jbptunikompp gdl ritamariya 19693 9 babiv

44
80 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Upaya yang Dilakukan World Health Organization (WHO) dalam Menangani Penyakit Polio di Indonesia Polio adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus polio dan dapat mengakibatkan kelumpuhan yang permanen, Penyakit ini menyerang sistim syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan atau bahkan kematian dalam hitungan beberapa jam. Walaupun penyakit polio ini dapat menyerang semua umur,( http:// www. litbang. Depkes.go.id). Polio tidak hanya melanda negara-negara maju saja, tetapi juga melanda negara-negara berkembang salah satunya adalah negara Indonesia. Polio merebak di Indonesia melalui anak-anak yang belum diimunisasi. Angka rata-rata dari cakupan imunisasi rutin di Indonesia adalah 70%, yang mengakibatkan sejumlah anak-anak tidak

Upload: dhellaa-noviana

Post on 12-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

KSMDKLQW

TRANSCRIPT

106

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Upaya yang Dilakukan World Health Organization (WHO) dalam Menangani Penyakit Polio di IndonesiaPolio adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus polio dan dapat mengakibatkan kelumpuhan yang permanen, Penyakit ini menyerang sistim syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan atau bahkan kematian dalam hitungan beberapa jam. Walaupun penyakit polio ini dapat menyerang semua umur,( http:// www. litbang. Depkes.go.id). Polio tidak hanya melanda negara-negara maju saja, tetapi juga melanda negara-negara berkembang salah satunya adalah negara Indonesia. Polio merebak di Indonesia melalui anak-anak yang belum diimunisasi. Angka rata-rata dari cakupan imunisasi rutin di Indonesia adalah 70%, yang mengakibatkan sejumlah anak-anak tidak terlindungi dari penyakit ini. Pada kenyataannya angka cakupan imunisasi rutin terus menurun secara perlahan (http://www.e-smartschool.com).Agar Indonesia bersih dari polio maka dilakukannya program pemberantasan polio melalui national immunization days yang mana national immunization days adalah program polio yang mana pertama kali di canangkan pada tahun 2003 agar anak dibawah umur lima tahun telah diimunisasi selama hari imunisasi nasional,hari imunisasi nasional bertujuan untuk melengkapi imunisasi rutin sama sekali tidak menggangu imunisasi yang ada,tujuan dari imunisasi tersebut adalah untuk melakukan sirkulasi polio virus oleh imunisasi setiap anak di bawah usia 5 tahun dengan dua dosis OPV,imunisasi ini adalah untuk memberikan anak-anak yang telah di imunisasi, atau hanya sebagian dilindungi,untuk meningkatkan kekebalan pada orang-orang yang telah diimunisasi. Dengan cara ini, setiap anak yang rentan sekali terhadap penyakit polio harus di vaksinasi agar setelah umur lima belas tahun anak tersebut kekebalan tubuhnya sangatlah kuat terhadap penyakit apapun terutama penyakit polio (www.polioeradication.org)NIDs dilakukan dalam satu bulan pada dua putaran,dan pengobatannya melalukan vaksinasi OPV,OPV tersebut sangatah mudah karena tidak memerlukan jarum dan jarum suntik,maka dari itu kebanyakan yang menggunakannya,NIDs biasanya diperlukan tiga sampai empat tahun untuk memusnahkan polio, tetapi beberapa negara memerlukan lebih banyak waktu, terutama di mana cakupan imunisasi rutinnya rendah. NIDs biasanya dilakukan, musim kemarau karena logistik yang disederhanakan, respon imunologi OPV adalah untuk meningkatkan dan potensi kerusakan panas sensitif OPV berkurang. NIDs ini dilakukan karena banyaknya anak-anak yang tidak mendapat cakupan imunisasi yang rutin ,seperti di daerah yang sangat terpencil atau sangat susah sekali mendapatkan transportasi umumPada tahun 2005-2007 national immunization days telah dilakukan selama dua sampai tiga kali,tetapi pada tahun 2007 telah tidak ada,karena polio telah sedikit demi sedikit berkurang dengan adanya immunization days adapun tabel jadwal immunization days sebagai berikut:

Tabel 4.1Jadwal immunization days RegionNegara2005-jan2005-Feb2005-Mar2005-Apr2005-Mei2005-Jun2005-Jul2005-Agu2005-Sep2005-Okt2005-Nov2005-Des

NIDs OPV

30/08/2005

NIDs OPV

27/09/2005

Asia Republik NIDs OPV

tenggaraIndonesia30/11/2005

2006-Jan2006-Feb2006-Mar2006-Apr2006-Mei2006-Jun2006-Jul2006-Agu2006-Sep2006-Okt2006-Nov2006-Des

NIDs OPV

27/02/2006

NIDsOPV

.12/4/2006

(http://www.who.int/immunization_monitoring/en/globalsummary/siacalendar/advancedsiaresult.cfm )Polio yang menyerang Indonesia telah mengakibatkan banyak korban, kebanyakan anak-anak. Penyebaran ini bisa bertambah parah dan menyebar hingga ke negara negara tetangga di asia tenggara. Inilah yang dikhawatirkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai organisasi kesehatan dunia yang bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kesehatan internasional yang bertujuan untuk mencapai tingkat kesehatan yang setinggi mungkin di semua negara di dunia.Untuk mengatasi masalah polio tersebut, WHO mengadakan pertemuan kesehatan Dunia (World Health Assembly) pada bulan mei 1988 dan membentuk suatu inisiatif pemberantasan polio secara global (the Global polio eradication) yang merupakan inisiatif kesehatan terbesar dalam sejarah. Dalam pertemuan kesehatan Dunia ke-41 tersebut menekankan bahwa pemberantasan polio harus di ikuti dengan jalan memperkuat perkembangan Expanded Programme on Immunization (EPI) (memperluas program imunisasi) secara keseluruhan yang pada gilirannya membantu perkembangan prasarana-prasarana kesehatan dan perawatan kesehatan yang pokok, Pada tahun 1988 tersebut, majelis kesehatan dunia (World Health Assembly) mengeluarkan target untuk membasmi penyakit polio di seluruh dunia hingga tahun 2000, artinya pada tahun 2000 polio telah punah di seluruh dunia. Agar tujuan ini tercapai, World Health organization (WHO) merekomendasikan empat strategi:4.1.2 Survailance Acute Flaccid ParalysisSurveillance acute Flaccid Paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia dibawah 15 tahun harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan. Setiap kasus Acute Flaccid Paralysis yang ditemukan dalam kegiatan intensifikasi surveilans, akan dilakukan pemeriksaan specimen tinja untuk mengetahui ada tidaknya virus polio liar yang menyerang masyarakat.yang dimaksud kelumpuhan terjadi secara akut adalah perkembangan kelumpuhan yang berlangsung cepat antara 1-14 hari sejak mulai lemas sampai lumpuhnya maksimal,dan apabila itu terjadi maka sebaiknya harus dengan segera membawa ke Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat sebab apabila itu tidak dilakukan dengan segera maka anak tersebut akan terkena kelumpuhan.Dari hasil pemeriksaan selama tahun 1998-2004 tidak ditemukan adanya infeksi virus polio liar pada kasus AFP yang ditemukan. Besaran non polio AFP rate selama 1998-2004 relatif stabilTetapi pada tahun 2005 ,kasus surveilans AFP di Indonesia berhasil mendeteksi virus polio liar impor dari Negara di Timur Tengah. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 21 April 2005 bahwa telah ditemukan kasus AFP yang pertama kali dari kecamatan Cidahu kabupaten Sukabumi yang mengandung virus polio liar. disajikan pada tabel berikut:Tabel 4.2Disribusi virus polio liar pada kasus AFP tahun 2005-2007NOProvinsiAFPVirus Polio Liar (+)Kontak (+)Meninggal

1NAD366_0

2Riau353_0

3DKI Jakarta71410

4Sumatera selatan505-0

5Jawa Timur27411-0

6Sumatera utara5410-0

7Jawa Tengah2022050

8Lampung7926-0

9Jawa Barat31759350

10Banten233161-8

Total1351305418

(Sumber:Ditjen PP-PL,Depkes RI)Pengembangan sistem yang sensitif untuk epidemik polio dan pemeriksaan laboratorium, termasuk penggunaan standar WHO dalam menangani penyakit polio. Tanpa melakukan pemeriksaan ini terlebih dahulu, sangat tidak mungkin untuk menemukan dimana dan bagaimana virus polio liar ini dapat menular atau untuk mengetahui kapan virus liar ini dapat di basmi. Surveilance ini dapat menemukan kasus baru yang sebelumnya belum pernah ada dan juga dapat mendeteksi virus polio liar.Surveillance polio yang efektif membutuhkan tim yang berpengalaman dalam Virologist, epidemologist, dokter, dan staf untuk imunisasi nasional, yang di dukung oleh jaringan laboratorium global. WHO yang bekerja sama dengan pemerintah nasional, telah membangun 148 laboratorium untuk Virological Surveillance, laboratorium nasional, laboratorium regional, dan laboratorium khusus global. Pada tahap pertama polio mungkin sulit dari jenis Acute flaccid paralysis (AFP) yang lain, seperti Guillain-Barr Syndrome, transverse myelitis, atau traumatic neuritis. Penelitian untuk AFP tidak seperti biasanya karena jenis ini bukan penyakit yang spesifik (contohnya polio) tetapi adalah symptom (acute flaccid faralysis).Faktor utama dalam rantai surveillance adalah pekerja yang sehat dan fasilitas yang sehat pula, dari pusat kesehatan yang kecil ke rumah sakit yang besar. Tim harus dengan cepat melaporkan setiap kasus mengenai Acute Flaccid paralysis pada anak usia dibawah 15 tahun, pada akhirnya, staff kesehatan masyarakat melakukan kunjungan yang rutin ke rumah sakit dan pusat rehabilitasi untuk mencari dan mengetahui jika ada AFP yang tidak terdeteksi atau tidak terdiagnosis.WHO menganjurkan bahwa semua kasus AFP harus di laporkan. Jumlah kasus yang dilaporkan setiap tahun dapat digunakan sebagai indikator kemampuan satu negara menemukan kasus polio, walaupun penyakit polio ini tidak terlalu lama menjangkit di negara tersebut. Surveillance sistem di negara tersebut harus lebih sensitif untuk mendeteksi setidaknya satu kasus AFP pada setiap 100.000 anak usia dibawah 15 tahun. Jika AFP di temukan ini artinya bahwa AFP dalam keadaan yang mengkhawatirkan, jika dalam satu negara yang populasinya 20 juta (kurang lebih 8 juta anak berusia di bawah 15 tahun) hanya sekitar 80 kasus di perkirakan setiap tahunnya. (http://www.ino.searo.who.int/EN/Section3_21.htm)Jika virus polio liar ini di temukan, test selanjutnya yang dilakukan adalah mengetahui dari mana virus ini berasal. Dengan memeriksa genetik yang menyebabkan virus ini. Virus liar ini dapat dibandingkan dengan virus yang lain, dan diklasifikasikan dalam jenis genetik yang terdapat dalam satu daerah. Virus polio yang baru di temukan akan di periksa dengan jenis virus yang terdapat dalam daftar WHO, berdasarkan penemuan yang dilakukan berdasarkan geografi asal dimana virus tersebut di temukan. Jika virus tersebut telah diklasifikasikan maka startegi imunisasi dapat dilakukan untuk menghindari penyebaran kembali virus tersebut.

4.1.2 Menyelenggarakan dan memberikan cakupan imunisasi yang tinggi secara rutin dan menyeluruh kepada anak-anak.Imunisasi adalah salah satu strategi yang dikeluarkan oeh WHO untuk membasmi polio di dunia dan di Indonesia. Dengan melakukan imunisasi WHO berharap penyebaran virus polio ini dapat di cegah, sehingga jumlah penderita polio di Indonesia terus berkurang. Imunisasi ini di fokuskan kepada anak-anak yang berusia di bawah lima tahun, ini disebabkan anak-anak berusia di bawah lima tahun sangat rentan terjangkit virus polio karena tidak memiliki kekebalan tubuh yang baik. Imunisasi yang di lakukan WHO adalah dengan memberikan Vaksin Oral Poliovirus Vaccine (OPV) sekurangnya dosis yang diberikan adalah tiga kali.Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomandasi WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1 tahun, 5 tahun dan usia 15 tahun. Hal ini agar kekebalan yang diberikan melalui vaksin OPV dapat bertahan seumur hidup manusia. Sehingga setelah usia 15 tahun manusia telah memiliki kekebalan tubuh dan dapat terhindar dari terjangkit virus polio. Dalam pelaksanaan program imunisasi polio, ada dua jenis vaksin yang tersedia, yaitu inactivated Polio vaccine (IPV) dan live-attenuated oral Polio vaccine (OPV). IPV adalah vaksin ini dikembangkan pada 1954 oleh Jonas Salk. Vaksin ini dibuat dengan mematikan virus dengan formalin. Vaksin ini biasanya tersedia dalam bentuk cairan dan vaksinasi dilakukan dengan suntikan. Oleh karena itu vaksinasi dengan IPV memerlukan biaya yang mahal, termasuk biaya jarum suntik dan tenaga medis untuk menyuntik. Sementara itu, OPV adalah vaksin ini dikembangkan oleh Albert Sabin pada 1957. Vaksin ini adalah virus hidup yang dilemahkan (live-attenuated), sehingga bisa berkembang biakan di dalam tubuh manusia, khususnya di usus. Vaksin ini biasanya tersedia dalam bentuk cairan yang dicampur dengan sirup dan vaksinasi dilakukan dengan meminum sirup tersebut. Karena itu vaksinasi dengan OPV lebih murah karena tidak memerlukan biaya tambahan untuk beli jarum suntikan dan juga mudah untuk diberikan kepada anak-anak. Selain itu, seperti virus Polio alami, OPV juga keluar bersama tinja dan menginfeksi ke manusia di sekitarnya. Infeksi ini juga akan sama nilainya dengan imunisasi karena yang terinfeksi adalah OPV. Karena itu, vaksinasi terhadap satu orang bisa berarti vaksinasi terhadap satu keluarga.Dengan sifat-sifat yang disebutkan di atas, telah jelas bahwa OPV lebih disukai dari pada IPV, sehingga dalam program eradikasi polio, WHO mengutamakan penggunaan OPV, termasuk juga di Indonesia. Walaupun demikian, OPV juga mempunyai kelemahan. Karena OPV virus hidup, selalu terbuka peluang untuk terjadinya mutasi. Di antara mutasi ini selalu ada peluang untuk terjadinya mutasi yang memunculkan sifat virus polio liar dan menyebabkan gejala penyakit polio pada balita penerima vaksin . Kasus ini dinamakan vaccine-associated paralytic Poliomyelitis (VAPP). Tetapi dalam kenyataannya tersebut, peluang kasus VAPP ini sangat sedikit, yaitu antara 1/200 juta.(http://www.mail-archive.com/[email protected]/.html).Tabel 4.3cakupan imunisasi dari tahun 2005-2007 dengan empat kali putaran di Indonesia sebagai berikut:Cakupan imunisasi tahun 2005Cakupan Imunisasi

NOProvinsiPutaran 1Putaran 2Putaran 3Putaran 4

1NAD80,3103,570,259,7

2Sumatera Utara90,886,3

83,2

82,2

3Sumatera Barat102,7

97,9

95,9

91,5

4Riau99,8

97,2

95,7

96,2

5Jambi99,9

96,5

95,2

95,5

6Sumatera Selatan93,2

90,4

87,3

87,3

7Bengkulu97,2

93,0

93,5

97,7

8Lampung88,2

84,9

83,4

82,8

9DKI Jakarta106,6102,199,393,7

10Jawa Barat54,751,149,747,9

11Jawa Tengah85,482,381,281,0

12DI Yogyakarta78,070,067,969,6

13Jawa Timur101,093,491,291,4

14Kalimantan Barat98,093,690,3101,7

15Kalimantan Tengah93,888,785,685,0

16Kalimantan Selatan95,591,487,686,8

17Kalimantan Timur98,995,392,088,8

18Sulawesi Utara92,290,789,189,8

19Sulawesi Tengah81,877,474,373,3

20Sulawesi Selatan84,880,076,876,6

21Sulawesi Tenggara98,090,786,885,1

22Bali101,5100,797,897,9

23Nusa Tenggara Barat97,297,492,793,9

24Nusa Tenggara Timur89,886,583,682,7

25Maluku84,383,082,081,6

26Papua70,262,458,156,1

27Banten75,672,470,769,9

28Maluku Utara95,185,379,975,1

29Gorontalo96,189,485,683,1

30Bangka Belitung98,495,092,491,2

31Kepulauan Riau71,771,268,660,3

32Sulawesi Barat64,358,656,155,4

Nasional84,981,378,477,7

Tabel 4.4Cakupan imunisasi Tahun 2006Cakupan Imunisasi

NOProvinsiPutaran 1Putaran 2Putaran 3Putaran 4

1NAD96,291,086,582,5

2Sumatera Utara102,296,993,890,9

3Sumatera Barat98,093,289,387,3

4Riau84,380,678,077,9

5Jambi98,696,894,695,4

6Sumatera Selatan98,794,491,991,4

7Bengkulu91,987,883,281,0

8Lampung88,686,084,384,1

9DKI Jakarta96,192,590,1105,5

10Jawa Barat67,962,559,256,3

11Jawa Tengah101,698,195,494,3

12DI Yogyakarta112,5103,999,898,1

13Jawa Timur100,195,992,791,0

14Kalimantan Barat88,786,384,982,5

15Kalimantan Tengah93,586,385,483,4

16Kalimantan Selatan76,186,684,382,8

17Kalimantan Timur98,894,391,873,5

18Sulawesi Utara96,894,992,892,9

19Sulawesi Tengah105,799,695,394,7

20Sulawesi Selatan93,888,084,182,4

21Sulawesi Tenggara100,094,992,691,0

22Bali104,998,097,993,9

23Nusa Tenggara Barat95,8100,798,398,8

24Nusa Tenggara Timur91,788,586,484,6

25Maluku84,382,580,378,3

26Papua76,869,362,264,5

27Banten89,884,882,579,5

28Maluku Utara88,083,376,074,3

29Gorontalo97,991,587,086,5

30Bangka Belitung90,387,785,084,9

31Kepulauan Riau95,689,487,698,6

32Sulawesi Barat84,576,069,665,6

33 Papua Barat75,564,357,354,2

Nasional91,187,084,182,8

Tabel 4.5Cakupan imunisasi Tahun 2007Cakupan Imunisasi

NOProvinsiPutaran 1Putaran 2Putaran 3Putaran 4

1NAD90,384,780,075,0

2Sumatera Utara97,993,291,288,9

3Sumatera Barat101,293,291,288,9

4Riau100,897,592,494,2

5Jambi95,693,490,890,1

6Sumatera Selatan92,890,788,986,1

7Bengkulu94,091,886,380,9

8Lampung91,890,889,087,6

9DKI Jakarta114,8109,6106,3109,1

10Jawa Barat84,384,678,875,8

11Jawa Tengah101,798,696,497,3

12DI Yogyakarta103,997,895,388,1

13Jawa Timur103,3101,099,398,2

14Kalimantan Barat87,082,779,978,3

15Kalimantan Tengah92,289,887,286,9

16Kalimantan Selatan96,790,288,286,7

17Kalimantan Timur98,395,192,489,9

18Sulawesi Utara75,771,768,468,8

19Sulawesi Tengah96,690,989,489,1

20Sulawesi Selatan96,390,586,384,7

21Sulawesi Tenggara99,293,389,688,1

22Bali103,9101,499,698,9

23Nusa Tenggara Barat94,598,395,594,7

24Nusa Tenggara Timur95,293,991,791,6

25Maluku79,179,077,775,7

26Papua85,877,269,765,2

27Banten100,488,886,184,3

28Maluku Utara98,388,080,777,0

29Gorontalo85,882,179,178,5

30Bangka Belitung96,494,292,892,2

31Papua Barat64,756,248,845,7

32Kepulauan Riau94,390,890,186,5

33 Sulawesi Barat83,172,064,360,4

Nasional95,692,589,287,7

4.1.4 Menyelenggarakan pemberian vaksin OPVPemberian vaksin OPV kepada anak-anak (biasanya anak-anak dibawah umur 5 tahun) pada saat National Immunization days (NIDs) atau hari imunisasi nasional untuk mencegah terjadinya penyebaran virus polio, karena anak-anak yang belum di vaksinasi sangatlah rentan terhadap penyakit apapun juga terutama polio,dan pemberian OPV tersebut 2 sampai 3 kali dari tahun 2005-2007,tetapi pada tahun 2007 OPV tidak dilakukan lagi karena lambat laun polio sedikit-demi sedikit telah tiada biasanya vaksinasi dilakukan di Puskesmas,di Rumah Sakit atau Posyandu biasanya vaksinasi tersebut di adakan jadwal supaya tidak keliru4.1.4 Mopping-UpMooping up adalah kampanye untuk pemberian vaksin, kampanye ini di lakukan di daerah yang beresiko tinggi virus polio dapat menular sehingga dapat di basmi hingga titik terendah.dan kampanye tersebut biasanya dilakukan di tempat yang terpinggirkan dan di daerah yang sama sekali belum mengenal apa itu vaksinasi.Strategi ini dilakukan karena banyak sekali anak-anak balita yang tidak d vaksinasi karena tidak adanya pengetahuan dari sekitar lingkungannya,maka dari itu dengan di adakannya mopping up maka seseorang yang belum mengetahui pentingnya vaksinasi akan sedikit demi sedikit mengetahuinyaPada tahun 1999 di adakan pertemuan kesehatan Dunia ke-52 dalam pertemuan tersebut negara anggota untuk melakukan suatu inisiatif dalam percepatan pemberantasan polio. negara-negara anggota yang endemik terhadap polio dengan penuh inisiatif melakukan aktivitas percepatan pemberantasan polio pada tahun 2005 dengan meningkatkan putaran Hari Imunisasi Internasional (National Immunization Days (NIDs),agar anak-anak tidak terkena lagi polio,mooping up di lakukan pada saat NIDs di lakukan agar mereka mengetahui cara-caranya vaksinasi melalui NIDs ituDi Indonesia di lakukannya di tempat-tempat yang rentan pada penyakit polio dan keluarga tersebut belum mengetahui apa kendalanya apabila anak balita belum d imunisasi maka dari itu mopping up tersebut sangatlah berguna agar masyarakat sendiri mengetahui manfaat dari vaksinasi atau imunisasi.

4.2 Kendala WHO dalam Menjalankan Program Global Polio Eradication initiative dengan Melakukan NIDs di Indonesia.Berbagai kendala yang dihadapi WHO dalam menjalankan program Global Polio Eradication Initiative, tidak menghalangi WHO untuk terus melakukan upaya-upaya dalam menangani masalah penyakit polio yang terjadi pada anak-anak di Indonesia Khususnya di sukabumi.Berikut merupakan kendala-kendala WHO dalam mengatasi polio di Indonesia, yaitu:

4.2.1 Status sebagian wilayah Indonesia terisolasi.Ada beberapa kendala untuk mengsukseskan program eradikasi polio global ini. Di antaranya adalah masalah status dari sebagian wilayah Indonesia yang masih terisolir atau terpinggirkan dari kehidupan yang modern. Hal ini mengakibatkan akan menghambat pelaksanaan program imunisasi. Tidak hanya program imunisasi, surveillance sistem juga tidak bisa dilaksanakan di daerah yang sangat terisolir, sehingga kita tidak bisa mengetahui status polio di daerah tersebut. Dan kenyataannya, di kawasan-kawasan seperti ini masih belum bebas dari polio.Dikarenakan daerah yang sangat terisolir dari kehidupan yang modern ini sehingga akses bagi para relawan WHO yang akan memberikan vaksinasi kepada para balita menjadi lebih sulit. Sekalipun para relawan tersebut dapat mencapai daerah yang akan di berikan vaksinasi itu harus di lalui dengan memakan waktu yang cukup lama sehingga program-program yang sebelumnya telah di jadwalkan menjadi tertunda, dan bahkan bisa menjadi batal. Akibatnya para balita yang tidak mendapatkan imunisasi rentan terkena virus polio.Terisolirnya sebagian daerah di Indonesia ini di akibatkan pembangunan dari pemerintah Indonesia yang tidak merata, karena tidak meratanya pembangunan sehingga fasilitas-fasilitas yang mendukung dalam melakukan program eradikasi polio dengan memberikan vaksin tidak tersedia atau tidak layak, seperti sarana jalan raya yang akan dilalui untuk mencapai daerah-daerah yang terisolir tersebut, kadang akses menuju daerah yang akan diberikan vaksinasi tidak dapat di lalui dengan menggunakan kendaraan roda empat oleh para sukarelawan dari World Health Organization (WHO).Contoh daerah yang terisolir adalah Desa Girijaya, Kawasan di kaki Gunung Salak yang masuk Kecamatan Cidahu di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat,d daerah Banten dan banyak seperti daerah yang tidak bisa d jangkau oleh kendaraan apapun Buruknya kondisi jalan makin mengisolir wilayah yang berjarak sekitar 80 kilometer dari ibu kota Jakarta itu. Dengan kesulitan kemanapun maka warga tersebut apabia ada salah satu keluarganya sakit biasanya membeli obat bebas di warung. Anak balita yang sakit dibawa ke paraji (dukun beranak) untuk diberi ramuan tradisional dan ramuan khusus, termasuk anak-anak yang lumpuh layuh. Dampaknya, banyak balita meninggal dunia tanpa penanganan medis. Minimnya sosialisasi kesehatan juga berdampak pada ketidak pahaman warga terhadap pentingnya imunisasi kepada anak-anak balita yang sangat rentan terhadap polio(http://groups.google.co.id/group/alt.culture.indonesia).Untuk membuka akses secara fisik bagi para penderita polio di daerah yang terisolir atau terpinggirkan, WHO membutuhkan dukungan logistik yang cukup mahal, disertai dengan programming staff yang telah berpengalaman di lapangan. Untuk itu, WHO berupaya mendapatkan dukungan melalui kerjasama dengan pihak militer, dengan menyediakan helikopter, pangkalan sementara dan tempat pendaratan kapal-kapal khusus. Juga terdapat peluang untuk meningkatkan hubungan antara pasukan militer Indonesia yang mengkoordinir seluruh asset militer dengan WHO menyangkut penyebaran informasi dan pemetaan. Pada beberapa minggu pertama, asset-asset militer sebagian besar dimanfaatkan untuk mengangkut berbagai barang bantuan pribadi ke daerah-daerah yang jauh. Meskipun kegiatan ini dikoordinir oleh TNI, namun tidak ada hubungan yang jelas antara keadaan ini dengan informasi dan rencana strategis yang dilakukan oleh kelompok koordinasi sektor kemanusiaan.Disamping itu, alternatif lainnya dengan pembuatan suatu sistem untuk memanfaatkan boat-boat kecil setempat dapat memberikan kontribusi yang sangat besar bagi sumber penghidupan para nelayan lokal, kelompok yang secara khusus terkena dampak penyakit polio. Pembangunan kembali sistem transportasi lokal dapat meningkatkan kondisi ekonomi lokal dan kehidupan masyarakat rentan, menghidupkan sektor transportasi lokal dan menyediakan sarana transportasi yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi korban. Penggunaan kapal dan pesawat militer untuk melakukan misi kemanusiaan di daerah yang terisolir atau terpinggirkan merupakan instrumen terakhir yang dapat digunakan.

4.2.2 Sosialisasi yang Rendah pada MasyarakatIndonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya masih berpendidikan rendah, khususnya masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sehingga dalam melakukan segala sesuatu sebagian masyarakat merasa katakutan jika terjadi sesuatu terhadap keluarga mereka. Begitu pula tanggapan masyarakat terhadap program eradikasi polio yang di selenggarakan oleh WHO untuk membasmi polio di Indonesia dan di dunia.Hal inilah yang menjadi salah satu kendala bagi sukarelawan WHO dalam memberikan imunisasi untuk para balita di sebagian wilayah Indonesia yang sebagian masyarakat belum mengetahui fungsi dari imunisasi. Sebagian masyarakat takut untuk melakukan imunisasi karena mereka mengira bahwa program imunisasi yang di galakkan oleh WHO itu dapat menimbulkan suatu penyakit yang baru bagi balitanya. Karena sebagian masyarakat juga mendengar isu-isu tentang kondisi balita yang mengalami sakit setelah di berikan imunisasi dengan memberikan vaksin untuk membasmi virus polio. Isu-isu yang disebarkan melalui pemberitaan di media massa ini sedikit banyak telah mempengaruhi pemiikiran masyarakat yang masih awam terhadap arti penting imunisasi bagi para balita.Maka ketika di daerahnya diadakan program imunisasi, masyarakat yang takut balitanya terjangkit suatu penyakit tidak membawa anak-anak balita mereka ke pos imunisasi, sehingga anak-anak balita yang tidak mendapatkan imunisasi rentan terhadap virus polio. Hal ini terjadi karena sosialisasi yang rendah di masyarakat, tidak adanya penyuluhan atau pemberitahuan dari aparat-aparat yang terkait dengan program imunisasi ini khususnya departemen kesehatan.Untuk meyakinkan masyarakat yang masih mengalami kebingungan tentang imunisasi, WHO sebagai badan kesehatan dunia yang di Indonesia di wakili oleh WHO Indonesia berkoordinasi dengan departemen kesehatan sebagai suatu lembaga yang mengurusi masalah kesehatan di Indonesia memberikan dan mengeluarkan sosialisasi program imunisasi polio yang akan di laksanakan oleh World Health Organization (WHO) untuk penduduk Indonesia yang sebagian besar masih berpendidikan rendah. WHO berkoordinasi dengan departemen kesehatan di daerah yang di jadikan sebagai perwakilan departemen kesehatan Indonesia di wilayah yang akan di berikan imunisasi vaksin polio untuk memberikan penyuluhan dan pemberitahuan bahwa program imunisasi untuk membasmi polio ini adalah baik dan aman untuk di lakukan oleh masyarakat karena dengan melakukan imunisasi untuk balitanya, para balita yang rentan terjangkit virus polio akan terhindar dari virus polio tersebut. Dikarenakan vaksin yang di berikan untuk mengimunisasi pada balita akan memberikan kekebalan terhadap tubuh balita untuk menangkal menjangkitnya virus polio di dalam tubuh balita.Untuk mengatasi masalah ketakutan anak-anak dan orangtua untuk pergi ke posyandu untuk imunisasi, WHO berupaya untuk memberikan pengarahan kepada anak-anak dan orangtua tentang arti penting imunisasi sebagai suatu program kesehatan dan mengajak anak-anak yang menderita penyakit polio untuk melakukan imunisasi di posyandu.Untuk isu-isu dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan juga yang tersebar melalui pemberitaan media massa yang membuat isu bahwa vaksin polio membahayakan bagi balita dimana dapat membuat balita sakit setelah melaksanakan polio, WHO bekerjasama dengan para dokter atau mantri-mantri di daerah yang akan melaksanakan imunisasi memberikan penyuluhan tentang program imunisasi polio ini. Bahwa polio ini sangat penting untuk para balita, balita akan mengalami lumpuh layuh jika tidak mendapatakan imunisasi vaksin polio karena virus polio ini rentan terhadap balita.

4.3 Analisa Peranan WHO dalam Menangani Penyakit Polio di IndonesiaWHO sebagai salah satu Organisasi Internasional yang merupakan bagian integral dari PBB, memainkan peranan penting di Indonesia dalam memusatkan program eradikasi polio melalui National immunization days (NIDs) pada balita untuk membasmi polio. Organisasi ini dipandang sebagai sumber keahlian teknis dan advokasi yang didanai secara internasional untuk menangani kesehatan di dunia. Sebagai mitra di tingkat internasional, organisasi ini juga membantu pemerintah secara efektif di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten.Polio adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus polio dan dapat menga- kibatkan kelumpuhan yang permanen, Penyakit ini menyerang sistim syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan atau bahkan kematian dalam hitungan beberapa jam. Walaupun penyakit polio ini dapat menyerang semua umur,( http:// www. Litbang. Depkes.go.id). Polio tidak hanya melanda Negara-negara maju saja, tetapi juga melanda Negara-negara berkembang salah satunya adalah Negara Republik Indonesia. Polio merebak di Indonesia melalui anak-anak yang belum diimunisasi. Angka rata-rata dari cakupan imunisasi rutin di Indonesia adalah 70%, yang mengakibatkan sejumlah anak-anak tidak terlindungi dari penyakit ini. Pada kenyataannya angka cakupan imunisasi rutin terus menurun secara perlahan (http://www.e-smartschool.com). Indonesia merupakan Negara ketiga terbesar yang memiliki penderita polio setelah Nigeria dan Yaman wabah polio yang baru saja terjadi di Indonesia dapat dipandang sebagai sebuah krisis kesehatan dengan implikasi global. (http://www.liputan6.com)Terdapat beberapa daerah di tanah air yang angka imunitasnya bahkan lebih rendah lagi. Yakni masyarakat yang paling miskin dan terpinggirkan. Karena penyakit polio kebanyakan tidak menunjukkan gejala gejala apapun, sangatlah mudah bagi penyakit tersebut untuk beredar dari satu tempat ke tempat lainnya secara diam diam melalui tubuh para penderitanya yang tidak menyadari jika dirinya telah terjangkit. Polio yang menyerang indonesia telah mengakibatkan banyak korban, kebanyakan anak anak. Penyebaran ini bisa bertambah parah dan menyebar hingga ke negara negara tetangga di asia tenggara. Inilah yang dikhawatirkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai organisasi kesehatan dunia yang bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan - kegiatan kesehatan internasional yang bertujuan untuk mencapai tingkat kesehatan yang setinggi mungkin di semua negara di dunia.Untuk mengatasi masalah polio tersebut, WHO mengadakan pertemuan kesehatan Dunia (World Health Assembly) pada bulan mei 1988 dan membentuk suatu inisiatif pemberantasan polio secara global (the Global polio eradication) yang merupakan inisiatif kesehatan terbesar dalam sejarah. Dalam pertemuan kesehatan Dunia ke-41 tersebut menekankan bahwa pemberantasan polio harus di ikuti dengan jalan memperkuat perkembangan Expanded Programme on Immunization (EPI) (memperluas program imunisasi)Program eradikasi polio melalui National immunization days (NIDs) bekerja sama dengan Departemen Kesehatan, terutama direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kesehatan Lingkungan dan Penyakit Menular. WHO memberi bantuan teknis pada program-program pemerintah yang diprioritaskan secara nasional. Misalnya lewat pekan imunisasi nasional.serta upaya ini juga ditindak lanjuti dengan kegiatan surveilans epidemologi secara aktif terhadap kasus-kasus AFP,dan kampanye imunisasi dan pengembangan kemampuan manajemen kesehatan juga menjadi alternatif yang ditawarkan WHO.Oleh sebab itu pencegahan dan pemberantasan polio itu sendiri telah dilakukan melalui imunisasi agar anak yang berumur kurang dari 15 tahun tidak terkena virus polio yang liar karena pada tahun 2005-2007 berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium biofarma pada tanggal 21 April 2005 ditemukan virus polio liar di Kecamatan Cidahu kabupaten Sukabumi, maka dari itu kita harus memberi cakupan imunisasi yang teratur.4.4 keberhasilan WHO dalam Menangani Masalah Polio di IndonesiaSebagai badan kesehatan dunia di bawah perserikatan bangsa-bangsa yang memiliki fungsi untuk membantu pemerintah-pemerintah,berdasarkan permintaan dan mengauatkan pelayanan kesehatan.WHO bertanggung jawab terhadap pemerintah Negara dalam anggotanya yang mengalami masalah kesehatan yang memungkinkan akan menjadi sebuah endemik penyakit menular sehingga dapat menjadi ancaman bagi negara ysng lain yang menjadi tantangan untuk segera menangani masalah yang terjadiHal inilah yang dilakukan oleh WHO sebagai badan kesehatan Dunia,menanggapi kasus polio yang menjangkit di beberapa belahan dunia termasuk Indonesia tetapi agar virus polio tidak menyerang Indonesia maka WHO mengadakan pertemuan kesehatan Dunia (World Health Assembly) pada bulan Mei 1988 dan membentuk suatu inisiatif pemberantasan polio secara global (the Global polio eradication) yang merupakan inisiatif kesehatan terbesar dalam sejarah. Dalam pertemuan kesehatan Dunia ke-41 tersebut menekankan bahwa pemberantasan polio harus di ikuti dengan jalan memperkuat perkembangan Expanded Programme on Immunization (EPI) (memperluas program imunisasi) secara keseluruhan yang pada gilirannya membantu perkembangan prasarana-prasarana kesehatan dan perawatan kesehatan yang pokok, Pada tahun 1988 tersebut, majelis kesehatan dunia (World Health Assembly) mengeluarkan target untuk membasmi penyakit polio di seluruh dunia hingga tahun 2000, artinya pada tahun 2000 polio telah punah di seluruh dunia. Agar tujuan ini tercapai.Maka dari itu sampai tahun ini penyakit polio telah berhasil dimusnahkan dengan berbagai cara salah satunya dengan menemukan penyakit polio itu sendiri serta memberikan cakupan imunisasi dengan empat kali putaran sebelum anak berusia 15 tahun agar penyakit itu tidak akan menjangkit

4.5 Prospek Penanganan Polio oleh WHO di IndonesiaProgram Global polio eradication initiative melalui national immunization days (NIDs) merupakan salah satu program terbesar WHO dalam menangani masalah penyakit polio. Strategi yang di anjurkan telah banyak dilaksanakan di berbagai Negara-negara di dunia. Salah satu Negara yang menjadi perhatian WHO adalah Indonesia, karena Indonesia merupakan Negara ketiga terbesar setelah Yaman dan Niger yang penduduknya banyak terjangkit virus polio. Oleh karena itu berdasarkan fakta yang ada WHO melaksanakan program global polio eradication initiative melalui National Immunization Days (NIDs) dengan memberikan Vaksin OPV kepada para balita.Prospek WHO di masa depan dalam menangani polio terlihat sangat menjanjikan, jika di lihat dari menurunnya jumlah penderita polio di seluruh dunia khususnya Indonesia, karena dengan program eradikasi polio ini WHO mentargetkan dunia bebas polio pada tahun 2010. Dengan kerjasama yang baik antara WHO dengan pemerintah Indonesia dalam menjalankan program-program yang telah di rencanakan, maka WHO optimis semua penduduk Indonesia akan terbebas dari polio karena sejak balita telah diberikan vaksinasi untuk memberikan kekebalan pada tubuh balita.Keberhasilan ini dicapai tidak lain adalah karena program imunisasi yang rapi yang dilakukan di masing-masing negara melalui bermacam-macam cara, di antaranya melalui program Hari Imunisasi Nasional (National Immunization Day), Pekan Imunisasi Nasional (National Immunization Week), seperti yang biasa dilaksanakan di Indonesia, atau imunisasi rutin yang dilakukan terhadap balita.Walaupun status penyakit polio dan pencegahan polio di Indonesia dapat di katakan berhasil di hentikan, namun upaya pembebasan masyarakat Indonesia dari virus ini harus terus di tingkatkan dengan program-program yang lebih optimal dan lebih baik lagi serta menjadi tanggung jawab semua pihak. Untuk prospek penanganan polio di Indonesia di perlukan kerjasama berupa tindakan-tindakan yang cepat, tepat dan tanggap dari pemerintah Indonesia sendiri dan WHO sebagai organisasi kesehatan dunia.Pengembangan vaksin polio untuk jangka panjang perlu di kembangkan sebagai kegiatan untuk merancang sebuah mekanisme pendeteksi dini dari awal penyebarannya hingga pemberantasan virus polio, sehingga upaya ini akan berlangsung secara berkelanjutan pada tahun-tahun selanjutnya sehingga benar terciptanya di Indonesia yang bebas polio.