babiv - aspek lem bank islam

22
BAB 4 ASPEK KELEMBAGAAN PERBANKAN ISLAM Perbedaan antara bank Islam dengan bank konvensionaI, yaitu bank Islam dalam kegiatan usahanya berdasarkan ketentuan syariah, sedangkan bank konvensional dalam kegiatan usahanya berdasarkan prinsip bunga. Pengawasan perbankan Islam pada dasarnya memiliki dua sistem, yaitu: 1. Pengawasan dari aspek keuangan, kepatuhan pada perbankan secara umum, dan prinsip kehati-hatian bank. 2. Pengawasan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank. Karena itu, struktur pengawasan terdiri dari: Sistem Pengawasan Internal, yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, dewan komisaris, dewan audit, Dewan Pengawas Syariah, direktur kepatuhan dan SKAI, serta Sistem Pengawasan Eksternal, yang terdiri dari unsur Bank Indonesia, akuntan publik, Dewan Syariah Nasional, dan stakeholder. Pengaturan tentang bank Islam, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/24/PBI/2004 yang mengatur bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (dengan perubahan dalam PBI No. 7/35/PBI/2005) dan PBI No. 6/17/PBI/2004 yang mengatur Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah. Sedikit perbedaan aturan untuk Bank Islam dan BPRS, misalnya dalam hal pemilik, modal yang disetor, dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris. Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk menetapkan perizinan, pembinaan, dan pengawasan bank, serta pengenaan sanksi terhadap bank yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor kemampuan bank, prinsip kehati-hatian operasional bank, tingkat persaingan yang sehat, tingkat kejenuhan jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, pemerataan pembangunan ekonomi nasional, kelayakan rencana kerja bank, serta kemampuan dan/atau kepatutan pemilik, pengurus, dan pejabat bank. Dalam pendirian bank diperlukan dukungan permodalan yang kuat dan pemilik bank yang patut serta memiliki kondisi keuangan yang sehat, sehingga mampu bersaing dalam dunia perbankan internasional. Dalam rangka mendukung kebijakan yang transparan dan mengandung kepastian hukum, maka pengaturan kelembagaan bank ini juga antara lain memuat prosedur perizinan, aspek-aspek penilaian dalam perizinan, dan batas waktu pemberian izin pembukaan bank atau kantor, batas waktu dan alasan 1

Upload: swwp

Post on 11-Jun-2015

641 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

BAB 4

ASPEK KELEMBAGAAN PERBANKAN ISLAM

Perbedaan antara bank Islam dengan bank konvensionaI, yaitu bank Islam dalam kegiatan usahanya

berdasarkan ketentuan syariah, sedangkan bank konvensional dalam kegiatan usahanya berdasarkan prinsip

bunga.

Pengawasan perbankan Islam pada dasarnya memiliki dua sistem, yaitu:

1. Pengawasan dari aspek keuangan, kepatuhan pada perbankan secara umum, dan prinsip kehati-hatian bank.

2. Pengawasan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank.

Karena itu, struktur pengawasan terdiri dari: Sistem Pengawasan Internal, yang terdiri dari unsur-unsur

RUPS, dewan komisaris, dewan audit, Dewan Pengawas Syariah, direktur kepatuhan dan SKAI, serta Sistem

Pengawasan Eksternal, yang terdiri dari unsur Bank Indonesia, akuntan publik, Dewan Syariah Nasional, dan

stakeholder.

Pengaturan tentang bank Islam, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/24/PBI/2004 yang

mengatur bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (dengan perubahan dalam

PBI No. 7/35/PBI/2005) dan PBI No. 6/17/PBI/2004 yang mengatur Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan

prinsip syariah. Sedikit perbedaan aturan untuk Bank Islam dan BPRS, misalnya dalam hal pemilik, modal

yang disetor, dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris.

Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk menetapkan perizinan, pembinaan,

dan pengawasan bank, serta pengenaan sanksi terhadap bank yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku.

Dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor kemampuan bank, prinsip kehati-hatian operasional bank,

tingkat persaingan yang sehat, tingkat kejenuhan jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan

prinsip syariah, pemerataan pembangunan ekonomi nasional, kelayakan rencana kerja bank, serta kemampuan

dan/atau kepatutan pemilik, pengurus, dan pejabat bank. Dalam pendirian bank diperlukan dukungan

permodalan yang kuat dan pemilik bank yang patut serta memiliki kondisi keuangan yang sehat, sehingga

mampu bersaing dalam dunia perbankan internasional.

Dalam rangka mendukung kebijakan yang transparan dan mengandung kepastian hukum, maka

pengaturan kelembagaan bank ini juga antara lain memuat prosedur perizinan, aspek-aspek penilaian dalam

perizinan, dan batas waktu pemberian izin pembukaan bank atau kantor, batas waktu dan alasan penolakan,

serta batas waktu pelaporan pelaksanaan kegiatan bank. Sementara itu dalam rangka kepastian hukum perlu

dicantumkan sanksi yang tegas dan transparan kepada bank dan/atau pihak lain yang melanggar ketentuan ini.

Persyaratan untuk melengkapi dokumen-dokumen administratif antara lain struktur kelompok usaha, rencana

jangka menengah dan jangka panjang, pedoman kerja dan pedoman pengelolaan risiko, serta kesediaan

pemegang saham pengendali untuk mengatasi kesulitan pendanaan bank, selain diberlakukan kepada bank yang

akan beroperasi juga diberlakukan kepada bank yang telah beroperasi sebelum dikeluarkannya peraturan Bank

Indonesia ini. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong bank lebih memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam

menjalankan kegiatan usahanya dan untuk kelancaran pelaksanaan tugas pengawasan dan pembinaan bank oleh

Bank Indonesia.

Dalam rangka memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, khususnya masyarakat kecil,

maka perlu didukung dengan jaringan kantor yang cukup, dalam hal ini melalui Bank Perkreditan Rakyat yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (BPRS). Agar perkembangannya bisa berjalan, maka

perlu didukung dengan ketentuan yang mempermudah pembukaan jaringan kantor tersebut, yang merupakan

amanat dari Arsitektur Perbankan Indonesia dan Blueprint Perbankan Syariah.

1

Page 2: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

A. TATA CARA PENDIRIAN BANK UMUM SYARIAH DAN BPRS DAN PEMBUKAAN KANTOR

CABANG SYARIAH DAN UNIT SYARIAH

1. Pendirian Bank Umum Syariah dan BPRS

Untuk mendirikan bank umum syariah menurut PBI No. 7/35/PBI/2005, modal disetor

sekurang-kurangnya sebesar Rp 1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah). Sedangkan modal disetor untuk

mendirikan BPRS menurut PBI No. 6/17/PBI/2004 ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar:

a. Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah DKI Jakarta Raya dan

Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi;

b. Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibu kota provinsi di luar

wilayah tersebut di atas; dan

c. Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah pada huruf a dan b.

Menurut Pasal 5 PBI No. 6/24/PBI/2004, bank hanya dapat didirikan oleh warga negara Indonesia

dan/atau badan hukum Indonesia, atau warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga

negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan. Kepemilikan yang berasal dari warga negara asing

dan/atau badan hukum asing tersebut setinggi-tingginya sebesar 99% (sembilan puluh sembilan perseratus) dari

modal disetor bank.

Sedangkan menurut PBI No. 6/17/PBI/2004 Pasal 5, BPRS hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh

warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI, pemerintah daerah, atau dua

pihak atau lebih dari pihak-pihak di atas.

Kepemilikan bank oleh badan hukum Indonesia setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih badan

hukum yang bersangkutan. Ketentuan modal sendiri bersih wajib dipenuhi pada saat badan hukum yang

bersangkutan melakukan penyetoran modal untuk pendirian bank atau pada saat badan hukum yang

bersangkutan melakukan penambahan modal disetor bank. Sumber dana yang digunakan dilarang:

a. berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari bank dan/atau pihak lain;

dan/atau

b. berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah termasuk dari/dan/untuk tujuan pencucian

uang (money laundering).

Yang dapat menjadi pemilik bank adalah pihak-pihak yang:

a. tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham dan/atau pengurus bank

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

b. menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik, yaitu memiliki akhlak

dan moral yang baik mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan memiliki komitmen yang

tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat.

Perubahan komposisi kepemilikan bank yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau penambahan

pemilik wajib dilaporkan oleh bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnva 10 (sepuluh) hari setelah

perubahan dilakukan. Sedangkan, laporan perubahan komposisi kepemilikan yang diakibatkan oleh adanya

penambahan modal disetor wajib disertai dengan bukti penyetoran, notulen Rapat Umum Pemegang

Saham/rapat anggota, surat pernyataan mengenai pelunasan modal disetor dan data kepemilikan. Laporan

perubahan komposisi kepemilikan yang tidak mengubah jumlah modal disetor wajib disertai dengan dokumen

yang diminta.

2

Page 3: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

Perubahan modal dasar bagi bank yang berbentuk hukum perseroan terbatas/perusahaan daerah, wajib

dilaporkan oleh bank kepada Bank Indonesia selambat-larnbatnya 10 hari setelah tanggal diterimanya

persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi berwenang disertai dengan notulen Rapat Umum Pemegang

Saham dan akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi berwenang.

Sedangkan, perubahan modal bagi bank yang berbentuk hukum koperasi wajib dilaporkan oleh bank

kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal perubahan anggaran dasar disertai

dengan notulen rapat anggota dan akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh rapat anggota.

Menurut Pasal 2 PBI No. 6/24/P131/2004, bentuk hukum suatu bank dapat berupa perseroan terbatas,

koperasi, atau perusahaan daerah. Pasal 3 menjelaskan, bahwa bank hanya dapat didirikan dengan izin Bank

Indonesia dalam dua tahap: (a) persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian

bank; dan (b) izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha bank setelah persiapan

pendirian bank selesai dilakukan.

Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip tersebut, pada bank Islam dan BPRS harus

memenuhi berbagai persyaratan administrasi yang culcup ketat, antara lain.

a. Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar.

b. Data kepemilikan.

c. Daftar calon anggota direksi, dewan komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah.

d. Rencana susunan dan struktur organisasi, serta personalia.

e. Rencana kerja (business plan) untuk tahun pertama.

f. Rencana strategis jangka menengah dan panjang (corporate plan).

g. Pedoman manajemen risiko, rencana sistem pengendalian intern, rencana sistem teknologi informasi yang

digunakan, dan skala kewenangan.

h. Sistem dan prosedur kerja.

i. Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari modal disetor.

j. Surat pernyataan dari calon perriegang saham bagi bank yang berbentuk hukum perseroan

terbatas/perusahaan daerah atau dari calon anggota bagi bank yang berbentuk hukum koperasi, bahwa

setoran modal tersebut:

1 ) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalarm bentuk apa pun dari bank dan/atau pihak

lain;

2) tidak berasal dari sumber dana yang dihararnkan menurut prinsip syariah termasuk dari/dan/untuk

tujuan pencucian uang (money laundering).

Menurut Pasal 7 PBI No. 6/24/PBI/2004, persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan

prinsip diberikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara

lengkap. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan, Bank Indonesia melakukan:

a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;

b. analisis yang mencakup antara lain tingkat persaingan yang sehat antar bank yang melaksanakan kegiatan

usaha berdasarkan prinsip syariah, tingkat kejenuhan jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah, dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional; dan

c. wawancara terhadap calon pemegang saham pengendali, calon anggota dewan komisaris, dan calon anggota

direksi.

Persetujuan prinsip ini berlaku untuk jangka waktu 360 (tiga ratus enam puluh) hari terhitung sejak

tanggal persetujuan prinsip dikeluarkan. Pihak yang telah mendapat persetujuan prinsip dilarang melakukan

kegiatan usaha perbankan sebelum mendapat izin usaha. Apabila setelah jangka waktu yang ditentukan pihak

3

Page 4: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

yang telah mendapat persetujuan prinsip belum mengajukan permohonan izin usaha kepada Gubernur Bank

Indonesia, maka persetujuan prinsip yang telah diberikan dinyatakan tidak berlaku.

Menurut Pasal 9 PBI No. 6/24/PBI/2004, permohonan untuk memperoleh izin usaha diajukan oleh

pihak yang telah mendapat persetujuan prinsip kepada Gubernur Bank Indonesia dan wajib disertai dengan:

a. akta pendirian badan hukum, yang mernuat anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang;

b. data kepemilikan yang masing-masing disertai dengan dokumen yang telah diminta dalam hal terjadi

perubahan;

c. daftar susunan direksi dan dewan komisaris, disertai dengan identitas dan dokumen dalam hal terjadi

perubahan;

d. dokumen lainnya yang telah diajukan sebelumnya dalam hal terjadi perubahan;

e. bukti pelunasan modal disetor minimum;

f. bukti kesiapan operasional; dan

g. surat pernyataan dari pemegang saham bagi bank, bahwa pelunasan modal disetor tidak berasal dari

pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari bank dan/atau pihak lain; dan tidak berasal

dari sumber dana yang dihararnkan menurut prinsip syariah termasuk dari/dan/untuk tujuan pencucian uang

(money laundering).

Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha diberikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh)

hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. Dalam rangka memberikan persetujuan atau

penolakan, Bank Indonesia melakukan:

a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan

b. wawancara terhadap, pemegang saham pengendali, anggota direksi, dewan komisaris, dan Dewan Pengawas

Syariah dalam hal terdapat penggantian atas calon yang diajukan sebelumnya.

Bank yang telah mendapat izin usaha dari Gubernur Bank Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha

perbankan selarnbat-Iarnbatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal izin usaha dikeluarkan.

Pelaksanaan kegiatan usaha wajib dilaporkan oleh direksi bark kepada Bank Indonesia selarnbat-larnbatnya 10

(sepuluh) hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan operasional. Apabila setelah jangka waktu yang telah

ditentukan bank belurn melakukan kegiatan usaha, Gubernur Bank Indonesia membatalkan izin usaha yang

telah dikeluarkan. Bank yang telah mendapat izin usaha dari Gubernur Bank Indonesia wajib mencantumkan

secara jelas kata "Syariah" sesudah kata "Bank" pada penulisan namanya.

2. Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan

Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah

Bagi bank konvensional yang ingin mengubah kegiatan usahanya menjadi bank berdasarkan prinsip

syariah harus memenuhi ketentuan yang terdapat pada PSI No. 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan Kegiatan

Usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan

Prinsip Syariah dan Pembukaaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip

Syariah oleh Bank Umum Konvensional, yaitu harus dengan izin dari Gubernur Bank Indonesia dengan

rnencanturnkan rencana perubahan tersebut dalam rencana bisnis bank.

Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin perubahan kegiatan usaha persetujuan prinsip tersebut

diberikan selarnbat-lambatnya dalam jangka waktu 60 (enarn puluh) hari setelah dokumen permohonan

diterima secara lengkap setelah Bank Indonesia Melakukan hal-hal berikut ini.

a. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen-dokumen yang telah ditentukan.

4

Page 5: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

b. Analisis yang mencakup antara lain kernarnpuan bank termasuk tingkat kesehatan, tingkat persaingan yang

sehat antarbank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, tingkat kejenuhan jumlah bank

yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan peluang pasar.

c. Wawancara terhadap calon pemegang saham pengendali, calon anggoca dewan komisaris dan calon anggota

direksi, dan calon Dewan Pengawas Syariah.

d. Bank yang mengajukan permohonan izin perubahan kegiatan usaha melakukan presentasi kepada Bank

Indonesia mengenai keseluruhan rencana perubahan kegiatan usaha Bank.

Bank yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha wajib melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah paling lambat 60 hari sejak izin perubahan kegiatan usaha diberlakukan dan

pelaksanaannya wajib dilaporkan oleh direksi kepada Bank Indonesia paling lambat 10 hari setelah tanggal

dimulainya pelaksanaan kegiatan usaha tersebut. Apabila setelah jangka waktu tersebut bank belum

melaksanakan kegiatan usahanya, maka izin perubahan kegiatan usaha yang telah diberikan dinyatakan tidak

berlaku.

Selain itu, bank yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menyelesaikan seluruh hak dan

kewajiban debitor dan kreditor dari kegiatan konvensional selambat-lambatnya 360 (tiga ratus enam puluh) hari

sejak tanggal izin perubahan kegiatan usaha dikeluarkan. Namun, Bank Indonesia dapat memperpanjang jangka

waktu penyelesaian tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu di atas untuk

tujuan penyelesaian aktiva produktif kegiatan usaha secara konvensional yang telah dihapus buku. Bank yang

telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, kecuali

dalam rangka penyelesaian transaksi-transaksi di atas. Bank tersebut wajib mencantumkan secara jelas kata

"Syariah" sesudah kata "Bank" pada penulisan namanya.

Bank yang semula memiliki izin usaha sebagai bank yang melakukan kegiatan usaha secara

konvensional dan telah memperoleh izin perubahan kegiatan usaha menjadi bank yang melakukan kegiatan

usaha berdasarkan prinsip syariah, dilarang untuk mengubah kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

menjadi kegiatan usaha secara konvensional.

3. Pembukaan Kantor yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah otch Bank

Bank umum konvensional yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib

membentuk unit usaha syariah di kantor pusat bank yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang

syariah dan/atau unit syariah, yang mempunyai tugas:

a. mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah dan/atau unit syariah;

b. menempatkan dan mengelola dana yang bersumber dari kantor cabang syariah dan/atau unit syariah;

c. menerima dan menatausahakan laporan keuangan dari kantor cabang syariah dan/atau unit syariah; dan

d. melakukan kegiatan lain sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan/atau unit syariah.

Bank yang telah membuka unit usaha syariah, dapat membuka kantor cabang syariah dengan izin dari

Gubernur Bank Indonesia, dengan cara:

a. membuka kantor cabang syariah yang baru;

b. mengubah kegiatan usaha kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi

kantor cabang syariah;

c. meningkatkan status kantor di bawah kantor cabang menjadi kantor cabang syariah;

d. mengubah kegiatan usaha kantor cabang yang sebelumnya telah membuka unit syariah menjadi kantor

cabang syariah;

5

Page 6: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

e. meningkatkan status kantor cabang pembantu yang sebelumnya telah membuka unit syariah menjadi kantor

cabang syariah; dan/atau

f membuka kantor cabang syariah baru yang berasal dari unit syariah dari kantor cabang dan/atau kantor

cabang pembantu, di lokasi yang sama atau di luar lokasi kantor cabang dan/atau kantor cabang pembantu

di mana unit usaha syariah sebelumnya berada.

Pemberian izin untuk poin a sampai dengan c dilakukan dalam dua tahap, yaitu:

1) Persetujuan prinsip, yang merupakan persetujuan untuk melakukan persiapan pembukaan kantor cabang

syariah (KCS).

2) Izin pembukaan KCS, yaitu izin untuk melakukan kegiatan usaha KCS setelah persiapan persetujuan

prinsip.

Pemberian izin untuk poin d sampai dengan f diberikan dalam satu tahap, yaitu langsung izin

pembukaan kantor cabang syariah, tanpa melalui persetujuan prinsip. Pembukaan kantor cabang syariah pada

point d sampai dengan f merupakan pembukaan unit syariah yang hanya dapat dilakukan setelah bank memiliki

unit usaha syariah.

Bank yang memiliki kantor cabang syariah wajib memiliki pencatatan dan pembukuan tersendiri untuk

kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan menyusun laporan kcuangan berdasarkan prinsip syariah dan

memasukkan laporan tersebut ke dalam laporan keuangan gabungan.

Kantor bank yang telah mendapat izin pembukaan kantor cabang syariah wajib mencantumkan kata

"Kantor Cabang Syariah" pada setiap penulisan nama kantornya dan dilarang untuk mengubah kegiatan kantor

cabang syariah menjadi kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. Apabila terjadi

pelanggaran, maka Bank Indonesia akan mencabut izin pembukaan kantor cabang syariah tersebut.

4. Layanan Syariah

Hal baru yang diatur dalam PBI No. 8/3/PBI/2006 adalah adanya mekanisme layanan syariah. Layanan

syariah adalah kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan di kantor cabang dan atau di kantor di bawah

kantor cabang untuk dan atas narna kantor cabang syariah pada bank yang sama. Hal ini berarti PBI telah

membuka kemungkinan layanan penghimpunan dana yang dilakukan bank konverisional yang memiliki usaha

unit syariah. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan layanan syariah tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Rencana Layanan Syariah wajib dicantumkan dalam rencana bisnis bank yang telah mendapat penegasan

dari Bank Indonesia.

b. Layanan syariah dapat dibuka:

1) dalam satu wilayah kerja kantor Bank Indonesia dengan kantor cabang syariah induknya;

2) dengan menggunakan pola kerja sarna antara kantor cabang syariah induknya dengan kantor cabang

dan/atau kantor cabang pembantu; dan

3) dengan menggunakan sumber daya manusia sendiri bank yang telah rnerniliki pengetahuan mengenai

produk dan operasional bank syariah.

c. Layanan syariah wajib:

1) memiliki pencatatan dan pernbukuan yang terpisah dari kantor cabang dan/atau kantor cabang

pembantu;

2) menggunakan standar akuntansi yang berlaku bagi perbankan syariah;

3) melaporkan keuangan layanan syariah dengan menggabungkan laporan keuangan kantor cabang syariah

induknya pada hari yang sama.

6

Page 7: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan

kegiatan usahanya dengan mengacu pada PBI tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha

Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal akuntansi, sistim akuntansi kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

mengacu kepada Standar Akuntansi Keuangan Syariah yang berlaku bagi perbankan syariah.

Bank yang merniliki kantor cabang syariah dan unit syariah wajib Memiliki pencatatan dan pernbukuan

tersendiri untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan menyusun laporan keuangan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah.

B. STRUKTUR KEPENGURUSAN

Untuk memenuhi tuntutan kinerja bank Islam yang efektif, efisien, berintegritas tinggi, dan melakukan

kegiatan usahanya berdasarkan prinsip kehati-hatian diharapkan manajemen bank Islam memiliki kewenangan

dan diberi fungsi yang tegas dan pasti, agar dapat menjamin terselenggaranya kinerja perbankan Islam yang

menjunjung tinggi nilai kejujuran (shiddiq), transparan dan memberikan pendidikan kepada masvarakat

(tabligh), menjaga kehati-hatian dan kejujuran (amanah), dan profesional (fathanah).

Menurut ketentuan Pasal 19 PBI No. 6/24/PBI/2004 dan Pasal 20 PBI No. 6/17/PBI/2004,

kepengurusan BUS dan BPRS terdiri dari dewan komisaris dan direksi. Di samping kepengurusan, suatu BUS

dan BPRS wajib pula memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi kegiatan BUS tersebut

dan berkedudukan di kantor pusat bank. Selain direksi dan dewan komisaris, PBI No. 6/24/PBI/2004 dan PBI

No. 6/17/PBI/2004 juga mengatur tentang pejabat eksekutif, yaitu pejabat yang mempunyai pengaruh terhadap

kebijakan dan operasional bank atau perusahaan dan/atau bertanggung jawab langsung kepada direksi antara

lain pernimpin kantor cabang.

1. Direksi dan Dewan Komisaris

Direksi bagi BUS dan BPRS yang berbentuk hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. BUS dan

BPRS yang berbentuk hukum perusahaan daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud oleh Pasal 11

Undang-Undang No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Direksi bagi BUS dan BPRS yang berbentuk

hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992

tentang Perkoperasian.

Komisaris bagi BUS dan BPRS yang. berbentuk badan hukum PT adalah komisaris sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 anglca 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang PT BUS dan BPRS yang

berbentuk perusahaan daerah adalah pengawas sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang

No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. BUS dan BPRS yang berbentuk koperasi adalah pengawas

sebagaimana yang dirnaksudkan dalam Pasal 38 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Anggota direksi dan dewan komisaris wajib memenuhi persyaratan:

a. tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham dan/atau pengurus bank

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan

b. menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki kompetensi dan integritas yang baik, yaitu

pihak-pihak yang:

1) memiliki akhlak dan moral yang baik;

2) mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;

7

Page 8: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

3) memiliki komitmen yang tinggi dalam mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional; dan

4) mempunyai kernampuan dalam menjalankan tugas dan/atau reputasi mengawasi kegiatan usaha bank

agar sesuai dengan prinsip syariah.

Pasal 22 PBI No. 6/24/PBI/2004 menjelaskan bahwa bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak

asing dapat menempatkan warga negara asing sebagai anggota direksi dan dewan komisaris. Di antara anggota

direksi dan dewan komisaris bank, sekurang-kurangnya terdapat 1 (satu) orang anggota direksi dan 1 (satu)

orang anggota dewan komisaris berkewarganegaraan Indonesia.

Untuk direksi bank, sekurang-kurangnya berjurnlah 2 (dua) orang yang berpengalarnan dalam

operasional bank syariah sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai pejabat eksekutif. Adapun direktur utarna

bank wajib berasal dari pihak yang independen terhadap pemegang saham pengendali.

Pasal 24 PBI No. 6/24/PBI/2004, menguraikan mengenai larangan yang harus dipatuhi oleh direksi

bank, yaitu:

a. sesama anggota direksi saling merniliki hubungan keluarga sampai derajat kedua termasuk besan;

b. saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua termasuk besan dengan anggota dewan komisaris;

c. merangkap jabatan sebagai anggota direksi, dewan komisaris atau pejabat eksekutif pada bank, perusahaan

atau lembaga lain;

d. memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal disetor pada suatu perusahaan lain,

baik secara sendiri-sendiri atau bersarna-sarna; dan

e. memberikan kuasa umurn kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa

batas.

Anggota dewan komisaris sekurang-kurangnya berjurnlah 2 orang dan sebanyak-banyaknya sama

dengan jumlah anggota direksi. Sekurang-kurangnya 1 orang anggota dewan komisaris wajib berdomisili di

Indonesia. Sekurang-kurangnya 1 orang anggota dewan komisaris wajib berasal dari plhak yang independen

terhadap pemilik.

Beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh anggota dewan komisaris adalah sebagai berikut:

a. wajib memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan.

b. hanya dapat merangkap jabatan sebagai:

1) anggota dewan komisaris sebanyak-banyaknya pada 1 (satu) bank lain; atau

2) anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif yang memerlukan tanggung jawab penuh

sebanyak-banyaknya pada 2 (dua) lembaga/perusahaan lain bukan bank.

c. dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan sesama anggota dewan komisaris.

Adapun ketentuan dan persyaratan terhadap direksi dan dewan komisaris untuk BPRS pada umumnya

adalah sama dengan bank syariah. Namun ada beberapa perbedaan seperti yang dijelaskan pada PBI No.

6/17/PBI/2004 berikut ini.

Anggota direksi dan dewan komisaris wajib memenuhi persyaratan sebagal berikut:

a. Integritas, yaitu memiliki akhlak dan moral yang baik; komitmen untuk rnematuhi peraturan

perundang-undangan yang berlaku; kornitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang

sehat; dan tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

b. Kompetensi, yaitu:

1) bagi calon direksi:

a) memiliki pengetahuan di bidang perbankan yang mernadai dan relevan dengan jabatannya;

b) memiliki pengalarnan dan keahlian di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan; dan

8

Page 9: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

c) memiliki kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan BPRS

yang sehat.

2) bagi calon komisaris:

a) memiliki pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya; dan/atau

b) memiliki pengalaman di bidang perbankan.

c. Reputasi keuangan, yaitu:

a. tidak termasuk dalam daftar kredit macet;

b. tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah

menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum

dicalonkan.

Adapun jumlah anggota direksi BPRS sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan sekurang-kurangnya 50%

(lima puluh perseratus) dari anggota direksi termasuk direktur utarna. Anggota direksi BPRS wajib

berpengalaman operasional sekurang-kurangnya:

a. 1 (satu) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau pernbiayaan di perbankan syariah; atau

b. 4 (empat) tahun sebagai pegawai di bidang pendanaan dan pembiayaan di perbankan syariah; atau

c. 2 (dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau perkreditan di perbankan konvensional dan

memiliki pengetahuan di bidang perbankan syariah.

Ketentuan lain yang harus dipenuhl oleh direksi adalah:

a. berpendidikan formal minimal setingkat Diploma III atau sarjana muda;

b. bagi anggota direksi lain yang belum berpengalaman perbankan syariah wajib mengikuti pelatihan

perbankan syariah;

c. Direktur utama BPRS wajib berasal dari pihak yang independen terhadap pemegang saham pengendali;

d. dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat pertama, termasuk dengan sesama anggota

direksi atau anggota dewan komisaris;

e. dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi, komisaris, atau pejabat eksekutif pada lembaga

perbankan, perusahaan, atau lembaga lain;

f. dilarang memberikan kuasa umum yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas;

g. seluruh anggota direksi BPRS harus berdomisili dekat dengan tempat kedudukan kantor pusat BPRS.

Ketentuan lain yang harus dipenuhi oleh anggota komisaris adalah sebagai berikut:

a. jumlah anggota dewan komisaris sekurana,-kurangnya 2 (dua) orang dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga)

orang.

b. Sekurang-kurangriya 1 (satu) orang anggota dewan komisaris wajib berdomisili dekat di tempat kedudukan

BPRS.

c. Wajib memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan atau di bidang keuangan lainnya.

d. Merangkap jabatan hanya dapat dilakukan sebagai:

1) anggota dewan komisaris, sebanyak-banyaknya pada 3 (tiga) bank lain; atau

2) anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif yang memerlukan tanggung jawab penuh

sebanyak-banyaknya pada 2 (dua) lembaga/perusahaan lain bukan bank.

Calon anggota direksi atau dewan komisaris di bank Islam dan BPRS wajib memperoleh persetujuan

dari Bank Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau

rapat anggota dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut Bank Indonesia

melakukan:

9

Page 10: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan

b. wawancara terhadap calon anggota direksi atau dewan komisaris.

Adapun persetujuan atau penolakan atas pengajuan calon anggota direksi dan/atau dewan komisaris

diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap.

Dalam hal Rapat Umum Pemegang Saham, atau rapat anggota telah mengangkat calon anggoca direksi

dan/atau calon anggota dewan komisaris sebelum persetujuan Bank Indonesia dan apabila Bank Indonesia tidak

menyetujui pihak-pihak dirnaksud, maka bank wajib mengajukan kembali calon anggota direksi dan/atau calon

anggota dewan komisaris baru sesuai dengan ketentuan.

Dalam hal Rapat Umum Pemegang Saham atau rapat anggota membatalkan pengangkatan calon

anggota direksi atau calon anggota dewan komisaris yang telah disetujui oleh Bank Indonesia, maka bank wajib

melaporkan pembatalan tersebut kepada Bank Indonesia, selambat-larnbatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal

pembatalan pengangkatan, disertai dengan fotokopi notulen Rapat Umum Pemegang Saham atau fotokopi

notulen rapat anggota. Pengangkatan anggota direksi dan/atau dewan komisaris wajib dilaporkan oleh bank

kepada Bank Indonesia selarnbat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pengangkatan efektif, disertai

dengan fotokopi notulen Rapat Umum Pemegang Saham atau fotokopi notulen rapat anggota.

2. Pejabat Eksekutif

Pasal 34 PBI No. 6/24/PBI/2004 mengatur, bahwa pengangkatan.atau penggantian pejabat eksekutif

atau pernimpin kantor cabang wajib dilaporkan oleh bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10

(sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif dan disertai dengan:

a. surat pengangkatan dan pemberian kuasa sebagai pejabat eksekutif atau pemimpin kantor cabang dari

direksi bank; dan

b. dokumen yang menyatakan identitas pejabat eksekutif atau pemimpin kantor cabang bank.

Apabila berdasarkan penilaian dan penelitian Bank Indonesia, pejabat eksekutif atau pemimpin kantor

cabang termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham, pemegang saham

pengendali, pengurus, pejabat eksekutif bank, maka bank wajib segera memberhentikan yang bersangkutan.

Bagi anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, pejabat eksekutif, dan

pemimpin kantor cabang yang memiliki benturan kepentingan dilarang mengambil keputusan.

C. DEWAN SYARIAH NASIONAL DAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH

Hal penting yang membedakan bank Islam dari bank konvensional adalah adanya Dewan Pengawas

Syariah (DPS) yang sejajar dengan dewan komisaris. Tugasnya untuk melakukan pengawasan pada bank Islam

yang mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).

1. Dewan Syariah Nasional

Pada awal tahun 1999, Dewan Syariah Nasional secara resmi didirikan sebagai lembaga syariah yang

bertugas mengayomi dan mengawasi operasional aktivitas perekonomian Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

DSN sebagai sebuah lembaga yang dibentuk oleh MUI secara struktural berada di bawah MUI. Sementara

kelembagaan DSN sendiri belum secara tegas diatur dalam peraturan perundang~undangan. Menurut Pasal 1

angka 9 PBI No. 6/24/PBI/2004, disebutkan bahwa: "DSN adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ularna

Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan

kegiatan usaha bank dengan prinsip syariah."

10

Page 11: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

Menurut Keputusan DSN No. 01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Majelis Ulama Indonesia,

DSN bertugas sebagai berikut:

a. Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiaran perekonomian pada umumnya dan

keuangan khususnya;

b. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan;

c. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah; dan

d. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

DSN berwenang, sebagai berikut:

a. Mengeluarkan fatwa yang rnengikat DPS di masing-masing Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan

menjadi dasar tindakan hukum terkait.

b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang

berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.

c. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada

suatu LKS.

d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi

syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.

e. Memberikan peringatan kepada LKS untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan

oleh DSN.

f Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak

diindahkan.

Berdasarkan paparan di atas jelas terlihat, bahwa DSN berwenang mengeluarkan fatwa yang mengikat

DPS dan perbankan Islam. Produk yang dikeluarkan oleh DSN hanya berupa fatwa, sehingga berdasarkan

kepastian hukum tidak kuat karena fatwa sama dengan opini hukum, dapat diikuti atau tidak. Fatwa MUI ini

secara moral memang harus diikuti oleh umat Islam karena mcrupakan pendapat para ulama. MUI dalam

mengeluarkan fatwa harus selalu menggunakan prinsip kehatihatian.

Dalam memberikan fatwa tersebut, DSN tidak boleh dipengaruhi atau terpengaruh oleh lembaga mana

pun. Independensi ini diperlukan agar fatwa yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan ketentuan syariah dan

untuk menjaga objektivitas dari pembuatan fatwa-fatwa yang dikeluarkan DSN.

Sebaliknya DSN berdiri sendiri di luar dari BI, namun dalam melakukan pengawasan tetap bekerja sama

dengan Bl. Walaupun tugas DSN dan BI sama-sama melakukan pengawasan eksternal, DSN berfokus pada

masalah pengawasan dan pembuatan fatwa produk-produk syariah, sementara BI lebih berfokus pada masalah

manajemen perbankan secara umum dan tidak masuk pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan syariah.

2. Dewan Pengawas Syariah

Penjelasan Pasal 6 huruf m UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun

1992 tentang Perbankan menjelaskan bihwa dalam suatu lembaga Perbankan Islam harus dibentuk DPS.

Menurut Pasal 21 PBI No. 6/24/PBI/2004 anggota DPS wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Integritas, yaitu:

1) memiliki akhlak dan moral yang baik;

2) memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3) memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat; dan

4) tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

11

Page 12: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

b. Kompetensi, yaitu memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di

bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum.

c. Reputasi keuangan, yaitu pihak-pihak yang:

1) tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet,

2) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan

suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam. waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan.

Jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya dua orang dan sebanyak-banyaknya lima orang. Sedangkan di

BPRS, berjumlah sekurang-kurangnya satu orang dan sebanyak-banyaknya tiga orang. Anggota DPS hanya

bisa merangkap jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada 2 (dua) bank lain dan 2 (dua) lembaga

keuangan syariah bukan bank. Sebanyak-banyaknya 2 (dua) anggota DPS dapat merangkap jabatan sebagai

anggota DSN. Kedudukan anggota DPS digolongkan sebagai pihak terafiliasi.

Pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 menguraikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab, DPS, yaitu antara

lain meliputi:

a. memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh

DSN;

b. menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank;

c. memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam

laporan publikasi bank;

d. mengkaji produk dan jasa baru yang belurn ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN;

e. menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada direksi,

komisaris, Dewan Syariah Nasional, dan Bank Indonesia.

Pasal 31, 32, 33 PBI No. 6/24/PBI/2004 mengatur mengenai tata cara penetapan DPS. Bank wajib

mengajukan calon anggota DPS untuk memperoleh persetujuan Bank Indonesia dan penetapan DSN sebelum

diangkat dan menduduki jabatannya. Permohonan untuk memperoleh persetujuan tersebut diajukan oleh bank

kepada Gubernur Bank Indonesia, dan wajib disertai dengan dokumen-dokumen yang dirninta. Persetujuan atau

penolakan atas pengajuan calon anggota DPS diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dokumen

permohonan diterima secara lengkap.

Penetapan calon anggota DPS oleh DSN dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia.

Permohonan untuk memperoleh penetapan tersebut wajib disampaikan oleh bank kepada DSN dengan

tembusan ke Bank Indonesia selambat-lambatnya 15 hari sejak diterbitkannya surat persetujuan Bank

Indonesia. Selanjutnya, DSN menetapkan calon DPS selambat-lambatnya 30 hari sejak diterbitkannya surat

persetujuan Bank Indonesia. Apabila dalam jangka waktu tersebut DSN belum mengeluarkan penetapan calon

DPS, maka calon DPS dianggap efektif sebagai Dewan Pengawas Syariah. Kemudian, pengangkatan tersebut

wajib dilaporkan oleh bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal

pengangkatan efektif.

Menurut keputusan DSN No. 3 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggaran DPS

pada Lembaga Keuangan Syariah, tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha Lembaga Keuangan

Syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.

Fungsi utama DPS adalah:

a. sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah, dan pimpinan kantor

cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah;

12

Page 13: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

b. sebagai mediator antara Lembaga Keuangan Syariah dengan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran

pengembangan produk dan jasa dari Lembaga Keuangan Syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari

DSN.

Sedangkan kewajiban DPS adalah:

1. mengikuti fatwa-fatwa DSN;

2. mengawasi kegiatan usaha Lembaga Keuangan Syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip

syariah yang telah difatwakan oleh DSN; dan

3. melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan lembaga keuangan yang diawasinya secara rutin kepada

DSN, sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun.

Keberadaan Kornite Ahli Pengembangan Syariah di Bank Indonesia yang beranggotakan ahli syariah,

ahli ekonorni, ahli hukum, ahli perbankan, dan ahli akuntansi dapat didayagunakan semaksinial mungkin untuk

membuat petunjuk pelaksana yang jelas. Mereka dapat bekerja sama dengan DSN sebagai otoritas tertinggi

regulasi sekaligus pengawasan syariah terhadap, lembaga keuangan dan perbankan yang berdasarkan syariah.

Pemberdayaan dan pengembangan sistem pengawasan dan audit kepatuhan syariah dipelopori oleh

Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI). Dalam standar DPS yang

diterbitkan oleh AAOIFI ditentukan sebagai berikut:

1 ) Setiap pelaporan tahunan bank Islam harus mencantumkan pendapat DPS bank yang menjelaskan kegiatan

usaha bank sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (opini syariah).

2) Adanya proses pengawasan dan audit yang aktif dari pihak DPS terhadap seluruh kegiatan usaha bank.

Menurut Setiawan Budi Utomo, Standar AA0IFI ini sangat ideal bagi perbankan Islam saat ini, namun

harus dijalankan demi perbaikan kinerja pengawasan audit DPS dan bank Islam dan dapat berkiprah secara

internasional. Karena itu, sudah sepatutnya DPS diberi wewenang audit internal aspek syariah dan DSN diberi

wewenang audit eksternal aspek syariah. Apabila SDM belurn dapat memenuhi standar ini, maka bank dapat

menggunakan audit syariah eksternal atau kantor akuntan publik yang komit dan paharn terhadap prinsip

syariah.

Posisi DPS adalah sejajar dengan dewan kornisaris, karena harus mendapat persetujuan RUPS dan

mewakili kepentingan RUPS dari segi pengawasan kesyariahan. Jadi, keduanya sarna-sama bertanggung jawab

kepada RUPS. Selain itu perlu dipertimbangkan mengenai honorarium para anggota DPS bila dianggap sejajar

dengan anggota dewan komisaris, berarti imbalan yang diberikan scharusnya juga sama.

DSN tidak dapat membubarkan DPS, tetapi hanya mengajukan kepada RUPS untuk membubarkan DPS,

karena tidak melakukan tugasnya dengan baik. Apabila ada penyimpangan di DPS, BI-dalam hal ini direktur

kepatuhan-melaporkan kepada DSN dan kemudian DSN akan merekomendasikan kepada RUPS agar

memberhentikan DPS. Berarti, direktur kepatuhan juga harus menguasai prinsip-prinsip syariah dalam

perbankan. BI dengan mekanisme pemeriksaannya secara periodik pasti dapat menemukan adanya

penyimpangan syariah. Selain itu RUPS juga bisa memutuskan tanpa melalui sidang, yang penting ada tanda

tangan dari pemegang saham utama, terutama terhadap bank-bank pernerintah.

3. Ruang Lingkup Pengawasan BI dan Dewan Syariah Nasional Terhadap Aspek Administratif,

Keuangan, dan Syariah Compliance Bank Islam

Dalam Undang-Undang Perbankan dinyatakan secara tegas, bahwa pembinaan dan pengawasan bank

dilakukan oleh Bank Indonesia (B1). Berkaitan dengan perbankan Islam, tugas pokok BI adalah membuat

aturan-aturan strategis dan teknis yang berupa norma-norma hukum yang diberlakukan terhadap seluruh

stakeholder untuk mendukung perkembangan bank Islam.

13

Page 14: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

a. Aspek Administratif

Bentuk pengawasan administrasi oleh BI terhadap sektor perbankan Islam antara lain tentang perubahan

kegiatan usaha dan pembukaan kantor cabang syariah dan pendirian bank yang berdasarkan prinsip syariah.

Dalam peraturan ini disebutkan antara lain, bahwa bagi bank Konvensional yang ingin mengubah usahanya

menjadi bank Islam atau membuka cabang syariah atau mendirikan bank syariah harus mendapat izin dari

Dewan Gubernur BI.

Selain itu, perlu diperhatikan karier SDM yang bekerja di induk perusahaan yang konvensional dengan

anak perusahaan yang syariah. Bila jabatan tertinggi mereka di anak perusahaan adalah sebagai kepala divisi,

karier mereka sebagai karyawan hanya selesai hingga di situ. Bila mereka ingin naik jenjang karier, maka

mereka kembali ke induk perusahaan yang masih konvensional. jadi, di sini tidak tampak kesungguhan SDM

dalam menjalankan syariah Islam secara kaffah. Selain itu, kernampuan mereka di bidang syariah akan tidak

termanfaatkan bila kembali ke tempat asal. Oleh karena itu, bank konvensional yang membuka cabang syariah

di bawah koordinasi Unit Usaha Syariah (UUS) di kantor pusat, seharusnya membuat perencanaan karier bagi

SDM syariahnya. Jangan sampai terjadi mereka yang sudah mapan di UUS ditarik kembali ke induknya yang

masih konvensional.

b. Aspek Keuangan

Dalam aspek keuangan, BI memiliki wewenang untuk menetapkan batas maksimum pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah yang harus dipatuhi oleh bank Islam. Bank Islam dalam hal ini berkewajiban

menyampaikan kepada Bank Indonesia segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan menyampaikan neraca dan perhitungan laba/rugi tahunan serta

penjelasannya, dan laporan berkala lainnya kepada Bank Indonesia dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut di atas diancam dengan pidana. Hal yang perlu

diperhatikan dalam membuat laporan keuangan adalah dengan menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan Syariah (PSAK No. 59).

BI harus memberikan peraturan yang jelas dan ketat terhadap bank konvensional yang membuka cabang

syariah. MisaInya dalam permodalan, jangan sampai terjadi percampuran modal antara bank konvensional dan

bank Islam. Peluang ini bisa terjadi karena banyak bank Islam masih menggunakan fasilitas bank konvensional,

seperti ATM, online system.

c. Aspek Pengawasan Syariah

Dari segi syartah compliance, sampai saat ini belum ada satu peraturan yang mengatur kewenangan dan

tugas B1. Memang, Undang Undang Perbankan secara umum mengatur norma maupun code of conduct bank,

yang mungkin dapat dipahami sebagai implementasi prinsip syariah, yaitu antara lain kewajiban bank Islam

untuk menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah dalam memberikan

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Juga kewajiban bank Islam untuk mempunyai keyakinan dan

melakukan analisis yang mendalam berdasarkan iktikad baik, kemampuan, dan kesanggupan nasabah debitor

dalam hal pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Kewenangan untuk melakukan syariah compliance dapat diserahkan kepada DSN karena dalam hal ini

DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis

kegiatan, produk, dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh

lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia.

14

Page 15: BabIV - Aspek Lem Bank Islam

4. Efisiensi Hubungan Kerja antara B1 dan DSN

Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, otoritas yang berwenang untuk menyatakan telah

terjadi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip syariah, termasuk penerapan sanksi hukum adalah Bank Indonesia.

BI sebagai otoritas pengawas perbankan dapat meminta fatwa kepada DSN apabila disinyalir ada

masalah pelanggaran syariah compliance. Sebaliknya, DSN juga dapat melakukan inisiatif atau berperan aktif

dalam mengawasi DPS ataupun bank Islam terhadap adanya permasalahan syariah compliance, misalnya

terdapat produk-produk, praktik bank Islam, maupun tindakan DPS yang melanggar prinsip-prinsip syariah,

dengan jalan melaporkan kepada Bl. DSN juga dapat melakukan teguran langsung kepada DPS. Namun teguran

tersebut lebih bersifat moral, karena DPS sebagai suatu lembaga independen tidak dapat mengeksekusi bank

Islam yang menyimpang. Berbeda dengan DSN di Malaysia yang mempunyai kekuatan eksekusi terhadap suatu

bank Islam karena DSN Malaysia berkedudukan di Bank Sentral Malaysia dan menyatu dengan Islamic

Banking Division.

Gambar 4.1

Hubungan antara MUI, DSN, DPS, dan Bank Syariah

DEWAN GUBERNUR BI MUI

pengawasan administrasi DIREKTORAT BANK SYARIAH DSN

pengawasan keuangan koordinasi

RUPS

pengawasan syariah

DEWAN Direksi BS DPS

KOMISARIS

mengawasi kegiatan

usaha BS

15