bab v (hasil dan pembahasan) baru
TRANSCRIPT
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Peneltiian
Dari hasil penelitian di Ruang Ruang Kebidanan dan Ruang
Perinatologi RSUD 45 Kuningan. Didapatkan populasi sebanyak 305 orang.
Keseluruhan data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi yang meliputi :
umur ibu, paritas, umur kehamilan dan pre eklampsia.
4.1.1 Distribusia Kejadian Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Umur Ibu
Distribusi frekwensi ibu bersalin berdasarkan umur ibu dapat penulis
gambarkan sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Umur Ibu di RSUD 45 Kuningan tahun 2009
Umur Frekuensi (n) Presentase (%)Berisiko (<20 tahun & > 35 tahun) 73 23,9
Tidak Berisiko (20 tahun s/d 35tahun) 232 76,1
Total 305 100 Sumber : Hasil Pengolahan Data (2010)
Berdasarkan tabel 4.1 diatas terlihat bahwa kejadian asfiksia
neonatorum lebih tinggi pada ibu yang berumur tidak berisiko yaitu 232
kasus (76,1%), sedangkan pada ibu yang berumur berisiko sebanyak 73
kasus (23,9%).
28
4.1.2 Distribusi Kejadian Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Paritas
Distribusi frekuensi asfiksia neonatorum berdasarkan paritas ibu
dapat penulis gambarkan pada table 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Paritas di RSUD 45 Kuningan tahun 2009
Paritas Frekuensi (n) Presentase (%)Berisiko 158 51,8
Tidak Berisiko 147 48,2
Total 305 100 Sumber : Hasil Pengolahan Data (2010)
Berdasarkan tabel 4.2 diatas terlihat bahwa kejadian asfiksia
neonatorum lebih tinggi pada ibu yang berparitas berisiko yaitu sebanyak
158 kasus (51,8%), sedangkan pada ibu yang berparitas tidak berisiko
sebanyak 147 kasus (48,2%).
4.1.3 Distribusi Kejadian Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Umur
Kehamilan
Distribusi frekuensi asfiksia neonatorum berdasarkan umur
kehamilan dapat penulis gambarkan pada tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Umur Kehamilan di RSUD 45 Kuningan tahun 2009
Umur Kehamilan Frekuensi (n) Presentase (%)Berisiko 94 30,8
Tidak Berisiko 211 69,2
Total 305 100 Sumber : Hasil Pengolahan Data (2010)
29
Berdasarkan tabel 4.3 diatas terlihat bahwa kejadian asfiksia
neonatorum lebih tinggi pada ibu yang umur kehamilannya tidak berisiko
yaitu sebanyak 211 kasus (69,2%), sedangkan pada ibu yang umur
kehamilannya berisiko sebanyak 94 kasus (30,8%).
4.1.4 Distribisi Kejadian Asfiksian Neonatorum Berdasarkan Riwayat Pre
eklampsia
Distribusi frekuensi asfiksia neonatorum berdasarkan riwayat pre
eklampsia ibu bersalin dapat penulis gambarkan pada table 4.4 dibawah ini.
Tabel 4.4 Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Pre eklampsia di RSUD 45 Kuningan tahun 2009
Pre eklampsia Frekuensi (n) Presentase (%)Pre eklampsia 54 17,7
Normal 251 82,3
Total 305 100 Sumber : Hasil Pengolahan Data (2010)
Berdasarkan tabel 4.4 diatas terlihat bahwa kejadian asfiksia
neonatorum lebih tinggi pada ibu yang normal yaitu sebanyak 251 kasus
(82,3%), sedangkan pada ibu yang memiliki riwayat preeklamsia dan
eklamsia sebanyak 54 kasus (17,7%).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kejadian Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Umur
Angka kejadian asfiksia nenatorum lebih tinggi proporsinya pada ibu
yang berumur tidak berisiko (umur 20 – 35 tahun) dibandingkan dengan
30
yang berisiko (< 20 dan >35 tahun), namun demikian masih ada sekitar
23,9% bayi asfiksia pada ibu yang berumur risiko. Ibu hamil dengan umur
resti dapat mengakibatkan gangguan pada ibu dan janin pada saat proses
persalinan. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun system reproduksinya
belum sempurna sedangkan ibu yang berumur lebih dari 35 tahun fungsi
sitem reproduksinya sudah mulai berkurang. Usia kehamilan dan
persalinan yang baik adalah pada usia 20-35 tahun karena pada usia ini
kondisi ibu dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu member
perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Pada usia ini
juga kondisi ibu secara mental sudah matang sehingga diharapkan dalam
merawat serta menjaga kehamilannya dilakukannya secara hati-hati.
Selain berkaitan dengan masalah fungsi reproduksinya, umur ibu juga
berkaitan dengan tingkat kematangan berfikir dan bertindak yang bias
berkaitan dengan kejadian asfiksia. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
akan lebih dipercaya karena dianggap memiliki pengetahuan yang lebih
dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya (Nursalam, 2001).
Untuk itu diperlukan perencanaan dalam menentukan waktu untuk
hamil. Selain itu ibu hamil yang berumur resti diharapkan agar lebih
meningkatkan usahanya dalam merawat kesehatannya untuk menghindari
penyakit dan gangguan pada janin dalam kehamilan dan persalinnan, salah
satunya adalah kejadian asfiksia neonatorum.
31
4.2.2 Kejadian Asfiksian Neonatorum Berdasarkan Paritas
Angka kejadian asfiksia nenatorum lebih tinggi proporsinya pada
paritas risiko dibandingkan dengan yang normal, sehingga pada ibu
primipara (risiko) perlu adanya perhatian khusu dari petugas kesehatan
karena ibu bersalin untuk yang pertama kalinya perlu memperoleh
bimbingan dan penerangan dari petugas kesehatan agar bayi baru lahir
terhindar dari kejadian asfiksia neonatorum. Sedangkan ibu yang
berparitas > 4, perlu juga mendapatkan perhatian karena ibu yang sudah
terlalu banyak melahirkan akan menyebakan adanya penurunan fungsi
reproduksinya.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Wiwik Dwi
Ningsih diperoleh nilai koefisien regresi variabel paritas sebesar –0,123
dengan taraf signifikasi 0,000 yang berarti bahwa paritas sebagai faktor
resiko terjadinya asfiksia neonatorum secara signifikan mempunyai
hubungan kausalitas terbalik dengan asfiksia. Maksudnya adalah semakin
banyak ibu mengalami paritas maka resiko terjadinya asfiksia neonatorum
akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin kecil ibu mengalami paritas
maka asfiksia neonatorum akan semakin rendah.
Menurut Syahlan (1998) yang menyatakan bahwa paritas 2-3
merupakan kelahiran paling aman ditinjau dari sudut perinatal. Paritas 1
dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian perinatal lebih tinggi.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu dalam paritas 1 mempunyai risiko kematian
perinatal lebih tinggi karena jalan lahir belum teruji, sedangkan untuk
32
paritas lebih dari 3 disini tidak ada kematian perinatal kemungkinan karena
jalan lahir telah teruji. Sedikit berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh
Manuaba bahwa paritas lebih dari 4 mempunyai risiko kematian perinatal
lebih tinggi sebab sistem reproduksi ibu tidak lagi dapat memproduksi
dengan baik.
4.2.3 Kejadian Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Umur Kehamilan
Angka kejadian asfiksia nenatorum lebih tinggi proporsinya pada
ibu bersalin dengan umur kehamilan tidak berisiko dibandingakan dengan
ibu bersalin dengan umur kehamilan berisiko. Namun demikian masih ada
sekitar 30,8% bayi asfiksia yang dilahirkan oleh ibu bersalin dengan umur
kehamilan berisiko (< 37 minggu atau > 42 minggu).
Umur kehamilan serta persalinan prematur sangat berisiko,
perkembangan organ dalamnya belum sempurna sehingga mudah terjadi
gangguan dan perlu perawatan yang khusus. Sedang umur kehamilan saat
persalinan aterm maturitas organ dalam lebih sempurna (matang) sehingga
sudah mampu untuk hidup dan mampu beradaptasi dengan dunia luar.
Dalam hal ini tidak memerlukan perawatan yang khusus, langsung rawat
gabung, tetapi tidak menutup kemungkinan usia persalinan aterm berisiko,
keadaan ini perlu perawatan yang khusus.
Usia kehamilan saat persalinan prematur merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya asfiksia neonatorum. Maturitas organ tubuh
33
dan perkembangan organ dalamnya belum sempurna sehingga mudah
terjadi gangguan pada pernafasan dan terjadi asfiksia pada bayi baru lahir.
Oleh karena itu tenaga kesehatan harus memotivasi ibu hamil ANC
rutin, agar bila ada tanda-tanda persalinan prematur perlu disiapkan alat
resusitasi yang lengkap , penolong harus siap dan terampil menghadapi
bayi asfiksia neonatorum.
Selain umur kehamilan serta persalinan prematur sangat berisiko,
umur kehamilan post term juga mempunyai risiko yang timbul karena pada
kehamilan post term plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia neonatorum
sampai kematian dalam rahim. Maka menurutnya sirkulasi darah menuju
sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat,
terjadi metabolisme janin, air ketuban berkurang dan makin kental,
berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia
neonatorum dan setiap saat dapat meninggal dalam rahim, saat persalinan
janin lebih mudah mengalami asfiksia neonatorum.
Kehamilan postterm dapat membahayakan janin karena sensitif
terhadap rangsangan kontraksi yang menimbulkan asfiksia neonatorum
sampai kematian dalam rahim, oleh karena itu kehamilan post term
memerlukan pertolongan, induksi persalinan atau persalinan anjuran.
Dalam pertolongan persalinan, pengawasan saat persalinan induksi sangat
penting karena setiap saat dapat terancam gawat janin, yang memerlukan
pertolongan segera.
34
4.2.4 Kejadian Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Riwayat Pre eklampsia
Angka kejadian asfiksia nenatorum lebih tinggi proporsinya pada
ibu bersalin normal (tidak memiliki riwayat preeklamsia) dibandingakan
dengan ibu bersalin dengan risiko riwayat pre eklampsia. Namun demikian
masih ada sekitar 17,7% bayi asfiksia yang dilahirkan oleh ibu bersalin
dengan riwayat ibu yang pre eklampsia.
Kejadian asfiksia neonatorum pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang eklamsia menurut Manuaba terjadi karena perubahan patologi pada
pre eklampsia menyebabkan mengecilnya aliran darah menuju retro
plasenter sehingga menimbulkan pertukaran nutrisi,CO2 dan O2 yang
menyebabkan asfiksia neonatorum sampai kematian dalam rahim, hal
tersebut terjadi karena kekurangan O2 menyebabkan perubahan
metabolisme ke arah lemak dan protein dapat menimbulkan badan keton,
merangsang dan mengubah keseimbangan nervus simpatis dan nerfus
vagus yang menyebabkan perubahan denyut jantung janin dan peristaltik
usus bertambah dan spingter ani terbuka sehingga dikeluarkan mekonium,
bila kekurangan O2 terus berlangsung keadaan bertambah gawat sehingga
bayi yang dilahirkan dapat asfiksia neonatorum bahkan sampai meninggal.
Kejadian pre eklampsia sulit dicegah, tetapi diangosa dini sangat
menentukan prognosa janin. Pengawasan hamil sangat penting karena
preeklamsia merupakan penyebab kematian cukup tinggi, dan untuk itu
pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
35