bahan ajar_bahasa kawi

Upload: miswanto

Post on 18-Jul-2015

3.329 views

Category:

Documents


83 download

DESCRIPTION

Materi Bahasa Kawi untuk Mahasiswa STHD Klaten

TRANSCRIPT

1

MENGENAL BAHASA KAWI (1)Oleh : Miswanto, S.Ag. (Dosen STHD Klaten, Kini sedang Menempuh S2 di Unhi Denpasar)PURWAKABahasa ini merupakan yang digunakan pada kebanyakan susastra Hindu yang ada di Indonesia. Bahasa Kawi sering diistilahkan sebagai Bahasa Parwa, karena bahasa ini banyak ditemukan pada sastra-sastra parwa di Indonesia. Selain itu bahasa ini juga banyak digunakan untuk menulis prasasti-prasasti, lontar-lontar dan beberapa dokumentasi pada masa sejarah kerajaan Hindu di Indonesia. Bagi seorang calon Sarjana Agama Hindu atau Sarjana Sejarah amatlah penting untuk mendalami bahasa ini.

PENGERTIANSecara etimologis kata kawi berasal dari kata Sanskerta kavya yang artinya puisi atau syair. Di India pada mulanya kawi dikenal sebagai seorang yang mempunyai pengertian luar biasa. Seorang yang bisa melihat jauh ke depan atau orang bijak. Kemudian dalam kesusastraan kawi dikenal sebagai seorang penyair; pencipta atau pengarang. Berdasarkan penjabaran etimologis tersebut, maka Bahasa Kawi adalah bahasanya para pengarang atau para pujangga. Tetapi tidak semua bahasa yang dipergunakan oleh para pujangga adalah Bahasa Kawi. Bahasa ini merupakan ragam tulis dalam bahasa Jawa Jawa Kuno. Zoetmulder menyebutkan bahwa bahasa Jawa Kuno merupakan bahasa umum selama periode Hindu-Jawa sampai runtuhnya Majapahit. Dengan demikian bahasa Kawi adalah bahasa Jawa Kuno yang dewasa ini hanya dapat dijumpai dalam karya sastra-karya sastra seperti : Naskah-naskah keagamaan (seperti Lontar-lontar Tattwa, Sasana, Niti, dsb) Naskah-naskah sastra (Purwa, Kakawin, Kidung, dll.) Naskah-naskah pengobatan (Usadha) Naskah-naskah pengetahuan lain (seperti lontar Tutur, dsb) Peninggalan-peninggalan (misalnya : prasasti, babad dan Usana)

Dari uraian tersebut maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa bahasa Kawi adalah bahasa Jawa Kuno, ragam tulis yang dipergunakan oleh para Kawi (pengarang) untuk menampung buah pikirannya.

SEJARAH BAHASA KAWIZoetmulder (1994 : 3) menyebutkan bahwa bahasa Kawi dikenal sejak tahun 726 Saka atau 804 Masehi. Hal ini ditandai dengan adanya prasasti Sukabumi yang menyebutkan penanggalan Saka 726, bulan Caitra, pada hari kesebelan paro terang, pada hari Aryang (hari kedua dalam Sadwara), Wage (hari keempat dalam Pancawara) dan Saniscara (hari ketujuh dalam Saptawara). Hari tersebut bertepatan dengan tanggal 25 Maret 804 M. Poerbatjaraka dalam Kepustakaan Djawa menyebutkan bahwa naskah Kawi yang tertua adalah naskah Candrakarana. Naskah ini berisikan tentang pelajaran bagaimana membuat sebuah kekawin (syair Jawa Kuno) dan daftar kata-kata Kawi (semacam kamus Kawi). Disebut naskah paling tua, karena di dalamnya disebut-sebut seorang raja keturunan wangsa Syailendra, kira-kira tahun 700 Saka atau 778 M. Berdasarkan gaya bahasa, tahun penulisan dan nama raja yang disebut dalam naskah yang diteliti itu, Poerbatjaraka kemudian mengelompokkan sastra Kawi menjadi tiga bagian, yakni : Kitab-kitab Jawa Kuno yang tergolong tua Naskah-naskah yang tergolong kelompok ini ada 2 macam yaitu yang pertama berbentuk prosa (parwa) dan berbentuk puisi (kekawin). Naskah yang tergolong parwa diantaranya : Candrakarana, Sanghyang Kamahayanikan, Brahmaa Purna, Agastya Parwa, Uttarakanda, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Asramawasanaparwa, Mosalaparwa, Prasthanikaparwa, Swargarohanaparwa dan Kunjarakarna. Naskah yang tergolong puisi adalah Kekawin Rmyana. Kitab-kitab yang tergolong berkembang Kitab kelompok ini lahir pada abad ke-11 sampai dengan abad ke-13. Misalnya : rjunawiwaha, Kyana, Sumanasantaka, Smaradahana, Bhomakawya, Hariwangsa, Gatotkacasraya. Kitab-kitab Jawa Kuno yang tergolong baru Kitab yang digubah dari menjelang abad ke-14 sampai runtuhnya Majapahit. Karya sastra itu adalah kekawin : Brahmaapurna, Kunjarakarna, Nagaraktgama, rjunawijaya, Parthayaja, Sutasoma, Ntiastra, Nirathaprakta, Dharmasunya dan Hariraya.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

2

Sementara Wayan Simpen AB. dalam Riwayat Kesusasteraan Jawa Kuna mengklasifikasikan kesusasteraan Kawi atas lima bagian ringkasan sebagai berikut: Zaman sebelum abad ke-9 Zaman ini adalah zaman pra sejarah sastra Kawi. Kehidupan bersastra pada jaman sebelum abad ke-9 diduga zaman sastra Jawa Kuno lisan. Cerita-cerita diwariskan secara lisan. Zaman Mataram Zaman ini dimulai dari abad ke-9 sampai abad ke-10, yaitu pada masa pemerintahan mPu Sindok (925-962 M) di Matarm sampai raja Dharmawangsa Teguh (991-1007 M). Karya sastra yang lahir pada masa ini adalah Kekawin Rmyana. Zaman Kediri Dimulai sejak pemerintahan Erlangga (1019-1049 M) hingga pemerintahan Kertanegara (1268-1292 M). Karya sastra zaman ini tergolong karya bertembang. Zaman Majapahit I Periode ini diawali sejak lahirnya kerajaan Majapahit (1293 M) sampai puncak keemasan Majapahit. Karya sastra yang lahir pada masa ini adalah Brahmaapurna, Kunjarakarna, rjunawijaya, Parthayaja, Sutasoma, dan Nagaraktgama Zaman Majapahit II Zaman ini berawal dari bertahtanya Wikramawardhana (1389-1428 M) sampai runtuhnya Majapahit. Adapun karya yang lahir pada masa ini adalah : Ntiastra, Nirathaprakta, Dharmasunya dan Hariraya. Selanjutnya dalam bidang bahasa, bahasa Kawi banyak berbaur dengan bahasa Bali dan membentuk sastra Kidung. Dari pembauran inilah diperkirakan memunculkan istilah Kawi-Bali (Jawa Tengahan/Bali Tengahan). Model bahasa ini dapat ditemukan dalam naskah-naskah Tutur, Usadha dan Babad. Zoetmulder menyebutkan bahwa sastra Kidung adalah kelanjutan dari bentuk sastra Kawi yang berasal dari Jawa. Di Jawa sendiri semenjak kedatangan Islam, bahasa Kawi (Jawa Kuno) berkembang menurut 2 arah yang berlainan. Di satu sisi bahasa Jawa Pertengahan yang masih memperlihatkan ciri erat antara Budaya Hindu JawaBali. Di sisi lain bahasa Jawa Kuno pun berkembang menjadi bahasa Jawa Modern dimana pengaruh bahasa Sanskerta banyak digantikan oleh bahasa Arab.

PENGARUH BAHASA SANSKERTA TERHADAP BAHASA KAWIPengaruh bahasa Sanskerta sangat dominant sekali terhadap bahasa Kawi. Hampir 80 % kosakata Kawi berasal dari kata atau urat kata Sanskerta. Dalam beberapa contoh berikut tampak pengaruh bahasa Sankerta dalam bahasa Kawi. a. Pada salah satu bait dalam Prasasti Kedukan Bukit berbunyi, Swastiri sakawarsatita 605 ekadasi uklapaka wulan waisakha dpunta hyang nayik di samwau manlap siddhayatra di saptami uklapaka. b. Pada Prasasti Sukabumi tertulis, Swasti sakawarsatita 726 caitra masa tihti ekadasi uklapaka wara ha,wa,ca, tatka ia bhagawanta bari i wulanggi sumaksayakan simaniran mula dawu Menurut Agastia (1994 : 12) pengaruh Sanskerta terhadap sastra Jawa Kuno sangat kentara dengan adanya proyek yang ia sebut sebagai mangjawakn byasamata (membahasajawakan ajaran-ajaran Bhagawan Byasa). Hal ini selaras dengan yang tersurat dalam Wirataparwa. Dalam salah satu baitnya disebutkan, sira ta ri dharmawangsa wakn byasamata (Beliau Sri Dharmawangsa membahasajawakan buah karya Bhagawan Byasa). Jika dikaji lebih lanjut, pengaruh tersebut dapat dikelompokkan menjadi ada 2 macam yaitu : a. Pengaruh formal Pengaruh ini adalah pengaruh bahasa Sanskerta secara langsung, yaitu dangkatnya kata-kata Sanskerta ke dalam bahasa Kawi. Sebagi contoh jika diamati, Kamus Jawa Kuno-Indonesia yang ditulis oleh L. Mardiwarsito, banyak memakai tanda (S) yang artinya kata bersangkutan berasal dari bahasa Sanskerta. Coba anda lihat kutipan di bawah ini : abdhi (S) = samudra; laut abha (S) = keindahan abhicara (S) = tingkah laku; tindak-tanduk; kelakuan (baik), dst. b. Pengaruh non formal Pengaruh ini adalah pengaruh isi kontekstual kata-kata pinjaman tersebut. Pengaruh ini berkaitan dengan agama dan kebudayaan Hindu. Sebagai contoh dalam bidang sastra, epos Rmyana dan Mhabhrata yang dari India mengalami akuturasi budaya ketika masuk ke Indonesia menjadi Kekawin Rmyana dan Bhratayuddha. Contoh : Kata hima di India diartikan embun, cuaca penuh es; salju. Di Jawa keadaan seperti itu tidak pernah terjadi akhirnya kata hima diartikan sebagai kabut, dst.Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

3

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA KAWIBarang siapa hendak memahami agama, seni, sastra ataupun kehidupan sosial budaya India termasuk perkembangan bahasa-bahasanya (juga bahasa yang tidak turun dari bahasa Sanskerta), tidak dapat tidak harus belajar bahasa Sanskerta. Demikian pidato yang pernah disampaikan oleh Prof. Dr. A. Teeuw di UI tanggal 12 Juli 1975. Makna pidato itu dapat pula diperuntukkan bagi yang hendak memahami, seni, sastra dan budaya Indonesia secara menyeluruh mau tidak mau perlu memahami bahasa Kawi. Hal ini disebabkan hampir sebagian besar referensi yang menjurus ke arah itu memakai bahasa Kawi dan Jawa Tengahan. A Teeuw menegaskan kembali bahwa : 1) bahasa Kawi merupakan bahasa pengantar dari kebudayaan pra modern Indonesia yang penting. 2) Dalam keseluruhan bahasa-bahasa Indonesia, bahasa Kawi merupakan ciri khas. 3) Dari segi sejarah perkembangan bahasa, bahasa Jawa mempunyai kekayaan bahan yang melingkupi jangka waktu tak kurang dari seribu tahun. 4) Dengan memahami bahasa Kawi, akan diperoleh pemahaman yang sehat mengenai hubungan dan perbandingan dalam rumpun bahasa Austronesia. 5) Bahasa Kawi telah terbukti maha penting dalam penelitian sastra dan sastra Kawi terbukti unggul pada masa sastra pra modern Indonesia. 6) Sastra Kawi juga merupakan sumber dan tempat asal dari banyak hasil sastra nusantara lain seperti: Bali, Jawa, Sunda, Sasak, Melayu, dll. 7) Bahasa dan sastra Kawi adalah pintu utama untuk pengaruh asing yang masuk ke Indonesia zaman pra Islam dan juga merupakan pintu ke luar untuk kebudayaan di masa Majapahit. Akhirnya dapat dipahami kedudukan dan fungsi bahasa Kawi sebagai berikut. Kedudukan bahasa kawi adalah bahasa documenter Indonesia yang memiliki materi terkaya dan bernilai luhur. Bagi umat Hindu di Indonesia bahasa Kawi adalah bahasa sumber kedua yang menyimpan materi agama Hindu. Fungsi bahasa Kawi adalah sebagai kunci untuk mengungkapkan kebudayaan bangsa Indonesia pada masa praIslam. Di samping itu fungsi bahasa Kawi adalah untuk menunjang : penelitian sejarah bahasa-bahasa daerah Indonesia; usaha mengembangkan bahasa Indonesia secara sadar dan aktif; pengembangan sastra daerah dan sastra Indonesia.

TATA BAHASA KAWITata bahasa pada umumnya dapat berupa fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Berikut ini bagan yang menunjukkan hubungan antara tata bahasa dengan unsur-unsur tersebut.

Tidak bermakna, tetapi berfungsi membedakan arti

BermaknaMakna Gramatikal

Sebagian bermakna

Makna leksikon1. Fonologi Bahasa Kawi Secara etimologis fonologi berasal dari dua kata Latin yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti bunyi. Jadi fonologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu.. Fonologi juga merupakan bagian terkecil dari tata bahasa. Tetapi ada pula yang mengatakan fonologi di luar tata bahasa. Jika kita mengkaji lebih dalam maka kita dapat mengingat sekilas pengertian bahasa menurut Jendra (1986 : 2) suatu sistem simbol bunyi bebas yang diucapkan dalam atau melalui mulut manusia, yang disetujui dan dipelajari bersama oleh masyarakat pendukungnya, untuk dipergunakan sebagai alat kerjasama atau berhubungan. Dari pengertian tersebut, maka bahasa terdiri atas dua unsur yakni : bunyi dan makna. Kedua unsur ini tidak bisa saling meniadakan. Bunyi tanpa makna adalah suatu kegaduhan, misalnya bunyi desiran angin, ember jatuh dll. Sebaliknya makna yang tidak diawali oleh bunyi, bukan pula bernama bahasa. Fonologi bahasa Kawi yang dikenal sekarang hanyalah dari bahan-bahan tertulis. Oleh karena itu, fonologi bahasa Kawi secara positif tidak diketahui bagaimana ucapan kata-katanya atau ucapan kalimat bahasa itu.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

4

Sementara untuk ucapannya biasanya diperbandingkan dengan bahasa Sanskerta dan dialek-dialek bahasa Jawa yang masih ada sekarang. 2. Sistem Ejaan Bahasa Kawi Segala macam lambang untuk menuliskan bahasa disebut sebagai huruf atau aksara. Secara otomatis, huruf atau aksara itu merupakan lambang atau gambaran dari bunyi. Sedangkan rentetan dari beberapa huruf disebut sebagai abjad. Sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa bahasa Kawi sangat dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta. Dalam hal ejaan fonemnya bahasa Kawi ternyata juga banyak mendapat pengaruh bahasa Sanskerta. Sebagai contoh vokal panjang/drga/diphthong yang dilambangkan dengan huruf , , ; kemudian bunyi beraspirat (bh, dh, kh, gh, ph, ch, th, dsb) serta bunyi desis (, , s). Sementara itu untuk Abjad Kawi banyak ditulis dengan akara Jawa ataupun aksara Bali. Dalam sebagian besar naskah di Bali abjad Kawi banyak ditulis dalam aksara Bali, kecuali lontar-lontar kuno asli peninggalan Hindu Jawa yang masih bisa diselamatkan. Bentuk antara aksara Jawa dan Bali sendiri tidak jauh berbeda. Aksara atau Abjad ini juga sebagai lambang dari ejaan fonem bahasa Kawi. Sebagaimana bahasa Sanskerta, ejaan fonem bahasa Kawi dibagi atas dua golongan besar yakni ejaan fonem vokal (akara swra) dan ejaan fonem konsonan (akara wyajana). Berikut ini ikhtisar penggolongannya serta transkripsinya dalam huruf latin. 2.1. Ejaan Fonem Vokal (Akara Swra) Ejaan fonem vokal dalam bahasa Kawi berjumlah 11. Akara Swra dalam bahasa Kawi dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni: vokal tunggal, vokal rangkap dan vokal perubahan. a. Akara Swra Tunggal Akara swra tunggal ada yang dibaca pendek (hva) dan ada yang dibaca panjang (drgha). Berikut jenis beserta transkripsi huruf vokal tunggal dalam abjad Kawi (Jawa dan Bali).

Vokal Tunggal Beserta Pengangge Aksara No. Dasar Ucapan Guttural (Kahya) Palatal (Tlavya) Labial (Ohya) Lingual (Murdhanya) Dental (Dathya) Pendek Pengangge Jawa Bali Latin Jawa Jawa Bali A I U Panjang Pengangge Bali Latin Jawa Bali

1 2 3 4 5

b. Akara Swra Rangkap (Samdhyakara) Akara swra rangkap disebut juga diphthong. Ejaan fonem vokal jenis ini semuanya dibaca panjang. Adapun yang termasuk vokal diphthong pada abjad Sanskerta adalah sebagai berikut.

No. 1

Dasar Ucapan Gutturo-palatal

Jawa

Bali

Pengangge Jawa Bali

Latin AI O

2

Gutturo-labial

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

5

c. Akara Swra Perubahan Yang termasuk Akara swra perubahan pada abjad Kawi (Jawa dan Bali) adalah: = (Wighnyan -Jawa) (Bisah-Bali)

2.2. Konsonan (Vyajana) Konsonan dalam abjad Kawi berjumlah 33 buah. Konon 33 huruf tersebut merupakan aksara suci dari 33 Dewa yang disebutkan dalam Veda. Oleh karenanya para pendeta baik di India maupun di Indonesia menggunakan 33 konsonan tersebut sebagai Vijaksara yang diucapkan pada waktu mereka melaksanakan puja. Dalam Ajaran Tantra, Vijaksara itu dituliskan dalam bentuk Yantra atau aksara Suci yang ditulis dalam Aksara Swalalita atau Modre (Jawa/Bali). Ketigapuluhtiga konsonan abjad Devangar tersebut dibedakan atas : Pacavalimukha, Semi-vokal, Sibilant dan Aspirat. Berikut beberapa penjelasan mengenai kelompok konsonan tersebut. Menurut cara bacanya atau bunyinya, keempat macam konsonan atau aksara Vyajana tersebut juga dibedakan menjadi : a. Guttural, disebut juga kahya. Bunyi ini dihasilkan dengan cara mendekatkan lidah kepada guttur (kaha), yakni bagian langit-langit kerongkongan. b. Palatal, disebut juga talavya. Bunyi ini dihasilkan dengan cara mendekatkan lidah pada palatun (talu) atau tekak (langit-langit lembut). c. Lingual atau cerebral, yang disebut juga mrdhanya. Kelompok ini dibunyikan atau dibaca dengan cara menggetarkan lidah (lingua) di dekat langit-langit keras (cerebrum atau mrdha) ataupun dengan merapatkan lidah pada langit-langit keras. d. Dental, yang disebut juga danthya. Kelompok ini dibaca dengan cara mendekatkan gigi (denta atau dantha) atas dan gigi bawah sebelum membunyikannya. e. Labial, yang disebut juga ohya. Bunyi pada kelompok ini dihasilkan dengan cara mendekatkan kedua bibir (labium atau oha) atas dan bawah. Untuk aksara desah Ha terdapat pengecualian, karena aksara ini tidak masuk dalam 5 kelompok tersebut di atas. Aksara ini berdiri sendiri sebagai bunyi desah. Berikut pengelompokkan Vyajana dalam abjad Devangar dan Latin.

Aspirat

No.

Dasar Ucapan

Pacavalimukha Tajam Lembut Nasal

Sibilan

Jawa ...

Varga

Semi vokal

Guttural (Kahya)

1

Bali

Latin Palatal (Tlavya)

Ka

Kha

Ga

Gha

a

Ha

2

Jawa

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

6

Bali

Latin

Ca

Cha

Ja

Jha

a

Ya

a

Jawa

Lingual (Murdhanya)

3

Bali Latin a ha a ha a Ra a

Jawa Dental (Danthya) Labial (Ohya) Jawa Bali Latin

4

Bali

Latin

Ta

Tha

Da

Dha

Na

La

Sa

Jawa

5

Bali

Latin

Pa

Pha

Ba

Bha

Ma

Wa

2.3. Angka Masing-masing angka dalam abjad Kawi (Bali & Jawa) berbentuk sebagai berikut:

Angka dalam Aksara Jawa, Bali dan Latin

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0

Cara penulisannya yakni dengan mensejajarkannya secara berturut-turut kea rah kanan. Cara ini berasal dari India kemudian diperkenalkan oleh Bangsa Arab ke Eropa. Oleh karenanya Orang Eropa menyebutnya sebagai sistem Arab. Adapun contoh penulisannya adalah sebagai berikut

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

7

Jawa Bali Latin

1981

2006

20.283 dan seterusnya.

2.4. Contoh Cara Baca a. Kelompok Vokal a seperti a dalam kata pada, misalnya hana seperti a dalam kata gelar (dibaca dua kali lebih panjang), misalnya di i seperti i dalam kata detik, misalnya kari seperti i dalam kata pasir (dibaca dua kali lebih panjang), misalnya la u seperti u dalam kata aduk, misalnya guwug seperti u dalam kata kasur (dibaca dua kali lebih panjang), misalnya kur seperti e dalam kata gedung, misalnya grmt seperti e dalam kata jahe, misalnya mnak ai seperti a dalam kata ramai, misalnya maitreya o seperti o dalam kata kota, misalnya odara seperti o dalam kata kota, misalnya lang seperti r dalam kata ria, misalnya ddha seperti lri dalam kata polri, misalnya kipta seperti h dalam kata duh b. Kelompok Konsonan K seperti k dalam kata keras Kh seperti k diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya G seperti g dalam kata garuda Gh seperti g diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya seperti ng dalam kata ngantuk C seperti c dalam kata catur Ch seperti c diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya J seperti j dalam kata raja Jh seperti diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya seperti ny dalam kata nyamuk seperti dalam kata tutuk (dalam bahasa Jawa, yang berarti memukul) h seperti diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya seperti dalam kata dahar (dalam bahasa Jawa, yang berarti makan) h seperti diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya seperti rna (siap membaca r, kemudian dikuti a ) T seperti t dalam kata tato Th seperti t diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya D seperti d dalam kata dodol (dalam bahasa Jawa, yang berarti menjual) Dh seperti d diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya N seperti n dalam kata nanas (daun lidah menyentuh kaki gigi atas) P seperti p dalam kata pita Ph seperti p diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya B seperti b dalam kata baris Bh seperti b diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya M seperti m dalam kata makan Y seperti y dalam kata ya R seperti r dalam kata rakit L seperti l dalam kata laut V seperti w dalam kata waktu seperti s dalam kata syarat seperti s dalam kata shift (bahasa Inggris) S seperti s dalam kata sabun H seperti h dalam kata hati 2.5. Distribusi Fonem Vokal dan Konsonan Distribusi fonem adalah penyebaran fonem dalam suatu kata. Maksudnya apakah fonem tersebut dapat menduduki posisi awal, tengah atau akhir. a. Distribusi Fonem Vokal Contoh perhatikan fonem vokal yang bercetak tebal di bawah ini.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

8

Fonem a i u /r /r /l /l e ai o au

Awal acala gunung kasa langit ikan ikan r tarik udan hujan rddha tinggi rs takut rp diam lpt salah lk susah emel kotor airlangga airlangga olan ulat ausadha obat b naung nah tempat

Posisi Tengah paran tujuan upya akal igit gigit tra sepi kusuma bunga ahti korban parng bersama lalr lalat desa tempat daiwa takdir lobha loba kaurawa kaurawa iwng kacau ibk penuh

Akhir eka satu ul ular di pertama nad sungai hayu cantik il ikut wer mabuk dl diserang dari depan ll ike ini wai air ilo lihat rng dengar pare dekat

Dengan melihat distribusi fonem vokal tersebut, maka dapat disimpulkan Fonem-fonem yang dapat menduduki posisi awal, tengah dan akhir adalah : a, , i, , u, , ,e, ai, o, dan Fonem-fonem yang hanya dapat menduduki posisi awal dan tengah saja adalah : /r dan au Fonem yang hanya dapat menduduki posisi awal dan akhir saja adalah : /r dan /l b. Distribusi Fonem Konsonan Contoh perhatikan fonem vokal yang bercetak tebal di bawah ini. Posisi Fonem Awal Tengah k kadi sebagai mekar mekar kh khadga pedang sukha senang g gading kuning rga nafsu gh ghosana pengumuman sanggha orang banyak nga ngaran nama sangka asal c catur empat cacing cacing ch chaya cahaya seccha enak j jagat dunia paji bendera jh jhasa ikan amut kabur paca lima ika huruf nasa gaib h hika huruf nasha gaib adat robek jaa bodoh h hara gadis muha bodoh daa tongkat t tabeh tabuh moktah moksa th thni pertanian natha raja d daga berontak nada suara dh dhana uang yudha perang n nad sungai nan hancur p pawana angin papag songsong ph phala buah nisphala sia-sia b bala kekuatan saban dahulu bh bhaga bagian sabha tempat m mata mata parama tertinggi y yasa jasa haywa jangan r rabi istri urma gelombang l laki laki-laki kla tepi w wukir gunung wawa bawa ata seratus piuna fitnah ad enam akara huruf s saha dengan pisuh memaki h haji raja mahisa kerbau

Akhir anak anak gdog tumbuk datng datang dahat sangat lad iris parawan perawan landep tajam halib mustahil padem mati apuy api ujar kata rontal lontar harih bujuk

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

9

Dengan melihat distribusi fonem konsonan tersebut, maka dapat disimpulkan : Fonem-fonem yang dapat menduduki posisi awal, tengah dan akhir adalah : k, g, ng, t, d, n, p, b, m, y, r, l, s dan h. Fonem-fonem yang hanya dapat menduduki posisi awal dan tengah saja adalah : kh, gh, c, ch, j, , (h), (h), th, dh, ph, bh, w, dan . Fonem yang tidak dapat menduduki posisi awal adalah : Fonem yang hanya dapat menduduki posisi awal saja adalah : jh 2.6. Gugus Konsonan Gugus konsonan adalah kosonan yang dapat bergugus/berkelompok. Berikut beberapa macam gugus konsonan: a. Gugus yang terdiri dari dua konsonan dalam satu pola suku kata Gugus konsonan /gl, kl, sl, tl, wl, bl, ml/ Contoh : glar (benteng), klab (berkibar), sla (seling), tls (baru saja mencuri), wlas (belas kasihan), blak (memar), mlek (memenuhi). Gugus konsonan /dr, bhr, br, gr, hr, jr, kr, pr, sr, r, tr, wr/ Contoh : drs (cepat), bhra (terang), bras (beras), grah (gerah), hruk (teriak), jro (dalam), krm (keram), prah (meluap), srt (sendat), r (dewi, kesejahteraan), tri (tiga), wruh (tahu). Gugus konsonan /by, dy, gy, hy, ky, ly, ny, sy, ty, wy/ Contoh : byar (terbuka), dyun (periuk), gya (segera), hyang (dewa), jyab (kelas), lyan (berbeda), nyu (kelapa), syuk (segera), tyup (tiup), wyah (saluran) Gugus konsonan /dw,dhw, kw, lw, mw, nw, ngw, rw, sw, w, tw, ww, yw/ Contoh : dw (bohong), dhwas (hancur), kwa (demikian), lwe (luas), mwang (dan), nwam (muda), rwa (dua), swa (sendiri), wa (anjing), twak (tuak), wwat (berat), ywa (kemudian). Gugus konsonan selain daripada konsonan /l, r, y, w/ yaitu : /ngg, ngh, ngw, tk, tl, wk, wl/ Contoh : ndi (di mana), ngke (di sini), nggan (mungkin), nghel (payah), ngwe (tengah). b. Gugus yang terdiri dari tiga konsonan dalam satu pola suku kata Contoh : stri (istri), kryan (sang putri). 2.7. Metatesis Secara etimologis, metatesis berasal dari kata meta yang berarti perubahan dan tithema yang berarti tempat. Metatesis adalah gejala perubahan bunyi bahasa akibat pertukaran atau perloncatan bunyi satu dengan yang lain dalam satu kata dengan tidak merubah arti. Dari segi perubahan waktu, metatesis bahasa Kawi dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Metatesis Sinkronis Metatesis sinkronis adalah perubahan bunyi dengan cara pertukaran atau perloncatan bunyi dalam suatu kata pada kurun waktu tertentu (sezaman) Contoh : lumaku mlaku lumumpat mlumpat lumampah mlampah Pada kata dasar yang diawali dengan huruf /l/ mendapat infiks um sering terjadi metatesis b. Metatesis Diakronis Metatesis diakronis adalah perubahan bunyi dengan cara pertukaran atau perloncatan bunyi dalam suatu kata yang terjadi pada masa lampau hingga sekarang (melalui proses sejarah). Perubahan bunyi // dan // menjadi /u/ Contoh : phan (Kawi) puhan (Jawa Sekarang) > air susu rng (Kawi) rungu (Jawa Sekarang) > dengar wr (Kawi) wuru (Jawa Sekarang) > mabuk ash (Kawi) wasuh (Jawa Sekarang) > cuci wrh (Kawi) wuruh (Jawa Sekarang) > buih Perubahan bunyi /ya/ menjadi /e/ Contoh : ramya (Kawi) kagyat (Kawi) tampyal (Kawi) kulyat (Kawi) Perubahan bunyi // menjadi // Contoh : gng (Kawi) jng (Kawi) Perubahan bunyi // menjadi /o/ Contoh : mall (Kawi) rame (Jawa Sekarang) kaget (Jawa Sekarang) tampel (Jawa Sekarang) kulet (Jawa Sekarang) gng (Jawa Sekarang) jng (Jawa Sekarang) malolo (Jawa Sekarang) > ramai > kaget > lekat > menggeliat > besar > kaki > membelalak

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

10

Perubahan bunyi /wa/ menjadi /o/ Contoh : bwat (Kawi) twah (Kawi) karwa (Kawi) kaywan (Kawi) Perubahan bunyi /k/ menjadi /s/ Contoh : ktera (Kawi) skt (Kawi) rkak (Kawi) kiti (Kawi) Perubahan bunyi /ngh/ menjadi /ng/ Contoh : tinghali (Kawi) singha (Kawi) tanghi (Kawi) singhit (Kawi) Perubahan bunyi /w/ menjadi /b/ Contoh : wagus (Kawi) wala (Kawi) wuhaya (Kawi) watu (Kawi) wani (Kawi) Perubahan bunyi /w/ menjadi /y/ Contoh : twas (Kawi) wadwa (Kawi) tandwa (Kawi)

bot (Jawa Sekarang) toh (Jawa Sekarang) karo (Jawa Sekarang) kayon (Jawa Sekarang) setra (Jawa Sekarang) sasat (Jawa Sekarang) rusak (Jawa Sekarang) siti (Jawa Sekarang) tingali (Jawa Sekarang) singa (Jawa Sekarang) tangi (Jawa Sekarang) singit (Jawa Sekarang) bagus (Jawa Sekarang) bala (Jawa Sekarang) buaya (Jawa Sekarang) batu (Jawa Sekarang) bani (Jawa Sekarang) tyas (Jawa Sekarang) wadya (Jawa Sekarang) tandya (Jawa Sekarang)

> berat > tanda hitam > kedua > kayu > tegal > nyata > rusak > tanah > lihat > singa > bangun > angket > bagus > tentara > buaya > batu > berani > hati > prajurit > tanda

2.8. Pola Persukuan Deretan fonem yang membentuk suku kata atau kata dalam tiap bahasa tidaklah selalu sama. Dalam bahasa Kawi deretan fonem yang membentuk stuktur baris ke samping dalam suku kata tidak begitu rumit. Stuktur fonem dalam bahasa Kawi dalam persukuannya dapat dirumuskan dengan pola sebagai berikut: a. V (Pola suku kata yang hanya terdiri atas satu Vokal) Contoh : i-kang (itu) i-ki (ini) u-bub (puput) a-lap (ambil) e-ka (satu) b. K (Pola suku kata yang hanya terdiri atas satu Konsonan) Contoh : n-partikel penentu c. VK (Pola suku kata yang terdiri atas Vokal dan Konsonan) Contoh : ar-ti (arti) u-jal (bawa) ing (pada)

d. KV (Pola suku kata yang terdiri atas Konsonan-Vokal-Konsonan) Contoh : wa-tu (batu) ma-ti (mati) si (si) e. KVK (Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Vokal-Konsonan) Contoh : sung (beri) dhang (partikel penentu orang) a-lap (ambil) f. KVV (Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Vokal-Vokal) Contoh : lu-luy (berani) wang-kay (bangkai) a-puy (api)

g. KKV (Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Konsonan-Vokal) Contoh : ngke (sini) gya (cepat) ki-ti (tanah) h. KKVK (Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Konsonan-Vokal-Konsonan) Contoh : wruh (tahu) twas (hati) lwah (sungai) i. j. KKKV (Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Konsonan-Konsonan-Vokal) Contoh : stri (istri) KKKVK ((Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Konsonan- Konsonan Vokal- Konsonan) Contoh : ra-kryan (suatu gelar kebangsawanan)

2.9. Hukum Sandhi Sandhi dalam bahasa Sanskerta berarti hubungan sendi. Dalam tata bahasa Kawi, yang sangat terpengaruh oleh bahasa Sanskerta, sandhi berarti menghubungkan dua buah perkataan atau lebih menjadi satu, terutama vokal-vokal pada perkataan-perkataan tersebut.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

11

Hukum Sandhi merupakan aturan-aturan sandhi yang sudah ditetapkan atau dibakukan. Oleh karenanya sastrawan Jawa Kuno atau seorang Kawi Sastra tidak bisa seenaknya dalam menggunakan tata bahasa yang ada kaitannya dengan Sandhi tersebut. Aturan-aturan dalam hukum sandhi tersebut adalah : Dua bunyi yang sama (a, i dan u) menjadu satu yang panjang (dirgha/diphtong) Contoh: a+a=a i+i= u+u= a+= i+= u+= += += += Bunyi selalu hilang dan tidak mengubah vokal yang ada di mukanya, misalnya : a+ =a wawa + n = wawan i+ =i wli + n = wlin u+ =u tuhu + n = tuhun + = rng + n = rngn Bunyi a jika diikuti bunyi lain daripada menjadi : a+u =o ma + ulah = molah a+i =e bhaara + indra = bhaarendra wruha + ing = wruheng Bunyi i, u, dan o jika diikuti lain daripada bunyi menjadi : i + a = ya ananghi + a = ananghya u + a = wa tuhu + a = tuhwa u + i = wi sihku + iriya = sihkuwiriya o + a = wa mangilo + a = mangilwa + a = wa karngo + an = karngwan 3. Morfologi Bahasa Kawi 3.1. Kata dan Jenis Kata Bahasa Kawi Morfologi bahasa Kawi adalah bagian dari tata bahasa Kawi yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata. Sebagai satuan gramatis, kata terdiri atas satu atau beberapa morfem. Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata yang dapat dibedakan artinya. Gabungan morfem yang dapat diujarkan sebagai bentuk bebas yang paling kecil inilah disebut sebagai kata. Sebagai contoh dalam ujaran, mhabhaya tan sinipi iking alas pinaranta (Sangat berbahaya tidak terhingga hutan yang kamu datangi ini). Satuan bentuk seperti tan, alas dan iki yang terdiri atas satu morfem ini disebut sebagai morfem dasar. Sedangkan kata sinipi, pinaranta, mhabhaya ini disebut sebagai morfem gabungan. Dari uraian di atas dapat ditentukan bahsa kata yang terdiri dari satu morfem dasar disebut kata tunggal. Oleh karenanya kata ini disebut juga sebagai kata dasar. Kata yang terdiri dari beberapa morfem yang dibentuk dari morfem dasar maupun morfem pangkal dengan proses morfologis disebut kata turunan. Adapun kata dalam bahasa Kawi dapat dibedakan atas beberapa macam jenis yaitu : kata benda, kata kerja, kata sifat, kata ganti orang, kata ganti milik (genetif), kata ganti tunjuk, kata ganti hubung, kata ganti tak tentu, kata ganti tanya, kata bilangan, kata sandang penentuan, kata sangdang penunjuk orang. 3.1.1. Kata Benda Kata ini berfungsi menyatakan benda atau orang. Misalnya : sisya (murid), phala (buah), panah (panah), mga (binatang), iku (ekor) rwan (daun), watu (batu), pari (padi), waringin (beringin) dan lain-lain. 3.1.2. Kata Kerja Contoh : magawe (bekerja), malayu (berlari), maburu (berburu), katon (terlihat), mangan (makan), umawa (membawa), magulingan (bergulingan), amati (membunuh), angraka (menjaga), angurip (menghidupkan) dan sebagainya. 3.1.3. Kata Sifat Contoh : weta (putih), kweh (banyak), magng (besar), tika (tajam), pans (panas), takut (takur), tikta (pahit) dan lain-lain. 3.1.4. Kata Ganti Orang Kata ganti orang ada tiga macam yaitu : a. Kata Ganti Orang Kesatu/Pertama Berikut ini beberapa contoh kata ganti orang pertama: Tunggal aku = aku, saya, misalnya : aku ngaran bhaara guru (Aku adalah Bhatara Guru) ngwang = saya, misalnya : sariranta kabeh sakeng sariraningwang tattwanya (badanmu seluruhnya dari badanku hakekatnya) nghulun = hamba, misalnya : sang yayati ngaraninghulun (Yayati nama saya) pinakanghulun = hamba, misalnya : pinakanghulun tapwan manak (hambamu belum beranak) bhujngga mpu = hamba pendetaBahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

12

bhujngga haji Jamak kami kita b. Orang kedua Tunggal kanyu ko kamung

= saya (paita) : brahmaa daridra kami (Brahmana miskin saya) : kita pinaka sangkan paraning sart (kita adalah sebagai asal dan tujuan dari semua makhluk)

= kami, misalnya = kita, misalnya

rahadyan sanghulun mpu, mpungku Jamak kamu kita

= engkau = engkau, misalnya : ko ng bhuta Locaya (Kau bhuta Locaya) = engkau, kamu , misal : kamung hyang watek dewata kabeh (Kamu para dewa sekalian) = tuanku, misalnya : adwa rahadyan sanghulun (tetapi kelirulah tuanku) = tuanku, misalnya : hana ta pangning carita de mpu makabehan (Adalah cabang cerita hendaklah tuan semua dengarkan)

= kamu = tuan-tuan; kamu

c. Orang ketiga Tunggal ya = ia, dia, misalnya sarika = ia, dia, misalnya rasika sira Jamak sira ya = ia, dia, misalnya = beliau, misalnya = mereka = mereka

: tinakwanan ta ya de ning guru (ditanyailah ia oleh guru) : ring kapana kita swamitra lawan sarika (bagaimana engkau dapat bersahabat dengan dia) : tatan hana marasane pwangkulun bheda sangke rasika (Tak ada orang yang dapat menyembuhkan hamba, kecuali dia) : sira ta kumawasaken pthiwimaala (Bagindalah menguasai dunia)

3.1.5. Kata Ganti Milik (Genitif) Kata ganti jenis ini kadang-kadang mempunyai bentuk yang agak berbeda, yakni dengan jalan menyingkatkannya dan kadang-kadang menambahkan n(i) di depannya. Kata ganti milik dalam bahasa Kawi juga dapat dibagi atas 3 macam yaitu : a. Kata Ganti Milik Orang Kesatu/Pertama Berikut ini beberapa contoh kata ganti milik orang pertama: aku, ngku (dari kata aku), misalnya : anaku anak + aku anaku (ku yang ditambahkan pada kata yang berakhir k, maka hanya sebuah k saja yang ditulis) mami (dari kata mami), misalnya : sisya mami (murid saya) ni nghulun, misalnya : wtng ninghulun (perut saya) ningwang, misalnya : carita ningwang (Ceritaku) Contoh dalam kalimat : yan tuhu kita anaku (jika benar kamu anakku) yan tuhu sisyamami, tagawe kita guru dakina (jika benar-benar murid saya, buatlah upah untuk gurumu) salwiring kapangan masuk ing wtng ninghulun (segala macam yang dapat dimakan masuk kedalam perutku) b. Orang kedua Berikut ini beberapa contoh kata ganti milik orang kedua: mu (dari kata kamu), misalnya : anakmu (anakmu) nyu (dari kata nyu), missal : swaminyu (suamimu) ta /nta, misalnya : anakta (anakmu), ibunta (ibumu) Contoh dalam kalimat : anakmu tan wnang datng (Anakmu tidak boleh datang) aku dinalihta swaminyu, arah lku murtako (aku kira suamimu! hai pergi enyahlah kau) patngran iradenta yan mapans ika gulunta mangld apuy lwirnya (Tandanya bagimu apabila merasa panas lehermu sebagai menelan api) c. Orang ketiga Berikut ini beberapa contoh kata ganti milik orang ketiga: ya / nya, misalnya : Sarmistha ngaranya (Sarmistha namanya) nira / ira, misalnya : wwang atuha nira (orang tuanya), ling ira (katanya) Contoh dalam kalimat : hana ta sang akupa ngaranya, ratuning pas (Adalah Akupa namanya, raja dari kura-kura) hana sira ratu pariksit ngaran ira (Adalah seorang raja sang Parikesit namanya)Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

13

3.1.6. Kata Ganti Tunjuk a. iki, ike, iku, iko, ikana Vokal akhir dari masing-masing kata ganti penunjuk itu, untuk menujuk barang atau orang yang berhubungan dengan yang berbicara, yang diajak bicara dan yang dibicarakan. iki, ike (ini) orang atau barang yang dekat dengan orang yang berbicara (orang pertama) iku, iko (itu) orang atau barang yang dekat dengan orang yang diajak berbicara (orang kedua) ika, ikana (itu) orang atau barang yang dekat dengan orang yang dibicarakan (orang ketiga) Jarak ini tidak hanya menunjuk tempat saja tetapi juga jarak waktu iki, ike sekarang; ika, ikana dahulu atau tadi Contoh dalam kalimat : Iki pwa ya sabha pamintonan kasaktin (inilah gelanggang untuk mempertunjukkan kesaktian) Majar ta sang astabasu: rahayu yan mangkana nghulun ri kita ike sanak mami wwalung siki (Sang Astabasu berkata, baiklah jika demikian saya akan menjelma padami saudara saya depalan ini ) Iku/iko dinalihta swaminyu (Itulah kau kira suamimu) Ika kewala sarananta i sdng ning haneng alas (Itu hanya syarat bagimu sementara sedang ada dalam hutan) Ndatan suka sang hyang pitara denira, apan tan yogya ikana ng rah yan tarpanakna ri sira (Sang dewa arwah tidak senang, oleh karena dara itu tidak pantas untuk disajikan kepadanya) b. nihan, nahan Kata ini biasanya dipakai untuk menunjuk kata orang. Nihan dipakai untuk kata-kata yang masih akan dikatakan. Sedangkan nahan untuk kata-kata yang sudah dikatakan. Nihan biasanya diartikan inilah, beginilah atau disinilah Nahan biasanya diartikan begitulah atau disanalah c. ngke, ngka, ngkana Kata ini dapat dipakai untuk menunjuk waktu atau tempat. ngke biasanya diartikan sini, sekarang ini, di sini ngka biasanya diartikan sana, di sana, demikian ngkana biasanya diartikan sana, di sana, demikian d. mangke, mangko, mangka mangke biasanya diartikan sekarang, pada saat ini, demikian mangko biasanya diartikan sekarang, demikian (kata ini jarang dipakai) mangka biasanya diartikan demikian, begitu e. mangkana, samangkana, samangka mangkana biasanya diartikan demikian, begitu (kata ini kadang-kadang dipakai pula untuk menunjuk kata-kata orang yang telah dikatakan) samangkana biasanya diartikan waktu itu, ketika itu, sebanyak itu, sebesar itu samangka biasanya diartikan yang demikian, maka,pada waktu itu f. kumwa, kwa kumwa biasanya diartikan demikian sama dengan kata nihan/nahan kwa biasanya diartikan demikian (untuk ungkapan). 3.1.7. Kata Ganti Hubung Contoh : ikang (yang), anung (halnya), sing (apa saja) 3.1.8. Kata Ganti Tak Tentu Contoh : asing (apapung, setiap), sira (seseorang), anu (sesuatu), bari-bari (apa-apa) 3.1.9. Kata Ganti Tanya Contoh : syapa (siapa), apa (apa), aparan (apa), ndi (di mana), mapa (mengapa), pira (berapa). 3.1.10. Kata Bilangan Berikut penyebutan bilangan dalam bahasa Kawi : 1 = tunggal 2 = rwa 3 = tlu 6 = nm 7 = pitu 4 = wwalu 11= sawlas 12= rwawlas 13= tigawlas 16= nmwlas 17= pituwlas 18= wwaluwlas

4 = pat 9 = sanga 14= padwlas 19= sangawlas

5 = lima 10= sapuluh 15= limawlas 20= rwangpuluh

Untuk bilangan 20 sampai 29 di samping ada kata salikur (21), tlulikur (23) dan sebagainya juga terdapat rwangpuluh tunggal, rwangpuluh dwa, rwang puluh tlu dan sebagainya seperti dalam bahasa Indonesia. Adapun untuk : ratus (atus), ribu (iwu), laksa (laka), keti (koti, keti), juta (ayuta, yuta) Contoh : 9.539.560 = sangang yuta limang keti tlung laka sangang iwu limang atus nmang puluh. Jika kata bilangan itu dihubungan dengan kata-kata yang menyebutkan ukuran waktu, ruang, atau jumlah, maka kata bilangan itu mendapat tambahan ng di belakangnya. Tetapi kata tunggal berubah menjadi sa.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

14

Contoh : patang wingi limang wingi nmang ayuta satahun

= empat malam = lima malam = enam juta = satu tahun

limang tahun wwalung dpa tlung siki sawiji

= lima tahun = delapan depa = tiga buah/ekor = satu biji

limang atus nmang iwu salek

= limaratus = enam ribu = satu bulan

Jika awalan ka- ditambahkan pada kata bilangan, maka awalan ka- ini berarti semua, bersama-sama, atau tingkatan. Contoh : katlu (ketiga-tiganya, semuanya); kapat (keempat-empatnya, semuanya) dan lain-lain. Jika awalan pa- di muka kata bilangan seringkali menyatakan arti bagian. Dan bentuk ini sering pula mendapat awalan ma- atau sa-. Contoh : mapasewu (menjadi seribu bagian), maparwa (menjadi dua bagian), saparwa (sebagian), dan sebagainya. Jika awalan ping- di muka kata bilangan, maka itu akan menyatakan arti mempergandakan. Contoh : pingrwa (dua kali), pingtiga (tiga kali), pinglima (lima kali) dan sebagainya. 3.1.11. Kata Sandang Penentuan Kata sandang penentuan ada 2 macam yaitu ang dan ng. Kata sandang ini biasanya ditempatkan di muka kata yang sudah ditentukan. Kalau kata itu belum diketahui atau belum ditentukan, maka ang dan ng tidak dipakai. Kata sandang ini sama fungsinya dengan the dalam bahasa Inggris. Contoh : ang katha (cerita itu), mangrng ta ng danawa (mendengarlah raksasa itu). 3.1.12. Kata Sandang Penunjuk Orang Ada beberapa macam kata sandang penunjuk orang dalam bahasa Kawi, yaitu : a. si seperti dalam bahasa Indonesia si dipakai untuk orang kebanyakan Contoh : hana ta rakasa si doluma ngaranya (adalah raksasa si Doluma namanya) b. pun kata sandang ini sudah amat jarang dipakai, hampir sama dengan ipun dalam bahasa Bali Contoh : Bapa, mati angganya pun kaca (Bapa mati badannya sang Kaca) sang dipakai untuk orang ternama atau bangsawan Contoh : sang rjuna, sang mhai, sang mati ing rana sang hyang dipakai untuk dewa-dewa serta yang dianggap mulya seperti dewa. Contoh : sang hyang wiu, sang hyang wulan, sang hyang tma.

c. sang d. sang hyang

e. dang hyang untuk menunjuk orang mulya karena kesuciannya. Contoh : dang hyang drona, dang hyang kpa, dang hyang narada f. ra Sebagai penunjuk orang, dipakai juga kata ra. Biasanya sekali partikel ini dipakai orang yang berkata kepada orang yang lebih tinggi pangkatnya. Contoh : pirngn ra putu mpungku (dengarlah cucu tuan hamba). sering juga kata sira dipakai untuk pengganti sang, hal ini terjadi lebih-lebih pada kata sebut yang mengenai macam. Contoh : suka ta sira bara ri dating sang gandawati (senanglah seorang ayah dengan Datangnya Gandawati)

g. sira

3.2. Kata Berimbuhan Kata berimbuhan merupakan kata turunan yang dihasilkan melalui proses morfologis dengan pembubuhan imbuhan (afiks) pada suatu morfem dasar atau morfem pangkal. Imbuhan adalah morfem terikat yang dapat dibedakan menurut tempatnya melekat pada bentuk dasar yaitu : awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), imbuhan gabung dan konfiks. Jika dilihat dari tempatnya melekat pada morfem dasar atau morfem pangkal, imbuhan dalam bahasa Kawi dibedakan menjadi : awalan jika diletakkan di awal morfem dasar, sisipan jika disisipkan di dalam morfem dasar dan akhiran jika diletakkan di akhir morfem dasar. Ada lagi imbuhan yang disebut imbuhan gabung dan konfiks. 3.2.1. Awalan Prefiks atau awalan adalah imbuhan yang diletakkan di depan bentuk dasar (pangkal). Yang termasuk awalan dalam bahasa Kawi adalah : a-, an-, ma-, man-, pa-, pan-, sa-, ka-, maka-, pinaka-, nir-, pari-, pi-, su-, ping-, mana-, swa-, ra-, dur-, dan wi-. a. Awalan a- (seperti awalan me- atau ber- dalam bahasa Indonesia) Apabila morfem dasar diawali fonem konsonan, mendapat awalan a-, maka awalan a- tersebut melekat begitu saja pada morfem dasar. Contoh : atuha (berumur), ahyun (berkeinginan), ajanma (menjelma), akon (menyuruh), dst. Apabila morfem dasar diawali oleh fonem vokal, mendapat awalan a-, maka berlakulah aturan sandhi. Arti Awalan a Berarti mempunyaiBahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

15

Contoh : aputra (mempunyai putra), ahyun (mempunyai keinginan), astir (mempunyai istri), dll. Berarti melakukan pekerjaan Contoh : alampah (berjalan), agawe (bekerja), apretijna (berjanji) Berarti dalam keadaan Contoh : agirang (dalam keadaan gembira), alara (dalam keadaan bersedih), dll. b. Awalan anAwalan an- mempunyai 4 alomorf : an-, am, ang dan an-. Alomorf an- digunakan apabila morfem dasar tempatnya melekat dimulai dengan konsonan t dan s, kemudian konsonan t dan s akan luluh. Contoh : anpi (menuju tepi), aniwi (menyungsung) anonton (melihat) dll. Alomorf am- digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan p, b, w; kemudian konsonankonsonan tersebut akan luluh Contoh : aminta (meminta), amawa (membawa), amtu (muncul). Alomorf an- digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan c; kemudian konsonan tersebut akan luluh Contoh : anakar (mencakar), anakra (memanah dengan cakra) Alomorf ang- digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan r, l, k, g, h, j; kemudian konsonan-konsonan tersebut tidak luluh kecuali k Contoh : angalap (memetik), angering (mengikuti), angraka (menjaga), angrng (mendengar), anglilir (menglilir), angidul (menuju selatan), angawe (mengerjakan), anghadap (menghadap),angjala(menjolok) Arti Awalan an Berarti melakukan pekerjaan Contoh : angraka (menjaga), angalap (memetik), dll. Berarti pergi keContoh : angalas (pergi ke hutan), angalor (pergi ke utara), angulwan (pergi ke barat) Berarti bekerja dengan alat Contoh : anakra (memanah dengan cakra), anakar (mencakar dengan kuku), dll. Pemakaian an- sering mengalami penghilangan bunyi vokal /a/ apabila morfem dasarnya dimulai dengan bunyi vokal. Contoh : angaranngaran (bernama), anginaknginak (mengenakkan) dll Hal ini dapat pula terjadi pada morfem dasar yang diawali huruf bilabial. Contoh : amanganmangan (makan); amanahmanah (memanah), amawamawa (membawa); amtumtu (muncul/keluar). c. Awalan maApabila awalan ma- melekat pada morfem dasar diawali fonem konsonan, maka awalan ma- melekat begitu saja pada morfem dasar tersebut. Contoh : maputra (beranak), mahyun (berkeinginan), maweh (memberi), makon (menyuruh), dst. Apabila awalan ma- melekat pada morfem dasar diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : mnak (beranak) mojar (berkata) dll. Arti Awalan a Berarti mempunyai Contoh : maputra (mempunyai putra), mambk (berkelakuan), dll. Berarti melakukan pekerjaan Contoh : malampah (berjalan), magawe (bekerja), madandan (berhias) Berarti dalam keadaan Contoh : malara (bersedih), menak (bersenang-senang) Berarti memakai Contoh : agirang (dalam keadaan gembira), alara (dalam keadaan bersedih), dll. d. Awalan manAwalan an- mempunyai 3 alomorf : mang-, mam-, man-. Alomorf mang- digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan l, h, g, t, dan j. Contoh :mangajar (mengajar), manglade (berperang) mangjadma (menjelma) dll. Alomorf mam- digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan p, ph, b, bh, w; Contoh : maminta (meminta), mamuja (memuja), mamukti (memakan), dll Alomorf man- digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan t, c dan s Contoh : manonton (melihat), manembah (menyembah), manakar (mencakar) dll.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

16

Arti Awalan an Berarti melakukan pekerjaan Contoh : malaga (berperang), mamuja (memuja), dll. Berarti berlaku seperti Contoh : mangrare (seperti anak-anak), dll. e. Awalan paApabila awalan pa- melekat morfem dasar diawali fonem konsonan, maka awalan pa- tersebut melekat begitu saja pada morfem dasar. Contoh : papangguh (bertemu), patunjung (memakai tunjung), dst. Apabila awalan pa- melekat pada morfem dasar yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : pnak (berputra), pebu (beribu), dll. Arti Awalan pa Berarti suatu keadaan Contoh : padosa (berdosa), papangguh (berpenglihatan), dll. Berarti memakai Contoh : panatha (memakai raja), pawiku (memakai wiku), Berarti membagi menjadi Contoh : parwa (membagi menjadi dua), pasewu (membagi menjadi seribu), dll. f. Awalan saApabila awalan sa- melekat morfem dasar diawali fonem konsonan, maka awalan sa- tersebut melekat begitu saja pada morfem dasar. Contoh : sart (sedunia), salawas (selama), dst. Apabila awalan sa- melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : snak (satu keluarga), sojar (seluruh perkataan), dll. Arti Awalan sa Berarti seluruh Contoh : sart (sedunia), snak (seluruh keluarga), dll. Berarti setelah Contoh : sadatng (setelah tiba), samangkana (setelah demikian), dll. Berarti satu Contoh : somah (satu rumah), salampah (satu perjalanan), saja (satu pikiran) dll. g. Awalan kaApabila suatu morfem dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan ka-, maka awalan ka- tersebut melekat begitu saja pada morfem dasar. Contoh : katon (terlihat), karng (terdengar), dst. Apabila awalan ka- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : kengt (teringat), kjar (diajar), dll. Arti Awalan ka Berarti dapat diContoh : katmu (dapat ditemui), kawals (dapat dibalas), dll. Berarti tidak sengaja Contoh : karng (terdengar), kapanah (terpanah), dll. h. Awalan makaApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan maka-, maka awalan makatersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : makastri, makasisya, makaphala dst. Apabila awalan maka- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : makebu, makari, dll. Arti Awalan maka Berarti memakai, sebagai, menganggap, menjadikan Contoh : makastri (sebagai istri) makebu (sebagai ibu), makri (sebagai adik), dll. i. Awalan pinakaApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan pinaka-, maka awalan pinakatersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : pinakabapa, pinaka sarana, dst. Apabila awalan pinaka- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : pinaknak, pinakdi, dll. Arti Awalan pinaka Berarti memakai, sebagai, menganggap, menjadikan Contoh : pinakdi (sebagai yang pertama) pinakabapa (sebagai ayah), dll.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

17

j.

Awalan nirApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan nir-, maka awalan nir- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : nirgua, nirmala, nirbhaya, dst. Apabila awalan nir- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, dan k, t, c, maka nirtersebut berubah menjadi nis-. Contoh : niskala, niscaya, nistresna dll. Arti Awalan nir Berarti tidak atau tanpa Contoh : nirdon (tanpa tujuan), nirgua (tidak ada guna), nirbhaya (tidak ada bahaya) dll.

k. Awalan pariApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan pari-, maka awalan pari- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : paripura, paritusta, dst. Apabila awalan pari- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : parndik (segala peraturan), dll. Arti Awalan pari Berarti sangat; sekitar Contoh : paribhasa (sekitar bahasa) paripura (sangat sempurna), paribhoga (sekitar makanan), dll. l. Awalan piApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan pi-, maka awalan pi- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : pitutur (hal nasehat), pituhu (hal kebenaran), dst. Apabila awalan pi- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : pyambk (hal tingkah laku), pyolas (hal belas kasihan) dll. Arti Awalan pi Berarti hal Contoh : pidon (hal tujuan), pitutur (hal nasehat), pitresna (hal kasih sayang), dll. m. Awalan suApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan su-, maka awalan su- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : suputra (anak baik), surpa (cantik), dst. Apabila awalan su- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Arti Awalan su Berarti baik Contoh : sujana (orang yang baik); sula (tingkah laku yang baik), sucarita (cerita yang baik), dll. n. Awalan pingPembentukan : Apabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan ping-, maka awalan ping- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : pingrwa (dua kali), pingtiga (tiga kali), dst. Arti Awalan ping Berarti ganda atau kali Contoh : pingpitu (tujuh kali); pingnm (enam kali), dll. o. Awalan mhaApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan mha-, maka awalan mhatersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : mhasakti (sangat sakti), mhadiya (sangat mulia). Apabila awalan mha- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : mahottama (sangat utama), dll. Arti Awalan mha Berarti sangat Contoh : mahasakti (sangat sakti), mharja (hal nasehat), pitresna (hal kasih sayang), dll. Berarti besar p. Awalan swaApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan swa-, maka awalan swa- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : swakarma, mahttama Apabila awalan sw- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Arti Awalan swa Berarti sendiri Contoh : mahasakti (sangat sakti), mharja (hal nasehat), pitresna (hal kasih sayang), dll.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

18

q. Awalan upaApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan upa-, maka awalan upaa- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : upabhoga, upajiwa, dst. Apabila awalan upa- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Arti Awalan upa Berarti sekitar Contoh : uparngga (sekitar perhiasan), upalakana (sekitar perbuatan), dll. r. Awalan raApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan ra-, maka awalan ra- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : rakawi, dst. Apabila awalan ra- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Arti Awalan ra Berarti terhormat Contoh : rnak (anak terhormat), rena (ibu terhormat), dll. s. Awalan durApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan m, g, b, mendapat awalan dur-, maka awalan durtersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : durmukha, dst. Dur- akan berubah menjadi dus- apabila morfem dasarnya diawali oleh fonem s, k, . Arti Awalan dur Berarti tidak baik atau jahat Contoh : durla (tingkah laku jahat), durjana (orang jahat, dll. t. Awalan wiApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan wi-, maka awalan wi- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : wijaya, dst. Apabila awalan wi- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : wyagra, dst Arti Awalan wi Berarti sangat Contoh : wipatha (sangat hancur), dll. 3.2.2. Sisipan Infiks atau sisipan adalah imbuhan yang disisipkan di tengah kata dasar atau morfem pangkal. Yang termasuk sisipan dalam bahasa Kawi adalah : -in-, -um-, -er-, dan -el-. Di antara sisipan tersebut yang paling banyak digunakan dalam bahasa Kawi adalah sisipan -in- dan -um-. Untuk sisipan -er- dan -el- jarang sekali dipakai dalam tata bahasa Kawi.. a. Sisipan -inSisipan -in- tidak mengalami perubahan bentuk pada saat disisipkan pada morfem dasar yang diawali dengan fonem konsonan. Bentuknya akan selalu tetap yaitu diletakkan diantara konsonan pertama dengan vokal yang mengikutinya. Contoh : kinon (dilihat), pinapah (dipapah). Apabila morfem dasar diawali dengan fonem vokal mendapat infiks -in-, maka infiks tersebut diletakkan di muka kata dasar seolah-olah sebagai awalan. Bila kata dasarnya diawali dengan fonem h, maka fonem tersebut sering kali luluh. Contoh : iningt (diingat), inikt (diikat). Arti infiks -in Berarti menunjukaan kata pasif atau sama dengan awalan di- atau ter- dalam bahasa Indonesia. Contoh : kinon (terlihat), wineh (diberi) dll. b. Sisipan -umSisipan -um- akan terletak di antara konsonan pertama dengan vokal berikutnya apabila melekat pada morfem dasar yang diawali dengan konsonan. Contoh : lumampah (berjalan), gumawe (mengerjakan) Apabila morfem dasar diawali dengan fonem vokal mendapat infiks -um-, maka infiks tersebut diletakkan di muka kata dasar seolah-olah sebagai awalan. Contoh : umtu (muncul), umikt (mengikat). Apabila sisipan -um- terletak morfem dasar yang diawali dengan fonem konsonan bilabial (p, b, m. w), maka infiks tersebut diletakkan di muka kata dasar dan huruf bilabial tersebut sering kali luluh. Contoh : umawa (membawa), umuat (membuat). Arti infiks -um Berarti menunjukaan kata kerja aktif atau sama dengan awalan me- atau ber- dalam bahasa Indonesia. Contoh : sumilih (mengganti), tumiru (meniru), umingt (mengingat) dll.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

19

3.2.3. Akhiran Akhiran atau sufiks adalah imbuhan yang diletakkan di akhir kata dasar. Yang termasuk akhirran dalam bahasa Kawi adalah akhiran : -a, -e, -an, -akn, -i, -ka, -man, -wan dan wati. a. Akhiran -a Akhiran a tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : wruha (supaya tahu), hilanga (supaya hilang). Bila akhiran -a melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal maka hukum sandhilah yang berlaku. Contoh : ratwa (supaya menjadi raja) Bila akhiran -a melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal i, maka akhiran tersebut akan berubah menjadi -ana. Dalam hal ini ana termasuk alomorf dari akhiran -a. Contoh : gantyana (akan membunuh), yuktyana (akan membenarkan) Arti Akhiran -a Berarti suatu kejadian yang belum terjadi seperti supaya, agar, akan hendaknya, semoga Contoh : ratwa (akan menjadi raja), nulisa (supaya menulis), anginuma (agar minum). b. Akhiran -n Akhiran n tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : sahutn (supaya digigit), tulungn (supaya ditolong), tonn (supaya dilihat). Bila akhiran -n melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal, maka akhiran tersebut akan berubah menjadi alomorf -n. Contoh : rngn (dengarlah), wawan (supaya di bawa) Arti Akhiran -n Berarti menyatakan suatu perintah : harus di-, supaya dll Contoh : wehn (supaya diberi), tonn (supaya dilihat). c. Akhiran -an Akhiran an tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : wkasan (akhirnya). Bila akhiran -an terletak morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal i, maka akhiran tersebut akan berubah menjadi alomorf -n. Contoh : winursitan (dihormati), binojanan (diberi makan). Bila akhiran -an melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan vokal, maka hukum sandhilah yang berlaku. Contoh : tunwan (bakarkan), tirwan (tirukan) Arti Akhiran -an Berarti suatu yang diContoh : dinakinan (diberi upah) Berarti mirip atau seperti Contoh : panggungan (seperti arena) d. Akhiran -akn Akhiran akn tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : warahakn (beritahuan), alapakn (ambilkan). Bila akhiran -akn melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan vokal, maka hukum sandhilah yang berlaku. Contoh : tirwakn (tirukan), maryakn (hentikan) Dapat pula akhiran -akn berubah menjadi akhiran akna, bila digunakan untuk membuat kalimat perintah, yang belum nyata terjadi. Contoh : manggihakna (akan mendapatkan). Arti Akhiran -akn Berarti menyatakan kalimat pasif, sering berarti supaya, akan. Contoh : wehakn (supaya diberikan) e. Akhiran -i Akhiran -i tidak berubah apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : susupi (masuklah), tinghali (lihatlah). Bila akhiran -i melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal maka hukum sandhilah yang berlaku. Contoh : umare (mendatangi) Bila akhiran -a melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal i, maka akhiran tersebut akan berubah menjadi -ani. Contoh : amatyani (membunuh). Arti Akhiran -i Berarti melakukan pekerjaan Contoh : malare (menyakiti), tumangisi (menangisi) Berarti pasif Contoh : tinghali (lihatlah). f. Akhiran -ka Akhiran -ka tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : kanyaka (gadis-gadis), balaka (anak-anak)

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

20

Bila akhiran -ka melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal, maka akhiran tersebut tidak mengalami perubahan. Arti Akhiran -ka Berarti banyak Contoh : balaka (anak-anak). g. Akhiran -man Selamanya bentuk akhiran -ka tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh vokal. Contoh : guaman (berguna). Arti Akhiran -ka Berarti mempunyai atau mengandung Contoh : guaman (mempunyai guna). h. Akhiran wan Bentuknya tidak mengalami perubahan ketika melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh vokal /a/. Contoh : dharmawan (mengandung kebenaran), himawan (mengandung salju). Arti Akhiran -ka Berarti mempunyai atau mengandung Contoh : guawan (mempunyai guna). i. Akhiran -wati Akhiran -wati biasanya dipakai untuk wanita. Ini biasanya melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh vokal /a/. Contoh : satyawati (mengandung kesetiaan), tirtawati (mengandung air).

3.2.4. Imbuhan Gabung Imbuhan gabung adalah imbuhan yang merupakan gabungan antara dua buah imbuhan atau lebih, yang dibubuhkan pada morfem dasar tidak bersamaan. Imbuhan gabung dalam bahasa Kawi antara lain : (um + a), (um + akn), (in + akn), (in + an), (ma + akn). a. Imbuhan Gabung um + a Sama dengan bentuk sisipan -um- dan akhiran -a Contoh : tumuruna (akan menurun), gumantya (akan mengganti) Arti : Berarti melakukan suatu pekerjaan Contoh : gumantya (akan mengganti). b. Imbuhan Gabung um + akn Sama dengan bentuk sisipan -um- dan akhiran -akn Contoh : umalapakn (mengambilkan), gumawayakn (mengerjakan) Arti : Berarti melakukan suatu pekerjaan atau tindakan Contoh : tuminghalakn (melepaskan), umanahakn (memanahkan). c. Imbuhan Gabung in + akn Sama dengan bentuk sisipan -in- dan akhiran -akn Contoh : tininggalakn (ditinggalkan), ginawayakn (dikerjakan) Arti : Berarti kata kerj a pasif Contoh : inujarakn (dikatakan), pinanahakn (dipanahkan). d. Imbuhan Gabung in + an Sama dengan bentuk sisipan -in- dan akhiran -an Contoh : winarahan (diajarkan), inujaran (dikatakan) Arti : Berarti kata kerj a pasif Contoh : inaranan (dinamai), rinasan (dirasakan). e. Imbuhan Gabung ma + akn Sama dengan bentuk sisipan -ma- dan akhiran -akn Contoh : mojarakn (mengatakan), macaritkn (menceritakan) Arti : Berarti melakukan suatu pekerjaan atau tindakan Contoh : mawehakn (memberikan), mawarahakn (memberitahukan).

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

21

3.2.5. Konfiks Konfiks adalah suatu imbuhan yang melekat secara bersama-sama antara awalan dan akhiran pada kata dasar. Konfiks dalam bahasa Kawi : (ka + an) dan (pa + an). a. Konfiks ka + an Pembentukan Konfiks ka + an ka + wan Contoh : kadatwan (kerajaan) Konfiks ka + an ka + n Contoh : kawikon (kependetaan) Konfiks ka + an ka + n Contoh : kasaktin (kesaktian) Arti : Berarti suatu tempat Contoh : kadatwan (tempatnya ratu) Berarti halnya, keadaan, status Contoh : katkan (halnya datang) b. Konfiks pa + an Pembentukan Konfiks pa + an pa + n, bila pada kata dasar yang berakhir dengan /a/ Contoh : patapan (tempat pertapa), patirthan (tempat tirtha) Konfiks pa + an ka + wan, bila kata dasarnya berakhir dengan /u/ Contoh : paburwan (tempat berburu), patukwan (tempat membeli) Arti : Berarti menyatakan suatu tempat Contoh : palmbwan (tempatnya lmbu) 3.3. Kata Ulang Dalam bahasa Kawi tidak terlalu banyak macam pengulangan. Adapun proses pengulangan kata dalam bahasa Kawi di antaranya : 3.3.1. Kala Ulang Murni Kata ulang ini adalah bentuk utuh morfem dasar yang diulang sehingga menghasilkan kata ulang murni. Secara tradisional kata ulang ini dinamakan dwisama lingga. Contoh : kina-kina (sangat kuno), kral-kral (sangat kuat), ila-ila (sangat berpantang). 3.3.2. Kata Ulang Dwi Purwa Kata ulang dwi purwa adalah kata ulang sebagian di mana diadakan pengulangan pada suku pertama bentuk dasarnya. Pendwipurwaan di sini sekaligus dibubuhi akhiran -an dan tanpa dibubuhi akhiran -an. - Kata ulang dwi purwa tanpa akhiran -an, misalnya : gegecok (lauk), tutunggal (satu) - Kata ulang dwi purwa dengan akhiran an, misalnya : gegedahan (biru muda), gegeperan (bergetar). 3.3.3. Kata Ulang Berimbuhan Kata ulang berimbuhan adalah kata ulang yang telah mengalami proses afiksasi mungkin berupa awalan, sisipan, akhiran dan konfiks. - Kata ulang berawalan, contoh : aburu-buru (berburu-buru), aturu-turu (tidur terus-menerus) - Kata ulang bersisipan, contoh : gumuyu-muyu (tertawa-tawa), tinuna-tuna (terputus-putus) - Kata ulang berakhiran, contoh : ayam-ayaman (seperti ayam), gurung-gurungan (kerongkongan). 3.3.4. Kata Ulang Berlawanan dan Berakhiran Dilihat dari proses pembubuhan imbuhannya, kata ulang berawalan dan berakhiran mempunyai kemungkinan awalannya terlebih dahulu melekat atau akhirannya lebih dahulu melekat. Karenanya kata ulang bentuk ini dibedakan sebagai berikut : Kata ulang berawalan dahulu, baru dibubuhi akhiran. Misalnya : maguling-gulingan, maharp-harpan. Kata ulang berakhiran dahulu, baru dibubuhi awalan. Misalnya : apasang-pasangan, makeral-keralan. Arti Kata Ulang : Menyatakan arti mengeraskan Contoh : kina-kina (sangat lama), ila-ila (sangat berpantang), tuhu-tuhu (sungguh-sungguh) Menyatakan arti perbuatan berulang-ulang Contoh : gumuyu-guyu (tertawa-tawa), maburu-buru (berburu-buru), kapipil-pipil (dipungut-pungut) Melakukan sesuatu dengan intensif atau santai Contoh : apilih-pilih (memilih-milih), maguling-gulingan (tidur-tiduran). 3.3.5. Kata Majemuk Kata majemuk merupakan gabungan dua kata tunggal atau lebih yang penggabungannya sudah demikian sehingga menciptakan suatu arti.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

22

3.3.5.1. Ciri-ciri Kata Majemuk a. Ciri Arti Kata majemuk memperlihatkan lagi arti masing-masing unsurnya. Kata majemuk juga mempunyai satu arti dan merupakan kesatuan arti yang bulat. Contoh : danapunya dana = sedekah; punya = jasa mengandung satu arti derma atau sumbangan b. Ciri Konstruksi Apabila kata majemuk mendapat imbuhan maka imbuhan itu dibubuhkan pada awal unsur kata majemuk yang pertama atau paling akhir unsur kata majemuk yang terakhir. Demikian pula jika mendapat konfiks atau inbuhan gabung maka ia diperlukan sebagai suatu kata dan susunan unsur tidak dapat dibalik. Contoh : janaruga (simpati). Bila diberi konfiks ka + an kajanuragan (tentang simpati) c. Ciri Unsur Kata majemuk antara unsur-unsurnya tidak dapat disisipkan sebuah morfem lain. Jadi antara unsur-unsur tidak dapat dipisahkan. Apabila dipaksa disisipkan kata lain di antara unsur-unsurnya maka bentuk konstruksinya bukan lagi kata majemuk mungkin menjadi frase atau bentuk lain. Contoh : ramarena (kedua orang tua). d. Ciri Tekanan Tekanan pada kata majemuk selalu jatuh pada suku terakhir dari unsur yang terakhir pula. Contoh : priyahita (ramah-tamah). Pada kata majemuk tekanan ini jatuh pada suku terakhir dari unsur yang kedua yaitu suku ta pada kata hita. Apabila tekanan jatuh pada suku terakhir pada unsur yang pertama ya pada kata priya, maka kata itu bukan kata majemuk 3.3.5.2. Macam-macam Kata Majemuk Jika dilihat dari sifatnya kata majemuk dibedakan menjadi dua yaitu kata majemuk yang bersifat endosentris dan kata majemuk eksosentris. Kata majemuk endosentris adalah kata majemuk yang distribusinya sama dengan salah satu atau semua unsurnya. Contoh : jatugreha (rumah damar). Kata majemuk eksosentris adalah kata majemuk yang salah satu unsurnya tidak dapat menggantikan seluruh unsurnya. Contoh : priyahita (ramah-tamah). Dilihat dari strukturnya, kata majemuk dapat dibedakan menjadi : Kata majemuk setara adalah kata majemuk yang usur-unsurnya tidak saling menerangkan tetapi berkedudukan. Contoh : bapebu (ibu bapak), danapunya (sedekah), jatukarma (jodoh), wahydhytmika (jasmani rohani). Kata majemuk tidak setara adalah kata majemuk yang salah satu unsurnya menerangkan unsur yang lain. Contoh : dewaputra (putra dewa), yamabrata (nama sumpah), jatugreha (nama rumah), kuruketra (nama lapangan). Perlu dicatat bahwa kata majemuk dalam bahasa Kawi ada yang berstruktur asli Kawi yang menuruti hukum Diterangkan (D) Menerangkan (M) mendahului yang Diterangkan (D). Bentuk ini sama-sama dipakai dalam bahasa Kawi. Arti Kata Majemuk : Menyatakan arti kumpulan dari kedua unsurnya Contoh : bapebu (ibu bapak), punya papa (baik-buruk), surpsar (dewa-dewi) Menyatakan arti mengeraskan Contoh : wlas arp (belas kasihan), priya hita (sopan santun), suka trpti (suka dan puas) Melakukan pembatas arti Dalam hal ini unsur yang kedua membatasi arti atau memberi penjelasan yang pertama (unsur pusat) Contoh : kuruketra (nama lapangan), surnggana (bidadari), surjaya (raja dewa), anak hyang (anak dewa), jatugreha (rumah damar). Contoh Teks : Berikut ni adalah teks cerita Bhagawan Dhomya dan Ketiga Muridnya yang diambil dari diparwa.

Bhagawan DhomyaHana si ra brhmaa bhagawn Dhomya ngaran ira. Patapan ira ri Ayodhywiaya. Hana ta isya nira tigang siki, ngaran ira sang Utamanyu, sang ruika, sang Weda. Kapwa pinarika nira, yan tuhu guruura gurubhakti. Kramanya de nira marka: sang ruika kinon ira ysawaha rumuhun, kamn nira wehana ri sang hyang Dharmastra. Yatna ta sang ruikngulaha, sakrama ning masawah ginawayakn ira. Sng ahayu tuwuh nikang wja, tka tang wah saka wipta hudan adrs. Alah ta galng tikang sawah. Saka ri wdi nira n kahibkana toya ikang pari, tinambak nira ta ya tapwan asowe ikang wway. Alah tka tambak nik, muwah tinambak nira. Tan wring deya nira, i wkasan tinambakakn twak nireng wway mangl, tarmolah irikangBahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten

23

rahina wngi. Katon twak nira ngkneng sawah e sang guru. Mojar bhagawn Dhomya ri sira, kinon ta ya sirwungwa. yasmat kewrakhaena wardanye pi sangsthita, tasmd wawarika bhtw dhraka munin aruni Anakku sang ruika, atyanta ring dhraka. Pawungwa tnaku. Sang Addyayatu (Uddalaka) ngaranta, manambakakn awakta ring wway makanimitta bhaktinta ring guru. reyo wsyanti yo siddhi Astwanmwa kita sukha, siddhimantr wkbajr kita Nhan ta pamarka bhagawn Dhomya ri sang ruika. Tumt sang Utamanyu pinarka nira. Ya ta kinon ir mahwana ng lmbu. Yatna tingkah nira n pahwan irikang goh. Hraka sang Utamanyu mahwan; ulih nirnasi ndatan pawwat nasi tasyan sira ri ang hyang guru. Ojar ta sang guru: Anaku sang Utamanyu. Krama ning iya yan gurunhakti; mawwat nasi solih nirnasi karma nik. swayam arayamakopajwana Solihtnasi tan yogya bhuktinta. Mangkana ling nira mpu guru. Manmbah ta sang Utamanyu, umupakamkn i la nira n salah. Irikang sakatambay ejing lumampah ta sirhwan, sumlang manasi muwah. Solih nirnasi ya ta pawwat nire ang hyang guru. Huwus nirwwat taysan, manasi ta sira muwah, pinakopajwa nirhwan ikang lmbu. Katinghalan tnasi ping rwa, inuhutan ta sira de sang guru, apan lobha ngaran ing mangkana. Ndatan panasi ping rwa pinakopajwan nira, ling ning guru. Dadi sira minum irikang kra tatea ning lmbwanusu. Tinakwanan ta sira hraka nira de ning guru, mjar sira yar pamh tatea ning lmbwanusu. Ling nira sang guru: Ud, mangkin tan yogya ulahteku, apan malap gurudwya. Tan dadi ring iya mangan dwya ning guru. Mangkana ling nira mpu. Mari ta sira minum susu. Hana wrh ning watsa mtu sangkeng tutuknya yan panusu warg sinuswan ing indungnya. Ya tik dinilat nira, pinakopajwa nirngrakekang lmbu. Muwah ta sira tinaan de ang crya guru ryhra nira, mjar sira yan pangdilat i wrh ning watsa n tumibeng lmah, pinakhra nira, mjar ta sang guru: Ai anaku sang Utamanyu, tan yogya ike hranta. Ikang watsa wruh ik ri lapntnaku. Saka ri wlas nyambknya kita, htunyngutahakn ulihnynusu. Tuhun yan wrh ngaranya, tan dadi ng wwang kadi kita mangpeki pangan ing watsa. Sangkepanya: manghorati bhukti ning len ngaranya. Haywa pinakhra ikang tan yogya upajwan, apan agyang akuru ikang watsa yan mangkana. Nhan ling nira mpu. Manmbah ta sang Utamanyu. Ri sakatambayejing mahwan ta sira muwah, tatan pamangan sira. Saka ri lap nira, amangan ta sira gtih i rwan ing waduri. Ardhpanas pwek gtih ing rwaning waduri, sumk ta ya tkeng mata. Andhbhta, dadi ta sira wuta tan panon dea; hrohara ta sirmet irikang lmbu. Hana ta sumur mati. Ngkna ta sira n tib kalbwing sumur, apan tan panon ing mrga nira. Sore pwekang kla, mulih tekang wabha tan hanngiring mare kanangnya. Ndatan katon sira mulih de nira mpu, hrohara ta sirmet i iya nira. Irikang sakatambesuk inulatan de ang hyang guru, kapanggih ta sireng jro sumur mati. Tinaan pwa sira kraa ning kalbwing sumur mati, mjar ta sang Utamanyu yan wuta, amangan gtih ing waduri saka ri lap nira n inuhutan de ang hyang guru mangdilata wrh ning watsa. Saka ri kruya bhagawn Dhomya wineh ta sang Utamanyu mantra Awinodewarjani uccrakna nira, matang yan marya wuta. Apan sang hyang Awinodewamantra de sang guru. Ndatan madwa sang hyang mantra, atng ta sang hyang Awinodewa maweh anugraha tumpihangin kinonakn wurungan wuta. Ya ta pangann ira pakoadh ni laranya, niyata warasa. Pinangan ira pwa ya ta, cakur arogya bhawati muwah ta sira paripra indra ning mata nira, tan hana kawikra ning aki wkasan. Sukha ta bhagawn Dhomya tumon i sang Utamanyu. Siddhistrnugrahomi Manganugrahni ta sira stra siddhi lawan, tatan kneng tuhtah rpanyanaku. Nhan ta ling bhagawn Dhomya manganugrahe sira. Tumt sang Weda pinarka nira. Kinon ira tamolaheng padangan, kumawwatakna taah nira sari-sari. Saka ri bhakti nira sang Weda ring guru, tumtakn ike panas ts nira mpu ang hyang, yatna ri sapakon ira, inanugrahan ta sira sarwawidy saha wedamantra mwang kasarwajnan, mulih ta sire patapan ira. Wruh pwa sira dukha ning sewak, magn-angn ta sira; yan han iyangku dlha, wehngku juga sang hyang mantra, haywa pinalakwan guruyga nguniweh pamarka ni guruuranya. Mangkanngn-angn ira. Tadanantara hana ta iya nira haar atng, sang Uttangka nma nira. Tumuluy ta wineh sang hyang Weda tan pamalakwa guruyga. Salwir ning agama tlas kahaji de sang Uttangka. Daftar Pustaka:Agastia, IBG, 1994. Kesusateraan Indonesia, Sebuah Pengantar, Denpasar : TU Warta Hindu Dharma. ________, 1987. Sagara Giri, Kumpulan Esei Sastra Jawa Kuna, Denpasar : Wysa Sanggraha Jendra, I Wayan, 1986. Fonologi Bahasa Indonesia dan Fonologi Bahasa Indonesia Dialek Bali, Denpasar : Unud. Mardiwarsito, L., 1981. Kamus Jawa Kuna Indonesia, Flores : Ende. Medera, I Nengah, 1986. Pengantar Tata Bahasa Jawa Kuna, Denpasar : Unud. Sharma, Mukunda Madhawa, 1986. Unsur-unsur Bahasa Sanskerta dalam Bahasa Indonesia, Denpasar : Wysa Sanggraha. Simpen AB., Wayan, 1986. Riwayat Kesusasteraan Jawa Kuno, Denpasar : Yayasan Bali Metri. Wojowasito, S., 1982. Kawiastra, Jakarta : Djambatan. Zoetmulder, P.J., 1994 Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, Jakarta : Djambatan. _________, 1994. Sekar Sumawur I, Yogyakarta : Gajahmada University Press.

Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten