batu ureter bab 1-3
DESCRIPTION
bab 1-3TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Karsinoma kolorektal adalah salah satu jenis keganasan yang sering
dijumpai. Karsinoma ini merupakan penyebab kematian yang paling sering
setelah karsinoma paru pada laki laki dan karsinoma serviks serta karsinoma
mammae pada wanita.1 Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga terbanyak
setelah kanker paru dan kanker payudara di dunia. Di Indonesia, angka estimasi
insidensinya sebanyak 292.600 dan mortalitasnya 214.600.2
Karsinoma ini dapat tumbuh di tiap bagian kolon dan mungkin juga
tumbuh bersamaan di beberapa tempat. Prevalensi terjadinya karsinoma kolorektal
di rektum sebesar 22%, sigmoid 25%, rektosigmoid 10%, kolon desenden 6%,
kolon transversum 13%, kolon asenden 8%, dan sekum 15%.3 Dari angka tersebut
prevalensi terbesar karsinoma kolon terletak di sekum. Resiko untuk terjadinya
karsinoma kolorektal umumnya meningkat setelah berusia 40 tahun. Karsinoma
kolon, terutama di kolon bagian proksimal lebih banyak ditemukan pada wanita.
Sedangkan karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada pria dengan
perbandingan 2:1.4
Diagnosis dini pada pasien karsinoma kolon sulit ditegakkan karena pada
stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala yang nyata. Gejala
biasanya muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut, sehingga biasanya pasien
datang dalam kondisi yang jelek seperti sudah terjadi perforasi, perdarahan,
ataupun obstruksi. Untuk itu penting mengetahui karsinoma mendiagnosis
karsinoma kolorektal baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan radiologis.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Kolon dan Rektum
Secara anatomi, usus besar (kolon) manusia terdiri dari sekum, usus buntu,
kolon ascenden, kolon transversum, kolon descenden, rektum, dan anus. Dengan
panjang kira-kira 1,5 m terbentang dari ujung distal ileum hingga anus, usus
besar ini memiliki fungsi mengabsorbsi air dan garam dan membentuk feses.5
2.1.1.Anatomi Kolon
Kolon terdiri atas beberapa bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon
transversum, kolon desenden, dan kolon sigmoid.5
Kolon asenden melintasi krista iliaka naik sampai permukaan bawah hati,
kolon asenden membuat lengkung tegak lurus yakni fleksura koli dekstra (fleksura
hepatika), dan kemudian menjadi kolon transversum.5
Kolon transversum dilekatkan pada kurvatura mayor lambung oleh
ligamentum gastroiliakum, dilekatkan pada pankreas oleh mesokolon
transversum. Yang melintas diatas kolon transversum adalah hati, vesika felea,
dan lambung. Kolon transversum melintas dan melekat pada bagian depan ginjal
kanan, bagian kedua duodenum, dan kaput pankreas. Sisanya tergantung kearah
bawah dan naik kembali di depan kolon desenden yang membuat lengkung tajam
pada fleksura koli sinistra ( fleksura lienalis). Fleksura koli sinistra dilekatkan
pada diafragma dibawah limpa oleh ligamentum frenikokolikum.5
Kolon desenden yang melintas turun menyilang krista iliaka dan melintasi
fossa iliaka sampai tepi atas pintu panggul kemudian menjadi kolon sigmoid.
Kolon sigmoid mempunyai mesenterium yaitu mesokolon sigmoideum. Kolon
sigmoid melanjut ke dalam panggul untuk mencapai garis tengah di depan
sakrum, di mana kolon berubah menjadi rektum.5
Kolon asenden dan kolon desenden serta fleksura lienalis dan fleksura
hepatika tidak memiliki mesenterika dan bergerak bebas karena terletak
retroperitoneal. Kolon transversum dan kolon sigmoid memiliki mesenterikum
yang komplit dan bergerak bebas. Sedangkan sekum tidak memiliki mesenterium
2
sebenarnya tetapi bergerak bebas sebab memiliki lipatan peritoneum yang kadang
ada kadang tidak.5
Kolon memiliki otot-otot sirkuler dan otot-otot longitudinal. Lapisan otot
longitudinal kolon membentuk pita yang disebut taenia, yang lebih pendek dari
kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat- lipat berbentuk sakulus yang disebut
haustra.5
Aliran limfe kolon mengikuti pembuluh mesenterika inferior untuk kolon
sebelah kiri dan mesenterika superior untuk kolon sisi kanan.6,7
Aliran darah untuk usus besar dari arteri mesenterika superior dan
mesenterika inferior. Vena pada kolon berjalan bersama arterinya, aliran vena
disalurkan melalui vena mesenterika superior yang bermuara vena porta dan vena
mesenterika inferior menuju vena lienalis.5
Fungsi kolon adalah absorbsi air, vitamin, dan elektrolit dari chime,
penimbunan bahan feses sampai dikeluarkan, melanjutkan pencernaan dan
mensekresi lendir. Dari 700- 1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon,
150- 200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses.8
Gambar 2.1. Anatomi kolorektal3 Gambar 2.2. Vaskularisasi colon9
3
2.1.2.Anatomi Rektum
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis
anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian
ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,
dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian
ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus
levator ani. Panjang rektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada recto-
sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa
dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler
dan longitudinal), dan lapisan serosa. 4
Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis
superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan
kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan.
Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis
inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari
plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. mesenterika
inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup
sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma
rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis
inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena
kava. 4
Gambar 2.3. Anatomi Anus dan Rektum5
4
Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang
mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke
kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum
berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe
mesenterika inferior dan aorta.5
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3,
dan 4,s erabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut
parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi
penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan.5
2.2. Karsinoma Kolorektal
2.2.1.Definisi
Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan pada kolon dan atau
rektum. Secara istilah, kanker memiliki arti yang sama dengan tumor ganas.
Tumor atau neoplasma adalah pertumbuhan massa jaringan yang abnormal dan
berlebihan. Tumor ada yang bersifat jinak dan ganas. Setiap tumor ganas dinamai
berbeda sesuai dengan asalnya masing-masing. Adapun tumor ganas yang berasal
dari epitel disebut dengan karsinoma; dari mesenkim disebut sarkoma; dari
jaringan fibrosa disebut fibrosarkoma; dan dari kondrosit disebut kondrosarkoma.6
2.2.2.Epidemiologi
Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah kanker
paru dan kanker payudara di dunia (International Agency for Research on Cancer,
2008). Adapun estimasi kasus baru pada tahun 2011 yakni sekitar 141.210 kasus
baru dan 49.380 diantaranya meninggal disebabkan penyakit ini.9
Di Indonesia sendiri, menurut data dari GLOBOCAN Project, kanker
kolorektal juga menempati urutan ketiga kanker terbanyak, namun setelah kanker
payudara dan kanker paru. Adapun angka estimasi insidensinya sebanyak 292.600
dan mortalitasnya 214.600 seperti terlihat pada gambar dibawah ini.2
5
Gambar 2.4 Angka Estimasi Insidensi dan Mortalitas Kanker Kolorektal di Indonesia2
2.2.3.Etiologi dan Faktor Resiko
Sampai saat ini penyebab pasti dari karsinoma kolorektal belum jelas
diketahui. Menurut CDC, resiko berkembangnya karsinoma kolorektal meningkat
seiring bertambahnya usia.10 Adapun faktor resiko lainnya yang menyebabkan
karsinoma kolorektal ini antara lain:
(1) Inflamasi kronis. Inflammatory bowel disease (IBS) yang bersifat kronis
merupakan salah satu faktor etiologi yang signifikan dalam menyebabkan
perkembangan adenokarsinoma kolorektal. Resiko terkena karsinoma kolorektal
meningkat 8 hingga 10 tahun . Selain itu, jumlah kasus karsinoma koloektal tinggi
pada pasien dengan onset yang cepat dan manifestasinya menyebar (pancolitis).10
(2) Riwayat personal atau keluarga yang pernah menderita kanker kolorektal
atau polip kolorektal.10
6
(3) Sindrom genetik seperti familial adenomatous polyposis (FAP) atau
hereditary nonpolyposis colorectal cancer syndrome (HNPCC yang disebut
juga Lynch syndrome).10
(4) Faktor makanan dan gaya hidup
Komposisi makanan merupakan faktor penting dalam kejadian
adenokarsinoma kolon dan rektum. Makanan yang berasal dari daging hewan
dengan kadar kolesterol yang tinggi serta kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung serat dapat menyebabkan karsinoma kolorektal (Tambunan, 1991).
Selain itu juga, insiden kanker ini tinggi kalori dan tinggi lemak hewani yang
dikombinasikan dengan gaya hidup yang kurang melakukan aktivitas fisik
(sedentary lifestyle). Sebuah studi epidemiologi juga mengindikasikan bahwa
konsumsi daging hewan, merokok, dan alkohol merupakan faktor resiko dari
kanker kolorektal.10
Menurut CDC disebutkan juga bahwa interaksi antara bakteri di dalam
kolon dengan asam empedu dan makanan diduga memproduksi bahan
karsinogenik dan ko-karsinogenik dalam menyebabkan karsinoma kolorektal.
Mekanisme molekuler yang mendasari terjadinya studi diatas kemungkinan
disebabkan oleh amin heterosiklik yang dihasilkan selama proses memasak
daging, stimulasi level yang lebih tinggi dari asam empedu fekal dan produksi
oksigen reaktif. Sedangkan kandungan sayuran yang bersifat antikarsinogenik
seperti folat, antioksidan dan pemicu enzim yang mendetoksifikasi, ikatan
karsinogen lumen, fermentasi serat untuk menghasilkan asam lemak volatile yang
protektif, dan mengurangi waktu kontak dengan epithelium kolorektal karena
waktu transitnya lebih cepat.10
(5) Iradiasi
Faktor ini jarang menjadi etiologi dalam neoplasia kolorektal, akan tetapi
terapi iradiasi pelvis diakui juga bisa menjadi etiologi penyakit ini.10
2.2.4.Klasifikasi
Tumor kolorektal diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis histopatologi
menurut WHO. Adapun klasifikasinya yaitu dibagi menjadi tumor epitel, tumor
7
non-Epitel, dan tumor sekunder. Klasifikasi menurut histopatologi dijabarkan
pada tabel berikut:10
Epithelial tumours
Adenoma Tubular
Villous
Tubulovillous
Serrated
Intraepithelial neoplasia
(dysplasia) associated
with chronic
inflammatory diseases
Low-grade glandular intraepithelial neoplasia
High-grade glandular intraepithelial neoplasia
Carcinoma Adenocarcinoma
Mucinous adenocarcinoma
Signet-ring cell carcinoma
Small cell carcinoma
Squamous cell carcinoma
Adenosquamous carcinoma
Medullary carcinoma
Undifferentiated carcinoma
Carcinoid (well
differentiated endocrine
neoplasm)
EC-cell, serotonin-producing neoplasm
L-cell, glucagon-like peptide and PP?PYY
producing tumour
Mixed carcinoid-
adenocarcinoma
Non-epithelial tumours
Lipoma
Leiomyoma
Gastrointestinal stromal tumour
Leiomyosarcoma
8
Angiosarcoma
Kaposi sarcoma
Malignant melanoma
Malignant lymphomas Marginal zone B-cell lymphoma of MALT Type
Mantle cell lymphoma
Diffuse large B-cell lymphoma
Burkitt lymphoma
Burkitt-like /atypical Burkitt-lymphoma
Secondary tumours
Polyps
Hyperplastic (metaplastic)
Peutz-Jeghers
Juvenile
Tabel 2.1 Klasifikasi histologi tumor pada kolon dan rektum10
Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes dapat dilihat pada tabel dibawah ini:1
Dukes A Terbatas di mukosa
Dukes B Menembus muskularis mukosa
Dukes C
C1
C2
Metastasis ke kelenjar getah bening
KGB didekat tumor primer
KGB jauh
Dukes D Metastase jauh: Hepar, Paru, Ginjal
Tabel 2.2 Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes.1
Gambar 2.5 Stadium kanker kolorektal.3
9
Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging
TNM untuk karsinoma kolorektal:3
T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer.
Tx : Tumor primer sulit dinilai.
Tis : Karsinoma in situ, intraepitelial atau di lamina propia.
T1 : Tumor mengenai submukosa.
T2 : Tumor mengenai propia muskularis.
T3 : Tumor mengenai dari propia muskularis sampai ke sub serosa jaringan
perirektal
T4 : Tumor mengenai organ lain, menembus viseral peritonium.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai.
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.
N1 : Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional.
N2 : Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional.
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai.
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh.
M1 : Ditemukan metastasis jauh.
Staging Group
Stage T N M Dukes
0 Tis No Mo -
I T1 No Mo A
T2 No Mo A
IIA T3 No Mo B
IIB T4 No Mo B
10
IIIA T1-T2 N1 Mo C
IIIB T3-T4 N1 Mo C
IIIC Any T N2 Mo C
IV Any T Any N M1 D
Tabel 2.3 Staging TNM menurut AJCC.3
Penyebaran kanker kolorektal ke organ-organ dapat terjadi melalui:3
Direct extension
Hematogenous metastasis
Regional lymph node metastasis
Transperitoneal metastasis
Intraluminal metastasis
Secara mikroskopis, bentuk adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak
yang berasal dari epitel kolon. Bentuk yang berdiferensiasi sempurna mempunyai
struktur terdiri dari kelenjar, di mana terdapat pembengkakan sel-sel skuamosa
dengan inti yang hipokromasi. Sel-sel tumor ini mengalami mitosis yang cepat.
Bentuk yang kurang berdiferensiasi , sel-sel tumor terlihat dalam suatu massa.3
Berdasarkan diferensiasi sel, dibuat klasifikasi dalam 4 tingkat3:
Grade I : Sel-sel anaplastik < 25%
Grade II : Sel-sel anaplastik 25-50%
Grade III : Sel-sel anaplastik 50-75%
Grade IV : Sel-sel anaplastik > 75%
2.2.5.Gambaran Klinis
Pasien dengan karsinoma kolorektal umumnya memberikan keluhan berupa
gangguan proses defekasi (change of bowel habit), berupa konstipasi atau diare,
perdarahan segar lewat anus (rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah buang
air besar (tenesmus), buang air besar berlendir ( mucoid diarrhea), anemia tanpa
sebab yang jelas, dan penurunan berat badan.3,4 Adanya suatu massa yang dapat
teraba dalam perut juga dapat menjadi keluhan yang dikemukakan.4
11
Manifestasi klinik karsinoma kolon tergantung dari bentuk makroskopis dan
letak tumor. Bentuk polipoid (cauli flower) dan koloid (mukoid) menghasilkan
banyak mukus, bentuk anuler menimbulkan obstruksi dan kolik, sedangkan
bentuk infiltratif (schirrhus) tumbuh longitudinal sesuai sumbu panjang dinding
rektal dan bentuk ulseratif menyebabkan ulkus ke dalam dinding lumen.4
Karsinoma yang terletak di kolon asenden menimbulkan gejala perdarahan samar sedangkan tumor yang terletak di rektum
memanifestasikan perdarahan yang masih segar dan muncul gejala diare palsu. Di kolon desenden, karsinoma ini menyebabkan kolik yang
nyata karena lumennya lebih kecil dan feses sudah berbentuk solid.6
Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum
Aspek Klinis Kolitis Obstruksi Proktitis
Nyeri Karena
Penyusupan
Karena obstruksi Tenesmus
Defekasi Diare/diare
berkala
Konstipasi progresif Tenesmus terus-
menerus
Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang
Darah pada feses Samar Samar atau
makroskopis
Makroskopis
Feses
Dispepsia
Normal/diare
Sering
Normal
Jarang
Perubahan
bentuk
Jarang
Memburuknya KU Hampir selalu Lambat Lambat
Anemia Lambat Lambat
Tabel 2.4 Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker7
2.2.6.Diagnosis Karsinoma Kolon
Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratoris, radiologis,
kolonoskopi, dan histopatologis.
1. Anamnesis
Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala
biasanya muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan karsinoma
kolon biasanya mengeluh rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus, sampai rasa
12
nyeri di perut. Didapatkan juga perubahan kebiasaan buang air besar berupa diare
atau sebaliknya, obstipasi, kadang disertai darah dan lendir.2,8 Buang air besar
yang disertai dengan darah dan lendir biasanya dikeluhkan oleh pasien dengan
karsinoma kolon bagian proksimal. Hal ini disebabkan karena darah yang
dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah bercampur dengan feses. Gejala umum
lain yang dikeluhkan oleh pasien berupa kelemahan, kehilangan nafsu makan dan
penurunan berat badan.3
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan
diagnosis. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, bila
teraba menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah metastasis ke
hepar akan teraba hepar yang noduler dengan bagian yang keras dan yang kenyal.3
Asites biasa didapatkan jika tumor sudah metastasis ke peritoneal. Perabaan
limfonodi inguinal, iliaka, dan supraklavikular penting untuk mengetahui ada atau
tidaknya metastasis ke limfonodi tersebut.7 Pada pasien yang diduga menderita
karsinoma kolorektal harus dilakukan rectal toucher. Bila letak tumor ada di
rektum atau rektosigmoid, akan teraba massa maligna (keras dan berbenjol-benjol
dengan striktura) di rektum atau rektosigmoid teraba keras dan kenyal. Biasanya
pada sarung tangan akan terdapat lendir dan darah.3
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau
demikian, setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar
hemoglobin.3,9
Selain pemeriksaan rutin, dalam menegakkan diagnosa karsinoma
kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen).
Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum terhadap adanya
karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah
glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran
darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker
kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Tingginya
13
nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit
dan adanya metastase ke organ dalam. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan
bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.9
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah
terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun reseksi
usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang merupakan diagnosa
definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik
berbagai jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini. Untuk memperoleh
sediaan yang adekuat , biopsi dilakukan pada 2-3 tempat pinggir dan di bagian
tengah tumor. Problema ini lebih sering adalah biopsi yang tidak adekuat atau
tumor tumbuh endofilik.9
Pemeriksaan radiologis yang dapat dikerjakan berupa foto polos abdomen,
colon in loop dengan single contrast maupun double contrast dan foto toraks.9
Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar
horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan di sikap
tegak untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi karena massa.8
Pada foto polos abdomen kadang kelainan sukar ditemukan, seringnya
berupa dilatasi usus yang terletak lebih proksimal dari tempat tumor akibat adanya
massa di bagian distalnya. Oleh karenanya, lebih sering dilanjutkan dengan
pemeriksaan colon in loop. Foto dapat terlihat sebagai suatu filling defect.3
Karsinoma kolon secara radiologik memberikan penampilan sebagai
berikut11:
a. Penonjolan ke dalam lumen (protruded lesion). Bentuk klasik ini adalah
polip. Polip dapat bertangkai (pedunculated) atau tak bertangkai (sessile) dinding
kolon seringkali masih baik.
14
b. Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity). Dapat bersifat simetris
(napkin ring) atau asimetris (apple core). Lumen kolon sempit dan ireguler.
Kerapkali hal ini sukar dibedakan dengan kolitis Crohn.
c. Kekakuan dinding kolon (rigidity colonic wall). Bersifat segmental,
terkadang mukosa masih baik, lumen kolon dapat / tidak menyempit. Berikut ini
sukar dibedakan dengan kolitis ulseratif.
Colon in Loop9,11,12
Colon in loop menggunakan barium enema sebagai kontras positif.
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya deformitas kolon yang diakibatkan
neoplasma atau abnormalitas lainnya akan ditunjukkan dengan terisinya defek
tersebut yang diperlihatkan oleh kolom barium yang radioopak.3,9
Pemeriksaan ini menggunakan kontras, dimana kontras yang sering
dipakai adalah barium sulfat sebagai enema, yaitu suntikan suspensi barium ke
dalam rektum. Bagian- bagian yang dapat dievaluasi diantaranya adalah: sekum,
kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan rektum.11
Barium yang digunakan memiliki konsentrasi yang berkisar antara 70-80
W/V% (weight/volume). Banyaknya (ml) larutan ini sangat bergantung pada
panjang pendeknya kolon. Umumnya 600-800 ml.12
Ada 2 metode pemeriksaan colon in loop9,11:
1. Double contrast
Tehnik ini untuk menilai pola mukosa kolon. Dimana dapat diperoleh hasil yang
lebih jelas, mendetail, teliti mengenai kelainan patologis yang memberikan
gambaran perubahan bentuk permukaan mukosa kolon.
2. Single contrast
Tehnik ini dipakai untuk menentukan lokasi lesi dan adanya massa di kolon.
Indikasi pemeriksaan colon in loop perubahan pola defekasi (changes in
bowel habits), nyeri pada abdomen, massa pada abdomen, obstruksi, melena/
anemia Sedangkan kontra indikasi colon in loop, adalah11:
1. Absolut
- Toksik megakolon
15
- Kolitis pseudomembran
- Biopsi rektal
* Minimal 5 hari sebelum pemeriksaan, menggunakan rigid
endoscopy
* Minimal 24 jam sebelum pemeriksaan, menggunakan flexible
endoscopy
2. Relatif
- persiapan yang kurang baik
- konsumsi barium meal dalam kurun waktu 7- 10 hari terakhir.
- pasien alergi dengan medium kontras
Kolonoskopi
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah kolonoskopi. Pada
kolonoskopi dipakai fiberskop lentur untuk melihat dinding kolon dari dalam
lumen sampai ileum terminalis. Dengan alat ini dapat terlihat seluruh kolon
termasuk yang tidak terlihat pada foto kolon. Fiberskop juga dapat dipakai untuk
biopsi setiap jaringan yang mencurigakan, evaluasi dan tindakan terapi misalnya
polipektomi.8
Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan foto thoraks berguna selain untuk melihat ada/tidaknya
metastasis ke paru juga bisa untuk persiapan tindakan pembedahan. Computerised
Tomography (CT) scan selain dapat mengevaluasi rongga abdominal dari pasien
kanker kolon pre operatif juga dapat mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar
adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis.3
2.2.7.Penatalaksanaan
Pembedahan merupakan pilihan utama terapi kanker kolon. Sedangkan
terapi adjuvannya berupa radioterapi dan kemoterapi.1,3,4
Pembedahan dilakukan secara radikal. Untuk kanker di sekum dan kolon
asenden biasanya dilakukan hemikolektomi dekstra dan dibuat anastomose
kolostomi ileotransversal. Untuk karsinoma di kolon transversum dan di fleksura
lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomose ileosigmoidostomi.
16
Pada karsinoma di kolon desenden dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan
dibuat anastomose kolorektal transversal. Untuk karsinoma di rektosigmoid dan
rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomose desending
kolorektal. Pada karsinoma di rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan
dibuat anastomose koloanal. Reseksi dilakukan + 5 cm kearah proksimal dan
distal kolon yang terkena.3,4
Dosis radioterapi sebagai terapi adjuvan adalah 4500-5500 cGy dengan
fraksinasi 180 -200 cGy setiap kalinya.6
2.2.8.Prognosis
Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor
pada saat didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan
tumor tersebut pada radiasi dan kemoterapi.1
Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi, tergantung dari stadium tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka
harapan hidup 5 tahun adalah sebagai berikut:1
1. Dukes’ A 5-yr survival, >80%
2. Dukes’ B 5-yr survival, 60%
3. Dukes’ C 5-yr survival, 20%
4. Dukes’ D 5-yr survival, 3%
Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:1
Stage TNM classification 5-year survival
I T1-2, N0, M0 >90%
IIA T3, N0, M0 60%-85%
IIB T4, N0, M0 60%-85%
IIIA T1-2, N1, M0 25%-65%
17
Stage TNM classification 5-year survival
IIIB T3-4, N1, M0 25%-65%
IIIC T(any), N2, M0 25%-65%
IV T(any), N(any), M1 5%-7%
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Laporan Kasus
Identitas
Nama : SS
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Lumban Samosir Kel. Parsingguran I
Pekerjaan : Tidak berkerja
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Tgl Masuk : 03 September 2015
Anamnesis
Keluhan Utama : BAB berdarah
Telaaah :
Hal ini dialami pasien sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu tetapi 2 bulan terakhir.
Darah berwarna merah segar dan tidak disertai rasa nyeri. Riwayat BAB seperti
18
kotoran kambing dijumpai dan rasa BAB tidak tuntas dijumpai. Diare dan BAB
berlendir disangkal pasien. Pasien juga menyatakan nyeri pada bagian perut kiri
yang bersifat hilang timbul. Mual muntah disangkal pasien. Penurunan berat
badan disangkal pasien. Nafsu makan menurun dijumpai. Pasien mengaku sering
mengkonsumsi makanan yang pedas dan berlemak seperti daging dan kurang
mengkonsumsi sayur dan buah-buahan. Riwayat menderita penyakit seperti
infeksi pada usus atau polip pada usus disangkal. Riwayat keluarga memiliki
keluhan yang sama disangkal pasien.
RPT : -
RPO : -
Status Prasens
VAS : 2
Sensorium : CM
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 78x/menit,
RR : 20x/menit
Temp : 36,9 C
3.2. Pemeriksaan Fisik
3.2.1. Status Generalisata :
Kepala : Simetris
Mata : konj. palpebra inferior anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
RC (+/+), pupil isokor 3mm/3mm.
T/H/M : dalam batas normal
Leher : Simetris, trakea medial, TVJ R-2, pembesaran KGB tidak dijumpai
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal
19
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, defans muskuler (-), H/L/R tidak teraba, Nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior : edema (-) Sianosis (-)
Inferior : edema (-) Sianosis (-)
DRE
Perianal : Normal
Spfingter : Ketat
Mukosa : Licin, 2 cm dari anus teraba massa di arah jam 9 dengan
permukaan berbenjol-benjol, konsistensi padat, immobile , nyeri dijumpai
Ampulla : kosong
Nyeri : pada arah 9-11
Sarung tangan : Feses tidak dijumpai, darah dijumpai
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium (3 September 2015)
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) g% 9,7 13.2-17.3
Eritrosit (RBC) 105/mm3 5,07 4.20 – 4.87
Leukosit (WBC) 103/mm3 8,00 4.5 – 11.0
20
Hematokrit % 34,3 43 – 49
Trombosit (PLT) 103/mm 354 150 – 450
MCV Fl 67,7 85 – 95
MCH Pg 19,1 28 – 32
MCHC g% 28,3 33 – 35
RDW % 31,3 11.6 – 14.8
Hitung jenis
Neutrofil % 63,7 37 – 80
Limfosit % 15,4 20 – 40
Monosit % 7,4 2 – 8
Eosinofil % 13,00 1 – 6
Basofil % 0,5 0 – 1
Neutrofil Absolut 103/µl 5,1 2.7 – 6.5
Limfosit Absolut 103/µl 1.23 1.5 – 3.7
Monosit Asolut 103/µl 0,59 0.2-0.4
Eosinofil Absolut 103/µl 1,04 0 – 0,10
Basofil Absolut 103/µl 0,04 0 – 0,1
FAAL HEMOSTASIS
PT + INR
WAKTU PROTROMBIN
Pasien Detik 21,5
Kontrol Detik 14,00
INR
APTT
Pasien detik 34,5
Kontrol detik 31,5
Waktu Trombin
Pasien detik 13,2
Kontrol detik 17,8
GINJAL
21
Ureum mg/ dL 26,5 <50
Kreatinin mg/ dL 0.52 0.70 – 1,20
Elektrolit
Natrium (Na) mEq/L 138 135 – 155
Kalium (K) mEq/L 4,2 3.6 – 5.5
Klorida (Cl) mEq/L 103 96 – 106
Calcium (Ca) mEq/L 8.4-10.4
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu mg/ dL 112,7 <200
Kesimpulan: Anemia
Hasil Pemeriksaan Foto Thorakx ( 07 September 2015)
Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo
DIAGNOSA KERJA
Suspect Ca Recti
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 gtt/i
Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj Ranitidine 50 mg/8 jam
RENCANA
Kolonoskopi
Biopsi Jaringan
CT-Scan Abdomen
FOLLOW UP
Follow up Pasien (5 September 2015)
Tgl S O A P
22
5
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala: Mata: pupil isokor Ø
3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(+/+), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)
Abdomen
Inspeksi: simetris
Palpasi : soepel
Perkusi: timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior: edema (-) Sianosis (-)
Inferior : edema (-) Sianosis (-)
Suspek
Ca Recti
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
Rencana
transfusi
Follow up Pasien (6 September 2015)
Tgl S O A P
6
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala: Mata: pupil isokor Ø
3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(+/+), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi: Simetris fusiformis
Suspek
Ca Recti
Tranfusi PRC
1 bag
IVFD NaCl
o,9% 20 gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
23
Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal
Perkusi: Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)
Abdomen
Inspeksi: simetris
Palpasi : soepel
Perkusi: timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior: edema (-) Sianosis (-)
Inferior : edema (-) Sianosis (-)
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
Diet MB
TKTP
Inj. Asam
Tranexamat
500 mg/8
jam
Follow up Pasien (7 September 2015)
Tgl S O A P
7
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala: Mata: pupil isokor Ø
3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(+/+), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi: Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal
Perkusi: Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)
Abdomen
Inspeksi: simetris
Palpasi : soepel
Suspek
Ca Recti
IVFD NaCl
o,9% 20 gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
Diet MB
TKTP
Inj. Asam
Tranexamat
500 mg/8
jam
24
Perkusi: timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior: edema (-) Sianosis (-)
Inferior : edema (-) Sianosis (-)
Hasil Laboratorium 7 September 2015
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) g% 9,8 13.2-17.3
Eritrosit (RBC) 105/mm3 4,63 4.20 – 4.87
Leukosit (WBC) 103/mm3 4,88 4.5 – 11.0
Hematokrit % 32,0 43 – 49
Trombosit (PLT) 103/mm 226 150 – 450
MCV Fl 69,1 85 – 95
MCH Pg 21,2 28 – 32
MCHC g% 30,6 33 – 35
RDW % 31,1 11.6 – 14.8
Hitung jenis
Neutrofil % 58,6 37 – 80
Limfosit % 15,0 20 – 40
Monosit % 11,5 2 – 8
Eosinofil % 14,5 1 – 6
Basofil % 0,4 0 – 1
Neutrofil Absolut 103/µl 2,86 2.7 – 6.5
Limfosit Absolut 103/µl 0,73 1.5 – 3.7
Monosit Asolut 103/µl 0,56 0.2-0.4
25
Eosinofil Absolut 103/µl 0,71 0 – 0,10
Basofil Absolut 103/µl 0,02 0 – 0,1
Kesimpulan: Anemia
Follow up Pasien (8 September 2015)
Tgl S O A P
8
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala: Mata: pupil isokor Ø
3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(+/+), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi: Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal
Perkusi: Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)
Abdomen
Inspeksi: simetris
Palpasi : soepel
Perkusi: timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior: edema (-) Sianosis (-)
Inferior : edema (-) Sianosis (-)
Suspek
Ca Recti
IVFD NaCl
o,9% 20 gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
Diet MB
TKTP
Inj. Asam
Tranexamat
500 mg/8 jam
Rencana
Tranfusi PRC
26
Follow up Pasien (9 September 2015)
Tgl S O A P
9
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala: Mata: pupil isokor Ø
3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(+/+), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi: Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal
Perkusi: Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)
Abdomen
Inspeksi: simetris
Palpasi : soepel
Perkusi: timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior: edema (-) Sianosis (-)
Inferior : edema (-) Sianosis (-)
Suspect
Ca Recti
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Ceftriaxone
1 gr/12 jam
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj
Ranitidine 50
mg/8 jam
Diet MB
TKTP
Inj. Asam
Tranexamat
500 mg/8
jam
Vit K 1 amp
Follow up Pasien (10 September 2015)
Tgl S O A P
10
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala: Mata: pupil isokor Ø
3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(+/+), sklera ikterik (-/-)
Suspect
Ca Recti
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
27
Toraks
Inspeksi: Simetris fusiformis
Palpasi: SF: KA=KI, kesan normal
Perkusi: Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)
Abdomen
Inspeksi: simetris
Palpasi : soepel
Perkusi: timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior: edema (-) Sianosis (-)
Inferior : edema (-) Sianosis (-)
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
Diet MB
TKTP
Inj. Asam
Tranexamat
500 mg/8 jam
Vit K 1 amp
Rencana
Colonoskopi
Rencana CT
Scan
28
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat R., De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 ed. 2010.
1. Schwartz S.I., Brunicardi F.C., Andersen D.K., Billiar T.R., Dunn D.L.,
Hunter J.G., et al. Schwartz's principles of surgery. 10th ed. United States:
McGraw-Hill Education. 2014.
2. Bailey & Love’s Short Practice of Surgery 26 th Edition. Boca Raton: CRC
Press, 351-363.
3. Sanders, T., Scanlon, V.C., 2007. Essentials of Anatomy and Physiology 5th
Ed. United States of America: F.A. Davis Company.
4. Kumar, V., Abbas, A., Fausto, N., Robbins, S. and Cotran, R. (2005).
Robbins and Cotran pathologic basis of disease. Philadelphia: Elsevier
Saunders.
5. Cirincione, Elizabeth., 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD
Anderson Cancer Center, University of Texas.
6. Way L.W., Doherty G.M. Current surgical diagnosis & treatment. New
York: Lange Medical Books/Mc Graw-Hill Medical Publishing Division.
2006
7. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott
Willi ams & Wilkins: USA.p 201
8. American Cancer Society, 2011, Cancer Facts and Figures 2011. Available
from:http://www.cancer.org/Research/CancerFactsFigures/ColorectalCancer
FactsFigures/colorectal-cancer-facts--figures-2011-2013 [Accesed 14
September 2015]
29
9. International Agency for Research on Cancer, 2008. GLOBOCAN Project
on Colorectal Cancer. Available from
http://globocan.iarc.fr/factsheet.asp#KEY [Accesed 14 September 2015].
10. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England
Journal of Medicine. Available from www.pubmed.com. p.348:919-932
11. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit
Buku
Media Aesculapius. Jakarta.
30