bentang alam fluvial

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.1.1 Memahami tentang bentang alam fluvial 1.1.2 Mengetahui proses-proses yang membentuk bentang alam fluvial 1.1.3 Mengetahui macam-macam bentang alam fluvial 1.1.4 Mengetahui pembagian stadia sungai 1.1.5 Memahami interpretasi peta topografi pada bentang alam fluvial 1.2 Tujuan 1.2.1 Dapat memahami tentang bentang alam fluvial 1.2.2 Dapat mengetahui proses-proses yang membentuk bentang alam fluvial 1.2.3 Dapat mengetahui macam-macam bentang alam fluvial 1.2.4 Dapat mengetahui pembagian stadia sungai 1.2.5 Dapat memahami interpretasi peta topografi pada bentang alam fluvial 1.3 Waktu Pelaksanaan Praktikum 1.3.1 Praktikum Laboratorium 1

Upload: ichsan-adhi-chrisna

Post on 01-Jul-2015

1.324 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bentang Alam Fluvial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud

1.1.1 Memahami tentang bentang alam fluvial

1.1.2 Mengetahui proses-proses yang membentuk bentang alam

fluvial

1.1.3 Mengetahui macam-macam bentang alam fluvial

1.1.4 Mengetahui pembagian stadia sungai

1.1.5 Memahami interpretasi peta topografi pada bentang alam fluvial

1.2 Tujuan

1.2.1 Dapat memahami tentang bentang alam fluvial

1.2.2 Dapat mengetahui proses-proses yang membentuk bentang alam

fluvial

1.2.3 Dapat mengetahui macam-macam bentang alam fluvial

1.2.4 Dapat mengetahui pembagian stadia sungai

1.2.5 Dapat memahami interpretasi peta topografi pada bentang alam

fluvial

1.3 Waktu Pelaksanaan Praktikum

1.3.1 Praktikum Laboratorium

Dilaksanakan pada hari Jumat, 18 Maret 2011 pukul 13.00

WIB, bertempat di GKB Gedung C lantai 2 Universitas

Diponegoro

1.3.2 Praktikum Lapangan

-Lokasi 1 : Kali Garang, pada tanggal 19 Maret 2011, pukul

08.00 WIB

-Lokasi 2 : Kali Alang, pada pada tanggal 19 Maret 2011, pukul

10.07 WIB

1

Page 2: Bentang Alam Fluvial

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Ruang Lingkup Spasial

Praktikum ini mempunyai ruang lingkup spasial daerah

Kaligarang, dan Kali Alang.

1.4.2 Ruang Lingkup Substansial

Praktikum ini mempunyai ruang lingkup subtansial

Kabupaen Semarang, Jawa Tengah.

2

Page 3: Bentang Alam Fluvial

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Bentang Alam Fluvial

Bentang alam fluvial adalah satuan geomorfologi yang

pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil. Proses

fluviatil adalah semua proses yang terjadi di alam baik fisika,

maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk

permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik

yang merupakan air yang mengalir secara terpadu (sungai),

maupun air yang tidak terkonsentrasi ( sheet water).

Proses fluviatil akan menghasilkan suatu bentang alam

yang khas sebagai akibat tingkah laku air yang mengalir di

permukaan. Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena

proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan

oleh air permukaan. Perlu diketahui bahwa air permukaan

merupakan salah satu mata rantai dari siklus hidrologi. Adanya air

permukaan sangat dikontrol oleh adanya air hujan, sedangkan

besar kecilnya jumlah air permukaan dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu antara lain kelerengan, iklim, litologi dan nilai curah

hujan. Sungai merupakan aliran air yang dibatasi suatu alur yang

mengalir ke tempat / lembah yang lebih rendah karena pengaruh

gravitasi. Sungai termasuk sungai besar, sungai kecil maupun anak

sungai.

2.2 Macam-macam proses fluvial

Proses fluviatil dapat dikelompokkan menjadi tiga macam

yaitu:

1. Proses erosi

3

Page 4: Bentang Alam Fluvial

Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adalah suatu proses

atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah yang

disebabkan oleh pergerakan air atau angin. Sedangkan Arsyad,

1982, mendefinisikan proses erosi sebagai peristiwa pindahnya

atau terangkutnya tanah atu bagian-bagian tanah dari suatu

tempat ke tempat lain oleh media alami. Menurut Holy,1980,

berdasarkan agen penyebabnya, agen penyebab erosi dapat

dibagi menjadi empat macam, yaitu erosi oleh air, erosi oleh

angin, erosi oleh gletser dan erosi oleh salju. Dalam bentang

alam ini, agen penyebab erosi yang paling dominan adalah air.

2. Proses Transportasi

Proses transportasi adalah proses

perpindahan/pengangkutan material yang diakibatkan oleh

tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya

gravitasi.

3. Proses Sedimentasi

Adalah proses pengendapan material karena aliran sungai

tidak mampu lagi mengangkut material yang di bawanya.

Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang

berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih

dahulu, baru kemudian material yang lebih halus dan ringan.

Bagian sungai yang paling efektif untuk proses pengendapan

ini adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada

kelokan sungai, karena biasanya pada bagian kelokan ini

terjadi pengurangan energi yang cukup besar.

Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan

besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir,

energi semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin

halus.

4

Page 5: Bentang Alam Fluvial

2.3 Pola pengaliran

Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya

dapat membentuk suatu pola atau system tertentu yang dikenal

sebagai pola pengaliran. Pola ini dapat dibedakan menjadi beberapa

variasi bergantung struktur batuan dan variasi litologinya.

a. Pola pengaliran rectangular, dimana anak sungai dan induk

sungainya membentuk sudut tegak lurus. Biasanya terdapat pada

daerah patahan yang bersistem teratur.

b. Pola pengaliran sejajar, dimana pola yang arah alirannya sejajar.

Pola ini berkembang pada daerah lereng mempunyai kemiringan

nyata.

c. Pola pengaliran dendritik, dimana pola pengalirannya berbentuk

cabang pohon ynag berarah dan tidak beraturan. Berkembang pada

daerah dengan resistensi beragam.

d. Pola pengaliran trellis, pola yang bernentuk seperti daun dengan

anak-anak sungai sejajar. Biasanya memanjang dan sejajar dengan

jurus perlapisan batuan.

e. Pola pengaliran radial, yaiu pola pengaliran yang arah-arah

pengalirannya menyebar ke segala arah dari satu pusat. Biasanya

berkembang pada kerucut gunung api, kubah stadia muda, dan bukit

kerucut.

f. Pola pengaliran annular, yaitu pola pengaliran dimana anak

sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar, seiring dijumpai

pada daerah kubah stadia dewasa.

g. Pola pengaliran multi basinal, disebut juga sink hole yaitu pola

pengaliran yang tidak sempurna, kadang tampak kadang hilang.

Berkembang pada daerah karst.

h. Pola pengaliran contorted, adalah pola pengaliran yang arahnya

berbalik dari arah semula. Pola ini terdapat pada daerah patahan.

5

Page 6: Bentang Alam Fluvial

2.4 Macam-macam Bentang Alam Fluviatil

Bentang alam fluviatil dapat dibedakan menjadi beberapa

macam berdasar proses pembentukannya, antara lain:

a. Sungai teranyam (braided stream)

Sungai teranyam terbentuk pada bagian hilir sungai yang

mempunyai kemiringan datar atau hampir datar.

Pembentukannya dikarenakan oleh erosi yang berlebihan pada

daerah hulu sungai sehingga terjadi pengendapan pada bagian

alurnya dan membentuk gosong tengah (channel bar). Karena

adanya gosong yang banyak dan berjajar (berderet), maka

alirannya memberikan kesan teranyam.

Gambar 2.3.1 Sungai Teranyam

b. Bar deposit (endapan gosong)

Adalah endapan sungai yang terdapat pada bagian tepi atau

tengah alur sungai. Endapan pada tengah alur disebut sebagai

gosong tengah (channel bar) sedang endapan pada tepi disebut

sebagai gosong tepi (point bar)

6

Page 7: Bentang Alam Fluvial

Gambar 2.3.2 Endapan Gosong

c. Tanggul alam (natural levee)

Adalah tanggul yang terbentuk secara alamiah, hasil

pengendapan luapan banjir dan terdapat pada tepi sungai

sebelah menyebelah. Material pembentuk tenggul alam berasal

dari material hasil transportasi sungai saat banjir dan

diendapkan di luar saluran sehingga membentuk tanggul-

tanggul sepanjang aliran

Gambar 2.3.3 Tanggul Alam

d. Kipas alluvial (alluvial fan)

Adalah bentang alam alluvial yang terbentuk oleh

onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya

terdapat pada suatu dataran di depan gawir. Biasanya tersusun

oleh perselingan pasir dan lempung unconsolidated sehingga

merupakan lapisan penyimpan air yang cukup baik.

7

Page 8: Bentang Alam Fluvial

Gambar 2.3.4 Kipas Aluvial

e. Delta

Adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian

hilir setelah masuk pada daerah base level. Selanjutnya akan

dibahas sendiri pada bab bentang alam pantai dan delta

Gambar 2.3.5 Delta

2.5 Genesa Pembentukan lembah Sungai

Siklus lembah sungai dibagi menjadi tiga tingkatan

(stadia) yaitu muda dewasa dan tua :

a. Stadia muda, dicirikan oleh:

- biasanya di daerah hulu

- sungai sangat aktif, erosi berlangsung cepat

- erosi vertikal lebih kuat daripada erosi lateral

- lembah sungai mempunyai profil berbentuk V

- gradien sungai curam, terdapat jeram dan air terjun

- anak sungai sedikit dan kecil

8

Page 9: Bentang Alam Fluvial

- aliran sungai deras (energi pengangkutan besar)

- bentuk sungai relatif lurus

b. Stadia dewasa, ditandai oleh:

- kecepatan aliran mulai berkurang

- gradien sungai sedang, tidak terdapat jeram dan air terjun

- mulai terbentuk dataran banjir dan tanggul alam

- erosi lateral (ke samping) lebih kuat dari erosi vertikal

- mulai terbentuk meander sungai

- pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling besar

c. Stadia tua, ditandai oleh:

- kecepatan aliran semakin berkurang

- lebih banyak sedimentasi daripada erosi

- berkembang di daerah hilir

- banyak terbentuk sungai meander, danau tapal kuda dan

tanggul alam

- terjadi pelebaran lembah walaupun sangat lembat

2.6 Morfometri

Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap

bentuk lahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan

morfogenetik, sehingga klasifikasi semakin tegas dengan angka –

angka yang jelas.

Rumus kemiringan lereng dari peta topografi dan foto udara :

S = ( Dh / D ) X 100 % (sumber Van Djuidam, 1988)

Keterangan:

S = Kemiringan lereng (%)

Dh = Perbedaan ketinggian (m)

D = Jarak titik tertinggi dengan terendah (m)

9

Page 10: Bentang Alam Fluvial

Tabel 2.1 Hubungan kelas relief - kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian.

(sumber: Van Zuidam,1985)

KELAS RELIEF KEMIRINGAN

LERENG ( % )

PERBEDAAN

KETINGGIAN

(m)

Datar - Hampir datar 0 - 2 < 5

Berombak 3 - 7 5 - 50

Berombak –

Bergelombang

8 - 13 25 - 75

Bergelombang –

Berbukit

14 - 20 75 - 200

Berbukit – Pegunungan 21 - 55 200 - 500

Pegunungan curam 55 - 140 500 - 1.000

pegunungan sangat

curam

> 140 > 1.000

10

Page 11: Bentang Alam Fluvial

BAB III

METODOLOGI

3.1 Praktikum Laboratorium

3.1 Alat

- Pulpen/spidol/rapido/pilot DR

- Pensil dan Karet Penghapus

- Penggaris

- Pensil warna minimal 24 warna

- Isolasi bening

- Gunting

3.2 Bahan

- Peta Topografi

- Kertas millimeter blok

- Kertas kalkir minimal ukuran A4 dua kertas

3.3 Diagram Alir

Mulai

Persiapkan peta topografi

Membuat delineasi pada peta topografi di kalkir 1

Mewarnai satuan yang sudah dibagi di kertas kalkir 1

sesuai dengan bentang alamnya

Pada setiap satuan dibuat 5 sayatan kecil (memotong 5 garis kontur)

Menghitung persen kelerengan dan beda tinggi tiap satuan serta menentukan

nama satuan berdasarkan klasifikasi relief Van Zuidam

11

Page 12: Bentang Alam Fluvial

selesai

Menggambar pola pengaliran serta gambar jalan di kertas kalkir 2

Membuat Profil sayatan peta topografi

mewakili semua bentang alam minimal 15cm

3.2 Praktikum Lapangan

3.1 Alat

- Kompas geologi

- Alat tulis (pensil, pulpen dan karet penghapus)

- Kamera digital

3.2 Bahan

- Buku catatan lapangan

3.3 Diagram Alir

Mulai

Persiapkan alat – alat yang dibutuhkan

Persiapan sarana transportasi yang digunakan

Berangkat menuju lokasi pengamatan

Menentukan arah utara untuk patokan arah

Melakukan deskripsi pada stasiun pengamatan

Presentasi singkat hasil deskripsi

Selesai

12

Page 13: Bentang Alam Fluvial

BAB IV

MORFOMETRI

4.1 Sayatan Satuan Struktural Kotur Rapat

1. IK = 1/2000 x Skala

= 1/2000 x 25.000

= 12.5 cm

` ∆h = n x IK

= 5 x 12,5

= 62,5

D = p x skala

= 1 x 25.000

= 25.000 cm = 250 m

% = 62,5/250 x 100% = 25 %

2. D = P x Skala

= 1,5 x 25.000

= 37.500 cm = 375 m

% = 62,5/375 x 100% = 16,67 %

3. D = P x Skala

= 1,5 x 25.000

= 37.500 cm = 375 m

% = 62,5/375 x 100% = 16,67 %

4. D = P x Skala

= 1,4 x 25.000

= 35.000 cm = 350 m

% = 62,5/350 x 100% = 17,86 %

5. D = P x Skala

= 1,5 x 25.000

= 37.500 cm = 375 m

% =62,5/375 x 100% = 16,67 %

13

Page 14: Bentang Alam Fluvial

Rata-rata sayatan satuan struktural kontur rapat

Rata-rata kelerengan 25 %+16,67 %+16,67 %+17,86 %+16,67 %

5

18,57%

Setelah Prosentase kelerengan di rata-rata morfologi satuan

struktural kontur rapat menurut klasifikasi Van Zuidam adalah Berbukit -

Bergelombang.

Sedangkan beda tinggi pada morfologi ini diperoleh

Top Hill –Down Hill = 199 112 = 87 m

4.2 Sayatan Satuan Struktural Kontur Renggang

1. IK = 1/2000 x Skala

= 1/2000 x 25.000

= 12.5 cm

` ∆h = n x IK

= 5 x 12,5

= 62,5

D = p x skala

= 2,3 x 25.000

= 57.500 cm = 575 m

% = 62,5/575 x 100% = 10,87 %

2. D = P x Skala

= 2,8 x 25.000

= 70.000 cm = 700 m

% = 62,5/700 x 100% = 8,93 %

3. D = P x Skala

= 1,4 x 25.000

= 35.000 cm = 350 m

% = 62,5/350 x 100% = 17,86 %

14

Page 15: Bentang Alam Fluvial

4. D = P x Skala

= 1,7 x 25.000

= 42.500 cm = 425 m

% = 62,5/425 x 100% = 14,71 %

5. D = P x Skala

= 3,4 x 25.000

= 85.000 cm = 850 m

% =62,5/850 x 100% = 7,35 %

Rata-rata sayatan satuan struktural kontur renggang

Rata-rata kelerengan 10,87 %+8,93 %+17,86 %+14,71 %+7,35 %

5

11,95 %

Setelah Prosentase kelerengan di rata-rata morfologi satuan

struktural kontur renggang menurut klasifikasi Van Zuidam adalah

Bergelombang - Miring.

Sedangkan beda tinggi pada morfologi ini diperoleh

Top Hill –Down Hill = 170 94 = 76 m

4.3 Sayatan Satuan Fluvial

1.IK = 1/2000 x Skala

= 1/2000 x 25.000

= 12.5 cm

` ∆h = n x IK

= 1 x 12,5

= 12,5

D = P x Skala

= 1,4 x 25.000

= 35.000 cm = 350 m

% = 12,5/350 x 100 % = 3,57 %

2. D = P x Skala

15

Page 16: Bentang Alam Fluvial

= 2 x 25.000

= 50.000 cm = 500 m

% = 12,5/500 x 100 % = 2,5 %

3. D = P x Skala

= 1,4 x 25.000

= 35.000 cm = 350 m

% = 12,5/350 x 100 % = 3,57 %

4. D = P x Skala

= 2 x 25.000

= 50.000 cm = 500 m

% = 12,5/500 x 100 % = 2,5 %

5. D = P x Skala

= 0,5 x 25.000

= 12.500 cm = 125 m

% = 12,5/125x 100 % = 10 %

Rata-rata sayatan satuan Fluvial

Rata-rata kelerengan 3,57 %+2,5 %+3,57 %+2,5 %+10 %

5

4,43 %

Setelah Prosentase kelerengan di rata-rata morfologi satuan Fluvial

menurut klasifikasi Van Zuidam adalah Bergelombang - Landai.

16

Page 17: Bentang Alam Fluvial

BAB V

HASIL DESKRIPSI

5.1 STA 1

Lokasi : Kaligarang, Semarang

meander material lepas

Gambar 5.1 Kaligarang Sebelah Kanan Jembatan

dataran banjir meander

point bar

material lepas

Gambar 5.2 Kaligarang Sebelah Kiri Jembatan

Morfologi Daerah : Perbukitan

Litologi : - Batuan Breksi Vulkanik - Batu Lempung

- Konglomerat

Bentuk Lahan : Bentang Alam Fluvial

Energi Transport : Besar

Proses Erosi : Erosi lateral lebih dominan

17

Page 18: Bentang Alam Fluvial

Sedimentasi : Lemah

Stadia Sungai : Stadi Dewasa

Dimensi : - kedalaman : ½ m

- lebar : 20 m

Daratan Banjir : Ada

Tata Guna Lahan : Sebagai jalur irigasi di Semarang

Dampak : - Positif : Tambang batu, irigasi

- Negatif : Banjir

Morfogenesa : Sungai ini terbentuk dari aliran air dari hulu menuju ke

hilir, aliran air juga mengerosi dataran-dataran yang di

laluinya sehingga terbentuk suatu alur dan terbentuk

sungai. Pada sungai ini erosi lateral lebih dominan,

mempunyai energi transport besar dan energy

sedimentasi lemah.

5.2 STA 2

Lokasi : Kali Alang, Semarang. meander

point bar

Gambar 5.3 Kali Alang

Morfologi Daerah : Perbukitan

Litologi : - Batu Lempung - Batu pasir

18

Page 19: Bentang Alam Fluvial

- Konglomerat

Bentuk Lahan : Bentang Alam Fluvial

Energi Transport : Kecil

Proses Erosi : Erosi lateral lebih dominan

Sedimentasi : Lemah

Stadia Sungai : Stadi Dewasa - tua

Dimensi : - kedalaman : 40 cm

- lebar : 20 m

Daratan Banjir : Ada

Tata Guna Lahan : Tambang Batu

Dampak : - Positif : Tambang batu, irigasi

- Negatif : Banjir

Morfogenesa : Sungai ini proses pembentukannya sama dengan sungai

yang pertama. Namun sungai ini memiliki energi

transport yang kecil, hal ini dapt dilihat dari material

sedimen sekitar sungai yag berukuran kecil. Sedangkan

untuk energi sedimentasinya kuat, karena pada sungai

ini proses sedimentasi lebih dominan dari proses

transportasi.

19

Page 20: Bentang Alam Fluvial

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Praktikum Laboratorium

Warna Ungu tua menunjukkan dataran pada peta topografi tersebut

adalah sebuah dataran tinggi. Dataran tinggi tersebut termasuk dataran tinggi

yang terjal, di tandai dengan kontur-kontur yang rapat. Pada daerah berwarna

ungu tersebut dibuat 5 sayatan yang memotong lima kontur. Dari tiap sayatan

dihitung persentase kelerengannya dengan perhitungan morfometri. Setelah

itu dihitung rata-rata presentase kelerengannya dan didapat sekitar 18,57 %.

Persentase kelerengan ini menurut klasifikasi Van Zuidam termasuk dalam

daerah dengan relief berbukit - bergelombang. Sedangkan untuk beda

tingginya didapat Tophill pada daerah Kadirejo dengan ketinggian 199 m,

sedangkan Downhillnya terdapat pada daerah Benteran dengan ketinggian

112 m. Sehingga setelah dihitung dari rumus Tophill – Downhill, didapat

beda ketinggiannya sebesar 87 m.

Warna ungu muda menunjukan daerah yang memiliki kontur

renggang. Daerah ini meliputi daerah Benteran, G.Dukun, Gagan, Djembluk,

Kadirejo, Patjingkerep, Pringapus, dan daerah-daerah lain di sekitar daerah

tersebut. Sama dengan pada kontur rapat, pada kontur renggang ini juga

dibuat 5 sayatan yang memotong lima kontur. Kemudian dihitung persen

kelerengannya dengan perhitungan morfometri untuk masing-masing sayatan.

Setelah itu dihitung rata-rata persentase kelerengannya dan didapat persentase

sebesar 11,95 %. Dilihat dari presentase kelerengan tersebut, menurut

klasifikasi Van Zuidam daerah ini termasuk dalam klasifikasi bergelombang-

miring. Sedangkan untuk Tophillnya berada di daerah G.Kendil dengan

ketinggian 170 m, Downhillnya berada di daerah Sedang dengan ketinggian

94 m. Setelah dilakukan perhitungan didapat beda tinggi sebesar 76 m.

20

Page 21: Bentang Alam Fluvial

Morfologi denudasional ditandai dengan warna cokelat. Di daerah

denudasi tidak terdapat garis kontur, kalaupun ada hanya sedikit. Morfologi

denudasional terdapat di daerah Kemujon, Kemusu, Gujuban,

Klewor,Blumbang, Bawu, dan daerah lain di sekitarnya. Daerah tersebut

banyak digunakan sebagai daerah pemukiman penduduk.

Morfologi fluvial beserta dataran bajirnya ditandai dengan warna

hijau. Morfologi fluvial dalam praktikum ini adalah Kali Serang. Sungai ini

juga memiliki beberapa anak sungai yang menyebar disetiap satuan morfologi

seperti kali lebon dan kali sadong.. Sama seperti pada morfologi satuan

kontur rapat dan renggang, pada morfologi fluvial ini juga dibuat 5 sayatan.

Sayatan dimulai dari bibir sungai hingga ke garis kontur terdekat. Masing-

masing sayatan dihitung persen kelerengannya, kemudian dicari rata-rata

persen kelerengan dan didapatkan rata-rata persen kelerengan sebesar 4,43 %.

Berdasarkan klasifikasi Van Zuidam termasuk ke dalam golongan berombak.

6.2 Praktikum Lapangan

6.2.1 STA 1

STA 1 bertempat di Kali Garang, Semarang. Vegetasi di sekitar

sungai adalah pepohonan dan morfologinya berupa perbukitan.

Litologi insitunya berupa batuan lanau, ada pula lempung. Sedangkan

litologi eksitunya adalah konglomerat dan batuan breksi vulkanik.

Sungai ini beserta dataran banjirnya memiliki lebar sekitar 18-20 m

dan kedalaman 0.5 – 1 m. Gradien sungainya setelah dilakukan

pengukuran didapatkan ±6ᵒ. Sungai ini memiliki arus yang cukup

deras. Pada sungai ini erosi lateral lebih dominan daripada erosi

vertikal, karena di dataran pinggir sungai masih nampak bekas-bekas

erosinya. Hal ini menandakan bahwa erosi yang berperan banyak

adalah erosi lateral.

Sudah terbentuk meander sungai. Meander sungai terbentuk karena

di bagian tengah, kecepatan air mengalir makin berkurang, tetapi

pengikisan yang bekerja masih tetap pengikisan secara vertikal dan

21

Page 22: Bentang Alam Fluvial

sudah mulai terjadi pengikisan secara horisontal ke dinding sungai.

Pengikisan yang bekerja secara horisontal atau erosi ke samping ini

disebut dengan erosi lateral. Setelah itu daya angkut sungai semakin

berkurang di daerah hilir dan dibeberapa tempat terjadi pengendapan-

pengendapan. Keseimbangan antara pengikisan dan pengendapan

mulai terlihat pada bagian-bagian yang mengalami sejumlah

pengendapan arus sungai akan mengalami pembelokan-pembelokan di

tempat pengendapan ini sehingga terbentuk meander. Selain meander,

juga di temukan gosong sungai yaitu pointbar yang berada di tepi dan

channelbar yang berada di tengah. Endapan gosong ini terdiri oleh

material-material yang ukurannya masih cukup besar. Material-

material tersebut antara lain batu konglomerat, batu lempung dan

batuan breksi vulkanik. Ukuran material yang cukup besar

menunjukkan bahwa sungai tersebut memiliki energi transportasi yang

cukup besar.

Sedangkan untuk proses sedimentasinya, dilihat dari air sungai

yang keruh dan material-material sedimen yang ukurannya cukup

besar dapat dikatakan proses sedimentasi dengan cara suspensi dan

traksi ataupun rolling. Proses sedimentasi dilakukan dengan energi

pengendapan yang kecil, karena materialnya cukup besar dan pada

sungai proses transportasi lebih dominan daripada sedimentasi.

Berdasarkan cirri-ciri sungai tersebut dapat diasumsikan bahwa sungai

Kaligarang termasuk sungai stadia dewasa.

Potensi positif dari sungai ini adalah untuk pengairan, dan potensi

negatifnya apabila sungai tidak mampu menampung debit air maka

akan terjadi banjir.

6.2.2 STA 2

STA 2 adalah di Kalialang. Di sekitar sungai terdapat morfologi

perbukitan yang sudah terdenudasi. Sungai ini memiliki lebar ± 20 m

dan kedalaman sekitar 40 cm. Litologi sungai ini adalah batu lempung

yang merupakan litologi insitu yaitu litologi asli dari daerah tersebut

22

Page 23: Bentang Alam Fluvial

dan litilogi eksitunya adalah konglomerat. Arus sungai termasuk

lemah, sudah terdapat meander dan juga gosong sungai. Berbeda

dengan gosong sungai di Kaligarang yang ukuran materialnya cukup

besar, gosog sungai di sungai ini sedikit lebih kecil. Hal ini

menandakan bahwa energi transportasinya lemah. Namun materialnya

masih dalam bentuk kerikil-kerakal. Proses transportasinya termasuk

suspensi dilihat dari air sungai yang keruh karena material erosi

bercampur dengan air dan rolling. Erosi pada sungai ini juga erosi

lateral , yaitu arah erosi yang horizontal. Di buktikan dengan adanya

dataran di pinggir sungai yang longsor dan melebarnya sungai ke

samping. Erosi lateral biasanya terdapat pada sungai stadia dewasa-

tua.

Energi pengendapannya cukup besar, dikarenakan material erosi

ukurannya tidak terlalu besar dan arus sungai yang lemah. Endapan

yang besar menyebabkan pendangkalan sungai. Endapan dapat berupa

pointbar yang terdapat di tengah aliran sungai, dan channelbar yang

terdapat di pinggir aliran sungai. Dari ciri-ciri tersebut dapat dikatakan

bahwa Kalialang termasuk ke dalam golongan sunai stadia dewasa

menuju tua.

Potensi positif dari sungai ini antara lain untuk tambang batu dan

juga pengairan. Sedangkan dampak negatifnya adalah banjir dan juga

erosi dataran pinggir sungai yang dijadikan tempat pemukinam

penduduk.

23

Page 24: Bentang Alam Fluvial

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

7.1.2 laboratotium

JenisPanjang Sayatan

Presentase (%)

Rata-rata Kelerengan (%)

BedaTinggi

Kontur Rapat

d 1= 1 cm 25 %

18,57 % 87 md 2= 1,5 cm 16,67 %d 3= 1,5 cm 16,67 %d 4= 1,4 cm 17,86%d 5= 1,5 cm 16,67%

Kontur Renggang

d 1= 2,3 cm 10,87 %

11,59 % 76 md 2= 2,8 cm 8,93 %d 3= 1,4 cm 17,86 %d 4= 1,7 cm 14,71 %d 5= 3,4 cm 7,53 %

Kontur Fluvial

d 1= 1,4 cm 3,57 %

4,43 % -d 2= 2 cm 2,5 %

d 3= 1,4 cm 3,57 %d 4= 2 cm 2,5 %

d 5= 0,5 cm 10 %

7.1.3 lapangan

1. KaliGarang pada STA 1 termasuk sungai berstadia dewasa.

2. Pada STA 1 terdapat meander, point bar, dan channel bar.

3. Kali Alang pada STA 2 termasuk sungai berstadia dewasa – tua.

4. Pada STA 2 terdapat meander, point bar, dan channel bar dengan

ukuran material endapan berukuran lebih kecil daripada di STA 1.

7.2 Saran

1. Pemberian materi praktikum agar lebih awal.

2. Praktikum lapangan dilakukan pagi atau sore hari agar lebih kondusif.

3. Agar menjaga kebersihan dan kelestarian sungai

24

Page 25: Bentang Alam Fluvial

DAFTAR PUSTAKA

Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: UNS Press

http://www.aryadhani.blogspot.com

Diakses pada Minggu, 20 Maret 2011 pukul 21.00 WIB

http://ipankreview.wordpress.com/category/geomorfologi/

Diakses pada Selasa, 22 Maret 2011 pukul 08.00 WIB

http://www.geofacts.co.cc/2011/01/van-zuidam.html

Diakses pada Selasa, 22 Maret 2011 pukul 08.15 WIB

25