bab isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/makalah2.docx · web viewpembahasan hanya meliputi...
TRANSCRIPT
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangPada mulanya sistem telepon bergerak menggunakan sebuah stasiun
pemancar di tempat yang tinggi dan berada di tengah-tengah wilayah pelayanan.
Masalah pertama yang dihadapi sistem ini adalah keperluan akan menara
antena yang tinggi. Sistem ini juga memiliki kapasitas pelayanan yang relatif kecil
karena terbatasnya kanal frekuensi yang tersedia. Masalah lain adalah sistem ini
harus mempunyai daya pancar antena yang besar untuk menjangkau wilayah
yang cukup luas. Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan membagi-bagi
wilayah cakupan menjadi beberapa wilayah yang kecil (sel).
Pada umumnya layanan sistem komunikasi wireless tersusun dari bagian-
bagian area layanan kecil yang dikenal dengan sel. Masing-masing sel memiliki
alikasi jalur frekuensi operasi tertentu sebagai media penyampai informasi antar
pemakai. Permasalahan akan muncul ketika bagaimana merencanakan sel-sel
agar menjadi efektif terhadap wilayah cakupan yang direncanakan.
Dengan penerapan konsep selular ini, diharapkan kapasitas pelayanan
dan sistem menjadi bertambah. Hal ini dimungkinkan karena adanya
pengulangan kembali kanal frekwensi yang sama secara berulang, sehingga
BTS (Base Transceiver Stasions) yang terpisah pada jarak yang memenuhi
carrier to interference ratio (C/I) tertentu dapat menggunakan kanal frekwensi
yang sama. Disamping itu, karena wilayah cakupan suatu sel relatif kecil,
sehingga tidak diperlukan daya pancar yang tidak harus besar.
1.2. Rumusan Masalah
Mengacu pada permasalahan di atas maka rumusan masalah yang ditekankan
pada penulisan ini adalah :
Bagaimana kebutuhan trafik pada STBS GSM di wilayah kota Malang pada
tahun 2000 ?
Berapakah jumlah sel yang dibutuhkan untuk melayani trafik tersebut ?
Alokasi frekuensi yang digunakan pada setiap sel
Komunikasi Bergerak Halaman 1
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
I.3. Batasan MasalahBatasan-batasan yang dibuat pada Struktur dan Perencanaan Sel ini adalah:
Sistem dirancang untuk memenuhi kebutuhan sampai tahun 2000
Perkiraan jumlah pelanggan merupakan asumsi yang didasarkan pada
pertumbuhan jumlah pelanggan telepon tetap sampai tahun 2000
Pembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta
mengenai kebutuhan penenpatan BTS
Tidak membahas mengenai komunikasi data dalam jaringan SBTS GSM
Tidak membahas mengenai sistem persinyalan
Tidak membahas mengenai peralatan radio komunikasi dalam jaringan STBS
GSM
1.4. TujuanTujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Untuk memberikan penjelasan mengenai sel pada sistem komunikasi
bergerak.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Bergerak.
I.5. Metodologi Metodologi yang digunakan adalah :
Studi Literatur : Mengumpulkan bahan-bahan (literatur) tentang
permasalahan yang akan dikaji dan dapat digunakan sebagai acuan, yang
berupa buku-buku, makalah seminar, majalah, laporan penelitian dan
sebagainya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan dasar teori tentang
sistem telekomunikasi bergerak seluler dan digital GSM
Pengumpulan data : untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk
perencanaan jaringan, yaitu
spesifikasi GSM
peta wilayah kota Malang
data tentang pertumbuhan pelanggan telepon tetap (PSTN) di wilayah
kota Malang sampai tahun 2000
sistem penomoran STBS di Indonesia
Halaman 2 Komunikasi Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
Analisa data dilakukan dengan mengolah data-data yang diperoleh untuk
menentukan parameter-parameter yang diperlukan dalam merencanakan
suatu jaringan seluler GSM yang sesuai untuk wilayah kota Malang, antara
lain perkiraan jumlah pelanggan yang akan dilayani oleh jaringan tersebut,
penentuan kapasitas trafik, penentuan jenis sel yang digunakan dan lokasi
penempatan BTS.
Penyimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis data, dan diharapkan
dapat dijadikan acuan dan dasar untuk membangun jaringan seluler GSM
yang sesungguhnya di nwilayah kotamadya Malang.
Komunikasi Bergerak Halaman 3
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
BAB IISTRUKTUR DAN PERENCANAAN SEL
Dasar Teori2.1. Konsep Seluler
Sistem radio seluler membagi wilayah layanan dalam beberapa daerah
layanan yang kecil (sel) yang tersusun sedemikian rupa sehingga mencakup
seluruh wilayah layanan. Agar sel-sel tersebut tersusun secara sistematis, maka
harus mempunyai bentuk sel yang sama dan beraturan. Bentuk sel tersebut
terdapat dalam bermacam-macam pola geometris sel, namun yang paling
dikenal adalah bentuk segienam sama sisi (heksagonal),dan sel ideal berbentuk
lingkaran.
Gambar 2.1. Bentuk Sel
Secara prinsip bentuk sel yang sebenarnya tergantung pada keadaan
geografis sehingga membentuk suatu sel yang tidak beraturan. Tetapi untuk
membermudah perencanaan dan pertimbangan ekonomis maka bentuk sel
Halaman 4 Komunikasi Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
hexagonal merupakan bentuk yang paling cocok dalam sistem radio seluler. Hal
ini disebabkan sel heksagonal memerlukan jumlah yang lebih sedikit untuk
mencakup suatu wilayah layanan dibandingkan dengan bentuk-bentuk sel
lainnya.
Untuk mendapatkan suatu perencanaan seluler yang optimal maka perlu
dipertimbangkan pengukuran sel yang akan diterapkan. Ukuran dengan radius
sel yang besar akan membutuhkan daya pancar yang besar dan lalulintas yang
ditangani BS akan besar. Dengan radius sel yang kecil maka kapasitas lalulintas
jaringan akan bertambah sehingga daya pancar yang dibutuhkan menjadi kecil
tetapi akan sering terjadi proses handover karena radius sel kecil serta jumlah
BS yang banyak. Karena itu untuk mendapatkan suatu jaringan seluler yang
optimal diperlukan adanya suatu pengaturan ukuran sel, sesuai dengan letak
geografis dan kepadatan lalulintas komunikasi.
2.2. Struktur SelAda beberapa struktur sel yang dipakai pada sistem radio seluler sesuai
dengan keadaan trafik pada daerah layanan, yaitu :
Large cell (Macro cell) yang diterapkan untuk daerah layanan yang luas
denga kapasitas lalulintas rendah (rural area). Sel ini mampu meliput daerah
cakupan sampai dengan radius 30 km.
Small cell yang dapat memberikan layanan untuk lalulintas yang cukup tinggi,
dengan daerah cakupan sampai 10 km.
Micro cell dengan satu dimensi (untuk daerah sepanjang pelabuhan dan jalan
raya) dan micro cell dengan dua dimensi (untuk daerah yang mempunyai
blok-blok seperti disekeliling gedung-gedung tinggi). Jenis sel ini digunakan
untuk melayani daerah dengan lalulintas yang sangat tinggi dan mempunyai
daerah cakupan pada radius 1 km.
Pico cell yang digunakan untuk melayani lalulintas yang ada didalam gedung
(indoor) dengan radius daerah cakupan 30 m.
2.3. Perencanaan SelUntuk membangun suatu sel jaringan GSM yang optimum dalam suatu
daerah diperlukan adanya suatu studi trafik dan analisa cakupan. Langkah ini
akan membantu dalam penentuan lokasi-lokasi site dari suatu cakupan dan
kapasitas pelanggan dalam site tersebut. Hasil studi dan analisa tersebut
Komunikasi Bergerak Halaman 5
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
berbentuk data-data yang berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
topografi, morfologi, keadaan tanah, tingkat kepadatan/kesibukan, jalur frekuensi
yang tersedia, kulitas suara, kualitas layanan.
Dalam perencanaan tersebut memerlukan bentuk data khusus untuk
mewujudkan hasil perhitungan dari perkiraan daerah yang akan digunakan, yaitu:
2.3.1. Morphostructures DatabaseMorphostructures merupakan pengaruh medan listrik (dB) terhadap
lingkungannya yang didefinisikan dalam 13 bagian:
Large City : Daerah gedung bertingkat lebih dari 10 lantai
Medium City I : Daerah gedung bertingkat sekitar 7 lantai, dengan lebar
jalan sekitar 13 meter
Medium City II : Daerah gedung bertingkat sekiatar 7 lantai, dengan lebar
jalan 30 meter.
Small City I : Daerah gedung bertingkat 5 lantai, dengan lebar jalan 20
meter.
Small City II : Daerah industri.
Suburban I : Daerah perumahan dengan pepohonan.
Suburban II : Daerah perumahan.
Village : Daerah perkampungan.
Agriculture : Daerah pertanian/terbuka sebagian.
Low Tree Density : Daerah terbuka dengan pepohonan.
Deep Forest : Hutan lebat.
Water : Daerah perairan (sungai, danau dan laut)
Open Area : Daerah terbuka dengan radius lebih dari 1 Km.
2.3.2 Numerical Terrain Model (NTM)NTM menunjukkan bentuk permukaan suatu daerah atau tinggi rendahnya
permukaan suatu daerah diatas permukaan laut yang disebut juga topografi.
2.4. Pemecahan Sel dan Sektorisasi AntenaKetika jumlah pelanggan mengalami pertambahan dan mendekati angka
mksimum dari jumlah pelanggan yang dapat dilayani oleh sebuah sel, maka sel
akan dipecah menjadi bentuk sel yang lebih kecil. Tiap sel dari pecahan ini,
mampu mendukung jumlah pelanggan yang sama dengan asalnya. Suatu hal
yang perlu dilakukan dalam pemecahan sel adalah pengurangan daya output
Halaman 6 Komunikasi Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
pemancar BS yang dimaksudkan untuk meminimisasi gangguan antar kanal
frekuensi, yaitu gangguan antara sel yang bersebelahan dan bekerja pada kanal
yang sama.
Dalam GSM, omni biasanya digunakan untuk daerah dengan kepadatan jalur
komunikasi yang rendah. Suatu omni sel memerlukan antena yang lebih sedikit
sehingga biaya yang dibutuhkan akan lebih sedikit dibandingkan sektor sel yang
membutuhkan lebih banyak antena. Pemakaian omni sel sangat mudah
berinterferensi karena pola pancaran sinyalnya menyebar ke segala arah di
sekitar sel.
Selain pemecahan sel dan untuk mengurangi interferensi seperti pada omni
sel serta untuk memenuhi peningkatan jalur komunikasi, maka digunakan
sektorisasi antena ( sektor sel). Dalam hal ini tidak perlu mengganti sistem
antena melainkan mensektorisasi dari bentuk sebelumnya yang menggunakan
tiga antena yang dihubungkan secara lansung yang menghasilkan pola radiasi
pseudo-omni. Tentunya setiap pola radiasi tidak akan tetap seperti bentuk omni
aslinya. Jenis sektorisasi yang dapat dilakukan yaitu 2 sampai 6 sektor.
Gambar 4.2 Pola pancaran antena.
Contoh antena yang digunakan adalah Celwave PRT 914 (lihat lampiran).
Kemungkinan untuk memodifikasi sudut menurut arah reflektor bisa dilakukan
sesuai dengan kebutuhan. Tabel berikut menunjukkan penguatan antena untuk
sudut yang ditentukan:
Komunikasi Bergerak Halaman 7
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
600 900 1050 1200
15 dBi 14 dBi 13.5 dBi 12.5 dBi
Tabel 2.1 Penguatan antena PRT 914 sesuai dengan pengaturan sudutnya
Sangat bermanfaat jika memiringkan arahpola pancaran antena kebawah
pada sudut tertentu, karena batas pancaran sinyal antena akan tetap berada di
daerah jangkauannya dan mengurangi gangguan pada kanal sel sekitarnya.
Ketika pola pancaran diturunkan, kuat pancaran diterima oleh MS yang cukup
jauh akan berkurang. Dari dua cara tersebut yang bisa digunakan pada jaringan
adalah sebagai berikut :
Electrical tilt mempengaruhi secara langsung pada kedua kutub pancaran,
artinya pola horizontal diarahkan seluruhnya (360), biasanya sudut
kemiringan adalah 5.
Mechanical tilt berfungsi secara langsung pada antena sesuai dengan
spesifikasi rancangan peralatan kemiringan, biasanya berkisar antara 3
sampai 10.
2.5. FrekuensiJalur frekuensi yang digunakan untuk operasional GSM yaitu untuk proses
uplink (MS ke BS) adalah 890 MHz s/d 915 MHz dan untuk proses downlink (BS
ke MS) adalah 935 MHz s/d 960 MHz.
Jumlah kanal GSM yang tersedia adalah 49, sesuai dengan jarak antar kanal
yaitu 200 KHz (kanal 1 frekuensi tengahnya 890,2 MHz dan kanal 49 frekuensi
tengahnya 944,8 MHz). Nomer kanal adalah parameter yang sangat penting bagi
perencanaan jaringan selama kemungkinan adanya gangguan yang
mempengaruhi frekuensi yang ditentukan.
Dalam sistem telepon radio selular bila dikehendaki kapasitas langganan
yang besar maka akan dibutuhkan jalur frekuensi yang besar, sebaliknya apabila
diinginkan penghematan pemakaian jalur frekuensi maka kapasitas akan turun.
Untuk menangani peningkatan kapasitas pelanggan dan penggunaan jalur
frekuensi secara efektif, maka dipakai metode pengulangan frekuensi (frekuensi
reuse).
Pengulangan frekuensi didasarkan pada penggunaan kanal radio yang
mempunyai frekuensi pembawa yang sama untuk melayani daerah yang berbeda
Halaman 8 Komunikasi Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
dan terpisah satu dengan yang lainnya oleh suatu jarak tertentu sehingga dapat
menghilangkan gangguan karena panggunaan kanal bersama.
Gambar 2.3 penentuan jarak Pengulangan Frekuensi.Keterangan :
Jarak rata-rata reuse adalah dari titik dengan notasi yang sama
Sel dengan notasi yang sama menggunakan kanal frekuensi yang sama pula
Misalkan jarak minimum dari dua sel yang menggunakan kanal bersama C
dan jari-jari dari sel (hexagonal) adalah r, seperti ditunjukkan pada gambar 2.3,
maka besarnya C adalah:
Cr=2√ (3N )
Dimana N adalah pola reuse ( jumlah sel dalam satu kelompok/cluster), pada
gambar diatas N = 7, untuk menghindari terjadinya gangguan kanal yang
berdekatan (cochanel) maka idealnya jarak C diperbesar. Akan tetapi, karena
jumlah kanal total tetap, maka N yang terlalu besar menyababkan kanal yang
ditetapkan tiap sel site akan kecil sehingga menjadi tidak efisien.
Selain hal tersebut diatas, gangguan masih dapat terjadi pada proses downlink,
karena jalur penerimaan GSM berdekatan dengan jalur pancaran AMPS (870-
890 MHz). Gangguan tersebut dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1. Blocking penerimaan, dimana sinyal level tinggi AMPS bisa menurunkan
sensitivitas penerimaan GSM.
2. Intermodulasi pancaran AMPS yang dihasilkan dapat mengganggu frekuensi
pembawa pada GSM karena adanya interferensi antar kanal yang sama.
Komunikasi Bergerak Halaman 9
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
3. Intermodulasi penerimaan GSM antara frekuensi-frekuensi pembawa AMPS,
juga dapat menyebabkan gangguan pada frekuensi pembawa GSM.
2.6. KalibrasiKalibrasi digunakan untuk menentukan parameter pelemahan dari model teori
yang tergantung dari keadaan lingkungannya. Kalibrasi yang baik sangat
diperlukan untuk mendapatkan perkiraan daya pancar yang baik.
Dalam hal ini digunakan persamaan HATA-OKUMARA. Didaerah pemukiman
(urban) dan ukuran sel yang menengah, pelemahan pancaran ditentukan oleh
rumus sebagai berikut :
LudB=Kh1( f ,H )+Kh2 (H )× logd−ΔLdBdengan antena MS setinggi 1,5 meter.
Dimana
Lu = pelemahan pancaran pada daerah pemukiman.
Kh1 = parameter yang tergantung dari frekuensi dan tinggi antena dari BS
Kh2 = parameter yang tergantung dari tinggi antena BS
D = Jarak antara MS dan BS
Parameter Kh1, ditentukan dari persamaan :
Kh1=K1+ f 1( f ,H )
Dimana K1 merukan konstanta yang tergantung pada kondisi morphologi,
K1diatur untuk menentukan nilai Kh1.
Begitu juga dengan parameter Kh2 ditentukan dengan runus persamaan :
Kh2=K 2+f 2(H )
Dimana K2 merupakan nilai konstanta yang tergantung pada kondisi
morphologi, K2 diatur untuk menentuka nilai Kh2.
Untuk faktor koreksi tergantung dengan kondisi morphologi, yaitu :
1. Perairan
ΔLw=4 .78 log2 ( f )+18 .33 log ( f )−A1Pada umumnya A1 cukup luas, selama pancaran didaerah perairan sangat
baik
2. Hutan dan pepohonan didaerah suburban
ΔLf=−2 log2( f28
)−A2
Halaman 10 Komunikasi Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
nilai A2 sangat tegantung pada kelebatan hutan, dan perlu dicatat pancaran
juga tergantung pada cuaca sehingga pepohonan bisa mempengaruhi
penerimaan pancaran
3. Daerah terbuka
ΔLo=−4 .78 log2( f )+18 .33 log( f )−A3digunakan pada daerah pertanian dan gurun
4. Daerah quasi-open
Δ Lqo=−4 .78 log2( f )+18 .33 log ( f )−A4digunakan pada daerah pedesaan.
5. Daerah sub urban
Δ Lsu=−2 log2 ( f28
)−A5
Satuan frekuensi pada semua persamaan diatas adalah MHz.
Parameter diatas telah diatur pada nilai optimal arah site, parameter diatas
dianggap menjelaskan kondisi morphologi daerah yang diukur, nilai rata-rata bisa
didapatkan dari nilai yang berbeda-beda pada arah site yang lain. Agar
perhitungan mendekati kenyataan, sebaiknya daerah tersebut dibagi lagi menjadi
beberapa lingkungan yang lebih kecil.
Metode yang digunakan untuk mengkalibrasi bentuk pancaran adalah
sebagai berikut :
Mengatur nilai rata-rata dari faktor koreksi yang dihasilkan dari semua hasil
pengukuran.
Pada persamaan dasar HATA-OKUMARA, parameter K1 dan K2 diatur dari
site ke site, diperlikan untuk menspesifikasi variasi dari morphostructure yang
mungkin merupakan lingkungan yang berbeda dari spesifikasi.
2.7 PengukuranPada tahap ini pengukuran menggunakan sistem analog yaitu alat
pengukuran yang ditempatkan dalam stasiun mobil. Stasiun mobil tersebut dapat
memonitor level penerimaan kuat medan. Langkah-langkah pengukuran dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Pemancar analog dihubungkan pada antena yang akan memancarkan sinyal
analog yang telah diketahui. Sinyal ini digunakan untuk pengukuran. Antena
Komunikasi Bergerak Halaman 11
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
pada stasiun mobil mengirimkan sinyal pengukuran ke penerima analog.
Kemudian sinyal tersebut dirubah menjadi sinyal digital, yang di sampel setiap
200 ms dan dikirimkan melalui RS232 ke komputer. Selama pengukuran, data
diterima dari peralatan pengukuran dan dikombinasikan dengan data lokasi dan
disimpan dalam disk. Status aktual dari pancaran ditunjukkan secara grafik.
Sesudah pengukuran, gambar pertama akan dicetak untuk menyamakan dengan
data hasil perhitungan. Hubungan antara pengukuran dan lokasi bisa dihitung
dari pulsa yang didapatkan dari pemancar yang berada pada mobil lain.
Pemetaan 2 dimensi bisa didapakan dengan cara mengikuti jalan raya pada peta
yang telah didigitalisasi.
Bentuk data yang dihasilkan adalah CAE (Customer Application Engineering)
yang berisi informasi spesifikasi jaringan, seperti penjelasan keadaan sel,
penjelasan keadaan sel sekitarnya, definisi radio dan data topologi. Data-data
tersebut diperlukan sebagai data perangkaat lunak BSS (Base Station System)
yang akan mensimulasikan perencanaan sel jaringan radio.
Menentukan penggunaan kanal frekuensi.
Halaman 12 Komunikasi Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
BAB IIIPERENCANAAN SISTEM
Sebelum mulai mengerjakan perencanaan, perlu disusun tahapan
perencanaan sesuai dengan sistem yang akan digunakan. Tahapan yang harus
dilakukan adalah mengetahui spesifikasi sistem yang dipilih (dalam hal ini GSM),
mempelajari faktor-faktor yang dilibatkan dalam perencanaan misalnya luas
wilayah cakupan yang direncanakan,jumlah pelanggan yang akan dilayani dan
perkiraan kebutuhan dan jumlah kanal yang tersedia.
3.1. Perencanaan STBS GSM Untuk Wilayah Kota MalangDalam proses perencanaan STBS GSM ini, terlebih dahulu didefinisikan
luas dan bentuk pelayanan yngakan dicakup oleh STBS. Dalammakalh
perencanaan ini pelayananyang direncanakan meliputi wilayah kota Malang dan
sekitarnya.
Setelah menentukan wilayah pelayanan,selanjutnya adalah menentukan
jumlah sel yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh wilayah pelayanan
tersebut,dengan perhitungan radius cakupan setiap sel. Setelah radius dan luas
cakupan tiap seldiketahui yang dihitung berdasarkan kemampuan sistem yang
digunakan (GSM), maka dapat dirancang konfigurasi sel yang akan mencakup
seluruh wilayah pelayanan.
Dalam menentukan konfigurasi sel perlu diperhatikan bahwa cakupan sel
harus mampu mencakup tempat-tempat strategis seperti lapangan
terbang,kawasan perkantoran dan perdagangan, daerah perindustrian, kawasan
perumahan dan daerah strategis lainnya.
3.2. Peramalan Jumlah PelangganPeramalan jumlah pelanggan merupakan awal dalam merencanakan
STBS GSM. Peramalan jumlahpelanggan ini merupakan hal mendasar untuk
menentukan banyaknya kanal frekuensiradio yang dibutuhkan.
Komunikasi Bergerak Halaman 13
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
Ada dua metode yang digunakan untuk meramalkan jumlah pelanggan
telepon bergerak seluler di suatu negara, yaitu :
3.2.1. Peramalan jumlahpelanggan yang didasarkan pada jumlah kendaraan
yang ada di negara tersebut. Pada metode ini banyaknya kendaraan
diasumsikan sebesar 10% dari jumlah penduduk dan jumlah pelanggan
telepon bergerak adalah sebesar 1% dari jumlah kendaraan yang ada.
3.2.2. Peramalan jumlah pelanggan yang di dasarkan pada besarnya kebutuhan
akan sambungan telepon tetap, dan besarnya pelanggan STBS
diasumsikan sebesar 1% dari jumlah pelanggan telepon tetap.
Peramalan kebutuhan sambungan telepon di Indonesia berdasarkan
perhitungan oleh PERUMTEL (sekarang PT.TELKOM) yang dituangkan dalam
laporan berjudul “Telekomunikasi Indonesia Menjelang Tahun 2000 diramalkan
sebesar 1260 pelanggan.
3.3. Peramalan Kebutuhan Trafik3.3.1. Trafik Total
Untuk menetukan besarnya trafik yang dibutuhkan pada sistem telepon
bergerak perlu diketahui trafik untuk setiap pelanggan dan jumlah pelanggan.
Di Indonesia saat ini besarnya trafik yang ditetapkan untuk setiap
pelanggan STB adalah A= 25 mErlang, dengan GOS yang disesuaikan dengan
standar GSM, yaitu sebesar 2% (FTP,PT.TELKOM,1994)
Bila jumlah pelanggan STB di kota Malang danm sekitarnya tahun 2000
diperkirakan sebesar1260pelanggan, dan diasumsikan setiap pelanggan
melakukansatu kali panggilanpada jam sibuk, maka jumlah trafiktotal yang
dibutuhkan yaitu 31,5 Erlang.
3.3.2. Distribusi Trafik Gabungan trafik pembicaraan pada wilayah pelayanan dikota Malang
dan sekitarnya, diasumsikan terdistribusi seperi distribusi trafik jaringan
telepon tetap. Dalam perencanaan ini distribusi trafik adalah sebagai
berikut :
Daerah yang direncanakan untuk dilayani oleh keseluruhan sel sektor
dengan jumlah trafik pembicaraan sebesar 56 % dari jumlah trafik
Halaman 14 Komunikasi Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
total yaitu wilayah disekitar pusat kota Malang, Blimbing dan Klojen.
Daerah yang direncanakan untuk dilayani oleh keseluruhan sel omni
dengan jumlah trafik pembicaraan sebesar 44 % dari jumlah trafik
total, yaitu wilayah pelanggan kota Malang, seperti Sengkaling, Batu
dan Singosari.
3.3.3. Luas Daerah Yang DirencanakanLuas daerah yang akan dilayani oleh SDTBS GSM ini direncanakan
seluas 268 km2 yang dibagi dalamdua bagian, yaitu 56 % wilayah pelayanan
akan dilayani oleh sel sektor (150 km2) dan 44 % luas daerah akan dilayani oleh
sel omnidirectional (118 km2 )
3.3.4. Penentuan Jumlah Sel Yang DibutuhkanDalam perencanaan ini kota Malang dan sekitarnya diklasifikasikan dalam
daerah sub-urban. Untuk menghitung jumlah sel dan jumlah BTS yang
dibutuhkan,pertama kali perlu diketahui luas daerah pelayanan dan menghitung
radius cakupan sel, sesuai dengan spesifikasi standar sistem yang digunakan.
3.3.4.1.Besarnya Jari-Jari Sel Yang Diperlukan
Menurut Lee, level sinyal yang diterima oleh MS pada daerah yang datar (
dalam hal ini pengamatan dilakukan terhadap propagasi sinyal dari BS ke MS ),
dapat dinyatakan sebagai berikut :
Pr=(Pt−40)+P0−γ log r 1+20 log [ h130m ]+10 log [ h23m ]+(Gt−6)+Gm
Keterangan :
Level penerimaan minimum untuk MS) (Pr1) : -120 dBm
Level penerimaan minimum untuk BS (Pr2) : -104 dBm
Daya pancar maksimum BTS (kelas daya 6) (Pt) : 10W = 40 dBm
P0 (untuk daerah sub urban, r0 = 1 km) : -58 dBm
Tinggi antena BTS, h1 : 40 m
G11 (gain antena BTS, omnidirectional) : 9 dB
G12 (gain antena BTS, 1200 directional) : 11 dB
Tinggi antena MS, h2 : 1,5 m
Gain antena MS, Gm : 0 dB
Komunikasi Bergerak Halaman 15
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
( path slope loss untuk sub urban area ) : 38,4 dB/dec
BTS antena cable loss : 2 dB
Body Loss : 3 dB
Combiner and duplexer loss : 3,2 dB
Cadangan long term fading ( sub urban ) : 6,912 dB
Cadangan short term fading : 8,7 dB
Gain diversitas antena (Gd) : 4 dB
Nilai P0 dan diperoleh dari percobaan pada beberapa wilayah
jangkauan sinyal, yang menunjukkan nilai path loss slope pada beberapa daerah
berdasarkan pengukuran yang dilakukan dengan metode yang dikemukakan
oleh Lee.
Dengan menggunakan persamaan prediksi sinyal penerimaan minimum,
dapat dihitung besarnya radius sel yang diperlukan untuk mencakup seluruh
wilayah pelayanan yang direncanakan. Dan dari hasil perhitungan yang telah
dilakukan, didapatkan besarnya nilai radius sel yang dinginkan, yaitu :
Radius Sel Omnidirectional
-120 = (40 - 40) - 58 – 38,4 log r1 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3)
+ (9 – 6) + 0 - 8,2 – 15,612
r1 = 3,896 km.
Radius Sel Sektor 120
-120 = (40 –40 ) - 58 – 38,4 log r1 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3)
+ (11 - 6) + 0 - 8,2 – 15,612
r2 = 4,445 km
3.3.4.2. Luas Sel yang DirencanakanDari perhitungan radius sel sebelumnya, dapatdiketahui luas selyang
direncanakan,yaitu dengan menggunakan persamaan luas segi enam
(heksahonal), yaitu:
Luas Heksagonal : EQ
Dari persamaan di atas maka didapat luas sel yang dibutuhkan :
Luas sel heksagonal :
32 √3R3
Halaman 16 Komunikasi Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
Luas sel omnidirectional dengan R = 3,896 km, adalah 39,434 km2
Luas sektor dengan R = 4,445 km, adalah 51,33 km2
3.3.4.3. Jumlah Sel yang DibutuhkanUntuk menghitung jumlah masing-masing jenis sel yang dibutuhkan,
adalah dengan membagi luas wilayahyang direncanakandengan luas masing-
masing sel.
Jumlah sel ditrectional yang dibutuhkan
118km2
39 ,434 km2=2 ,99
sehingga untuk
menjangkau wilayah pelayanan yang direncanakan dibutuhkan 3 sel
omnidirectional.
Jumlah sel sektor yang dibutuhkan
150km2
51 ,33 km2=2 ,92
,sehingga agar dapat
menjangkau wilyah pelayanan yang direncanakan dibutuhkan 3 sel sektor.
3.3.4.4. Kebutuhan Kanal Tiap SelSesuai dengan distribusi trafik yang diuraikan sebelumnya, agar dapat
diperkirakan jumlah kanalyang dibutuhkan setiap sel. Dalam memperkirakan
jumlah kanal digunakan Tabel Erlang B dengan melihat besarnya kebutuhan
trafik tiap sel omnidirectional dan tiap sektorpada sel sektor.
a. Sektor
Dari hasil perencanaan yang telah dilakukan didapatkan besarnya jumlah
kanal yang dibutuhkan oleh setiap sektor pada tiga sektor, yaitu N = 6.
kanal suara tiap sektor.
b. Sel Omnidirectional
Dari hasil yang telah dilakukan didapatkan besarnya jumlah kanal yang
dibutuhkan oleh setiap sel omnidirectional, yaitu N = 10 kanal suara tiap
selomnidirectional.
3.4. Penentuan Daya Pancar MS (Up Link)Dengan memasukkan nilai jari-jari yang telah dihitung pada bagian
sebelumnya maka dapat dihitung besarnya daya pancar MS untuk menentukan
Komunikasi Bergerak Halaman 17
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
jenis MS yang bisa digunakan pada wilayah pelayanan yang direncanakan.
Daya pancar pada sel omnidirectional
-104 = {(Pt – 40) - 58 – 38,4 log 3,896 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3) +
(9 -– 6) + 0 + 4 – 8,2 – 15,612} dBm
Pt = 33,97 dBm = 2,499 Watt
Daya pancar pada sel sektor 120
-104 = {(Pt – 40) – 58 – 38,4 log 4,445 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3) +
(11 – 6) + 0 + 4 – 8,2 – 15,612} dBm
Pt = 34,02 dBm = 2,523 Watt
Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa MS yang dapat
digunakan pada daerah pelayanan yang direncanakan, masing-masing harus
berdaya pancar minimal 2,5 Watt untuk sel omnidirectional dan 2,53 Watt untuk
sel sektor dan yang dapat memenuhi kriteria tersebut adalah MS (power class)
kelas 3 yang berdaya pancar maksimal 5 Watt .
3.5. Penentuan Lokasi BTSDari analisa bentuk dan luas wilayah cakupan pelayanan yang
direncanakan, serta dengan memperhitungkan besarnya radius sel yang telah
dihitung sebelumnya , maka akan ditentukan penempatan BTS yang sesuai.
Dengan penggunaan satu BTS untuk setiap sel, maka untuk
mencakupseluruh wilayah layanan yang direncanakan, dibutuhkan 6 buah BTS
untuk 6 buah sel. Sedangkan trencana lokasipenempatan BTS (selanjutnya
daerah yang dilayani disebut dengan nama lokasi BTS / cell site) adalah sebagai
berikut:
1.Sel Malang Kota (di Kandatel Malang)
2.Sel Pulosari
3.Sel Wringin
4. Sel Ngandat
5. Sel Batu
6. Sel Songsong.
3.6. Rencana Penomoran Pelanggan Jaringan STBS di Wilayah MalangHalaman 18 Komunikasi
Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
Format penomoran pelanggan pelayanan STBS digital GSM, di Indonesia
ditetapkan sebagai berikut :
8 1 N M1 M3 M4 M5 M6
Kode akses 81N yang disediakan untuk STBS digital GSM dialokasi
kepada penyelenggara jaringan GSM di Indonesia yang pada saat ini terdapat
dua penyelenggara jaringam STBS GSM yaitu PT.Telkomsel dengan kode kode
akses 811 dan PT. Satelindo dengan kodeakses 0816.
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh PT. TELKOM mengenai
Rencanma Penomoran Nasional, dapat dirumuskan struktur penomoran
pelanggan STBS GSM untuk wilayah kota Malang dan sekitarnya pada tahun
2000, maka salah satu alternatif penomoran yang dapat digunakan
untukopelanggan STBS GSM diKota Malang secara lengkap dapat dituliskan
sebagaiberikut :
Bila operator jaringan adalah PT. Telkomsel :
811 3(M2) 0000 sampai 811 3(M2) 1259
Bila operator jaringan adalah PT. Satelindo :
816 3(M2) 0000 sampai 816 3(M2) 1259
Komunikasi Bergerak Halaman 19
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
BAB IVPENUTUP
Dari hasil perencanaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
4.1. KESIMPULAN
Jumlah pelanggan STBS GSM di wilayah Malang dan sekitarnya pada tahun
2000 adalah 1260 pelanggan.
Wilayah pelayanan yang direncanakan meliputi daerah Kota Malang dan
sekitarnya dengan luas daerah sekitar 268 km2.
Untuk mencakup wilayah pelayanan Kota Malang dan sekitarnya, diperlukan
6 buah sel yang terdiri dari 3 sel omni dengan radius 3,896 km dan 3 sel
sektor dengan radius 4,445 km.
Pada tiap sel omni yang direncanakan digunakan sebuah BTS dengan daya
pancar 10 Watt, dan satu buah antena omnidirectional yang mempunyai gain
9 dB.
Pada tiap sel sektor yang direncanakan, digunakan seuah BTS dengan daya
pancar 10 Watt, dengan tiga buah antena yang mempunyai sudut
pengarahan 1200 dengan gain 11 dB.
Lokasi BTS untuk sel omni adalah di daerah Batu, Ngandat dan Songsong.
Lokasi BTS untuk sel sektor adalah di daerah Wringinanom, Pulesari, dan di
Kandatel Malang.
Jenis MS yang dapat digunakan di wilayah pelayanan yang direncanakan
adalah MS dengan daya pancar minimum 2,5 Watt, yaitu minimal MS power
class 3 yang mempunyai daya pancar maksimum 3 Watt.
4.2. SARAN
Dalam perhitungan prediksi level sinyal untuk mencari panjang radius sel
yang dibutuhkan adalah dengan metode yang dikemukakan oleh Lee yang di
Halaman 20 Komunikasi Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
dasarkan pada percoban- percobaan pengukuran yang dilakukan di negara-
negara Eropa. Kondisi daerah sub urban di Eropa tentu berbeda dengan
kondisi Indonesia, karena itu unutk perhitungan yang lebih akurat perlu
dilakukan pengukuran level sinyal langsung dimasing-masing tempat yang
dimaksud sesuai dengan data perencanaan. Hal ini untuk mengetahui
ketepatan hasil pengukuran dan perhitungan besarnya radius sel yang
sesungguhnya diperlukan.
Peramalan jumlah pelanggan STBS yang direncanakan, sebaiknya
melibatkan pula perkiraan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita
serta pengumpulan pendapat tentang minat dan kemampuan masyarakat
untuk menggunakan jasa pelayanan telepon bergerak, tidak semata-mata
didasarkan pada pertumbuhan pelanggan telepon tetap.
Komunikasi Bergerak Halaman 21
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang
DAFTAR PUSTAKA
Alcatel, 1993, Alcatel Elektrical Communication (2nd Quarter 1993) 54, rue La Boetie, Paris Cedex.
Anonim, 1984, International Forum of The First Technical Seminar on Telecomunications and Electronics, Jakarta, PT. Multi Media Promo.
Calhoun, George, 1992, Wireless Access and The Local Telephone Network, London Artech House Publishing.
Freeman, Roger L., 1991, Telecomunication Transmission System, Indiana, McGraw Hill Book Company.
Freeman, Roger L., 1993, Reference Manual for Telecomunication Engineering, New York, John Wiley and Sons Inc.
Lee, William C.Y., 1993, Mobile Cellular TElekomunication System, Indiana, McGraw Hill Book Company.
Lee, William C.Y., 1993, Mobile Communication Design Fundamentals, Indiana, McGraw Hill Book Company.
Mouly, Michel & Paulet, Marie Bernadette, 1992, The GSM System for Mobile Comunications, Paris, Palaiseau.
TELKOM, PT., 1994 Rencana Dasar Teknis National (FTP), Jakarta, Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi.
Winch, Robert G., 1993, Telecomunications Transmision System, Singapore, McGraw Hill Book Company.
Halaman 22 Komunikasi Bergerak
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang
Komunikasi Bergerak Halaman 23