barisan dan deret bilangan kompleks
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bilangan adalah salah satu bagian terpenting dalam ilmu matematika.
Bilangan tidak hanya sesuatu yang bisa dan terlihat dalam kehidupan yang kita
sebut bilangan real namun ada juga bilangan yang tidak terlihat namun ada
nilainya yang kita kenal sebagai bilangan imajiner. Bilangan Kompleks adalah
kumpulan dari semua bilangan. Bilangan kompleks terdiri dari Bilangan Real
dan Bilangan Imajiner atau dapat ditulis dengan x+iy, dimana x dan y adalah
bilangan real, sedangkan i adalah bilangan imajiner yang nilainya √−1.
Bilangan ini juga dapat dioperasikan seperti halnya bilangan real, dapat
diintegral, dideferensial, dapat disajikan dalam bentuk geometris, dan dapat
diurutkan sesuai dengan aturan tertentu. Dari banyaknya pengoperasian
bilangan kompleks, penulis memilih tentang pengurutan bilangan kompleks.
Pengurutan suatu bilangan dengan aturan tertentu disebut dengan barisan,
sedangkan penjumlahan bilangan dari suatu barisan disebut deret. Misalkan ada
suatu barisan bilangan kompleks yakni ∑n=0
∞
n .( i2 )
n
, jika barisan ini
disubstitusikan nilai n maka diperoleh i2
,−1 ,−3i
2,2 ,…. Jika barisan ini
diselesaikan dengan penyelesaian aritmatika atau geometri akan sulit
dikerjakan, sehingga barisan kompleks ini harus diuji dengan uji konvergensi
dan divergensi barisan. Pengujian itu juga dilakukan pada deret bilangan
kompleks. Untuk lebih detail mengenai barisan dan deret bilangan kompleks,
penulis bahas dalam makalah ini dengan judul “Barisan dan Deret Kompleks”
B. Batasan Masalah
Pembahasan mengenai bilangan Kompleks sangat luas cakupannya.
Namun, penulis membatasi materi bilangan kompleks pada makalah ini adalah
1
Barisan dan Deret Bilangan Kompleks. Untuk memudahkan penulis dalam
pembahasan, penulis juga memberikan dan menyajikan beberapa materi
pendukung yakni Barisan dan Deret Aritmatika serta Bilangan Kompleks.
C. Rumusan Masalah
Sebagaimana telah dijelaskan pada latar belakang, maka rumusan masalah
yang dapat dibuat yakni : Bagaimanakah Barisan dan Deret bilangan
Kompleks?
D. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yakni :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Seminar Matematika
2. Untuk mengetahui Barisan dan Deret Bilangan Kompleks
E. Metode penulisan
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis menggunakan Metode
Kepustakaan, dan Konsultasi dengan Dosen Pembimbing.
2
3
4
7 11
4
2 5 8
3 3
BAB II
MATERI PENDUKUNG
A. Pengertian Barisan dan Deret
Barisan bilangan adalah sekumpulan bilangan yang telah diurutkan
menurut suatu aturan tertentu. Masing-masing bilangan tersebut dinamakan
suku barisan.1 Suku berikutnya dari suatu bilangan dapat ditentukan apabila
telah diketahui paling sedikit tiga buah suku atau rumus suku ke-n dari barisan
bilangan itu.
Contoh :
Tentukan tiga suku berikutnya dari barisan bilangan 23
,57
,8
11,1115
, …
Jawab :
Karena barisan 23
,57
,8
11,1115
, … agak sulit dikerjakan secara langsung,
maka agar lebih mudah membagi barisan tersebut menjadi dua bagian, yakni
barisan pembilang dan barisan penyebut
pembilang penyebut
1. Barisan untuk pembilang :
U1 = 2
U2 = 5 = 2+3
U3 = 8 = 5+3
U4 = 11 = 8+3
Maka U5 = 11+3 = 14, U6 = 14+3 = 17, U7 = 17+3 = 20
1 Sukino dan Wilson Simangunsong, Matematika untuk SMP kelas IX. Jakarta : Erlangga, 2007, hal 235,
3
2. Barisan untuk penyebut :
U1 = 3
U2 = 7 = 3+4
U3 = 11 = 7+4
U4 = 15 = 11+4
Maka U5 = 15+4 = 19, U6 = 19+4 = 23, U7 = 23+4 =27
Dengan demikian dapat diperoleh barisan 23
,57
,8
11,
1115
,1419
,1723
,2027
Sedangkan Deret bilangan adalah Jumlah yang ditunjukkan oleh suku-
suku dari suatu barisan2
B. Barisan dan Deret dalam Aljabar
1. Barisan dan Deret Aritmatika
Dalam buku karangan Endi Nugraha disebutkan bahwa Barisan
Aritmatika disebut juga barisan hitung atau barisan tambah. Barisan
aritmatika adalah barisan yang bilangan pertamanya sembarang dan
bilangan berikutnya diperoleh dengan menambahkan bilangan tetap
kepada bilangan sebelumnya dengan syarat penambah bilangan bukan
nol.3
Perhatikan barisan U 1 , U 2 ,U 3 ,…,U n−1 ,U n
Berdasarkan defenisi dari barisan aritmatika maka diperoleh
hubungan sebagai berikut :
U 1=a=a+0 b=a+(1−1 )b,
U 2=U 1+b=a+b=a+(2−1 ) b,
U 3=U 2+b=a+b+b=a+2b=a+(3−1 )b,
.
.
2 Ibid, hal 2563 Drs. Endi Nurgana, Aljabar Untuk Guru dan Calon Guru Matematika SMTP-SMTA, Bandung :
Epsilon Grup, 1983, hal 65
4
+
Sebanyak n bubuahbuah
.
U n=U n−1+b=a+(n−2)b+b=a+(n−1)b,
Bilangan b adalah suatu bilangan tetap dari selisih bilangan satu
dengan bilangan berikutnya yang sering disebut dengan beda. Sehingga
beda didapat dari :
U 2=U 1+b →b=U 2−U 1,
U 3=U 2+b →b=U 3−U 2,
.
.
U n=U n−1+b → b=U n−U n−1 ;n=2,3,4 , …,
Sama halnya dengan Barisan Aritmatika, Deret aritmatika juga bisa
diartikan Deret hitung atau Deret tambah. Deret aritmatika adalah barisan
aritmatika yang anggota-anggota barisannya dihubungkan dengan tanda
tambah.
Bentuk Umum :
Sn=n2
[2a+(n−1 )b ] atau Sn=n2
(a+U n )
Pembuktian :
Sebagai mana telah diketahui bahwa
U 1=a ,U 2=a+b ,U n=a+ (n−1 ) b dan
Sn=U 1+U 2+U 3+…+U n−2+U n−1+U n, maka :
Sn=a+(a+b )+(a+2 b )+(a+3b )+…+[a+(n−1 )b ] atau
Sn= [a+(n−1 ) b ]+[a+( n−2 ) b ]+[ a+(n−3 ) ]+…+a,
Sn=a+(a+b )+(a+2 b )+(a+3b )+…+[a+(n−1 )b ],Sn= [a+(n−1 ) b ]+[a+( n−2 ) b ]+[ a+(n−3 ) ]+…+a
2 Sn=[2a+ (n−1 ) b ]+[2a+ (n−1 ) b ]+[2a+ (n−1 ) b ]+[2a+ (n−1 ) b ]+…+ [2a+(n−1 )b ],
5
Sn=n . [2a+ (n−1 ) b ],
∴Sn=n2
. [2 a+(n−1 )b ] … (terbukti)
Contoh :
Tentukanlah penjumlahan bilangan bulat antara 4 dan 99 yang habis
dibagi 5!
Jawab :
Karena diketahui Bilangan bulat antara 4 dan 99 yang habis dibagi
5, maka deretnya 5+10+15+20+…+95
Dari penjelasan barisan dan deret dapat kita tentukan suku-suku dan
bedanya, yakni U 1=5 , U 2=10 ,U n=95 , b=U2−U 1=10−5=5.
Selanjutnya kita harus mengetahui banyak suku bilangan yang berada
antara 4 dan 99 yang habis dibagi 5, yang dicari menggunakan rumus suku
terakhir.
U n=a+(n−1 ) b,
95=5+(n−1 ) .5,
95=5+(5 n−5),
95=5+5 n−5,
95=5n,
n=955
→ n=19,
Karena banyaknya suku adalah 19, maka jumlah bilangan bulat
antara 4 dan 99 yang habis dibagi 5 yakni :
Sn=n2
. [2 a+ (n−1 ) b ],
S19=192
. [2 .5+ (19−1 ) .5 ],
6
S19=192
[10+(18 ) .5 ],
S19=192
(10+90),
S19=192
(100),
S19=950.
2. Barisan dan Deret Geometri
Barisan Geometri adalah barisan yang setiap sukunya didapat
dengan membagi atau mengalikan dengan suatu bilangan tetap. Sama
seperti halnya barisan dan deret aritmatika, Barisan dan deret Geometri
juga memiliki suku tetap yang namanya rasio. Bedanya, pada aritmatika
suku tetap didapat dari selisih suatu suku dengan suku sebelumnya,
sedangkan geometri rasio didapat dari perkalian atau pembagian suatu
suku dengan suku sebelumnya.
Dimisalkan barisan geometri U 1 , U 2 ,U 3 ,…,U n−1 ,U n, maka :
U 1=a,
U 2=U 1. r=ar,
U 3=U 2. r=ar .r=ar2,
.
.
.
U n=U n−1. r=arn−1,
Maka r=U n
U n−1
Contoh :
Tentukan suku ke delapan dari barisan 13
, 1 ,3 , 9 ,…
Jawab :
7
-
Dari barisan 13
, 1 ,3 , 9 ,… dapat kita ketahui U 1=13
,U 2=1 , maka
r= 1
13
=1×31=3
U 8=13
× (3 )8−1=13
× (3 )7=13
× 2187=729
Deret Geometri adalah penjumlahan setiap suku-suku barisan geometri.
Jika barisan dari Geometri adalah U 1 , U 2 ,U 3 ,…,U n−1 ,U n maka deret
geometrinya adalah U 1+U 2+U 3+…+U n−1+U n=Sn
Dari penjelasan barisan dan deret kita ketahui U 1=a ,U 2=ar , dan
U n=arn−1 sehingga :
Sn=a+ar+ar2+ar3+…+arn−1
rSn=ar+ar2+ar3+…+arn−1+ar n
(1−r ) Sn=a+0+0+…+0−ar n
(1−r ) Sn=a−arn
Sn=a−ar n
1−r
Sn=a (1−rn )
1−r, ∀ r>1atau Sn=
−a ( rn−1 )−(r−1 )
→ Sn=a ( rn−1 )
r−1, ∀ r<1
Contoh :
Tentukan jumlah delapan suku pertama dari deret 3+6+12+…
Jawab :
U 1=3 , U 2=6 , r=63=2 , n=8
Karena r>1, maka :
S8=3(28−1)
2−1=
3(256−1)1
=3 (255 )=765
C. Bilangan Kompleks
1. Pengertian Bilangan Kompleks
8
Dalam buku Matematika Pendahuluan karangan Supomo Effendi,
dkk Bilangan kompleks dapat diartikan sebagai Kombinasi bilangan
imajiner dan bilangan real.4 Selain itu, menurut Endi Nurgana bilangan
kompleks adalah bilangan yang berbentuk a+bi, dimana a ,b ϵ R dan
i=√−1 .
Hal ini juga sependapat dengan Jalinus, yang mengatakan bahwa
Bilangan Kompleks adalah bilangan yang berbentuk z=x+iy atau
z=x+ yi, dengan x , y∈R dan i2=−1.5 Penulisan bilangan kompleks
dengan bentuk notasi himpunan, dapat dinyatakan
C={z=x+iy∨x , y∈R , i2=−1}, maka x dinamakan bagian real dari z dan
y bagian imajiner dari z atau dapat ditulis x=ℜ(z) dan y=ℑ(z ).
Jika ℑ ( z )=0 maka bilangan z menjadi bilangan real, atau dengan
kata lain bilangan z sama dengan bilangan real. Dan jika ℜ ( z )=0,
bilangan z menjadi iy( y≠ 0 , y=1) dimakan bilangan imajiner murni.
2. Operasi hitung pada Bilangan Kompleks
Definisi : bilangan kompleks z1=x1+ iy1 dan z2=x2+ iy2 dikatakan
sama dan dinyatakan z1=z2↔ x1=x2dan y1= y2.
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa dua bilangan
kompleks dikatakan sama jika dan hanya jika bilangan real dan bilangan
imajiner dari kedua bilangan kompleks itu sama. Sedangkan jika bilangan-
bilangannya tidak sama maka dapat dikatakan bahwa bilangan
kompleksnya juga tidak sama.
Jika ada dua bilangan kompleks yakni z1=x1+ iy1 dan z2=x2+ iy2
dilakukan operasi hitung maka :
a. Penjumlahan
z1+ z2=( x1+iy 1 )+ ( x2+iy 2 )=( x1+x2 )+i( y1+ y2)
4 Supomo Effendi, dkk, Matematika Pendahuluan, Bandung : ITB, 1973, hal 58,5 Op.cit, hal 104
9
b. Pengurangan
z1−z2=( x1+iy1 )−( x2+iy 2)=( x1−x2 )+i( y1− y2)
c. Perkalian
z1. z2=( x1+iy1 ) ( x2+iy 2 )=( x1 x2− y1 y2 )+i(x1 y2+x2 y1)
d. Pembagian
z1
z2
=x1+iy 1
x2+iy 2
=x1+iy1
x2+iy2
×x2−iy 2
x2−iy 2
=( x1+iy1 ) ( x2−iy2 )( x2−iy2 ) ( x2−iy 2)
¿( x1 x2+ y1 x2 )+i(x2 y1−x1 y2)
x22+ y2
2
e. Identitas
1) Penjumlahan
z+0= ( x+iy )+ (0+i 0 )=x+iy=z
2) Perkalian
z .1=( x+ iy ) (1+ i0 )=( x .1− y .0 )+i ( x .0+1. y )=x+iy=z
Contoh :
Jika z1=8+7 i dan z2=9−2i, maka
a. z1+ z2=(8+9 )+i (7−2 )=17+5 i
b.z2
2 z1 = 9−2 i
16+14 i = 9−2 i
16+14 i×
16−14 i16−14 i
= 144−126i−32i+28 i2
256−196 i2
¿ 116−158i256+196
=116−158 i452
=116452
−158 i452
10
BAB III
PEMBAHASAN
A. Barisan Bilangan Kompleks
Suatu barisan bilangan Kompleks adalah suatu fungsi yang menetapkan
setiap bilangan bulat positif n dengan suatu bilangan kompleks. Jadi jika f
merupakan suatu fungsi, maka nilai-nilainya dapat didaftarkan sebagai
f (1 ) , f (2 ) ,…, f (n ) ,…
Namun, karena domain setiap fungsi demikian itu merupakan himpunan
bilangan bulat positif, kita dapat menyederhanakan notasinya dan menggunakan
notasi yang lazim, yakni :
z1, z2 , z3 , …atau {z1 , z2 , z3 , …} atau {zn } , bilangan-bilangan dari barisan
tersebut dinamakan suku barisan. Dua barisan {zn} dan {wn} dikatakan sama
jika dan hanya jika suku-suku yang bersesuaian sama.
zn=wn ,∀n=1,2,3 ,…
Barisan yang suku-sukunya adalah satu dan merupakan bilangan yang
sama, yaitu zk=zk +1 untuk semua k=1,2,3 ,…, dinamakan barisan konstan. Pada
barisan dan deret kompleks kita hanya melihat kekonvergenan dan divergen
barisan dan deret tersebut. Konvergen adalah suatu fungsi yang nilainya tidak
11
berubah atau hampir tidak berubah. Sedangkan Divergen adalah fungsi yang
mengalami perubahan.
Teorema 1
Suatu barisan {zn } dikatakan konvergen jika dan hanya jika {zn } mempunyai nilai limit tunggal.
Bukti :
Andaikan f mempunyai dua nilai limit yakti w1 dan w2 dengan w1 w2.
Berarti l i m z zo f(z) = w1 dan l i m z zo f(z) = w2
Ambil bilangan positif = ½ w1 – w2
Menurut definisi limit yang secara simbolik dapat ditulis :
l imz zo f ( z )=w0↔ 0 ,∃δ >0∋0<|z−z0|<δ →|f (z )−w0|<ε, sehingga :
|f(z) – w1| dan |f(z) – w2|
Jika 0 |z – z0|
Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga, diperoleh ;
|w1 – w2| = |w1 – f(z) + f(z) – w2|
|w1 – f(z)| + |f(z) – w2|
+ = ½ |w1 – w2| + ½ |w1 – w2|
|w1 – w2|
Terakhir diperoleh |w1 – w2| |w1 – w2| . Hal ini tidak mungkin, berarti
pengandaian salah. Jadi limit f harus tunggal.
Teorema 2
Perhatikan barisan {zn } dengan zn=xn+i y n;n=1,2,3 , … maka :
limn → ∞
zn=a+ ib↔ limn→ ∞
xn=adan limn →∞
yn=b
Bukti :
Andaikan bahwa f ( z )=xn ( x , y )+ yn(x , y) mempunyai domain D, dan
f =a+ ib maka lim xn=a dan lim yn=b , untuk mengethaui kebenarannya,
12
terlebih dahulu kita menunjukkan bahwa untuk setiap ε>0∃δ>0 terdapat
0<|x−a|<δ dan 0<|y−b|<δ , sehingga berakibat :
|xn ( x , y )−a|<ε dan |yn ( x , y )−b|<ε. Misalkan kita berikan ε>0, menurut
hipotesis, terdapat η>0∋0<|z−(a−bi)|<η kemudian ambil
δ=η2
,∀ z=( x , y )∋0<|x−a|<δ dan 0<|y−bi|<δ.
Dengan menggunakan ketidaksamaan segitiga, kita akan memperoleh :
0<|( x+ yi )−(a−bi )|¿|( x−a )+( y−b ) i|≤|x−a|+|y−b|
¿δ +δ
¿η
Karena hipotesis yang kita miliki |[ xn ( x , y )−a ]+[ yn ( x , y ) i−b ]|<ε,
sehingga diperoleh :
|xn(x , y)−a|<ε dan |yn ( x , y )−b|<ε. Hipotesis lain yang kita miliki
adalah lim xn=a dan lim yn=b, untuk sembarang ε>0∃α >0 dan β>0
sedemikian hingga :
|xn ( x , y )−a|<ε /2 jika 0<|( x+ yi )−(a+bi)|<α dan |yn−β|<ε /2 jika
0<|( x+ yi )−(a+bi)|<β. Dengan memilih δ sebagai yang terkecil antara α dan β
dan mengambil suatu z sedemikian hingga :
0<|z−z0|<δ sehingga terdapat relasi |xn ( x , y )−a|<ε /2 jika
0<|( x+ yi )−(a+bi)|<α dan |yn−β|<ε /2 jika 0<|( x+ yi )−(a+bi)|<β yang
berlaku untuk semua z=x+ yi. Dengan menganganti nilai α dan β dengan δ ,
sehingga dapat diperoleh :
|f ( z)−( A−Bi)|=|[xn ( x , y )+ yn i(x , y )]−[ a+bi ]|¿|[ xn ( x , y )−a ]+[ yn ( x , y )−b ]|
13
≤|xn ( x , y )−a|+|yn ( x , y )−b|
¿ ε2+ ε
2
¿ ε
Maka, lim zn=a+bi (terbukti)
1. Barisan Kovergen
Berdasarkan teorema 1, Suatu barisan dikatakan konvergen jika
terdapat suatu bilangan Z.
Contoh :
Tentukan barisan {2 n−in+2i } dengan beberapa suku pertamanya!
Jawab:
{2 n−in+2i } ; n = 1,2,3,…
{ 2−i1+2 i
,4−i
2+2 i,
6−i3+2i
,8−i
4+2i,…}, karena terasa sulit untuk
mengetahui barisan ini konvergen atau tidak, maka kita uji dengan uji
limit sesuai rumus barisan konvergensi.
limn → ∞
zn=Z=¿ limn → ∞
¿ 2n−in+2 i
¿ limn → ∞
2nn
− in
nn+
2in
=2− i
∞
1+2i∞
=2−01−0
=21=2
Karena nilai nilai limit ada dan terbatas, maka barisan ini konvergen
yakni di titik 2.
2. Barisan Divergen
Pada barisan ini terdapat dua karakteristik, yakni :
a. Jika nilai n bertambah besar, maka nilai mutlak suku-sukunya juga
bertambah besar atau menuju tak hingga
14
b. Jika suku-sukunya berosilasi di satu titik atau lebih
Contoh :
Tentukan beberapa suku pertama dari {2 in }Jawab :
{2 in }, n = 1,2,3,..
{2 i ,−2 ,−2 i ,2 ,2i ,−2 ,−2 i ,…}
Barisan tersebut terlihat mengalami pengulangan atau bisa dikatakan
barisan yang berosilasi dibeberapa titik. Dengan demikian barisan ini
bersifat divergen.
B. Deret Bilangan Kompleks
Deret bilangan kompleks adalah limit barisan jumlah bagiannya. Misalkan
{zn } adalah suatu barisan yang mana barisan itu diturunkan menjadi barisan lain
{S1 , S2 , S3 , …, Sn ,… } yang suku-sukunya didefenisikan menjadi :
S1=z1
S2=z1+z2
S3=z1+z2+ z3
Sn=z1+z2+z3+…+zn−1+zn
Jika suku-suku barisan {Sn } menunjukkan adanya nilai limit maka
penjumlahan suku-sukunya tidak berhingga. Sehingga dapat ditulis :
limn → ∞
Sn=¿∑n=1
∞
zn ¿
Teorema 3
Jika suatu deret ∑ zn konvergen, maka limit zn=0
Bukti :
Dari defenisi mengenai deret, ∑ znkonvergen jika limSn ada. Karena
zn=Sn−Sn−1, maka lim zn=lim Sn−lim ¿n−1=0¿
15
Tidak seperti halnya barisan dalam menentukan konvergensi dan divergensi,
penentuan konvergensi pada deret kita harus menguasai beberapa metode
berikut yakni :
1. Uji Rasio
Andaikan ∑ zn adalah deret yang suku-sukunya tak negatif, dan
andaikan bahwa :
limn → ∞
¿ zn+1
zn = ρ
Maka :
Jika ρ<1 → deret konvergen
Jika ρ>1 → deret divergen
Jika ρ=1→ deret mungkin konvergen atau divergen
2. Uji akar
Andaikan ∑ zn adalah deret dengan suku-suku tak negative, dan
andaikan bahwa :
limn → ∞
n√ zn=ρ
Maka :
Jika ρ<1 → deret konvergen
Jika ρ>1 → deret divergen
Jika ρ=1→ deret mungkin konvergen atau divergen
3. Uji Integral
Andaikan ∑ zn adalah deret dengan suku-suku tak negative, dan
andaikan bahwa fungsi y=f ( x ) didapat dari penggantian n pada suku
umum deret dengan peubah kontinu x. Maka deret ∑ zn akan konvergen
jika dan hanya jika ∫1
∞
f ( x )dx juga konvergen
Catatan :
16
∫a
∞
f ( x )dx= limb →∞
∫a
b
f ( x )dx
Apabila nilai limit pada ruas kanan ada dan berhingga, maka integral
tak wajar tersebut konvergen dan memiliki nilai yang sama dengan nilai
limit. Jika tidak, maka integral tersebut divergen
4. Uji deret berganti tanda
Diketahui suatu deret ∑ (−1)n . zn, zn≥ 0
Andaikan :
limn → ∞
zn=0 dan zn+1 ≤ zn
Jika semua n benilai besar dari suatu bilangan bulat M tertentu, maka
deret tersebut konvergen.
5. Uji pembanding
Diketahui suatu deret ∑ Zn dengan suku-suku tak negatif.
a. Jika telah diketahui deret ∑ K n konvergen dan ternyata Zn≤ Kn ,∀n∈
bilangan bulat tertentu, maka ∑ Zn konvergen
b. Jika telah diketahui deret ∑ D n divergen dan ternyata Zn≥ Dn ,∀n∈
bilangan bulat tertentu, maka ∑ Zn divergen.
Contoh :
Periksalah deret berikut, apakah termasuk konvergen atau divergen!
a. ∑n=0
∞ (1+2 i )n
n!
Jawab :
ρ=¿ limn → ∞¿
(1+2i )n+1
( n+1 )!×
n !
(1+2i )n = limn → ∞
¿ (1+2i )n+1
(1+2 i )n ×
n!(n+1 ) !
¿ limn → ∞
¿ (1+2 i) ×n!
(n+1 ) ! . n ! ¿ lim
n → ∞¿
1+2in+1
¿0
Karena ρ<1 maka deret komplek tersebut konvergen.
17
b. ∑n=1
∞1√n
Jawab :
Jika kita melakukan uji rasio, maka hasil perhitungan yang diperoleh
adalah ρ=1, sehingga kita tidak dapat menentukan deret tersebut
konvergen atau bukan. Untuk itu, lakukan uji integral. Dengan
demikian kita ubah notasi n menjadi notasi peubah kontinu x,
sehingga diperoleh f ( x )= 1
√ x
∫1
∞1√ x
dx=∫1
∞
x−12 dx=2 x
12∨¿1
∞=2 (√∞−√1 )=∞¿
Karena hasil dari perhitungan didapat nilai ∞, maka deret ini
divergen.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai Barisan dan Deret Kompleks, penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut :
18
1. Barisan Bilangan Kompleks adalah bilangan kompleks yang diurutkan
dengan suatu pola tertentu, sedangkan Deret Bilangan kompleks adalah
penjumlahan suku-suku barisan kompleks sesuai dengan polanya
2. Suatu barisan dikatakan konvergen jika limn → ∞
zn¿ Z sedangkan barisan
dikatakan divergen jika suku-sukunya berosilasi diantara dua titik atau
lebih dan suku-suku barisannya bertambah besar nilai mutlaknya
3. Deret kompleks dikatakan konvergen jika limn → ∞
zn=0 dan divergen jika
limn → ∞
zn≠ 0. Dalam menentukan deret kompleks, kita juga harus menguasai
metode pengujian deret konvergen dan divergen, yakni uji rasio, uji akar,
uji integral, uji deret berganti tanda, dan uji pembanding.
B. Saran
Penulis menyarankan agar kiranya pembaca tidak hanya mengetahui
barisan dan deret kompleks pada makalah ini, namun diperbanyak latihan
terutama dalam menentukan konvergensi dan divergensi deret kompleks karena
lebih sulit dari menentukan konvergensi dan divergensi barisan kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Supomo, dkk. 1973. Matematika Pendahuluan. Bandung : ITB
19
Hasugian, M. Jimmy, dan Agus Prijono. 2006. Menguasai Analisis Kompleks dalam Matematika Teknik. Bandung : Rekayasa Sains
Jalinus. 2009. Analisis Kompleks. Pekanbaru : Cendikia Insani
Nurgana, Endi.1983. Aljabar Untuk Guru dan Calon Guru Matematika SMTP-SMTA. Bandung : Epsilon Grup
Paliouras, John D. 1987. Peubah Kompleks untuk Ilmuwan dan Insinyur. Jakarta : Erlangga
Sukino dan Wilson Simangunsong. 2007. Matematika untuk SMP Kelas IX. Jakarta : Erlangga
20