bangunan hijau pu 17 april 2012

39
Hal 1 / 39 PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : ................................ TENTANG PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : : a. bahwa bangunan gedung harus diselenggarakan berlandaskan prinsip keberlanjutan (sustainability) dengan tetap memperhatikan asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dan lingkungannya; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keserasian bangunan gedung dan lingkungannya, diperlukan pengaturan mengenai kaidah-kaidah bangunan hijau c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Teknis Bangunan Hijau (Green Building). Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung; 2. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005

Upload: juswadji-sudiono

Post on 02-Aug-2015

336 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 1 / 39

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM

NOMOR : ................................

TENTANG

PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN HIJAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Menimbang :

: a. bahwa bangunan gedung harus diselenggarakan

berlandaskan prinsip keberlanjutan (sustainability)

dengan tetap memperhatikan asas kemanfaatan,

keselamatan, keseimbangan, serta keserasian

bangunan gedung dan lingkungannya;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keserasian

bangunan gedung dan lingkungannya, diperlukan

pengaturan mengenai kaidah-kaidah bangunan

hijau

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan b perlu menetapkan

Peraturan Menteri tentang Pedoman Teknis

Bangunan Hijau (Green Building).

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung;

2. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang;

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18

Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005

Page 2: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 2 / 39

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor

4532);

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian

Negara Republik Indonesia; (dicek lagi)

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian PekerjaanUmum.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG

PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN HIJAU

BAB 1

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang

menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada

di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai

tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat

tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya,

maupun kegiatan khusus.

2. Bangunan Hijau adalah suatu bangunan gedung baik tunggal maupun

majemuk dalam tapak tertentu yang dalam pembangunan dan

pemanfaatannya harus mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan sebagai

tambahan dari ketentuan dari persyaratan teknis bangunan gedung pada

umumnya.

Page 3: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 3 / 39

3. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang

meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta

kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung.

4. Penyelenggaraan bangunan hijau adalah kegiatan pembangunan yang

meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta

kegiatan pemanfaatan bangunan gedung.

5. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang,

atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik gedung.

6. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung, dan/atau

bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan

pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola

bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi

yang ditetapkan.

7. Penanggung jawab bangunan adalah pemilik atau orang yang ditunjuk

oleh pemilik yang bertanggung jawab selama pembangunan dan

pemanfaatan bangunan gedung.

8. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan

lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung,

termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang

berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.

9. Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara,

standar spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional

Indonesia maupun standar internasional yang dalam hal ini diberlakukan

dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

10. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah orang perorangan atau

badan hukum yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa

konstruksi bidang bangunan gedung, meliputi perencanaan teknis,

pelaksanaan konstruksi, pengawas/manajemen konstruksi, termasuk

pengkajian teknis bangunan gedung dan penyedia jasa konstruksi

lainnya.

11. Sertifikat Laik Fungsi (SLF) Bangunan Gedung adalah sertifikat yang

menyatakan kelayakan fungsi bangunan gedung baik secara administratif

maupun teknis, sebelum pemanfaatannya yang diterbitkan oleh

pemerintah daerah (kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh

Page 4: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 4 / 39

Pemerintah).

12. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan

peraturan perundang-undangan bidang bangunan gedung dan upaya

penegakan hukum.

13. Pemeriksaan adalah kegiatan pengamatan secara visual mengukur, dan

mencatat nilai indikator, gejala, atau kondisi bangunan gedung meliputi

komponen/unsur arsitektur, struktur, utilitas (mekanikal dan elektrikal),

prasarana dan sarana bangunan gedung, serta bahan bangunan yang

terpasang, untuk mengetahui kesesuaian, atau penyimpangan terhadap

spesifikasi teknis yang ditetapkan semula.

14. Pengujian adalah kegiatan pemeriksaan dengan menggunakan peralatan

termasuk penggunaan fasilitas laboratorium untuk menghitung dan

menetapkan nilai indikator kondisi bangunan gedung meliputi

komponen/unsur arsitektur, struktur, utilitas (mekanikal dan elektrikal),

tata ruang luar bangunan gedung, prasarana dan sarana bangunan

gedung, serta bahan bangunan yang terpasang, untuk mengetahui

kesesuaian atau penyimpangan terhadap spesifikasi teknis yang

ditetapkan semula.

15. Daur Ulang adalah memanfaatkan kembali sisa material atau air dengan

cara melalui proses daur ulang menjadi bentuk baru yang bermanfaat.

16. Pengurangan adalah mengurangi sampah (limbah) baik padat, cair,

maupun gas dengan cara minimalisasi penggunaan barang atau material.

17. Penggunaan kembali adalah menggunakan kembali suatu sumber daya

baik padat, cair maupun gas tanpa melalui proses tertentu

18. Rekomendasi adalah saran tertulis dari ahli berdasarkan hasil

pemeriksaan dan/atau pengujian, sebagai dasar pertimbangan penetapan

pemberian sertifikat laik fungsi bangunan gedung oleh pemerintah

daerah/ Pemerintah.

19. Pemerintah (atau) Pemerintahan Daerah adalah Kabupaten/Kota atau

Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta Raya.

20. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut sebagai Pemerintah, adalah

perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden

beserta para menteri.

Page 5: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 5 / 39

21. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah kabupaten atau kota beserta

perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah,

kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah Gubernur.

22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang pekerjaan umum

Bagian Kedua

Maksud, Tujuan dan Lingkup

Pasal 2

(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah,

pemerintah daerah, penyedia jasa, dan penyelenggara bangunan gedung

untuk memenuhi kaidah-kaidah bangunan hijau dalam penyelenggaraan

bangunan gedung.

(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk terselenggaranya fungsi bangunan

gedung yang telah memenuhi persyaratan keandalan teknis dan

mengutamakan aspek bangunan hijau, meliputi:

a. efisiensi dalam penggunaan energi;

b. efisiensi dalam penggunaan air;

c. mutu udara dalam bangunan gedung;

d. pengelolaan limbah; dan,

e. manajemen penyelenggaraan bangunan gedung.

(3) Lingkup Peraturan Menteri ini meliputi penyelenggaraan bangunan hijau,

pembinaan dan pengawasan.

Pasal 3

Peraturan Menteri ini wajib diikuti untuk bangunan gedung tertentu

sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan menteri ini.

Comment [VAC1]: Untuk bangunan baru dititikberatkan pada tahap pembangunan, untuk bangunan eksisting dititikberatkan pada tahap pemanfaatan.

Page 6: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 6 / 39

BAB II

PENYELENGGARAAN BANGUNAN HIJAU

Bagian Kesatu

Bangunan Hijau

Pasal 4

(1) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung harus menerapkan kaidah

kaidah bangunan hijau.

(2) Kaidah-kaidah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Penggunaan kembali;

b. Daur ulang (dengan mempertimbangkan biaya daur ulang);

c. Pengurangan polusi;

d. Penghilangan bahan beracun dan berbahaya;

e. Orientasi pada biaya daur ulang; dan,

f. Orientasi pada mutu.

g. Pengurangan Radiasi (membantu mengurangi suhu)

Bagian Kedua

Kriteria Bangunan Hijau

Pasal 5

(1) Kriteria bangunan hijau meliputi:

a. Kriteria Pembangunan meliputi Perencanaan dan Pelaksanaan

Bangunan Hijau, terdiri atas:

1) rencana pengelolaan tapak;

2) rencana efisiensi penggunaan energi;

3) rencana efisiensi manajemen penggunaan air;

4) rencana efisiensi penggunaan material;

5) manajemen mutu dan kenyamanan bangunan dalam gedung; dan,

6) manajemen perencanaan dan pelaksanaan konstruksi bangunan

gedung.

b. Kriteria Pemanfaatan meliputi Pemeliharaan, Perawatan, dan

Pemeriksaan Berkala Bangunan Hijau, terdiri dari:.

1) Pengelolaan tapak;

2) efisiensi penggunaan energi;

3) efisiensi penggunaan air;

Page 7: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 7 / 39

4) efisiensi penggunaan material;

5) mutu dan kenyamanan dalam bangunan gedung;

6) manajemen pemanfaatan bangunan gedung; dan

7) audit bangunan gedung

Pasal 6

Tata cara penyelenggaraan bangunan hijau tercantum dalam Lampiran yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB III

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu

Pembinaan

Pasal 7

1) Pembinaan penyelenggaraan bangunan hijau dilaksanakan oleh Menteri

kepada pemerintah daerah.

2) Menteri dan pemerintah daerah melakukan pembinaan penyelenggaraan

bangunan hijau kepada penyedia jasa dan penyelenggara bangunan hijau;

3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:

a. Koordinasi dalam penyelenggaraan bangunan hijau;

b. Pemberian norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK)

penyelenggaraan bangunan hijau

c. Pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, dan bantuan teknis

penyelenggaraan bangunan hijau;

d. Pendidikan dan pelatihan penyelenggaraan bangunan hijau;

Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 8

1) Pengawasan penyelenggaraan bangunan hijau dilaksanakan oleh Menteri

dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya;

2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada seluruh

tahapan penyelenggaraan bangunan hijau;

Page 8: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 8 / 39

BAB IV

PENGATURAN DI DAERAH

Pasal 9

(1) Pelaksanaan peraturan menteri ini di daerah dapat diatur lebih lanjut

dengan peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah yang

berpedoman pada peraturan menteri ini.

(2) Dalam hal daerah belum memiliki peraturan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), pelaksanaan penyelenggaraan bangunan hijau berpedoman pada

peraturan menteri ini.

(3) Dalam hal daerah telah memiliki peraturan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) sebelum peraturan menteri ini diberlakukan, peraturan tersebut

harus menyesuaikan dengan peraturan menteri ini.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 11

Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal ................

MENTERI PEKERJAAN UMUM,

DJOKO KIRMANTO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ..... NOMOR ....

Page 9: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 9 / 39

BAGIAN I KRITERIA BANGUNAN HIJAU

Pengurangan dampak pemanasan global dan krisis energi harus dilakukan

dengan berbagai pemikiran dan tindakan. Salah satu yang mempunyai potensi

besar menyumbang kepada pemanasan global dan krisis energi adalah sektor

konstruksi yang terutama berhubungan dengan bangunan gedung. Untuk

mengurangi hal tersebut adalah dengan menerapkan kriteria bangunan hijau

dalam seluruh tahapan penyelenggaraan bangunan gedung.

Kriteria yang dimaksud antara lain:

1. Pengelolaan Tapak

Pengelolaan Tapak adalah upaya mengurangi dampak negatif penggunaan

lahan dalam proses penyelenggaraan bangunan gedung terhadap

lingkungan sekitarnya, memanfaatkan kembali lahan yang bernilai negatif,

atau revitalisasi lahan, dengan cara :

a. Melakukan pelestarian fungsi dan/atau pemanfaatan lahan, sesuai

dengan tata guna lahan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-

undangan.

b. Melakukan pembangunan bangunan gedung pada lahan yang bernilai

negatif (brown field).

c. Melakukan upaya pelestarian atas kondisi eksisting lahan/ lingkungan

dan/atau mengembalikan/memperbaiki lahan/ lingkungan yang rusak

akibat penyelenggaraan bangunan gedung.

d. Melakukan upaya penyediaan ruang terbuka hijau secara maksimal

pada lahan untuk fungsi peresapan air ke dalam tanah serta

menyediakan lahan penanaman vegetasi sesuai peraturan perundang-

undangan.

e. Mendayagunakan populasi dan fungsi vegetasi sebagai penurun kadar

Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Hidrofluorocarbon (HFC),

Perfluorocarbon (PFC), Sulfur Heksafluorida (SF6), dan gas berbahaya

lainnya; berperan sebagai sumber oksigen (O2) dan pengikat Air (H2O);

serta mengurangi dampak konsentrasi panas akibat aktivitas

pengelolaan tapak untuk mengendalikan suhu kawasan/lingkungan

mikro (micro climate).

f. Melakukan upaya pencegahan polusi air, polusi udara, pencemaran

Page 10: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 10 / 39

tanah, kebisingan, getaran, timbulan sampah konstruksi, dan

kemacetan pada lingkungan sekitar lahan

g. Penyediaan jalur sirkulasi sesuai dengan kategori kecepatan yaitu

pedestrian, jalur sepeda, jalur lambat (maksimal 35 km/jam), dan jalur

cepat (di atas 35 km/jam).

2. Efisiensi Penggunaan Energi

Efisiensi penggunaan energi adalah upaya penghematan dan optimalisasi

penggunaan energi dalam bangunan gedung. Upaya efisiensi dan

optimalisasi energi dilakukan:

a. Melakukan perencanaan sistem tata udara, sistem pencahayaan, dan

sistem tranportasi vertikal dalam gedung.

b. Melakukan perencanaan orientasi bangunan gedung dan pemilihan

bahan selubung bangunan gedung.

c. Melakukan usaha-usaha pemanfaatan energi baru dan terbarukan

(renewable energy).

3. Efisiensi Penggunaan Air

1. Bangunan gedung memiliki dua sistem plambing, yang terdiri dari

jaringan sistem air bersih dan jaringan sistem air daur ulang.

2. Efisiensi air adalah upaya penghematan penggunaan air dan menjaga

kualitas air, pemanfaatan sumber air bersih alternatif, menggunakan

kembali air bekas untuk penggelontoran, serta daur ulang air buangan.

Upaya efisiensi air dilakukan melalui:

a. Melakukan upaya efisiensi atas pemanfaatan sumber air bersih

baik yang berasal dari sumber air tanah atau dari pemasok air

bersih setempat.

b. Memanfaatkan air hujan, air bekas wudhu, dan/atau air

kondensasi sistem tata udara sebagai sumber air bersih alternatif.

c. Menyusun dan melaksanakan rencana pengelolaan air.

d. Merencanakan penyediaan sumur resapan air hujan dengan

memperhatikan kondisi tanah dan sesuai dengan peraturan dan

perundangan.

e. Menggunakan peralatan saniter yang hemat konsumsi airnya.

f. Mengupayakan penggunaan water fixtures (keran dan shower) yang

Page 11: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 11 / 39

mempunyai kapasitas buangan di bawah standar pada tekanan air

rendah.

4. Pengelolaan Limbah

Pengelolaan limbah adalah upaya penanggulangan pencemaran lingkungan

dari air limbah yang dihasilkan selama penyelenggaraan bangunan

gedung. Upaya pengelolaan limbah dilakukan melalui:

a. Melakukan perencanaan, penyediaan, dan manajemen air limbah (grey

water dan black water).

b. Merencanakan penggunaan instalasi air limbah yang diolah sebelum

dibuang ke saluran drainase kota dan memenuhi standar baku mutu

sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

5. Manajemen Material

Manajemen Material adalah upaya pengelolaan pemanfaatan material yang

aman bagi lingkungan, pemanfaatan material lokal, dan memanfaatkan

material daur ulang untuk bangunan gedung. Upaya pengelolaan

pemanfaatan material dilakukan dengan cara:

a. Melarang pemakaian material dan bahan yang mengandung bahan

beracun dan berbahaya (B3) dan/atau merusak lapisan ozon;

b. Penggunaan cat atau lapisan (coating) yang tidak mengandung atau

memiliki kandungan bahan organik berbahaya (Volatile Organic

Compounds-VOC) yang tinggi;

c. Memanfaatkan semaksimal mungkin material lokal (bukan material

impor);

d. Memanfaatkan semaksimal mungkin material bangunan yang

bersertifikat ramah lingkungan (eco label); dan

e. Menggunakan material dari sumber daya alam yang dapat diperbarui

dan/atau yang mengandung bahan daur ulang (recycled content

materials).

6. Manajemen Mutu dan Kenyamanan dalam Bangunan Gedung

Manajemen Mutu dan Kenyamanan dalam Gedung adalah upaya

pengelolaan ruang yang memenuhi standar kenyamanan untuk

beraktivitas sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan pada

manusia.

Page 12: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 12 / 39

Upaya tersebut dilakukan melalui perencanaan dan penyediaan sistem tata

udara, sistem tata pencahayaan, sistem tata suara, serta hubungan antar

ruang, antara lain:

a. Memaksimalkan penghawaan alami dengan ventilasi silang;

b. Menggunakan dan memilih sistem tata udara buatan sesuai standar

teknis;

c. Memanfaatkan pencahayaan alami dan menggunakan pencahayaan

buatan sesuai dengan standar teknis;

d. Menggunakan dan memilih sistem tata cahaya untuk menghindari

gangguan silau dan pantulan sinar; dan

7. Manajemen Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi

Manajemen perencanaan dan pelaksanaan konstruksi adalah upaya

pengelolaan dalam penyelenggaraan bangunan hijau pada tahap

perencanaan dan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung. Upaya

manajemen perencanaan dan pelaksanaan konstruksi dilakukan melalui:

a. Manajemen perencanaan

Melibatkan tenaga ahli yang kompeten dalam mengimplementasikan

kaidah-kaidah bangunan hijau pada proses perencanaan.

b. Manajemen pelaksanaan konstruksi

Menggunakan badan usaha dan/atau tenaga pelaksana yang kompeten

dalam mengimplementasikan kaidah-kaidah bangunan hijau pada

proses pembangunan.

Page 13: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 13 / 39

BAGIAN II PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN

II.1 PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN

II.1.1 UMUM

1. Secara umum bangunan gedung baru harus direncanakan dengan

mengacu kriteria bangunan hijau.

2. Melakukan perencanaan dengan melibatkan tenaga-tenaga ahli yang

telah memiliki sertifikasi keahlian (SKA), sesuai dengan bidangnya.

II.1.2 Rencana Pengelolaan Tapak

1. Pemilihan Tapak

Pemilihan tapak sesuai dengan tata guna lahan

a. Bangunan gedung harus dibangun sesuai dengan peruntukan

lahan yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata

bangunan dari lahan yang bersangkutan.

b. Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui:

i. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah,

ii. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan/ atau

iii. Peraturan bangunan setempat dan Rencana Tata Bangunan

dan Lingkungan (RTBL).

c. Bagi daerah yang belum memiliki RTRW, RDTR, ataupun

peraturan bangunan setempat dan RTBL, maka diperbolehkan

apabila Kepala Daerah memberikan persetujuan membangun

bangunan gedung dengan pertimbangan:

i. Persetujuan membangun tersebut bersifat sementara

sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan

tata ruang yang lebih makro, kaidah perencanaan kota dan

penataan bangunan;

ii. Kepala Daerah segera menyusun dan menetapkan RRTR,

peraturan bangunan setempat dan RTBL berdasarkan

rencana tata ruang yang lebih makro.

2. Lahan Negatif (Brown Field)

Page 14: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 14 / 39

Lahan yang bernilai negatif, yaitu lahan bekas industri, tempat

pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), atau

fasilitas komersial yang telah ditinggalkan dan dapat digunakan

kembali. Lahan tersebut telah mengalami kerusakan, tidak

digunakan lagi, atau lahan bekas pembangunan, dapat berupa TPA

(Tempat Pembuangan Akhir), badan air yang tercemar, ataupun

daerah padat yang sarana dan prasarananya di bawah standar

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1999 dan

SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan

Perumahan di Perkotaan.

3. Perhitungan Dampak Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi

Pembangunan bangunan hijau dapat menyertakan perhitungan atas

dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang ditimbulkan selama

masa pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung.

Perhitungan tersebut meliputi:

a. Perhitungan analisis untung rugi dari pemanfaatan lahan,

meliputi aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi (environment,

social, economy cost benefit analysis).

b. Perhitungan tersebut di atas harus disertakan sebagai bagian

dari perizinan bangunan hijau.

c. Hasil perhitungan akan menentukan tindakan-tindakan yang

dibutuhkan sebagai kompensasi dari pemanfaatan lahan,

misalnya rehabilitasi lahan, normalisasi resapan air, dan

pengendalian iklim mikro.

4. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

a. RTH merupakan area yang mempunyai berbagai macam vegetasi

(softscape) yang bebas dari struktur bangunan dan struktur

sederhana bangunan taman/ perkerasan (hardscape) di atas

permukaan tanah atau di bawah tanah.

b. Menyediakan RTH sekurang-kurangnya 10% lebih besar dari

yang disyaratkan di dalam RTRW/RDTR setempat. Penambahan

RTH sebesar 10% yang dimaksud dapat merupakan taman di

atas basement, roof garden, terrace garden, dan wall garden,

Page 15: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 15 / 39

sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008.

c. Pada daerah yang belum memiliki RRTR atau RTBL atau yang

tidak menentukan kewajiban penyediaan RTH, maka

menyediakan RTH sekurang-kurangnya 10% dari luas tapak.

d. RTH semaksimal mungkin dapat menjadi area resapan air hujan,

dengan menempatkan swale/cekungan atau resapan setempat,

yang berfungsi untuk menyimpan air hujan dalam waktu

sementara.

5. Penyediaan Jalur Pedestrian

Persyaratan teknis jalur pedestrian mengacu pada Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang

Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan

Gedung dan Lingkungan

Jalur pedestrian merupakan jalur pedestrian yang:

i. menghubungkan antar bangunan gedung di dalam lahan.

ii. menghubungkan bangunan gedung ke jalan utama di luar

lahan dan ke jaringan transportasi umum terdekat.

iii. tidak berpotongan dengan akses kendaraan bermotor.

6. Penyediaan Fasilitas Bersepeda

Menyediakan fasilitas bagi pengendara sepeda

7. Iklim Mikro

a. 10% perkerasan (hardscape) tapak termasuk jalan, jalur

pedestrian, taman pekarangan, kolam renang outdoor,

balkon/teras, dan area parkir:

i. Direncanakan terlindungi dari sinar matahari langsung.

ii. Direncanakan dapat menggunakan open grid pavement

system.

iii. Semaksimal mungkin direncanakan desain yang

mengkombinasikan antara perkerasan dan area penanaman

diantaranya.

iv. Direncanakan pola tata tanaman yang masih

Page 16: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 16 / 39

memungkinkan terjadinya sirkulasi udara pada ruang

antara permukaan tanah/ lantai dengan massa tajuk.

b. 50% dari luas atap yang tidak digunakan untuk peralatan

bangunan harus direncanakan ditutup dengan tanaman pada

atap bangunan.

8. Manajemen Air Hujan pada Tapak

Direncanakan melakukan pengelolaan limpasan air hujan untuk

mengurangi dan menghindari timbulnya genangan air dan polusi air

permukaan merujuk pada peraturan perundang-undangan, antara

lain dengan cara:

a. mengurangi/menghilangkan beban volume limpasan air hujan ke

jaringan drainase kota dari tapak;

b. menggunakan desain dan rekayasa teknologi yang dapat

mengurangi debit limpasan air hujan;

c. menggunakan material yang tidak kedap air dan cara-cara lain

yang dapat meresapkan air ke dalam tanah pada jalur

pedestrian, taman pekarangan, dan area parkir; dan

d. membuat saluran yang bermuara pada resapan air untuk area

yang tidak kedap air, misalnya sumur resapan dan/atau kolam

tangkapan air hujan.

9. Pengelolaan Sampah

a. Bangunan gedung direncanakan dan dilengkapi dengan

fasilitas atau instalasi untuk memilah dan mengumpulkan

sampah berdasarkan sampah organik, sampah anorganik, dan

sampah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun) untuk

dimanfaatkan kembali atau dimusnahkan.

b. Pengelolaan sampah pada tahap pengelolaan tapak

direncanakan dan dilakukan oleh pelaksana konstruksi.

c. Pengelolaan sampah pada tahap pelaksanaan konstruksi

dilakukan oleh pelaksana konstruksi.

d. Pengelolaan sampah pada tahap pemanfaatan bangunan

gedung dilakukan oleh pengelola/pemilik bangunan.

Page 17: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 17 / 39

II.1.3 Rencana Efisiensi Penggunaan Energi

1. Sistem Tata Udara

a. Merencanakan sistem tata udara dengan mempertimbangkan

penggunaan pengkondisian pendingin seefisien mungkin.

b. Merencanakan ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift dengan

tidak menggunakan pengkondisian udara.

2. Sistem Tata Cahaya

a. Memanfaatkan semaksimal mungkin pencahayaan alami melalui

pengolahan bukaan transparan.

b. Merencanakan penggunaan lampu hemat energi.

c. Menempatkan alat pengendali cahaya (lighting control) pada

tempat yang mudah dijangkau.

d. Merencanakan sistem pengendalian cahaya bangunan gedung

secara manual dan/atau otomatis, kecuali yang terhubung

dengan sistem darurat.

e. Merencanakan zona pencahayaan sesuai dengan fungsi ruangan.

3. Selubung Bangunan

a. Mengurangi panas akibat radiasi matahari langsung baik yang

melalui selubung bangunan maupun atap bangunan gedung.

b. Menghitung secara akurat dan cermat nilai perpindahan termal

menyeluruh (Overall Termal Transfer Value -OTTV) sesuai dengan

batas maksimum yang disyaratkan.

Menggunakan perhitungan OTTV sebagai pertimbangan desain

c. Agar tercapai optimasi kinerja gedung dalam rancangan

bangunan, antara perencana arsitek dan perencana mekanikal

dan elektrikal dapat menggunakan perhitungan secara akurat

dengan bantuan perangkat lunak pemodelan energi (energy

modeling software).

4. Transportasi Dalam Gedung

a. Merencanakan penggunaan eskalator, lif, serta alat transportasi

vertikal lainnya yang hemat energi (jika ada).

b. Merencanakan Traffic management system penggunaan

Page 18: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 18 / 39

eskalator, lif, serta alat transportasi vertikal lainnya (jika ada).

5. Beban Listrik

Memasang alat ukur energi listrik atau kWh meter terpisah untuk

masing-masing kelompok beban listrik sehingga memudahkan untuk

memantau penggunaan daya listrik masing-masing kelompok.

6. Sistem Ventilasi

Mengikuti persyaratan teknis untuk sistem ventilasi, kebutuhan

ventilasi, persyaratan kenyamanan termal dalam ruangan,

pencahayaan, dan transportasi dalam gedung. (mengacu ke SNI)

7. Energi Baru dan Terbarukan

Menganjurkan untuk menggunakan sumber energi alternatif non

fosil.

II.1.4 Rencana Efisiensi Penggunaan Air

1. Efisiensi penggunaan air

a. Air limbah domestik (black water) harus diolah menggunakan

instalasi pengolahan air limbah sebelum dibuang ke saluran

drainase kota.

b. Air limbah yang dibuang ke saluran drainase kota (grey water)

harus memenuhi standar baku mutu sesuai peraturan

perundangan yang berlaku.

c. Air limbah (grey water) dapat digunakan kembali setelah diproses

melalui sistem daur ulang air (water recycling system).

d. Mencari sumber-sumber air alternatif selain PDAM dan sumur

dalam

e. Air daur ulang yang digunakan kembali harus memenuhi standar

baku mutu sesuai peraturan perundangan.

f. Air daur ulang yang dimaksud pada butir e dapat digunakan

untuk penggelontoran (flushing), penyiraman tanaman, irigasi

lahan, dan make-up water cooling tower.

2. Sumber Air Bersih

a. Sumber air bersih yang digunakan harus berasal dari Penyedia

Jasa Air Bersih setempat/ Perusahaan Daerah Air Minum

Page 19: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 19 / 39

(PDAM).

b. Penggunaan air tanah sebagai sumber air bersih harus

dihindari/dikurangi.

c. Jika sumber air bersih dari PDAM tidak dimungkinkan dan

terpaksa harus menggunakan air tanah sebagai sumber air

bersih maka penggunaannya harus sesuai dengan peraturan

perundangan.

3. Sumur Resapan Air Hujan (SRAH)

a. Setiap bangunan gedung harus menyediakan sumur resapan air

hujan sesuai dengan peraturan dan perundangan.

b. Bangunan gedung sebaiknya menyediakan sumur resapan air

hujan (SRAH) dengan kapasitas semaksimal mungkin atau

sekurang-kurangnya minimum 1 m3 untuk setiap luas 25 m2

atap bangunan gedung.

c. Bangunan gedung pada daerah yang mempunyai kondisi tanah

seperti yang disebutkan berikut ini tidak diizinkan membuat

sumur resapan air hujan:

i. Kelerengan tanah lebih besar dari 50% dan formasi geologi

tanah tidak stabil dan berpotensi bergerak.

ii. Kedalaman muka air tanah kurang dari 1,5 m.

iii. Kecepatan infiltrasi kurang dari 2 cm3/ jam.

iv. Pada daerah yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air

laut

d. Kondisi gedung yang dimaksud pada butir c, memiliki

mekanisme penampungan air hujan.

4. Fitur Air (Water Fixtures)

a. Menggunakan peralatan saniter yang hemat kapasitas keluaran

airnya.

b. water fixtures yang digunakan harus mempunyai kapasitas

buangan di bawah standar

5. Pemakaian dan penyaluran air

Persyaratan pemakaian dan penyaluran air harus mengikuti:

Page 20: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 20 / 39

a. SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;

b. SNI 03-2453-2002 Tata cara perencanaan sumur resapan air

hujan untuk lahan pekarangan, atau edisi terbaru;

c. SNI 06-2459-2002 Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk

lahan pekarangan, atau edisi terbaru;

d. SNI 03-7065-2005 Tata cara Perencanaan Sistem Plambing.

e. Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan

pemeliharaan sistem penyaluran air hujan pada bangunan

gedung.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung,

atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau

pedoman teknis yang ada.

6. Air limbah

Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti:

a. SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;

b. SNI 03-2398-2002 Tata cara perencanaan tangki septik dengan

sistem resapan, atau edisi terbaru;

c. SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau,

atau edisi terbaru;

d. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem

pembuangan air limbah dan air kotor pada bangunan gedung

mengikuti standar baku serta ketentuan teknis yang berlaku.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung,

atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau

pedoman teknis yang ada.

II.1.5 Rencana Penggunaan Material

1. Memiliki rencana penggunaan material yang tidak mengandung

bahan berpotensi merusak lapisan ozon (Ozone Depletion Potential-

ODP).

2. Memiliki rencana penggunaan bahan pendingin tata udara

(refrigerant) yang sesedikit mungkin mengandung bahan berpotensi

menimbulkan efek pemanasan global (Global Warming Potential-

Page 21: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 21 / 39

GWP).

3. Memiliki rencana penggunaan material hasil pabrikasi yang bahan

baku dan proses produksinya ramah lingkungan.

4. Memiliki rencana penggunaan kayu yang bersertifikat ramah

lingkungan (eco label).

Faktur Angkutan Kayu Olahan (FAKO)

5. Memiliki rencana penggunaan material lokal hasil olahan dan

material yang memiliki daya tahan lebih lama.

II.1.6 Mutu dan Kenyamanan dalam Gedung

1. Kondisi Termal dalam Ruang

Temperatur dan kelembaban udara direncanakan sesuai dengan

standard kenyamanan termal daerah tropis, yaitu temperatur bola

kering (dry bulb) 25°C - 27°C dan kelembaban relatif 50% - 70%

untuk kenyamanan penghuni.

2. Mutu dan Kenyamanan dalam Gedung

a. Seluruh bangunan merupakan kawasan yang bebas asap rokok;

b. Seluruh atau sebagian bangunan tidak boleh menggunakan

material bangunan yang mengandung asbestos.

c. Untuk lampu mempertimbangkan kandungan merkuri

d. Penggunaan styrofoam terbatas pada saluran sistem tata udara

(ducting) sesuai ketentuan standar teknis;

e. Harus menggunakan kayu olahan untuk interior ruang, antara

lain meliputi: kayu komposit, papan partikel, atau papan serat

yang emisi formaldehidanya rendah.

f. Sistem ventilasi harus direncanakan dengan laju/ kapasitas

aliran udara yang tepat sesuai fungsinya.

g. Untuk ruang-ruang dengan kepadatan tinggi harus dilengkapi

dengan sensor karbondioksida (CO2) untuk menjamin kadar CO2

tidak lebih dari 1000 ppm.

h. Untuk ruang-ruang yang berbatasan dengan lokasi parkir

kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan sensor

karbonmonoksida (CO) tidak lebih dari 35 ppm sesuai dengan

Page 22: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 22 / 39

Occupation Safety and Health Association (OSHA)

3. Kualitas Suara dalam Ruang

Tingkat kebisingan dalam ruang harus sesuai dengan SNI 03- 6386-

2000 tentang Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan

Gedung dan Perumahan (Kriteria Desain yang Direkomendasikan).

II.1.7 Manajemen Perencanaan Bangunan Gedung

Dalam proses perencanaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

a. Komunikasi dan koordinasi antar perencana, pelaksana hingga

manajemen gedung dalam mewujudkan bangunan hijau;

b. Adanya dokumentasi yang menjelaskan kondisi awal perencanaan

hingga desain yang komprehensif.

II.2 PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN

II.2.1 UMUM

1. Secara umum bangunan gedung harus dilaksanakan

pembangunannya dengan memperhatikan kaidah-kaidah ramah

lingkungan.

2. Melaksanakan pembangunan dengan melibatkan tenaga-tenaga ahli

yang telah memiliki sertifikasi keahlian, sesuai dengan bidangnya.

3. Menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan sesuai standar

internasional untuk mengurangi dan menghindari polusi air, polusi

udara, pencemaran tanah, kebisingan, getaran, timbulan sampah

konstruksi, dan kemacetan pada lingkungan sekitar lahan.

4. Pedoman Teknis Pelaksanaan dikenakan hanya kepada Penyedia

jasa konstruksi bangunan gedung.

II.2.2 Manajemen Efisiensi Energi

1. Memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya listrik yang

tersedia dan/atau menyediakan sumber catu daya mandiri (generator

power supply).

Page 23: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 23 / 39

2. Menggunakan alat transportasi vertikal/lif konstruksi

(material/passenger hoist) yang hemat energi.

3. Menggunakan seoptimal mungkin pencahayaan alami.

4. Memasang alat ukur beban listrik atau kWh meter terpisah untuk

masing-masing kelompok beban >100 kVa sehingga memudahkan

untuk memantau penggunaan daya listrik masing-masing kelompok.

5. Energi baru dan Terbarukan

Mendorong penggunaan sumber daya non-fosil dalam kegiatan

pelaksanaan.

II.2.3 Manajemen Efisiensi Air

1. Menyediakan penampungan air hujan dengan kapasitas semaksimal

mungkin untuk dimanfaatkan sebagai sumber air bersih proyek.

2. Melakukan manajemen air dewatering.

3. Sumur Resapan dan/atau kolam penampungan air hujan digunakan

untuk menjaga keseimbangan air tanah, mengurangi aliran

permukaan dan/atau untuk alternatif sumber air bersih

4. Manajemen penggunaan air dengan memisahkan kegiatan yang

memerlukan air untuk kebersihan dengan kegiatan yang

membutuhkan air dengan kualitas lebih rendah

II.2.4 Manajemen Penggunaan Material

1. Menggunakan material secara efisien dan cermat untuk mengurangi

sisa bahan tak terpakai (zero waste, zero defect, dan sistem

pracetak);

2. Menggunakan material yang bahan baku dan proses produksinya

ramah lingkungan;

3. Menyiapkan area pemilahan dan menyelenggarakan manajemen

sampah untuk tempat material sisa pelaksanaan proyek sebelum

digunakan kembali dan/atau didaur ulang;

4. Mengutamakan penggunaan material lokal hasil olahan yang

mudah diperoleh di sekitar kawasan proyek;

5. Mengutamakan penggunaan material bantu konstruksi produksi

lokal yang mudah diperoleh di kawasan proyek;

Page 24: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 24 / 39

6. Menggunakan pemasok bahan konstruksi yang bersedia

membawa/mengambil kembali kemasan pembungkus, pallets, dan

material yang tidak terpakai atau material sisa yang ditimbulkan

oleh produk yang disediakannya;

7. Melakukan penjadwalan pengadaan material secara akurat untuk

mengurangi penyimpanan

8. Mendorong penggunaan kembali material untuk kantor proyek,

bedeng pekerja konstruksi, dan gudang; dan

9. Mendorong penggunaan kembali alat bantu konstruksi seperti

cetakan beton, perancah, dan alat bantu lainnya.

II.2.5 Manejemen Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Gedung

1. Manajemen Kebisingan, Getaran, dan Debu

a. Manajemen kebisingan dan getaran dari kegiatan pelaksanaan

konstruksi yang dirasakan di luar area konstruksi.

b. Manajemen debu konstruksi yang dirasakan di luar area

konstruksi .

2. Testing – Commissioning

a. Testing Commissioning dilakukan oleh pihak ketiga

independen

b. Aktifitas testing commissioning dimulai sejak proses desain

hingga penyusunan bahan training untuk manajemen gedung

c. Pelaksanaan testing commissioning harus mengacu kepada

pedoman tertentu

Page 25: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 25 / 39

BAGIAN III PEDOMAN TEKNIS PEMANFAATAN

III.1 UMUM

1. Secara umum bangunan gedung eksisting harus dimanfaatkan

dengan memperhatikan kriteria bangunan hijau.

2. Untuk memulai pengoperasian bangunan perlu melibatkan tenaga-

tenaga ahli yang telah memiliki sertifikasi keahlian (SKA), sesuai

dengan bidangnya.

III.2 PEDOMAN TEKNIS PEMANFAATAN

III.2.1 Pengelolaan Tapak

1. Pengelolaan ruang terbuka

a. Menerapkan rencana manajemen ruang terbuka terdiri dari

ruang terbuka hijau (landscape), perkerasan (hardscape), dan

perlengkapan taman (landscape furniture) yang dapat menjamin

keberlangsungan integritas ekologi lingkungan sekitar serta

kesinambungan siklus mikro climate.

b. Penerapan manajemen ruang terbuka dapat secara siginifikan

mengurangi dampak penggunaan bahan kimia berbahaya,

pemborosan energi, limbah air, polusi udara, limbah padat, dan/

atau runoff bahan kimia (seperti minyak, oli, dan lainnya).

c. Manajemen ruang terbuka mengatur paling tidak elemen

operasional berikut ini:

i. perawatan alat kerja;

ii. penggunaan cat dan sealant pada ruang terbuka; dan

iii. pembersihan sidewalks, pavement dan hardscape lainnya.

2. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Page 26: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 26 / 39

a. Kondisi nyata ruang terbuka sesuai dengan ketentuan dan

persyaratan rencana.

b. Menggunakan tanaman lokal dan budidaya lokal dalam kegiatan

pemeliharaan dan perawatan tanaman selama masa operasi

bangunan.

c. Menambahkan dan/ atau memanfaatkan RTH pada ruang

terbuka non hijau; seperti pada atap gedung, teras, dinding

dengan menggunakan media tambahan; dengan

mempertimbangkan area yang memungkinkan dan mudah

diakses.

3. Penyediaan Fasilitas Bersepeda

a. Kondisi nyata fasilitas bersepeda sesuai dengan ketentuan dan

persyaratan rencana.

b. Menjamin fasilitas sepeda agar tidak beralih fungsi.

4. Manajemen Air Hujan pada Tapak

a. Kondisi nyata manajemen air hujan pada tapak sesuai dengan

ketentuan dan persyaratan rencana.

b. Melakukan kegiatan menampung dan menggunakan kembali Air

Hujan untuk keperluan:

i. Penyiraman lahan.

ii. Penyiraman toilet dan urinoir.

c. Melakukan inspeksi tahunan terhadap semua fasilitas

manejemen air hujan untuk menjamin keberlanjutan performa

fasilitas.

d. Melakukan dokumentasi mengenai kegiatan inspeksi, kebutuhan

pemeliharaan, dan kegiatan perbaikan.

5. Melakukan manajemen pencahayaan buatan untuk malam hari guna

mengurangi polusi cahaya bangunan dan sky-glow serta untuk

meningkatkan aksesibilitas kepada langit malam (night sky access).

6. Pengelolaan Sampah

Kondisi nyata pengelolaan sampah sesuai dengan ketentuan dan

persyaratan rencana.

Page 27: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 27 / 39

III.2.2 Efisiensi Penggunaan Energi

1. Kondisi nyata efisiensi penggunaan energi sesuai dengan ketentuan

dan persyaratan rencana.

2. Manajemen

a. Menyediakan staf khusus untuk memantau dan mengevaluasi

penggunaan/ konsumsi energi bangunan.

b. Merencanakan program-program operasional yang hemat energi,

sehingga tercapai peningkatan efisiensi penggunaan energi.

c. Melakukan recommissioning.

d. Melakukan sosialisasi dalam memanfaatkan fasilitas yang ada,

sehingga konsumsi energinya optimum.

e. Memastikan tidak ada pemborosan dan kebocoran pada sistem

mekanikal dan elektrikal sehingga indek energinya tidak naik

lebih dari 5 %.

f. Memastikan bahwa penggantian peralatan dan suku cadang

komponen setara dengan yang disyaratkan.

3. Sistem Tata Udara

a. Membersihkan saringan udara (filter) secara berkala untuk

menjamin aliran udara (airflow) yang tinggi sehingga sistem dapat

bekerja secara efisien.

b. Memeriksa dan mengganti suku cadang secara berkala.

c. Menjaga agar sistem tata udara tetap memenuhi persyaratan

4. Sistem Tata Cahaya

a. Memeriksa dan mengganti lampu sesuai dengan usia manfaat.

b. Mematikan lampu secara manual/otomatis pada ruangan yang

tidak digunakan.

c. Memantau dan mengevaluasi penggunaan sistem tata cahaya

sesuai fungsi ruangan.

5. Transportasi dalam Gedung

Memantau penggunaan eskalator, lif, serta alat transportasi vertikal

lainnya agar dapat digunakan secara optimum.

Page 28: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 28 / 39

6. Beban Listrik

Memantau dan mengevaluasi penggunaan energi secara berkala.

7. Sistem Ventilasi

Memantau dan mengevaluasi mutu udara dalam ruangan agar

tetap memenuhi persyaratan kesehatan dan kenyamanan

III.2.3 Efisiensi Penggunaan Air

1. Kondisi nyata efisiensi penggunaan air sesuai dengan ketentuan

dan persyaratan rencana

2. Melakukan sosialisasi dan pembelajaran pada perilaku pengguna

bangunan gedung dalam memanfaatkan fasilitas yang ada,

sehingga konsumsi air bersih minimal sesuai dengan target

konsumsi air yang ditetapkan pada saat testing dan commissioning.

3. Efisiensi penggunaan air

a. Menggunakan air tampungan hujan untuk kegiatan penyiraman

tanaman dan irigasi lahan.

b. Menghindari penggunaan air baku/ air bersih untuk keperluan

peralatan cooling tower melalui manejemen air dan/ atau

penggunan air daur ulang untuk make-up water.

4. Sumber Air Bersih

Kondisi nyata pemanfaatan sumber air bersih sesuai dengan

ketentuan dan persyaratan rencana

5. Sumur Resapan Air Hujan (SRAH)

Kondisi nyata sumur resapan air hujan (SRAH) sesuai dengan

ketentuan dan persyaratan rencana

6. Pemakaian dan penyaluran air

a. Kondisi nyata pemakaian dan penyaluran air sesuai dengan

ketentuan dan persyaratan rencana

b. Melakukan pencatatan secara rutin konsumsi air gedung

harian.

c. Melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan secara rutin untuk

Page 29: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 29 / 39

memastikan tidak terjadi kebocoran baik di instalasi ataupun

pada peralatan.

d. Memastikan bahwa penggantian peralatan / komponen sistem

tetap menggunakan peralatan/ komponen yang setara.

7. Air limbah

Kondisi nyata pengelolaan air limbah sesuai dengan ketentuan dan

persyaratan rencana

III.2.4 Efisiensi Penggunaan Material

1. Kondisi nyata pengelolaan penggunaan material sesuai dengan

ketentuan dan persyaratan rencana;

2. Melakukan sosialisasi dan pembelajaran mendorong penerapan 3R

(Reduce, Reuse, Recycle);

3. Menghindari penggunaan material pembersih yang tidak bisa diurai

secara alamiah (biodegradable);

4. Menghindari pasokan material sistem tata udara dan sistem

proteksi kebakaran yang mengandung unsur CFC (chloro fluoro

carbon), halon, dan HCFC serta bahan lainnya yang berpotensi

merusak lapisan ozon;

5. Mengurangi sampah dengan:

a. Mengutamakan penggunaan bahan secara berulang yang

mempunyai ketahanan tinggi atau umur pakai lama.

b. Menghindari penggunaan material sekali pakai.

c. Mengutamakan bahan yang mudah terurai untuk material

buangan.

d. Menggunakan material yang mempunyai kemasan pembungkus

paling sedikit.

e. Memaksimalkan penggunaan material yang mengandung bahan

hasil daur ulang (recycled content).

6. Menyediakan wadah pembuangan sementara untuk material dan

produk yang berbahaya, sebelum dibuang ke fasilitas atau tempat

pembuangan yang sesuai. Material dan produk yang dikatakan

berbahaya adalah:

Page 30: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 30 / 39

a. Limbah zat kimia (cat, tiner cat, plamir, perekat/lem yang

mengandung zat beracun (toxic glues & adhesives), bahan

pembersih (cleaners, disinfectants), pengkilap bahan (polisher),

pengharum ruangan (deodorizers), pestisida/bahan anti hama, ,

herbisida/bahan pembasmi gulma, pupuk kimia, dan

sejenisnya);

b. Limbah elektrik (lampu floresen/lampu pijar saklar atau

termostat yang mengandung merkuri semua jenis baterai);

c. Limbah elektronik (komputer, televisi, toner printer/ mesin foto

copy, faks, balast, dan peralatan elektronik lainnya);

d. Limbah medis (peralatan medis/ limbah B3 (termasuk jarum

untuk keperluan rumah sakit), zat pengawet/formalin, sisa

organ tubuh, dan lain sebagainya);

e. Limbah otomotif (oli bekas,air aki, ban, dan lain sebagainya);

f. Limbah tabung gas (aerosol, Insektisida/bahan anti serangga,

dan lain sebagainya).

III.2.5 Mutu dan Kenyamanan dalam Gedung

1. Kondisi nyata pengelolaan mutu dan kenyamanan dalam gedung

sesuai dengan ketentuan dan persyaratan rencana;

2. Kondisi Termal dalam Ruang

a. Temperatur dan kelembaban udara harus dipertahankan sesuai

dengan standar kenyamanan termal daerah tropis.

3. Mutu dan Kenyamanan dalam Gedung

a. Melakukan sosialisasi yang mendorong kawasan bebas rokok.

b. Mempertahankan penggunaan cat, coating, dan perekat untuk

interior ruang yang sesedikit mungkin mengandung bahan

organik berbahaya.

c. Menghindari penggunaan material bangunan yang mengandung

asbestos dan merkuri,

d. Menggunakan styrofoam pada saluran sistem tata udara

(ducting) sesuai ketentuan standar teknis.

e. Menjamin dan menjaga agar kebutuhan minimal laju aliran

udara ventilasi yang direncanakan sesuai dengan SNI 03-6572-

Page 31: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 31 / 39

2001.

f. Harus menjamin kadar CO2 untuk ruang-ruang dengan

kepadatan tinggi, tidak lebih dari 5000 ppm sesuai dengan SNI.

19-0232-2005.

g. Harus menjamin kadar karbonmonoksida (CO) untuk ruang-

ruang yang berbatasan lokasi parkir kendaraan bermotor tidak

lebih dari 1000 ppm

h. Melakukan pemeliharaan dan pembersihan saluran udara

(ducting) dan penggantian filter-filter yang dipasang secara rutin

pada sistem ventilasi dan tata udara.

4. Kualitas Pencahayaan dan Pemandangan

a. Menghindari perubahan tata letak ruang dalam dan

penambahan elemen atau bagian bangunan yang dapat

mengurangi pemandangan ke luar.

b. Mempertahankan penggunaan lampu dengan tingkat

pencahayaan ruangan sesuai dengan SNI 03-6197- 2000

c. Menghindari perubahan tata letak ruang dalam dan

penambahan elemen/ bagian bangunan yang dapat berakibat

kepada tidak terpenuhinya iluminansi ruangan sesuai dengan

SNI 03-6197- 2000 tentang Konservasi Energi Sistem

Pencahayaan pada Bangunan Gedung.

d. Menjamin bahwa sebagian pengguna bangunan mempunyai

akses ke perangkat pengaturan pencahayaan pada ruang kerja

bersangkutan.

5. Kualitas Akustik dalam Ruang

Menjaga tingkat kebisingan dalam ruang tidak lebih dari atau

sesuai dengan SNI 03- 6386-2000.

III.2.6 Manajemen Pemanfaatan Konstruksi Bangunan Gedung

1. Kondisi nyata manajemen pemanfaatan bangunan gedung sesuai

dengan ketentuan dan persyaratan rencana;

2. Melakukan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan berkala

terhadap seluruh sistem bangunan.

Page 32: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 32 / 39

3. Melakukan pencatatan dan pelaporan secara berkala tentang

pemanfaatan bangunan gedung.

4. Melakukan survei kenyamanan penghuni/pengguna (occupant

comfort survey) sekurang-kurangnya 1 kali tiap 1 tahun.

5. Melakukan proses pengelolaan sampah.

III.2.7 Audit Bangunan Gedung

1. Melakukan audit bangunan sekurang-kurangnya 6 bulan sekali

dikaitkan dengan perpanjangan masa berlakunya SLF sesuai

dengan fungsi bangunan gedung;

2. Kriteria bangunan hijau yang diaudit sekurang-kurangnya meliputi:

a. Audit penggunaan energi;

b. Audit penggunaan air;

c. Audit mutu udara dalam bangunan gedung;

d. Audit pengelolaan limbah dan sampah; serta

e. Audit pengelolaan pemanfaatan bangunan gedung.

Page 33: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 33 / 39

BAGIAN IV PEMBINAAN PELAKSANAAN

1. Dalam menyelenggarakan pembinaan pelaksanaan, pemerintah daerah

provinsi/ kabupaten/ kota mengembangkan program dan kegiatannya

antara lain:

a. Menetapkan peraturan Gubernur/Bupati/Walikota tentang Bangunan

Hijau dan/atau sebagai bagian dari peraturan

Gubernur/Bupati/Walikota tentang Bangunan Gedung;

b. Memberikan advis teknis perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan

bangunan hijau yang dilakukan oleh masyarakat atau dunia usaha.

c. Memfasilitasi pelaksanaan dengar pendapat publik dan pemberian

rekomendasi oleh tim ahli bangunan gedung dalam proses

pembangunan, dan pemanfaatan, bangunan hijau.

d. Mengawasi pembangunan, pemanfaatan, dan renovasi bangunan hijau

berdasarkan peraturan Gubernur/ Bupati/ Walikota tentang peraturan

daerah tentang Bangunan Gedung.

e. Pemerintah daerah dapat mengembangkan kelembagaan khusus yang

bertanggung jawab dalam sosialisasi, edukasi, promosi, dan pengawasan

perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan bangunan hijau.

2. Dalam menyelenggarakan pembinaan pelaksanaan, Pemerintah Pusat

mengembangkan program dan kegiatannya antara lain:

a. Memberikan advis teknis pembangunan, dan pemanfaatan, bangunan

hijau yang disusun oleh dan berdasarkan permintaan pemerintah

provinsi/ kabupaten/ kota, masyarakat dan/ atau dunia usaha;

b. Memfasilitasi pelaksanaan dengar pendapat publik dan pemberian

Page 34: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 34 / 39

rekomendasi oleh tim ahli bangunan gedung dalam pembangunan, dan

pemanfaatan, bangunan hijau;

c. Memfasilitasi pengembangan kelembagaan khusus yang bertanggung

jawab dalam sosialisasi, promosi, pelaksanaan dan pengawasan

pembangunan, dan pemanfaatan, bangunan hijau.

d. Menyelenggarakan atau mendukung penyelenggaraan pendidikan dan

persiapan sumberdaya manusia yang berkompetensi cukup untuk

penerapan.

e. Melaksanakan pengawasan teknis dalam penetapan peraturan gubernur/

bupati/ walikota, dan pelaksanaan bangunan hijau.

Page 35: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 35 / 39

BAGIAN V KETENTUAN PENUTUP

1. Apabila terdapat permasalahan di dalam penerapan Peraturan Menteri ini,

para petugas pemerintah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan

bangunan gedung negara dapat berkonsultasi kepada :

a. Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal

Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum untuk tingkat nasional dan

wilayah DKI Jakarta; atau

b. Dinas Pekerjaan Umum/ Dinas Teknis Provinsi yang bertanggung jawab

dalam pembinaan bangunan gedung untuk wilayah provinsi, di luar DKI

Jakarta.

2. Spesifikasi dan persyaratan teknis yang bersifat lebih rinci tentang

pembangunan, dan pemanfaatan bangunan hijau mengikuti ketentuan

dalam peraturan perundang-undangan, standar, dan pedoman teknis yang

berlaku.

3. Dengan pertimbangan efektivitas pelaksanaan dan kontekstualitas

permasalahan, pemerintah daerah dapat menyusun pedoman pelaksanaan

yang bersifat lebih spesifik dalam menjabarkan Pedoman ini.

Page 36: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 36 / 39

DAFTAR TABEL

SNI 03-6390-2000:

Tabel 8.1.3. Efisiensi Minimum dari Peralatan Tata Udara Unitari atau Paket

yang Dioperasikan dengan Listrik

Page 37: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 37 / 39

SNI 03-6197-2000:

Tabel 1. Tingkat Pencahayaan Rata-Rata, Renderansi dan Temperatur Warna

yang Direkomendasikan

Page 38: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 38 / 39

Tabel 1. Tingkat Pencahayaan Rata-Rata, Renderansi dan Temperatur Warna

yang Direkomendasikan (lanjutan)

Page 39: Bangunan Hijau PU 17 April 2012

Hal 39 / 39

SNI 03-6197-2000:

Tabel 2. Daya Listrik Maksimum untuk Pencahayaan