berta laporan kimia fisik perc.1

27
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I ENTALPI PELARUTAN Oleh : Nama : Berta Yuda Sisilia Putri NIM : 131810301051 Kelompok : 5 Asisten : Putri Zakiah B. LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Upload: berta-yuda-sisilia-putri

Post on 03-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

KIMFIS I

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I

ENTALPI PELARUTAN

Oleh :

Nama : Berta Yuda Sisilia Putri

NIM : 131810301051

Kelompok : 5

Asisten : Putri Zakiah B.

LABORATORIUM KIMIA FISIK

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

2015

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

Menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan panas

kelarutannya.

1.2 Latar Belakang

Senyawa dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan kelarutannya, yaitu

senyawa yang larut dan tidak larut dalam suatu pelarut. Larutan dibagi menjadi 3

berdasarkan kelarutannya yaitu larutan jenuh, larutan tidak jenuh dan juga larutan

lewat jenuh. Larutan disebut jenuh pada temperatur tertentu jika larutan tidak

dapat melarutkan zat terlarut. Jumlah zat terlarut kurang dari pelarut disebut

larutan tidak jenuh dan bila lebih disebut lewat jenuh. Zat yang dapat membentuk

larutan lewat jenuh adalah asam oksalat. Pada praktikum kali ini akan dilakukan

penentuan besarnya entalpi pelarutan pada suatu larutan jenuh dan juga pengaruh

suhu atau temperatur terhadap kelarutan suatu zat.

Entalpi adalah jumlah total dari semua bentuk energi itu dengan lambang (H).

Entalpi akan tetap konstan selama tidak ada energi yang masuk atau keluar dari

zat. Entalpi tergolong sifat eksternal, yakni yang bergantung pada jumlah mol zat.

Entalpi digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu entalpi pembentukan standar,

entalpi penguraian standar, entalpi pembakaran standar, dan entalpi pelarutan

standar. Entalpi yang berperan disini adalah entalpi pelarutan. Entalpi pelarutan

menyatakan jumlah kalor yang diperlukan atau dibebaskan untuk melarutkan 1

mol zat pada keadaan standar. Hal-hal yang mempengaruhi kelarutan suatu zat

adalah jenis zat pelarut, jenis zat terlarut, temperatur, dan tekanan. Kecenderungan

naik atau turunnya suhu dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap

kelarutan zat serta pentingnya menghitung panas pelarutan yang terjadi saat suhu

mempengaruhi kelarutan. Hal ini yang mendasari percobaan entalpi pelarutan

dilakukan untuk dilakukan.

1.3 Tinjaun Pustaka

1.3.1. MSDS ( Material Safety data Sheet )

a. Asam Oksalat

Asam oksalat mempunyai wujud padatan berwarna kristal putih. Asam

oksalat memiliki titik didih antara 101-102oC. Berat molekul untuk asam oksalat

anhidrat (C2H2O4) adalah 90,03 gram/mol dan. Bahan ini memiliki massa jenis

pada keadaan anhidrat yaitu 1,90 gram/cm3. Kerapatan asam oksalat dalam air

pada suhu 15oC adalah 9,5 gram/100 mL, 14,30 gram/100 mL pada suhu 25oC,

dan 120 gram/100 mL pada suhu 100oC. Identifikasi bahaya bahan ini berada pada

tingkat menengah bila terhirup ataupun tertelan. Bahan ini juga bersifat korosif

dan dapat menyebabkan luka bakar jika terkena kulit. Kontak dengan mata dapat

diatasi dengan dibilas menggunakan air bersih selama kurang lebih 15 menit, hal

yang sama dilakukan jika terjadi kontak dengan kulit. Penyimpanan asam oksalat

sebaiknya dikumpulkan bersama asam-asam yang lain, di tempatkan di daerah

yang sejuk, tertutup, dan kering. Asam ini diusahakan jauh dari logam-logam.

Pembuangan bahan ini sebaiknya diencerkan terlebih dahulu dengan air,

kemudian dibuang di wastafel (Sciencelab, 2013).

b. Indikator PP

Indikator phenolphtalein digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu

larutan bersifat asam atau basa. Indikator PP mempunyai warna tertentu pada

trayek pH/rentang pH tertentu yang ditunjukkan dengan perubahan warna

indikator. Indikator PP merupakan indikator yang menunjukkan pH basa, karena

memiliki trayek pH antara 8,3-10,0 (dari tak berwarna - merah muda). NaOH

diberi indikator PP warnanya akan berubah menjadi merah muda, maka trayek

pH-nya mungkin sekitar 9-10. Senyawa ini dapat menyebabkan iritasi pada mata

maupun kulit. Indikator PP tidak bersifat korsif pada kulit ataupun mata. Senyawa

ini dapat menyebabkan mutagenik pada bakteri. Indikator PP akan beracun jika

masuk ke dalam darah, sistem reproduksi, maupun liver. Cara yang seharusnya

dilakukan untuk mengatasi adalah segera membilas mata atau kulit yang terkena

larutan ini dengan air bersih kurang lebih 15 menit. Penyimpanan seharusnya

dilakukan pada tempat tertutup, sejuk, dan kering. Pembuangan bahan ini dapat

dilakukan di wastafel dengan mengalirkan air (Sciencelab, 2013).

c. Natrium Hidroksida

Natium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat. Natrium hidroksida

akan membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan dalam air. NaOH

mempunyai massa molar 39,99 gram/mol dan berwujud kristal putih padat. Kristal

NaOH bersifat mudah menyerap air atau uap air dalam keadaan terbuka

(higroskopis). Massa jenis NaOH adalah 2,1 gram/cm3 pada wujud padat. Titik

leleh dan titik didih dari natrium hidroksida berturut-turut adalah 318oC dan

1390oC. NaOH sangat larut dalam air hingga 111 gram/100 mL air pada suhu

20oC. Senyawa ini sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika

dilarutkan, dan senyawa ini juga larut dalam etanol dan methanol. Senyawa ini

dapat menyebabkan luka bakar pada mata yang memungkinkan menimbulkan

kebutaan atau menyebabkan kornea mata rusak. NaOH juga bisa menyebabkan

luka bakar pada kulit. Ketika tertelan senyawa ini dapat menyebabkan gangguan

pencernaan. Natrium hidroksida juga menyebabkan iritasi saluran pernapasan,

susah bernafas, dan memungkinkan terjadinya koma. Jika terkena kulit secara

terus menerus dan jangka waktu lama dapat menyebabkan dermatitis. Pertolongan

yang seharusnya diberikan adalah segera membilas mata dan kulit dengan air

bersih selama kurang lebih 15 menit. Jika terkena pakaian segera dilepas dan

diganti dengan pakaian yang bersih. Jika tertelan berikan segelas air namun

jangan berikan makanan lewat mulut sebelum ada perintah dari petugas medis.

Praktikan dibawa ke udara terbuka dan jika tidak bernafas maka diberikan oksigen

untuk membantunya. Penyimpanannya seharusnya diletakkan pada tempat yang

tertutup agar tidak terkontaminasi dengan udara luar kemudian diletakkan pada

tempat yang sejuk dan kering (Sciencelab, 2013).

d. NaCl

Natrium klorida sering disebut dengan garam dapur. NaCl mempunyai

massa molar 58,44 gram/mol. Kerapatan atau massa jenisnya adalah 2,16

gram/cm3. NaCl memiliki titik leleh 801oC dan titik didih 1465oC. Bahan ini

memiliki kelarutan dalam air sebesar 35,9 gram/100 mL air pada suhu 25oC. NaCl

tidak berbahaya bila tertelan namun jika dalam jumlah banyak dapat

menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama. Jika terkena

kulit yang teriritasi akan menimbulkan rasa perih. Jika terkena mata dapat

menimbulkan iritasi ringan. Pertolongan yang harus dilakukan membilas mata dan

kulit yang terkena garam dapur selama kurang lebih 15 menit. Jika terjadi iritasi

atau gejala yang lebih parah segera hubungi petugas medis. Penyimpanan yang

baik dilakukan di tempat yang sejuk, kering, dan tertutup (Sciencelab, 2013).

1.3.2. Dasar teori

Entalpi (H) adalah besaran mutlak yang tidak dapat diukur atau ditentukan,

sedangkan pada suatu proses yang terukur adalah harga dari ∆H (Syukri, 1999).

Entalpi hanya bergantung pada keadaan sistem sekarang, sehingga entalpi

merupakan fungsi keadaan. Perubahan entalpi antara setiap pasangan keadaan

awal dan keadaan akhir tidak tergantung pada jalannya. Perubahan entalpi yang

mengikuti perubahan fisika dan perubahan kimia dapat diukur dengan

kalorimeter. Pengukuran ini dilakukan dengan memantau perubahan temperatur

yang mengikuti proses terjadi pada tekanan tetap. Salah satu cara untuk

melakukan ini pada reaksi pembakaran adalah dengan menggunakan kalorimeter

adiabatik dan mengukur ΔT pada saat sejumlah zat terbakar api dalam oksigen

yang diberikan, dan kemudian menggunakan kapasitas kalor sebagai faktor

konversi. Cara lain mengukur ΔH adalah dengan mengukur perubahan energi

dalam dengan kalorimeter bom, kemudian mengubah nilai ΔU menjadi ΔH. Nilai

ΔH dan ΔU hampir sama untuk reaksi yang tidak melibatkan gas (Atkins, 1993).

Nilai ∆H dapat digunakan untuk meramalkan suatu proses reaksi. ∆H lebih besar

dari 0 proses berjalan secara endotermis, yaitu sistem menyerap kalor, ∆H = 0

proses berjalan secara adiabatik, semua kalor diubah menjadi kerja, sedangkan

∆H kurang dari 0 proses berjalan secara eksotermis, yaitu sistem melepaskan

kalor. Hubungan-hubungan yang melibatkan entalpi diantaranya adalah ∆H adalah

suatu sifat ekstensif yaitu perubahan entalpi sebanding dengan jumlah zat yang

terlibat dalam reaksi, jika kita gandakan dua kali jumlah zat yang terlibat dalam

reaksi maka perubahan entalpi reaksi juga menjadi dua kali. ∆H akan berubah

tanda bila arah reaksi berlangsung sebaliknya (Syukri, 1999).

Perubahan entalpi pelarutan adalah kalor yang menyertai proses

penambahan sejumlah tertentu zat terlarut terhadap zat pelarut pada suhu dan

tekanan tetap. Zat terlarut jika dilarutkan dalam pelarut maka dapat terjadi

pelepasan atau penyerapan kalor, secara umum kalor reaksi bergantung pada

konsentrasi larutan akhir. Terdapat dua macam entalpi pelarutan yaitu entalpi

pelarutan integral dan entalpi pelarutan diferensial. Entalpi pelarutan integral

adalah perubahan entalpi jika satu mol zat terlarut dilarutkan ke dalam n mol

pelarut. Zat terlarut apabila dilarutkan dalam pelarut yang secara kimia sama dan

tidak ada komplikasi mengenai ionisasi atau solvasi, kalor pelarutan dapat hampir

sama dengan kalor pelelehan zat terlarut (Alberty,1992).

Kalor (q) adalah bentuk energi yang dipindahkan melalui batas-batas sistem,

sebagai akibat adanya perbedaan suhu antara sistem dengan lingkungan. Bila

sistem menyerap kalor, q bertanda positif dan q bertanda negatif bila sistem

melepaskan kalor. Kalor (q) bukan merupakan fungsi keadaan karena besarnya

tergantung pada proses. Kapasitas kalor adalah banyaknya energi kalor yang

dibutuhkan untuk meningkatkan suhu zat 1oC. Kapasitas kalor tentu saja

tergantung pada jumlah zat. Kapasitas kalor spesifik dapat disederhanakan, kalor

jenis adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1

gram zat sebesar 1oC. Kalor jenis molar adalah banyaknya energi kalor yang

dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 mol zat sebesar 1oC (Petrucci, 1996).

Perubahan entalpi (ΔH) adalah Hakhir-Hmula mula, Hakhir dan Hmula mula tidak dapat

diukur karena jumlah energi total dari sistem adalah jumlah dari semua Ep dan Ek.

Jumlah energi total ini tidak dapat diukur karena kecepatan pergerakan molekul

molekul dari sisterm dan gaya tarik menarik serta tolak menolak antara molekul

dalam sistem tersebut tidak dapat diketahui secara pasti. ΔH bernilai negatif

(eksoterm) jika Hakhir < Hmula mula dan ΔH bernilai positif (endoterm) jika Hakhir >

Hmula mula (Brady, 2008).

Proses pelarutan menyebabkan molekul-molekul menyebar secara acak,

kecepatan difusi lebih tinggi bila temperatur dinaikkan, sehingga selang beberapa

waktu akan didapatkan larutan homogen yang seragam. Dua cairan yang dapat

bercampur secara seragam dikatakan dapat campur (miscible) (Keenan, 1990).

Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip, umumnya dapat saling bercampur baik

sementara yang tidak mirirp biasanya sukar bercampur. Beberapa contoh zat yang

dapat saling bercampur maupun tak bercampur adalah air dan alkohol bercampur

sempurna, air dan eter bercampur sebagian, sedangkan air dan minyak sama sekali

tidak bercampur (Respati, 1987).

Panas pelarutan adalah panas yang menyertai reaksi kimia pada pelarutan

mol zat solute dalam mol solvent pada tekanan dan temperatur yang sama. Panas

pelarutan didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang terjadi bila dua zat atau

lebih zat murni dalam keadaan standar dicampur pada tekanan dan temperatur

tetap untuk membuat larutan. Hal ini disebabkan adanya ikatan kimia dari atom -

atom. Panas pelarutan dibagi menjadi dua yaitu panas pelarutan integral dan panas

pelarutan diferensial. Pada tekanan dan temperatur tetap, panas pelarutan

disebabkan karena pembentukan ikatan kimia baru dari asam- asam pelarutan,

perubahan gaya antara molekul tak sejenis dengan molekul sejenis. Pada peristiwa

pelarutan, kadang-kadang terjadi perubahan energi, hal ini disebabkan adanya

perbedaan gaya tarik-menarik antara molekul sejenis. Gaya ini jauh lebih kecil

daripada gaya tarik pada ikatan kimia, sehingga panas pelarutan biasanya jauh

lebih kecil daripada panas reaksi (Alberty, 1983).

Kesetimbangan terganggu dengan perubahan temperatur akan

mengakibatkan konsentrasi larutannya berubah. Menurut Vant hoff, pengaruh

temperatur terhadap kelarutannya dapat dinyatakan sebagai berikut:

d ln Sdt

= ∆ H

R T 2 ………………………………...……………… (1)

dengan mengintegralkan dari T1 ke T2, maka dihasilkan :

lnS 2S 1

={∆ HR }{T 1−1T 2−1 } …………………………………..(2)

ln S=−∆ HRT

+Const………………………………………..(3)

Dimana:

1. S1, S2= kelarutan zat masing-masing pada temperatur T1 dan T2 (g/1000

gram solven)

2. ∆ H=¿ panas pelarutan (panas pelarutan/g)

3. R=¿konstanta gas umum

(Tim Kimia Fisik, 2015).

Pengaruh temperatur bergantung pada panas pelarutan. Bila panas

pelarutan (∆H) negatif, daya larut turun dengan naiknya temperatur. Bila panas

pelarutan (∆H) positif, daya larut naik dengan naiknya temperatur. Tekanan tidak

begitu berpengaruh terhadap daya larut zat padat dan cair, tetapi berpengaruh pada

daya larut gas (Sukardjo, 1997).

Penentuan perubahan entalpi yang terjadi pada larutan dapat dilakukan

dengan menetapkan konsentrasi larutannya terlebih dahulu. Panas pelarutan suatu

zat adalah perubahan entalpi yang terjadi bila 1 mol zat itu dilarutkan ke dalam

suatu pelarutan untuk mencapai konsentrasi tertentu. Panas pelarutan tersebut

dinamakan panas pelarutan integral atau panas pelarutan total. Panas pelarutan

bukan bergantung pada jenis zat yang dilarutkan, jenis pelarut, suhu, dan tekanan,

tetapi bergantung pada konsentrasi larutan yang hendak dicapai. Bila suatu zat

terlarut dilarutkan dalam pelarut, kalor dapat diserap atau dilepaskan, kalor reaksi

bergantung pada konsentrasi larutan akhir (Alberty, 1983).

BAB 2. METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1. Alat

- Termometer

- Buret 50 ml

- Erlenmayer 250 ml

- Gelas ukur 250 ml

- Pipet volume 10 ml

- Pengaduk gelas

2.1.2 Bahan

- NaOH 0,5 N

- Indikator PP

- Asam oksalat

- NaCl

- Es batu

2.2. Skema Kerja

- dilarutkan hingga jenuh pada 100 mL akuades.

- ditentukan kelarutan dalam akuades pada temperatur -1°C,

4°C, 9°C, 14°C, 19°C

- dimasukkan dalam waterbath, digunakan es batu untuk

menurunkan pada temperature yang dikehendaki. Diaduk

larutan agar temperatur sistem menjadi homogen, setelah

konstan maka didiamkan.

- diambil 5 ml larutan (kristal asam oksalat yang tidak larut

jangan sampai ikut terbawa. Dititrasi dengan larutan NaOH

0,5 N dengan menggunakan indikator PP. Dilakukan duplo.

Asam Oksalat

Hasil

BAB 3. HASIL DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Hasil

Suhu

(°C)Ulangan

Massa

H2C2O4

(gram)

Volume

H2C2O4 (mL)

Indikator PP

(Tetes)

Volume

NaOH

(ml)

51 14,7 5 2 8,2

2 14,7 5 2 7,9

101 14,7 5 2 8,8

2 14,7 5 2 8,2

151 14,7 5 2 8,8

2 14,7 5 2 8,1

201 14,7 5 2 10,9

2 14,7 5 2 10,0

251 14,7 5 2 10,4

2 14,7 5 2 11,6

3.2 Pengolahan Data

Suhu °C -1 4 9 14 19

Normalitas

H2C2O4

0,805 0,850 0,845 1,045 1,1

M H2C2O4

(M)0,4025 0,4250 0,4225 0,5225 0,550

Mol H2C2O4

(mol)

2,0125×

10-3

2,1250×

10-3

2,1125×

10-3

2,6125×

10-32,750×10-3

S asam oksalat

(gram/ml)0,0362 0,0382 0,0380 0,0470 0,0495

Entalpi

Pelarutan+10,53 kJ/mol

BAB 4. PEMBAHASAN

Praktikum pertama ini mengenai entalpi pelarutan yang bertujuan

menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan panas

kelarutannya. Menurut Alberty (1983) panas pelarutan didefinisikan sebagai

perubahan entalpi yang terjadi bila dua zat atau lebih zat murni dalam keadaan

standar dicampur pada tekanan dan temperatur tetap untuk membuat larutan.

Adanya panas pelarutan karena pembentukan ikatan kimia baru dari asam- asam

pelarutan, antara asam oksalat dengan air saat dicampur terjadi perubahan gaya

antara molekul tak sejenis dengan molekul sejenis. Perubahan energi terjadi pada

saat pelarutan asam oksalat dalam air hal ini disebabkan adanya perbedaan gaya

tarik-menarik antara molekul sejenis. Gaya ini jauh lebih kecil daripada gaya tarik

pada ikatan kimia, sehingga panas pelarutan biasanya jauh lebih kecil daripada

panas reaksi.

Proses pembuatan larutan jenuh asam oksalat dapat dipercepat dengan

proses pengadukan. Larutan yang diaduk membuat partikel-partikel zat dalam

larutan bergerak semakin tidak beraturan. Hal ini menyebabkan larutan homogen.

Larutan asam oksalat yang dilarutkan dalam air diaduk hingga asam oksalat tidak

dapat larut lagi dalam air. Kondisi ini yang disebut dengan larutan jenuh. Tujuan

larutan jenuh yang telah dibuat dimasukkan ke dalam waterbath pada suhu yang

berbeda-beda yaitu -1°C, 4°C, 9°C, 14°C, dan 19°C adalah untuk mengetahui

pengaruh suhu pada kelarutan asam oksalat dan panas pelarutannya. Pengaruh

suhu terhadap kelarutan ini sangat dipengaruhi oleh panas pelarutannya. Menurut

Sukardjo (1997), pengaruh temperatur bergantung pada panas pelarutan. Bila

panas pelarutan (∆H) negatif, daya larut turun dengan naiknya temperatur. Bila

panas pelarutan (∆H) positif, daya larut naik dengan naiknya temperatur. Tekanan

tidak begitu berpengaruh terhadap daya larut zat padat dan cair, tetapi

berpengaruh pada daya larut gas.

Larutan asam oksalat yang sudah jenuh dipipet sebanyak 5 mL yang

kemudian dilakukan titrasi dengan sesuai suhu yang dikehendaki dengan larutan

NaOH 0,5 N. Titrasi ini tergolong titrasi asam basa. Titrasi asam basa ini

bertujuan untuk mengetahui banyaknya kristal asam oksalat yang dapat larut

dalam air. Volume NaOH semakin besar seiring dengan meningkatnya suhu,

sedangkan konsentrasi larutan asam oksalat besar pada suhu yang tinggi. Hal ini

mengakibatkan basa yang dibutuhkan untuk menetralkan larutan asam oksalat

juga semakin banyak. Reaksi titrasi asam oksalat dengan larutan NaOH sebagai

berikut:

H2C2O4 (aq) + 2NaOH (aq) Na2C2O4 (aq) + 2H2O (l)

Titrasi yang terjadi antara asam lemah dan basa kuat ini mengakibatkan

pH pada titik ekivalen di atas 7, sehingga digunakan indikator phenolphtalein

yang memiliki trayek kerja antara pH 8-10 dengan perubahan warna dari tidak

berwarna-merah muda. Pemilihan indikator secara tepat akan mempermudah

pengamatan pada titik ekivalen, sehingga dapat ditentukan titik akhir titrasi. Titik

akhir titrasi larutan asam oksalat dengan larutan NaOH ditandai dengan warna

larutan berubah menjadi merah muda pudar. Sehingga dapat dikatakan proses

tirasi sudah berakhir. Proses titrasi ini menentukan konsentrasi asam oksalat mula-

mula yang dapat ditentukan dengan perbandingan mol NaOH dan asam oksalat.

. Berdasarkan hasil praktikum yang telah diamati, kelarutan semakin tinggi

seiring dengan kenaikan temperatur, dibuktikan dengan saat dilakukan titrasi,

volume NaOH yang dibutuhkan semakin banyak untuk mentitrasi asam oksalat

yang dilarutkan dalam temperatur yang semakin tinggi. Hasil percobaan

menunjukkan bahwa molaritas asam oksalat meningkat seiring dengan

meningkatnya suhu kecuali pada suhu 4°C. Molaritas suatu larutan

menyatakan jumlah mol suatu zat per liter larutan. Molaritas pada suhu ke -1°C,

4°C, 9°C, 14°C dan 19°C semakin meningkat. Jumlah mol asam oksalat juga

semakin meningkat seiring dengan meningkatnya suhu kecuali pada suhu ke 9°C

lebih rendah jumlah mol asam oksalatnya dari pada pada suhu ke 4°C. Seharusnya

semakin tinggi suhu, mol asam oksalat yang terlarut harusnya juga semakin

banyak karena meningkatnya gerakan partikel-partikel, banyaknya asam oksalat

yang larut akan berpengaruh terhadap konsentrasi larutan tersebut, yakni semakin

banyak asam oksalat yang larut maka konsentrasi suatu larutan akan lebih tinggi,

sebaliknya konsentrasi dari suatu larutan akan menurun jika jumlah mol asam

oksalat yang larut semakin sedikit. Penurunan pada suhu ke 9°C kemungkinan

dikarenakan pengukuran suhu yang kurang tepat serta saat titrasi yang terlalu

sedikit berlebihan NaOH sehingga warna yang dihasilkan begitu pink dan sulit

untuk melihat volume yang dibutuhkan titrasi dengan tepat.

Data yang diperoleh seperti normalitas, molaritas, mol, molalitas asam

oksalat, kemudian dapat digunakan untuk menentukan kelarutan asam oksalat,

dimana rumus kelarutan asam oksalat yaitu banyaknya mol asam oksalat yang

larut dikali dengan berat molekul dan dibagi dalam volume pelarutnya. Hasil

percobaan menunjukkan bahwa kelarutan asam oksalat semakin meningkat seiring

dengan meningkatnya suhu.

Data kelarutan zat dan suhu ini kemudian digunakan untuk mencari nilai

entalpi pelarutannya dengan cara memplotkan data tersebut. Nilai slope pada

grafik tersebut merupakan ∆ H /R. Entalpi pelarutan ∆ Hdicari dengan m slope

dikalikan dengan R (Nilai slope yang diperoleh sebesar -1266,3x dengan R2

sebesar 0,876 sehingga dapat ditentukan nilai entalpi pelarutan asam oksalat

adalah +10,53 kJ/mol. Grafik hubungan antara suhu dan kelarutan dapat dilihat di

bawah ini :

0.0034 0.00345 0.0035 0.00355 0.0036 0.00365 0.0037

-3.35

-3.3

-3.25

-3.2

-3.15

-3.1

-3.05

-3

-2.95

-2.9

-2.85

f(x) = − 1266.31977294231 x + 1.30890255439932R² = 0.876859294404168

grafik ln s vs 1/T

Series2Linear (Series2)

1/T (K-1)

ln s

Gambar 1. Grafik Hubungan Suhu dengan Kelarutan

Berdasarkan hasil entalpi yang telah diketahui yaitu berharga positif,

dimana bila panas pelarutan bernilai positif (∆H) positif, maka daya larut akan

semakin meningkat seiring dengan naiknya suhu. Entalpi pelarutan pada

percobaan ini bernilai positif, hal ini sesuai dengan hasil percobaan dimana

kelarutan asam oksalat meningkat dengan naiknya suhu. Sehingga pada percobaan

kali ini terjadi reaksi endoterm.

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah :

1. Temperatur mempengaruhi kelarutan suatu zat, dimana semakin tinggi

temperature maka semakin besar pula kelarutan zatnya dan nilai entalpi

pelarutannya bernilai positif.

2. Entalpi pelarutan asam oksalat pada percobaan ini adalah +10,53 kJ/mol dan

termasuk reaksi endotermis.

5.2. Saran

Saran untuk praktikum ini adalah warna larutan saat titik akhir titrasi

diusahakan berwarna merah muda pudar, karena jika terlalu merah, data yang

diperoleh tidak akan dapat merepresentasikan pengaruh temperatur pada

kelarutan.

DAFTAR PUSTAKA

Alberty, R.A. 1983. Kimia Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Atkins, P.W. 1993. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.

Brady, J.E. 2008. Kimia Universitas, Jilid 1, Edisi Kelima. Jakarta : Binarupa

Aksara.

Petrucci, R.H. 1996. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi ke-4 Jilid 2.

Jakarta: Erlangga.

Respati. 1987. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta: PT. Gramedia.

Sciencelab. 2013. Material Safety Data Sheet : Sodium Chloride MSDS [Serial Online] www.sciencelab.com. Diakses 25 Maret 2015.

Sciencelab. 2013. Material Safety Data Sheet : Phenolphthalein TS MSDS [Serial Online] www.sciencelab.com. Diakses 25 Maret 2015.

Sciencelab. 2013. Material Safety Data Sheet : Oxalic acid anhydrous MSDS [Serial Online] www.sciencelab.com. Diakses 25 Maret 2015.

Sciencelab. 2013. Material Safety Data Sheet : Sodium hydroxide MSDS [Serial Online] www.sciencelab.com. Diakses 25 Maret 2015.

Sukardjo. 1997. Termodinamika Kimia. Jakarta : Erlangga.

Syukri, S. 1999. Termodinamika Kimia. Jakarta : Erlangga.

Tim Kimia Fisik. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Jember: FMIPA

Universitas Jember.

LAMPIRAN PERHITUNGAN

Pada Suhu -1oC

1. Normalitas Asam Oksalat

N1 x V1 = N2 x V2

N1 x5 mL = 0,5N x 8,05 mL

N1 = 0,805 N

2.Molaritas Asam Oksalat

M= N2

=0,8052

=0,4025 M

3.Mol Asam Oksalat

n = M x V =0,4025mol

L× 5 mL×

1 L1000 mL

= 2,0125×10-3mol

4. Kelarutan Oksalat

S=n x Mr (oksalat )

5 mL=2,0125 x10−3mol x 90 gr /mol

5 mL=0,0362 gr /mL

Pada Suhu 4oC

1. Normalitas Asam Oksalat

N1 x V1 = N2 x V2

N1 x 5 mL = 0,5N x 8,50 mL

N1 = 0,850 N

2.Molaritas Asam Oksalat

M= N2

=0,8502

=0,4250 M

3.Mol Asam Oksalat

n = M x V = 0,4250mol

L× 5 mL×

1 L1000 mL

= 2,1250×10-3mol

4. Kelarutan Oksalat

S=n x Mr (oksalat )

5mL=2,1250 x10−3mol x 90 gr /mol

5mL=0,0382 gr /mL

Pada Suhu 9oC

1. Normalitas Asam Oksalat

N1 x V1 = N2 x V2

N1 x 5 mL= 0,5N x 8,45 mL

N1 = 0,845 N

2.Molaritas Asam Oksalat

M= N2

=0,8452

=0,4225 M

3.Mol Asam Oksalat

n = M x V = 0,4225mol

L× 5 mL×

1 L1000 mL

= 2,1125×10-3mol

4. Kelarutan Oksalat

S=n x Mr (oksalat )

5 mL=2,1125 x 10−3 mol x90 gr /mol

5 mL=0,0380 gr /mL

Pada Suhu14oC

1. Normalitas Asam Oksalat

N1 x V1 = N2 x V2

N1 x 5 mL = 0,5N x 10,45 mL

N1 = 1,045 N

2.Molaritas Asam Oksalat

M= N2

=1,0452

=0,5225 M

3.Mol Asam Oksalat

n = M x V = 0,5225mol

L× 5 mL×

1 L1000 mL

= 2,6125×10-3mol

4. Kelarutan Oksalat

S=n x Mr (oksalat )

5mL=2,6125 x10−3mol x 90 gr /mol

5mL=0,0470 gr /mL

Pada Suhu 19oC

1. Normalitas Asam Oksalat

N1 x V1 = N2 x V2

N1 x5 mL = 0,5N x 11,0 mL

N1 = 1,1N

2.Molaritas Asam Oksalat

M= N2

=1,1002

=0,550 M

3.Mol Asam Oksalat

n = M x V = 0,550mol

L× 5mL×

1 L1000 mL

= 2,750×10-3mol

4. Kelarutan Oksalat

S=n x Mr (oksalat )

5 mL=2,750 x10−3mol x 90 gr /mol

5 mL=0,0495 gr /mL

Grafik hubungan antara 1/suhu dengan kelarutan

T (0C) T (K) 1/T(K-1)Kelarutan

(g/mL)ln kelarutan

-1 272 0,00368 0,0362 -3,32

4 277 0,00361 0,0382 -3,26

9 282 0,00355 0,0380 -3,27

14 278 0,00348 0,0470 -3,06

19 292 0,00342 0,0495 -3,01

0.0034 0.00345 0.0035 0.00355 0.0036 0.00365 0.0037

-3.35

-3.3

-3.25

-3.2

-3.15

-3.1

-3.05

-3

-2.95

-2.9

-2.85

f(x) = − 1266.31977294228 x + 1.3089025543992R² = 0.876859294404153

grafik ln s vs 1/T

Series2Linear (Series2)

1/T (K-1)

ln s

EntalpiPelarutan ln s = -ΔH/RT

m =−∆ H

R∆H = -m x R

= - (-1266,3) x 8,314 J/mol.K

= +10528,02 J/mol. = +10,53 kJ/mol

LAMPIRAN GAMBAR