bab v pembahasan v.11

28
58 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Fasies Metamorfisme Daerah Penelitian Fasies metamorfisme didasarkan atas dominasi mineral penyusunnya yang ditentukan pada salah satu mineral penyusun yang tetap pada kondisi metamorfisme tertentu. Dengan kata lain terbentuk pada kondisi tekanan dan temperatur metamorfisme tertentu yang bekerja selama proses metamorfisme (Eskola, 1915 dalam Mason, 1990). Hubungan antara keberadaan fasies metamorf berdasarkan kondisi tekanan dan temperatur pembentukannya tidak memiliki batasan yang jelas. Hal ini disebabkan karena sulitnya menentukan besarnya tekanan dan juga temperatur yang telah bekerja secara pasti. Pembuatan skema fasies metamorf ditentukan oleh mineral penyusun batuan yang memiliki persentase yang lebih besar, sebagaimana halnya dengan batuan sedimen dan batuan beku. Penamaan fasies metamorf didasarkan atas stabilitas

Upload: m-ahmad

Post on 13-Aug-2015

142 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab v Pembahasan v.11

58

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Fasies Metamorfisme Daerah Penelitian

Fasies metamorfisme didasarkan atas dominasi mineral penyusunnya yang

ditentukan pada salah satu mineral penyusun yang tetap pada kondisi metamorfisme

tertentu. Dengan kata lain terbentuk pada kondisi tekanan dan temperatur

metamorfisme tertentu yang bekerja selama proses metamorfisme (Eskola, 1915

dalam Mason, 1990).

Hubungan antara keberadaan fasies metamorf berdasarkan kondisi tekanan

dan temperatur pembentukannya tidak memiliki batasan yang jelas. Hal ini

disebabkan karena sulitnya menentukan besarnya tekanan dan juga temperatur yang

telah bekerja secara pasti. Pembuatan skema fasies metamorf ditentukan oleh mineral

penyusun batuan yang memiliki persentase yang lebih besar, sebagaimana halnya

dengan batuan sedimen dan batuan beku. Penamaan fasies metamorf didasarkan atas

stabilitas batuan metamorf yang dimiliki (seperti greenschist dan eklogit) dan pada

beberapa bagian akan diketahui setelah mineral-mineral penyusunnya telah diketahui.

Klasifikasi fasies metamorf adalah penyajian proses metamorfisme sebagai

suatu proses dalam satu bagian kondisi tekanan dan temperatur yang telah

dikemukakan oleh Bucher and Frey (1994) yang menguraikan hubungan antara

kondisi tekanan dan temperatur pada proses metamorfisme, reaksi-reaksi

metamorfisme dan kumpulan mineral penyusunnya, sehingga dikenal 6 jenis fasies

58

Page 2: Bab v Pembahasan v.11

metamorfisme, yang meliputi: fasies subgreenschist, fasies greenschist, fasies

amfibolit, fasies granulit, fasies sekis biru, dan fasies eklogit untuk metamorfisme

regional. Sedangkan pada metamorfisme kontak dijumpai fasies albit epidot hornfles,

fasies hornblende hornfles, fasies piroksin hornfles dan fasies sanidinit.

Salah satu klasifikasi fasies metamorfisme adalah yang dikemukakan oleh

Bucher and Frey, (1994) (Tabel 5.1). Klasifikasi ini terdiri atas 6 jenis fasies

metamorfisme, yang meliputi fasies sub sekis hijau, fasies sekis hijau, fasies

amfibolit, fasies granulit, fasies sekis biru, dan fasies eklogit.

Tabel 5.1 Urutan-urutan fasies metamorfisme beserta kumpulan mineral pencirinya (Bucher and Frey, 1994).

Fasies Diagnostic minerals and assemblages

Subgreenschist Laumontite, prehnite + pumpellyite, prehnite + actinolite, pumpellyite + actinolite, pyrophyllite

Greenschist Actinolite + chlorite + epidote + albite ± kuarsaChloritoid

Amfibolit Hornblende + plagioclaseStaurolite

Granulite Orthopyroxene + clinopyroxene + plagioclase, sapphirine, osumilite, kornerupineno staurolite, no muscovite

Blueschist Glaucophane, lawsonite, jadeitic pyroxene, aragoniteMg-Fe-carpholiteno biotite

Eclogit Omphacite + garnetno plagioclase

Fasies metamorfisme daerah penelitian ditentukan atas dasar dominasi

kumpulan mineral-mineral penyusun dari batuan metamorf, yang dapat

mengindikasikan temperatur dan tekanan pembentukannya. Berdasarkan hal tersebut,

serta mengacu pada klasifikasi fasies metamorfisme yang digunakan, yaitu klasifikasi

yang dikemukakan oleh (Bucher dan Frey, 1994), maka fasies metamorfisme yang

59

Page 3: Bab v Pembahasan v.11

60

berkembang pada daerah penelitian termasuk dalam fasies sekis hijau, sekis biru dan

eklogit. (Gambar 5.1)

5.1.1 Fasies Sekis Hijau

Berdasarkan atas hasil analisis petrografi yang dilakukan pada nomor sampel

ST BM 01, ST BM 07, ST BM 10 dan ST BM 12 litologi sekis yang terdapat pada

daerah penelitian terdiri atas kumpulan mineral-mineral yang mengindikasikan fasies

sekis hijau (Bucher and Frey, 1994) (Tabel 5.2), yaitu terdiri atas mineral klorit,

aktinolit dan kuarsa serta mineral penyerta lainnya seperti epidot, glaukopan,

muskovit, biotit, phengit dan garnet.

Tabel 5.2 Kumpulan mineral penyusun fasies sekis hijau pada daerah penelitian dan persentasenya berdasarkan hasil pengamatan petrografis.

Nama MineralPersentase per stasiun (%)

ST BM01 ST BM07 ST BM 10 ST BM12Actinolite 15 - - 10Chlorite 35 - - -Kuarsa 15 - 35 5Epidote 25 30 20 25Glaucophane 10 - - -Muscovite - 60 25 25Phengite - 5 - -Biotite - 5 5 -Garnet - - 15 35

Berdasarkan pengamatan di lapangan dengan nomor sampel ST BM01,

litologi yang dijumpai berupa sekis hijau yang memiliki ciri fisik berupa warna hijau

keabu-abuan bila dalam kondisi segar, dan memperlihatkan warna kehitaman jika

dalam keadaan lapuk, tekstur lepidoblastik, struktur berfoliasi (schistose) dengan

jurus foliasi antara N10oE dan kemiringan foliasi 35o, komposisi mineral klorit,

nama batuan Sekis Klorit (Travis, 1955) (foto 5.1)

Page 4: Bab v Pembahasan v.11

Kenampakan petrografis sekis klorit dengan nomor sayatan ST BM01, pada

kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, warna

interferensi putih kecoklatan, tekstur lepidoblastik, bentuk mineral hypidioblastik -

xenoblastik, ukuran mineral < 0.2 – 0.7 mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral

klorit (35%), epidot (25%), aktinolit (15%), kuarsa (15%) dan glaukopan (10%).

Nama batuan : Sekis Klorit – Epidot (Travis, 1955) (foto 5.2).

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A A

61

Foto 5.1. Kenampakan singkapan sekis klorit yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo pangkejene difoto relatif ke arah N 320oE pada stasiun BM01.

Page 5: Bab v Pembahasan v.11

62

B B

C C

D D

E E

F F

G G

H H

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kenampakan lapangan dari sekis hijau STBM07, dalam keadaan segar

memperlihatkan warna hijau keabu - abuan, lapuk berwarna abu – abu kecoklatan,

tekstur lepidoblastik, struktur berfoliasi (schistose) dengan jurus foliasi N350oE dan

kemiringan foliasi 63o, komposisi mineral muskovit dan biotit, nama batuan Sekis

Muskovit (Travis, 1955). (foto 5.3).

Kenampakan petrografis dari sekis muskovit dengan nomor sayatan

STBM07, pada kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan,

warna interferensi hijau keabu – abuan, tekstur lepidoblastik, bentuk mineral

hypidioblastik - xenoblastik, ukuran mineral < 0.25 – 1 mm, struktur schistose,

tersusun oleh mineral muskovit (60%), epidot (30%), phengit (5%) dan biotit (5%).

Nama batuan : Sekis Muskovit – Epidot (Travis, 1955) (foto 5.4).

Foto 5.2 Mikrofotograf sekis klorit – epidot STBM01 dengan komposisi mineral klorit (Chl), aktinolit (Act), kuarsa (Qtz), epidot (Ep) dan glaukopan (Gln) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Page 6: Bab v Pembahasan v.11

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A A

B B

C C

D D

E E

F F

G G

H H

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kenampakan lapangan sekis hijau ST BM10, dalam keadaan segar

memperlihatkan warna hijau keabu-abuan, lapuk warna kecoklatan, tekstur

nematoblastik, struktur berfoliasi jurus foliasi N 340o E dan kemiringan foliasi

63

Foto 5.3. Kenampakan singkapan sekis muskovit yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N80oE pada stasiun BM07.

Foto 5.2 Mikrofotograf sekis klorit – epidot ST BM01 dengan komposisi mineral klorit (1D), aktinolit (3A), kuarsa (1F) epidot (6A) dan glaukopan (1B) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Foto 5.4 Mikrofotograf sekis muskovit – epidot ST BM07 dengan komposisi mineral muskovit (Ms), phengit (Phg), epidot (Ep) dan biotit (Bt) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Page 7: Bab v Pembahasan v.11

64

antara 60o-67o, komposisi mineral muskovit dan garnet, nama batuan: Sekis

Muskovit (Travis, 1955) (foto 5.5).

Kenampakan petrografis dari sayatan ST BM10, pada kenampakan nikol

sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, pada nikol silang memperlihatkan

warna abu-abu kecoklatan - kehijauan, tekstur lepidoblastik, bentuk mineral

hypidioblastik - xenoblastik, ukuran mineral < 0.25 – 1mm, struktur schistose,

tersusun oleh kuarsa (35%), muskovit (25%), epidot (20%), garnet (15%) dan biotit

(5%). Nama Batuan: Sekis Kuarsa – Muskovit (Travis, 1955) (foto 5.6).

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A A

Foto 5.5. Kenampakan singkapan sekis klorit yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N220oE pada stasiun BM10.

Page 8: Bab v Pembahasan v.11

B B

C C

D D

E E

F F

G G

H H

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kenampakan lapangan sekis mika ST BM12, dalam keadaan segar

memperlihatkan warna abu – abu kehijauan, lapuk berwarna abu – abu kecoklatan,

tekstur lepidoblastik, struktur berfoliasi (schistose) dengan jurus foliasi N 350o E dan

kemiringan foliasi 63o, komposisi mineral muskovit, nama batuan Sekis Muskovit

(Travis, 1955). (foto 5.7).

Kenampakan petrografis sekis muskovit dengan nomor sayatan ST BM12,

pada kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, warna

interferensi hijau keabu – abuan, tekstur lepidoblastik, bentuk mineral hypidioblastik

- xenoblastik, ukuran mineral < 0.1 – 3 mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral

garnet (35%), muskovit (25%), epidot (25%), aktinolit (10%), dan kuarsa (5%).

Nama batuan: Sekis Garnet – Muskovit (Travis, 1955) (foto 5.8).

65

Foto 5.2 Mikrofotograf sekis klorit – epidot ST BM01 dengan komposisi mineral klorit (1D), aktinolit (3A), kuarsa (1F) epidot (6A) dan glaukopan (1B) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Foto 5.6 Mikrofotograf sekis kuarsa – muskovit STBM10 dengan komposisi mineral muskovit (Ms), kuarsa (Qz), biotit (Bt), garnet (Grt) dan epidot (Ep) pada kenampakan nikol silang dengan perbesaran 50 kali.

Page 9: Bab v Pembahasan v.11

66

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A A

B B

C C

D D

E E

F F

G G

H H

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

5.1.2 Fasies Sekis Biru

Foto 5.7. Kenampakan singkapan sekis muskovit yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N 200oE pada stasiun BM12.

Foto 5.2 Mikrofotograf sekis klorit – epidot ST BM01 dengan komposisi mineral klorit (1D), aktinolit (3A), kuarsa (1F) epidot (6A) dan glaukopan (1B) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Foto 5.8 Mikrofotograf sekis garnet – muskovit STBM12 dengan komposisi mineral garnet (Grt), aktinolit (Act), epidot (Ep) muskovit (Ms) dan kuarsa (Qz) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Page 10: Bab v Pembahasan v.11

Berdasarkan atas hasil analisis petrografi yang dilakukan pada nomor sampel

ST BM13, ST BM14 dan ST BM16. Litologi sekis yang terdapat pada daerah

penelitian terdiri atas kumpulan mineral-mineral yang mengindikasikan fasies sekis

biru (Bucher and Frey, 1994) (Tabel 5.3), yaitu terdiri atas mineral glaukopan, jadeit

dan lawsonit, serta mineral penyerta lainnya seperti staurolit dan gernet.

Tabel 5.3 Kumpulan mineral penyusun fasies sekis biru pada daerah penelitian dan persentasenya berdasarkan hasil pengamatan petrografis.

Nama MineralPersentase per stasiun (%)

ST BM13 ST BM14 ST BM16Glaucophane 20 15 35Jadeit 40 25 -Lawsonite 30 20 15Staurolit - - 30Garnet 10 40 20

Kenampakan lapangan sekis muskovit STBM13, dalam keadaan segar

memperlihatkan warna abu-abu, lapuk warna abu-abu kecoklatan, tekstur

nematoblastik, struktur berfoliasi jurus foliasi antara N340oE dan kemiringan foliasi

60o, komposisi mineral glaukopan nama batuan: Sekis Glaukopan (Travis, 1955)

(foto 5.9).

Kenampakan petrografis dari sekis biru STBM13, pada kenampakan nikol

sejajar memperlihatkan berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur nematoblastik, warna

interferensi hijau kecoklatan, bentuk mineral hypidioblastik, ukuran mineral 0.03 –

0.6 mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral jadeit (40%), lawsonit (30%),

glaukopan (20%) dan garnet (10%) dan Nama Batuan: Sekis Jadeit – Lawsonit

(Travis, 1955) (foto 5.10)

67

Page 11: Bab v Pembahasan v.11

68

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A A

B B

C C

D D

E E

F F

G G

H H

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kenampakan lapangan sekis biru STBM14, dalam keadaan segar

memperlihatkan warna abu-abu kebiruan, lapuk berwarna abu-abu kecoklatan,

tekstur nematoblastik, struktur berfoliasi jurus foliasi N340oE dan kemiringan foliasi

Foto 5.9. Kenampakan singkapan sekis glaukopan yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N170oE pada stasiun BM13.

Foto 5.2 Mikrofotograf sekis klorit – epidot ST BM01 dengan komposisi mineral klorit (1D), aktinolit (3A), kuarsa (1F) epidot (6A) dan glaukopan (1B) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Foto 5.10 Mikrofotograf sekis jadeit – lawsonit STBM13 dengan komposisi mineral glaukopan (Gln), lawsonit (Lws), garnet (Grt), dan jadeit (Jdt) dengan perbesaran 50x pada kenampakan nikol silang.

Page 12: Bab v Pembahasan v.11

64o, komposisi mineral glaukopan, nama batuan: Sekis Glaukopan

(Travis, 1955) (foto 5.11).

Kenampakan petrografis dari sekis biru STBM14, pada kenampakan nikol

sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, tekstur nematoblastik, warna

interferensi hijau kecoklatan, bentuk mineral hipidioblastik, ukuran mineral 0.05 – 3

mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral garnet (40%), jadeit (25%), lawsonit

(20%) dan glaukopan (15%) Nama Batuan: Sekis Garnet – Jadeit (Travis, 1955)

(foto 5.12).

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A A

B B

69

Foto 5.11. Kenampakan singkapan sekis glaukophan yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N 190oE pada stasiun BM14.

Page 13: Bab v Pembahasan v.11

70

C C

D D

E E

F F

G G

H H

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kenampakan lapangan sekis glaukopan STBM16, dalam keadaan segar

memperlihatkan warna abu-abu kebiruan, lapuk warna abu-abu kecoklatan, tekstur

nematoblastik, struktur berfoliasi jurus foliasi N340oE dan kemiringan foliasi 64o,

komposisi mineral glaukopan nama batuan: Sekis Glaukopan (Travis, 1955) (foto

5.13).

Kenampakan petrografis dari sekis glaukopan STBM16, pada kenampakan

nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, tekstur nematoblastik, warna

interferensi hijau kecoklatan, bentuk mineral hipidioblastik, ukuran mineral 0.05 –

0,4 mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral glaukopan (35%), staurolit (30%),

garnet (20%) dan lawsonit (15%.) Nama Batuan: Sekis Glaukopan – Staurolit

(Travis, 1955) (foto 5.14).

Foto 5.2 Mikrofotograf sekis klorit – epidot ST BM01 dengan komposisi mineral klorit (1D), aktinolit (3A), kuarsa (1F) epidot (6A) dan glaukopan (1B) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Foto 5.12 Mikrofotograf sekis garnet – jadeit STBM14 dengan komposisi mineral glaukopan (Gln), lawsonit (Lws), garnet (Grt) dan jadeit (Jdt) dengan perbesaran 50x pada kenampakan nikol silang.

Page 14: Bab v Pembahasan v.11

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A A

B B

C C

D D

E E

F F

G G

H H

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

5.1.3 Fasies Eklogit

Berdasarkan atas hasil analisis petrografi yang dilakukan pada nomor sampel

STBM17. Litologi sekis yang terdapat pada daerah penelitian terdiri atas kumpulan

71

Foto 5.13. Kenampakan singkapan sekis glaukopan yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N 200oE pada stasiun BM16.

Foto 5.2 Mikrofotograf sekis klorit – epidot ST BM01 dengan komposisi mineral klorit (1D), aktinolit (3A), kuarsa (1F) epidot (6A) dan glaukopan (1B) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Foto 5.14 Mikrofotograf sekis glaukopan – staurolit STBM16 dengan komposisi mineral glaukopan (Gln), staurolit (Str), garnet (Grt) dan lawsonit (Lws), dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Tabel 5.4 Kumpulan mineral penyusun fasies eklogit pada daerah penelitian dan persentasenya berdasarkan hasil pengamatan petrografis.

Page 15: Bab v Pembahasan v.11

72

mineral-mineral yang mengindikasikan fasies eklogit (Bucher and Frey, 1994) (Tabel

5.4), yaitu terdiri atas mineral garnet dan ompasit, serta mineral penyerta lainnya

seperti glaukopan, rutil, jadeit, dan klorit.

Nama MineralPersentase per stasiun (%)

ST BM 17Garnet 40Glaucophane 20Jadeit 10Rutil 10Klorit 5Omphasite 15

Kenampakan lapangan dari batuan metamorf STBM17, dalam keadaan segar

memperlihatkan warna hijau kebiruan, lapuk berwarna kehitaman, tekstur

porfiroblastik, struktur non – foliasi, dijumpai dalam bentuk blok – blok eklogit.

Komposisi mineral garnet, ompasit dan glaukopan, nama batuan Eklogit (Travis,

1955). Dalam keadaan segar dijumpai pada bagian hilir sungai Pateteyang, dan pada

bagian tengah salo Pateteyang (foto 5.15).

Kenampakan petrografis dari eklogit dengan nomor sayatan ST BM17, pada

kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, warna

interferensi hijau kebiruan, tekstur granoblastik, bentuk mineral hypidioblastik,

ukuran mineral < 0.03 – 2 mm, struktur porfiroblastik, tersusun oleh mineral garnet

(35%), ompasit (20%), glaukopan (20%), jadeit (10%), rutil (10%) dan klorit (5%).

Nama Batuan : Eklogit (Travis, 1955) (foto 5.16).

Page 16: Bab v Pembahasan v.11

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A A

B B

C C

D D

E E

F F

G G

H H

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

73

Foto 5.15. Kenampakan blok-blok eklogit yang tersingkap pada salo Pateteyang yang difoto relatif ke arah N 300oE pada stasiun BM17.

Foto 5.16. Mikrofotograf eklogit STBM17, dengan komposisi mineral ompasit (Omp), glaukopan (Gln), jadeit (Jdt), rutil (Rtl) dan klorit (Chl) pada kenampakan nikol sejajar dengan perbesaran 50 kali.

Foto 5.2 Mikrofotograf sekis klorit – epidot ST BM01 dengan komposisi mineral klorit (1D), aktinolit (3A), kuarsa (1F) epidot (6A) dan glaukopan (1B) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang.

Page 17: Bab v Pembahasan v.11

74

5.2 Hubungan Fasies Metamorfisme Terhadap Temperatur dan Tekanan

Berdasarkan hasil analisis petrografi pada sayatan nomor sampel ST BM01,

STBM07, STBM10 dan STBM12, dapat diinterpretasikan bahwa sayatan – sayatan

batuan tersebut menujukkan fasies metamorfisme greenschist (metabasic rock) yang

Gambar 5.1 Peta Sebaran Fasies

Page 18: Bab v Pembahasan v.11

yang dipengaruhi oleh temperatur sekitar 350oC – 510oC pada tekanan sekitar 2 - 9

kbar. Untuk sayatan nomor sampel STBM13, STBM14 dan STBM16, menunjukkan

bahwa sayatan batuan ini termasuk dalam fasies metamorfisme blueschist

(metabasic rock) yang dipengaruhi oleh temperatur sekitar 250oC – 470oC pada

tekanan sekitar 6-17 kbar. Sedangkan untuk sayatan dengan nomor sampel ST

BM17, dapat diinterpretasikan bahwa sayatan menujukkan fasies metamorfisme

eclogite (metabasic rock) yang dipengaruhi oleh temperatur sekitar 550oC – 900oC

pada tekanan sekitar 13-17 kbar (Gambar 5.2). (Yardley, 1989 dalam Graha,1987).

Tabel 5.5 Fasies batuan metamorf pada daerah salo Pateteyang beserta kumpulan mineral pencirinya.

Fasies Kumpulan Mineral Penciri

Sekis hijau Aktinolit + klorit + epidot + kuarsaGlaukopan, muskovit, phengit, biotit dan garnet

Sekis biru Glaukopan, lawsonit, jadeit Staurolit, garnet

Eklogit Ompasit + garnetGlaukopan, jadeit, rutil, klorit

Berdasarkan kumpulan mineral - mineral yang menyusun batuan metamorf

ini, maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini termasuk dalam metamorfisme

regional yang dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur yang bekerja secara bersama-

sama sehingga memungkinkan terbentuknya penjajaran mineral (foliasi) yang jelas

pada batuan (tabel 5.5). Berdasarkan pada identifikasi mineral-mineral yang ada pada

batuan metamorf lokasi penelitian, didapatkan mineral-mineral klorit, mika, aktinolit,

glaukopan, epidot, omphasit dan garnet yang menunjukkan bahwa mineral tersebut

terbentuk pada zona mesozone hingga katazone dengan suhu pembentukan 350oC –

1200oC.

75

Page 19: Bab v Pembahasan v.11

76

Tabel 5.6 Pembagian zona pada proses metamorfisme regional berdasarkan tekanan dan temperaturnya (Bucher & Frey, 1994).

ZonaTekanan

TemperaturHidrostatik Terarah (stress)Epizone

(zona teratas)Rendah

Kadang-kadang dapat sangat tinggi

Rendah – Sedang 350oC.

Mesozone (zona sedang)

Rendah – Sedang Sangat tinggiSedang

(350oC – 500oC)Katazone

(zona bawah)Sangat tinggi Rendah

Sangat tinggi (500oC – 1200oC)

5.3 Tatanan Tektonik dan Metamorfisme Daerah Penelitian

Pada zaman Trias terjadi proses subduksi dimana lempeng oseanik menunjam

di bawah lempeng kontinen. Pada zona konvergen ini, merupakan awal mula

terjadinya proses metamorfisme, yang dimulai dengan pembentukan fasies sekis

hijau pada temperatur sekitar 350oC – 510oC pada tekanan sekitar 2 - 9 Kbar

Gambar 5.2. Gambar yang memperlihatkan hubungan antara temperatur dan tekanan pada pembentukan fasies metamorfisme daerah Sungai Pateteyang.

Page 20: Bab v Pembahasan v.11

membentuk kumpulan mineral aktinolit, klorit, kuarsa, epidot, glaukophan, muskovit,

phengit, biotit dan garnet. Proses subduksi terus berlanjut mengakibatkan terjadinya

peningkatan tekanan sekitar 6 – 17 Kbar pada suhu sekitar 250oC – 470oC

membentuk fasies sekis biru dengan kumpulan mineral glaukophan, lausonit,

staurolit, jadeit dan garnet. Oleh karena lempeng oseanik terus bergerak masuk

mendekati lapisan astenosfer, dimana pada daerah ini terjadi peningkatan suhu pada

fasies sekis biru yaitu sekitar 500oC – 900oC dan membentuk fasies eklogit, yang

dicirikan oleh kumpulan mineral garnet, glaukopan, jadeit, rutil, klorit, dan ompasit.

Pada zaman Miosen Atas terjadi proses tektonik berupa overthrusting, yang

mengakibatkan terjadinya pengangkatan batuan metamorf ke permukaan

diindikasikan oleh adanya proses prograde pada batuan metamorf fasies sekis hijau,

yang dicirikan oleh hadirnya mineral glaukopan pada stasiun BM01 yang

kemungkinan terbentuk akibat peningkatan temperatur pada daerah zona sesar.

Sedangkan pada batuan fasies eklogit ini menunjukkan batuan metamorf

tekanan tinggi yang diikuti oleh retrogresif secara intensif. Retrogradasi ini direkam

pada mineral ompasit disekitar garnet porfiroblast, hal ini menegaskan penurunan

stabilitas dari fasies eklogit yang dicirikan oleh kehadiran mineral hydrous yang

mengalami reaksi rim dalam garnet (klorit, phengit, epidot dan glaukopan). Vein

mineral tekanan rendah berupa klorit memotong garnet, juga ditemukan rutil dalam

inklusi garnet yang mengindikasikan terjadinya proses retrogradasi. Reaksi

replecement ini dapat dilihat oleh reaksi sebagai berikut (Gao et al. 1999 dalam

Maulana, 2009):

77

Reaksi Retgrogradasi Glaukopan + Ompasit + Garnet + H2O (Na2Mg3Al2(Si8O22) (OH)2 + (CaMg) (NaAl) (Si2O6)2 + Fe3Al2 (SiO4)3 + H2O

Barroisite + Albit + Klorit (Ca,Na)Mg3AlFe+3Si7AlO22 (OH)2 + NaAlSi3O8 + (Mg,Fe+2)5 Al (Si3Al) O10 (OH)8

Page 21: Bab v Pembahasan v.11

78