b.aderi p 1006694315-uas pembin

12
1 Kajian Perspektif Realisme terhadap Pemberian Foreign Aid dari China untuk Pembangunan Negara-Negara Sub-Sahara Afrika Makalah Ujian Akhir Semester untuk Mata Kuliah Pembangunan Internasional Disusun oleh Bernadette Aderi Puspaningrum 1006694315 Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia 2012

Upload: bernadette-aderi-puspaningrum

Post on 14-Jul-2015

283 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: B.aderi p 1006694315-uas pembin

1

Kajian Perspektif Realisme terhadap Pemberian

Foreign Aid dari China untuk Pembangunan

Negara-Negara Sub-Sahara Afrika

Makalah Ujian Akhir Semester untuk Mata Kuliah Pembangunan Internasional

Disusun oleh

Bernadette Aderi Puspaningrum

1006694315

Departemen Ilmu Hubungan Internasional

Universitas Indonesia

2012

Page 2: B.aderi p 1006694315-uas pembin

2

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang besar di Sub-Sahara Afrika (SSA) hingga mencapai

puncaknya tahun 2011 menarik banyak perhatian dunia pada potensi wilayah ini. Total

pertumbuhan ekonomi regional yang mencapai 9,7% di tahun 2011 pada dasarnya merupakan

hasil dari pengolahan sumber-sumber baru kekayaan alam yang melimpah namun belum

pernah dioleh sebelumnya. SSA yang semula kurang diperhitungkan oleh pasar internasional

menunjukan perkembangan yang positif sejak tahun 2000an. Kontras jika dibandingkan

dengan kondisi mayoritas negara dikawasan ini pada tahun 1950an. Sebagian besar negara

dalam kawasan ini pada masa tersebut masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap

bantuan asing dalam perekonomiannya. Hal ini dipengaruhi oleh ketergantungan besar

negara terhadap hasil produksi dari bidang agricultural. Fluktuasi harga barang-barang

komoditas dipasaran menjadi alasan akan adanya stagnasi ekonomi ataupun perkembangan

ekonomi yang sangat lambat dibeberapa negara dikawasan ini pasca kemerdekaannya.

Disamping itu, lemahnya kekuatan negara akibat proses pembangunan negara yang tidak

sempurna juga menjadi salah satu alasan tidak stabilnya ekonomi negara-negara dalam

kawasan tersebut.

Dalam perkembangannya hingga kini, catatan positif pertumbuhan ekonomi kawasan

SSA nyatanya tidak mengurangi jumlah bantuan keungan dari berbagai negara. China

merupakan penyumbang bantuan terbesar yang juga merupakan partner dagang utama

negara-negara kawasan SSA. Hubungan kerjasama antara Sub-Sahara Afrika (SSA) dengan

China sudah terjalin sejak tahun 1956. Pada masa itu, pada dasarnya ekonomi China belum

berada pada tingkat ekonomi yang matang. Kondisi tersebut menurut Machiko Nissanke,

bantuan kepada SSA diberikan untuk menekan dominasi superpower melalui pembentukan

aliansi dengan negara dunia ketiga.1 Dalam perkembangannya hubungan kerjasama ini terus

ditingkatkan, hingga dibentuk Forum on China-Africa Cooperation (FOCAC) pada tahun

2000. FOCAC merupakan forum antara China dengan negara-negara African Union yang

diadakan tiga tahun sekali. Melalui forum ini, berbagai kerjasama ekonomi dan berberbagai

strategi bersama untuk kemajuan ekonomi dibicarakan. Hingga pada tahun 2009 perjanjian

pemberian bantuan sebesar US$ 10 miliar dari China ke negara-negara SSA disepakati.

1 Tjonneland, E. N., Brandtzaeg, B., Kolås, Å., and Le Pere, G., China in Africa: Implication for Norwegian

Foreign and Development Policies,Norway: CMI, 2006, p. 8.

Page 3: B.aderi p 1006694315-uas pembin

3

Perjanjian ini pada dasarnya dua kali lipat lebih besar dibandingkan bantuan yang diberikan

sebelumnya.

Meningkatnya jumlah kuota bantuan yang diberikan kepada SSA meski dalam keadaan

ekonomi yang baik, menimbulkan pertanyaan tersendri. Di sisi lain, masuknya negara-negara

lain seperti India dalam ekonomi SSA memperlihatkan adanya perkembangan ekonomi pasar

di wilayah tersebut. Selama kurang lebih 10 tahun terakhir, pembangunan ekonomi di

wilayah SSA telah banyak mendapatkan dukungan dari bantuan asing yang disalurkan

kepadanya. Terkait hal tersebut, upaya China untuk terus menjalin kerjasama dalam bentuk

bantuan ekonomi ke SSA pada dasarnya menunjukan adanya permasalahan lain disamping

pembangunan ekonomi yang kini sedang dihadapi negara-negara SSA. Makalah ini kan

memperhatikan masalah tersebut, dan berusaha menjelaskan efektifitas pemberian bantuan

pembangunan dari China ke negara-negara SSA.

II. Pertanyaan Permasalahan

Makalah ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana perspektif realisme

menjelaskan peningkatan jumlah bantuan luar negeri China untuk pembangunan di sub

Sahara Afrika?

III. Kerangka Teori dan Konsep

Unpublised

Page 4: B.aderi p 1006694315-uas pembin

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kondisi Umum Ekonomi Negara-Negara Sub Sahara Afrika

Kondisi politik yang kurang stabil pasca kemerdekaan membuat rendahnya jaminan

kesejahteraan masyarakat di kawasan SSA. Disamping itu, terbatasnya fasilitas penunjang

kegiatan ekonomi semakin memperbesar kesenjangan dalam masyarakat di SSA. Hal ini

mengakibatkan munculnya berbagai majam penyakit hingga tingginya angka kematian di

Afrika. Kondisi perekonomian semakin diperburuk dengan ketergantungan masyarakat akan

produk komoditas sebagai penunjang ekonomi. Harga barang komoditas yang cenderung

fluktuatif membuat perkembangan ekonomi di Afrika menjadi stagnan. Negara-negara SSA

hanya akan mendapat keuntungan yang besar ketika harga komoditas melonjak naik namun

tidak sebaliknya. Akibatnya, perekonomian yang pasang surut ini mengakibatkan tidak

adanya sustainability dalam pembangunan di SSA.

Hal ini pula lah yang menjadi keprihatinan negara-negara di dunia lainnya. Perhatian

dunia internasional ini berfokus pada adanya peningkatan kuantitas dan kualitas arus pendaan

resmi ke Afrika. Foreign aid menjadi bentuk bantuan ekonomi yang menurut Ericsson

memang cocok digunakan untuk mendorong adanya perkembangan ekonomi. 2

Menurutnya,

dengan adanya bantuan ekonomi dari asing maka akan menambah domestic saving suatu

negara. Domestic saving sendiri merupakan jaminan bagi investor untuk menanamkan modal

nya dalam perekonomian suatu negara. Dengan adanya investasi yang masuk terus menerus

maka roda perekonomian dapat bergerak karena adanya modal pembangunan. Foreign aid

yang menurut Ericsson berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi ini lah yang

kemudian menempatkan SSA pada posisinya yang sekarang ini. Foreign aid yang digunakan

sebagai cadangan domestic merupakan pengkantrol ekonomi ketika fluktuasi harga

komoditas, yang merupakan input tunggal dari negara-negara SSA, anjlok harga jualnya di

pasaran. Dengan demikian pada dasarnya Foreign aid membantu stabilitas suatu negara yang

“fragile” akibat keterbatasan potensi ekonomi yang dimilikinya.

Namun pada dasarnya, kawasana SSA tidak dapat dikatakan sebagai wilayah dengan

potensi ekonomi yang rendah. Berikut pemetaan sumber daya alam yang terdapat di SSA:

2 Ericsson J., Irandoust M. (2005). Foreign aid, domestic savings, and growth in LDCs: an application of

likelihood-based panel cointegration. Economic modeling, vol. 22, pp. 616-627.

Page 5: B.aderi p 1006694315-uas pembin

5

Dalam perkembangnnya masuknya asing ke wilayah ini, membuka akses negara untuk dapat

mengolah berbagai macam sumber daya yang belum dapat dioleh sebelumnya. Keterbatasan

keterampilan dan minimnya dana dalam pengolahan sumber daya yang tidak dimiliki

pemerintah itu sendiri. Terkait dengan hal ini, China menjadi negara pertama yang melihat

potensi sumber daya alam yang melimpah dikawasan ini sehingga telah terlebih dahulu

membuka jalur kerjasama dengan SSA sejak tahun 1956. Bentuk kerjasama yang dibangun

antara China dengan SSA sendiri dapat dikatakkan cenderung menggunakan pendekatan yang

berbeda. Penawaran akan bantuan ekonomi yang memang dibutuhkan oleh negara-negara

kawasan ini pada awalnya, kini telah beralih pada kerjasama ekonomi ekspor impor bahan

mentah dari SSA ke China.3

3 Ian Taylor, China’s oil diplomacy in Africa, International Aff airs 82: 5 (Blackwell Publishing Ltd/The Royal

Institute of International Aff airs, 2006) 937–959.

Page 6: B.aderi p 1006694315-uas pembin

6

2.2. Bantuan Ekonomi China Kepada Sub Sahara Afrika

Bagi China hubungan dengan SSA merupakan bentuk kerjasama ekonomi dan bukan

hanya pemberian bantuan semata.

Jika melihat dari bentuk bantuan

dalam table tersebut, pada dasarnya

bantuan ekonomi yang diberikan

China banyak mengarah pada

pengembangan infrastruktur dan

fasilitas publik di negara recipient-nya.

Sautman and Hairong (2007)

berpendapat bahwa kebijakan ini

merupakan bentuk investasi yang

disebut sebagai “Beijing Consensus”.

Page 7: B.aderi p 1006694315-uas pembin

7

Pandangan yang sama disapaikan oleh Ramos yang melihat bahwa kebijakan China ini

merupakan kebijakan baru yang telah memperhitungkan segi politik, pembangunan, dan

keseimbangan dalam kekuatan ekonomi global.4 Kebijakan ini pada dasarnya memunculkan

perdebatan tersendiri dikalangan ilmuan ekonomi. Kebijakan ini dipandang sangat berbeda

dengan “Washington Consensus” yang lebih mengarah pada pandangan ekonomi neo-liberal

dimana demokrasi dan good governance menjadi elemen utama dalam upaya pengentasan

kemiskinan.5 “Beijing Consensus” menurut beberapa ahli, lebih menekankan pada bentuk

investasi dimana kebijakan luar negeri dapat mendukung tujuan akhir dari pembangunan

ekonomi nasional dengan memanfaatkan bantuan keuangan yang diberikan secara cuma-

cuma. Dengan demikian pada dasarnya “Beijing Consensus” lebih bersifat rancangan

pembangunan ekonomi strategis yang dapat menguntungkan negara donor maupun recipient-

nya.

Berdasarkan syarat yang disampaikan tersebut pada dasarnya menunjukan focus

China pada sektor ekonomi dan pembangunan. Hal ini berbeda dengan “Washington

Consensus” yang lebih terkesan memaksakan neoliberalisme agar bisa mendapatkan bantuan

ekonomi. Pada dasarnya apa yang menjadi syarat bantuan China menurut beberapa ahli

merupakan bentuk kebijakan ekonomi yang paling efektif untuk dapat mengatasi

permasalahan yang ada dalam ekonomi negara dunia ketiga. Hal ini terbukti dari keuntungan

yang didapatkan dari investasi, yaitu mulai dari 29% di tahun 1990 menjadi 40% pada tahun

2005.6 Tidak hanya itu, perdagangan yang relative kecil antara China dan Afrika kini telah

berkembang dari US$ 3 miliar pada 1995 menjadi US$ 55 miliar di tahun 2006. Hal ini

menurut Xinhua, merupakan pengaruh dari adanya 800 perusahaan China yang 100

diantaranya merupakan perusahaan milik pemerintah (BUMN).

Dalam perkembangannya, ekspansi ekonomi China terus meningkat seiring dengan

banyaknya bantuan ekonomi berupa investasi ke hampir 50 negara di kawasan Sub Sahara

Afrika. Jalinan kerjasama ini juga semakin mendorong pembangunan ekonomi di SSA

melalui terbukanya perdagangan minyak di beberapa negara dalam kawasan SSA.

4J. C. Ramos, The Beijing Consensus; dalam Zafar, A. The growing relationship between China and Sub-

Saharan Africa: macroeconomic, trade, investment, and aid links. (The World Bank Research Observer

Advance Access, 2007) 5 B. Fine, & K.S. Jomo; dalam Sautman, B., & Hairong, Y, Friends and Interests: China’s distinctive links with

Africa( African Studies Review, 50(3), 2007), hlm. 75-114. 6 Kinfu Adisu, dkk., The Impact of Chinese Investment in Africa, International Journal of Business and

Management Vol. 5, No. 9; September 2010, diakses dari www.ccsenet.org/ijbm pada tanggal 26 Desember

2012 pukul 21.12 WIB.

Page 8: B.aderi p 1006694315-uas pembin

8

Pembangunan infrastruktur di sisi lain juga menjadi nilai tambah dari cepatnya pertumbuhan

ekonomi di kawasan ini.

2.3 Pengaruh Foreign Aid China Terhadap Pembangunan Di Wilayah Sub Sahara

Afrika

Jika dilihat dari persebaran bantuan yang diberikan China seperti yang telah

dipaparkan sebelumnya, Émmanuel Guérin melihat empat aspek yang mendapatkan pengaruh

dari adanya bantuan ekonomi dari China, yaitu aspek: 7

1. Sosial

Bantuan yang diberikan pada negara-negara SSA telah membuat kawasan ini

mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu sebesar 5,8 persen pada tahun 2007.

Disamping itu, melalui kebijakan bantuan ekonominya, China telah menghapuskan

hutang beberapa negara SSA yang jumlahnya senilai dengan US$ 10 miliar.

Hubungan sosial masyarakat juga tidak luput dari perhitungan China. Hal tersebut

dilakukan dengan mengirimkan dokter-dokter untuk mengobati masyarakat

dikawasan ini. Selanjutnya, pemeirntah China juga mengirimkan ribuan pekerja dan

mahasiswa dari SSA ke pusat-pusat pelatihan dan universitas.

2. Perdagangan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan infrastruktur di Afrika pada dasarnya

diprakarsiai oleh pemerintah China sebagai salah satu bentuk dari bantuan ekonomi

yang diberikannya. Adanya infrastruktur ini sendiri menjadi faktor pendukung

percepatan pertumbuhan ekonomi di SSA. Disamping itu, hadirnya perusahaan China

di kawasan ini, memengaruhi adanya kompetisi dalam pasar internal maupun

eksternal. Harga produk China yang murah sulit untuk dapat ditandingi dengan

produk-produk lokal di kawasan ini. Hal ini tidak dipungkiri menjadi penyebab

banyaknya perusahaan yang tidak mampu bersaing memutuskan untuk gulung tikar.

Namun hal berbeda dilakukan oleh pengusaha di Afrika Selatan karena mendapatkan

perlindungan dari pemerintah berupa pembatasan impor dari barang-barang China ke

negaranya.

3. Ketenagakerjaan

7 Émmanuel Guérin (Iddri), Chinese assistance to Africa: Icharacterization and position regarding the global

governance of development aid, Institut du développement durable et des relations internationales ,(Adresse

postale : 27, rue Saint-Guillaume – 75337 Paris Cedex ) hlm. 07.

Page 9: B.aderi p 1006694315-uas pembin

9

Banyaknya pendatang dari China memperkaya ketersediaan tenaga kerja maupun

lapangan pekerjaan. Akan tetapi hal ini memuncuklan masalah terkait etos kerja yang

berbeda dari tenaga kerja China dengan Afrika. Permasalahn tersebut tidak hanya

mucul dari upah kerja hingga waktu kerja yang berbeda. Hal ini memunculkan

masalah pada hukum dan kultur perburuhan di Afrika. Di samping itu, bidang

industri pun saling bersaing satu sama lian. Perusahaan dari Afrika dalam hal ini harus

mampu bersaing dengan perusahaan China yang lebih unggul baik dari segi harga

maupun material/bahan baku kerjanya.

4. Moral

Persoalan moral merupakan masalah yang muncul karena adanya perbedaan kultur di

China dan Afrika. Namun dalam hal ini, upaya China untuk membangun kerjasama

dengan negara dunia ketiga memeprikan stigma lain di mata dunia internasional.

2.4 Analisis Perspektif Realisme Terhadap Pemberian Bantuan Ekonomi China Untuk

Pembangunan Sub Sahara Afrika

Bentuk kerjasama antara China dan negara-negara SSA pada dasarnya

menitikberatkan pada negara sebagai aktor utama dalam bebagai kebijakan yang diambil

dalam hubungan internasional. Jika dilihat dari sudut pandang realis, isu penting yang

menjadi permasalahan high politics bagi China adalah masalah ekonomi. Hal ini dapat

dilihat dari semnagat “Beijing Consensus” yang lebih menekankan pada perkembangan

ekonomi negara dibandingkan perubahan politik di negara recipientnya. Pada dasarnya

hal ini berdasarkan pada dasar politik luar negeri China sendiri yaitu terkait self reliance.

Berdasarkan pertimbangan high politics yang diyakininya, ekspansi ekonomi

merupakan bentuk perjuangan terhadap sovereignty yang dimilikinya. Oleh sebab itu,

dalam upaya membangun kerjasama ekonomi, China menekankan pada adanya

keuntungan jangka panjang melui investasi ekonomi ke Sub Sahara Afrika. Terkait

dengan hal ini, syarat yang diajukan oleh China terhadap bantuan yang akan

diberikannya pada dasarnya merupakan upaya perlindungan terhadap kepentingan

nasionalnya sendiri pula.

Penanaman investasi China di Afrika telah membuka jalan bagi berbagai

perusahaan China untuk dapat melakukan kegiatan ekonomi di kawasan tersebut.

Keistimewaan yang diberikan melalui pemotongan hutang merupakan salah satu upaya

kontrol terhadap negara lain, sehingga negara tersebut juga dapat memberikan apa yang

Page 10: B.aderi p 1006694315-uas pembin

10

menjadi kebutuhan China sendiri. Benar saja, China menjadi negara partner terbesar

ketiga negara-negara SSA setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Berhutang besar pada China secara moril, memberi jalan bagi China kepada

berbagai akses sumber daya alam Afrika sebagai bentuk balas jasa. Hal ini tentunya

sangat menguntungkan bagi China. Sebagai negara yang melakukan proteksi terhadap

sumberdaya yang diilikinya sendiri, China membutuhkan cadangan bahan baku baru

untuk mendukung sektor industrinya yang akan terus dikembangkan. Disamping itu,

ekspansi ke Afrika memberikan keuntungan bagi pemerinah China untuk dapat

menyediakan lapangan kerja baru bagi para tenaga kerjanya. Dengan jumlah penduduk

yang terus bertambah hingga menjadikan China sebagai negara terpadat di dunia,

ekspansi perdagangan dengan cara yang dilakukan China merupakan salah satu bentuk

pengalihan dimana pemerintah menyediakan lahan baru yang dapat mengurangi beban

negaranya sendiri yang telah padat dari penduduk maupun dari sektor industri.

Page 11: B.aderi p 1006694315-uas pembin

11

KESIMPULAN

Peranan bantuan ekonomi China terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan Sub

Sahara Afrika merupakan faktor kontrol dan pendukung perekonomian negara-negara SSA

yang kurang stabil pada umumnya. Bantuan ekonomi China yang diterapkan secara berbeda

pada dasarnya tidak hanya memberikan keuntungan bagi perekonomian kawasan SSA namun

juga bagi China sendiri. Investasi jangka panjang berupa pembangunan infrastruktur dalam

kenyataannya telah berhasil menempatkan Afrika pada masa pertumbuhan ekonomi tertinggi

disepanjang sejarah ekonomianya. Dari hasil tersebut pada dasarnya kebijakan ekonomi

China melaui “Beijing Consensus”-nya telah berhasil memberikan jawaban atas stagnasi

ekonomi SSA sebagai negara dunia ketiga. Namun, pandangan realis pada dasarnya melihat

adanya kecenderungan hubungan timbal balik yang ditunggu oleh China. Berbagai proyek

pembangunan yang dilaksanakan di Afrika secara langsung menjadi lapangan kerja baru

bagai masyarakat China. Meningkatnya hubungan ekonomi mengakibatkan tingginya arus

perpindahan manusia dari China ke Afrika yang memunculkan adanya persaingan ekonomi di

Afrika sendiri. Pada akhirnya, jika negara-negara di Afrika tidak dapat bersaing dengan

produk dan sumber daya China, maka keuntungan yang lebih besar tentunya akan kembali

kepada China sendiri.

DAFTAR ISI

Reverensi buku dan jurnal

Tjonneland, E. N., Brandtzaeg, B., Kolås, Å., and Le Pere, G., China in Africa: Implication for Norwegian

Foreign and Development Policies,Norway: CMI, 2006, p. 8.

Page 12: B.aderi p 1006694315-uas pembin

12

Bagian ini merupakan ringkasan dari bab perspektif realisme dalam Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi,

International Relations Theory, Fourth Edition, (USA: Pearson Education Inc., 2010).

Adam Szirmai, The Dynamics of Socio-Economic Development: An Introduction, (Cambridge: Cambridge \

Penjelasan di bagian ini merupakan rangkuman dari Finn Tarp, Foreign Aid and Development – Lessons Learnt

and Directions for the Future, (New York: Routledge, 2000), halaman 1 – 9, dan 101 – 168.

Ericsson J., Irandoust M. (2005). Foreign aid, domestic savings, and growth in LDCs: an application of

likelihood-based panel cointegration. Economic modeling, vol. 22, pp. 616-627.

Ian Taylor, China’s oil diplomacy in Africa, International Aff airs 82: 5 (Blackwell Publishing Ltd/The Royal

Institute of International Aff airs, 2006) 937–959.

J. C. Ramos, The Beijing Consensus; dalam Zafar, A. The growing relationship between China and Sub-

Saharan Africa: macroeconomic, trade, investment, and aid links. (The World Bank Research Observer

Advance Access, 2007)

B. Fine, & K.S. Jomo; dalam Sautman, B., & Hairong, Y, Friends and Interests: China’s distinctive links with

Africa( African Studies Review, 50(3), 2007), hlm. 75-114.

Émmanuel Guérin (Iddri), Chinese assistance to Africa: Icharacterization and position regarding the global

governance of development aid, Institut du développement durable et des relations internationales ,(Adresse

postale : 27, rue Saint-Guillaume – 75337 Paris Cedex ) hlm. 07.

Referensi Website

Kinfu Adisu, dkk., The Impact of Chinese Investment in Africa, International Journal of Business and

Management Vol. 5, No. 9; September 2010, diakses dari www.ccsenet.org/ijbm.