bagas - pbl 2

10
PBL 2 BAGAS A. Klarifikasi Istilah 1. Bola mata dan kulit kuning Disebut juga ikterik, yaitu kondisi deposisi bilirubin di cutis dan sclera akibat gangguan metabolisme bilirubin (Dorland, 1998). 2. Begah Perasaan perut penuh dapat disebabkan oleh ascites dan hepatomegali (Martini, 2012). 3. Bercak kemerahan pada dinding dada Disebut juga spider naevi, merupakan lesi vaskuler yang terjadi di regio thoraks yang bisa disebabkan gangguan hormonal seperti estrogen maupun growth factor (Sharma et al., 2012). 4. Payudara bertambah besar Disebut juga ginekomastia, bisa disebabkan oleh kondisi hiperestrogenisme pada laki-laki (Sharma et al., 2012). 5. Telapak tangan kemerahan Disebut juga eritema palmaris, merupakan salah satu tanda dan gejala dari penyakit hepatitis (Sharma et al., 2012). B. Batasan Masalah 1. Kronologi Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Sejak tiga bulan yang lalu terjadi : a. ikterik pada sklera dan kulit b. spider naevi c. ginecomastia

Upload: dzaki-luqmanulhakim

Post on 08-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

digestive

TRANSCRIPT

PBL 2BAGASA. Klarifikasi Istilah

1. Bola mata dan kulit kuning

Disebut juga ikterik, yaitu kondisi deposisi bilirubin di cutis dan sclera akibat gangguan metabolisme bilirubin (Dorland, 1998).

2. Begah

Perasaan perut penuh dapat disebabkan oleh ascites dan hepatomegali (Martini, 2012).

3. Bercak kemerahan pada dinding dada

Disebut juga spider naevi, merupakan lesi vaskuler yang terjadi di regio thoraks yang bisa disebabkan gangguan hormonal seperti estrogen maupun growth factor (Sharma et al., 2012).

4. Payudara bertambah besar

Disebut juga ginekomastia, bisa disebabkan oleh kondisi hiperestrogenisme pada laki-laki (Sharma et al., 2012).

5. Telapak tangan kemerahan

Disebut juga eritema palmaris, merupakan salah satu tanda dan gejala dari penyakit hepatitis (Sharma et al., 2012).

B. Batasan Masalah

1. Kronologi Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)Sejak tiga bulan yang lalu terjadi :

a. ikterik pada sklera dan kulit

b. spider naevi

c. ginecomastia

d. eritema palmaris

e. warna urine seperti teh (berwarna coklat)

C. Pembahasan Masalah

1. Anamnesis Lanjutan

a. Riwayat sosial ekonomi

1) apakah baru-baru ini pergi ke negara dengan kondisi ekonomi buruk?

2) apakah sering mengkonsumsi makanan yang tidak higienis?

3) apakah baru-baru ini mendapatkan transfusi darah?

4) apakah menggunakan narkoba melalui suntikan?

5) apakah pernah ditindik, ditato, maupun akupunktur?

6) apakah pernah melakukan hubungan seks bebas?

2. Fisiologi bilirubin

Bilirubin yang belum terkonjugasi (unconjugated bilirubin / UCB) berasal dari berbagai sumber, antara lain (Sherwood, 2010) :a. sel darah yang hancur (75%)

b. katabolisme protein hem lain (22%)

c. inaktivasi eritropoiesis sum-sum tulang (3%)Bilirubin terkandung di dalam asam empedu. Asam empedu berperan dalam membantu pencernaan, absorpsi lemak (emulgator), ekskresi metabolit hati dan produk sisa (kolesterol, bilirubin, dan logam-logam berat), serta membantu penyerapan lemak intraluminal (Sudoyo et al. 2009).

melanjutkan kasih nih hehehehewww : Setelah bilirubin diubah menjadi CB (conjugated bilirubin) atau bilirubin terkonjugasi, bilirubin menjadi hidrofilik dan mampu larut dalam air. Bilirubin yang telah terkonjugasi mengalami perubahan struktur tetrapirol dari lipofilik menjadi hidrofilik. CB di dalam asam empedu akan disekresikan melalui ductus biliaris intrahepatik, berlanjut ke ductus hepaticus dextra et sinistra, kemudian ke ductus hepaticus communis. Apabila tidak ada makanan, asam empedu akan disimpan di vesica fellea melalui ductus cysticus (Sherwood, 2010).

Apabila ada makanan di duodenum, asam empedu akan disekresikan melalui ductus cysticus kemudian ke ductus choledocus dan berujung pada papilla duodeni mayor. Asam empedu yang telah melakukan tugas emulgator lipid di ileum akan mengalami reabsorpsi kembali ke dalam darah sehingga sebagian urobilinogen akan berada di sirkulasi untuk kemudian berlanjut ke ren dan mewarnai urin dengan pigmen kuning. Sebagian urobilinogem lainnya akan berada di lumen intestinal dan mengikuti aliran makanan hingga colon. Kemudian, urobilinogen akan dimetabolisme oleh bakteri di colon menjadi sterkobilin yang akan mewarnai feses menjadi kuning-kecoklatan yang khas (Sherwood, 2010).Penyebab peningkatan CB antara lain (Ferri, 2011) :

a. obstruksi ekstra hepatik dan kolestasis intrahepatik

b. penyakit hepatoseluler

c. obat-obatan

d. kehamilan

e. keturunan (genetik)

3. Pemeriksaan Serologis untuk Hepatitis B

Menurut Sudoyo et al (2009) ada beberapa pemeriksaan seroimunologis yaitu:

a. HbsAg (penanda antigen virus yang terdapat di permukaan sel)

b. HBV DNA (penanda yang pertama kali muncul di riwayat penyakit namun tidak diperiksa secara rutin di klinis, merupakan detektor infektivitas)

c. IgM anti HBC (muncul mulai infeksi akut s.d. 6 bulan)

d. IgG anti HBC (muncul pada infeksi lampau atau berlanjut diatas 6 bulan)

e. anti HBs (merupakan penanda terakhir yang merupakan indikasi kesembuhan dan kekebalan)

f. HbeAg (menunjukan daya infeksi yang tinggi dan replikasi)

g. HbcAg (menunjukkan virus dalam hepatosit)

4. Patogenesis Hepatitis B (akut dan kronis)

Virus Hepatitis B (HBV) dapat ditransmisikan secara vertikal (maternal ibu ke anak) dan secara horizontal melalui produk darah (IV drug user, tindik, tato, narkoba, infus, transfusi) dan mucosa (misalnya semen, sekret cervicovaginal, saliva). HBV akan bersirkulasi dan menginfeksi hepatosit. Antigen HbsAg akan dipresentasikan oleh antigen precenting cell (APC) kepada sel T helper (CD4 +). Sel CD4+ akan mengenalkan kepada sel T sitotoksik (cytotoxic T lymphocyte / CTL / CD8+). CTL akan mengeluarkan sitokin seperti IFN gamma dan TNF alfa yang akan mengaktivasi sel limfosit B menjadi sel plasma. Sel plasma akan menghasilkan antibodi berupa IgM anti HbsAg atau anti HbcAg tergantung antigen yang dipresentasikan. Selain itu sitokin ini akan menghambat replikasi virus dan menghambat ekspresi gen HBV di sel hepatosit. Sehingga, dengan respon imun yang adekuat, HBV dapat dieliminasi tanpa menyebabkan efek hepatositopatik (Dienstag et al., 2005).Saat HBV menginfeksi hepatosit, terjadi pergerakan partikel inti DNA menuju nukleus untuk berfusi dengan DNA sel hepar sehingga terbentuk cccDNA. Selanjutnya akan terjadi transkripsi membentuk mRNA dan translasi membentuk protein baru yang merupakan salah satu penyusun HBV. Kemudian akan terjadi sintesis HBV sehingga terbentuk replikasi HBV. HBV yang baru disintesis akan masuk ke retikulum endoplasma dan ditranspor ke ekstrasel secara eksositosis vesicular. HBV yang bersirkulasi dalam jumlah banyak akan menyebabkan kondisi viremia dan menyebabkan demam (Dienstag et al., 2005).

Terdapat empat fase dalam hepatitis secara umum yaitu inkubasi (mulai HBV masuk hingga tepat sebelum muncul gejala klinik), prodromal (selama 4-7 hari, muncul flu like syndrome), icteric (3-6 minggu, muncul jaundice), dan convalescent (setelah 16 minggu, menuju kesembuhan) (Sharma et al., 2012).Beberapa penanda virologis secara seroimunologis adalah HbsAg, antiHbc, dan Anti Hbs. HbsAg akan tetap terdeteksi hingga HBV dieliminasi dari tubuh. Setelah beberapa bulan HbsAg terdeteksi pertama kali, akan muncul anti HBs yang merupakan antibodi protektif. Antara HbsAg muncul hingga antiHBs muncul terdapat suatu gap period dimana klinisi dapat mendeteksi antiHBc yang dapat muncul di sirkulasi (Dienstag et al., 2005).

Virus HBV dapat tetap tinggal dalam tubuh secara inaktif, sehingga penderita masuk ke fase chronic hepatitis inactive carrier. Hal ini amat erat kaitannya dengan respon imun pasien. Pada saat fase carrier terjadi pula fase imunotoleran dimana terjadi peningkatan HBV tanpa respon imun dari tubuh. Kemudian berlanjut pada fase imunoaktif dimana manifestasi klinis muncul sebagai usaha tubuh untuk mengeliminasi HBV. Kemudian pasien akan mengalami fase residual dimana pada beberapa pasien dapat sembuh total setelah serokonversi, namun pada beberapa pasien dapat terjadi reaktivasi kembali (Dienstag et al., 2005).Beberapa tanda progresi hepatitis akut menjadi kronik adalah (Dienstag et al., 2005) :

a. gejala prodromal dan ikterik persisten

b. HbeAg persisten >3 bulan

c. HbsAg persisten >6 bulan

d. AST, bilirubin, dan globulin tidak normal selama 6-12 bulan

Beberapa faktor yang mempengaruhi progresi menjadi hepatitis kronik adalah (Sharma et al., 2012) :

a. Faktor virus

1) imunotoleransi tubuh terhadap produk HBV

2) hambatan CTL

3) HBV mutasi

4) integrasi genom HBV dengan genom tubuh dalam hepatosit

b. Faktor host

1) genetik

2) defisiensi IFN

3) antibodi terhadap antigen nukleokapsid

4) kelainan fungsi limfosit

5) respons antidiotipe

6) kelamin dan hormonal5. Patofisiologi gejala pada pasien

a. Nyeri perut kanan atasTerjadinya kerusakan sel hepar menyebabkan stimulasi sitokin nyeri seperti prostaglandin dan bradykinin. Sitokin ini akan ditangkap oleh ujung saraf bebas kemudian ditransmisikan saraf aferen menuju cortex cerebri dan diinterpretasikan sebagai nyeri pada regio hypochondriaca dextra (Ganem et al., 2004).b. Demam

Viremia akan menyebabkan datangnya neutrofil yang akan melepaskan pirogen endogen seperti IL-1, IL-6, dan TNF alfa. Pirogen tersebut akan bersirkulasi di dalam tubuh hingga mencapai kapiler hipotalamus. Pirogen tersebut akan menstimulasi endotel di sekitar hipotalamus untuk melepaskan prostaglandin yang akan berdifusi hingga ke area thermal center di hipotalamus dan menyebabkan peningkatan thermal set point. Akan terjadi tiga fase yaitu inisiasi (usaha tubuh meningkatkan panas tubuh dengan cara menggigil, vasokonstriksi, ahidrosis), plateau (saat thermal set point baru telah berhasil dicapai tubuh), dan devervescence (saat tubuh mulai menurunkan thermal set point dengan cara vasodilatasi, diaforesis, dan flushing) (Sherwood, 2010).c. Malaise

Adanya gangguan metabolisme glukosa di hepar menyebabkan penurunan glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga cadangan glukosa di hepar serta kadar glukosa darah yang menurun. Hal ini menyebabkan sel tubuh di perifer kekurangan energi sehingga terjadi malaise (Ganem et al., 2004).d. Ikterik

Ikterik pada pasien didasari oleh adanya gangguan metabolisme bilirubin. Kadar bilirubin indirek yang meningkat di plasma (karena penurunan proses konjugasi di hepar) menyebabkan deposisi bilirubin indirek di sklera, cutis, dan jaringan elastin akibat sifat bilirubin indirek yang lipofilik. Akibat lesi edematous pada hepatosit, akan terjadi obstruksi duktus biliaris intrahepatik sehingga bilirubin direk justru masuk ke sirkulasi dan dapat menuju ke ren sehingga menyebabkan urine berwarna lebih coklat seperti teh (Price, 2005).e. GinekomastiaPada pria, gangguan metabolisme testosteron pada insufisiensi hati menyebabkan berhentinya proses metabolisme testosteron hingga bentuk estradiol. Estradiol sendiri memiliki fungsi yang serupa dengan estrogen sehingga memicu proliferasi sel-sel di glandula mammae dan bermanifestasi sebagai ginekomastia (Dienstag et al., 2005).

f. Eritema palmaris

Dengan mekanisme peningkatan estrogen yang sama, estrogen akan menyebabkan vasodilatasi pada arcus palmaris superficialis sehingga akan muncul manifestasi rubor (kemerahan) pada telapak tangan yang akan hilang jika ditekan (Sharma et al., 2012).

g. Spider naevi

Dengan mekanisme peningkatan estrogen yang sama, estrogen akan menyebabkan vasodilatasi pada arteriol regio thorax sehingga akan muncul manifestasi rubor (kemerahan). Selain itu juga terjadi peningkatan substansi plasma P (akibat insufisiensi hati) sehingga menyebabkan vasodilatasi. Vascular endothelial growth factor dan basic fibroblast growth factor juga mengalami peningkatan sehingga menyebabkan peningkatan proliferasi endothel yang bermanifestasi pada pembentukan lesi vaskuler dan tampak sebagai spider naevi (Sharma et al., 2012).h. Mual, muntah, begah

Hepatomegali yang terjadi akibat inflamasi dan lesi edematosa akan mendesak gaster sehingga merangsang saraf dan menyebabkan mual dan muntah. Desakan tersebut menyebabkan perasaan penuh pada gaster sehingga pasien akan merasakan begah, cepat kenyang, dan kekurangan nafsu makan (anorexia) (Dienstag et al., 2005).DAFTAR PUSTAKADienstag JL, Isselbacher KJ. 2005. Chronic Hepatitis. dalam Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition. New York: McGraw-Hill.

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Ed.25. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ferri F. 2011. Practical Guide to The Care of The Medical Patient. Philadelphia: Mosby Elsevier.

Ganem D, Prince AM. 2004. Hepatitis B Virus Infection Natural History and Clinical Consequences. New England Journal of Medicine; 350: 1118-1129.Martini FH, Nath JL, et al. 2012. Fundamental of Anatomy and Physiology 9th Edition. Boston: Benjamin Cummings.

Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1 dan 2.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Sharma V, Aggarwal S, Vadada D. 2012. Spiders on the skin: Spider angioma. Journal of Symptoms and Signs; (1)1 : 15-19.Sherwood L. 2010. Human Physiology from Cells to System 7th Edition. California: Cengage Learning.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.