bab v

50
BAB V ANALISIS DAN PERENCANAAN A. ANALISIS 1. Karakteristik Fisik DAS Karakteristik lahan (Land characteristics) mencakup faktor- faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, jenis tanah, jenis batuan dan sebagainya. a. Topografi DAS Topografi merupakan keadaan lahan yang mencakup kemiringan dan ketinggian suatu wilayah. Dengan menggunakan data DEM dari Bakorustanal maka diperoleh topografi pada DAS Jeneberang Hilir yakni sebagian besar berupa daratan sengan kemiringan 0-8% dan ketinggian 0- 255 mdpl. Curamnya lereng merupakan salah satu faktor penentu dalam kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilakukan diatas lahan tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta di bawah. Sebagian lahan berpotensi terhadap genangan banjir dan sebagian berpotensi terhadap drainase yang buruk namun demikian lahan dengan kelerengan hingga 20% dapat dimanfaatkan untuk areal pertanian dengan jenis tanaman 113

Upload: dwimentari1

Post on 25-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

gws

TRANSCRIPT

BAB VANALISIS DAN PERENCANAAN

A. ANALISIS1. Karakteristik Fisik DASKarakteristik lahan (Land characteristics) mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, jenis tanah, jenis batuan dan sebagainya.a. Topografi DAS Topografi merupakan keadaan lahan yang mencakup kemiringan dan ketinggian suatu wilayah. Dengan menggunakan data DEM dari Bakorustanal maka diperoleh topografi pada DAS Jeneberang Hilir yakni sebagian besar berupa daratan sengan kemiringan 0-8% dan ketinggian 0-255 mdpl. Curamnya lereng merupakan salah satu faktor penentu dalam kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilakukan diatas lahan tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta di bawah.Sebagian lahan berpotensi terhadap genangan banjir dan sebagian berpotensi terhadap drainase yang buruk namun demikian lahan dengan kelerengan hingga 20% dapat dimanfaatkan untuk areal pertanian dengan jenis tanaman tertentu. Lahan ini juga baik untuk pengembangan industri ringan, komplek perumahan, dan untuk fasilitas rekreasi.Jadi pada umumnya lahan di DAS Jeneberang berdasarkan topografinya hampir seluruhnya sesuai untuk pemanfaatan lahan berupa pertanian pangan dan permukiman.

113

Gambar 5.1 : Kemiringan Lereng DAS Jeneberang HilirSumber : Data DEM Bakosurtanal, Analsisi 2013

Gambar 5.2: Keteinggian DAS Jeneberang HilirSumber: Data DEM Bakosurtanal, Analsisi 2013b. Jenis Tanah dan Batuan DASJenis tanah yang berada di DAS Jeneberang Hilir terbagi atas dua jenis yakni tanah mediteran dan tanah alluvial. tanah alluvial terletak di daerah yang cukup rendah .Penyebaran tanah ini terutama di daerah dataran antara perbukitan, tanggul sungai, rawa belakang sungai, dataran , sebagian dataran struktural berelief datar, landform struktural/tektonik, dan dataran/ perbukitan volkan, kadang-kadang berada pada kondisi tergenang untuk selang waktu yang cukup lama pada kedalaman 40 sampai 50 cm. Tanah mediteran merupakan hasil pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen. Warna tanah ini berkisar antara merah sampai kecoklatan. Tanah mediteran banyak terdapat pada dasar-dasar dolina dan merupakan tanah pertanian yang subur di daerah kpur dari pada jenis tanah kapur yang lainnya.Sebaran jenis batuan sebagian besar merupakan batuan jenis alluvium muda yang berasal dari letusan gunung dan terletak tersebar di sepanjang aliran sungai. Untuk persebaran jenis tanah dan batuan dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 5.3 : Peta Jenis Tanah DAS Jeneberang HilirSumber: BPDAS Walanae, Peta Jenis Tanah DAS Jeneberang skala 1: 125.000

Gambar 5.4 : Peta Jenis Batuan DAS Jeneberang HilirSumber: BPDAS Walanae, Peta Jenis Batuan DAS Jeneberang skala 1: 125.000

c. Pemanfaatan Lahan DAS Jeneberang HilirPemanfaatan lahan di DAS Jeneberang hiili didominasi oleh permukiman dan perkotaan, sedangkan jenis vegetasi yang ada berupa pertanian lahan basah dengan komoditi yang paling banyak berupa tanaman padi (sawah). Pemanfaatan lahan permukiman sebagian besar berada pada sebelah barat DAS Jeneberang Hilir.

Gambar 5.5 : Peta Pemanfaatan Lahan Jeneberang HilirSumber: BPDAS Walanae, Peta Pemanfaatan Lahan DAS Jeneberang skala 1: 125.000

d. Sempadan dan bantaran sungaiKondisi Sempadan sungai di Jeneberang cukup memprihatinkan dibeberapa titik terjadi pemanfaatan lahan di daerah sempadan dan bantaran sungai yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan , yakni daerah sempadan sungai dalam perkotaan harus 3 m dari permukiman untuk sungai bertanggul dan 30 m untuk sungai tidak bertanggul.21

Gambar 5.6 : 1 Sempadan sungai bertanggul ; 2 sempadan sungai tidak bertanggulSumber : Survei Lapangan

Pada gambar diatas dapat kita lihat salah satu titik di DAS Jeneberang, sungai tidak memiliki tanggul sehingga jarak lahan yang seharusnya untuk dimanfaatkan adalah 30 m dari tepi sungai namun kondisi yang ada permukiman dan bangunan komersial justru terletak di tepi sungai. Hal ini menimbulkan beberapa masalah yakni tercemarnya air sungai oleh sampah dan tidak adanya daerah milik air sehingga pada musim hujan rumah-rumah warga akan mengalami banjir.Pada sungai bertanggul kondisi sempadan sungai cukup baik, yakni pemanfaatan lahan permukiman berjarak 1 - 3 m dari kaki tanggul terluar, hal ini memberikan dampak positif terhadap daerah milik air dan menghindarkan permukiman terkena banjir akibat pemanfaatan daerah milik air.Sedangkan pada bantaran sungai yang seharusnya menjadi daerah batas antara ekosistem air dan darat sebaiknya tidak mengalami gangguan seperti adanya bangunan pada daerah bantaran, namun di DAS Jeneberang terdapat beberapa rumah yang dibangun oleh masyarakat yang mengakibatkan masalah pada ekosistem sungai, yakni persampahan dan pencemaran air sungai. Terjadinya pemanfaatan lahan berupa permukiman di daerah bantaran sungai mengakibatkan menurunnya kualitas bantaran sungai.21

Gambar 5.7 : 1.Bantaran sebagai lahan permukiman, 2.Pemanfaatan bantaran sebagai lahan pertanianSumber : Survei Lapangan Pada sungai jeneberang, sepanjang sungai ada juga yang tidak memiliki bantaran sungai yakni badan air yang langsung berbatasan dengan kaki tanggul sehingga ketika debit air meningkat pada musim hujan, air sungai akan dengan cepat meluap ke sempadan sungai. juga terdapat bantaran yang lahannya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian basah dengan komoditi jagung dan padi hal ini cukup baik karena akan membantu lahan pada bantaran agar tidak mengalami abrasi.e. PermukimanKepadatan permukiman pada DAS Jeneberang berada pada bagian DAS Jeneberang hilir, yakni kota Makassar, kec Pallangga dan Kec Sombaopu. Permukiman di DAS Jeneberang memiliki masalah yang hampir sama dengan permukiman tepi sungai pada umumnya yakni, pemanfaatan bantaran dan sempadan sungai sebagai lahan permukiman yang mengakibatkan berkurangnya daerah serapan dan aliran air sungai.Permukiman merupakan penggunaan lahan terbesar dengan tutupan permanen yang ada di DAS Jeneberang, oleh karena itu permukiman merupakan faktor penyebab pertama berkurangnya daerah serapan di DAS Jeneberang. Karena kemampuan tanah dalam menyerap air berkurang maka bencana banjir dan longsor semakin berpotensi terjadi.

Gambar 5. 8 : Kondisi Eksiting Pemanfaatan Sempadan Sungai sebagai Lahan Permukimansumber : BingMaps dan Survei LapanganGambar 5.9 : Kondisi Eksiting Pemanfaatan Sempadan Sungai sebagai Lahan Permukimansumber : BingMaps dan Survei Lapangan

Perubahan lahan pertanian menjadi lahan permukiman juga terjadi di beberapa titik di DAS Jeneberang, pada gambar dibawah dapat dilihat terjadinya perubahan pemanfaatan lahan dari pertanian sawah menjadi permukiman, hal ini mengakibatkan semakin rendahnya hasil produksi tani yang akan berakibat pada daya dukung lingkungan lahan pertanian dan daya serap lahan terhadap air hujan.Gambar 5.10: Lahan pertanian disekitar Permukiman baruSumber : survey lapangan

f. Pertanian di DAS JeneberangKondisi lahan pertanian setiap waktu mengalami penurunan luas lahan, hal ini diakibatkan karena meningkatnya kebutuhan lahan permukiman oleh masyarakat. Terjadinya perubahan lahan menjadi permukiman sebagian besar dialami oleh lahan pertanian pangan karena karakteristik lahan pertanian pangan hampir sama dengan lahan permukiman yakni pada topografi rendah dengan curah hujan 1000 1500 mm/thn. Upaya membantu percepatan peningkatan produksi dan produktivitas lahan pertanian khususnya pertanian pangan dengan sistem irigasi yang tidak hanya berarti mengembalikan pengembalian fungsi irigasi seperti yang direncanakan semula tetapi lebih ditujukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat tani. Gambar 5.11 : Pertanian pangan (padi) di DAS Jenberang HilirSumber : Survei Lapangan

2. Analisis Spasiala. Fungsi kawasanKlasifikasi fungsi lahan berdasarkan keadaan sumber daya lahan yang mempertimbangkan keadaan topografi, curah hujan dan kemiringan lereng dimana fungsi kawasan untuk kawasan lindung yang bersifat untuk melindungi dataran dibawahnya, kawasan penyangga merupakan lahan yang dapat dimanfaatkan tetapi harus memperhatikan keseimbangan ekologi lingkungan karena kawasan ini merupakan kawasan penunjang bagi kawasan lindung dalam menjalankan fungsinya sebagai kawasan resapan air, sedangkan kawasan budidaya dapat dimanfaatkan sebagai kawasan permukiman, perkantoran dan sebagainya. Berdasarkan hasil analisis, fungsi kawasan di DAS Jeneberang dengan memepertimbangkan jenis tanah, curah hujan dan kemiringan lereng terdapat dua fungsi kawasan yakni kawasan budidaya dan kawasan penyangga. 80% merupakan kawasan budidaya yakni kawasan dengan peruntukan lahan untuk dimanfaatkan sesuai dengan kemampuan lahan. Untuk kawasan penyangga sendiri terletak dibagian timur DAS Jeneberang Hilir.Sedangkan pada DAS Jeneberang hilir, hasil analisis menggunakan tiga indikator diatas menghasilkan 2 pengelompokan fungsi kawasan yakni kawasan budidaya dan kawasan penyangga, hasilnya ialah >90% DAS Jeneberang hilir merupakan kawasan budidaya dan 0.015% kawasan penyangga. Namun penentuan kawasan lindung juga dilakukan dengan mengamati daerah perlindungan seperti daerah sempadan dan bantaran sungai, sehingga daerah tersebut untuk sungai bertanggul sejauh 3m setelah kaki tanggul merupakan kawasan lindung dan pada sungai tidak bertanggul sejauh 30 m dari tepi sungai juga merupakan kawasan lindung.

Tabel 5.1 Luas Lahan Berdasarkan Fungsi KawasanNoFungsi KawasanLuas (ha)Persentasi

1Kawasan Budidaya5279399%

2Kawasan Penyangga80.015%

Sumber :Analisis 2013

Untuk kawasan lindung ditetapkan berdasarkan kawasan perlindungan setempat yakni, daerah sempadan sungai sejauh 30 m dari tepi sungai untuk sungai tidak bertanggul dan 3 m dari daerah sempadan sungai untuk sungai bertanggul merupakan kawasan lindung.

Gambar 5.12 : Peta fungsi kawasan DAS Jeneberang HilirSumber : Analisis 2013

b. Potensi Bencana1) Bencana BanjirBerdasarkan hasil analisis 4 indikator yakni kemiringan lereng, curah hujan, tutupan lahan dan tekstur tanah DAS Jneberang Hilir sebagian besar merupakan wilayah yang agak rentan (jarang banjir) terhadap bencana baSelain itu adanya beberapa titik pemanfaatan bantaran sungai sebagai lahan permukiman mengkibatkan air kehilangan daerah alirannya, karena pada kondisi ideal bantaran sungai merupakan daerah aliran air pada saat debit air meningkat. Terjadinya pemanfaatan lahan pada bantaran sungai sebagai permukiman mengakibatkan risiko terkenan banjir semakin besar untuk masyarakat. Selain itu terjadinya perubahan tutupan lahan dari tutupan lahan bervegtasi menjadi tutupan lahan dengan pengerasan juga mengakibatkan potensi banjir semakin besar karena air hujan yang seyogyanya jatuh dan masuk kedalalam tanah langsung masuk ke dalam drainase ataupun sugai.

Gambar 5.13 : Peta potensi bencana banjir DAS Jeneberang hilir.Sumber : Anaisis 2013

1) Bencana LongsorBerdasarkan analisis dengan menggunakan metode skoring atau pembobotan dengan menggunakan indikator kemiringan lereng, ketinggian wilayah (kontur), curah hujan, tekstur tanah dan penggunaan lahan dan kemudian dilakukan proses overlay dengan menggunakan Arcgis maka dapat disimpulkan bahwa Wilayah yang memiliki kerawanan longsor yang rendah pada umumnya merupakan kawasan pesisir dengan topografi yang datar dan wilayah yang memiliki potensi kerawanan sedang terhadap longsor sebagian besar terletak didaerah terbangun. Sedangkan kawasan permukiman sebaiknya diarahkan diluar kawasan potensi bencana longsor. Secara keseluruhan luas lahan yang berpotensi tinggi terhadap kedua bencana diatas adalah sebanyak 1920 ha.

Gambar 5.14 : Peta potensi bencana banjir DAS Jeneberang hilir.Sumber : Anaisis 2013

3. Analisis Daya Dukung Wilayah

a. Daya Tampung WilayahKemampuan daya tampung wilayah dapat dilihat dari perbandingan jumlah penduduk dan luas wilayah kemudian disesuaikan dengan standar konsumsi lahan perkapita (Yates 1980). A = L/PA = Luas DAS Hilir/ Jumlah penduduk hilirA = 17402/ 528110A= 0,033 Dengan jumlah penduduk > 500.000 , maka seharusnya memiliki 0,066 konsumsi lahan perkapita. Melihat jumlah konsumsi lahan perkapita DAS Jeneberang Hilir 0,033 maka DAS Jeneberang hilir dikatakan memiliki daya tampung dibawah jumlah daya tamping selayaknya, atau DAS Jeneberang Hilir masih mampu untuk mengalami pertumbuhan penduduk dan pengembangan wilayah.

b. Daya dukung lingkungan Pertanian1) Kemampuan wilayah pertanianDaya dukung lahan pertanian merupakan kemampuan suatu wilayah dalam memproduksi beras guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk setempat untuk hidup sejahtera atau mencapai kondisi swasembada beras. Maka indikator yang digunakan adalah luas lahan pertanian yaitu sawah. Perhitungan daya dukung wilayah utnuk pertanian menggunakan formula sebagai berikut := Keterangan := Daya dukung wilayah pertanianLp= Luas lahan panen (ha)Pd= Jumlah penduduk (jiwa)KFM= Kebutuhan Fisik minimum (kg/kapita/tahun)Pr= Produksi lahan rata-rata per hektar (kg/ha)Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yang diperlukan untuk menentukan besarnya daya dukung wilayah lahan pertanian sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan kondisi wilayahnya. KFM yang digunakan ialah standar kebutuhan penduduk kota yakni 480kg/kapita/tahun. (Sayogyo,1982).

Tabel 5.2 Daya Dukung Wilayah PertanianNoKecamatanLuas Lahan Pertanian (Pangan) (ha)Jumlah PendudukKFM (Kg/kapita/tahun)rata-rata Produksi (kg/ha)Ket

1Pallangga2873.1296649148060400054Mampu swasembada

2Bajeng1545.8243248048032500032Mampu swasembada

3Barombong1474.1132703548031000035Mampu swasembada

4Bontoala01325748000Tidak Mampu

5Galesong Utara470.84143024808100018Mampu swasembada

6Mamajang03807048000Tidak Mampu

7Mariso853.239510034801620005Mampu swasembada

8Panakukang0.99965748050000.01Tidak Mampu

9Polongbangkeng590.12221104809600055Mampu swasembada

10Sombaopu435.64679620480910001.03Mampu swasembada

11 Tamalate100.112832948050000.008Tidak Mampu

12Ujung Pandang03126548000Tidak Mampu

13Wajo02549648000Tidak Mampu

14Bontomarannu188.44227763480390000.5Tidak Mampu

Sumber : Analisis 2013

Dengan asumsi : < 1 berarti wilayah tersebut tidak mampu melaksanakan swasembada pangan, atau dapat diartikan bahwa jumlah penduduknya telah melibihi jumlah penduduk optimal. > 1 berarti wilayah tersebut mampu melaksanakan swasembada pangan, dalam arti jumlah penduduknya dibawah jumlah penduduk optimal. = 1 berarti wilayah tersebut memiliki daya dukung lingkungan optimal.

Maka dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat 7 kecamatan pada DAS Jeneberang hilir yang mampu melakukan swasembada pangan dan memenuhi kebutuhan penduduk diatasnya akan pangan. Kecamatan yang memiliki daya dukung wilayah pertanian paling besar ialah kecamatan Pallangga dengan nilai T = 54, yang artinya kecamatan Pallangga memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk diatasnya. Namun juga terdapat 7 kecamatan lainnya yang memiliki daya dukung wilayah pertanian rendah atau kecamatan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk diatasnya, sehingga kebutuhan akan pangan harus dipenuhi oleh kecamatan lain.

2) Kesesuaian Lahan PertanianKeseuaian lahan pertanian didapatkan dengan melakukan overlay 4 indikator yakni curah hujan, ketinggian, kemiringan dan banjir maka dihasilkan bahwa lahan pertanian yang sesuai di tiap kecamatan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 5.3 Kesesuaian Lahan Pertanian PanganNOKecamatanSesuai (h)Sesuai bersyarat (h)NOKecamatanSesuai (h)Sesuai bersyarat (h)

1Pallangga388617008Panakukang190

2Bajeng15139029 Pol Utara412250

3Barombong175021610Sombaopu681145

4Bontoala133311Tamalate66891

5Galesong Ut35622212Ujungpandan25545

6Mamajang1645913Wajo6926

7Mariso134827814Bontomarannu1858295

Total sesuai12992 (ha)

Total sesuai bersyarat4262 (ha)

Sumber : Arcgis, Analisis 2013

Gambar 5. 15 : Peta kesesuaian lahan pertanian pangan DAS Jeneberang hilirSumber : Analisis 2013

c. Daya dukung wilayah permukiman1) Kemampuan wilayah permukimanDaya dukung permukiman merupakan kemampuan suatu lahan untuk menampung aktivitas permukiman diatasnya. Sehingga daya dukung lahan dapat dinilai dengan menggunakan indicator jumlah penduduk dan standar kebutuhan lahan akan permukiman perkapita serta luas lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan permukiman di DAS Jeneberang hilir.Daya dukung permukiman dapat diketahui dengan menggunakan rumus:DDPm = Keterangan :DDPm = Daya dukung permukimanJP = Jumlah Penduduk= Koefisien luas kebutuhan ruang /kapita (/kapita).LPm= Luas lahan permukiman yang sesuai menggunakan koefisien standar permukiman 26/ (SNI 03-1733-2004) LPm didapatkan dengan cara:Luas wilayah - (Luas KL+ luas wilayah potensi bencana )

Maka dapat diketahu daya dukung lahan permukiman di DAS Jeneberang hilir, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah.Tabel 5.4 Daya Dukung Lahan PermukimanKec Pada DASLuas (ha)Jumlah penduduk (m2)LPmDDPLKet

Kec Palangga5586.704664912645941.7Tinggi

Kec. Bajeng2416.851324802620701.6Tinggi

Kec. Barombong1967.419270352617671.6Tinggi

Kec. Bontoala46.4541325726460.09Rendah

Kec. Galesong Ut579.2474302264622.7Tinggi

Kec. Mamajang224.13738070262020.13Rendah

Kec. Mariso1626.021510032613080.6Rendah

Kec. Panakukang19.30365726190.76Rendah

Kec. Pol Utara663.4432110266558.07Tinggi

Kec. Sombaopu826.14979620266690.2Rendah

Kec. Tamalate759.981128329266580.13Rendah

Kec. Ujungpandan301.42531265261990.16Rendah

Kec. Wajo96.7752549626570.05Rendah

Kec.Bontomarannu2153.197277632619911.86Tinggi

Sumber: Analisis 2013

Dengan kisaran indeks DDPm adalah :DDPm > 1, artinya bahwa daya dukung permukiman tinggi, masih mampu menampung penduduk untuk bermukim diwilayah tersebut.DDPm = 1, artinya bahwa daya dukung permukiman optimal, terjadi keseimbangan antara penduduk yang bermukim dengan luas wilayah yang ada.DDPm < 1, artinya daya dukung permukiman rendah , tidak mampu menampung penduduk untuk bermukim dalam wilayah tersebut.Dengan melihat hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 kecamatan yang memiliki daya dukung lahan terhadap permukiman tinggi, yang artinya pada wilayah tersebut masih memungkinkan dilakukan pengembangan pada sektor permukiman namun tetap mengacu pada kesesuaian lahan terhadap permukiman. Dengan menggunakan hasil daya dukung lingkungan dapat diketahui jumlah penduduk yang masih dapat ditampung pada 5 kecamatan diatas. Jika nilai DDPm 1,7 maka jumlah penduduk yang diperkenankan bermukim adalah sebanyak 1,7 kali jumlah yang ada saat ini serta memiliki luas lahan permukiman yang optimum (LPmo) 1/1.7 dari keseluruhan lahan permukiman yang dapat dimanfaatkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel :

Tabel 5.5 Jumlah penduduk optimum dan Luas lahan permukiman optimumKec Pada DASLuas (ha)Jumlah pendudukDDPmJpo (orang)(JPXDDPL)LPmLPmo (ha)(1/DDPmXLPm)

Kec Palangga5586.704664911.711303445942702

Kec. Bajeng2416.851324801.65196820701294

Kec. Barombong1967.419270351.64325617671104

Kec. Galesong Utara579.24743022.711615462171

Kec. Pol Utara663.44321108.071702765581

Kec.Bontomarannu2153.197277631.865163919911070

Sumber : Analisis 2013

Pallagga adalah kecamatan dengan DDP tertinggi maka kec. Pallangga masih dapat menampung sebanyak 113.034 jiwa dengan luas lahan permukiman optimum yang dapat dimanfaatkan adalah 2702 ha dan tertinggi kedua kec. Bajeng sebanyak 2070 jiwa dengan luas lahan permukiman optimum 1294 ha.

2) Kesesuaian lahan permukimanKesesuaian lahan permukiman didapatkan dengan melakukan overlay 4 indikator yakni kemiringan lereng, potensi bencana banjir dan longsor,fungsi kawasan dan ketinggian, maka dihasilkan bahwa lahan DAS Jeneberang yang sesuai untuk lahan permukiman di tiap kecamatan dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 5.16 : Peta Kesesuaian Lahan Permukiman DAS Jeneberang hiliSumber: Analisis 2013

Berdasakan hasil analisis daya tampung wilayah, daya dukung lingkungan pertanian dan permukiman serta kesesuaian lahan pertanian dan permukiman dapat dilihat bahwa DAS Jeneberang masih memiliki potensi untuk dilakukan pengolahan atas lahan diatasnya dan pengembangan DAS Jeneberang hilir pada sektor pertanian dan permukiman dilakukan dengan melihat potensi daya dukung lingkungan dan kemampuan lahan DAS Jeneberang hilir.

G. PERENCANAANZonasi perencanaan lahan pertanian dan permukiman di DAS Jeneberang hilir terbagi atas 2 zona yakni zona 1 merupakan zona pengembangan lahan pertanian, zona 2 merupakan zona pengembangan lahan permukiman.

Gambar 5. 17: Peta ZONA PerencanaanSumber : Analisis 2013

1. ZONA I ZONA I merupakan zona yang diarahkan untuk pengembangan sektor pertanian, lokasi ini dipilih dengan mempertimbangkan luas lahan yang sesuai dengan pengembangan pertanian yakni dengan topografi datar hingga bergelombang dengan ketinggian 25- 100 mdpl, curah hujan 1000 1500 mm/thn. Wilayah pada zona I juga memiliki daya dukung lingkungan yang tinggi dan dikatakan mampu melakukan swasembada pangan, oleh karena itu perencanaan pertanian pangan pada zona ini untuk mempertahankan kemampuan daya dukung lingkungannya sehingga mampu melakukan swasembada pangan untuk wilayah yang rendah daya dukung lingkungannya. Wilayah yang masuk kedalam zona I ialah kec. Sombaopu dan Kec Pallannga.Perencanaan kawasan pertanian pada zona ini juga diperuntukkan untuk meminimalisir dampak bencana banjir yang memiliki potensi bencana banjir dan longsor sehingga ketika terjadi banjir tidak akan berdampak signifikan kepada penduduk.Berikut peta perencanaan pemanfaatan lahan pertanian di kec. Sombaopu dan Pallangga.

Gambar 5.18 : Peta Perencanaan Penggunaan Lahan PertanianSumber: Analisis 2013

Beberapa konsep perencanaan pertanian yakni :a. Letak rencanaan pertanian pangan mengikuti badan sungai, yakni lahan pertanian diarahkan sebagai vegetasi di daerah sempadan sungai.b. Pertanian pangan direncanakan sebagai penyeimbang pada permukiman dengan kerawanan bencana banjir yang tinggi, sehingga lahan pertanian dapat menjadi daerah resapan air ketika curah hujan meningkat.c. Mempertahankan luas lahan panen yang telah ada, dan merencanakan lahan yang masih kurang bermanfaat seperti lahan kosong dan semak belukar untuk di manfaatkan sebagai lahan pertanian pangan.d. Rencana jaringan irigasi di lahan pertanian dengan mempertimbangkan keberadaan DAM Bili-bili dan beberapa sungai dan anak sungai lainnya dalam mendukung sektor pertanian. upaya dalam menjaga kelangsungan sumberdaya air ialah untuk memenuhi kebutuhan air bagi lahan pertanian disamping menjaga kelestarian hutan di daerah hulu juga diarahkan pada upaya membantu percepatan peningkatan produksi dan produktivitas lahan pertanian khususnya pertanian lahan basah.e. Rehabilitasi sistem irigasi tidak hanya berarti mengembalikan pengembalian fungsi irigasi seperti yang direncanakan semula tetapi lebih ditujukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat tani. f. Memberi batas pertumbuhan kawasan permukiman dan melakukan intensfikasi fungsi. Ini bertujuan agar lahan yang termakan untuk kawasan permukiman tidak semakin bertambah sehingga tutupan lahan permanen tidak meningkat.g. Adanya batas atau buffer zone antara lahan pertanian sawah dan permukiman, hal ini guna mencegah terganggunya ketersediaan air lahan pertanian sawah karena permukiman mengancam ketersediaan air di hamparan sawah petani.h. Untuk lahan pada ZONA I yang masuk dalam kriteria kesesuain bersyarat dilakukan pengeolahan lahan pertanian dengan menggunakan alat teknologi untuk meningkatkan hasil produksi pertanian, dan membangun lahan dengan bentuk terassering sehingga jika terjadi bencana banjir dan longsor akan meminimalisisr kerusakan lahan pertanian.

2. ZONA II ZONA II merupakan lahan yang diarahkan untuk pengembangan permukiman, zona ini dipilih karena memiliki lahan yang sesuai untuk perencanaan kawasan permukiman yakni topografi datar dan bebas dari daerah potensi bencana maka yang masuk dalam zona perencanaan permukiman ialah kec. Bontomarannu. Kecamatan Bontomarannu tidak terletak pada kawasan potensi bencana dengan kerawanan tinggi sehingga layak untuk dikembangkan menjadi lahan permukiman, selain itu kecamatan ini juga memiliki daya dukung lingkungan permukiman yang tinggi (>1) sehingga masih mampu dikembangkan sebagai lahan permukiman. Jumlah lahan optimum yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan permukiman di kecamatan ini adalah 1070 ha dengan jumlah penduduk optimum yang dapat ditampung ialah 43256 jiwa di kec. Barombong dan 51639 jiwa di kec. Bontomarannu.Beberapa konsep perencanaan permukiman di kec. Barombong dan Kec Bontomarannu ialah :a. Perencanaan permukiman diarahkan untuk mengikuti arah perkembangan jalan dan dilakukan buffer zone terhadap lahan pertanian disekitarnya.b. Mengendalikan pertumbuhan penduduk sehingga daerah perencanaan akan memiliki daya dukung lingkungan permukiman yang berkelanjutan.c. Permukiman pada kawasan lindung seperti sempadan dan bantaran sungai harus berjarak 3 m untuk sungai bertanggul dan 30 m untuk sungai tidak bertanggul, alternatif perencanaan yang digunakan adalah dengan melakukan sempadan sungai yang ditumbuhi dengan vegetasi yang kemudian diadakan sabuk hijau dibantaran sungai dengan lebar kawasan hijau menjadi 100 meter dari garis tepi sungai.d. Pada wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, badan sungai Jeneberang direncanakan untuk membangun tanggul. Hal ini untuk meminimalisir dampak dari kerusakan ekosistem sungai akibat aktifitas penduduk.e. Permukiman diarencanakan untuk tidak terdapat pada derah bencana banjir dan longsor yang tinggi, untuk permukiman pada daerah dengan potensi bencana sedang dilakukan dengan memperhatikan kebutuhhan akan struktur bangunan dan drainase serta mencegah terjadinya luapan air sungai pada debit banjir dengan periode ulang tertentu dengan membangun tanggul penahan banjir, menurunkan elevasi muka air banjir dengan memperbaiki alur sungai, normalisasi saluran, banjir kanal dan interkoneksi sungai, memperkecil debit banjir atau mengurangi puncak banjir dengan membangun waduk retensi banjir, banjir kanal, inter koneksi sungai, mengurangi genangan dengan membuat sistem polder, pompa, waduk dan perbaikan sistem drainase.Kawasan Rencana Permukiman diluar dari kawasan rencana permukimanKawasan Rawan Bencana diluar dari kawasan rencana permukiman

Gambar 5.19 : Ilustrasi Rencana Lahan Permukiman Diluar Kawasan BencanaSumber : Analisis 2013

f. Untuk permukiman yang telah ada dan berada pada daerah potensi bencana longsor yang tinggi maka dilakukang. Mengoptimalkan keberadaan dan fungsi permukiman yang ada dengan mempertahankan dan meningkatkan kualitas bentuk bangunan dan kondisi rumah yang sudah terbangun.