1112015000027_hendra arighi_7b_ uas cak nur

24
MAKALAH POLITIK ISLAM “Nurcholish Madjid” Dosen Pengampu: Idris Thaha, M.Si Makalah Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat kelulusan Mata Kuliah Politik Islam Disusun oleh: Hendra Arighi (1112015000027) KELAS 7B JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: hendra-arighi

Post on 26-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal berisi pemikiran cak nur

TRANSCRIPT

Page 1: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

MAKALAH POLITIK ISLAM

“Nurcholish Madjid”

Dosen Pengampu: Idris Thaha, M.Si

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat kelulusan

Mata Kuliah Politik Islam

Disusun oleh:

Hendra Arighi (1112015000027)

KELAS 7B

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

Nurcholish Madjid dan Pemikirannya

Hendra Arighi

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak

Penulisan Penelitian ini bertujuan untuk mengulas tentang siapa sosok cendekiawan muslim

Indonesia, yaitu Nurcholish Madjid, dimulai dari biografi serta jalan hidupnya. Lalu

dilanjutkan dengan berbagai pemikirannya yang khas mengenai agama, yaitu pluralisme

agama yang dipandang unik dan revolusioner di kalangan ulama. Fenomena pluralisme

agama merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dielakkan. Walau

demikian, dalam merespon fenomena ini, sikap para agamawan tidak

monolitik. Berbagai macam pandangan dan gagasan bermunculan.

Gagasan pluralisme agama ditanggapi berbeda-beda, dengan argumen

dan alur fikir yang berbeda. Yang demikian tergambar dari pemikiran

tokoh yang akrab dipanggil dengan sebutan Cak Nur tentang Pluralisme

Agama. Di penelitian ini akan dilihat bagaimana maksud Nurcholish

Madjid dengan teori pluralismenya tersebut. Pembuatan jurnal ini menggunakan

metode kualitatif non interaktif yang mana data-datanya hanya didapat dari sumber-sumber

sekunder seperti buku, jurnal, dan dari data web. Inti pembahasan dari penelitian ini adalah

biografi seorang Nurcholish Madjid dan pemikirannya mengenai pluralisme agama islam.

Kata Kunci: Nurcholish Madjid, Pluralisme, Sekularisme, Islam, Agama.

Pendahuluan

Latar Belakang

Seiring berjalannya zaman dan waktu, berbagai pemikiran dan penemuan terus

berkembang dan selalu muncul hal-hal yang baru. Dalam hal ini, dalam bidang agama yang

bersifat sensitif dan batiniyah pun bermunculan berbagai tokoh beserta pemikiran-

pemikirannya, baik positif maupun yang dipandang negatif oleh masyarakat awam. Salah

satu tokoh itu adalah seorang cendekiawan muslim asal Indonesia yaitu Nur Cholis Majid. Di

bidang yang sensitif dan rawan konflik ini yang dikarenakan para pengikut agama yang

bersifat fanatik dan memandang rendah agama lain, beliau merupakan salah satu orang yang

menggagas adanya kesama rataan antar berbagai agama-agama yang ada di dunia. Ini beliau

percayai karena pada hakikatnya agama semua mengajarkan kepada kebaikan dan berisi

Page 3: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

nilai-nilai moral yang bersifat horizontal yaitu antar makhluk dan juga vertikal yang bersifat

ketuhanan.

Nurcholish Madjid menulis : sebagai sebuah pandangan

keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat Inklusif dan merentangkan

tafsirannya ke arah yang semakin pluralis. Sebagai contoh filsafat Perenial

yang belakangan banyak dibicarakan dalam dialog antara agama di

Indonesia merentangkan pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa

setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan

yang sama. Ibarat roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu

adalah jalan dar berbagai agama. Filsafat Perenial juga membagi agama

pada level esoterik (bathin) dan eksoterik (lahir). Satu agama berbeda

dengan agama lain dalam level eksoterik tetapi relatif sama dalam level

esoteriknya. Oleh karena itu ada istilah “satu Tuhan banyak jalan”1 . Pada

tempat lain, Nurcholish Madjid dalam Islam, Doktrin dan Peradaban

memandang Pluralisme adalah sebuah Aturan Tuhan (sunnatullah) yang

tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.

Menurutnya, semua agama dalam inti yang paling mendalam adalah

sama.2

Pada dasarnya, apabila penulis boleh berpikir dan berpendapat, pemikiran plural

beliau ini sangatlah positif dikarenakan akan menghasilkan tatanan beragama dan

bermasyarakat yang harmonis dan seimbang walaupun berbeda-beda. Namun, dilain pihak

tidak dapat dipungkiri bahwa memang setiap agama pastilah mengklaim tentang kebenaran.

Maka dari itu, Nur Cholis Majid pastilah seorang ulama dan cendekiawan yang sangat bijak

dalam keagamaan dan keberagaman sehingga patutlah ditelaah mengenai kisah-kisah

hidupnya dalam biografi singkat di penelitian ini dan juga pemikiran-pemikiran keagamaan

dari beliau.

Rumusan Masalah

Dalam Makalah ini, akan dibahas dua hal yaitu mengenai:

1. Siapakah Nurcholis Madjid?

2. Bagaimanakah pemikiran Nurcholish Madjid mengenai sekularisme agama?

1 George, Grose, Tiga Agama Satu Tuhan, (Mizan, Bandung : 1999), h. xix.2 Nur Cholis, Majid, Islam, Doktrin dan Peradaban, (Paramadina, Jakarta: 1995) , h. 27

Page 4: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

3. Bagaimanakah pemikiran Nurcholish Madjid mengenai Pluralisme Agama?

Landasan Teori

Pengertian Pluralisme Agama

Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya

kebenaran setiap agama adalah relatif oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh

mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah.

Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup

berdampingan di syurga.

Pengertian Sekularisme

Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, Sekularisme adalah paham yang

berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama. Jadi terjadi

pemisahan antara kehidupan manusia di dunia, baik itu perbuatan dan sifat-sifatnya dengan

ajaran-ajaran agama yang dianut.

Pengertian Agama

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem yang mengatur tata

keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah

yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Berbagai

jenis contoh agama antara lain, Islam, Katolik, Buddha, Yahudi.

Pengertian Islam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Islam adalah ajaran agama yang diajarkan

Nabi Muhammad SAW, yang berpedoman kepada kitab suci Alquran yang diturunkan ke

dunia melalui wahyu dari Allah SWT. Islam juga berarti "berserah diri kepada Tuhan" adalah

agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar

orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia

setelah agama Kristen.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan abstrak dari makalah ini, maka tujuan dari makalah

ini adalah untuk membahas mengenai siapakah tokoh Nurcholish Madjid dan juga pemikiran-

pemikirannya mengenai pluralisme agama. Diharapkan penelitian ini dapat menambah

wawasan pembacanya, ataupun menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya.

Metodologi Penelitian

Page 5: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

Jurnal ini menggunakan metode kualitatif non-interaktif, yaitu mengadakan

pengkajian berdasarkan analisis dokumen. Sesuai dengan namanya

penelitian ini tidak menghimpun data secara interaktif melalui interaksi

dengan sumber data manusia. Melainkan, Peneliti menghimpun,

mengidentifikasi, menganalisis, dan mengadakan sintesis data untuk

kemudian memberikan interpretasi terhadap konsep, kebijakan, peristiwa

yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat diamati. Sumber

datanya adalah dokumen-dokumen dari berbagai sumber yang relevan.

Pembahasan

Biografi Nurcholish Madjid

Nur Cholis Madjid lahir di Mojo Anyar, Jombang, Jawa Timur pada

tanggal 17 Maret 1939 (27 Muharram1358) dari kalangan keluarga santri.

Nur Cholis memulai pendidikannya dengan belajar di Sekolah Rakyat dan

Madrasah Ibtida’iyyah Pesantren Darul Ulum, kemudian melanjutkan ke

KMII (Kuliyyatul Muallimin) Pondok  Modern Gontor. Setelah selesai

sekolah di Gontor, Pada tahun 1960, ketika Cak Nur menamatkan

belajarnya, ustaz Zarkasyi bermaksud mengirim Cak Nur ke Universitas

Al-Azhar, Kairo. Tetapi karena di Mesir pada saat itu krisis terusan Suez

yang cukup kontroversial dan saat itu sulit sekali untuk mendapatkan visa

ke Mesir, keberangkatan Cak Nur menjadi tertunda. Sambil menunggu

keberangkatannya ke Mesir itulah, Cak Nur memanfaatkan waktunya

untuk mengajar di Gontor selama satu tahun. Namun waktu yang

ditunggu-tunggu Cak Nur untuk berangkat ke Mesir tak kunjung tiba.

Cak Nur agak kecewa, tapi pak Zarkasyi kemudian mengirim surat

ke IAIN Jakarta dan meminta agar Cak Nur diterima di lembaga pendidikan

tersebut, pada masa itu alumni Gontor tidak diterima di IAIN, maka berkat

bantuan salah seorang alumni Gontor, Abdur Rahman Parto Sentono,

seorang dosen muda di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cak Nur

kemudian diterima sebagai mahasiswa Fakultas adab Jurusan Sastra Arab

dan Sejarah Pemikiran Islam. 3

3 Siti Nurjannah, Makalah Pemikiran Gus Dur dan Cak Nur, (UIN, Ciputat: 2013) hal. 7

Page 6: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

Cak Nur adalah orang yang tertarik dengan organisasi, sesuai

dengan masanya, pribadi yang suka berekplorasi seperti Cak Nur berjodoh

dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi yang dibesarkan

dan sekaligus membesarkannya. Di organisasi tersebut Cak Nur sangat

aktif. Setiap jenjang organisasi dilaluinya dengan penuh semangat.

Karirnya di HMI dimulai dari komisariat, lalu menjadi ketua umum PB HMI

cabang Jakarta, hingga akhirnya menjadi ketua umum PB HMI selama dua

periode berturut-turut, 1966-1968 dan 1968-1970. di kemudian hari, cara

pandang Cak Nur yang unik terhadap persoalan-persoalan keislaman

dalam konteks keindonesiaan telah mengantarkannya sebagai salah

seorang pemikir neo-modernis Islam terkemuka. Dan rupanya format

pemikiran Cak Nur juga terkristalisasikan sejak ia aktif di HMI, dan

bahkan membuat ia sanggup menjadi ketua umum selama dua periode.

Pada saat menjadi mahasiswa, Cak Nur banyak membaca

bermacam-macam buku keislaman karya-karya Maududi, Hassan Al-

Banna, Cak Nur juga banyak membaca karya-karya filsafat, sosiolog dan

politik seperti karya Karl Marx, Karl Mein heim, Arnold Tonybee, dan para

pemikir terkemuka lainnya.

Nur Cholis Madjid yang akrab dipanggil Cak Nur, pada masa

mudanya dipercaya menjadi ketua umum organisasi mahasiswa sampai

dua priode, yaitu ketua umum HMI tahun1966-1969 dan 1969-1972. Cak

Nur juga pernah menjadi presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia

Tenggara, dan asisten sekretaris jendral Islamic Federation of Student

Organization.

Nur Cholis dikenal sebagai salah satu pembaharu pemikiran Islam

di Indonesia pada tahun 1970-an. Bahkan beliaulah yang dinyatakan

sebagai pencetus pembaharuan Islam. Dikarenakan pidato Cak Nur pada

tanggal 2 Januari 1970 dengan judul makalah “Keharusan Pembaruan

Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat” dinyatakan sebagai

momentum pembaruan pemikiran Islam di Indonesia.

Setelah meraih gelar sarjana, kemudian melanjutkan studi ke

Universitas Chicago sampai meraih gelar Doktor Kalam di bidang

pemikiran Islam, dengan disertasi “Ibn Taimiyah on Kalam and Falsafah

Page 7: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

Problem of Reason and Revelation in Islam”. Tahun 1978, Cak Nur

memperoleh beasiswa dari Ford Foundation guna melanjutkan studinya di

Universitas Chicago AS. Dan dari sanalah ia meraih doktor filsafatnya

dengan predikat summa cum laude pada tahun 1984. Bahkan, atas

prestasi dan sumbangan pemikirannya bagi peradaban Islam, di kemudian

hari Cak Nur cukup intens diminta menjadi dosen terbang di pelbagai

universitas terkemuka yang membuka kajian keislaman seperti

Universitas Momtreal dan Universitas Mc Gill, di Kanada.

Selama di Universitas Chicago dari tahun 1978-1984, Cak Nur

secara leluasa bisa berkunjung ke kepustakaan Islam klasik dan Islam

abad pertengahan yang begitu luas langsung di bawah mentor ilmuwan

neo-modernis asal Pakistan Prof. Fazlur Rahman. Pada saat itulah benih

pemikiran neo-modernis mulai diserap Cak Nur dan pengertian baru

mengenai pemikiran dan praktik gerakan neo-modernis ini pun

tampaknya terus terakumulasi selama ia menempuh pendidikan S-3-nya

itu.

Fazlur Rahman dapat disebut sebagai “guru” utama yang penting dalam

pematangan intelektual Cak Nur. Namun demikian, di antara sekian banyak tokoh yang

mempengaruhi pemikirannya, orang lain yang cukup berpengaruh adalah Buya Hamka. 4

Beberapa karya Nur Cholis Madjid yang berkaitan dengan pembaharuan pemikiran Islam di

Indonesia yaitu, The Issue of Modernization Among Muslims Indonesia, What Is Modern

Indonesia 1974, Islam in Indonesia Callanges Opportunities, Islam in The Contemporary

World 1980, Khazanah Intelektual Islam 1984, Isalam Kemodernan dan Keindonesiaan. Seri

Rangkuman Pemikiran Nur Cholis Fase Pertama Gagasan Pembaruan 1987-1994, Islam

Doktrin dan Peradaban, dan lain-lain.

Pemikiran Cak Nur Mengenai Sekularisme Agama

Nur Cholis  merumuskan modernisasi sebagai rasionalitas hal ini

berarti proses perombakan pola pikir dan tata kerja baru yang akliah.

Kegunaanya untuk memperoleh efisiensi yang maksimal untul

kebahagiaan umat manusia. Pendekatan yang digunakan Nurkholis dalam 4 Hamidah, Rekonstruksi Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid (studi terhadap pluralisme agama), (IAIN Raden Fatah, Palembang: 2010) hal. 65

Page 8: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

memahami umat dan ajaran islam lebih bersifat cultural normative

sehingga ada kesan bahwa lebih mementingkan komunitas dan

integralistik.

Dalam keyakinan Cak Nur, seorang Muslim semestinya menjadi

seseorang yang selalu bersedia menerima kebenaran-kebenaran baru dari

orang lain, dengan penuh rasa tawadhu kepada Tuhan. Makna

modernisasi identik dengan rasionalisasi. Sesuatu disebut moderen jika

bersifat rasional, ilmiah dan berkesesuaian dengan hokum-hukum alam.

Bila dikaitkan dengan perspektif Islam, modernisasi ialah rasionalisasi

yang ditopang oleh dimensi-dimensi moral, dengan berpijak pada prinsip-

prinsip iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Modernitas sendiri bagi umat

Islam, akan membawa kepada pendekatan (taqarrub) dan Takwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Dalam konteks yang lain, kemoderenan ini pun

berkaitan dengan tidak dibenarkannya manusia untk mengklaim

kebenaran yang mutlak. Menurut Cak Nur, seorang Muslim adalah

"seseorang yang senantiasa moderen, maju, progressif…"5

Pembaharuan Islam menurut Cak Nur sebagai penyegaran

pemahaman. Bukan inovasi dan pembaharuan. Jadi inti makna

pembaharuan adalah up dating pemahaman kita terhadap ajaran agama

kita dan cara mewujudkan ajaran itu dalam masyarakat. Ajaran Islam itu

sendiri sudah sempurna. Tapi pemahaman orang Islam terhadap ajaran

Islam selalu berubah dan terus berubah. Sedangkan tujuan pembaruan itu

sendiri dilakukan untuk membuat agama yang diyakini menjadi fungsional

dalam memberi jawaban terhadap tantangan moderen, dalam arti

mengarahkan, membimbing dan memberi makna kepadanya.

Nur Cholis Majid menekankan pentingnya diadakan pembaruan

setelah  melihat kondisi dan persoalan yang dihadapi umat islam.

Menurutnya pembaharuan harus dimulai dengan dua tindakan, yuang

mana satu dan lainnya sangat erat hubunganya. Yaitu: melepaskan diri

dari nilai-nilai tradisional dan mencari nilai baru yang berorientasi kemasa

5 Deddy Djamaluddin Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia, (Zaman Wacana Mulia, Bandung: 1998), hal. 174

Page 9: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

depan. yang kemudian melahirkan ide sekulerisasi yang dianggap

kotroversial oleh sebagian orang.6

Sekularisasi dalam perspektif sosiologis mengandung makna

pembebasan, yaitu pembebasan dari sikap penyucian yang tidak pada

tempatnya. Karena itu, ia mengandung makna desakralisasi, yaitu

pencopotan ketabuan dan kesakralan dari objek-objek yang semestinya

tidak tabu dan tidak sakral. Jika diproyeksikan pada situasi moderen Islam

sekarang, maka sekularisasi sebagaimana dimaksud Robert N. Bellah itu,

akan mengambil bentuk pemberantasan bid'ah, khurafat dan syirik

lainnya. Sekularisasi dalam pengertian semacam ini tak lain, daripada

konsekuensi tauhid. Dalam proses sekularisasi diperlukan adanya

kebebasan berpikir (intellectual freedom).

Jadi yang dimaksudkan dengan sekularisasi menurut Nurcholish

Madjid disini yaitu pemisahan antara urusan dunia dan akhirat. Ketika

menyagkut urusan dunia manusia diberi kebebasan untuk bersikap kritis

akan realitas yang terjadi disekitarnya. Dengan kata lain manusia diberi

kebebasan untuk mendayagunakan secara maksimal akan potensi yang

telah diberikan oleh tuhan untuk mengelola bumi atau semua urusan

yang berkenaan dengan keduniawian, dalam rangka menjalankan

tugasnya sebagi khalifah dimuka bumi. Jadi berkenaan dengan urusan

duniawi takdir manusia adalah kebabasan dan kemerdekaan

untuk  menentukan masibnya sendiri, disini manusia tidak semata hanya

mengantungkan dirinya kepada tuhan tetapi manusia menentukan

nasibnya sendiri.

Sedang yang berkenaan dengan urusan akhirat atau keagamaan

maka manusia tidak mempunyai kebebasan untuk melaksanakan

kegiatan peribadatan sesuai dengan yang dikehendaki tetapi telah

ditentukan oleh tuhan apa yang harus dikerjakan maka dalam urusan

akhirat manusia tidak memiliki kebebasan untuk melakukan sesuatu

berdasarkan keinginannya.

6 Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholis Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 193

Page 10: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

Maka manusia harus memisahkan antara kebebasan dan

ketentuan, ketika manusia diberi kebebasan dalan urusannya maka ia

tidak boleh menyatakan bahwa ini adalah ketentuan yang tidak dapat

diubah lagi. Begitu pula ketika manusia telah ditentukan apa yang harus

dikerjakan maka ia tidak boleh mengubah ketentuan itu dengan alasan

kebebasan yang dimiliki. Maka perlulah kiranya untuk memisahkan antara

kebebasan tentang urusan dunia dan ketentuan dalam urusan akhirat,

dengan kata lain ini adalah sekularisasi.

Sekularisasi menurut Cak Nur merupakan usaha untuk

menduniawikan nilai-nilai yang semestinya bersifat duniawi, dan

melepaskan umat Islam dari kecenderungan untuk meng-ukhrawi-kannya.

Sekularisasi berbeda dengan secularism. Menurutnya, “Secularism is the

name for an ideology, a newclosed world view which function very much

like a new religion”. Sekularisasi tidak dimaksudkan sebagai penerapan

sekularisme atau apalagi merubah kaum Muslim menjadi sekularis. Tapi,

sebaliknya, sekularisasi dimaksudkan untuk lebih memantapkan tugas

duniawi manusia “khalifah Allah di muka bumi.7

Konsep-konsep Cak Nur awal 1970-an memang cukup

mengundang simpati kalangan muda Islam, terutama di kota-kota besar.

Gelar Cak Nur sebagai "pembaharu" pun semakin santer ditujukan orang

kepadanya. Namun, banyak juga reaksi ketidaksetujuan dari berbagai

kalangan yang tampaknya masih ingin tampil sebagai 'penjaga gawang'

nilai-nilai Islam atau penjaga status quo berfikir umat. Isu sekualrisasi lalu

mendapat banyak tanggapan. H.M.Rasyidi dan Saefuddin Anshari,

misalnya, vokal sekali menentang gagasan-gagasan Cak Nur. Mereka tak

setuju diterapkannya sekularisasi bagi umat Islam. Alasannya, sekularisasi

tanpa sekularisme adalah mustahil. Sekularisasi tidak bias lain, selain

dinilai merupakan penerapan sekularisme.

Cak Nur sendiri, karena reaksi keras dari berbagai pihak, akhirnya

dapat memahami apa yang menjadi keberatan mereka. Cak Nur

mengakui, cukup sulit untuk menentukan kapan proses sekularisasi,

dalam makna sosiologisnya, berhenti dan berubah menjadi proses

7 Hamidah, Rekonstruksi Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid (studi terhadap pluralisme agama), (IAIN Raden Fatah, Palembang: 2010) hal. 75

Page 11: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

penerapan sekularisme dalam makna filosofisnya. Mengingat begitu

rumitnya makna sekularisasi tersebut, Cak Nur berkesimpulan, maka

adalah bijaksana untuk tidak menggunakan istilah-istilah tersebut, dan

lebih menggantikannya dengan istilah-istilah teknis lainnya yang lebih

tepat dan netral. Ini menunjukkan bahwa beliau memang betul-betul

mengedepankan kedamaian dalam bermasyarakat. Walaupun istilah

diganti, namun nilai-nilai dari pemikirannya tetaplah sama tujuannya,

yaitu agar tercapai kedamaian dan saling menghargai antar umat

beragama.

Pemikiran Cak Nur mengenai Pluralisme Agama

Islam merupakan agama yang mampu memberikan respon

terhadap berbagai persoalan. Pemahaman Islam seperti ini seperti telah

pernah terwujud pada masa Islam klasik, pada masa ini Islam menjadi

rahmatan lil alamin. Islam telah mampu memberi kontribusi terhadap

budaya dan pemikiran Yahudi, Nasrani, sebagaimana pengakuan sarjana

Barat moderen, seperti Abraham S. Halkin bahwa ”Sastra Yahudi di import

dari al-Qur’an, Bahasa Arab, puisi dan Sejarah Islam”.8

Islam tidak membolehkan untuk memaksakan suatu agama, karena

manusia dianggap sudah mampu dan harus diberi kebebasan untuk

membedakan dan memilih sendiri mana yang benar dan mana yang

salah. Dengan kata lain, manusia kini dianggap telah dewasa sehingga

dapat menentukan sendiri jalan hidupnya yang benar, dan tidak perlu lagi

dipaksa-paksaseperti seseorang yang belum dewasa.

Menurut Cak Nur, Tuhan telah ”percaya” kepada kemampuan

manusia itu, maka Dia tidak lagi mengirimkan Utusan atau Rasul untuk

mengajari mereka tentang kebenaran. Deretan para Nabi dan Rasul telah

dditutup dengan kedatangan Nabi Muhammad saw. Sebagai Rasul

penutup, Nabi Muhammad membawa dasar-dasar pokok ajaran yang

terus menerus dapat dikembangkan untuk segala zaman dan tempat.

Maka sekarang terserah kepada manusia yang telah dewasa itu untuk

8 Nurcholis Madjid, Islam, Agama Kemanusian, Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, (Paramadina, Jakarta: 1995), h.xvii

Page 12: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

secara kreatif menangkap pesan dalam pokok ajaran Nabi penutup itu

dan memfungsikannya dalam hidup nyata mereka.

Dalam pandangan Cak Nur, karena iman kepada Allah dan

menentang tirani itu mempunyai kaitan logis dengan prinsip kebebasan

beragama, maka bahkan Nabi pun diingatkan: ”Walau seandainya

Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua manusia di bumi. Maka

apakah engkau (Muhammad) akan memaksa manusia hingga mereka

menjadi orang-orang yang beriman semua?” (Q.S. Yunus: 99). Ayat yang

senada terdapat dalam al-Qur’an surah al-Maidah: 48 sebagai berikut:

”untuk masing-masing di antara kalian (umat manusia) telah kami

buatkan syari’ah (jalan menuju kebenara) dan minhaj (metode

pelaksanaannya). Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Allah jadikan

kalian (ummat manusia) umat yang tunggal. Tetapi Allah hendak menguji

kalian terhadap pemberian-Nya kepada kalian. Maka, berlomba-lombalah

dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kalian kembali

semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian

perselisihkan itu” .

Dalam mengomentari ayat tersebut, Thabathaba’i mengatakan,

setiap umat memiliki syari’at yang berbeda dengan syari’at umat lain.

Seandainya Allah menghendaki niscaya Dia akan menciptakan satu umat

dan satu syari’at. Ayat tersebut memperlihatkan keragaman jalan yang

diberikan Allah kepada manusia. Dengan tegas dinyatakan bahwa syari’at

agama-agama itu memang berbeda, tak ditunggalkan. Ini karena agama

turun bukan di ruang yang hampa sejarah. Syari’at agama biasanya hadir

sebagai respons terhadap situasi dan kondisi zaman.

Setiap nabi membawa syari’atnya sendiri-sendiri. Walau gagasan

yang diusung seluruh para Nabi dan Rasul adalah parallel, syari’at yang

dipakai masing-masing cenderung berbeda. Sebab, tidaklah mustahil

bahwa sesuatu yang bernilai maslahat.dalam suatu tempat dan waktu

tertentu , kemudian berubah menjadi mafsadat dalam suatu ruang dan

waktu yang lain. Bila kemaslahatan dapat berubah karena perubahan

konteks, maka dapat saja Allah menyuruh berbuat sesuatu karena

diketahui mengandung maslahat, kemudian Allah melarangnya pada

Page 13: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

waktu Ibn Rusyd dalam bukunya Fashl al-Maqal menyatakan, hikmah

(kemaslahatan) itu merupakan saudara kandung dari syari’at-syari’at

yang telah ditetapkan Allah.

Perbedaan antara Islam dan agama lain biasanya terletak pada

mekanisme pelaksanaan ajaran. Tujuan syari’at (maqashid al-syari’at)nya

bisa sama, tetapi bentuk syari’atnya boleh jadi berbeda. Sebab, secara

generis, syari’at atau syir’at sendiri berarti jalan (al-sabil, al-thariq).

Muhammad Imarah menyatakan, syari’at adalah jalan menuju

keselamatan atau Tuhan. Jalan menuju Tuhan itu tak tunggal. Ada banyak

jalan yang disediakan Allah menuju kedamaian. Allah berfirman di dalam

al-Qur’an, ”Allah memberi petunjuk melalui Wahyu-Nya terhadap orang

yang mengikuti keridaan-Nya untuk menulusuri jalan-jalan kedamaian.9

Prinsip kebebasan beragama adalah kehormatan bagi manusia dari

Tuhan, mengakui hak manusia untuk memilih sendiri jalan hidupnya.

Tentu tidak perlu lagi ditegaskan bahwa semua risisko pilihan itu adalah

tanggung jawab sepenuhnya manusia sendiri.

Menurut Cak Nur, para ahli mencatat bahwa pelembagaan prinsip

kebebasan beragama itu dalam sejarah umat manusia, yang pertama kali

ialah yang dibuat oleh Rasulullah saw. Sesudah beliau hijrah ke Madinah

dan harus menyusun masyarakat majemuk (plural) karena menyangkut

unsur-unsur non-Muslim. Sekarang prinsip kebebasan beragama itu telah

dijadikan salah satu sendi sosial politik moderen. Prinsip itu dijabarkan

oleh Thomas Jefferson yang ”Deist” dan ”Uniterianist Universalist”

namun menolak agama formal, dan oleh Robespiere yang percaya kepada

“Wujud Mahatinggi” namun juga menolak agama formal. Mungkin karena

agama formal yang mereka kenal di sana waktu itu tidak mengajarkan

kebebasan beragama.10

Sebagai sebuah pandangan keagamaan, menurut Cak Nur, pada

dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan tafsirannya ke arah

yang semakin pluralis. Sebagai contoh filsafat perenial yang belakangan

banyak dibicarakan dalam dialog antar agama di Indonesia merentangkan 9 Hamidah, Rekonstruksi Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid (studi terhadap pluralisme agama), (IAIN Raden Fatah, Palembang: 2010) hal. 8310 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, (Paramadina, Jakarta: 2005), hal. 220

Page 14: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap agama sebenarnya

merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda,

pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai

agama. Filsafat perenial juga membagi agama pada level esoterik (batin)

dan eksoterik (lahir). Satu agama berbeda dengan agama lain dalam level

eksoterik, tetapi relative sama dalam level esoteric. Oleh karena itu ada

istilah “Satu Tuhan Banyak Jalan”.11

Pluralisme dalam pandangan Cak Nur adalah suatu kenyataan yang

mesti diterima, karena pluralisme adalah sunnatullah yang tidak akan

berubah, sehingga tidak mungkin dilawan atau diakhiri.

Pluralisme harus difahami sebagi suatu pertemuan sejati dari

keberagaman dalam ikatan-ikatan kesopanan. Jika pemahaman ini

dikembangkan secara konsisten, implikasi yang segera muncul adalah

pengakuan secara jujur terhadap pesan Tuhan dalam kitab sucinya. Atas

dasar ini klaim-klaim kebenaran dijauhi dan pada tahap selanjutnya

muncul sikap toleransi. Menurut Cak Nur relativisme internal itu tidak

berarti menghilangkan sama sekali (nihilisme) kebenaran agama

seseorang yang selama ini dipeluknya, sebab yang dikehendaki dalam

pertemuan sejati adalah sikap keagamaan al-hanafiyah al-samhah, yaitu

semangat mencari kebenaran yang toleran, tidak sempit, tanpa

kefanatikan dan tidak membelenggu jiwa.. Sikap keagamaan seperti inilah

adalah sikap keagamaan yang sejati dan benar, yang menjanjikan

perdamaian dan kebahagiaan sejati. Bagaimanapun semua agama yang

ada pada mulanya menganut prinsip yang sama, yaitu keharusan

manusia untuk berserah diri kepada Yang Maha Esa, maka agama-agama

itu baik karena dinamika internalnya sendiri atau karena

persinggungannya satu sama lain, akan secara berangsur-angsur

menemukan kebenarannya sendiri, sehingga semuanya akan bertumpu

dalam suatu titik pertemuan, common platform, dalam istilah al-Qur’an

kalimatun sawa’.12

11 Nurcholis Madjid, Tiga Agama Satu Tuhan, (Mizan, Bandung: 1999), h. xix12 Hamidah, Rekonstruksi Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid (studi terhadap pluralisme agama), (IAIN Raden Fatah, Palembang: 2010) hal. 85

Page 15: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

Pemahaman pluralisme seperti di atas berkaitan dengan

pemahaman mengenai hakikat universalime agama bahwa semua agama

pada dasarnya secara esotorik disatukan dengan kebajikan universal,

yang menjadikan setiap agama sama-sama memiliki pandangan dasar

yang sama tentang realitas yang absolut. Tetapi mayoritas pemeluk

agama masih terpaku pada dimensi eksoterik agama yang cenderung

ritualistik, simbolik dan formalistik, tanpa menyadari kemana muara dari

dimensi eksoterik tersebut. Masyarakat seperti ini menolak kemungkinan

adanya dialog, bagi mereka klaim-klaim kebenaran adalah miliknya

sendiri sama sekali berbeda bahkan menganggap yang lainnya adalah

salah. Bahkan lebih dari itu, adanya kesadaran akan misi agama

menjadikan para pemeluknya membangun isu-isu antara lain

”Kristenisasi”, ”Islamisasi” dan lain-lain.

Umat Islam memiliki tanggung jawab dalam membuktikan Islam

sebagai agama universal dan sangat relevan dengan pluralisme agama

yang terjadi pada masa posmodernisme. Menurut Cak Nur dalam

menyikapi pluralisme agama, umat Islam khususnya dalam masyarakat

umumnya tidak boleh bersikap anti terhadap pluralisme tersebut. Akan

tetapi dituntut untuk bersikap terbuka, dan berlomba dalam mengejar

kebajikan dan bekerja sama untuk mewujudkan dalam berbagai

kebaikan.13

Menurut pandangan Sukidi Mulyadi bahwa ”Teologi Inklusif Cak

Nur”, merupakan alternatif dari ”Teologi Inklusif” yang manganggap

bahwa kebenaran dan keselamatan (truth and salvation) suatu, menjadi

monopoli agama tertentu. Karena itu, dalam perspektif ”Teologi Inklusif”,

klaim bahwa hanya agamanya saja yang benar dan menjadi jalan

keselamatan, adalah teologi yang dipandang salah. Hampir semua agama

formal (organized religion), kata Sukidi memiliki klaim keselamatan:

”hanya agama sayalah yang memberikan keselamatan, sementara agama

Anda tidak, dan bahkan menyesatkan”. Klaim-klaim keselamatan seperti

itu bersifat latent dan terkadang juga manifes, terekspresikan keluar, ke

berbagai tradisi agama-agama, sehingga mengakibatkan perang

13 Ibid, hal. 78

Page 16: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

(keselamatan) antar agama. Padahal, bukanlah klaim keselamatan itu

tidak saja mengakibatkan sikap menutup diri terhadap kebenaran agama

lain, tetapi juga berimplikasi serius atas terjadinya konflik atas nama

agama dan Tuhan.14

Prinsip lain yang digariskan oleh Al-Quran, adalah pengakuan

eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas

beragama dan, dengan begitu, layak memperoleh pahala dari Tuhan.

Lagi-lagi, prinsip ini memperkokoh ide mengenai Pluralisme keagamaan

dan menolak eksklusivisme. Dalam pengertian lain, ekskluvisme

keagamaan tidak sesuai dengan semangat Al-Quran. Sebab Al-Quran

tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya.15

14 Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Kompas, 2001), hal. 1215 Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Mizan, Bandung: 1997), hal. 108

Page 17: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

Penutup

Kesimpulan

Dari pembabaran materi diatas terutama pemikiran Nurcholis

Madjid mengenai sekularisme dan pluralisme versi beliau adalah bahwa,

pembaharuan dalam dunia islam yang menyangkut inovasi dan kemajuan

pemikiran yang bersifat duniawi namun tetap menjadi insan yang taqwa

kepada Tuhan adalah suatu keharusan. Kemunduran, keterbelakangan,

kejumudan, dan berbagai krisis yang menimpa umat islam, telah

membuat pembaruan sebagai suatu keharusan. Pembaruan pemikiran

Islam tentu harus berorientasi pada nila-nilai Islam yang bersumber dari

al-quran dan Sunnah Nabi. Pembaruan dapat diartikan sebagai

modernisasi untuk memperoleh dayaguna dalam berpikir dan bekerja

yang maksimal, guna kemaslahatan umat manusia. Hal ini menurut beliau

dapat diwujudkan dengan 2 (dua) konsep pemikiran revolusioner beliau

yang sangat bijak, yaitu sekularisme dan pluralisme ala Nurcholish Madjid

Pertama dari sekularisme yang dikemukakan oleh Cak Nur yang

dimaksudkan bahwa persepsi manusia tentang hal mutlak dan yang

masih bisa diusahakan harus diperhatikan, ini penting agar umat islam

memiliki jiwa yang bersemangat dalam setiap usahanya untuk melakukan

hal-hal positif terutama dalam pembangunan kemaslahatan umat

walaupun ada berbagai banyak rintangan yang membuat hal tersebut

nampak tidak mungkin, manusia harus tetap yakin dan berusaha untuk

mewujudkannya sepanjang tujuannya baik. Manusia wajib terus berikhtiar

dan bertawakal untuk mendapatkan hasil maksimal yang juga mendapat

berkah dari Tuhan, sehingga tidak hanya memperoleh suatu hal yang

tinggi dalam nilai materi namun kering dalam sisi spiritualnya yang pada

masa kini banyak terjadi. Disisi lain, tiap-tap manusia harus tetap

memperhatikan kewajiban mutlaknya sebagai hamba Allah Swt yaitu

bertaqwa, beriman, mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya.

Melakukan peribadatan sesuai dengan aturan-aturan yang diwariskan oleh

Rasul SAW adalah suatu keharusan yang mutlak dan haram untuk dirubah

dan dilakukan penyimpangan terhadapnya. Ide sekularisasai yang

diajarakan Nur Cholis secara garis besar yakni memisahkan dunia dan

Page 18: 1112015000027_Hendra Arighi_7B_ UAS Cak Nur

akhirat. Yaitu urusan dunia diurus ilmu dan kemampuan akal rasional

agama lebih mementingkan komunikasi psikologi spiritual atau

memisahkan secara jelas wilayah yang sacral dan wilayah yang temporal.

Selanjutnya dari sisi pluralisme yang menekankan bahwa setiap

manusia yang bertaqwa dan mengerjakan ajaran agamanya dengan baik

serta melakukan amalan-amalan terpuji bagi setiap makhluk di dunia ini,

apapun agama yang dianut berhak untuk masuk ke syurga dan diterima

berbagai amal-amal kebaikannya. Ini membuat setiap umat beragama

dapat menurunkan egonya untuk menentukan siapa yang benar dan

fokus untuk menjaga, membina dan memelihara hubungan baik antar

sesama manusia dan juga menjaga alam kehidupannya. Agam akan betul-

betul menjadi suatu pembawa kedamaian bagi alam semesta ini karena

menuru Cak Nur perbedaan agama adalah suatu wujud refleksi keimanan

manusia yang berbeda-beda kepada satu Tuhan yang sama. Pluralisme

Cak Nur sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam

bersifat Inklusif dan merentangkan tafsirannya ke arah yang semakin

pluralis. Sebagai contoh filsafat Perenial yang belakangan banyak

dibicarakan dalam dialog antara agama di Indonesia merentangkan

pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap agama sebenarnya

merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda,

pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dar berbagai

agama. Filsafat Perenial juga membagi agama pada level esoterik (bathin)

dan eksoterik (lahir). Satu agama berbeda dengan agama lain dalam level

eksoterik tetapi relatif sama dalam level esoteriknya. Oleh karena itu ada

istilah ‘satu Tuhan banyak jalan’.