bab v okee

25
BAB V HIDROGEOLOGI Sistem penambangan yang banyak digunakan saat ini ada tiga macam, yaitu sistem tambang terbuka, tambang bawah tanah, dan tambang bawah laut. Pemilihan metode penambangan ini didasarkan pada kondisi topografi, geologi, endapan bahan galian dan nilai ekonominya. Sistem penambangan yang digunakan oleh PT. SCHOONER di Dusun Jetak, Desa Karangsari, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sistem tambang terbuka dengan metode Open Cast. Hal ini dipilih karena kondisi bahan galian yang letaknya di perbukitan, sehingga sangat efektif jika menggunakan tambang terbuka. Endapan kaolin yang terletak di perbukitan akan menyebabkan adanya kendala selama penambangan, terutama karena air hujan, yang kemungkinan akan turun ke daerah perkantoran dan pengolahan pada lahan yang lebih rendah. Oleh karena itu perlu dibuat rancangan penyaliran air tambang untuk mengatasi masalah air yang berasal dari air hujan. Salah satu ciri utama tambang terbuka adalah adanya pengaruh iklim pada kegiatan penambangan. Elemen-elemen iklim tersebut antara lain hujan, panas/ 1

Upload: sodiekimampr2665

Post on 24-Jun-2015

926 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V okee

BAB V

HIDROGEOLOGI

Sistem penambangan yang banyak digunakan saat ini ada tiga macam,

yaitu sistem tambang terbuka, tambang bawah tanah, dan tambang bawah laut.

Pemilihan metode penambangan ini didasarkan pada kondisi topografi, geologi,

endapan bahan galian dan nilai ekonominya. Sistem penambangan yang

digunakan oleh PT. SCHOONER di Dusun Jetak, Desa Karangsari, Kecamatan

Semin, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sistem

tambang terbuka dengan metode Open Cast. Hal ini dipilih karena kondisi bahan

galian yang letaknya di perbukitan, sehingga sangat efektif jika menggunakan

tambang terbuka.

Endapan kaolin yang terletak di perbukitan akan menyebabkan adanya

kendala selama penambangan, terutama karena air hujan, yang kemungkinan akan

turun ke daerah perkantoran dan pengolahan pada lahan yang lebih rendah. Oleh

karena itu perlu dibuat rancangan penyaliran air tambang untuk mengatasi

masalah air yang berasal dari air hujan.

Salah satu ciri utama tambang terbuka adalah adanya pengaruh iklim pada

kegiatan penambangan. Elemen-elemen iklim tersebut antara lain hujan, panas/

temperatur, tekanan udara, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kondisi tempat

kerja, yang selanjutnya mempengaruhi produktivitas tambang. Oleh karena itu

perlu dilakukan adanya kajian hidrogeologi.

Agar kajian hidrogeologi dapat berjalan lancar dan tepat sasaran, maka

diperlukan kerangka kajian. Kerangka kajian ini sebagai acuan pelaksanaan kajian

di lapangan, terutama cakupan materi, data-data yang harus diambil, urutan dan

kaitan masing-masing aspek kajian serta hasil yang diperoleh. Secara ringkas

kerangka kajian mencakup :

1. Kajian Hidrologi

2. Kajian Hidrogeologi

1

Page 2: BAB V okee

3. Pengendalian air tambang

4. Perhitungan dimensi saluran terbuka

5. Rancangan kolam pengendapan

Diagram alir kerangka kajian hidrogeologi dapat dilihat di halaman berikut :

Gambar 5.1

Kerangka Kajian Hidrogeologi Dusun Jetak , Desa Karangsari, Kecamatan

Semin, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

2

Page 3: BAB V okee

5.1 Kajian Hidrologi

Pada umumnya proses – proses yang berkaitan dengan siklus air

merupakan hal yang periodik terhadap ruang dan waktu, yang tergantung pada

pergerakan bumi terhadap matahari dan rotasi bumi pada porosnya.

5.1.1. Siklus Hidrologi dan Neraca Air

Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 Milyard km3 air yang terdiri

dari 97,5 % air laut, 1,75 % berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air

sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di

udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi

dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan

laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh

sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke

permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke

permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi

mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan

dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir

melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.

Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam

tanah (infiltrasi). Bagian yang lain merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-

lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk

ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan

tiba ke laut, dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke

udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-

sungai (disebut aliran intra = interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan

sebagai air tanah (groundwaterr) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam

jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah

(disebut groundwater runoff = limpasan air tanah).

Jadi, sungai itu mengumpulkan 3 jenis limpasan, yakni limpasan

permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah

(groundwater runoff) yang akhirnya akan mengalir ke laut. Singkatnya ialah uap

dari laut dihembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai

3

Page 4: BAB V okee

presipitasi ke laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung

ke sungai-sungai dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju

yang jatuh di daratan menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan,

sedangkan sebagian yang lain mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut.

Sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan berlangsung terus.

Sirkulasi air ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle). Sirkulasi air ini

dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan, atmosfer, angin, dan lain-

lain) dan kondisi topografi, tetapi kondisi meteorologi adalah faktor-faktor yang

menentukan.

Gambar 5.2

Siklus Hidrologi

Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran

kedalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode

tertentu disebut neraca air (water balance)

Umumnya, terdapat Hubungan keseimbangan sebagai berikut :

P = D + E + G + M

Keterangan :P = PresipitasiD = DebitE = Evapotransportasi

4

Page 5: BAB V okee

G = Penambahan (supply) air tanahM = Penambahan kadar kelembaman tanah (moisture content)

5.1.2. Kondisi Hidrologi Daerah Penyelidikan

Daerah penelitian di Dusun Jetak, Desa Karangsari, Kecamatan Semin,

Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hujan tropis

yang ditandai dengan adanya pergantian dua musim, yaitu musim hujan dan

musim kemarau. Musim hujan berlangsung dari bulan Oktober sampai dengan

bulan Mei dengan curah hujan rata-rata berkisar 49 – 429 mm/bulan dan musim

kemarau dari bulan Juni sampai dengan bulan September dengan curah hujan rata-

rata berkisar antara 0 mm – 41 mm/bulan. Temperatur udara berkisar antara 36◦C -

43◦C. Curah hujan rata-rata per tahun yaitu 872,1 mm. Jumlah hari hujan rata-rata

per tahun hanya 72 hari/tahun.

5.1.3. Curah Hujan

Curah hujan akan menunjukkan suatu kecenderungan pengulangan.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam analisis curah hujan dikenal istilah

periode ulang hujan (return of period), yang berarti kemungkinan periode

terulangnya suatu tingkat curah hujan tertentu. Satuan periode ulang adalah tahun.

Dalam perancangan suatu bangunan air atau dalam hal ini adalah sarana

penyaliran tambang, salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana, yaitu

curah hujan dengan periode tertentu atau curah hujan yang memiliki kemungkinan

akan terjadi sekali dalam suatu jangka waktu tertentu.

Tabel 5.1

Data Curah Hujan Tahunan

Tahun Jumlah Curah Hujan

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Jmlh

1999 - - - - - - - - - 161 202 429 792

2000 207 189 48 67 49 - - - - 26 - - 586

2001 - 81 293 179 62 53 70 - 41 151 244 14 1191

2002 248 181 158 75 - - - - - - - - 662

5

Page 6: BAB V okee

2003 - - - - - - - - - - - 388 388

2004 12 18 29 3 9 - - - - 7 22 35 135

2005 61 32 19 14 - 4 5 2 5 14 12 47 215

2006 42 22 13 23 23 - - - - - 26 459 608

2007 68 330 209 290 87 64 3 - - 98 117 624 1890

2008 136 411 378 135 35 6 - - - 239 449 9 1798

2009 204 233 140 139 113 60 18 - - 59 183 99 1248

SumberDinasPertanianKabupatenGunungKidul

5.1.4 Analisa Data Curah Hujan

Berdasarkan hasil perhitungan curah hujan rencana (dapat dilihat di

lampiran X), curah hujan rencana pada tahun ke-5 adalah sebesar 484,05 mm.

Maka perhitungan intensitas curah hujan adalah :

Keterangan : I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

R24 = Curah Hujan harian maksimum (mm/hari)

t = Waktu = 1 jam

mm/jam

5.1.5 Air Limpasan

Air limpasan (run off) adalah bagian curah hujan yang mengalir di atas

permukaan tanah menuju sungai, danau maupun laut (Asdak, 1995). Aliran

tersebut terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi

akibat intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi atau faktor lain, seperti

kemiringan lereng, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi

(Arsyad, 1989). Disamping itu, air hujan yang telah masuk ke dalam tanah

6

Page 7: BAB V okee

kemudian keluar lagi ke permukaan tanah dan mengalir ke bagian yang lebih

rendah (Sri Harto, 1985).

Daerah Wonosari merupakan daerah karst yang banyak terdapat fracture,

maka kapasitas infiltrasi daerah ini termasuk tinggi sehingga air hujan akan dapat

langsung terinfiltrasi melalui bidang – bidang perlapisan, retakan – retakan, dan

porositas sekunder, sehingga debit air limpasan dapat diasumsikan minimal.

5.1.6 Debit Air Limpasan

Metode yang dianggap baik untuk menghitung debit air limpasan puncak

(peak run off = Qp) adalah metode rasional (US Soil Conservation Service, 1973

dalam Asdak, 1995).

Qp = 0,278 C I A (m3/detik)

Keterangan :Qp : debit puncak (m3/detik)C : koefisien air limpasanI : intensitas hujan (mm/jam)A : luas daerah DTH (km2)Metode rasional berasumsi bahwa intensitas curah hujan merata di seluruh

DAS (daerah aliran sungai) dengan lama hujan (durasi) sama dengan waktu

konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan oleh air

dari tempat yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik pengamatan aliran air

larian.

Koefisien air limpasan adalah (run off) bilangan yang menunjukan

perbandingan antara air limpasan dengan jumlah air hujan. Sedangkan koefisien

regim sungai (KRS) merupakan koefisien perbandingan antara debit harian rata-

rata maksimum dengan debit harian rata-rata minimum. Secara makro evaluasi

terhadap DAS dapat dilakukan dengan menghitung nisbah (ratio) debit

maksimum – minimum dari tahun ke tahun. Penentuan koefisien limpasan dalam

rancangan penyaliran tambang umumnya menggunakan the catchment average

volumetric run off coefficient. Faktor – factor yang berpengaruh antara lain :

kondisi permukaan tanah, luas daerah tangkapan hujan, kondisi tanah penutup,

dan lain-lain.

7

Page 8: BAB V okee

Dilihat dari sistem penambangan yang digunakan yaitu open cast yang

ditambang hingga elevasi 240 m, maka pada area penambangan tidak ada air

limpasan.

5.2 Morfologi

5.2.1 Morfologi Daerah Wonosari

Daerah penambangan merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian

300 m di atas permukan air laut. Geomorfologi yang dapat ditemukan pada

kawasan Formasi Wonosari yakni lembah, gua berstalaktit dan stalagmite, sungai

bawah tanah, doline, dan uvala. Ciri perbukitan pada kawasan tersebut yakni

lereng terjal, berbatu, dan memiliki kemiringan 15%, berbentuk kerucut, puncak

membulat, dan lapisan tanah penutup yang tipis.

5.2.2 Daerah Tangkapan Hujan

Daerah tangkapan hujan merupakan suatu luasan daerah dimana air

cenderung mengumpul dan menuju ke tempat tertentu. Daerah tangkapan hujan

ini mempengaruhi jumlah air limpasan yang mengalir pada suatu area tambang.

Daerah tangkapan hujan ini dipengaruhi oleh keadaan topografi suatu daerah,

apakah itu bukit atau dataran. Untuk daerah penyelidikan di Dusun Jetak, Desa

Karangsari daerah tangkapan hujan ini bisa dilihat dan ditentukan dari arah

kemiringan lereng dimana air mengarah ke dasar lereng atau sungai, sehingga

untuk lahan perkantoran dan pengolahan yang terletak didasar lereng perlu

memperhatikan air limpasan yang mengalir di lahan tersebut.

Kondisi daerah penambangan (mine area) di dusun Jetak yang akan

dibuka umumnya merupakan kawasan yang berpotensi sebagai daerah tangkapan

hujan. Luas Daerah Tangkapan Hujan di dusun Jetak adalah sebesar 61590 m2.

5.3 Kajian Hidrogeologi

5.3.1 Geologi Daerah Penyelidikan

Berdasarkan ciri batuan yang terdapat di daerah penyelidikan, batuan

dapat dikelompokkan menjadi batuan Pra – tersier dan batuan Tersier. Daerah

Gunung Kidul memiliki jenis batuan yang sangat variatif mulai dari jenis batuan

8

Page 9: BAB V okee

dengan umur tersier; adalah sekis, filit, marmer, kuarsit, dan sabak yang berumur

pra – tersier. Diatasnya dijumpai kelompok jiwo yang terdiri dari Formasi

Wungkal serta formasi batugamping dengan litologi konglomerat, batu pasir,

gamping foraminifera dan napal, secara tidak selaras diatasnya dijumpai Formasi

Kebo – Butak, dimana Formasi Kebo terdiri dari serpih, batu pasir dan algomerat

sementara pada formasi butak terdapat Formasi Semilir yang terdiri dari breksi

tufa pumis asam berumur meiosen awal. Formasi Wonosari tersusun dari

batugamping berlapis, batugamping massif, dan batugamping terumbu. Ciri fisik

yang spesifik pada formasi ini adalah porositas sekunder berupa rongga – rongga

yang terbentuk dari hasil pelarutan mineral – mineral kalsit maupun dolomit.

Formasi ini kadang kadang menunjukkan hubungan selaras di atas formasi Oyo.

5.3.2. Kajian Kondisi Air tanah

Analisis kondisi air tanah di daerah penambangan didasarkan pada

pengamatan langsung dilapangan dan peta hidrogeologi. Secara umum arah dan

pola aliran air tanah didaerah penyelidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Arah dan pola aliran air tanah bebas sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi

daerah penyelidikan.

2. Arah dan pola aliran air tanah tertekan lebih ditentukan oleh kondisi tekanan

pisometrik daerah tersebut.

Keberadaan air tanah pada operasi tambang terbuka telah menjadikan

salah satu faktor batasan penting terhadap tingkat keberhasilan ekonomis awal

dari suatu operasi penambangan. Semakin dalam kemajuan penambangan

tambang terbuka maka tingkat permasalahan air tanah akan semakin sulit. Oleh

karena itu perlu adanya sistem penyaliran yang baik. Penyaliran diperlukan

sebagai penunjang kelancaran dalam kegiatan penambangan. Sistem penyaliran

yang ada pada lokasi tambang terbuka dilaksanakan karena akumulasi air di dalam

tambang yang harus dikeluarkan.

Penyaliran pada tambang terbuka umumnya dilakukan dengan cara

Drainase, yang bertujuan untuk mencegah air agar tidak masuk ke dalam area

tambang yaitu dengan membuat parit bila topografi di daerahnya memungkinkan

dimana parit ini dibuat sebagai saluran mengeluarkan air dari tambang terbuka.

9

Page 10: BAB V okee

Cara ini relatif murah dan ekonomis bila dibandingkan dengan sistem penyaliran

menggunakan cara pemompaan air keluar tambang.

Pada Dusun Jetak terdapat sejumlah air tanah, dibuktikan dengan adanya

sumur-sumur di pemukiman penduduk dengan kedalaman sekitar 10 – 12 m.

Kondisi air tanah saat pengamatan cukup jernih, sehingga warga dusun Jetak

menggunakan air tanah ini untuk keperluan sehari-hari seperti untuk memasak,

mandi, mencuci, dan sebagainya.

Namun, karena rencana penambangan PT SCHOONER berada di atas

level muka air tanah, sehingga keberadaan air tanah tidak mengganggu kegiatan

penambangan. Oleh karenanya dalam perhitungan jumlah air tambang, air tanah

tidak ikut dihitung.

Tabel 5.2

Air Tanah di Dusun Jetak

5.4 Pengendalian Air Tambang

Dalam setiap tambang, banyak atau sedikit selalu ada air yang mengalir

masuk ke dalam tambang. Air ini masuk melalui batas perlapisan, celah – celah

batuan ataupun patahan. Masuknya air kedalam tambang harus dicegah atau

dikeluarkan agar tambang tidak terjadi genangan. Pencegahan masuknya air

kedalam tambang dapat dilakukan dengan jalan membuat parit pada lereng –

lereng bagian atas singkapan, kemudian mengalirkannya ke tempat lain keluar

daerah penambangan. Pada tempat – tempat yang diperkirakan akan menjadi jalur

10

NO Sumber Temperatur (°C) DH

L

PH TDS

(ms)

1 Sumur I 27,8 16 6,45 0,544

2 Sumur II 27,8 21 6,67 0,399

3 Sumur III 27,8 16 6,93 0,195

4 Sungai 27,8 21 7,11 0,113

Page 11: BAB V okee

masuknya air kedalam tambang, misalnya pada perpotongan antara aliran sungai

dan singkapan.

Penyaliran pada sistem tambang terbuka umumnya dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

1. Penyaliran tambang dengan pemompaan

Yaitu dengan mengeluarkan air tanah yang terdapat pada suatu jenjang. Air

tersebut selanjutnya dipompa keluar atau ke permukaan tambang menuju ke

kolam pengendapan dan selanjutnya dikeluarkan ke sungai jika sudah memenuhi

syarat tertentu. Penyaliran dengan pemompaan dapat dilakukan dengan sistem

pemompaan langsung menggunakan pompa slurry dan dengan sistem

pemompaan tidak langsung berupa fasilitas pompa yang terpasang secara terpisah

untuk memompa air bersih (tidak berlumpur), dimana air tambang yang

terkumpul diendapkan terlebih dahulu untuk memisahkan air jernih dengan

endapan lumpur pada suatu sumur pengendap (settler sump).

2. Penyaliran tambang dengan paritan

Yaitu dengan membuat suatu paritan yang mengelilingi tambang untuk

mencegah masuknya air dalam front kerja tambang untuk tambang terbuka. Air

yang mengalir dengan sistem ini menggunakan gaya gravitasi untuk keluar ke

permukaan.

Karena pada lokasi penelitian di dusun Jetak air tanah tidak mempengaruhi

kegiatan penambangan, maka sistem penyaliran yang ada hanya menggunakan

paritan.

Pengendalian air tambang ini meliputi :

1. Perhitungan jumlah air tambang

2. Penentuan saluran terbuka

3. Penentuan kolam pengendapan.

Jumlah air tambang pada tambang terbuka adalah jumlah air limpasan dan

jumlah air hujan yang langsung masuk ke dalam tambang.

5.4.1. Perhitungan jumlah air yang masuk ke tambang

11

Page 12: BAB V okee

Adapun air yang masuk kedalam tambang ini berasal dari air hujan yang

langsung masuk ke area penambangan, yang dapat dihitung dengan menggunakan

rumus :

Keterangan :Qp = debit air yang langsung masuk ke area tambang (m3/detik)CH max = curah hujan harian maksimum (m/detik)A = luas area penambangan (m2)

Dari hasil perhitungan dapat diketahui besar jumlah air yang masuk ke dalam area

tambang adalah :

Tahun 1 = 0,07 m3/detik

Tahun 2 = 0,111 m3/detik

Tahun 3 = 0,15 m3/detik

Tahun 4 = 0,193 m3/detik

Tahun 5 =

Diketahui : CH harian max = 299,7 mm/hari = 3,47 x 10-6 m/detik

A = 61590 m2

61590 m2 x 3,47.10-6 m/detik

0,214 m3/detik

5.4.2. Penentuan saluran terbuka

Masalah yang cukup penting dalam merancang sistim penyaliran tambang

adalah penentuan dimensi saluran terbuka. Untuk itu, perhitungan dimensi saluran

dilakukan dengan menggunakan rumus Manning :

Keterangan:Q = Debit aliran (m3/detik)n = Koefisien kekasaran saluranA = luas penampang saluran (m2)R = jari – jari hidrolis (m)S = kemiringan dasar saluran (%)

12

Page 13: BAB V okee

Gambar 5.3Penampang Saluran Terbuka

Untuk saluran berbentuk trapesium dengan kemiringan sisi 600,

digunakan rumus :

A = (b + Zd).d

= (1,155d + 0,577d) x d = 1,732 d2

P = b + {(1+Z2)0,5 – Z} = 3,455 d

Besarnya debit air tambang yang melewati saluran ini adalah 0,214

m3/detik.

Dengan :Q = Debit aliran air dalam saluran (m3/detik)R = Jari-jari hidrolik (m)A = Luas penampang saluran (m2)S = kemiringan (0,35%)n = Koefisien kekasaran dinding saluran (tetapan Manning)

Saluran untuk mengalirkan air tambang umumnya terdiri dari tanah maka

koefisien kekasaran dinding saluran diperoleh nilai n = 0,03.

Kemiringan dasar saluran penyaliran air tambang umumnya adalah 0,35% =

0.0035.

Sedangkan debit air yang masuk ke saluran adalah sebesar 0,214 m3/detik.

13

Page 14: BAB V okee

Berdasarkan data diatas, ukuran saluran untuk penyaliran air tambang

adalah:

Q = x R2/3 x S1/2 x A

0,214 = x (0,5 d)2/3 x (0,0035)1/2 x 1,732 d2

0,214 = 33,33 x 0,63 d2/3 x 0,0592 x 1,732 d2

0,214 = 1,973 x 1,09 d8/3

d8/3 = 0,1085

d = 0,435 m

dan tinggi jagaan (d’) = 15% x d = 0,065 m

b = 1,155 x 0,435 m

= 0,5 m

A = 1,732 d2

= 0,33 m2

B = b + 2 Z d

= 1 m

a = d/sin 600 = 0,5 m

Dilihat dari segi efisiensi, efektifitas, dan perbandingan dimensi saluran terbuka

antara tahun pertama dengan tahun ke-5 yang tidak begitu besar, maka pembuatan

saluran terbuka di area penambangan PT. SCHOONER pada tahun pertama

menggunakan perhitungan dimensi saluran terbuka tahun ke-5. Sehingga setiap

tahunnya PT. SCHOONER tidak perlu memperbarui dimensi saluran terbukanya.

5.5. Penentuan Jumlah Pompa

Pada daerah penelitian di dusun Jetak, kegiatan penambangan dilakukan

diatas batas air tanah, sehingga penyaliran dengan menggunakan pompa tidak

diperlukan.

5.6. Kolam Pengendapan

14

Page 15: BAB V okee

Dalam merancang kolam pengendapan terdapat beberapa faktor yang harus

dipertimbangkan, antara lain ukuran dan bentuk butiran padatan, kecepatan aliran,

persen padatan, dan sebagainya

5.6.1. Ukuran partikel

Luas kolam pengendapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan

parameter dan asumsi sebagai berikut :

a. Hukum Stokes berlaku bila persen padatan kurang dari 40%, dan untuk persen

padatan lebih besar dari 40% berlaku hukum Newton.

b. Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6 m, karena jika lebih besar

akan diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.

c. Kekentalan air 1,31 x 10-6 kg/ms (Rijn, L.C. Van, 1985).

d. Partikel padatan dalam lumpur dari material yang sejenis.

e. Batasan ukuran partikel yang diperbolehkan keluar dari kolam pengendapan

diketahui

f. Kecepatan pengendapan partikel dianggap sama.

g. Perbandingan cairan dan padatan telah ditentukan.

5.6.2. Bentuk kolam pengendapan

Bentuk kolam pengendapan umumnya hanya digambarkan secara

sederhana, berupa kolam berbentuk empat persegi panjang. Padahal, sebenarnya

bentuk kolam pengendapan bermacam-macam tergantung dari kondisi lapangan

dan keperluannya. Walaupun bentuknya bermacam-macam, setiap kolam

pengendapan akan selalu mempunyai 4 zona penting yang terbentuk karena proses

pengendapan material padatan (solid particle). Empat zona tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk ke dalam kolam

pengendapan dengan asumsi campuran air dan padatan terdistribusi secara

seragam. Zona ini panjangnya 0,5 – 1 kali kedalaman kolam (Huisman, 1977).

b. Zona pengendapan, tempat dimana partikel padatan (solid) akan mengendap.

Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendapan dikurangi

panjang zona masuk dan keluaran (Huisman, 1977)

15

Page 16: BAB V okee

c. Zona endapan lumpur, tempat dimana partikel padatan dalam cairan (lumpur)

mengalami pengendapan

d. Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih. Panjang zona ini

kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur dari ujung

lubang pengeluaran (Huisman, 1977).

Gambar 5.4

Sketsa Kolam Pengendapan

Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus

memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti :

a. Sebaiknya bentuk kolam pengendapan dibuat berkelok-kelok (zig-zag), lihat

Gambar 6.3 agar kecepatan aliran lumpur relatif rendah, sehingga partikel

padatan cepat mengendap.

b. Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran Back hoe

yang biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan,

seperti mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dsb.

16

Page 17: BAB V okee

Gambar 5.5

Bentuk Kolam Pengendapan yang Memenuhi Syarat Teknis

5.6.3. Perhitungan Ukuran Kolam Pengendapan

Area penambangan yang dilakukan oleh PT. SCHOONER yang terletak di

dusun Jetak merupakan daerah yang mempunyai curah hujan yang kecil, sehingga

debit air yang melalui saluran terbuka atau paritan juga kecil. Selain itu endapan

kaolin yang terbawa oleh air limpasan juga sedikit, sehingga kolam pengendapan

tidak diperlukan.

17