW. Kemudian,
penelitian oleh Pristiwanto (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem
Pendukung Keputusan dengan Metode Simple Additive Weighting untuk
Menentukan Dosen Pembimbing Skripsi” memaparkan bahwa program studi
masih kebingungan saat akan menentukan siapa yang layak sebagai dosen
pembimbing skripsi sehingga dibutuhkan sebuah sistem pendukung keputusan
4
(SPK) yang dapat membantu program studi dalam menentukan dosen
pembimbing yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Metode ini akan
memberikan pembobotan alternatif pilihan sesuai dengan banyak kriteria yang
ditetapkan. Alternatif pilihan dengan bobot terbesar, merupakan alternatif
pilihan yang direkomendasikan untuk dipilih sebagai dosen pembimbing.
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan untuk setiap kriteria dengan
menggunakan metode SAW, menunjukkan bahwa hasil perhitungan dari sistem
telah sesuai dengan hasil perhitungan secara manual, sehingga dapat
dinyatakan bahwa aplikasi telah berhasil mengimplementasikan metode SAW
dengan baik. Penelitian yang berjudul “Penerapan Metode Analytical
Hierarchy Process dalam Penentuan Prioritas Penanganan Pemeliharaan Jalan
di Kota Banda Aceh” oleh Saleh, Majid, & Firdasari (2013) dipaparkan bahwa
dalam penelitian tersebut digunakan metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) untuk mengukur 4 (empat) faktor kriteria yang digunakan pada
penelitian ini, yaitu kondisi jalan, volume lalulintas, kebijakan, dan faktor tata
guna lahan. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengukur kriteria mana yang
merupakan faktor terpenting dalam prioritas perbaikan jalan.
Pemanfaatan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) tepat digunakan untuk
melakukan pengambilan keputusan terhadap prioritas perbaikan jalan bagi
Pemerintah Daerah sebagai solusi dalam menghadapi keterbatasan dana untuk
melakukan perbaikan infrastruktur jalan daerah. Berdasarkan masalah tersebut,
maka penulis termotivasi untuk membangun Sistem Pendukung Keputusan
Prioritas Perbaikan Jalan di Kabupaten Buleleng Dengan Metode Simple
Additive Weighting (SAW). Adapun keunggulan dari penelitian ini yaitu
menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW), pemilihan metode ini
dipiliih karena mampu menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif,
dalam hal ini alternatif yang dimaksudkan yaitu membuat prioritas perbaikan
jalan di Kabupaten Buleleng berdasarkan kriteria-kriteria yang telah
ditentukan. Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas
kerusakan jalan, umur jalan, volume lalu lintas jalan, nilai kondisi jalan, nilai
kondisi bangunan pelengkap jalan dan biaya pekerjaan. Kriteri-kriteria tersebut
5
bersifat kuantitatif yang akan digunakan dalam perhitungan menggunakan
metode Simple Additive Weighting (SAW).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang masalah diatas, dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana rancang bangun Sistem Pendukung Keputusan Prioritas
Perbaikan Jalan di Kabupaten Buleleng dengan Metode Simple Additive
Weighting (SAW)?
2. Bagaimana implementasi Sistem Pendukung Keputusan Prioritas Perbaikan
Jalan di Kabupaten Buleleng dengan Metode Simple Additive Weighting
(SAW)?
C. BATASAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan masalah diatas, adapun batasan masalah dari
penelitian ini yaitu.
1. Penelitian dibatasi untuk wilayah Kabupaten Buleleng.
2. Sistem akan memberikan alternatif solusi bagi pihak pembuat keputusan,
dalam hal ini yaitu pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng.
3. Sistem yang dibangun merupakan sistem berbasis web.
D. TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini berdasarkan rumusan masalah
diatas adalah sebagai berikut.
1. Membuat rancang bangun Sistem Pendukung Keputusan Prioritas
Perbaikan Jalan di Kabupaten Buleleng dengan Metode Simple Additive
Weighting (SAW).
2. Mampu mengimplementasikan Sistem Pendukung Keputusan
menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) dalam proses
perhitungan bobot akhir data jalan yang dikelola oleh Pemerintah
Kabupaten Buleleng.
E. MANFAAT
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
6
a. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan akan mampu menambah
wawasan, dapat memahami serta dapat menerapkan teori-teori yang
didapat selama proses perkuliahan.
b. Bagi penelitian sejenis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai kajian untuk peneliti yang ingin mengembangkan Sistem
Pendukung Keputusan menggunakan metode Simple Additive
Weighting (SAW).
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi peneliti
1) Dapat mengimplementasikan ilmu yang telah dipelajari selama
perkuliahan melalui penelitian ini.
2) Dapat menambah wawasan peneliti mengenai pemanfaatan metode
Simple Additive Weighting (SAW) dalam membangun sistem
pendukung keputusan.
b. Manfaat bagi pemerintah daerah
Pemanfaatan Sistem pendukung Keputusan bagi pemerintah daerah,
dalam hal ini khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng,
khususnya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng adalah dapat
digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan tata kota dan penyediaan
fasilitas/infrastruktur untuk umum.
F. KAJIAN PUSTAKA
F.1. Kabupaten Buleleng
Kabupaten Buleleng merupakan kabupaten yang terletak di wilayah
pantai utara Provinsi Bali. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik wilayah
Kabupaten Buleleng yang memanjang dari barat ke timur dan mempunyai
pantai sepanjang 144 km, secara geografis terletak pada posisi 8° 03’ 40” – 8°
23’ 00” lintang selatan dan 114° 25’ 55” – 115° 27’ 28” bujur timur, terdiri
dari 9 kecamatan dengan 129 desa definitif dan 19 kelurahan. Luas wilayah
Kabupaten Buleleng seluas 136.588 hektar atau sekitar 24,25% dari total luas
Provinsi Bali, berdasarkan topografinya keadaan Kabupaten Buleleng berupa
pegunungan di sisi selatan dan di sisi utara berupa dataran rendah. Gambar F1
menunjukkan wilayah Kabupaten Buleleng berdasarkan batas-batas kecamatan.
7
Gambar F.1 Peta Wilayah Kabupaten Buleleng
Sumber : BPS Kabupaten Buleleng, 2014
F.1.1 Keadaan Geografis Kabupaten Buleleng
Kabupaten Buleleng berbatasan dengan Kabupaten Jembrana di
bagian barat, laut Bali di bagian utara, dengan Kabupaten Karangasem di
bagian timur dan di sebelah selatan berbatasan dengan 4 (empat)
kabupaten, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung dan Bangli.
Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Buleleng 136.588 hektar atau
24.25% dari luas Propinsi Bali. Sebagian besar wilayah Kabupaten
Buleleng merupakan daerah berbukit yang membentang di bagian selatan,
sedangkan di bagian utara yakni merupakan dataran rendah. Kabupaten
Buleleng memiliki iklim laut tropis yang dipengaruhi oleh angin musim
dan terdapat musim kemarau dan penghujan. Curah hujan terendah di di
daerah pantai dan tertinggi di daerah pegunungan.
F.1.2 Sejarah Kabupaten Buleleng
Ibukota Kabupaten Buleleng, Kota Singaraja dahulunya merupakan
pusat Kerajaan Buleleng pada abad ke-17 dan 18. Kabupaten Buleleng
dibentuk berdasarkan undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
pembentukan daerah-daerah dalam Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur. Luas wilayah kabupaten secara keseluruhan
adalah sekitar 1.365,88 km2. Dimana secara administratif Kabupaten
Buleleng membawahi 9 Kecamatan, 129 Desa, 19 kelurahan, 63
Lingkungan, 535 Dusun/Banjar dan 168 desa adat. Kecamatan yang
termasuk di dalam administratif Kebupaten Buleleng meliputi : Kecamatan
Banjar, Kecamatan Buleleng, Kecamatan Busung Biu, Kecamatan
8
Gerokgak, Kecamatan Kubutambahan, Kecamatan Sawan, Kecamatan
Seririt, Kecamatan Sukasada, dan Kecamatan Tejakula.
Kabupaten Buleleng, dengan ibukotanya yaitu Kota Singaraja
pernah menjadi Ibukota Provinsi Bali yang diawali saat menjadi pusat
Kerajaan Buleleng pada abad ke-17 dan 18. Didukung oleh letaknya yang
strategis, yaitu di sisi utara Pulau Bali yang sekaligus merupakan jalur
perdagangan Nusantara menjadikan Buleleng sebagai salah satu pusat
perdagangan dan pemerintahan. Pada tahun 1846 saat Bangsa Belanda,
Kota Singaraja pernah menjadi ibukota bagi Kepulauan Sunda Kecil yang
akhirnya pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang (UU) No 64/1958
dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, dan
Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya, Surat Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 52/2/36-136 Tahun 1960 yang menetapkan Ibukota
Provinsi Bali dipindahkan dari Kota Singaraja ke Kota Denpasar.
F.2. Jalan
Menurut Undang–Undang RI No.22 Tahun 2009 yang dimaksud dengan
jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya yang
diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang berada dibawah permukaan tanah,
diatas pemukaaan tanah, dibawah permukaan air, serta diatas pemukaan air,
kecuali jalan rel dan jalan kabel. Jalan mempunyai peranan untuk mendorong
pembangunan semua satuan wilayah pengembangan, dalam usaha mencapai
tingkat perkembangan antar daerah. Jalan merupakan satu kesatuan sistem
jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan
dengan wilayah lainnya.
F.2.1. Klasifikasi Jalan
Berdasarkan UU RI No.22 Tahun 2009, jalan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Pengelompokan jalan menurut fungsinya dapat dibedakan atas :
a) Jalan Arteri. Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata
tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi dengan berdaya guna.
9
b) Jalan Kolektor. Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c) Jalan Lokal. Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan
rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
2. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Muatan Sumbu
Untuk keperluan pengaturan penggunaan jalan dan pemenuhan
kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yaitu :
a) Jalan Kelas I. Yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm,
ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu terberat sebesar
10 ton.
b) Jalan Kelas II. Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling
tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu terberat sebesar 8 ton.
c) Jalan Kelas III. Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan
yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm,
ukuran paling tinggi 3.500 mm dan muatan sumbu terberat sebesar 8
ton.
d) Jalan Kelas Khusus. Yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 mm, ukuran panjang
melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan
sumbu terberat lebih dari 10 ton.
3. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Administrasi Pemerintahan
Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian jalan
berdasarkan wewenang Pembinaan Jalan. Menurut PP No.26 tahun
1985 tentang jalan, pengelompokan berdasarkan wewenang tersebut
adalah sebagai berikut :
10
a) Jalan Nasional. Adalah jalan menghubungkan antar ibukota provinsi,
yang memiliki kepentingan strategis terhadap kepentingan nasional
di bawah pembinaan menteri atau pejabat yang ditunjuk,
diantaranya:
Jalan arteri primer, berfungsi melayani angkutan utama yang
merupakan tulang punggung transportasi nasional
yangmenghubungkan pintu gerbang utama (pelabuhan utama dan
Bandar udara kelas utama).
Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar provinsi.
Jalan yang mempunyai nilai strategis kepentingan nasional.
b) Jalan Provinsi. Adalah jalan dibawah pembinaan provinsi atau
instansi yang ditunjuk, diantaranya adalah jalan kolektor primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten
/kotamadya.
c) Jalan Kabupaten. Adalah jalan dibawah pembinaan kabupaten atau
instansi yang ditunjuk diantaranya :
Jalan kolektor primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional
atau provinsi.
Jalan lokal primer.
Jalan yang memiliki strategis untuk kepentingan kabupaten.
d) Jalan Kotamadya. Adalah jalan dibawah pembinaan kotamadya,
diantaranya jalan kota dan sekunder dalam kota
e) Jalan Desa. Adalah jalan dibawah pembinaan desa yaitu : jalan
sekunder yang ada di desa.
f) Jalan Khusus. Adalah jalan dibawah pembinaaan pejabat atau
instansi yang ditunjuk yaitu jalan yang dibangun secara khusus oleh
instansi atau kelompok.
F.2.2. Kerusakan Jalan
Prasana jalan yang terbebani oleh volume lalulintas yang tinggi
dan berulang-ulang akan menyebabkan terjadi penurunan kualitas
jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi permukaan
11
jalan, baik kondisi struktural maupun fungsionalnya yang mengalami
kerusakan.
Faktor lain yang mempengaruhi kerusakan jalan selain beban
lalulintas berulang yang berlebihan (overloaded), juga dipengaruhi oleh
panas/suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk jalan yang
jelek. Disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara
dengan baik agar dapat melayani pertumbuhan lalulintas selama umur
rencana. Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan
untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi
pengguna dan menjaga daya tahan/keawetan sampai umur rencana.
F.2.3. Pemeliharaan Jalan
Pemeliharaan jalan merupakan kegiatan penanganan jalan yang
berkondisi baik/sedang yang harus mendapat prioritas untuk ditangani,
agar jalan dapat berfungsi sesuai dengan yang diperhitungkan dan menjaga
agar permukaan ruas jalan mendekati kondisi semula. Pemeliharaan yang
dilakukan disini dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeliharaan rutin jalan
dan pemeliharaan berkala jalan.
1. Pemeliharaan Rutin Jalan. Pemeliharaan rutin jalan adalah pekerjaan
yang skalanya cukup kecil dan dikerjakan tersebar diseluruh jaringan
jalan secara rutin. Dengan melaksanakan pemeliharaan rutin diharapkan
tingkat penurunan nilai kondisi struktural perkerasan akan sesuai
dengan kurva kecenderungan yang diperkirakan pada tahap desain.
2. Pemeliharaan Berkala Jalan. Pemeliharaan berkala dibedakan dengan
pemeliharaan rutin dalam hal ini periode waktu antar kegiatan
pemeliharaan yang diberikan. Pemeliharaan berkala dilakukan dalam
selang waktu beberapa tahun, sedangkan pemeliharaan rutin di lakukan
beberapa kali atau terus menerus sepanjang tahun. Pemeliharaan
dilakukan secara berkala tersebut adalah pemberian lapisan aus
menyeluruh dan lapisan tambahan fungsional.
12
Adapun acuan yang digunakan dalam pemeliharaan jalan :
1. Luas Kerusakan Jalan.
Seringkali, kita masih menjumpai rusaknya prasarana jalan di sekitar
kita, jalan dilalui kendaraan dengan beban gardan ringan ataupun berat.
Hal ini biasanya diperparah lagi pada musim penghujan. Pada berbagai
tingkat kerusakannya, kerusakan jalan terkadang
menyebabkan kubangan-kubangan, jalan longsor dan sebagainya.
Kondisi tersebut tentunya juga akan mengganggu kenyamanan dan
membahayakan pengguna jalan tersebut. Kecelakaan seringkali terjadi
karena pengendara tidak mampu mengontrol dan mengantisipasi jalan
yang rusak tersebut, bahkan banyak juga yang sampai merengut nyawa
pengendara. Kerusakan jalan juga dapat mempengaruhi laju roda
perekonomian. Jalan yang rusak menjadikan arus transportasi barang
dan manusia terhambat, juga dapat mengakibatkan biaya operasional
kendaraan menjadi bertambah karena kerusakan bagian kendaraan
akibat beban dan jalan yang bergelombang dan berlubang.
Secara teknis, kerusakan jalan menunjukkan suatu kondisi dimana
struktural dan fungsional jalan sudah tidak mampu memberikan
pelayanan optimal terhadap lalu lintas yang melintasi jalan tersebut.
Kondisi lalu lintas dan jenis kendaraan yang akan melintasi suatu jalan
sangat berpengaruh pada desain perencanaan konstruksi dan perkerasan
jalan yang dibuat. Sama dengan bangunan gedung, dimana
konstruksinya direncanakan berdasarkan dengan beban-beban yang
nantinya bekerja sesuai pada fungsi bangunan gedung itu sendiri.
Konstruksi jalan harus direncanakan mampu menahan beban lalu lintas
di atasnya tanpa mengalami kegagalan.
Menurut Agah (2009), umumnya kerusakan jalan banyak disebabkan
oleh perilaku pengguna jalan, kesalahan perencanaan dan pelakasanaan,
serta pemeliharaan jalan yang tidak memadai.
Akhir-akhir ini, perilaku penggunan jalan banyak memberikan andil
dalam kerusakan jalan. Setiap jalan mempunyai kelas masing-masing
sesuai dengan konstruksi dan beban kendaraan yang dapat melewatinya.
13
Misalnya, jalan kelas III tentunya akan rusak apabila harus menahan
kendaraan jenis truk besar atau tronton, atau harus menahan beban
muatan yang melewati batas tonase muatan kemampuan jalan. Disinilah
sebenarnya arti penting jembatan timbang, dimana mempunyai fungsi
sebagai pengontrol beban muatan kendaraan agar tidak melebihi dengan
kemampuan beban kelas jalan dan jembatan yang akan dilaluinya, serta
kapasitas muatan kendaraan itu sendiri.
2. Umur Jalan.
Dalam perencanaan konstruksi sebuah ruas jalan tentunya dibuat
rencana umur jalan dimana hal tersebut berkaitan dengan prediksi akan
berapa lama waktu sebuah jalan akan bertahan hingga masa rencana
tersebut mencapai waktu tertentu hingga jalan tersebut kembali
direkonstruksi untuk peningkatan ketahanan jalan sehingga jalan
tersebut layak digunakan oleh masyarakat dalam transportasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 13/PRT/M/2011
pemeliharaan jalan dilakukan secara berkala, ketika jalan maupun
bagian penunjang jalan telah mencapai waktu tertentu akan akan
dilakukan perbaikan hingga direkonstruksi jika sudah mencapai 8
tahun.
3. Volume Lalu Lintas Rerata Jalan (LHR).
Volume lalu lintas merupakan elemen yang sangat penting setiap kita
membicarakan masalah jalan, karena jumlah pengguna jalan akan
berpengaruh terhadap kondisi jalan, kapasitas jalan maupun kecepatan
kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut.
Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu
titik atau garis tertentu pada suatu penampang melintang jalan.Data
pencacahan volume lalu lintas adalah informasi yang diperlukan untuk
fase perencanaan, desain, manajemen sampai pengoperasian jalan
(Sukirman 1994). Menurut Sukirman (1994), volume lalu lintas
menunjukan jumlah kendaraan yang melintasi satu titi pengamatan
dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Sehubungan dengan
penentuan jumlah dan lebar jalur, satuan volume lalu lintas yang umum
14
dipergunakan adalah lalu lintas harian rata-rata, volume jam
perencanaan dan kapasitas.
Dalam pembangunan jalan khususnya pada tahap
perencanaan, konstruksi jalan sangat dipengaruhi oleh
besarnya arus lalu lintas yang melintasi jembatan dengan
interval waktu tertentu yang diperhitungkan terhadap Lalu
lintas Harian Rata – rata (LHR) dalam Satuan Mobil
Penumpang (smp). LHR merupakan jumlah kendaraan yang
melewati suatu titik dalam suatu ruas jalan dengan
pengamatan selama satuan waktu tertentu, yang nilainya
digunakan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pada
masa yang akan datang. Dengan diketahuinya volume lalu
lintas yang lewat pada ruas jalan dalam waktu tertentu
maka akan diketahui kelas jalan tersebut sehingga
nantinya dapat ditentukan tebal perkerasan dan
lebar efektif jalan.
Terdapat 2 jenis data dalam penilaian volume jalan, yaitu.
1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT).
Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) adalah jumlah lalu
lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24
jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.
LHRT dinyatakan dalam smp/hari/2 arah atau kendaraan/hari/2 arah
untuk jalan 2 lajur 2 arah, atau smp/hari/1 lajur atau kendaraan/hari/1
arah untuk jalan berlajur banyak dengan median.
2. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
Untuk dapat menghitung LHRT harus tersedia data jumlah
kendaraan yang terus menerus selama 1 tahun penuh. Mengingat
akan biaya yang diperlukan dan membandingkan dengan ketelitian
yang dicapai serta tak semua tempat di Indonesia mempunyai data
volume lalu lintas selama 1 tahun, maka untuk kondisi tersebut dapat
pula dipergunakan satuan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR). LHR
15
adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang diperoleh selama
pengamatan dengan lamanya pengamatan.
Data LHR ini cukup teliti jika pengamatan dilakukan pada interval
waktu yang cukup menggambarkan fluktuasi lalu lintas selama 1
tahun dan hasil LHR yang dipergunakan adalah harga rata-rata dari
perhitungan LHR beberapa kali.
4. Nilai Kondisi Jalan.
Tingkat kondisi jalan di dapat dari nilai International Roughness Index
(IRI) yang diperoleh dengan menggunakan alat
Naasra/Romdas/Roughometer atau dengan metode visual dengan cara
menaksir nilai Road Condition Index (RCI) yang kemudian
dikonversikan kenilai IRI. Dengan tingkat kondisi jalan minimal pada
kondisi sedang. Indeks Kondisi Jalan RCI adalah skala tingkat
kenyamanan atau kinerja jalan yang dapat diperoleh dari pengukuran
dengan alat Roughometer maupun secara metode visual. Peilaian
kondisi jalan dapat dilaksanakan dengan menggunakan alat atau tenaga
surveyor. Penilaian kondisi jalan menggunakan alat menghasilkan nilai
IRI, survei kondisi jalan dengan metode visual menghasilkan nilai RCI,
dan survei kondisi rinci jalan mendefinisikan nilai persentase luasan
kerusakan jalan.
5. Nilai Kondisi Bangunan Pelengkap Jalan.
Gambar F.2 Macam-macam Konstruksi Bangunan Pelengkap Jalan
16
Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015
Pada pekerjaan konstruksi bangunan seperti konstruksi jalan raya,
konstruksi jaringan irigasi serta konstruksi bangunan gedung tidak luput
dari bangunan pelengkapnya. Konstruksi Bangunan Pelengkap Jalan
Raya berperan penting terhadap konstruksi utama dengan salah satu
fungsinya sebagai pengaman konstruksi utama seperti saluran mortar
tepi jalan untuk pengaman gerusan air pada grade (kemiringan jalan)
menjadi aman dan lain sebagainya.
Perlu diketahui bahwa Konstruksi Bangunan Pelengkap Jalan Raya
wajib diperhatikan ketika melaksanakan survey lapangan, dengan
memperhatikan kondisi lapangan apakah Konstruksi Bangunan
Pelengkap Jalan Raya perlu direncanakan atau tidak. Lain halnya jika
Bangunan Pelengkap sudah ada dilapangan, maka perlu kita cek
kembali kondisinya dengan mengambil beberapa foto dokumentasi
serta mencatat kelayakan Konstruksi Bangunan Pelengkap Jalan Raya
tersebut.
Macam – macam bentuk Konstruksi Bangunan Pelengkap Jalan Raya
bervariasi sesuai dengan fungsinya masing – masing. Konstruksi
Bangunan Pelengkap Jalan Raya agar dapat dijadikan pedoman untuk
perencanaan teknis jalan raya. Konstruksi Bangunan Pelengkap Jalan
Raya terdiri dari :
a. Bangunan Pelengkap Drainase Samping Jalan
Berfungsi untuk mengamankan konstruksi utama guna menampung
air dari badan jalan serta mengalirkannya ke dataran yang lebih
rendah sehingga air tidak terkumpul pada badan jalan. Drainase
samping terdiri atas dua jenis konstruksi, yang pertama drainase
saluran tanah biasa dan yang kedua drainase mortar yang terbuat dari
pasangan batu yang di plester.
b. Bangunan Pelengkap Saluran Melintang Jalan (Culvert)
Culvert juga termasuk drainase jalan yang berfungsi mengalirkan air
dari drainase samping yang disebabkan oleh bentuk permukaan jalan
seperti lembah.
17
Bangunan pelengkap Culvert ini terbagi menjadi beberapa macam
diantaranya yaitu, gorong – Gorong, slab Culvert (plat duecker), box
Culvert, dan jembatan.
Konstruksi bangunan pelengkap tersebut berbeda dari segi bentuk
serta fungsinya. Ada berbagai alasan pertimbangan untuk pemilihan
konstruksi diatas seperti lebar bentang saluran, kedalaman saluran,
beban lalu lintas serta pertimbangan kelas jalan maupun biaya
konstruksi dan lain sebagainya.
c. Bangunan Pelengkap Penguat Tebing
Penguat tebing merupakan Konstruksi Bangunan Pelengkap Jalan
Raya yang berfungsi untuk mengamankan tepi jalan agar tidak
terban. Konstruksi ini juga bervariasi diantaranya yaitu, dinding
penahan tanah dan pasangan bronjong. Konstruksi tersebut juga
harus dipertimbangkan agar pemilihan model konstruksi lebih layak
serta ekonomis dilaksanakan.
6. Biaya Pekerjaan.
Biaya kegiatan dihitung berdasarkan kelompok jenis penanganan jalan
yang dilaksanakan. Adapun biaya pekerjaan berdasarkan jenis
penanganannya adalah sebagai berikut :
Pemeliharaan jalan secara rutin diperhitungkan biaya pekerjaan
dengan nilai sebesar Rp.15.000/m2.
Pemeliharaan jalan secara berkala diperhitungkan biaya pekerjaan
dengan nilai sebesar Rp.72.000/m2.
Rehabilitasi jalan diperhitungkan biaya pekerjaan dengan nilai
sebesar Rp.94.000/m2.
Peningkatan jalan diperhitungkan biaya pekerjaan dengan nilai
sebesar Rp.127.000/m2.
F.2.4. Penanganan Jalan
Menurut SK No. 77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990, jaringan jalan
dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu :
1. Jalan dengan kondisi yang mantap (stabil) adalah jalan yang selalu
dapat diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun,
18
terutama yang kondisinya sudah baik/sedang yang hanya memerlukan
pemeliharaan.
2. Jalan dengan kondisi tidak mantap adalah jalan yang tidak dapat
diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun, terutama
kondisinya rusak/rusak berat yang memerlukan pekerjaan berat
(rehabilitasi, perbaikan, konstruksi) termasuk jalan tanah yang saat ini
tidak dapat dilewati kendaraan roda 4.
Pada prinsipnya, semua kondisi jalan yang mantap setiap tahunnya
harus mendapat prioritas untuk ditangani dengan pemeliharaan rutin dan
berkala. Untuk itu informasi survei terbaru diperlukan dalam menentukan
kebutuhan teknis yang tepat, yang biasanya disebut survei tahunan. Survei
tahunan sangat perlu dilakukan untuk memperbaharui informasi
inventarisasi jalan sebagai bagian dari prosedur perencanaan pemeliharaan
tahunan.
Dalam menentukan penanganan jalan tentunya terdpat kebijakan
yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan keputusan dalam
menentukan penanganan jalan. Secara umum kebijakan adalah suatu
proses akomodasi dari suatu perbedaan agar menjadi bersamaan yang
dapat diemplementasikan yang merupakan kewenangan Kepala Daerah.
F.2.5. Keadaan Jalan di Kabupaten Buleleng
Untuk memperlancar kegiatan perekonomian suatu wilayah
dibutuhkan sarana transportasi yang memadai. Pembangunan infrastruktur
jalan raya diperlukan untuk memperlancar mobilitas penduduk dan
distribusi barang. Seperti yang diamanatkan pada Pasal 57 ayat 1 UU No.
38 Tahun 2006 tentang Wewenang Penyelenggaraan Jalan yang kembali
ditegaskan pada Pasal 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
13/PRT/M/2011, Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng memiliki
wewenang sebagai penyelenggara jalan kabupaten di wilayah Kabupaten
Buleleng. Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng
panjang jalan kabupaten di Kabupaten Buleleng per Desember 2015
mencapai 1.139,82 km, yang terdiri dari jalan nasional sepanjang 155,75
km, jalan propinsi 105,88 km dan jalan kabupaten sepanjang 878,19 km.
19
Kondisi jalan nasional, jalan propinsi maupun jalan Kabupaten semakin
lebih baik jika dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun kondisi jalan
dalam Rekap Kondisi Jalan Kabupaten di Kabupaten Buleleng dibagi
menjadi 3 kondisi yaitu, jalan dengan kondisi baik sepanjang 461,757 Km
atau dengan prosentase sekitar 52,58%, kondisi sedang sepanjang 221, 445
Km atau dengan prosentase sekitar 25,22%, dan kondisi rusak sepanjang
194,990 Km atau dengan prosentase sekitar 22,2%.
Jalan kabupaten yang berada dibawah penyelenggaraan Pemerintah
Daerah Kabupaten Buleleng sepanjang 878,19 km tersebar di 9 Kecamatan
di Kabupaten Buleleng dengan rincian pada Tabel F.1.
Tabel F.1 Jumlah Ruas Jalan dan Panjang di Kabupaten Buleleng
No. KecamatanJumlah
Ruas Jalan
Panjang Jalan
(Km)
1 Gerokgak 28 77,700
2 Seririt 32 79,740
3 Busungbiu 29 92,000
4 Banjar 38 140,700
5 Buleleng 183 161,042
6 Sukasada 27 91,860
7 Sawan 37 98,100
8 Kubutambahan 27 91,590
9 Tejakula 22 45,460
Total 423 878,192
Berdasarkan data capaian kinerja Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng pada akhir tahun 2014 dalam pemeliharaan jalan
kabupaten bahwa prosentase jalan dengan kondisi tidak mantap sebesar
22,20 % atau sepanjang 194.959 km, sedangkan sebesar 77,80 % atau
sepanjang 683.233 km sudah dalam keadaan mantap. Seiring berjalannya
waktu dan semakin tingginya mobilitas masyarakat, tentunya akan
menambah jumlah ruas jalan yang akan dipelihara dan ditangani oleh
Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum
20
sebagai pemegang kewenangan dalam pemeliharaan dan penanganan jalan
kabupaten.
Gambar F.3 Persentase Capaian Kinerja Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng Akhir Tahun 2014
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng, 2014
F.3. Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
Menurut Alter (dalam Kusrini, 2007), Sistem pendukung keputusan
(SPK) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi,
pemodelan dan manipulasi data. Sistem itu digunakan untuk membantu
pengambilan keputusan dalam situasi yang semiterstruktur dan situasi tidak
terstruktur, dimana tak seorang pun tahu secara pasti bagaimana keputusan
seharusnya dibuat.
Menurut Bonczek (dalam Turban et al, 2005), Sistem pendukung
keputusan sebagai sebuah sistem berbasis komputer yang terdiri atas
komponen-komponen antara lain komponen sistem bahasa (language),
komponen sistem pengetahuan (knowledge) dan komponen sistem pemrosesan
masalah (problem processing) yang saling berinteraksi satu dengan yang
lainnya. Menurut Keen (dalam Turban et al, 2005), Sistem pendukung
keputusan adalah sistem berbasis komputer yang dibangun lewat sebuah proses
adaptif dari pembelajaran, pola-pola penggunan dan evolusi sistem.
21
Jadi, SPK sebagai sebuah sistem berbasis komputer yang membantu
dalam proses pengambilan keputusan. SPK sebagai sistem informasi berbasis
komputer yang adaptif, interaktif, fleksibel, yang secara khusus dikembangkan
untuk mendukung solusi dari permasalahan manajemen yang tidak terstruktur
untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Dengan demikian dapat
ditarik satu definisi tentang SPK yaitu sebuah sistem berbasis komputer yang
adaptif, fleksibel, dan interaktif yang digunakan untuk memecahkan masalah-
masalah tidak terstruktur sehingga meningkatkan nilai keputusan yang diambil.
Tujuan dari Sistem Pendukung Keputusan adalah sebagai berikut.
1. Membantu manajer dalam pengambilan keputusan atas masalah semi
terstruktur.
2. Memberikan dukungan atas pertimbangan manajer dan bukannya di
maksudkan untuk menggantikan fungsi manajer
3. Meningkatkan efektivitas keputusan yang di ambil manajer lebih daripada
perbaikan efisiensinya
4. Kecepatan komputasi. Komputer memungkinkan para pengambil
keputusan untuk melakukan banyak komputasi secara cepat dengan biaya
yang rendah
5. Peningkatan produktivitas. Membangun suatu kelompok pengambil
keputusan, terutama para pakar, bisa sangat mahal. Pendukung
terkomputerisasi bisa mengurangi ukuran kelompok dan memungkinkan
para anggotanya untuk berada di berbagai lokasi yang berbeda-beda
(menghemat biaya perjalanan). Selain itu, produktivitas staf pendukung
(misalnya analisis keuangan dan hukum) bisa di tingkatkan. Produktivitas
juga bisa di tingkatkan menggunakan peralatan optimasi yang menentukan
cara terbaik untuk menjalankan sebuah bisnis
6. Dukungan kualitas. Komputer bisa meningkatkan kualitas keputusan yang
di buat. Sebagai contoh, semakin banyak data yang di akses, makin banyak
juga alernatif yang bisa di evaluasi. Analisis resiko bisa di lakukan dengan
cepat dan pandangan dari para pakar (beberapa dari mereka berada di lokasi
yang jauh) bisa dikumpulkan dengan cepat dan dengan biaya yang lebih
rendah. Keahlian bahkan bisa di ambil langsung dari sebuah sistem
22
computer melalui metode kecerdasan tiruan. Dengan computer, para
pengambil keputusan bisa melakukan simulasi yang kompleks, memeriksa
banyak scenario yang memungkinkan, dan menilai berbagai pengaruh
secara cepat dan ekonomis. Semua kapabilitas tersebut mengarah kepada
keputusan yang lebih baik.
7. Berdaya saing. Manajemen dan pemberdayaan sumber daya perusahaan.
Tekanan persaingan menyebabkan tugas pengambilan keputusan menjadi
sulit. Persaingan di dasarkan tidak hanya pada harga, tetapi juga pada
kualitas, kecepatan, kustomasi produk, dan dukungan pelanggan. Organisasi
harus mampu secara sering dan cepat mengubah mode operasi, merekayasa
ulang proses dan struktur, memberdayakan karyawan, serta berinovasi.
Teknologi pengambilan keputusan bisa menciptakan pemberdayaan yang
signifikan dengan cara memperbolehkan seseorang untuk membuat
keputusan yang baik secara cepat, bahkan jika mereka memiliki
pengetahuan yang kurang
8. Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemrosesan dan penyimpanan.
Otak manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk memproses dan
menyimpan informasi. Orang-orang kadang sulit mengingat dan
menggunakan sebuah informasi dengan cara yang bebas dari kesalahan.
F.3.1. Karakteristik SPK
Sistem Pendukung Keputusan merupakan suatu sistem interaktif
yang mendukung keputusan dalam proses pengambilan keputusan melalui
alternatif-alternatif yang diperoleh dari hasil pengolahan data, informasi
dan rancangan model. Dari pengertian sistem pendukung keputusan maka
dapat ditentukan karakteristik antara lain :
1) Mendukung proses pengambilan keputusan, menitikberatkan pada
management by perception.
2) Adanya interface manusia / mesin dimana manusia (user) tetap
memegang control proses pengambilan keputusan.
3) Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah
terstruktur, semi terstruktur dan tak struktur.
23
4) Memiliki kapasitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan
kebutuhan.
5) Memiliki subsistem- subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa
sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan item.
6) Membutuhkan struktur data komprehensif yang dapat melayani
kebutuhan informasi seluruh tingkatan manajemen
F.3.2. Jenis Keputusan
Dalam SPK terdapat tiga jenis keputusan, yaitu :
1. Keputusan Terstruktur. Keputusan terstruktur adalah keputusan yang
dilakukan secara berulang-ulang dan bersifat rutin. Informasi yang
dibutuhkan spesifik, terjadwal, sempit, interaktif, real time, internal,
dan detail. Prosedur yang dilakukan untuk pengambilan keputusan
sangat jelas. Keputusan ini terutama dilakukan pada manajemen tingkat
bawah. Contoh: Keputusan pemesanan barang dan keputusan
penagihan piutang; menentukan kelayakan lembur, mengisi persediaan,
dan menawarkan kredit pada pelanggan.
2. Keputusan Semiterstruktur. Keputusan semiterstruktur adalah
keputusan yang mempunyai sifat yakni sebagian keputusan dapat
ditangani oleh komputer dan yang lain tetap harus dilakukan oleh
pengambil keputusan. Informasi yang dibutuhkan folus, spesifik,
interaktif, internal, real time, dan terjadwal. Contoh: Pengevaluasian
kredit, penjadwalan produksi dan pengendalian sediaan, merancang
rencana pemasaran, dan mengembangkan anggaran departemen.
3. Keputusan Tidak Terstruktur. Keputusan tak terstruktur adalah
keputusan yang penanganannya rumit karena tidak terjadi berulang-
ulang atau tidak selalu terjadi. Keputusan ini menuntut pengalaman dan
berbagai sumber yang bersifat eksternal. Keputusan ini umumnya
terjadi pada manajemen tingkat atas. Informasi yang dibutuhkan umum,
luas, internal, dan eksternal. Contoh: Pengembangan teknologi baru,
keputusan untuk bergabung dengan perusahaan lain, perekrutan
eksekutif
F.3.3. Komponen (subsistem) SPK
24
Komponen-komponen sistem pendukung keputusan terdiri dari
data-management subsystem, model management subsystem, user
interface subsystem, dan knowledge-based management subsistem.
(Turban et al, 2005) Komponen-komponen sistem pendukung keputusan
dapat dilihat pada Gambar F.4.
1. Data-management subsystem. Data-management subsystem termasuk
database yang berisi data yang relevan untuk situasi dan dikelola oleh
perangkat lunak yang disebut Database Management System (DBMS).
Data-management subsystem dapat saling berhubungan dengan data
warehouse yang berguna untuk data yang berkaitan dengan
pengambilan keputusan. Biasanya data disimpan atau diakses melalui
web database server.
2. Model management subsystem. Model magamenet subsystem adalah
paket perangkat lunak yang memberikan kemampuan analitis sistem
dan manajemen perangkat lunak yang sesuai. Software ini sering
disebut Model Base Management System (MBMS). Komponen ini
dapat disambungkan ke penyimpanan eksternal dari suatu model.
Metode dan manajemen sistem diterapkan dalam development system
(seperti java) agar dapat dijalankan pada server aplikasi.
3. User interface subsystem. Pengguna sistem berkomunikasi dan
berinteraksi dengan SPK melalui subsistem ini. Pengguna dianggap
bagian dari SPK. Peneliti menegaskan beberapa kontribusi yang unik
dari SPK berasal dari interaksi yang intensif antara komputer dan
pembuat keputusan.
4. Knowledge-based management subsystem. Subsistem ini dapat
mendukung subsistem lainnya atau bertindak sebagai komponen
independen. Subsistem ini dapat saling berhubungan antara repositori
pengetahuan organisasinya yang merupakan bagian dari sistem
manajemen pengetahuan. Subsistem ini biasanya disebut organizational
knowledge base. Ada banyak metode yang telah diimplementasikan
dalam pengembangan kecerdasan buatan, seperti yang
25
diimplementasikan pada bahasa pemrograman Java dan mudah untuk
mengintegrasikan ke dalam komponen SPK lainnya.
Gambar F.4 Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Sumber : Janko dan Edward, 2005
F.3.4. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan proses pemilihan alternatif
tindakan untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu. Pengambilan
keputusan dilakukan dengan pendekatan sistematis terhadap permasalahan
melalui proses pengumpulan data menjadi informasi serta ditambah
dengan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan. Menurut Herbert A. Simon (dalam Suryadi & Ramdani, 2002),
tahap-tahap yang harus dilalui dalam proses pengambilan keputusan
sebagai berikut :
1. Tahap Pemahaman (Inteligence Phase). Tahap ini merupakan proses
penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses
pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses dan diuji dalam
rangka mengidentifikasikan masalah.
2. Tahap Perancangan (Design Phase). Tahap ini merupakan proses
pengembangan dan pencarian alternatif tindakan / solusi yang dapat
diambil. Tersebut merupakan representasi kejadian nyata yang
26
disederhanakan, sehingga diperlukan proses validasi dan vertifikasi
untuk mengetahui keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada.
3. Tahap Pemilihan (Choice Phase). Tahap ini dilakukan pemilihan
terhadap diantaraberbagai alternatif solusi yang dimunculkan pada
tahap perencanaan agar ditentukan / dengan memperhatikan kriteria-
kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai.
4. Tahap Impelementasi (Implementation Phase). Tahap ini dilakukan
penerapan terhadap rancangan sistem yang telah dibuat pada tahap
perancanagan serta pelaksanaan alternatif tindakan yang telah dipilih
pada tahap pemilihan
F.3.5. Metode Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan, seorang pemegang keputusan
(stakeholder) tentunya dihadapkan oleh beberapa pilihan atau alternatif
keputusan. Dalam memilih sebuah alternatif atau pengambilan keputusan,
terdapat parameter-arameter yang digunakan dalam membandingkan
pilihan atau alternatif yang ada. Adapun parameter yang digunakan
sebagai pembanding tersbut disebut dengan kriteria. Seorang pemegang
keputusan (stakeholder) biasanya menggunakan beberapa kriteria untuk
membandingkan kelayakan keputusan yang akan diambilnya sehingga
menhasilkan keputusan yang tepat.
Menurut (Janko & Edward, 2005) Mutiple Criteria Decision
Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk
menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan
beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-
aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan tujuannya. MCDM dapat dibagi menjadi 2 model
yaitu, Multi Attribute Decision Making (MADM) dan Multi Objective
Decision Making (MODM). Seringkali MCDM dan MADM digunakan
untuk menerangkan kelas atau kategori yang sama. MADM digunakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam ruang diskret. Oleh karena
itu, pada MADM biasanya digunakan untuk melakukan penilaian atau
seleksi terhadap beberapa alternatif dalam jumlah yang terbatas.
27
Sedangkan MODM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah
pada ruang kontinyu (seperti permasalahan pada pemrograman matematis).
Multi Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode
pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah
alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. MCDM memiliki dua
kategori yakni Multiple Objective Decision Making (MODM) dan Multiple
Attribute Decision Making (MADM). Multiple Objective Decision Making
(MODM) adalah suatu metode dengan mengambil banyak kriteria sebagai
dasar dari pengambilan keputusan yang didalamnya mencakup masalah
perancangan (design), dimana teknik-teknik matematik untuk optimasi
digunakan dan untuk jumlah alternatif yang sangat besar (sampai dengan
tak terhingga). Sedangkan Multiple Attribute Decision Making (MADM)
adalah suatu metode dengan mengambil banyak kriteria sebagai dasar
pengambilan keputusan, dengan penilaian yang subjektif menyangkut
masalah pemilihan, dimana analisis matematis tidak terlalu banyak dan
digunakan untuk pemilihan alternatif dalam jumlah sedikit.
Secara umum dapat dikatakan bahwa, MADM menyeleksi
alternatif terbaik dari sejumlah alternatif sedangkan MODM merancang
alternatif terbaik. Ada beberapa fitur umum yang akan digunakan dalam
MCDM, yaitu sebagai berikut.
Atribut. Atribut sering juga disebut sebagai karakteristik, komponen,
atau kriteria keputusan. Meskipun pada kebanyakan kriteria bersifat
satu level, namun tidak menutup kemungkinan adanya sub kriteria yang
berhubungan dengan kriteria yang telah diberikan.
Konflik antar Kriteria. Beberapa kriteria biasanya mempunyai konflik
antara satu dengan yang lainnya, misalnya kriteria keuntungan akan
mengalami konflik dengan kriteria biaya.
Bobot keputusan. Bobot keputusan menunjukan kepentingan relatif dari
setiap kriteria, W = (w1,w2, …, wn). Pada MCDM akan dicari bobot
kepentingan dari setiap kriteria.
28
Matriks keputusan. Suatu matriks keputusan X yang berukuran m x n,
berisi elemen-elemen xij, yang merepresentasikan rating dari alternatif
Ai (i = 1,2,…,m) terhadap kriteria Cj (j = 1,2,…,n).
Adapun beberapa metode penyelesaian masalah MADM pada
sistem pendukung keputusan
1) Metode Simple Additive Weighting (SAW). Sering disebut dengan
istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasarnya adalah mencari
penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada
semua atribut. Metode ini membutuhkan proses normalisasi matriks
keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan
semua rating alternatif yang ada.
2) Weighted Product (WP). Metode ini menggunakan perkalian untuk
menghubungkan rating atribut, dimana rating setiap atribut harus
dipangkatkan dulu dengan bobot atribut yang bersangkutan. Proses ini
hanya dengan proses normaliasi.
3) ELECTRE. Merupakan salah satu metode pengambilan keputusan
multikriteria berdasarkan pada konsep outrangking dengan
menggunakan perbandingan berpasangan dari alternatif-alternatif
berdasarkan setiap kriteria yang sesuai. Digunakan untuk kasus-kasus
dengan banyak alternatif namun hanya sedikit kriteria yang dilibatkan.
4) Technique for Order Preference by Similarity of Ideal Solution
(TOPSIS). Salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria
yang pertama kali diperkenalkan oleh Yoon dan Hwang pada tahun
1981. Menggunakan prinsip bahwa alternatif yang terpilih harus
mempunyai jarak terdekat dari solusi ideal positif dan terjauh dari
solusi ideal negatif dari sudut pandang geometris dengan menggunakan
jarak Euclidean untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu alternatif
dengan solusi optimal. Metode ini banyak digunakan untuk
menyelesaikan pengambilan keputusan secara praktis, karena
konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien, dan
memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif
keputusan.
29
5) Analytical Hierarchy Process (AHP). Merupakan suatu model
pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty.
menguraikan masalah multifaktor atau multi kriteria yang kompleks
menjadi suatu hirarki.
F.3.6. Simple Additive Weighting (SAW)
Simple Additive Weighting (SAW) merupakan metode penjumlahan
terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan
terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua kriteria.
Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matrik keputusan (X) ke
suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif
yang ada. Metode SAW mengenal adanya 2 (dua) atribut yaitu kriteria
keuntungan (benefit) dan kriteria biaya (cost). Perbedaan mendasar dari
kedua kriteria ini adalah dalam pemilihan kriteria ketika mengambil
keputusan. Adapun langkah penyelesaian dalam menggunakannya adalah:
1) Menentukan alternatif, yaitu Ai.
2) Menentukan kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan
keputusan, yaitu Cj
3) Memberikan nilai rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.
4) Menentukan bobot preferensi atau tingkat kepentingan (W) setiap
kriteria.
5) Membuat tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap
kriteria.
6) Membuat matrik keputusan (X) yang dibentuk dari tabel rating
kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. Nilai X setiap
alternatif (Ai) pada setiap kriteria (Cj) yang sudah ditentukan, dimana,
i=1,2,…m dan j=1,2,…n.
30
7) Melakukan normalisasi matrik keputusan dengan cara menghitung nilai
rating kinerja ternomalisasi (rij) dari alternatif Aipada kriteria Cj.
Keterangan :
a. Kriteria keuntungan apabila nilai memberikan keuntungan bagi
pengambil keputusan, sebaliknya kriteria biaya apabila menimbulkan
biaya bagi pengambil keputusan.
b. Apabila berupa kriteria keuntungan maka nilai dibagi dengan nilai
dari setiap kolom, sedangkan untuk kriteria biaya, nilai dari setiap
kolom dibagi dengan nilai
8) Hasil dari nilai rating kinerja ternomalisasi (rij) membentuk matrik
ternormalisasi (R)
9) Hasil akhir nilai preferensi (Vi) diperoleh dari penjumlahan dari
perkalian elemen baris matrik ternormalisasi (R) dengan bobot
preferensi (W) yang bersesuaian eleman kolom matrik (W).
10) Hasil perhitungan nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa
alternatif Ai merupakan alternatif terbaik.
F.4. Basis Data
Menurut sejumlah sumber buku, basis data memiliki beberapa definisi.
Menurut Kusrini (2007), basis data merupakan sekumpulan data yang saling
berelasi, kemudian menurut Kroenke (2005), basis data adalah kumpulan data
yang disimpan secara sistematis di dalam komputer dan dapat diolah atau
dimanipulasi menggunakan perangkat lunak (program aplikasi) untuk
31
menghasilkan informasi. Pendefinisian basis data meliputi spesifikasi berupa
tipe data, struktur, dan juga batasan-batasan data yang akan disimpan. Basis
data merupakan aspek yang sangat penting dalam sistem informasi dimana
basis data merupakan gudang penyimpanan data yang akan diolah lebih lanjut.
Basis data menjadi penting karena dapat menghidari duplikasi data, hubungan
antar data yang tidak jelas, organisasi data, dan juga update yang rumit.
F.4.1. Tujuan dan Manfaat Basis Data
Basis data tentunya memiliki tujuan dan manfaat, berikut
merupakan tujuan dan manfaat basis data.
1. Kecepatan dan kemudahan (Speed), pemanfaatan Database
memungkinkan kita untuk dapat menyimpan data atau melakukan
perubahan (manipulasi) dan menampilkan kembali data tersebut dengan
cepat dan mudah, dari pada kita menyimpan data secara manual.
2. Efisien ruang penyimpanan (Space), dengan Database penggunaan
ruang penyimpanan data dapat dilakukan karena kita dapat melakukan
penekanan jumlah pengulangan data dengan menerapkan sejumlah
pengkodean.
3. Keakuratan (Acuracy), pemanfatan pengkodean atau pembentukan
relasi antar data dengan penerapan aturan atau batasan tipe data dapat
diterapkan dalam Database yang berguna untuk menentukan
ketidakakuratan pemasukan atau penyimpanan.
4. Keamanan (Security), dalam sejumlah sistem (apilkasi) pengelolah
database tidak menerapkan aspek keamanan dalam penggunaan
database. Tetapi untuk sistem yang besar dan serius, aspek keamanan
juga dapat diterapkan. Dengan begitu kita dapat menentukan siapa yang
boleh menggunakan database dan menentukan jenis operasi-operasi apa
saja yang boleh dilakukan.
5. Terpeliharanya keselarasan data (Consitant), apabila ada perubahan
data pada aplikasi yang berbeda maka secara otomatis perubahan itu
berlaku untuk keseluruhan
32
6. Data dapat dipakai secara bersama (shared), data dapat dipakai secara
bersama-sama oleh beberapa program aplikasi (secara batch maupun
on-line) pada saat bersamaan.
7. Dapat diterapkan standarisasi (standardization), dengan adanya
pengontrolan yang terpusat maka DBA dapat menerapkan standarisasi
data yang disimpan sehingga memudahkan pemakaian, pengiriman
maupun pertukaran data.
Tujuan utama dari sistem basis data adalah menyediakan pemakai
melalui suatu pandangan abstrak mengenai data, dengan menyembunyikan
detail dari bagaimana data disimpan dan dimanipulasikan. Oleh karena itu,
titik awal untuk perancangan sebuah basis data haruslah abstrak dan
deskripsi umum dari kebutuhan-kebutuhan informasi suatu organisasi
harus digambarkan di dalam basis data. Lebih jauh lagi, jika sebuah basis
data merupakan suatu sumber yang bisa digunakan bersama maka setiap
pemakai membutuhkan pandangan yang berbeda-beda terhadap data di
dalam basis data. Untuk memenuhi kebutuhan ini, arsitektur komersial
basis data yang banyak digunakan telah tersedia saat ini dan telah
mengalami perluasan yaitu arsitektur ANSI-SPARC.
F.4.2. Tingkatan Arsitektur Basis Data
Adapun tiga tingkatan arsitektur basis data yang bertujuan
membedakan cara pandang pemakai terhadap basis data dan cara
pembuatan basis data secara fisik.
1. Tingkat Eksternal (External Level), Tingkat eksternal merupakan cara
pandang pemakai terhadap basis data. Pada tingkat ini menggambarkan
bagian basis data yang relevan bagi seorang pemakai tertentu. Tingkat
eksternal terdiri dari sejumlah cara pandang yang berbeda dari sebuah
basis data. Masing-masing pemakai merepresentasikan dalam bentuk
yang sudah dikenalnya. Cara pandang secara eksternal hanya terbatas
pada entitas, atribut dan hubungan antar entitas (relationship) yang
diperlukan saja.
2. Tingkat Konseptual (Conseptual Level), tingkat konseptual merupakan
kumpulan cara pandang terhadap basis data. Pada tingkat ini
33
menggambarkan data yang disimpan dalam basis data dan hubungan
antara datanya.
Hal-hal yang digambarkan dalam tingkat konseptual adalah :
semua entitas beserta atribut dan hubungannya.
batasan data.
informasi semantik tentang data.
keamanan dan integritas informasi
Semua cara pandang pada tingkat eksternal berupa data yang
dibutuhkan oleh pemakai harus sudah tercakup di dalam tingkat
konseptual atau dapat diturunkan dari data yang ada. Deskripsi data dari
entitas pada tingkat ini hanya terdiri dari jenis data dan besarnya atribut
tanpa memperhatikan besarnya penyimpanan dalam ukuran byte.
3. Tingkat Internal (Internal Level), tingkat internal merupakan
perwujudan basis data dalam komputer. Pada tingkat ini
menggambarkan bagaimana basis data disimpan secara fisik di dalam
peralatan storage yang berkaitan erat dengan tempat penyimpanan /
physical storage. Tingkat internal memperhatikan hal-hal berikut ini :
alokasi ruang penyimpanan data dan indeks.
deskripsi record untuk penyimpanan (dengan ukuran penyimpanan
untuk data elemen.
penempatan record.
pemampatan data dan teknik enkripsi.
F.4.3. Operasi Dasar Basis Data
Pada basis data, terdapat beberapa operasi utama yaitu diantaranya
sebagai berikut.
Pembuatan basis data baru (create database), yang identik dengan
pembuatan lemari arsip yang baru.
Penghapusan basis data (drop database), yang identik dengan
perusakan lemari arsip (sekaligus beserta isinya jika ada).
Pembuatan file/tabel baru ke suatu basis data (create table), yang
identik dengan penambahan map arsip baru ke sebuah lemari arsip yang
telah ada.
34
Penghapusan file/tabel dari suatu basis data (drop table), yang identik
dengan perusakan map arsip lama yang ada di sebuah lemari arsip.
Penambahan/pengisian data baru ke sebuah file/tabel di sebuah basis
data (insert), yang identik dengan penambahan lembaran arsip ke
sebuah map arsip.
Pengambilan data dari sebuah file/tabel (retrieve/search), yang identik
dengan pencarian lembaran arsip dari sebuah map arsip.
Pengubahan data dari sebuah file/tabel (update), yang identik dengan
perbaikan isi lembaran arsip yang ada di sebuah map arsip.
Penghapusan data dari sebuah file/tabel (delete), yang identik dengan
penghapusan sebuah lembaran arsip yang ada di sebuah map arsip.
Selanjutnya operasi-operasi tersebut akan dibedakan menjadi DDL
(Data Definition Language) dan DML (Data Manipulation Language).
DDL merupakan perintah-perintah yang biasa digunakan administrator
database untuk mendefinisikan skema dan subskema database. Data
Definition Language (DDL) mempunyai fungsi utama untuk
mendefinisikan data dalam database secara logika, diantaranya yaitu:
Digunakan untuk mendefinisikan karakteristik dari record (meliputi
nama, tipe dan lebar dari field), untuk menentukan kunci field,
menyediakan cara untuk menentukan hubungan dengan data di file lain,
untuk mengubah struktur dari record, untuk menampilkan struktur dari
record. DDL digunakan untuk mendefinisikan, mengubah, serta
menghapus basis data dan objek-objek yang diperlukan dalam basis
data, misalnya tabel. Perintah yang termasuk DDL:
CREATE, untuk membuat, termasuk diantaranya membuat database
dan tabel baru.
ALTER, untuk mengubah struktur tabel yang telah dibuat.
DROP, untuk menghapus database dan tabel.
Data Manipulation Language (DML) adalah kumpulan perintah SQL
yang berkaitan dengan manipulasi data atau isi dari suatu tabel. Dengan
perintahperintah di dalam UML, kita dapat memanipulasi (menambah,
mengubah, dan menghapus) data yang terdapat pada suatu tabel secara
35
mudah. Data Manipulation Language (DML) mempunyai fungsi utama
untuk melakukan perubahan pada data yang terdapat dalam sebuah
database., diantaranya yaitu: INSERT, berfungsi untuk menambah atau
memasukkan data baru ke dalam tabel. UPDATE, berfungsi untuk
mengubah data dalam tabel dengan nilai baru. DELETE, berfungsi
untuk menghapus data dari suatu tabel.
F.4.4. Relasi
Dalam menggambarkan relasi antar entitas dikenal dengan nama
kunci (key), adapun jenis-jenisnya adalah sebagai berikut.
Super Key, merupakan sebuah atau sekumpulan atribut yang secara unik
mengidentifikasi sebuah tupel dalam tabel relasi. Berdasarkan contoh
tabel mahasiswa, super key yang mungkin adalah (NIM), (NIM, Nama),
(NIM, Alamat), (Nama, Alamat), dan (NIM, Nama, Alamat).
Candidate Key, merupakan super key yang himpunan bagian yang
sebenarnya tidak ada yang menjadi super key juga. Berdasarkan contoh
super key sebelumnya, candidate key yang mungkin adalah (NIM) dan
(Nama, Alamat). Atribut Nama dan Alamat dapat dijadikan candidate
key jika kombinasi keduanya bisa menjadi pengidentifikasi yang unik
untuk sebuah tabel relasi.
Primary Key, merupakan candidate key yang dipilih sebagai
pengidentifikasi unik untuk sebuah tabel relasi. Berdasarkan contoh
candidate key sebelumnya, primary key yang dipilih adalah (NIM),
karena nilai NIM sangat unik dan tidak ada 2 mahasiswa yang memiliki
NIM yang sama.
Alternate Key, merupakan candidate key yang tidak dipilih sebagai
primary key. Berdasarkan contoh candidate key sebelumnya, alternate
key adalah (Nama, Alamat).
Composite key, merupakan composite key merupakan gabungan dua key
atau lebih yang secara unik dapat menidentiifikasi sebuah tupel. Contoh
composite key adalah KDMK .
Foreign Key merupakan atribut yang merupakan key pada relasi lain.
36
F.4.5. Entity Relationship Diagram (ERD)
ERD merupakan suatu model untuk menjelaskan hubungan antar
data dalam basis data berdasarkan objek-objek dasar data yang mempunyai
hubungan antar relasi. ERD berguna untuk memodelkan struktur data dan
hubungan antar data, untuk menggambarkannya digunakan beberapa
notasi dan simbol. (Kusrini, 2007). Pada dasarnya ada tiga simbol yang
digunakan, yaitu :
a. Entitas, simbol untuk entity adalah persegi panjang.
Gambar F.5 Simbol Entitas pada ERD
Sumber : Kusrini, 2007
b. Relasi atau Hubungan, digambarkan dengan bentuk belah ketupat. Tiap
belah ketupat diberi label kata kerja.
Gambar F.6 Simbol Relationship
Sumber : Kusrini, 2007
c. Atribut, simbol atribut adalah bentuk oval atau elips.
Gambar F.7 Simbol Attribute
Sumber : Kusrini, 2007
Beberapa jenis relasi yang mungkin dari suatu entitas ke entitas
yang lain, yaitu:
1. One-to-one: Terdapat korespondensi satu ke satu antara baris-baris pada
tabel pertama dengan baris-baris di tabel kedua. Jenis ini tidaklah
teramat penting karena kedua tabel tersebut sebenarnya dapat digabung
menjadi satu, namun kadangkala penting untuk alasan kinerja atau
keamanan.
2. One-to-many: Terdapat satu atau beberapa baris tunggal di tabel
pertama yang memiliki relasi ke banyak baris di tabel kedua. Jenis ini
37
mungkin merupakan jenis relasi yang paling umum dan sering
digunakan.
3. Many-to-one: Kebalikan dari one to many, dimana banyak baris di tabel
pertama yang memiliki banyak relasi ke baris tunggal di tabel kedua.
Kardinalitas one-to-many dan many-to-one dapat dianggap sama,
karena tinjauan kardinalitas relasi selalu dilihat dari dua sisi (dari
Himpunan Entitas A ke Himpunan Entitas B dan dari Himpunan Entitas
B ke Himpunan Entitas A). Jadi pada penggambaran kardinalitas many-
to-one, dimana Himpunan Entitas A ditempatkan di sebelah kanan dan
Himpunan Entitas B ditempatkan di sebelah kiri, maka bila
dijadikan one-to-many maka letak dari himpunan entitas tersebut dapat
dibalik.
4. Many-to-many: Setiap baris di tabel pertama dapat berhubungan dengan
nol atau lebih baris di tabel kedua dan setiap baris di tabel kedua juga
dapat memiliki hubungan dengan nol atau lebih baris di tabel pertama.
Walaupun jenis relasi ini seringkali muncul, namun tidak ada software
basis data yang ada saat ini yang mendukungnya secara langsung.
Semua relasi many-to-many dapat dipecah menjadi dua relasi one-to-
many dengan memakai sebuah tabel penghubung di antara keduanya.
Satu baris di tabel pertama dapat berhubungan dengan banyak baris di
tabel penghubung, dan satu baris di tabel kedua juga dapat memiliki
relasi dengan banyak baris di tabel penghubung. Terkadang tabel
penghubung dapat berisi informasi tertentu yang terkait dengan relasi
tertentu yang dimiliki baris pada tabel pertama dengan baris pada tabel
kedua.
F.5. Data Flow Diagram (DFD)
Data Flow Diagram (DFD) adalah suatu model logika data atau proses
yang dibuat untuk menggambarkan dari mana asal data dan kemana tujuan data
yang keluar dari sistem, dimana data tersimpan, proses apa yang menghasilkan
data tersebut dan interaksi antara data tersimpan dan proses yang dikenakan
pada data tersebut. Data Flow Diagram (DFD) juga didefinisikan sebagai
38
diagram yang menggunakan notasi-notasi untuk menggambarkan arus dari
sistem. (Soeherman & Pinontoan, 2008)
DFD menggambarkan komponen-komponen sebuah sistem.
Keuntungan menggunakan DFD adalah memudahkan pengguna yang kurang
menguasai komputer untuk mengerti sistem yang akan dikembangkan.
Diagram arus data juga merupakan sebuah teknik grafis yang menggambarkan
aliran informasi dan transformasi yang diaplikasikan pada saat data bergerak
dari input menjadi output. Data Flow Diagram (DFD) juga sering diartikan
sebagai alat pembuatan model yang memungkinkan profesional sistem untuk
menggambarkan sistem sebagai suatu jaringan proses fungsional yang
dihubungkan satu sama lain dengan alur data, baik secara manual maupun
komputerisasi. DFD ini sering disebut juga dengan nama Bubble chart, Bubble
diagram, model proses, diagram alur kerja, atau model fungsi.
Langkah – langkah dalam DFD dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Diagram konteks. Diagram yang menggambarkan sistem secara umum dari
keseluruhan sistem yang ada.
2. Diagram level 1. Diagram yang menggambarkan tahapan proses secara
terperinci.
3. Diagram level 2. Diagram yang menggambarkan arus data dalam proses
secara lebih detail.
Simbol – Simbol yang digunakan dalam DFD adalah sebagai berikut :
Tabel F.2 Simbol – Simbol dalam DFD
Nama Simbol Simbol Arti
External Entity Simbol ini digunakan untuk
menggambarkan asal atau
tujuan data
Proses Simbol ini digunakan untuk
memproses pengolahan data
39
Data flow Simbol ini digunakan untuk
menggambarkan aliran data
yang berjalan
Data store Simbol ini digunakan untuk
data yang telah disimpan
Aturan-aturan dalam pembuatan DFD adalah sebagai berikut :
1. Tidak boleh menghubungkan antara entity luar dengan entity luar yang lain
secara langsung
2. Tidak boleh menghubungkan data store yang satu dengan yang lainnya
3. Tidak boleh menghubungkan data store dengan entity luar secara langsung.
4. Setiap proses harus memiliki data yang masuk dan juga yang keluar.
40
DAFTAR PUSTAKA
Agah, Heddy R. 2009. Kerusakan Jalan: Akibat, Kesengajaan atau Dampak.
Jakarta: FT-UI.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng. 2014. KABUPATEN BULELENG
DALAM ANGKA 2014. Singaraja: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Buleleng.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buleleng. 2014. Profil
Perkembangan Penduduk Kabupaten Buleleng. Singaraja: Profil
Perkembangan Penduduk Kabupaten Buleleng.
Janko, Wolfgang, dan Bernoider Edward. 2005. Multi-Criteria Attribute Decision
Making (MADM). Yogyakarja: Graha Ilmu.
Kroenke, David M. 2005. Database Processing : Dasar-dasar, Desain &
Implementasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kusrini. 2007. Konsep dan Aplikasi Sistem Penunjang Keputusan. Yogyakarta:
Andi Offset.
—. 2007. Strategi Perancangan dan Pengelolaan Basis Data. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Perdani, Etika Wahyu, Agus Suryanto, Riana Defi, dan Sri Sukamta. 2014.
“Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Siswa Baru dengan Metode
Simple Additive Weighting (SAW).” Edu Komputika Journal 34-39.
Pristiwanto. 2014. “Sistem Pendukung Keputusan dengan Metode Simple
Additive Weighting untuk Menentukan Dosen Pembimbing Skripsi.”
Majalah Ilmiah Informasi dan Teknologi Volume 11 Nomor 1 11-15.
Saleh, Sofyan M., Ibnu Abbas Majid, dan Firdasari. 2013. “Penerapan Metode
Analytical Hierarchy Process dalam Penentuan Prioritas Penanganan
Pemeliharaan Jalan di Kota Banda Aceh .” Jurnal Transportasi Volume 13
No. 2 75-84.
Soeherman, Bonnie, dan Marion Pinontoan. 2008. Designing Information System.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sukirman, Silvia. 1999. Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung:
Nova.
Suryadi, Kadarsah, dan Ali Ramdani. 2002. Sistem Pendukung Keputusan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Testiasari, Mitta, Rekyan Regasari Mardi Putri, dan Wayan Firdaus Mahmudy.
2014. “Sistem Pendukung Keputusan Kelayakan Pemohon Kredit Motor
dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW).” Jurnal Mahasiswa
PTIIK UB Volume 4 - Number 4 1-17.
Turban, Efraim, Jay E Aronson, dan Ting-Peng Liang. 2005. Decision Support
Systems and Intelligent Systems. New Jersey: Pearson Education.
Utama, Yadi. 2013. “Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Prioritas
Penanganan Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Saw Berbasis Mobile
Web.” Jurnal Ilmiah Sistem Informasi Universitas Sriwijaya Vol 5, No 1
566-584.