bab v cak hasil penelitian dan pembahasan perhitungan cadangan batubara pt tantra mining development...

33
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Data 1. Data topografi daerah penelitian Data topografi daerah penelitian berupa data koordinat easting (x) - northing (y) dan elevasi (z). Data tersebut digunakan sebagai permukaan awal (original surface) dalam memodelkan batubara, dalam perhitungan jumlah volume overburden dan batas pit bagian atas saat merancang pit menggunakan menu project up dari floor kontur struktur. 2. Data Geometri Lereng Data geometri diperoleh dari studi literatur yang ada dan hasil pengamatan lapangan yang dilakukan perusahaan, maka perusahaan menyimpulkan rekomendasi geoteknik adalah sebagai berikut : a.Lereng Tunggal Untuk jenis material batupasir kuarsa halus-kasar dengan sifat fisik loose (mudah terberai), batulempung lunak maupun kompak, sisipan batulanau dan batubara dengan melihat faktor keamanan dan kemudahan penambangan, maka untuk lereng tunggal tingginya (h) = 10 m, lebar jenjang penangkap = 4 m, dan sudut lereng () = 47 o . b. Lereng Keseluruhan 5-1

Upload: blank-kusuma

Post on 11-Dec-2015

61 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

BAB V CAK Hasil Penelitian dan Pembahasan Perhitungan cadangan Batubara PT Tantra Mining Development kabupaten Tanah bumbu kalsel

TRANSCRIPT

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Data

1. Data topografi daerah penelitian

Data topografi daerah penelitian berupa data koordinat easting (x) - northing

(y) dan elevasi (z). Data tersebut digunakan sebagai permukaan awal (original

surface) dalam memodelkan batubara, dalam perhitungan jumlah volume

overburden dan batas pit bagian atas saat merancang pit menggunakan menu

project up dari floor kontur struktur.

2. Data Geometri Lereng

Data geometri diperoleh dari studi literatur yang ada dan hasil pengamatan

lapangan yang dilakukan perusahaan, maka perusahaan menyimpulkan

rekomendasi geoteknik adalah sebagai berikut :

a. Lereng Tunggal

Untuk jenis material batupasir kuarsa halus-kasar dengan sifat fisik loose

(mudah terberai), batulempung lunak maupun kompak, sisipan batulanau

dan batubara dengan melihat faktor keamanan dan kemudahan

penambangan, maka untuk lereng tunggal tingginya (h) = 10 m, lebar

jenjang penangkap = 4 m, dan sudut lereng () = 47o.

b. Lereng Keseluruhan

Dengan melihat perhitungan dan desain tambang yang ada dimana

nisbah kupas telah ditentukan , maka sudut lereng secara keseluruhan

yang digunakan adalah 400

3. Data pemboran

Pemboran yang telah dilakukan oleh perusahaan, dengan jumlah lubang bor

sebanyak 40 titik. Data pemboran terdiri dari koordinat titik bor, elevasi titik bor,

kedalaman bor, elevasi roof dan floor batubara, ketebalan batubara. Data – data

tersebut digunakan sebagai data untuk memodelkan batubara yang ada dilokasi

penelitian.

5-1

Kegiatan eksplorasi dilakukan pada daerah desa makmur. Kegiatan eksplorasi

pada PT. TMD meliputi beberapa tahap yaitu :

a. Tahap survey singkapan

Kegiatan orientasi lapangan dan pengambilan data lapangan dengan

menggunakan jalur lintasan tertentu, pengambilan data permukaan meliputi

orientasi medan, pengamatan morfologi, pengamatan singkapan, pengukuran

kedudukan (strike/dip) sehingga dihasilkan peta singkapan dan arah sebaran

batubara. Namun pada tahap ini tidak ditemukan singkapan. Strike batubara

mengacu pada strike yang berlaku di lokasi tambang terdekat, dengan arah

selatan-utara dan kemiringan 4o-10o. Sehingga untuk menambah tingkat

keyakinan dilakukan tahap pemboran.

b. Tahap penentuan titik bor,

Penentuan titik bor diletakan pada lokasi yang potensial untuk rencana

eksploitasi baik searah jurus maupun searah kemiringan lapisan (down-dip). Pola

pemboran menggunakan beberapa pola, yakni triangle dan pola umum. Triangle

digunakan karena sebagian wilayah PT. TMD akan memasuki tahap

penambangan dan memerlukan data yang teratur untuk perencanaan pit. Letak

titik bor dan jarak antara titik bor diatur dengan spasi 100-150m memotong arah

umum sebaran batubara.

Sedangkan pola bor umum sebagai data awal agar diperoleh data arah

umum sebaran dan kemiringan sehingga akan menghasilkan peta cropline dari

lapisan batubara. Letak titik bor dan jarak antara titik bor bervariasi diatur

sedemikian rupa, baik mengikuti jurus maupun searah kemiringan lapisan

batuan. Secara umum jarak antar titik bor sekitar 25m-100m. Selama kegiatan

penyelidikan telah direncanakan sebanyak 50 (lima puluh) titik bor, realisasi dari

rencana tersebut sebanyak 40 (empat puluhn) titik bor dengan kedalaman

berkisar antara 6 – 49.5 meter, Total kedalam bor 1280 meter. Untuk

menentukan koordinat titik bor dilakukan dengan menggunakan alat GPS (Global

Positioning System).

c. Pelaksanaan pemboran

pada eksplorasi ini alat yang digunakan adalah power rig sehingga pemboran

yang dilakukan sebatas pemboran dangkal (0 – 50m). Metode yang diterapkan

saat pemboran adalah metode open hole dimana media pengangkat cutting

menggunakan air. cutting adalah material hasil bor yang nantinya dideskripsikan

5-2

sesuai bentuk fisiknya sehingga mewakili stratigrafi bawah permukaan. Metode

open hole digunakan agar memperoleh data prediksi roof dan floor batubara dan

sampai mana saja penyebaran lapisan batubara pada lokasi tersebut.

5-3

Gambar 5.1 Aktivitas pemboran menggunakan power rig

Gambar 5.2 Cutting Hasil Open Hole (kedalaman per 1,5m)

No Drill Hole

Lokasi KOORDINAT Total Kedalaman SEAM Depth

batubara

(m) Roof Floor Tebal (m)  (m) (m) (m)

1 B-1 MIR S 030 39' 12.6'' 25,50 4,50 4,70 0.2  E 1150 38' 05.2'' 15,60 21,00 5.4 B

2 B-2 MUJ S 030 39' 10.2'' 34.5 5,80 6,00 0.2  E 1150 38' 03.2’’ 18,70 23,50 4,80 B  31,50 32,00 0.5  

3 B-3 MIR S 3° 39 09.4” 19 12,50 17,50 5 BE 115° 38 05.6”        

4 B-4 MUJ S 03° 39' 14.9'' 36 25,50 29,80 4,3 BE 115° 38' 03.4''        

5 B-5 SIUS S 03° 39’ 17.2” 49.5 35,90 42,00 6.1 BE 115° 38’ 1.8”        

6 B-6 SIUS S 03° 39' 15.9'' 28.5-

 E 115° 37' 57.2''  

7 B-7 MUJ S 03° 39' 13.1'' 49.5 28,50 35,80 7.3 BE 115° 38' 00.8''      

8 B-9 SWT S 03° 39' 09.0'' 40 16.3 16.5 0.2  E 115° 37' 58.3'' 28 33 5 B

9 B-10 SWT S 03° 39' 13.5'' 42.5 14.9 15 0,10  E 115° 37' 53.6'' 36.4 41.7 5.3 B

10 B-11 MINTO S 03° 39' 29.6'' 33 16.5 16.7 0.2  E 115° 37' 89.9'' 35.6 40.8 5.2  B

11 B-12 Sawit selatan

S 03° 39 26.2 39 32.7 37.5 4.8 B    E 115° 37 58.1          12 B-13 Sawit

selatanS 03° 39 40.8 40.5 31.7 37.2 5.5 B

    E 115° 37 58.7          13 B-8 SAWIT S 03° 39' 20.9'' 45 6.5 6.8 0.3    E 115° 37' 95.5'' 27.6 34.2 6.6 B14 BH02 batas

MASS 03° 39' 12.3'' 21 5.8 6 0.2  

  E 115° 38' 8.5'' 14.1 18.5 4.4 B15 SWT1 sawit S 03° 39' 43.7'' 46.5 23.8 23.9 0.1    E 115° 38' 30.5'' 28.5 29.2 0.7 C

5-4

Tabel 5.1Koordinat Bor beserta Seam yang Ditemukan

NODRILL

LOKASI KOORDINATTOTAL KETEBALAN BATUBARA

SEAMHOLE DEPTH ROOF FLOOR TEBAL(m) (m) (m) (m)

16 Ut1 28.5 9.8 9.9 0.1

27.9 28.5 0.6 C17 Ut1A 30

28.4 29.1 0.7 C

18 Sou1 42 18.4 23.6 5.2 B

25.9 26.25 0.35

19 Sou2 30 13.2 17.6 4.4 B

19.3 19.80.5

20 Sou3 S 3 39 34.7” 30 12 16.1 4.1 B

E 115 38 11.5” 18.6 18.8 0.2

21 Sou4 27 10.5 15 4.5 B

17.8 18.10.3

22 Sou7 24 7.5 7.8 0.3

9 134

B23 Sou8 33 16.5 16.6 0.1

18.3 18.80.5

C24 Sou9 S 03° 29' 74.8'' 24

25 Sou10 214.1 6

1.9B

26 Sou11 S 03 39' 76.3'' 6 6 12.4 3.3 B

27 Sou12 30 18.9 24 5.1 B

28 Sou13S 03° 39' 62.4''

302 2.3

0.3

20.7 26.25.5

B29 Sou14

S 03 39' 62.6''30

6.5 10.84.3

B

30 Sou15 305.1 9.3

4.2B

Batas MAS utara

S 030 38' 93.3''

E 1150 38'20.7''Batas MAS

utara S 030 39' 1.9''

E 1150 38' 24.1''Sawit

selatanS 030 39' 58.2''

E 1150 38' 14.4''Sawit

selatanS 030 39' 57.7''

E 1150 38' 17.7''Sawit

selatan

Sawit selatan

S 030 39' 58''

E 1150 38' 21.4''Sawit

selatanS 030 39' 62.6''

E 1150 38' 22.6''Sawit

selatanS 030 39' 75''

E 1150 38' 26.5''Sawit

selatanE 1150 38' 24.9''

Sawit selatan S 030 39' 74.8''

E 1150 38' 20.8''Sawit

selatanE 1150 38' 18.4''

Sawit pit selatan

S 030 39' 74.2''

E 1150 38' 15.4''Sawit

selatan

E 1150 38' 13.8''Sawit

selatanE 1150 38' 25.3''

Sawit selatan S 030 39' 65.2''

E 1150 38' 25.9''

5-5

5.2 Analisa data

5.2.1 Korelasi Lapisan Batubara

Untuk mengetahui stratigrafi pembawa batubara di daerah penelitian maka perlu

dilakukan korelasi dari beberapa kolom stratigrafi. Secara umum dasar korelasi

yang sering digunakan dalam eksplorasi batubara yaitu:

a. Litologi batuan pengapit yaitu roof (atap), interburden (di antara), dan floor (di

bawah) dari lapisan batubara.

b. Sifat fisik dan kimiawi batubara, meliputi kilap, perlapisan, bidang rekahan dan

kandungan material lain dalam batubara (resin, pirit, dan lain-lain).

c. Ketebalan lapisan batubara yang signifikan dibanding lapisan batubara yang

lainnya

d. Pelamparan batubara yang luas dan menerus.

Berdasarkan hasil korelasi, di daerah penelitian ditemukan 2 buah seam

mayor (seam A dan B) dan 1 seam minor (seam C). Seam A dan B digolongkan

seam mayor karena tebalnya lebih dari 1 m berbeda dengan seam C yang

memiliki ketebalan dibawah 1 m. Sedangkan untuk seam dibawah 0.5 m

(medium bedded) digolongkan menjadi sub seam. Ketiganya merupakan seam

yang berlainan oleh karena seam yang satu dengan yang lain ditemukan di arah

penyebaran yang berbeda, dapat dilihat di peta sebaran titik bor dan kontur

struktur (lampiran). Identifikasi batubara di lapangan sebagai berikut :

1) Seam A variasi ketebalan dari 0.8 m - 2.3 m. dengan kenampakan

megaskopis bewarna hitam kecoklatan, kusam, perlapisan resin cukup

tebal sekitar 3 cm. Arah penyebaran Seam A merata. Terdapat sub seam

upper (medium bedded) di atas seam A dengan ketebalan berkisar 0.2 m

– 0.3 m, sub seam ini penyebarannya tidak merata. Keberadaannya di

paling barat IUP.

2) Seam B variasi ketebalan dari 1.9 m - 7.3 m Dengan kenampakan

megaskopis bewarna hitam kecoklatan, kusam, rapuh, resin, sulfur,

pecahan even-uneven, arah penyebaran merata cukup luas dari selatan-

utara. Floor seam B yang litologinya berupa pasir kuarsa bersifat loose

atau mudah terberai digunakan sebagai acuan keybed karena disetiap bor

hampir selalu ditemukan litologi tersebut. Terdapat sub seam upper setebal

0.2 m – 0.5 m di atas seam B dengan pola penyebaran yang tidak merata,

5-6

Sumber : Anonim, 2013,b : III-6

sebagian berada di selatan IUP (profil korelasi seam B dapat dilihat pada

gambar 5.3). Keberadaannya di tengah IUP.

3) Seam C variasi ketebalan Seam 0.5 m – 0.7 m . Dengan kenampakan

megaskopis bewarna hitam kecoklatan, kusam, rapuh, resin, sulfur, arah

penyebaran merata. Dari data log bor bor UT1, bor Swt1, dan Sou8

(lampiran) terdapat 2 perlapisan batubara yaitu seam minor C dan sub

seam upper . Roof dari seam C minor digunakan sebagai keybed karena

ditemukan di hampir semua titik bor. Litologi roof berupa pasir berukuran

sedang, warna putih - abu-abu, dengan ketebalan berangsur menipis dari

UT1 (sebelah Utara) ke Sou8 (selatan). Keberadaannya di paling timur IUP.

5-7

136.58 m107.55 m

0m dpl

17m dplBor-8

Bor-1Bor-7

Floor batubara berbatasan dengan batuan pasir lepas warna putih setebal 7.8mFloor batubara berbatasan dengan batuan pasir lepas warna putih terang setebal 6.8m dan 6,4m

Seam B tebal 6.6mSeam B tebal 7.3m

Seam B tebal 5.4m

Medium bedded, penyebaran hanya setempat, tebal 0.3mMedium bedded, penyebaran hanya setempat, tebal 0.2m

Roof seam B pada kedalaman 27.60m dari permukaanRoof seam B pada kedalaman 28.50m dari permukaan

5-8

Gambar 5.3

Korelasi seam B, floor sebagai keybed (arah sayatan searah down dip timur-barat)

Selanjutnya menurut persyaratan kuantitatif lapisan batubara dan lapisan

pengotor BSN, 1999 (table 5.2), dapat ditentukan seam batubara yang potensial

untuk dimodelkan untuk selanjutnya dihitung.

Tabel 5.2

Persyaratan Kuantitatif Ketebalan Lapisan Batubara dan Lapisan Pengotor

Brown Coal adalah dari rank gambut/peat sampai Sub-Bituminous. Hard

Coal adalah rank Bituminous sampai Antrasit. Pada daerah penelitian,

batubaranya digolongkan sebagai rank sub-bituminous (energi rendah) maka

ketebalan minimum batubara yang potensial untuk dihitung sebagai cadangan

adalah diatas 1 m yaitu seam A dan B saja sedangkan untuk permodelannya

sendiri dilakukan terhadap semua seam.

Dalam eksplorasi ini kegiatan mapping tidak berhasil menemukan singkapan,

maka untuk mengukur true dip (kemiringan sebenarnya dari batuan) perlu

dilakukan perhitungan menggunakan jarak dan beda tinggi dengan interpretasi

suatu segitiga siku-siku. Jarak (s) disini adalah jarak dari cropline – titik bor yang

diperoleh dari :

s¿√(x 2−x1)2+( y2− y2)2

dimana : x1 koordinat easting cropline

x2 koordinat easting titik bor

y1 koordinat northing cropline

y2 koordinat northing titik bor

Sedangkan beda tinggi disini adalah beda tinggi antara tinggi cropline

(mdpl) – roof batubara (mdpl). Setelah memperoleh nilai jarak dan beda

tinggi maka besaran dip dapat dicari dengan menghitung arctangen antara

jarak dan beda tinggi tersebut.

5-9

Sumber : Pengolahan Data, 2013, (lampiran A)

Apabila nilai kemiringan sebenarnya dari batuan telah diketahui maka

untuk mencari ketebalan sebenarnya dapat ditunjukan pada sketsa

penggambaran di bawah ini

5-10

Tabel 5.3Data Penentuan Jarak dan Elevasi Bor Daerah Penelitian

Kedalaman Tebal  JARAK ElevasiNo. Drill 

Roof Floor) Semu cropline-  Roof Floor)

hole (m) (m) (m) bor (m) (mdpl) (mdpl)1 BH2 14.1 18.5 4.4 288.15 2.49 -1.912 BORE1 15.6 21 5.4 328.67 3.54 -1.873 BORE2 18.7 23.5 4.8 366.35 -2.16 -6.964 BORE3 12.5 17.5 5 293.66 4.86 -0.145 BORE4 25.5 29.8 4.3 395.87 -4.63 -8.936 BORE5 35.9 42 6.1 450.56 -12.49 -18.597 BORE7 28.5 35.8 7.3 467.43 -11.44 -18.748 BORE8 27.6 34.2 6.6 573.48 -10.96 -17.569 BORE9 28 33 5 515.49 -10.85 -15.8510 BORE10 36.4 41.7 5.3 692.96 -19.11 -24.4111 BORE11 35.6 40.8 5.2 694.85 -16.11 -21.3112 BORE12 32.7 37.5 4.8 471.98 -0.99 -5.7913 BORE13 31.7 37.2 5.5 602.95 -2.73 -8.2314 SOU1 18.4 23.6 5.2 331.33 7.73 2.5315 SOU2 13.2 17.6 4.4 262.94 12.96 8.5616 SOU3 12 16.1 4.1 237.49 14.41 10.3117 SOU4 10.5 15 4.5 198.68 16.02 11.5218 SOU6 5.6 6.8 1.2 58.25 20.94 19.7419 SOU7 9 13 4 186.83 21.50 17.5020 SOU10 4.1 6 1.9 38.13 23.66 21.7621 SOU11 6 12.4 6.4 85.34 22.04 15.6422 SOU12 18.9 24 5.1 157.51 10.50 5.4023 SOU13 20.7 26.2 5.5 350.34 8.49 2.9924 SOU14 6.5 10.8 4.3 138.68 25.10 20.8025 SOU15 5.1 9.3 4.2 108.63 27.19 22.9926 UP1 5.4 7.5 2.1 61.30 10.76 8.6627 UP2 10.9 13.7 2.8 230.37 10.30 7.5028 UP3 12.9 16.75 3.85 203.85 10.60 6.75

t=cos β xT

t

T6 o 6 o

6 o84 o

Jarak

84 o

Surface

Sumber : Noor, 2007:4Gambar 5.4

Sketsa Penampang Ketebalan Sebenarnya

Rumus untuk mencari ketebalan sebenarnya dari lapisan batubara yaitu :

Dimana : t = tebal sebenarnya (m)

β = sudut antara tebal sebenarnya dengan tebal semu lapisan

batubara (6o)

T = Tebal batubara semu (m)

Untuk contoh perhitungan tebal sebenarnya dari batubara, ditunjukan

pada tabel seperti di bawah ini

Tabel 5.4Penentuan Dip Dan Ketebalan Sebenarnya Daerah Penelitian

No. Drill elevasi elevasi Jarak Beda Dip Tebal Tebalhole cropline roof cropline- tinggi (°) semu riil

(mdpl) (mdpl) bor (m) (m)1 BH2 14.86 2.49 288.15 12.37 2.46 4.4 4.39602 BORE1 14.89 3.53 328.67 11.355 1.98 5.4 5.39683 BORE2 14.42 -2.15 366.35 16.575 2.59 4.8 4.79514 BORE3 14.74 4.86 293.66 9.88 1.93 5 4.99725 BORE4 17.43 -4.63 395.87 22.063 3.19 4.3 4.29336 BORE5 18.58 12.49 450.56 31.073 3.95 6.1 6.08557 BORE7 15.31 -11.43 467.43 26.749 3.28 7.3 7.28818 BORE8 14.8 -10.96 573.48 25.76 2.57 6.6 6.59349 BORE9 14.66 -10.84 515.49 25.509 2.83 5 4.993910 BORE10 15.38 -19.10 692.96 34.486 2.85 5.3 5.293411 BORE11 18.67 -16.11 694.85 34.783 2.87 5.2 5.193512 BORE12 23.52 -0.99 471.98 24.51 2.97 4.8 4.7935

5-11

No. Drill elevasi elevasi Jarak Beda Dip Tebal Tebalhole cropline roof cropline- tinggi (°) semu riil

(mdpl) (mdpl) bor (m) (m)13 BORE13 30.1 -2.73 602.95 32.832 3.12 5.5 5.491914 SOU1 28.38 7.73 331.33 20.647 3.57 5.2 5.189915 SOU2 28.3 12.95 262.94 15.342 3.34 4.4 4.392516 SOU3 28.3 14.40 237.49 13.893 3.35 4.1 4.093017 SOU4 28.32 16.01 198.68 12.304 3.54 4.5 4.491418 SOU6 29.02 20.93 58.25 8.084 7.90 1.2 1.188619 SOU7 28.7 21.49 186.83 7.203 2.21 4 3.997020 SOU10 27.47 23.65 38.13 3.811 5.71 1.9 1.890621 SOU11 27.37 22.04 85.34 5.328 3.57 6.4 6.387622 SOU12 27.47 10.50 157.51 16.967 6.15 5.1 5.070723 SOU13 28.5 8.49 350.34 20.01 3.27 5.5 5.491124 SOU14 28.74 25.09 138.68 3.645 1.51 4.3 4.298525 SOU15 30.1 27.19 108.63 2.91 1.53 4.2 4.198526 UP1 16.95 10.76 61.30 6.19 5.77 2.1 2.089427 UP2 18.84 10.3 230.37 8.54 2.12 2.8 2.798128 UP3 24.65 10.6 203.85 14.05 3.94 3.85 3.8409

Sumber : Pengolahan Data, 2013 (Lampiran A)

Mengacu pada SNI Batubara 13-0611-1999 maka dapat dikatakan bahwa

kondisi geologi daerah penelitian termasuk kelompok geologi sederhana dilihat

dari beberapa parameter seperti variasi ketebalan seam B sedikit bervariasi,

kemenerusan cukup luas, percabangan hampir tidak ditemukan, dan kemiringan

batuan cenderung landai (dibawah 10o ). Dari aspek tektonik tidak ditemukan

sesar, lipatan, intrusi.

5.2.2 Permodelan Batubara

Setelah batubara dikorelasi sesuai stratigrafinya maka tahap berikutnya

adalah memodelkan lapisan batubara menggunakan produk minescape bernama

stratmodel. Permodelan ini bertujuan mengetahui pola penyebaran lapisan

batubara, baik geometri secara umum, kedalaman, kemiringan, jumlah lapisan

batubara, letak dan posisi lapisan terhadap batas IUP daerah penelitian.

1) Membuat topografi, topogafi akan menjadi permukaan awal/batas atas. Data

yang digunakan adalah data koordinat easting, northing dan elevasi berupa

poin. Topo surface terlebih dahulu dibuat sebagai triangle maupun bentuk

grid. Triangle adalah gabungan poin berbentuk segitiga yang

menggambarkan bidang permukaan yang tertutup. Hal ini agar minescape

lebih mudah memodelkan dan menghitung overburden.

5-12

2) Membuat schema, yang berfungsi sebagai dasar pembuatan stratigrafi.

Bagian dari schema terdiri dari model, default, lithology, element, compound,

survey, conformable, limit dan fault.. Namun untuk lithology, limit, survey dan

fault cukup dikosongi karena di lapangan tidak ditemukan fault.

a) Pada bagian model, surface yang dipakai adalah topo-grid, interval-

burden weighting mengukuti standar minescape.

b) Bagian default mengatur interpolator ketebalan dan trend extrapolation

distance (data yang akan diekstrapolasi sejauh 250 m sesuai batasan

sumberdaya measured), pilihan parting dan separation dikosongi karena

di lapangan tidak ditemukan adanya parting atau split.

c) Element, pada bagian ini surface dan interval dijadikan conformable

artinya susunannya selaras dan berlapis-lapis, unit yang conformable

mungkin saling bersentuhan namun tidak akan berpotongan. Seam

dijadikan pinch, yang berarti bila data tidak ada maka lapisan akan

dipotong membentuk endapan lensa.

d) Compound, mengatur keberadaan seam utama yang bercabang (split)

sehingga terbentuk sub seam (upper seam/lower seam). Pada penelitian

ini ketebalan sub seam hanya sebatas 0.3 m sedangkan acuan ketebalan

yang masih dianggap layak untuk dijadikan cadangan minimal 1m,

sehingga bagian compound dikosongi.

e) Conformable, bagian paling atas dari conformable sequence adalah

surface berupa topo, seam dengan trend mengikuti surface lapisan floor

seam B.

3) Mengimport data bor, pada bagian ini data bor dikategorikan menjadi 2 yakni

format survey (koordinat titik bor) dan format lithology (kedalaman roof dan

floor seam). Kemudian data-data schema berupa table disusun/dibentuk

melalui perintah build table dan build grid.

4) Pembuatan peta kontur struktur geologi untuk mengetahui keadaan bawah

permukaannya mengunakan seam yang memiliki pelamparan yang luas.

Kontur struktur adalah titik titik yang memiliki ketinggian yang sama,

dihubungkan oleh suatu garis yang disebut garis kontur, data ketinggian ini

berasal dari bidang struktur atap batubara (roof) ataupun lantai batubara

(floor).

5-13

Pemeriksaan data hasil permodelan batubara yang telah dilakukan, apabila

menghasilkan permodelan yang tidak sesuai maka dilakukan pemeriksaan

terhadap data survey dan lithology maupun aturan – aturan permodelan yang

telah dilakukan dan selanjutnya mengulangi kembali tahapan permodelan yang

telah dilakukan

Gambar 5.5Penampang Vertikal Seam A,B dan C

Hasil permodelan batubara menggunakan minescape versi 4.116 disajikan dalam

bentuk peta sayatan kontur struktur floor dan subcrop pada lembar lampiran B

dari laporan ini.

5.2.3 Perhitungan Sumberdaya Menggunakan Metode Circular

Perhitungan volume dengan circular sesuai dipakai karena karakter lapisan

batubara pada lokasi penelitian memiliki kondisi geologi sederhana ditunjukan

dengan kemiringan yang landai (4o-10o), adanya variasi ketebalan, percabangan

hanya beberapa dan tidak terdapat sesar atau lipatan. Untuk menghitung terlebih

dahulu membuat lingkaran yang disebut area of influence. Titik bor digunakan

sebagai pusat lingkaran tersebut.dengan jarak titik informasi tertentu.

Berdasarkan SNI 13-6011-1999 (Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

Batubara) untuk kondisi geologi sederhana jarak titik informasi dibagi menjadi 4

kategori sejauh 500 m untuk kategori sumberdaya terukur, 750 m untuk tertunjuk

dan 1000 m untuk kategori sumberdaya tereka (lampiran C).

Pembuatan peta influence dari circular dibantu dengan minescape 4.116

sehingga dapat diperoleh luas area, area influence telah diatur sehingga tidak

melebihi batas IUP daerah penelitian. Setelah diperoleh luas area maka dikalikan

dengan ketebalan seam B, ketebalan ini adalah ketebalan dari hasil ekstrapolasi

titik informasi pada minescape. Seam yang dihitung sumberdaya dan

cadangannya hanya seam B dengan kriteria ketebalan minimum di atas 2 m.

Hasil perhitungan dan peta sumberdaya dapat dilihat pada lampiran C.

5-14

Tabel 5.5Jumlah Sumberdaya Batubara Seam B berdasarkan Metode CircularKelas

SumberdayaJarak

Informasi(m)

Luas Area(m2)

VolumeBatubara (BCM)

Jumlah Batubara

(TON)Terukur 500 972.980 3.795.226,98 4.933.795,074

Tertunjuk 750 107,79 Tidak terdefinisi -

Tereka 1000 Di luar IUP Tidak terdefinisi -

Sumber : Pengolahan Data, 2013 (lampiran C)

5.2.4 Perhitungan Cadangan Menggunakan Minescape

Produk minescape yang digunakan untuk mendesain pit adalah open cut

design, yang akan menghasilkan desain tambang long term, namun pada

penelitian ini hanya sebatas membuat geometri pit terdiri dari tinggi bench,

kemiringan high wall- low wall dan savety bench untuk mengamankan material

yang longsor.

Sebelum mendesain pit maka informasi yang diperlukan untuk membuat

batasan penambangan adalah cropline, luas sebaran dan stripping ratio. Batasan

penambangan ini berupa poligon piit limit. Cropline akan menjadi batas low wall

berada sedangkan luas bukaan mengikuti sebaran ketebalan lapisan seam B.

Sebaran lapisan seam B pada daerah penyelidikan seluas 84.53 hektar dari luas

areal keseluruhan 211 hektar. Selain cropline dan luas sebaran parameter yang

lain adalah nilai SR. Perusahaan menetapkan batas penambangan dengan nilai

SR 4. Nilai SR 4 dapat diketahui setelah desain yang dibuat menghasilkan

perbandingan volume tanah penutup dan volume batubara, apabila belum

diperoleh nilai SR 4 maka perlu dibuat desain pit baru agar nilai SR mendekati 4.

Setelah poligon pit limit jadi maka langkah selanjutnya membuat side definition

atau mengkategorikan dimanakah sisi high wall dan low wall ditempatkan pada

batasan yang dibuat sebelumnya.

Mengolah crest, toe maupun offset menggunakan perintah proyeksi dan

offset tanpa memasukkan tag ramp. Selanjutnya pengaturan yang perlu

diperhatikan adalah bench spec maksudnya adalah spesifikasi bench seperti apa

yang ingin dihasilkan, misal ketinggian bench, diketinggian berapa level bench di

mulai dan di akhiri, proyeksi crest dan toe yang diolah ingin dari bottom atau

5-15

surface. Pada penelitian ini proyeksi dilakukan dari bottom pit (floor seam B) ke

surface dengan perintah “up”.

1) Desain Pit, pit yang dirancang dalam penelitian ini sebatas area yang kontur

struktur B. Design pit yang dihasilkan hanya sebatas dalam pembuatan model

pit yang berupa geometri lereng dan batas penambangan.

a) Geometri Lereng

Rancangan geometri lereng mengacu pada ketentuan yang diberikan oleh

perusahaan, yaitu sebagai berikut :

Rancangan Low wall Kemiringan lereng pada bagian low wall dirancang sama

dengan kemiringan lapisan pada batubara, dimana batubara pada sampai

batas tertentu akan dibuat jenjang yang memiliki geometri yang sama dengan

high wall.

Rancangan high wall Lereng keseluruhan terdiri atas lereng tunggal yang

jumlahnya bervariasi tergantung kondisi topografi.

Tabel 5.6 Lereng Penambangan

*HighwallLereng Keseluruhan ( overall slope)

Ketinggian Lereng (m) Kemiringan Lereng (⁰) Lebar Jenjang Penangkap (m)- 40 -

Lereng Tunggal (single slope)Ketinggian Lereng (m) Kemiringan Lereng (⁰) Lebar Jenjang Penangkap (m)

10 47 4*Low wall : Mengikuti Kemiringan Batubara

Sumber : Anonim, 2013

5-16

Gambar 5.6Sayatan Pit

Gambar 5.7Profil Jenjang

Side wall

Lereng pada side wall dirancang sama dengan lereng pada bagian high wall.

Jumlah single slopenya pun bervariasi tergantung kondisi topografi dilokasi

side wall.

2) Cadangan dengan block dan strips

Poligon yang telah dikategorikan sisi high wall dan low wall nya kemudian

akan diubah menjadi bentuk ruang 3D dengan cara create project solid,

kemudian data yang didapat diolah ke tahap berikutnya. Prinsip perhitungan

yang digunakan adalah menggunakan fungsi Triangle Cut and Fill atau

perhitungan antar dua surface triangulasi.

Fungsi di atas menggunakan nilai elevasi rata-rata dari surface bagian

bawah dan bagian atas. Elevasi rata-rata ini kemudian dihitung terhadap "area of

interest". Jika poligon batas tidak dimasukkan, maka areanya adalah area dari

masing-masing triangulasi. Jika poligon batas dimasukkan maka area yang

digunakan area masing-masing triangulasi di dalam poligon batas. Nilai thickness

rata-rata kemudian dikalikan terhadap nilai rata-rata area.

Guna memenuhi keperluan urutan penambangan dan penjadwalan

penambangan maka luasan pit dibagi menjadi kotak block dan strip. Dimana

luasan block-strip tergantung dari rencana unit-unit loading dan hauling yang

akan digunakan. Dalam penelitian ini luasan block ditentukan sebesar 75 m dan

luasan strips sebesar 100 m. Langkah berikutnya membuat menggunakan

5-17

perintah strip intersection yaitu block dan strip digabung sehingga pit terbagi

dalam kotak-kotak.

Gambar 5.8Pembagian Blok dan Strip Dalam Pit

Tabel 5.7Hasil Perhitungan Cadangan Dengan Block Dan Strip Secara Kumulatif

  Overburden ReserveSR

  BCMarea plan (m2) BCM TON

area plan (m2)

Des N1 15,479,854.74

811,004.56

3,119,098.36

4,054,827.87

704,869.81 3.817

Des N2

16,855,621.40

845,379.53

3,247,715.27

4,222,029.85

736,583.70

3.992

Des N3 17,348,430.40

852,373.81 3,236,338.07 4,233,708.28

742,663.66 4.123

Sumber : Pengolahan Data, 2013

3) perhitungan Mining losses

Perhitungan cadangan batubara bersih diperoleh berdasarkan dengan

mengurangi volume proved reserve dengan volume mining losses. Pengurangan

merupakan faktor koreksi dengan kriteria mining Losses, dihitung tiap

penampang dengan perkiraan bahwa batubara akan tertinggal ± 10 cm, yaitu

sekitar 5 cm di bagian atas (top) dan sekitar 5 cm di bagian bawah (bottom)

akibat teknis penambangan dan dianggap sebagai overburden. Jumlah volume

5-18

coal yang dianggap sebagai overburden akibat kegiatan cleaning antara 3.6% –

3.8% dari jumlah proved reserve.

Tabel 5.8Hasil Perhitungan Proved Reserved setelah dikurangi Mining Losses

Overburden reserve Mining Losses 

 SR 

awal akhir (BCM) Proved awal Proved akhir

  (BCM)

(awal + mininglosses)  (BCM)  (TON)    (BCM)    (TON)   (BCM) 

 N1 

   15,479,854 

        15,536,024 

        3,119,098 

  4,054,827 

     3,006,758

   3,908,786

    112,339

        3.97

 N2 

   16,855,621

        16,917,951 

        3,247,715 

  4,222,029 

     3,123,055 

   4,059,972

    124,659 

        4.16

 N3 

   17,348,430 

        17,411,682

        3,236,338 

  4,233,708

     3,109,833

   4,042,783 

    126,504 

        4.30

Sumber : Pengolahan Data, 2013 (lampiran E)

Perhitungan mining losses pada minescape dengan cara membuat ulang

kontur struktur batubara dengan data bor yang sudah dipotong 5 cm di ujung-

ujung roof dan floor batubara, langkah ini dilakukan pada bagian input

schema. Langkah selanjutnya menghitung mining losses dengan project solid.

Data yang dihasilkan berupa jumlah cadangan yang telah terpotong mining

losses (lampiran E).

5.3 Pembahasan

5.3.1 Permodelan Batubara

Permodelan menggunakan stratmodel semaksimal mungkin harus

mewakili kondisi di lapangan. Kondisi stratigrafi batubara untuk kelompok geologi

sederhana umumnya memiliki pola penyebaran yang menerus dan selaras

(susunan pengendapan berurutan dari tua-muda). Pengeboran fokus terhadap

seam B saja tidak dilakukan pengeboran lebih dalam lagi, dari 40 titik bor

terdapat 28 titik bor yang berisi seam B saja dan tidak ditemukan seam lain. Oleh

sebab itu seolah-olah tidak terdapat seam lain (seam C) di bawah seam B. Hal ini

menyebabkan hasil permodelan seam C susunannya tidak selaras dibawah

seam B. Begitu juga dengan seam A yang tidak selaras berada di atas seam B

dan hanya berkembang di ujung barat. Selain itu arah kemiringan yang

5-19

ditunjukan bersifat acak. Berbeda dengan seam B yang memiliki spasi jarak titik

informasi yang rapat sehingga ekstrapolasi menghasilkan penyebaran kontur

struktur yang merata disebagian besar wilayah IUP.Sehingga

Hasil permodelan untuk seam C menunjukan kemiringan lapisan batubara

tidak nampak jelas arah down dip nya. Anomali tersebut disebabkan kurangnya

jumlah titik bor di sekitar area seam C. Titik bor yang dapat mengenai lapisan

seam C hanya titik Ut1, Swt1, dan Sou8. Titik bor tersebut semuanya terletak

disepanjang strike seam C (tidak ada yang ke arah down dip)

5.3.2 Perhitungan Sumberdaya

Seam yang memenuhi kriteria perhitungan sumberdaya adalah seam B dengan

tebal di atas 2 m. Jumlah titik bor terkumpul pada seam B tujuannya adalah agar

sesegera mungkin mendapat data untuk dilakukan penambangan.

Sumberdaya terukur diketahui jumlah volume paling banyak (tabel 5.5),

berbeda dengan kategori sumberdaya tertunjuk dan tereka. Ini disebabkan tidak

ada data informasi ketebalan yang bisa diekstrapolasi pada area tertunjuk dan

tereka yang menyebabkan kontur struktur batubara tidak terbentuk. Struktur

batubara yang tidak terbentuk di area tertunjuk dan tereka maka volumenya tidak

didefinisikan.

5.3.3 Perhitungan cadangan

Suatu sumberdaya dikatakan menjadi cadangan apabila telah dibatasi

oleh geometri pit yang didalamnya telah memperhitungkan parameter pit limit,

ketebalan minimum batubara. Luasan pit sebesar 84,5 hektar tergolong luas, hal

ini terkait dengan asumsi perusahaan bahwa pit yang di desain untuk

penjadwalan jangka panjang. Stripping ratio yang didapat setelah

membandingkan volume overburden dengan tonase batubara in-pit

mengindikasikan desain pit diolah masih dalam kisaran ekonomis untuk

ditambang. SR yang dikehendaki perusahaan adalah pada angka 4.

Desain pit dibuat sebanyak 3 kali yaitu desain N1, desain N2 dan desain

N3 hingga diperoleh nilai SR 4. Pembuatan desain baru dengan memperluas

poligon pit bottom kemudian mengulangi langkah-langkah di awal yaitu membuat

project n offset sampai ke perhitungan blok-strip project solid.

Pit bottom yang menjadi acuan adalah pit bottom desain N1 dengan SR

3.81 kemudian pembuatan pit bottom desain N2 dengan memperlebar ke arah

5-20

barat sejauh ± 34 m dan ke arah selatan sejauh ± 30 m. Desain N3 dibuat

dengan memperlebar pit bottom ke arah barat sejauh ± 83 m. Melalui cara trial

and error ini diperoleh perbandingan desain pit mana yang paling memenuhi

kriteria dari perusahaan.

Gambar 5.9Peta Desain Pit N1

Tabel 5.9  Overburden Akhir Proved Reserve

SR  BCM

area plan (m2) BCM TON

area plan (m2)

Des N1        15,536,024.57 

        811,004.56 

     3,006,758.71 

   3,908,786.32 

   704,869.81 

  3.974 

Des N2        16,917,951.29 

        845,379.53 

     3,123,055.49 

   4,059,972.14 

   736,583.70 

  4.167 

Selisih             34,374.97                   31,713.89

5-21

1,381,926.72  116,296.78  151,185.81 

Perbandingan Volume OB dan Coal setelah dikurangi Mining Losses berdasarkan Desain Pit N1-N2

Sumber : Pengolahan Data, 2013

Gambar 5.10Peta Perbandingan Pit Bottom pada Desain N1 dan N2

Perluasan pit bottom ke arah selatan dan barat menghasilkan jumlah

cadangan yang maksimal sebab data bor di bagian selatan pit tersebar cukup

merata.

Tabel 5.10

OverburdenAkhir Proved ReserveSR

BCM area plan (m2)

BCM TON area plan (m2)

Des N1 15,536,024.57  811,004.56  3,006,758.71  3,908,786.32  704,869.81 

  3.974 

Des N3 17,411,682.88  852,373.81  3,109,833.11  4,042,783.04  742,663.66    4.30 

5-22

Selisih   1,875,658.32  41,369.25  103,074.40   133,996.72  37,793.85 Perbandingan Volume OB dan Coal setelah dikurangi Mining Losses

berdasarkan Desain PIT N1-N3

Sumber : Pengolahan Data, 2013

Gambar 5.11Peta Perbandingan Pit Bottom pada Desain N1 dan N3

Perbedaan volume batubara dari N2 ke N3 tidak terlalu besar meskipun

desain N3 memiliki area paling luas. Hal ini disebabkan oleh daerah perluasan pit

bottom N3 memiliki penampang batubara yang menipis. Menipisnya penampang

batubara di area tersebut disebabkan kurangnya data bor sehingga minescape

mendefinisikan batubara semakin habis atau berbentuk menipis (pinch) dibagian

barat daya dari IUP.

Pada perhitungan SR overburden dibagi dengan jumlah cadangan yang

telah dikurangi mining losses. Hasil perbandingan pada tabel 5.8 menunjukan

desain N1 bisa diterapkan di lapangan karena memiliki nilai SR paling mendekati

stripping ratio yang dikehendaki perusahaan. Apabila telah ditentukan desain

5-23

mana yang layak untuk diterapkan maka dapat ditentukan arah penambangan

dari mana dimulai dan sampai level berapa akan berakhir.

5-24