bab isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/makalah2.docx · web viewpembahasan hanya meliputi...

31
Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada mulanya sistem telepon bergerak menggunakan sebuah stasiun pemancar di tempat yang tinggi dan berada di tengah-tengah wilayah pelayanan. Masalah pertama yang dihadapi sistem ini adalah keperluan akan menara antena yang tinggi. Sistem ini juga memiliki kapasitas pelayanan yang relatif kecil karena terbatasnya kanal frekuensi yang tersedia. Masalah lain adalah sistem ini harus mempunyai daya pancar antena yang besar untuk menjangkau wilayah yang cukup luas. Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan membagi-bagi wilayah cakupan menjadi beberapa wilayah yang kecil (sel). Pada umumnya layanan sistem komunikasi wireless tersusun dari bagian-bagian area layanan kecil yang dikenal dengan sel. Masing-masing sel memiliki alikasi jalur frekuensi operasi tertentu sebagai media penyampai informasi antar pemakai. Permasalahan akan muncul ketika bagaimana merencanakan sel-sel agar menjadi efektif terhadap wilayah cakupan yang direncanakan. Dengan penerapan konsep selular ini, diharapkan kapasitas pelayanan dan sistem menjadi bertambah. Hal ini dimungkinkan karena adanya pengulangan kembali kanal frekwensi yang sama secara berulang, sehingga BTS (Base Komunikasi Bergerak Halaman 1

Upload: lamxuyen

Post on 12-May-2019

279 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPada mulanya sistem telepon bergerak menggunakan sebuah stasiun

pemancar di tempat yang tinggi dan berada di tengah-tengah wilayah pelayanan.

Masalah pertama yang dihadapi sistem ini adalah keperluan akan menara

antena yang tinggi. Sistem ini juga memiliki kapasitas pelayanan yang relatif kecil

karena terbatasnya kanal frekuensi yang tersedia. Masalah lain adalah sistem ini

harus mempunyai daya pancar antena yang besar untuk menjangkau wilayah

yang cukup luas. Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan membagi-bagi

wilayah cakupan menjadi beberapa wilayah yang kecil (sel).

Pada umumnya layanan sistem komunikasi wireless tersusun dari bagian-

bagian area layanan kecil yang dikenal dengan sel. Masing-masing sel memiliki

alikasi jalur frekuensi operasi tertentu sebagai media penyampai informasi antar

pemakai. Permasalahan akan muncul ketika bagaimana merencanakan sel-sel

agar menjadi efektif terhadap wilayah cakupan yang direncanakan.

Dengan penerapan konsep selular ini, diharapkan kapasitas pelayanan

dan sistem menjadi bertambah. Hal ini dimungkinkan karena adanya

pengulangan kembali kanal frekwensi yang sama secara berulang, sehingga

BTS (Base Transceiver Stasions) yang terpisah pada jarak yang memenuhi

carrier to interference ratio (C/I) tertentu dapat menggunakan kanal frekwensi

yang sama. Disamping itu, karena wilayah cakupan suatu sel relatif kecil,

sehingga tidak diperlukan daya pancar yang tidak harus besar.

1.2. Rumusan Masalah

Mengacu pada permasalahan di atas maka rumusan masalah yang ditekankan

pada penulisan ini adalah :

Bagaimana kebutuhan trafik pada STBS GSM di wilayah kota Malang pada

tahun 2000 ?

Berapakah jumlah sel yang dibutuhkan untuk melayani trafik tersebut ?

Alokasi frekuensi yang digunakan pada setiap sel

Komunikasi Bergerak Halaman 1

Page 2: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

I.3. Batasan MasalahBatasan-batasan yang dibuat pada Struktur dan Perencanaan Sel ini adalah:

Sistem dirancang untuk memenuhi kebutuhan sampai tahun 2000

Perkiraan jumlah pelanggan merupakan asumsi yang didasarkan pada

pertumbuhan jumlah pelanggan telepon tetap sampai tahun 2000

Pembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta

mengenai kebutuhan penenpatan BTS

Tidak membahas mengenai komunikasi data dalam jaringan SBTS GSM

Tidak membahas mengenai sistem persinyalan

Tidak membahas mengenai peralatan radio komunikasi dalam jaringan STBS

GSM

1.4. TujuanTujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

Untuk memberikan penjelasan mengenai sel pada sistem komunikasi

bergerak.

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Bergerak.

I.5. Metodologi Metodologi yang digunakan adalah :

Studi Literatur : Mengumpulkan bahan-bahan (literatur) tentang

permasalahan yang akan dikaji dan dapat digunakan sebagai acuan, yang

berupa buku-buku, makalah seminar, majalah, laporan penelitian dan

sebagainya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan dasar teori tentang

sistem telekomunikasi bergerak seluler dan digital GSM

Pengumpulan data : untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk

perencanaan jaringan, yaitu

spesifikasi GSM

peta wilayah kota Malang

data tentang pertumbuhan pelanggan telepon tetap (PSTN) di wilayah

kota Malang sampai tahun 2000

sistem penomoran STBS di Indonesia

Halaman 2 Komunikasi Bergerak

Page 3: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

Analisa data dilakukan dengan mengolah data-data yang diperoleh untuk

menentukan parameter-parameter yang diperlukan dalam merencanakan

suatu jaringan seluler GSM yang sesuai untuk wilayah kota Malang, antara

lain perkiraan jumlah pelanggan yang akan dilayani oleh jaringan tersebut,

penentuan kapasitas trafik, penentuan jenis sel yang digunakan dan lokasi

penempatan BTS.

Penyimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis data, dan diharapkan

dapat dijadikan acuan dan dasar untuk membangun jaringan seluler GSM

yang sesungguhnya di nwilayah kotamadya Malang.

Komunikasi Bergerak Halaman 3

Page 4: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

BAB IISTRUKTUR DAN PERENCANAAN SEL

Dasar Teori2.1. Konsep Seluler

Sistem radio seluler membagi wilayah layanan dalam beberapa daerah

layanan yang kecil (sel) yang tersusun sedemikian rupa sehingga mencakup

seluruh wilayah layanan. Agar sel-sel tersebut tersusun secara sistematis, maka

harus mempunyai bentuk sel yang sama dan beraturan. Bentuk sel tersebut

terdapat dalam bermacam-macam pola geometris sel, namun yang paling

dikenal adalah bentuk segienam sama sisi (heksagonal),dan sel ideal berbentuk

lingkaran.

Gambar 2.1. Bentuk Sel

Secara prinsip bentuk sel yang sebenarnya tergantung pada keadaan

geografis sehingga membentuk suatu sel yang tidak beraturan. Tetapi untuk

membermudah perencanaan dan pertimbangan ekonomis maka bentuk sel

Halaman 4 Komunikasi Bergerak

Page 5: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

hexagonal merupakan bentuk yang paling cocok dalam sistem radio seluler. Hal

ini disebabkan sel heksagonal memerlukan jumlah yang lebih sedikit untuk

mencakup suatu wilayah layanan dibandingkan dengan bentuk-bentuk sel

lainnya.

Untuk mendapatkan suatu perencanaan seluler yang optimal maka perlu

dipertimbangkan pengukuran sel yang akan diterapkan. Ukuran dengan radius

sel yang besar akan membutuhkan daya pancar yang besar dan lalulintas yang

ditangani BS akan besar. Dengan radius sel yang kecil maka kapasitas lalulintas

jaringan akan bertambah sehingga daya pancar yang dibutuhkan menjadi kecil

tetapi akan sering terjadi proses handover karena radius sel kecil serta jumlah

BS yang banyak. Karena itu untuk mendapatkan suatu jaringan seluler yang

optimal diperlukan adanya suatu pengaturan ukuran sel, sesuai dengan letak

geografis dan kepadatan lalulintas komunikasi.

2.2. Struktur SelAda beberapa struktur sel yang dipakai pada sistem radio seluler sesuai

dengan keadaan trafik pada daerah layanan, yaitu :

Large cell (Macro cell) yang diterapkan untuk daerah layanan yang luas

denga kapasitas lalulintas rendah (rural area). Sel ini mampu meliput daerah

cakupan sampai dengan radius 30 km.

Small cell yang dapat memberikan layanan untuk lalulintas yang cukup tinggi,

dengan daerah cakupan sampai 10 km.

Micro cell dengan satu dimensi (untuk daerah sepanjang pelabuhan dan jalan

raya) dan micro cell dengan dua dimensi (untuk daerah yang mempunyai

blok-blok seperti disekeliling gedung-gedung tinggi). Jenis sel ini digunakan

untuk melayani daerah dengan lalulintas yang sangat tinggi dan mempunyai

daerah cakupan pada radius 1 km.

Pico cell yang digunakan untuk melayani lalulintas yang ada didalam gedung

(indoor) dengan radius daerah cakupan 30 m.

2.3. Perencanaan SelUntuk membangun suatu sel jaringan GSM yang optimum dalam suatu

daerah diperlukan adanya suatu studi trafik dan analisa cakupan. Langkah ini

akan membantu dalam penentuan lokasi-lokasi site dari suatu cakupan dan

kapasitas pelanggan dalam site tersebut. Hasil studi dan analisa tersebut

Komunikasi Bergerak Halaman 5

Page 6: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

berbentuk data-data yang berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

topografi, morfologi, keadaan tanah, tingkat kepadatan/kesibukan, jalur frekuensi

yang tersedia, kulitas suara, kualitas layanan.

Dalam perencanaan tersebut memerlukan bentuk data khusus untuk

mewujudkan hasil perhitungan dari perkiraan daerah yang akan digunakan, yaitu:

2.3.1. Morphostructures DatabaseMorphostructures merupakan pengaruh medan listrik (dB) terhadap

lingkungannya yang didefinisikan dalam 13 bagian:

Large City : Daerah gedung bertingkat lebih dari 10 lantai

Medium City I : Daerah gedung bertingkat sekitar 7 lantai, dengan lebar

jalan sekitar 13 meter

Medium City II : Daerah gedung bertingkat sekiatar 7 lantai, dengan lebar

jalan 30 meter.

Small City I : Daerah gedung bertingkat 5 lantai, dengan lebar jalan 20

meter.

Small City II : Daerah industri.

Suburban I : Daerah perumahan dengan pepohonan.

Suburban II : Daerah perumahan.

Village : Daerah perkampungan.

Agriculture : Daerah pertanian/terbuka sebagian.

Low Tree Density : Daerah terbuka dengan pepohonan.

Deep Forest : Hutan lebat.

Water : Daerah perairan (sungai, danau dan laut)

Open Area : Daerah terbuka dengan radius lebih dari 1 Km.

2.3.2 Numerical Terrain Model (NTM)NTM menunjukkan bentuk permukaan suatu daerah atau tinggi rendahnya

permukaan suatu daerah diatas permukaan laut yang disebut juga topografi.

2.4. Pemecahan Sel dan Sektorisasi AntenaKetika jumlah pelanggan mengalami pertambahan dan mendekati angka

mksimum dari jumlah pelanggan yang dapat dilayani oleh sebuah sel, maka sel

akan dipecah menjadi bentuk sel yang lebih kecil. Tiap sel dari pecahan ini,

mampu mendukung jumlah pelanggan yang sama dengan asalnya. Suatu hal

yang perlu dilakukan dalam pemecahan sel adalah pengurangan daya output

Halaman 6 Komunikasi Bergerak

Page 7: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

pemancar BS yang dimaksudkan untuk meminimisasi gangguan antar kanal

frekuensi, yaitu gangguan antara sel yang bersebelahan dan bekerja pada kanal

yang sama.

Dalam GSM, omni biasanya digunakan untuk daerah dengan kepadatan jalur

komunikasi yang rendah. Suatu omni sel memerlukan antena yang lebih sedikit

sehingga biaya yang dibutuhkan akan lebih sedikit dibandingkan sektor sel yang

membutuhkan lebih banyak antena. Pemakaian omni sel sangat mudah

berinterferensi karena pola pancaran sinyalnya menyebar ke segala arah di

sekitar sel.

Selain pemecahan sel dan untuk mengurangi interferensi seperti pada omni

sel serta untuk memenuhi peningkatan jalur komunikasi, maka digunakan

sektorisasi antena ( sektor sel). Dalam hal ini tidak perlu mengganti sistem

antena melainkan mensektorisasi dari bentuk sebelumnya yang menggunakan

tiga antena yang dihubungkan secara lansung yang menghasilkan pola radiasi

pseudo-omni. Tentunya setiap pola radiasi tidak akan tetap seperti bentuk omni

aslinya. Jenis sektorisasi yang dapat dilakukan yaitu 2 sampai 6 sektor.

Gambar 4.2 Pola pancaran antena.

Contoh antena yang digunakan adalah Celwave PRT 914 (lihat lampiran).

Kemungkinan untuk memodifikasi sudut menurut arah reflektor bisa dilakukan

sesuai dengan kebutuhan. Tabel berikut menunjukkan penguatan antena untuk

sudut yang ditentukan:

Komunikasi Bergerak Halaman 7

Page 8: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

600 900 1050 1200

15 dBi 14 dBi 13.5 dBi 12.5 dBi

Tabel 2.1 Penguatan antena PRT 914 sesuai dengan pengaturan sudutnya

Sangat bermanfaat jika memiringkan arahpola pancaran antena kebawah

pada sudut tertentu, karena batas pancaran sinyal antena akan tetap berada di

daerah jangkauannya dan mengurangi gangguan pada kanal sel sekitarnya.

Ketika pola pancaran diturunkan, kuat pancaran diterima oleh MS yang cukup

jauh akan berkurang. Dari dua cara tersebut yang bisa digunakan pada jaringan

adalah sebagai berikut :

Electrical tilt mempengaruhi secara langsung pada kedua kutub pancaran,

artinya pola horizontal diarahkan seluruhnya (360), biasanya sudut

kemiringan adalah 5.

Mechanical tilt berfungsi secara langsung pada antena sesuai dengan

spesifikasi rancangan peralatan kemiringan, biasanya berkisar antara 3

sampai 10.

2.5. FrekuensiJalur frekuensi yang digunakan untuk operasional GSM yaitu untuk proses

uplink (MS ke BS) adalah 890 MHz s/d 915 MHz dan untuk proses downlink (BS

ke MS) adalah 935 MHz s/d 960 MHz.

Jumlah kanal GSM yang tersedia adalah 49, sesuai dengan jarak antar kanal

yaitu 200 KHz (kanal 1 frekuensi tengahnya 890,2 MHz dan kanal 49 frekuensi

tengahnya 944,8 MHz). Nomer kanal adalah parameter yang sangat penting bagi

perencanaan jaringan selama kemungkinan adanya gangguan yang

mempengaruhi frekuensi yang ditentukan.

Dalam sistem telepon radio selular bila dikehendaki kapasitas langganan

yang besar maka akan dibutuhkan jalur frekuensi yang besar, sebaliknya apabila

diinginkan penghematan pemakaian jalur frekuensi maka kapasitas akan turun.

Untuk menangani peningkatan kapasitas pelanggan dan penggunaan jalur

frekuensi secara efektif, maka dipakai metode pengulangan frekuensi (frekuensi

reuse).

Pengulangan frekuensi didasarkan pada penggunaan kanal radio yang

mempunyai frekuensi pembawa yang sama untuk melayani daerah yang berbeda

Halaman 8 Komunikasi Bergerak

Page 9: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

dan terpisah satu dengan yang lainnya oleh suatu jarak tertentu sehingga dapat

menghilangkan gangguan karena panggunaan kanal bersama.

Gambar 2.3 penentuan jarak Pengulangan Frekuensi.Keterangan :

Jarak rata-rata reuse adalah dari titik dengan notasi yang sama

Sel dengan notasi yang sama menggunakan kanal frekuensi yang sama pula

Misalkan jarak minimum dari dua sel yang menggunakan kanal bersama C

dan jari-jari dari sel (hexagonal) adalah r, seperti ditunjukkan pada gambar 2.3,

maka besarnya C adalah:

Cr=2√ (3N )

Dimana N adalah pola reuse ( jumlah sel dalam satu kelompok/cluster), pada

gambar diatas N = 7, untuk menghindari terjadinya gangguan kanal yang

berdekatan (cochanel) maka idealnya jarak C diperbesar. Akan tetapi, karena

jumlah kanal total tetap, maka N yang terlalu besar menyababkan kanal yang

ditetapkan tiap sel site akan kecil sehingga menjadi tidak efisien.

Selain hal tersebut diatas, gangguan masih dapat terjadi pada proses downlink,

karena jalur penerimaan GSM berdekatan dengan jalur pancaran AMPS (870-

890 MHz). Gangguan tersebut dapat berupa hal-hal sebagai berikut:

1. Blocking penerimaan, dimana sinyal level tinggi AMPS bisa menurunkan

sensitivitas penerimaan GSM.

2. Intermodulasi pancaran AMPS yang dihasilkan dapat mengganggu frekuensi

pembawa pada GSM karena adanya interferensi antar kanal yang sama.

Komunikasi Bergerak Halaman 9

Page 10: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

3. Intermodulasi penerimaan GSM antara frekuensi-frekuensi pembawa AMPS,

juga dapat menyebabkan gangguan pada frekuensi pembawa GSM.

2.6. KalibrasiKalibrasi digunakan untuk menentukan parameter pelemahan dari model teori

yang tergantung dari keadaan lingkungannya. Kalibrasi yang baik sangat

diperlukan untuk mendapatkan perkiraan daya pancar yang baik.

Dalam hal ini digunakan persamaan HATA-OKUMARA. Didaerah pemukiman

(urban) dan ukuran sel yang menengah, pelemahan pancaran ditentukan oleh

rumus sebagai berikut :

LudB=Kh1( f ,H )+Kh2 (H )× logd−ΔLdBdengan antena MS setinggi 1,5 meter.

Dimana

Lu = pelemahan pancaran pada daerah pemukiman.

Kh1 = parameter yang tergantung dari frekuensi dan tinggi antena dari BS

Kh2 = parameter yang tergantung dari tinggi antena BS

D = Jarak antara MS dan BS

Parameter Kh1, ditentukan dari persamaan :

Kh1=K1+ f 1( f ,H )

Dimana K1 merukan konstanta yang tergantung pada kondisi morphologi,

K1diatur untuk menentukan nilai Kh1.

Begitu juga dengan parameter Kh2 ditentukan dengan runus persamaan :

Kh2=K 2+f 2(H )

Dimana K2 merupakan nilai konstanta yang tergantung pada kondisi

morphologi, K2 diatur untuk menentuka nilai Kh2.

Untuk faktor koreksi tergantung dengan kondisi morphologi, yaitu :

1. Perairan

ΔLw=4 .78 log2 ( f )+18 .33 log ( f )−A1Pada umumnya A1 cukup luas, selama pancaran didaerah perairan sangat

baik

2. Hutan dan pepohonan didaerah suburban

ΔLf=−2 log2( f28

)−A2

Halaman 10 Komunikasi Bergerak

Page 11: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

nilai A2 sangat tegantung pada kelebatan hutan, dan perlu dicatat pancaran

juga tergantung pada cuaca sehingga pepohonan bisa mempengaruhi

penerimaan pancaran

3. Daerah terbuka

ΔLo=−4 .78 log2( f )+18 .33 log( f )−A3digunakan pada daerah pertanian dan gurun

4. Daerah quasi-open

Δ Lqo=−4 .78 log2( f )+18 .33 log ( f )−A4digunakan pada daerah pedesaan.

5. Daerah sub urban

Δ Lsu=−2 log2 ( f28

)−A5

Satuan frekuensi pada semua persamaan diatas adalah MHz.

Parameter diatas telah diatur pada nilai optimal arah site, parameter diatas

dianggap menjelaskan kondisi morphologi daerah yang diukur, nilai rata-rata bisa

didapatkan dari nilai yang berbeda-beda pada arah site yang lain. Agar

perhitungan mendekati kenyataan, sebaiknya daerah tersebut dibagi lagi menjadi

beberapa lingkungan yang lebih kecil.

Metode yang digunakan untuk mengkalibrasi bentuk pancaran adalah

sebagai berikut :

Mengatur nilai rata-rata dari faktor koreksi yang dihasilkan dari semua hasil

pengukuran.

Pada persamaan dasar HATA-OKUMARA, parameter K1 dan K2 diatur dari

site ke site, diperlikan untuk menspesifikasi variasi dari morphostructure yang

mungkin merupakan lingkungan yang berbeda dari spesifikasi.

2.7 PengukuranPada tahap ini pengukuran menggunakan sistem analog yaitu alat

pengukuran yang ditempatkan dalam stasiun mobil. Stasiun mobil tersebut dapat

memonitor level penerimaan kuat medan. Langkah-langkah pengukuran dapat

dijelaskan sebagai berikut :

Pemancar analog dihubungkan pada antena yang akan memancarkan sinyal

analog yang telah diketahui. Sinyal ini digunakan untuk pengukuran. Antena

Komunikasi Bergerak Halaman 11

Page 12: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

pada stasiun mobil mengirimkan sinyal pengukuran ke penerima analog.

Kemudian sinyal tersebut dirubah menjadi sinyal digital, yang di sampel setiap

200 ms dan dikirimkan melalui RS232 ke komputer. Selama pengukuran, data

diterima dari peralatan pengukuran dan dikombinasikan dengan data lokasi dan

disimpan dalam disk. Status aktual dari pancaran ditunjukkan secara grafik.

Sesudah pengukuran, gambar pertama akan dicetak untuk menyamakan dengan

data hasil perhitungan. Hubungan antara pengukuran dan lokasi bisa dihitung

dari pulsa yang didapatkan dari pemancar yang berada pada mobil lain.

Pemetaan 2 dimensi bisa didapakan dengan cara mengikuti jalan raya pada peta

yang telah didigitalisasi.

Bentuk data yang dihasilkan adalah CAE (Customer Application Engineering)

yang berisi informasi spesifikasi jaringan, seperti penjelasan keadaan sel,

penjelasan keadaan sel sekitarnya, definisi radio dan data topologi. Data-data

tersebut diperlukan sebagai data perangkaat lunak BSS (Base Station System)

yang akan mensimulasikan perencanaan sel jaringan radio.

Menentukan penggunaan kanal frekuensi.

Halaman 12 Komunikasi Bergerak

Page 13: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

BAB IIIPERENCANAAN SISTEM

Sebelum mulai mengerjakan perencanaan, perlu disusun tahapan

perencanaan sesuai dengan sistem yang akan digunakan. Tahapan yang harus

dilakukan adalah mengetahui spesifikasi sistem yang dipilih (dalam hal ini GSM),

mempelajari faktor-faktor yang dilibatkan dalam perencanaan misalnya luas

wilayah cakupan yang direncanakan,jumlah pelanggan yang akan dilayani dan

perkiraan kebutuhan dan jumlah kanal yang tersedia.

3.1. Perencanaan STBS GSM Untuk Wilayah Kota MalangDalam proses perencanaan STBS GSM ini, terlebih dahulu didefinisikan

luas dan bentuk pelayanan yngakan dicakup oleh STBS. Dalammakalh

perencanaan ini pelayananyang direncanakan meliputi wilayah kota Malang dan

sekitarnya.

Setelah menentukan wilayah pelayanan,selanjutnya adalah menentukan

jumlah sel yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh wilayah pelayanan

tersebut,dengan perhitungan radius cakupan setiap sel. Setelah radius dan luas

cakupan tiap seldiketahui yang dihitung berdasarkan kemampuan sistem yang

digunakan (GSM), maka dapat dirancang konfigurasi sel yang akan mencakup

seluruh wilayah pelayanan.

Dalam menentukan konfigurasi sel perlu diperhatikan bahwa cakupan sel

harus mampu mencakup tempat-tempat strategis seperti lapangan

terbang,kawasan perkantoran dan perdagangan, daerah perindustrian, kawasan

perumahan dan daerah strategis lainnya.

3.2. Peramalan Jumlah PelangganPeramalan jumlah pelanggan merupakan awal dalam merencanakan

STBS GSM. Peramalan jumlahpelanggan ini merupakan hal mendasar untuk

menentukan banyaknya kanal frekuensiradio yang dibutuhkan.

Komunikasi Bergerak Halaman 13

Page 14: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

Ada dua metode yang digunakan untuk meramalkan jumlah pelanggan

telepon bergerak seluler di suatu negara, yaitu :

3.2.1. Peramalan jumlahpelanggan yang didasarkan pada jumlah kendaraan

yang ada di negara tersebut. Pada metode ini banyaknya kendaraan

diasumsikan sebesar 10% dari jumlah penduduk dan jumlah pelanggan

telepon bergerak adalah sebesar 1% dari jumlah kendaraan yang ada.

3.2.2. Peramalan jumlah pelanggan yang di dasarkan pada besarnya kebutuhan

akan sambungan telepon tetap, dan besarnya pelanggan STBS

diasumsikan sebesar 1% dari jumlah pelanggan telepon tetap.

Peramalan kebutuhan sambungan telepon di Indonesia berdasarkan

perhitungan oleh PERUMTEL (sekarang PT.TELKOM) yang dituangkan dalam

laporan berjudul “Telekomunikasi Indonesia Menjelang Tahun 2000 diramalkan

sebesar 1260 pelanggan.

3.3. Peramalan Kebutuhan Trafik3.3.1. Trafik Total

Untuk menetukan besarnya trafik yang dibutuhkan pada sistem telepon

bergerak perlu diketahui trafik untuk setiap pelanggan dan jumlah pelanggan.

Di Indonesia saat ini besarnya trafik yang ditetapkan untuk setiap

pelanggan STB adalah A= 25 mErlang, dengan GOS yang disesuaikan dengan

standar GSM, yaitu sebesar 2% (FTP,PT.TELKOM,1994)

Bila jumlah pelanggan STB di kota Malang danm sekitarnya tahun 2000

diperkirakan sebesar1260pelanggan, dan diasumsikan setiap pelanggan

melakukansatu kali panggilanpada jam sibuk, maka jumlah trafiktotal yang

dibutuhkan yaitu 31,5 Erlang.

3.3.2. Distribusi Trafik Gabungan trafik pembicaraan pada wilayah pelayanan dikota Malang

dan sekitarnya, diasumsikan terdistribusi seperi distribusi trafik jaringan

telepon tetap. Dalam perencanaan ini distribusi trafik adalah sebagai

berikut :

Daerah yang direncanakan untuk dilayani oleh keseluruhan sel sektor

dengan jumlah trafik pembicaraan sebesar 56 % dari jumlah trafik

Halaman 14 Komunikasi Bergerak

Page 15: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

total yaitu wilayah disekitar pusat kota Malang, Blimbing dan Klojen.

Daerah yang direncanakan untuk dilayani oleh keseluruhan sel omni

dengan jumlah trafik pembicaraan sebesar 44 % dari jumlah trafik

total, yaitu wilayah pelanggan kota Malang, seperti Sengkaling, Batu

dan Singosari.

3.3.3. Luas Daerah Yang DirencanakanLuas daerah yang akan dilayani oleh SDTBS GSM ini direncanakan

seluas 268 km2 yang dibagi dalamdua bagian, yaitu 56 % wilayah pelayanan

akan dilayani oleh sel sektor (150 km2) dan 44 % luas daerah akan dilayani oleh

sel omnidirectional (118 km2 )

3.3.4. Penentuan Jumlah Sel Yang DibutuhkanDalam perencanaan ini kota Malang dan sekitarnya diklasifikasikan dalam

daerah sub-urban. Untuk menghitung jumlah sel dan jumlah BTS yang

dibutuhkan,pertama kali perlu diketahui luas daerah pelayanan dan menghitung

radius cakupan sel, sesuai dengan spesifikasi standar sistem yang digunakan.

3.3.4.1.Besarnya Jari-Jari Sel Yang Diperlukan

Menurut Lee, level sinyal yang diterima oleh MS pada daerah yang datar (

dalam hal ini pengamatan dilakukan terhadap propagasi sinyal dari BS ke MS ),

dapat dinyatakan sebagai berikut :

Pr=(Pt−40)+P0−γ log r 1+20 log [ h130m ]+10 log [ h23m ]+(Gt−6)+Gm

Keterangan :

Level penerimaan minimum untuk MS) (Pr1) : -120 dBm

Level penerimaan minimum untuk BS (Pr2) : -104 dBm

Daya pancar maksimum BTS (kelas daya 6) (Pt) : 10W = 40 dBm

P0 (untuk daerah sub urban, r0 = 1 km) : -58 dBm

Tinggi antena BTS, h1 : 40 m

G11 (gain antena BTS, omnidirectional) : 9 dB

G12 (gain antena BTS, 1200 directional) : 11 dB

Tinggi antena MS, h2 : 1,5 m

Gain antena MS, Gm : 0 dB

Komunikasi Bergerak Halaman 15

Page 16: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

( path slope loss untuk sub urban area ) : 38,4 dB/dec

BTS antena cable loss : 2 dB

Body Loss : 3 dB

Combiner and duplexer loss : 3,2 dB

Cadangan long term fading ( sub urban ) : 6,912 dB

Cadangan short term fading : 8,7 dB

Gain diversitas antena (Gd) : 4 dB

Nilai P0 dan diperoleh dari percobaan pada beberapa wilayah

jangkauan sinyal, yang menunjukkan nilai path loss slope pada beberapa daerah

berdasarkan pengukuran yang dilakukan dengan metode yang dikemukakan

oleh Lee.

Dengan menggunakan persamaan prediksi sinyal penerimaan minimum,

dapat dihitung besarnya radius sel yang diperlukan untuk mencakup seluruh

wilayah pelayanan yang direncanakan. Dan dari hasil perhitungan yang telah

dilakukan, didapatkan besarnya nilai radius sel yang dinginkan, yaitu :

Radius Sel Omnidirectional

-120 = (40 - 40) - 58 – 38,4 log r1 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3)

+ (9 – 6) + 0 - 8,2 – 15,612

r1 = 3,896 km.

Radius Sel Sektor 120

-120 = (40 –40 ) - 58 – 38,4 log r1 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3)

+ (11 - 6) + 0 - 8,2 – 15,612

r2 = 4,445 km

3.3.4.2. Luas Sel yang DirencanakanDari perhitungan radius sel sebelumnya, dapatdiketahui luas selyang

direncanakan,yaitu dengan menggunakan persamaan luas segi enam

(heksahonal), yaitu:

Luas Heksagonal : EQ

Dari persamaan di atas maka didapat luas sel yang dibutuhkan :

Luas sel heksagonal :

32 √3R3

Halaman 16 Komunikasi Bergerak

Page 17: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

Luas sel omnidirectional dengan R = 3,896 km, adalah 39,434 km2

Luas sektor dengan R = 4,445 km, adalah 51,33 km2

3.3.4.3. Jumlah Sel yang DibutuhkanUntuk menghitung jumlah masing-masing jenis sel yang dibutuhkan,

adalah dengan membagi luas wilayahyang direncanakandengan luas masing-

masing sel.

Jumlah sel ditrectional yang dibutuhkan

118km2

39 ,434 km2=2 ,99

sehingga untuk

menjangkau wilayah pelayanan yang direncanakan dibutuhkan 3 sel

omnidirectional.

Jumlah sel sektor yang dibutuhkan

150km2

51 ,33 km2=2 ,92

,sehingga agar dapat

menjangkau wilyah pelayanan yang direncanakan dibutuhkan 3 sel sektor.

3.3.4.4. Kebutuhan Kanal Tiap SelSesuai dengan distribusi trafik yang diuraikan sebelumnya, agar dapat

diperkirakan jumlah kanalyang dibutuhkan setiap sel. Dalam memperkirakan

jumlah kanal digunakan Tabel Erlang B dengan melihat besarnya kebutuhan

trafik tiap sel omnidirectional dan tiap sektorpada sel sektor.

a. Sektor

Dari hasil perencanaan yang telah dilakukan didapatkan besarnya jumlah

kanal yang dibutuhkan oleh setiap sektor pada tiga sektor, yaitu N = 6.

kanal suara tiap sektor.

b. Sel Omnidirectional

Dari hasil yang telah dilakukan didapatkan besarnya jumlah kanal yang

dibutuhkan oleh setiap sel omnidirectional, yaitu N = 10 kanal suara tiap

selomnidirectional.

3.4. Penentuan Daya Pancar MS (Up Link)Dengan memasukkan nilai jari-jari yang telah dihitung pada bagian

sebelumnya maka dapat dihitung besarnya daya pancar MS untuk menentukan

Komunikasi Bergerak Halaman 17

Page 18: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

jenis MS yang bisa digunakan pada wilayah pelayanan yang direncanakan.

Daya pancar pada sel omnidirectional

-104 = {(Pt – 40) - 58 – 38,4 log 3,896 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3) +

(9 -– 6) + 0 + 4 – 8,2 – 15,612} dBm

Pt = 33,97 dBm = 2,499 Watt

Daya pancar pada sel sektor 120

-104 = {(Pt – 40) – 58 – 38,4 log 4,445 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3) +

(11 – 6) + 0 + 4 – 8,2 – 15,612} dBm

Pt = 34,02 dBm = 2,523 Watt

Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa MS yang dapat

digunakan pada daerah pelayanan yang direncanakan, masing-masing harus

berdaya pancar minimal 2,5 Watt untuk sel omnidirectional dan 2,53 Watt untuk

sel sektor dan yang dapat memenuhi kriteria tersebut adalah MS (power class)

kelas 3 yang berdaya pancar maksimal 5 Watt .

3.5. Penentuan Lokasi BTSDari analisa bentuk dan luas wilayah cakupan pelayanan yang

direncanakan, serta dengan memperhitungkan besarnya radius sel yang telah

dihitung sebelumnya , maka akan ditentukan penempatan BTS yang sesuai.

Dengan penggunaan satu BTS untuk setiap sel, maka untuk

mencakupseluruh wilayah layanan yang direncanakan, dibutuhkan 6 buah BTS

untuk 6 buah sel. Sedangkan trencana lokasipenempatan BTS (selanjutnya

daerah yang dilayani disebut dengan nama lokasi BTS / cell site) adalah sebagai

berikut:

1.Sel Malang Kota (di Kandatel Malang)

2.Sel Pulosari

3.Sel Wringin

4. Sel Ngandat

5. Sel Batu

6. Sel Songsong.

3.6. Rencana Penomoran Pelanggan Jaringan STBS di Wilayah MalangHalaman 18 Komunikasi

Bergerak

Page 19: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

Format penomoran pelanggan pelayanan STBS digital GSM, di Indonesia

ditetapkan sebagai berikut :

8 1 N M1 M3 M4 M5 M6

Kode akses 81N yang disediakan untuk STBS digital GSM dialokasi

kepada penyelenggara jaringan GSM di Indonesia yang pada saat ini terdapat

dua penyelenggara jaringam STBS GSM yaitu PT.Telkomsel dengan kode kode

akses 811 dan PT. Satelindo dengan kodeakses 0816.

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh PT. TELKOM mengenai

Rencanma Penomoran Nasional, dapat dirumuskan struktur penomoran

pelanggan STBS GSM untuk wilayah kota Malang dan sekitarnya pada tahun

2000, maka salah satu alternatif penomoran yang dapat digunakan

untukopelanggan STBS GSM diKota Malang secara lengkap dapat dituliskan

sebagaiberikut :

Bila operator jaringan adalah PT. Telkomsel :

811 3(M2) 0000 sampai 811 3(M2) 1259

Bila operator jaringan adalah PT. Satelindo :

816 3(M2) 0000 sampai 816 3(M2) 1259

Komunikasi Bergerak Halaman 19

Page 20: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

BAB IVPENUTUP

Dari hasil perencanaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

4.1. KESIMPULAN

Jumlah pelanggan STBS GSM di wilayah Malang dan sekitarnya pada tahun

2000 adalah 1260 pelanggan.

Wilayah pelayanan yang direncanakan meliputi daerah Kota Malang dan

sekitarnya dengan luas daerah sekitar 268 km2.

Untuk mencakup wilayah pelayanan Kota Malang dan sekitarnya, diperlukan

6 buah sel yang terdiri dari 3 sel omni dengan radius 3,896 km dan 3 sel

sektor dengan radius 4,445 km.

Pada tiap sel omni yang direncanakan digunakan sebuah BTS dengan daya

pancar 10 Watt, dan satu buah antena omnidirectional yang mempunyai gain

9 dB.

Pada tiap sel sektor yang direncanakan, digunakan seuah BTS dengan daya

pancar 10 Watt, dengan tiga buah antena yang mempunyai sudut

pengarahan 1200 dengan gain 11 dB.

Lokasi BTS untuk sel omni adalah di daerah Batu, Ngandat dan Songsong.

Lokasi BTS untuk sel sektor adalah di daerah Wringinanom, Pulesari, dan di

Kandatel Malang.

Jenis MS yang dapat digunakan di wilayah pelayanan yang direncanakan

adalah MS dengan daya pancar minimum 2,5 Watt, yaitu minimal MS power

class 3 yang mempunyai daya pancar maksimum 3 Watt.

4.2. SARAN

Dalam perhitungan prediksi level sinyal untuk mencari panjang radius sel

yang dibutuhkan adalah dengan metode yang dikemukakan oleh Lee yang di

Halaman 20 Komunikasi Bergerak

Page 21: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

dasarkan pada percoban- percobaan pengukuran yang dilakukan di negara-

negara Eropa. Kondisi daerah sub urban di Eropa tentu berbeda dengan

kondisi Indonesia, karena itu unutk perhitungan yang lebih akurat perlu

dilakukan pengukuran level sinyal langsung dimasing-masing tempat yang

dimaksud sesuai dengan data perencanaan. Hal ini untuk mengetahui

ketepatan hasil pengukuran dan perhitungan besarnya radius sel yang

sesungguhnya diperlukan.

Peramalan jumlah pelanggan STBS yang direncanakan, sebaiknya

melibatkan pula perkiraan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita

serta pengumpulan pendapat tentang minat dan kemampuan masyarakat

untuk menggunakan jasa pelayanan telepon bergerak, tidak semata-mata

didasarkan pada pertumbuhan pelanggan telepon tetap.

Komunikasi Bergerak Halaman 21

Page 22: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak GSM di Malang

DAFTAR PUSTAKA

Alcatel, 1993, Alcatel Elektrical Communication (2nd Quarter 1993) 54, rue La Boetie, Paris Cedex.

Anonim, 1984, International Forum of The First Technical Seminar on Telecomunications and Electronics, Jakarta, PT. Multi Media Promo.

Calhoun, George, 1992, Wireless Access and The Local Telephone Network, London Artech House Publishing.

Freeman, Roger L., 1991, Telecomunication Transmission System, Indiana, McGraw Hill Book Company.

Freeman, Roger L., 1993, Reference Manual for Telecomunication Engineering, New York, John Wiley and Sons Inc.

Lee, William C.Y., 1993, Mobile Cellular TElekomunication System, Indiana, McGraw Hill Book Company.

Lee, William C.Y., 1993, Mobile Communication Design Fundamentals, Indiana, McGraw Hill Book Company.

Mouly, Michel & Paulet, Marie Bernadette, 1992, The GSM System for Mobile Comunications, Paris, Palaiseau.

TELKOM, PT., 1994 Rencana Dasar Teknis National (FTP), Jakarta, Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi.

Winch, Robert G., 1993, Telecomunications Transmision System, Singapore, McGraw Hill Book Company.

Halaman 22 Komunikasi Bergerak

Page 23: BAB Isigitkus.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Makalah2.docx · Web viewPembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS Tidak membahas

Perencanaan Sistem Telepon Bergerak Seluler GSM di Malang

Komunikasi Bergerak Halaman 23