bab tujuh gus-ji-gang komunitas pengusaha industri …€¦ · studi kasus komunitas usaha bordir...

43
261 BAB TUJUH GUS-JI-GANG SEBAGAI SOCIAL CAPITAL KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI KECIL BISNIS KELUARGA BORDIR Pendahuluan Dalam bab ini dikemukakan fenomena komunitas Industri Kecil Bisnis Keluarga (IKBK) bordir beserta karakter perilakunya yang mendasari dan memperkuat social capital melalui dialektika sosial pengembangan parameter social capital yaitu: (1) Prinsip ajo mitunani wong liya sebagai norma dan nilai, (2) Prinsip nyaur ngamek sebagai dasar kepercayaan bisnis, (3) Prinsip tuna satak bathi sanak sebagai dasar membangun jaringan usaha. (4) Sistem hubungan sosial yang terorganisir, dan (5) Hubungan timbal balik yang saling meng- untungkan. Perilaku Gus-ji-gang yang telah dilaksanakan tanpa disadari oleh masyarakat Kudus sejak jaman Sunan Kudus sampai sekarang, khususnya pengusaha IKBK Bordir sebagai suatu kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam kegiatan bisnis merupakan struktur mental/kognitif. Bourdieu mengemukakan konsep yang disebut practice atau praktik. Dalam praktik ini maka perilaku Gus-ji- gang menstrukturkan dunia sosial (eksternalization of internality) dan sebaliknya melalui praktik pula, Gus-ji-gang distrukturkan oleh dunia sosial (internalization of ekternality). Proses menstrukturkan dan distrukturkan berlangsung secara dialektika dalam lembaga formal dan non formal secara terus-menerus dalam jangka panjang, dan proses seperti inilah yang mendorong terjadinya social capital.

Upload: others

Post on 04-Nov-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

261

BAB TUJUH

GUS-JI-GANG SEBAGAI SOCIAL CAPITAL

KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI KECIL

BISNIS KELUARGA BORDIR

Pendahuluan

Dalam bab ini dikemukakan fenomena komunitas Industri

Kecil Bisnis Keluarga (IKBK) bordir beserta karakter perilakunya yang

mendasari dan memperkuat social capital melalui dialektika sosial

pengembangan parameter social capital yaitu: (1) Prinsip ajo mitunani wong liya sebagai norma dan nilai, (2) Prinsip nyaur ngamek sebagai

dasar kepercayaan bisnis, (3) Prinsip tuna satak bathi sanak sebagai

dasar membangun jaringan usaha. (4) Sistem hubungan sosial yang

terorganisir, dan (5) Hubungan timbal balik yang saling meng-

untungkan.

Perilaku Gus-ji-gang yang telah dilaksanakan tanpa disadari

oleh masyarakat Kudus sejak jaman Sunan Kudus sampai sekarang,

khususnya pengusaha IKBK Bordir sebagai suatu kebiasaan dalam

kehidupan sehari-hari termasuk dalam kegiatan bisnis merupakan

struktur mental/kognitif. Bourdieu mengemukakan konsep yang

disebut practice atau praktik. Dalam praktik ini maka perilaku Gus-ji-gang menstrukturkan dunia sosial (eksternalization of internality) dan

sebaliknya melalui praktik pula, Gus-ji-gang distrukturkan oleh dunia

sosial (internalization of ekternality). Proses menstrukturkan dan

distrukturkan berlangsung secara dialektika dalam lembaga formal dan

non formal secara terus-menerus dalam jangka panjang, dan proses

seperti inilah yang mendorong terjadinya social capital.

Page 2: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

262

Perwujudan Gus-ji-gang sebagai Social Capital

Gus-ji-gang di dalam persoalan duniawi dengan melakukan

kegiatan ekonomi atau dagang dalam rangka memperoleh rejeki

dihubungkan dengan tawakal, karena pada dasarnya perilaku tawakal adalah membangun transendensi kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

Perilaku tawakal pada diri pengusaha di Kabupaten Kudus dalam

kehidupan ekonomi yang menekankan pada mencari keuntungan

dengan bekerja keras dan sungguh-sunguh serta selalu dekat dengan

Tuhannya, telah menjadikan dasar membentuk pengusaha masyarakat

Kudus memiliki kepribadian luhur atau “Gus” dalam Gus-ji-gang yaitu

perilaku bagus (jujur dan dapat dipercaya) serta perilaku “Ji” dalam

meningkatkan kekuatan religius dengan berhaji atau mengaji. “Gus”

dan “Ji” bertemu dalam kegiatan praktik disebut dagang. Pertemuan itu

oleh Bourdieu disebut dengan praktik merupakan realitas sosial, yang

dalam bahasa Bourdieu, merupakan sebuah proses “dialektika

internalisasi eksternalitas dan eksternalisasi internalitas”1 yang dapat

memunculkan habitus.

Dalam proses interaksi dialektis itulah struktur objektif dan

pengertian-pengertian subjektif, struktur dan agen bertemu.

Pertemuan itu disebut Bourdieu dengan praktik2. Praktik diatur dan

digerakkan secara tidak sadar atau tidak sepenuhnya sadar menjadi

tindakan sosial, menurut Bourdieu, lebih cenderung merupakan hasil

proses improvisasi individu dan kemampuan berperan dalam interaksi

sosial. Gus-ji-gang sebagai nilai dan norma adalah spesifik, yakni nilai

moral yang berrefleksi tentang perilaku normatif dan perilaku faktual,

dalam konteks ilmu sosial nilai-nilai berrefleksi pada perspektif

empiris-faktual (Bertens, 2003). Nilai-nilai dan norma dalam konteks

social capital di sini adalah faktor-faktor yang memegang peran

penting dalam proses perdagangan/bisnis karena memiliki derajat efek

ekonomi yang disebabkan oleh aspek ekonomi dan non ekonomi.

Menurut Yustika (2006), manifestasi nilai dan norma dapat dinyatakan

sebagai social capital, yaitu dengan mengelaborasi berdasarkan

kesesuaian dengan perspektif bentuk-bentuk social capital sebagaimana

diajukan oleh Coleman (1988) dalam Yustika (2006) yaitu: Pertama,

Page 3: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

263

berlangsungnya struktur kewajiban (obligations) terpenuhi dengan

baik, adanya ekspektasi dan kepercayaan lingkungan sosial secara baik.

Artinya dalam struktur sosial memiliki kepercayaan sangat tinggi maka

akan mendatangkan social capital yang lebih baik daripada kondisi

sebaliknya. Kedua, jaringan informasi, yakni aktor (pengusaha IKBK

bordir sebagai pelaku) yang mendapatkan dan atau memiliki basis

jaringan informasi komunikasi lebih luas akan memiliki social capital lebih besar. Ketiga, nilai dan norma sebagai struktur sosial yang

memiliki sifat kondusif bagi suatu komunitas, maka akan menjadi

pendorong terhadap kemajuan dan perubahan yang lebih baik dan

struktur sosial yang demikian ini memiliki social capital yang lebih

baik.

Hal ini terjadi karena dalam kehidupan sosial, kebanyakan

aktor (individu atau kelompok) cenderung menerima dunia sosial apa

adanya serta terjadi interaksi antar-sruktur dan tindakan agen sebagai

elemen social capital (Hasbulah, 2006) yang terdiri dari enam elemen

yaitu keluarga dan kerabat3, kehidupan asosiasi kelompok4, jaringan

sosial5, masyarakat politik6, institusi7, dan norma atau nilai-nilai sosial8,

yang saling mempengaruhi di dalam rangka membentuk social capital. Elemen-elemen social capital akan menjadi sumber munculnya

interaksi sosial antara orang-orang dalam satu komunitas industri kecil

berbasis keluarga.

Gus-ji-gang sebagai Dasar Pembentukan Social Capital di

Kalangan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis

Keluarga Bordir

Social capital dalam komunitas IKBK bordir di Pedurenan

Kecamatan Gebog tercipta bersumber dari anasir-anasir nilai yang

dimiliki setiap pengusaha IKBK yang bersenyawa dalam interaksi di

lingkungannya, karena dapat diterima oleh komunitas tersebut maka

menjadi tradisi kehidupan lingkungan pengusaha IKBK bordir dan

selanjutnya menjadi acuan bertindak para pengusaha IKBK bordir

dalam menjalankan usaha sehari-hari yang disebut dengan norma.

Page 4: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

264

Norma yang tumbuh di lingkungan pengusaha IKBK bordir disebabkan

juga oleh keyakinan agama yang dianut (Islam) oleh sebagian besar

pengusaha IKBK bordir.

Di kalangan komunitas IKBK bordir terdapat suatu nilai atau

norma yang timbul akibat hubungan timbal balik di antara sesamanya,

yang menumbuhkan ikatan sosial atau kesetiakawanan sosial. Norma-

norma yang ada merupakan peraturan secara informal yang mengatur

tentang hubungan serta tata kehidupan berdagang sehingga

menumbuhkan trust atau kepercayaan antara satu sama lain.

Norma yang tumbuh di lingkungan IKBK bordir didasarkan

pada nilai keyakinan agama (Islam) yang dianutnya. Seperti yang

dikatakan Bapak H.Moch Ansori9:

“Setiap umat Islam yang melakukan kegiatan bisnis, termasuk di Padurenan Kecamatan Gebog, pasti didasarkan pada akidah Islam yang menuntut nilai-nilai ke-Tuhanan yang mendasari etos kerja bagi seorang muslim, seperti berakhak baik sebagai keutamaan karakter. Hal ini dapat membentuk suatu sikap wirausahawan yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial di lingkungannya”

Peneliti dan staf pengajar STAIN Sunan Kudus Bapak Nur

Said10 menjelaskan mengenai etos kerja seorang muslim di Kudus

sebagai berikut:

“Aspek moral sangat ditonjolkan bagi masyarakat Kudus, di samping memiliki semangat yang tinggi dalam menuntut ilmu juga memiliki etos kerja yang diandalkan, kemudian muncul konsep „Gus-ji-gang”, yaitu harus bagus akhlak, pinter ngaji dan pinter berdagang. Memposisikan Gus-ji-gang sebagai tanda bagi masyarakat di Kudus yang memiliki hubungan paradigma dengan Kanjeng Sunan Kudus yang “waliyyul ilmy” dan ”wali saudagar”.

Sebagai makhluk sosial, seorang pengusaha IKBK bordir

maupun pembeli (pelanggan) bahkan pemasok bahan baku sebagai

manusia sangat memerlukan orang lain, dan untuk itulah terdapat

kecenderungan untuk melakukan kerja sama dan saling berinteraksi

Page 5: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

265

termasuk dalam melakukan transaksi. Karenanya untuk kerperluan

tersebut sangat diperlukan nilai dan norma guna mengatur dalam

berperilaku dalam bertransaksi yang saling menguntungkan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Fukuyama (1999) bahwa sekumpulan nilai

informal atau norma yang menyebar di antara kelompok yang

memungkinkan kerja sama terjadi di antara mereka. Kerja sama

tersebut terjadi apabila antar anggota kelompok masyarakat tersebut

memenuhi apa yang diharapkan antara mereka bahwa lainnya akan

bertingkah laku dengan dapat diandalkan dan memiliki kejujuran,

kemudian mereka akan saling mempercayai satu sama lain.

Kepercayaan adalah seperti minyak pelumas yang membuat jalannya

organisasi lebih efisien.

Selanjutnya Lawang (2005) mengatakan bahwa, norma menjadi

social capital haruslah bersifat positif, dengan alasan, bahwa (a) social capital itu harus mendorong pertumbuhan ekonomi; kalau tidak

demikian maka bukan dinamakan kapital, (b) social capital mampu

membuat pertumbuhan ekonomi itu berdampak pada peningkatan

kesejahteraan sosial, tidak hanya sebatas bagi yang termasuk dalam

lingkungan persahabatan itu khususnya, tetapi masyarakat secara luas.

Menurut H.Gufron11 tokoh masyarakat Desa Padurenan dan

pengurus KSU Padurenan Jaya, menjelaskan bahwa nilai ke-Tuhanan

yang tinggi tersebut oleh individu pengusaha dalam menyeimbangkan

dan menyelaraskan kepentingan bisnis dan tanggung jawab sosial

sebagai mahkluk sosial yang bermasyarakat, hal itu diungkapkan

sebagai berikut:

“Hidup ini melaksanakan amanah dan menjaga amanah yang berasal dari Allah menjadi dasar bagi perilaku seorang pengusaha yang mampu melahirkan rasa tanggung jawab untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya sebagai pengusaha dalam mencapai tujuan yang diharapkan dan amanah tersebut akan terus dilakukan secara terus menerus untuk membangun kepercayaan, kejujuran, kerja sama usaha kepada konsumen maupun di antara sesama pengusaha IKBK bordir sehingga akan terbangun kinerja ekonomi yang unggul di lingkungan IKBK bordir, bahkan tidak ketinggalan

Page 6: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

266

kehidupan kebersamaan di masyarakat sini melakukan kegiatan-kegiatan kumpulan keagamaan harus diikuti pada malam harinya seperti pengajian, slametan”.

Bentuk-bentuk ketaatan terhadap norma agama dalam kegiatan

keagamaan masyarakat Kudus misalnya tadarusan, pengajian maupun

slametan, dan selapanan akan digunakan masyarakat sebagai ajang

silaturahmi termasuk para pengusaha, tetangga dan para kerabat

dengan tujuan untuk meningkatkan kerja sama, kepercayaan. Menurut

Baharudin (2010), ajang silaturahmi banyak dipergunakan para pelaku

usaha untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap usaha

bisnisnya, contoh kepercayaan adalah keluarga, sebagian besar bisnis

yang berlangsung sejak dulu hingga saat ini dalam bisnis–bisnis

keluarga. Para pengusaha IKBK bordir sebagai bisnis keluarga yang

didasarkan atas basis kepercayaan.

Betapa pentingnya kepercayaan bagi pengusaha, maka Glasser

et.al (2000) menjelaskan bahwa, kepercayaan sebagai modal dasar dan

dapat memperkuat kohesi social capital. Kepercayaan sebagai modal

dasar merupakan dasar dari social capital itu sendiri, sebab dengan

memiliki kepercayaan maka akan timbul suatu harapan dan melalui

harapan yang didasari kepercayaan dapat mempermudah melakukan

kerja sama dan dapat melakukan transaksi dalam kegiatan bisnis.

Menurut Lawang (2005) ada 3 (tiga) substansi pokok yang saling terkait

untuk membangun kepercayaan yaitu: (i) Hubungan sosial antara dua

orang atau lebih (termasuk di dalamnya institusi yang diwakili oleh

orang), (ii) dalam hubungan tersebut, terdapat harapan yang bilamana

diwujudkan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak,

(iii) Hubungan dan harapan ini dimungkinkan melalui interaksi sosial.

Jadi berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

kepercayaan merupakan “hubungan dua pihak atau lebih” yang

memuat harapan yang menguntungkan dua pihak atau lebih melalui

interaksi sosial12. Kepercayaan tidak saja membina sebuah hubungan

antar dua individu atau kelompok, terutama hubungan kerja sama dan

kepercayaan, juga merupakan alasan utama yang dapat sebagai social capital dalam mencapai tujuannya. Kepercayaan menurut Coleman

Page 7: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

267

(dalam Fukuyama, 2007) adalah pengharapan yang muncul dalam

sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur, dan kooperatif,

berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan

anggota yang lain dari komunitas itu. Norma yang berlaku di dalam

masyarakat, sering disebut dengan norma sosial.

Tolok ukur keberhasilan bisnis, secara ekonomis yaitu

menghasilkan keuntungan. Menurut Bertens (2000), ada tiga tolok

ukur berdasarkan sistem hukum dan menurut norma yaitu: a).Tidak

betentangan dengan suara hati nurani, yaitu sesuatu (nilai) yang terkait

dengan keyakinan terdalam. Hati nurani adalah menyangkut tentang

integritas pribadi manusia. Karena hati nurani besifat subyektif,

sehingga tidak terbuka dengan orang lain, sebagai norma moral hati

nurani acapkali sulit untuk dipakai sebagai ukuran umum; b) untuk

obyektivitas maka perlu disertai norma-norma lain, yaitu

memperlakukan orang lain, sebagaimana diri sendiri ingin

diperlakukan atau tidak memperlakukan sesuatu tindakan tertentu

pada orang lain, karena diri sendiri tidak ingin diperlakukan

sebagaimana tindakan tertentu tersebut dari orang lain, c) guna

efektivitasnya diperlukan pula ”penilaian umum” atau penilaian

masyarakat sebagai “audit sosial”, yang seluas dan seterbuka mungkin.

Pengusaha bordir sebagai manusia tidak hanya sebagai homo economicus yang hanya mementingkan keuntungan semata, tetapi

masih memiliki aspek lain yang tidak kalah pentingnya dalam

menentukan pola perilaku dan tindakan dalam berdagang, misalnya

nilai dan norma, kepercayaan, hubungan timbal balik maupun

pengembangan jejaring usaha.

Pengusaha sebagai individu dan anggota suatu masyarakat

menjaga kepercayaan dalam suatu interaksi sosial akan menjadi suatu

yang sangat penting jika interaksi sosial tersebut dilandasi oleh

kepercayaan, hal ini sebagaimana yang diungkapkan beberapa

pengusaha IKBK bordir sebagai berikut:

Ibu Hj. Sri Murni‟ah13 menjelaskan bahwa:

Page 8: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

268

“injih leres sanget, menawi bisnis meniko kedah kathah rencangipun, kalian sinten kemawon lan dipunlandasi roso pithadosan, khan aneh kekancan tanpo kepithadosan kodos pundi” Artinya: Sangat benar, dalam bisnis harus banyak teman, dengan siapa saja dan dilandasi rasa kepercayaan, kan aneh bila berteman tanpa dilandasi kepercayaan, gimana.

Ibu Nurul Hikmah14 mengatakan:

“Hubungan antar teman usaha atau bukan teman usaha itu harus didasari rasa percaya, kalau tidak kan lucu”

Bapak Moch Anshori15 mengatakan:

“menjalin silaturahmi dengan sesamanya itu perintah Allah, maka pasti didasari rasa saling percaya, kalau tidak didasari saling percaya ya silaturahmi tidak akan berjalan baik, apalagi dalam bisnis”.

Bapak H.Hasan16 mengatakan:

“berteman dalam berbisnis itu penting, tapi yang tidak kalah pentingnya berteman bisnis dengan menjaga kepercayaan supaya hubungan dapat terjaga berjalan terus”.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang dikemukakan para

informan di atas dapat dipahami bahwa setiap melakukan hubungan

antar-individu yang dibangun para pengusaha tersebut dengan orang

lain selalu dilandasi dengan kepercayaan. Menurut mereka

kepercayaan merupakan kekuatan moral17 yang di dalamnya secara

implisit ada pada kalimat ajo mitunani wong liya artinya jangan

merugikan orang lain. Menurut Suseno (2005), kalimat itu merupakan

norma moral terpenting dan atau prinsip dasarnya etika sosial Jawa.

Tujuan sikap integrasi dengan kekuatan moral aja mitunani wong liyo18 adalah bahwa manusia hendaknya selalu bersikap baik satu sama lain,

saling membuat bahagia, dan tidak saling mengganggu. Nilai-nilai

moral tata krama Jawa yang diungkapkan dalam sikap hormat dan

sikap rukun justru sebagai usaha untuk menghasilkan itu19.

Page 9: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

269

Sedangkan menurut Bapak Nur Syafiq pengusaha bordir berusia

55 tahun, untuk mempercayai seseorang dalam hubungan bisnis, beliau

tidak langsung percaya pada orang yang baru dikenal, yang penting

dalam menghadapi harus bersikap baik dan ramah meskipun harus

lebih hati-hati dalam mengambil keputusan apakah akan mempercayai

orang tersebut atau tidak. Hal itu dilakukan karena sekarang banyak

sekali orang yang berpenampilan dan tutur kata baik tetapi orang

tersebut seorang penipu dan sering bohong. Kehati-hatian itu karena

modal saya kecil maka kalau ditipu bagaimana. Berikut ini ungkapan

dari Bapak Nur Syafiq20 yang menyatakan:

“Kodhos pundi jaman sakmeniko katah tiyang sering apus-apus, kito kedhah atos-atos menawi bisnis, menopo malih kaliyan tiyang enggal kenalipun, menawi tiyang meniko sampun dipun kenal lami lan sampun mangertos athen-athen nipun ya kawulo pitados, amargi modal kawulo alit, mangke menawi dipun apusi kadhos pundi, ingkang baku kito kedah ramah lan sopon kaliyan sinthen kemawon ,inggih alhamdulillah kawolu dereng nate kapusan” Artinya: Bagaimana jaman sekarang banyak orang sering menipu, kita harus hati-hati kalau bisnis, apalagi dengan orang yang baru dikenal, tetapi kalau dengan orang sudah dikenal dan sudah tahu perilakunya ya pasti percaya, sebabnya modal kecil, kalau ditipu gimana, yang penting kita harus ramah dan sopan dengan siapa saja, yah alhamdulillah sampai sekarang belum pernah ditipu.

Seperti yang diterangkan di atas oleh para informan, Gus-ji-gang sebagai identitas karakter dan kepribadian yang unggul

masyarakat Kudus, yang merupakan satu kesatuan kata “gus” (bagus

rupa dan bagus akhlak), “ji” (kaji atau pintar ngaji) dan “gang” (pintar

dagang) yang memiliki sifat holistik dan koherensi. Konsep ”gus” dan

“ji” yaitu beraklak baik dan melakukan pembelajaran dengan mengaji

atau pergi kaji/haji itu merupakan kekuatan membangun internalisasi

kekuatan “spiritualitas” yang memiliki nilai kepercayaan kepada Tuhan

Yang Maha Kuasa dan sekaligus di dalamnya menjelaskan nilai-nilai

rasionalitas dengan parameter tidak terukur. “Gang” yaitu dagang yang

Page 10: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

270

identik dengan rasionalitas yang memiliki parameter yang terukur

seperti keuntungan, kerugian, transaksi.

Jadi kekuatan spiritualitas yang dimiliki masyarakat Kudus

dengan melakukan “gus” dan “ji” tersebut sebagai dasar kekuatan-

kekuatan transendensi untuk membentuk spiritual dagang yang tidak

hanya mengekpresikan dalam keuntungan, transaksi, manajemen

tetapi juga mempersoalkan pelayanan, tanggung jawab sosial,

pengembangan, maupun keadilan. Ketiga karakter yaitu “gus”, “ji”, dan

“gang” secara harmonis melekat pada diri masyarakat Kudus, yaitu

religius yang mendorong kerja yang ulet, kuat dan hemat di dalam

melakukan kegiatan ekonomi yaitu dagang ala Kudus.

Menurut Abdul Jalil (2014), penempatan Sunan Kudus dengan

kearifan lokalnya sebagai suatu rujukan dalam berperilaku dan

berusaha, dalam batas-batas tertentu, merupakan sumber nilai bagi

masyarakat. Sehingga di Kudus, Muslim yang taat dalam beribadah dan

ulet dalam berdagang memiliki status yang tinggi di masyarakat.

Karena itu bisa dimengerti jika di Kudus Kulon sebagai asal mula

munculnya Gus-ji-gang yang kemudian berkembang di seluruh

wilayah Kudus, telah berkembang mitos larangan menikahkan anak

gadis dengan pegawai negeri, orang tua pada waktu dahulu lebih

memilih pasangan seorang santri saudagar karena cepat mendapatkan

kekayaan dan memiliki keimanan yang kuat, meskipun sekarang ini

mitos larangan sudah mulai pudar. Bahkan sekarang telah berubah

terbalik bekerja di pegawai nageri menjadi pilihan utama, baru

berdagang kalau tidak diterima sebagai pegawai negeri karena sebagai

pegawai negeri masih bisa memiliki pekerjaan sampingan berdagang.

Pada umumnya pengusaha bordir banyak yang tidak mengerti

istilah Gus-ji-gang, bila ada yang mengerti istilah itu yaitu mereka

mendengar saat mengikuti pengajian, namun pada umumnya

pengusaha Kudus telah melakukan secara operasional mempraktikkan

Gus-ji-gang yaitu “gus” berperilaku bagus, “ji” yaitu pintar mengaji dan

“gang” yaitu pintar dagang. Namun dalam kehidupan sehari-hari tanpa

Page 11: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

271

mereka sadari, termasuk dalam berbisnis bordir telah melakukan

praktik Gus-ji-gang.

Proses ditemukannya identitas keutamaan Gus-ji-gang bagi

masyarakat Kudus dalam melakukan aktivitas ekonomi antara lain

berdagang, di satu pihak tidak dibawa sejak lahir tetapi diperoleh

melalui proses yang kompleks dalam dunia kehidupannya atau pada

budaya Jawa di Kudus sesuai pada masanya. Kompleksitas memperoleh

keutamaan, menurut Bertens (2011), sama kompleksnya dengan

seluruh pendidikan. Keutamaan tidak bisa diperoleh dengan hanya

membaca buku-buku, instruksi, atau mengikuti kursus saja. Namun,

menurut Sonny Keraf (2002), dengan metode reflektif kritis

merupakan bagian penting untuk menentukan berbagai pilihan

keutamaan sebagai cara bersikap dan bertindak benar atau baik secara

moral tentang tiga hal. Pertama, sesuai atau tidaknya keberlakuan

norma dan nilai moral yang diberikan oleh adat-istiadat (etika dan

moralitas) dalam situasi konkret pada masa kehidupannya. Kedua, masalah tersebut terhadap situasi khusus yang dihadapi dengan

keunikan dan kompleksitasnya. Ketiga, terhadap paham yang dianut

oleh manusia atau kelompok masyarakat tentang apa saja: tentang

manusia, Tuhan, alam, masyarakat dengan sistem sosial-politiknya atau

sistem ekonomi, kerja, dan sebagainya.

Penjelasan tersebut mengimplikasikan maksud untuk

memahami Gus-ji-gang dan habitus Bourdieu sebagai keutamaan

dagang Jawa di Kudus dapat dianalisis dengan teori kritis21 terhadap

nilai-nilai moral budaya Jawa tentang tiga hal.

Pertama, kebaikan tingkah laku sama dengan kebagusan moral

mengacu pada kata “gus” dikembangkan pemahamannya melalui

internalisasi sebagai proses pembelajaran (learning) seperti dimaksud

pada kata “ji” dalam satu kesatuan pengalaman keagamaan menentukan

ciri khas keutamaan moral. Ciri khasnya diobyektifkan melalui cara

bersikap baik dalam pergaulan melalui prinsip hormat dan rukun22

kepada sesamanya baik bagi pandangan dunia atau sebagai pendapat

umum. Proses internalisasi dengan nilai moral hormat dan rukun ini

Page 12: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

272

searah maksudnya pada habitus Bourdieu sebagai penghimpunan

kekuatan social capital23. Jadi sifat rukun dan hormat berlaku agar

masyarakat mencapai keselarasan, tidak hanya orang-perorangan,

tetapi masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam komunitas pengusaha

IKBK bordir sebagai masyarakat Jawa memiliki habitus seperti sabar,

kerja sama, patuh dan rela berkorban, sehingga terciptanya keadaan

yang selaras, serasi dan seimbang, yang sering disebut sebagai keadaan

tata titi tentrem kerta raharja. Orang Jawa termasuk masyarakat Kudus

dalam hidupnya selalu mengharapkan tetap terpeliharanya keteraturan

relasi yang ada (Anderson, 1965). Menurut Geertz (1964), semua unsur

yang ada dalam keadaan keselarasan dan memuat pada konsep rukun

dan hormat dipakai sebagai dasar kehidupannya. Demikian pula dalam

kehidupan sosial, selalu menjaga keselarasan sosial dengan cara

mencegah konflik. Guna menjaga keselarasan tersebut, seseoarang

harus mampu mengontrol hawa nafsu dan mengembangkan sikap sepi ing pamrih dan memenuhi kewajibannya sesuai dengan pangkat dan

derajatnya dengan rame ing gawe. Dengan sepi ing pamrih dan rame ing gawe tersebut diharapkan masyarakat atau komunitas pengusaha

IKBK bordir dapat slamet, tenang hidup batinnya, tenteram dan aman.

Kedua, obyektifikasi keutamaan moral pada hormat dan rukun

tersebut sebagai acuan caranya bersikap kekeluargaan atau bergotong-royong baik di pemikiran atau tindakan (teknis pelaksanaan)24 dalam

realitas sosial25 Jawa yang modern atau sesuai di masanya.

Ketiga, acuan teknis obyektifikasi keutamaan moral yang kedua

itu dipahami sebagai keutamaan social capital dagang Jawa di Kudus.

Analisis tiga hal itu dimaksudkan untuk memahami bahwa, antara

keutamaan moral dengan dunia kehidupan atau realitas sosial Jawa

adalah sumber social capital merupakan satu kesatuan yang saling

mempengaruhi terhadap perubahan cara bersikap dan bertindak secara

terus-menerus (dinamis) baik pada dataran pemikiran pedagang atau

cara pelaksanaannya yang sesuai (modern) dan berlaku di masanya.

Hal itu seperti dalam penjelasan Peursen dan Geertz tentang

hakikat kebudayaan. Menurut Peursen, hakikat kebudayaan sama

Page 13: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

273

dengan hakikat manusia, jika ditulis di buku tidak akan ada habis-

habisnya. Kebudayaan pada dasarnya merupakan kristalisasi dari

berbagai kegiatan serta karya manusia26. Geertz menjelaskan,

kebudayaan adalah susunan dinamisnya ide-ide dan aktivitas-aktivitas

yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain secara

terus-menerus27, karenanya, sebelum menganalis tiga hal tersebut

diperlukan pemahaman karakteristik budaya Jawa dalam kontruksi

teoritis para ahli sebagai kekuatan modal hubungan sosial (social capital) pedagang di Kudus. De Jong (1976) dalam Endraswara (2006)

mengemukakan, unsur sentral kebudayaan Jawa (termasuk Kudus)

adalah sikap rila (rela), nrima (menerima), dan sabar. Hal ini akan

mendasari segala gerak dan langkah orang Jawa dalam segala persoalan.

Rela disebut juga ikhlas yaitu kesediaan menyerahkan segala milik,

kemampuan dan hasil karya kepada Tuhan. Nrima berarti merasa puas

dengan nasib dan kewajiban yang telah ada, tidak memberontak, tapi

mengucapkan matur nuwun (terima kasih). Sabar menunjukkan

ketiadaan hasrat, ketiadaan nafsu yang bergolak.

Masyarakat Kudus pada umumnya (di luar orang yang tinggal di

lingkungan Menara Kudus) disebut sebagai orang awam adalah orang

kebanyakan atau orang biasa. Mereka memeluk agama tetapi tidak ahli

mengenai ilmu agama, sebagian aktif dan taat. Mereka selalu mengikuti

pengajian yang diisi oleh kyai atau ustad di masjid-masjid atau di mana

saja pengajian itu diadakan, dengan harapan akan mendapat berkah

dan pahala masuk surga. Mereka berkeyakinan semakin sering

mengikuti pengajian semakin banyak berkah dan pahala yang mereka

peroleh. Jika ditanyakan untuk apa mereka mengikuti pengajian,

biasanya akan dijawab ”kanggo sangu mati”, artinya untuk bekal nanti

kalau meninggal “munggah suwargo” atau naik ke surga. Bahkan pada

umumnya, mereka kelihatan tidak peduli apa saja yang disampaikan

para kyai atau ustad dalam pengajian, yang paling penting mereka

mengikuti pengajian, mereka akan mendapat berkah dan pahala.

Semakin banyak berkah dan pahala yang mereka kumpulkan setiap

mengikuti pengajian semakin besar kemungkinan nanti setelah mereka

Page 14: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

274

meninggal akan dapat hidup bahagia “munggah suwargo” atau naik ke

surga.

Pengajian yang mereka ikuti akan menumbuhkan kesadaran

manusia akan adanya hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, atau

sesuatu yang dipersepsikan sebagai proses transendental. Proses inilah

yang sering disebut dengan spiritualitas28.Dengan demikian spiritualitas

mencakup perilaku inner life individual, idealisme, sikap, pemikiran,

perasaan, dan pengharapannya kepada Yang Mutlak. Perilaku spiritual

tersebut timbul dan mengubah jalan hidup pelaku menuju kesadaran

atas kekeliruan yang telah mereka lakukan. Kedua, perilaku spiritual

muncul ketika kita menentukan pilihan. Ketiga, perilaku spiritual

muncul ketika kita merasa istimewa, unik, dan tidak tergantikan oleh

orang lain. Keempat, perilaku spiritual membersit dalam tanggung

jawab, dan Kelima, perilaku spiritual akan mencuat dalam situasi

transendensi.

Menunjuk pada wawancara dengan Ibu Hj. Sri Murni‟ah,

pemilik usaha bordir “Fadillah” sama sekali tidak mengesankan cara

pandang tentang betapa lebih pentingnya suatu modal financial, tidak

pula mengunggulkan pengalaman belajar dan berusaha bordir dari

orang tuanya, pada waktu dia masih muda diajarkan teknik menjahit

dan disain bordir serta berjualan bordir. Pemilik usaha bordir

“Fadillah” tidak pernah mendapatkan pendidikan formal yang

mengajarkan teori nilai dan norma berbisnis, tentang pentingnya

jaringan usaha dan kepercayaan sebagai modal usaha. Namun mereka

hanya mendapat sentuhan pendidikan informal melalui pengajian-

pengajian yang selalu diikuti setiap bulan 2 s/d 3 kali, yang

disampaikan para kyai atau ustad tentang pentingnya nilai-nilai agama

maupun saran atau petuah-petuah orang tua tentang kehidupan

bahkan beliau memiliki keinginan menunaikan ibadah haji lagi

bersama suami.

Berikut wawancara peneliti dengan Ibu Hj.Sri Murni‟ah29

sebagai berikut:

Page 15: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

275

“Menambah bekal ilmu dan membangun jaringan sosial niku injih wajib kagem tiyang gesang., injih derek pengajian. Dados inggih kedah seimbang, menawi derek pengajian terus, kesupen usahanipun lajeng rejeki saking pundhi lan ingkang baku tiyang meniko yen „Nandhure Apik Ngunduhe Apik‟ niku ular-ular saking tiyang sepuh kawulo lan dadi wong sing duwe sikap relo, narimo dan sabar” Artinya: menambah bekal ilmu dan membangun jejaring sosial itu juga wajib buat orang hidup, ya ikut pengajian, jadi harus seimbang, kalau ikut pengajian terus, melupakan usahanya lalu rejeki dari mana, dan yang mendasar orang itu kalau „menanam baik akan memperoleh hasil baik‟, itu petuah orang tua saya dan jadi orang itu punya sikap iklas, menerima dan sabar.

Selanjutnya Ibu Sri Murni‟ah menyampaikan kepada peneliti

bahwa:

“kawulo inggih kepengin sowan ngilen (naik haji) malih kalian bapak (suami), injih kagem nambah ibadah lan langkung celak kalian Gusti Allah, tambah iman lan kagem sangu urip, supados saget nampi menepo kemawon paringane Gusti Allah lan supados anggenipun nyambut gawe meniko saget baroqah kagem keluarga” Artinya: Saya juga berkeinginan datang ke barat (menunaikan Haji) lagi dengan suami, ya untuk menambah ibadah dan lebih dekat dengan Gusti Allah, tambah iman dan buat sangu hidup, supaya bisa menerima apa saja pemberian Gusti Allah, supaya dalam bekerja bisa barokah buat keluarga.

Informan Bapak H.Noor Kholid30 pengusaha bordir menyatakan

lebih lanjut dalam cuplikan wawancara:

“Dadi wong niku sing jujur lan dipercoyo kanggo dagang utowo urip saben dinane, trus ya kerja keras sebab kanggo ngentukake penghasilan ya kudu usaha disik lan selain iku ojo lali karo ibadah menurut agamane, ya bershodakhoh kanggo wong sing membutuhkan” Artinya: jadi orang itu harus jujur dan dipercaya buat dagang atau kehidupan sehari-hari, terus ya kerja keras sebab buat

Page 16: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

276

mendapatkan penghasilan, ya berusaha dulu dan selain itu jangan lupa beribadah menurut agamanya).

Hampir sama pernyataan mereka berdua yaitu Ibu Hj. Sri

Murni‟ah dan Bapak H.Noor Kholid dan seorang tokoh masyarakat

Desa Padurenan dan juga pengusaha bordir yaitu Bapak H.Moch

Anshori mengungkapkan bahwa nilai kejujuran sangat dipegang teguh

oleh Bapak H.Moch Anshori karena sejak kecil beliau tumbuh dalam

keluarga dengan nilai keagamaan yang sangat kuat yaitu dari Pondok

Pesantren, dengan kejujuran berarti mereka mepunyai akhlak mulia,

sehingga tetap berada dalam jalan yang benar dan jangan berbuat

curang dalam berbisnis maupun kehidupan sehari-hari, sekali berbuat

curang dan tidak jujur nantinya akan menghancurkan diri sendiri. Ini

berarti telah melaksanakan “gus” dan “ji” dalam Gus-ji-gang dalam

membangun religius mereka meskipun mereka tidak menyadarinya.

Berikut petikan wawancara dengan Bapak H.Moch Anshori31

selengkapnya:

“hidup itu harus didasarkan pada ahklak yang baik, sehingga jangan main curang, karena ahklak yang baik itu adalah tuntunan nilai-nilai agama yang senantiasa saya pegang teguh karena saya sejak kecil dalam keluarga yang nilai agamanya kuat dari pondok pesantren. Selain itu prinsip atau ajaran atau petuah lain dari orang tua atau para kyai harus terus dijalankan terus, orang dagang itu harus jujur, sekali tidak jujur maka akhirnya akan menghancurkan diri sendiri”.

Bapak Nur Syafiq32, pengusaha bordir berusia 55 tahun

menyatakan kepada peneliti:

”manusia harus berikhtiar semaksimal mungkin, lalu ia pasrahkan pada Yang Kuasa.” Dengan cara ini saya tenteram-Kabeh wis tinakdir saking Pangeran”

Pemanfaatan Parameter Social Capital oleh Pengusaha

Industri Kecil Bisnis Keluarga dalam Pengembangan Usaha

Pentingnya social capital dalam suatu komunitas seperti

pengusaha bordir ditunjukkan Coleman (dalam Lin, 2001) yang

Page 17: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

277

mendifinisikan social capital sebagai sesuatu yang terdiri dari ciri-ciri

sosio-struktural atau sumber-sumber yang bermanfaat bagi beberapa

orang untuk tindakan-tindakan khusus, menekankan social capital sebagai kebaikan publik (public good). Hal ini disebabkan social capital adalah kebaikan publik atau kebaikan bersama, yang berarti keadaan

ini tergantung pada good will (niat baik), sedangkan niat baik tersebut

dibangun masyarakat Kudus melalui beraklak baik (bagus) dan

kemampuan ngaji (pintar ngaji) yang mampu membangun spiritualitas

sebagai dasar berniat baik para pengusaha bordir dalam melakukan

perdagangan, sangat dibutuhkan membentuk fungsi struktural menjadi

norma, kepercayaan, hubungan timbal balik, membangun jejaring

menjadi hal yang penting dalam menopang social capital di bisnis IKBK

bordir.

Meminjam istilah dari Bertens (2004), social capital merupakan

hubungan satu sama lain yang diadakan para warga masyarakat dengan

suka rela untuk mencapai tujuan yang tidak (dapat) diwujudkan selama

orang berjalan sendiri. Dalam memahami keberadaan dan

keberlangsungan social capital dalam komunitas pengusaha bordir di

Kudus dapat dari bagaimana komunitas tersebut membangun norma-

norma dan nilai-nilai, jejaring-jejaring, hubungan timbal balik,

kepercayaan sosial yang mempermudah koordinasi dan kerja sama

demi kemanfaatan bersama pengusaha bordir.

Bourdieu menyatakan (dalam Portes, 1988) bahwa social capital terdiri dari dua unsur. Pertama, jalinan sosial yang memungkinkan

masing-masing anggota dapat berhubungan langsung dengan dan

dalam kelompok. Kedua, jumlah dan mutu dari sumber daya anggota

kelompok tersebut. Berdasarkan realita di lapangan, penguatan social capital komunitas pengusaha bordir di Kudus dilakukan dengan

pengembangan parameter yaitu: (1) Prinsip ajo mitunani wong liya sebagai norma dan nilai, (2) Prinsip nyaur ngamek sebagai dasar

kepercayaan bisnis, (3) Prinsip tuna satak bathi sanak dalam

membangun jaringan usaha. (4) Sistem interaksi sosial yang

terorganisir, dan (5) Hubungan timbal balik yang saling

menguntungkan.

Page 18: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

278

Prinsip Aja Mitunani Wong Liya sebagai Norma & Nilai

Manifestasi norma dan nilai dapat dinyatakan sebagai social capital, merujuk Yustika (2006) yakni dengan mengalaborasi

berdasarkan kesesuaiannya dengan perspektif bentuk-bentuk (forms) social capital sebagaimana diajukan Coleman (1988) dalam Yustika

(2006) yaitu: Pertama, berlangsungnya struktur kewajiban (obligations) yang terpenuhi dengan baik, adanya ekspektasi (expectations), dan

kepercayaan (trust worthiness) lingkungan sosial, sehingga struktur

sosial tersebut akan memiliki derajat kepercayaan tinggi, maka

dipandang akan memiliki social capital yang lebih baik dari pada

kondisi sebaliknya. Kedua, jaringan informasi komunikasi yang luas

(informatian channels), yakni aktor (pengusaha bordir) yang mendapat

dan atau memiliki basis jaringan informasi komunikasi lebih luas,

berarti memiliki social capital lebih besar. Ketiga, norma dan sanksi

yang efektif (norm and effective sanctions). Maka bila norma sebagai

struktur sosial yang memuat kondusif bagi sesuatu komunitas

(pengusaha bordir), maka akan menjadi pendorong kemajuan dan

perubahan yang lebih baik, dengan demikian struktur sosial memiliki

social capital yang lebih baik dan sebaliknya.

Nilai dalam struktur sosial (dengan nilai-nilai di dalamnya)

mempunyai dimensi historis, karena diciptakan untuk manusia pada

sesuatu saat tertentu, dan selanjutnya keberfungsiannya diuji dalam

kehidupan sehari-hari sehingga akan menentukan nilai-nilai itu dapat

bertahan hidup atau tidak. Menurut Berger dan Luckmann 1966

(dalam Lawang, 2005) bahwa, sesuatu struktur sosial yang fungsional

biasanya akan mempengaruhi cara berpikir orang. Nilai akan menjadi

pedoman kehidupan manusia sehingga berlangsung dengan baik. Nilai

oleh manusia sebagai pelaku ekonomi dikembangkan dan dipelihara

secara turun-temurun melalui etika berdasarkan prinsip-prinsip utama

(norma) yang dianut oleh masyarakat setempat. Bagi masyarakat Kudus

nilai dan norma yang dianutnya sesuai dengan religius yang

diyakininya adalah Gus-ji-gang.

Page 19: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

279

Sebagai mahkluk sosial, seorang pengusaha bordir dan atau pun

pembeli/konsumen sebagai manusia adalah memerlukan orang lain,

dan untuk itu terdapat kecenderungan untuk dapat kerja sama dan

saling berinteraksi termasuk dalam hal bertransaksi, maka norma dan

nilai sangat diperlukan guna mengatur dalam berperilaku, sehingga

mereka dapat hidup bersama-sama yang saling menguntungkan.

Menurut Rahardjo (1990) dalam bukunya “Etika Ekonomi dan

Manajemen” mengemukakan lima prinsip utama yang menjadi dasar

sistem nilai (etis) yaitu: Pertama, adanya prinsip bahwa hidup munusia

itu harus dipelihara dan dilindungi. Kedua, prinsip bahwa kebaikan

dan kebenaran itu perlu ditegakkan dengan: (a) mengunggulkan

kebaikan atas keburukan dan kebenaran atas kesalahan, (b) tidak

menimbulkan keburukan atau kerusakan, dan (c) mencegah agar tidak

timbul kerusakan dan lahirnya keburukkan. Ketiga, kebaikkan maupun

keburukkan itu perlu dibagi di antara manusia, sejauh mungkin secara

merata. Keempat, perlunya orang menyatakan sesuatu secara jujur dan

sebenarnya serta melaksanakan janji atau komitmen yang dibuat.

Kelima, perlunya dipelihara kebebasan individu, guna memungkinkan

adanya keluwesan dan terhindar dari kekakuan.

Norma yang berlaku di masyarakat, bentuknya dapat tertulis

maupun tidak tertulis yang senantiasa dipatuhi dan dijalankan oleh

individu dalam setiap perilakunya. Aturan-aturan yang ada dalam

perkumpulan komunitas pengusaha bordir maupun dalam masyarakat

pada umunya, yang diikuti para pengusaha bordir tidak mempunyai

aturan secara tertulis dan mengikat serta sifatnya tidak wajib dan

bukan suatu keharusan, tetapi dengan penuh kesadaran mereka

mengikuti kegiatan perkumpulan tersebut, sehingga jika para

pengusaha terpaksa tidak bisa mengikuti perkumpulan tersebut hanya

rasa ewuh pekewuh atau sungkan pada anggota lain kalau tidak bisa

datang dalam pertemuan. Oleh karena itu, walaupun tidak dapat hadir

tetap membayar iuran wajib untuk mengisi kas dengan menitipkan

kepada anggota lain atau menyuruh anak atau karyawan untuk

membayar iuran melalui pengurus. Namun dalam berperilaku

Page 20: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

280

berhubungan atau beriteraksi dengan individu atau masyarakat selalu

menjaga nilai-nilai religius yang mereka anut (agama Islam).

“Gus” dan “ji” dalam Gus-ji-gang telah membangun

objektivikasi kebaikan tindakan moral sebagai etos dalam pluralisme modern ada dua hal. Pertama, tereksternalisasi dalam tindakan dan

kata-kata saling percaya, merasa puas dan senang atas kepandaian,

loyalitas dan keluhuran budi. Kedua, bersikap integrasi33 kepada

berbagai pihak yang terlibat di dalamnya sehingga merasa terjalin

dalam satu pola kekeluargaan atau kekerabatan yang saling kasih

(tresno) dan dapat tercipta keadaan yang harmonis yang hangat.

Berdasarkan pada hal tersebut sebagai etos bagi pluranisme modern

sebagai inti kekuatan moral. Kekuatan moral menurut Suseno (2005)

merupakan kekuatan kepribadian seseorang yang mantap dalam

kesanggupannya untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya

sebagai kebenaran yang secara implisit ada pada kalimat “aja mitunani

wong liya” (jangan merugikan orang lain). Ajo mitunani wong liya

merupakan norma dan nilai moral terpenting dan atau prinsip dasarnya

etika Jawa.34 Tujuan dan sikap integrasi dengan kekuatan moral ajo mitunani wong liya adalah bahwa manusia hendaknya selalu bersikap

baik satu sama lain, saling membuat bahagia, dan tidak saling

menganggu. Seperti yang dituturkan para informan kepada peneliti

sebagai berikut:

Ibu Hj.Sri Murni‟ah35 mengungkapkan:

“ngih menawi hubungan kalian tiang niku, ngih wajib dan kedah menghormati kalian menghargai tiang, namun menawi Derek kempalan RT/RW utawi pengajian menawi pas sawek repot, boten saget dumugi, ngih iuran nipun pasti kawulo titipaken pengurus kempalan”. Artinya: ya, kalau hubungan sama orang, ya wajib dan harus menghormai dan menghargai orang, namun kalau ikut kumpulan RT/RW atau pengajian pas masih sibuk tidak bisa datang, namun ya iuran nya pasti saya titipkan kepada pengurus)

Page 21: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

281

Bapak H. Moch Anshori36, pengusaha bordir dan tokoh

masyarakat Desa Padurenan, menyampaikan sebagai berikut:

”menghormati orang lain, menghargai pendapatnya, tidak membeda-bedakan, bertegur sapa dengan tetangga, teman pengusaha dan orang yang kita kenal, tetapi dalam mengikuti kumpulan Haji, pengajian, RT/RW setiap saat, pasti saya usahakan hadir, selama saya tidak ke luar kota dan biasanya saya ditunggu-tunggu kedatangannya untuk memberikan masukkan dalam perkumpulan tersebut”.

Ibu Nurul Hikmah37 mengungkapkan kepada peneliti

pentingnya ikut kumpulan sebagai berikut:

“Hubungan dengan orang lain, ya peting sekali, karena itu kita harus saling menghormati dan menghargai orang lain, ya namanya kita manusia kan harus berhubungan baik dengan manusia siapa saja, apalagi saya usaha bordir, kalau ikut kumpulan PKK kadang-kadang ikut dan kadang-kadang tidak bisa ikut, tetapi iuran biasanya saya titipkan karena dikejar-kejar pesanan bordir harus segera jadi, tetapi kalau pengajian saya usahakan bisa hadir, karena untuk menambah sangu urip”.

Demikian pula nilai dalam kehidupan senantiasa ada dalam

setiap diri individu, nilai itu dibangun secara terus-menerus sehingga

mengkristal dalam kehidupan, dan dapat dilihat dari pandangan hidup

pengusaha bordir, seperti yang diungkapkan Bapak H. Moch Anshori

bahwa setiap mengikuti perkumpulan dan pengajian selalu mendapat

Tolabul Ilmi (mendapat tambahan ilmu dan membangun jaringan

sosial) itu wajib tetapi mendapat rejeki juga wajib, maka kita harus

seimbang bahkan pada saat ada perkumpulan, ada yang memesan

bordir. Berikut ini kutipan wawancara peneliti dengan Bapak H. Moch

Anshori sebagai berikut:

“Tolabul ilmi setiap ikut perkumpulan itu ya penting dan

mencari rejeki juga penting. Jadi ya harus seimbang kalau

hanya ikut kumpulan saja dan dapat tolabul ilminya terus

rejeki dapat dari mana, maka setelah acara wajib kumpulan

selesai, biasanya digunakan membicarakan bisnis, bahkan

Page 22: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

282

kadang-kadang saat kumpulan kami mendapat pesanan

bordir”.

Sedangkan informan kunci Ibu Hj.Sri Murni‟ah saat diwancarai

peneliti mengungkapkan sebagai berikut:

”yah menawi isteri pados nafkah meniko hukumipun sunnah, amargi namun bantu suami, ingkang wajib pados nafkah suami, lha kawulo pados nafkah meniko kan shodaqoh kangge keluarga, lha meniko sampun manjeng dateng niat ibadah kawulo” Artinya: Ya kalau isteri mencari nafkah hukumnya sunnah, sebab hanya membantu suami, yang wajib mencari nafkah itu suami, la saya mencari nafkah kan shodaqoh buat keluarga, la itu sudah mendarah daging dalam niat ibadah saya.

Bapak H.Noor Kholid38, menjelaskan bahwa hidup itu untuk

mencari ridho Allah, sehingga apa yang dilakukan dilandasi dengan

niat ibadah, seperti yang dituturkan di bawah ini:

“Orang hidup bagi saya untuk mencari ridho Allah, termasuk kegiatan bisnis yang saya lakukan ,dengan bekerja keras dengan dilandasi niat ibadah dan peduli dengan orang lain, supaya hidup ini tentram maka harus ikuti norma dan nilai-nilai yang berlaku di mana kita berada, misalnya kalau ada pertemuan RT/RW ya diusahan ikut, apalagi kalau ada pengajian tentunya kegiatan bisnis terganggu tidak, kalau pas kosong pasti saya hadir tetapi kalau pas ramai pesanan yang harus diselesaikan,ya tidak bisa hadir dan saya wakilkan anak-anak atau isteri, karena bisnis itu juga dilandasi ibadah, jadi ya harus seimbang lah.”

Demikian pula kehidupan sehari-hari banyak sekali nilai-nilai

ajaran atau petuah-petuah yang diterapkan oleh para pengusaha bordir,

baik itu menyangkut kehidupan usahanya maupun kehidupan

sosialnya. Prinsip ajo mitunani wong liya (jangan merugikan orang

lain) yang merupakan norma dan nilai terpenting dalam kehidupan

bermasyarakat. Hal ini seperti yang disampaikan informan Ibu Hj. Sri

Murni‟ah39 bahwa:

Page 23: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

283

“dodos tiyang meniko kedah boten sombong, boten paling pinter, boten paling pener, kedah njagi tata karma, andap asor, lembah manah lan ajo mitunani wong liyan, supados gesang meniko tentrem lan saget dipitados kalian tiyang, langkung-langkung tiyang ingkang usaha, kados kawulo usaha bordir” Artinya: Jadi orang itu harus tidak sombong,jangan merasa paling pinter, tidak paling benar, harus jaga tata krama, rendah hati,sopan santun dan jangan merugikan orang lain, supaya hidup ini tentram dan dapat dipercaya orang, apalagi orang usaha, seperti saya usaha bordir.

Prinsip Nyaur Ngamek Sebagai Dasar Kepercayaan Bisnis

Kepercayaan (trust) yang dibangun dengan baik oleh para

pengusaha bordir akan dapat menuntun membangun jaringan

hubungan dengan konsumen, penyedia bahan baku maupun agen-agen

yang lain. Meminjam istilah Field (2010) bahwa, jaringan dengan

kepercayaan tinggi akan berfungsi lebih baik dan lebih mudah daripada

dalam jaringan dengan kepercayaan yang rendah. Siapa pun yang

mengalami pengkhianatan dari mitra dekat akan tahu betapa sulit bagi

dua orang untuk bekerja sama ketika perilaku mereka tidak dilandasi

kepercayaan. Kepercayaan (trust) menurut Fukuyama (2007),

merupakan pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang

berperilaku normal, jujur, dan kooperatif, berdasarkan norma-norma

yang dimiliki bersama, demi kepentingan anggota yang lain dari

komunitas itu.

Kepercayaan antara satu orang dengan yang lain berguna untuk

tetap menjaga hubungan yang telah dibina agar tetap terpelihara

dengan baik. Kepercayaan yang dilakukan dapat menghasilkan

hubungan yang dapat saling menguntungkan, sehingga setiap

kepercayaan yang terjadi akan sangat mempengaruhi keputusan yang

diambil, apakah ia akan mempercayai seseorang atau tidak. Salah satu

contoh yang alamiah tentang adanya kepercayaan adalah keluarga.

Sebagai wujud konsekuensinya maka dari sebagian besar bisnis yang

Page 24: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

284

berlangsung sejak dulu hingga saat ini adalah bisnis keluarga. Para

pengusaha IKBK bordir di Desa Padurenan Kecamatan Gebog-Kudus

sebagai salah satu contoh kecil dari bisnis keluarga, yang didasarkan

atas basis kepercayaan. Menurut Lawang (2005), ada 3 (tiga) substansi

pokok yang saling terkait dalam kepercayaan, yaitu Pertama, hubungan

sosial antara dua orang atau lebih (termasuk di dalamnya institusi yang

diwakili oleh orang), Kedua, dalam hubungan tersebut, terdapat

harapan yang bilamana diwujudkan tidak akan merugikan salah satu

atau kedua belah pihak, Ketiga, hubungan dan harapan ini

dimungkinkan melalui interaksi sosial.

Sebagai seorang pengusaha dan warga masyarakat, selalu

menekankan pada kepercayaan karena bisnis itu pada dasarnya

“kepercayaan”. Jadi setiap hubungan antar-individu atau kelompok

didasari kepercayaan, seperti yang diungkapkan para informan berikut:

Ibu Hj. Sri Murni‟ah40 mengungkapkan :

“kepercayaan pasti wonten, amargi sangat penting, masak kekancan kalian sinten kemawon menawi boten wonten kepercayaan khan aneh” Artinya: kepercayaan pasti ada, sebab sangat penting, masak berteman dengan siapa saja kalau tidak ada kepercayaan kan aneh)

Bp.H.Moch Anshori41 juga mengungkapkan:

“Ya tentu pasti ada kepercayaan, masak sama semua orang nggak percaya, lalu kalau kita tidak percaya siapa yang bisa dipercaya”.

Maka berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah

diungkapkan para informan di atas dapat diketahui bahwa setiap

hubungan yang dibangun para pengusaha bordir dengan orang lain

selalu dilandasi kepercayaan, menurut mereka kepercayaan sangat

penting dan harus ada karena hubungan itu ada (tercipta) kalau ada

rasa percaya.

Page 25: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

285

Selanjutnya, Bapak H. Moch Anshori yang banyak dikenal oleh

agen/toko penyalur bahan baku di Kota Kudus maupun di Kota

Surakarta, mengungkapkan pengalamannya:

“dengan modal kejujuran, telaten dan penuh kesabaran saya menjalin hubungan dan mencari agen besar penyalur bahan-bahan bordir agar mau melakukan kerja sama dengannya. Rasa bersyukur. Ada seorang keturunan Cina pemilik toko bahan–bahan bordir dan konfeksi mau diajak kerja sama”.

Bapak Nur Syafiq42, usia 55 tahun, seorang pengusaha bordir,

menyatakan prinsip kejujuran yang dianggap penting dalam

berusaha/bisnis bordir, sebagai berikut:

“jadi orang itu yang jujur, trus kerja keras sebab dalam mendapat sesuatu itu perlu usaha dulu, lagi mendapatkan hasilnya dan selain itu jangan lupa beribadah”.

Modal kejujuran, telaten dan kesabaran merupakan manifestasi

dari social capital yang menurut Coleman (1988) dan Putnam (1993),

kepercayaan sebagai salah satu komponen kunci dari social capital. Kepercayaan memainkan peranan penting dalam konsep Fukuyama

tentang social capital. Fukuyama mendefinisikan kepercayaan sebagai

dasar social capital. Dalam model Putnam, hubungan saling percaya di

antara pelaku ekonomi berevolusi dari berbagai budaya dan menjadi

tertanam dalam ekonomi lokal, yang kemudian membentuk jaringan

keterlibatan masyarakat. Hubungan sebab akibat yang meng-

hubungkan kepercayaan dan jaringan yang ada dalam asosiasi/lembaga

(Sztompka, 1999). Sedangkan Cohen & Fields (1999) berpendapat

bahwa, bentuk kepercayaan kemungkinan bentuk yang unggul dan

dapat dikembangkan oleh orang-orang dari tempat lain dan budaya

yang berbeda, dan bahkan orang-orang dengan ide-ide yang berbeda

pula. Kepercayaan dan norma-norma, keadilan, dan kerja sama adalah

manfaat yang dipelihara dan memfasilitasi serta memperkuat kinerja

kelembagaan yang efisien, tetapi tidak ada secara independen dari

hubungan sosial, konsekuensi mungkin menjadi salah satu indikator

dari jenis social capital yang ada tetapi tidak boleh disamakan dengan

social capital itu sendiri (Woolcock,1998).

Page 26: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

286

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali petuah-petuah atau

ajaran-ajaran dari orang tuanya, tokoh masyarakat yang memiliki

karisma seperti Sunan Kudus, para Kyai atau ustad yang diterapkan

oleh para pengusaha baik menyangkut kehidupan sosial maupun

kehidupan bisnis. Salah satu petuah itu adalah kejujuran harus menjadi

pedoman dalam berbisnis maupun dalam kehidupan sosial, karena

kejujuran merupakan ajaran agama/religius yang diyakini

mempengaruhi kemajuan usahanya, maka orang yang bekerja dan

berusaha harus menjaga sikap jujur karena merupakan salah satu modal

usaha. Prinsip kejujuran dianggap hal yang sangat penting dalam

melakukan usaha berdagang, seperti yang diungkapkan Ibu Mirah, Ibu

Islahiyah atau sering dipanggil bu Is maupun Ibu Nurul Hikmah

sebagai berikut:

Ibu Mirah43 mengungkapkan:

“Tiyang meniko kedah jujur, kaliyan sinten kemawon, lan kedah kerja keras amargi kagem pikantuk meniko kedah usaha rumiyen, lajeng nembe pikantuk kasil lan sampun kendel beribadah, nyuwun kaliyan Gusti Engkang Kagungan Gesang”. Artinya Orang itu harus jujur dengan siapa saja dan harus kerja keras sebab untuk mendapatkan itu harus usaha dulu, baru mendapatkan hasil dan jangan lupa beribadah dan memohon kepada Tuhan Yang memiliki Hidup.

Ibu Nurul Hikmah44 dalam wawancara menjelaskan;

“Prinsip kejujuran itu sangat penting dalam kehidupan berdagang maupun kehidupan sehari-hari, bila memperolah pendapatan berapapun harus disisihkan sedikit untuk shodakoh bagi orang yang membutuhkan. Bisnis itu menjual kejujuran, jangan sampai main curang sebab akan menghancurkan usaha kita, karena kejujuran adalah nilai ajaran agama yang saya anut, dan bila mendapatkan harta berlimpah harus dibersihkan dengan bershodakoh bagi orang yang tidak mampu”.

Bapak H.Moch Anshori telah melakukan komunikasi dan kerja

sama yang baik serta modal kejujuran, sehingga sampai sekarang masih

Page 27: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

287

dipercaya oleh toko di kawasan pecinan yang pemilik tokonya orang

Cina di sekitar pasar Kliwon Kota Kudus untuk menyediakan bahan

baku bordir dengan cara nyaur ngamek, adalah ngamek atau

mengambil bahan baku lebih dahulu dari agen atau penyalur dan

kemudian nyaur atau membayar kemudian setelah barang yang

dibawanya laku atau membayar setelah beberapa saat menurut

perjanjiannya. Pola “nyaur ngamek” merupakan pola yang sudah

menjadi tradisi –norma resiprositas– yang dijalani para pengusaha

bordir dengan pemilik toko bahan-bahan bordir maupun hubungan

dengan pelanggan dan antar pengusaha bordir. Dalam resiprositas,

seseorang tidak hanya sebatas menerima barang dan atau sebaliknya

pihak lain hanya menerima uang, tetapi di dalamnya dapat memenuhi

kebutuhan sosial, yakni penghargaan yang bersifat timbal balik.

Perilaku nyaur ngamek yang dilakukan para pengusaha bordir

didasarkan pada norma dan nilai-nilai yang tumbuh oleh keyakinan

agama yang dianut. Fukuyama (2000) mengemukakan bahwa, norma

merupakan bagian dari social capital yang terbentuk tidak diciptakan

oleh birokrasi atau pemerintah. Melalui agama yang dianut, tradisi,

sejarah, tokoh kharismatik (Sunan Kudus) akan dapat terbangun suatu

tata cara perilaku seseorang atau suatu kelompok masyarakat, yang di

dalamnya kemudian timbul social capital secara spontan dalam

kerangka menentukan tata aturan yang menjadi dasar tumbuhnya

kejujuran yang dapat mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan

kelompok. Namun Fukuyama (1999) juga menyatakan bahwa,

penyebaran norma atau nilai tidak serta merta menjadi social capital apabila norma atau nilai termaksud tidak mengandung unsur

kebenaran sebagai dasar kepercayaan. Karena norma dan nilai-nilai

kebenaran dan kepercayaan sangat diperlukan guna mengatur dalam

berperilaku, sehingga mereka dapat hidup bersama-sama yang saling

menguntungkan.

Jadi dalam tindakan nyaur ngamek atau bayar utang dan

mengambil barang, menurut Bapak H. Moch Anshori45 harus ada

modal kejujuran dan tepat waktu. Berikut ungkapannya:

Page 28: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

288

“Masalahnya kita sudah mendapat kepercayaan pemilik toko, makanya harus dijaga dan kalau sudah janji bayar, ya harus ditepati dibayar, harus tepat waktu sesuai janjinya dan jangan mengecawakan”

Jadi yang menjadi modal dasar melakukan nyaur ngamek yang

dilakukan Bapak H.Moch Anshori selama ini adalah kepercayaan harus

tetap dijaga, ada yang menggunakan mingguan dan ada yang bulanan.

Kata Bapak H.Moch Anshori:

“Meskipun kondisi usaha saya dalam kondisi sepi, ya tetap harus kalau sudah sampai waktu bayar, jangan sampai membuat pemilik toko bahan kecewa”.

Demikian pula yang dilakukan Bapak H.Moch Anshori, setiap

menitipkan hasil produksi “bordir tempel” hasil inovasinya yaitu

bentuk bordir pola untuk bagian leher baju atau blouse, lengan dan

badan yang tinggal ditempelkan pada kain, yang dijual setiap paket ada

yang dijual dengan harga Rp.35.000,- s/d harga Rp.150.000,- dititipkan

kepada agen penjual perlengkapan bahan bordir dan konfeksi di kota

Magelang, Semarang, Surakarta maupun di kota Kudus sendiri

didasarkan kepercayaan karena uang hasil penjualan diterima setelah

produk bordir itu laku, seperti yang diungkapkannya:

“Setiap lima hari sekali, keliling ke kota Semarang, Magelang, Surakarta untuk menitipkan produk ”bordir tempel” ke agen-agen penjual bahan bordir dan konfeksi dan pola pembayarannya setiap 3 s/d 4 minggu dan ini sudah berjalan hampir 2 tahun, selalu lancar dan tepat waktu, sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak”.

Bagi para pengusaha kecil border, pola nyaur ngamek

merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi keterbatasan modal

usaha, yang terbentuk oleh kekuatan kepercayaan yang dimiliki

pengusaha bordir. Semakin besar kepercayaan para pengusaha bordir

akan menjadikan biaya usaha lebih efisien dan besar kecilnya

kepercayaan yang dimiliki para pengusaha bordir tidaklah sama

sehingga perilaku nyaur ngamek terhadap suatu barang yang terkait

dengan toko pemasok bahan baku, hubungan antar pengusaha maupun

konsumen juga tidak sama.

Page 29: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

289

Namun tidak semua pemilik toko misalnya toko Kita, toko

Novita maupun toko Nufiya menyediakan bahan bordir dan konfeksi

di kota Kudus mau menerima pola pembayaran dengan cara nyaur ngamek, mereka memintanya dengan kontan, karena takut resiko tidak

terbayar, seperti diungkapkan informan Bapak H. Hasan dan Bapak

Nur Syafiq:

“Setiap membeli bahan baku bordir di toko Novita dan toko Kita, harus dibayar kontan, kalau tidak dibayar kontan tidak akan diberi barang, setahun yang lalu kita masih bisa tidak bayar kontan yaitu dua atau tiga minggu baru dibayar, tetapi sekarang harus kontan” seperti yang diungkapan Bapak H.Hasan46.

Dan Bapak Nur Syafiq47 pengusaha bordir mengungkapkan

kepada peneliti:” sejak banyak orang yang tidak tepat melunasi

pembayaran, sekarang ini setiap beli bahan baku di toko Kita atau toko

Nufiya harus membayar dengan kontan, tidak seperti 6 bulan yang lalu

masih bisa dibayar dengan nyaur ngamek.

Prinsip Tuna Satak Bati Sanak dalam Membangun Jaringan

Usaha

Dasgupta (2000) menyatakan, kepercayaan bisa menjadi atribut

institusi dan kelompok maupun individu, dan sering kali didasarkan

atas reputasi yang diperankan oleh pihak ketiga. Dalam bisnis menurut

Fukuyama (1995) “kepercayaan” menghindari situasi tidak terduga,

mengurangi pertikaian, dan mengurangi kebutuhan proses hukum

bilamana terjadi perselisihan, dan kepercayaan membantu setiap pihak

untuk dapat bekerja sama lebih efektif sehingga dapat mengurangi

biaya dan waktu, karena bersedia menempatkan kepentingan

kelompok di atas kepentingan pribadi, maka demi kebaikan organisasi

mereka bersedia mengorbankan hak-hak pribadi. Bentuknya adalah

adanya partisipasi dalam suatu jaringan atau relasi jaringan seperti

paguyuban, pengajian, pertemuan RT/RW, arisan bahkan kegiatan

koperasi (di Desa Padurenan telah ada KSU Padurenan Jaya).

Page 30: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

290

Keikutsertaan pengusaha bordir dalam berbagai partisipasi

dalam suatu wadah asosiasi, paguyuban formal atau informal yang

sangat beragam tersebut dapat membawa manfaat yang berguna bagi

mereka. Dan manfaat itu dapat dirasakan secara langsung dan tidak

langsung bagi pengusaha, yang dapat dilihat dari ungkapan para

pengusaha dalam wawancara mendalam:

Bapak H.Hasan dan Bapak Nur Syafiq adalah pengusaha bordir,

selalu berpartisipasi aktif mengikuti pengajian di sela-sela kesibukan

bisnis bordir, apalagi pada setiap hari Jumat, yang mengungkapkan

sebagai berikut:

“… ikut pengajian supaya hidup mendapat berkah sehingga usahanya dapat berjalan lancar dan mencari „sangu mati‟, “untuk bekal nanti kalau meninggal” kata Bapak H.Hasan48.

Sedangkan Bapak Nur Syafiq49 dalam wawancara dengan

peneliti, mengungkapkan:

”Orang hidup itu disamping mencari rejeki dengan kerja keras, juga harus beribadah mengikuti pengajian, atau kumpulan-kumpulan keagamaan lainnya”.

Ibu Hj.Sri Murni‟ah50 mengungkapkan dalam wawancaranya:

“ikut pengajian, injih saget tambah sedulur, tambah ilmu, tambah pahlma, sok kadang-kadang tambah reeiki sebab kadang pas enek (ada) konco pengajian sing pesen bordir neng kulo. Nek paguyuban paling nguntungaken saat ada kunjungan Tim Penggerak PKK kabupaten Kudus dateng mriki katah ingkang tumbas lan pesan bordir, injih menawi dateng mriki rego saget dipun nego kan “tuna sathak bati sanak”. Artinya: Ikut pengajian, bisa bertambah saudara, ilmu, pahala, kadang-kadang juga rejeki sebab kadang ada juga teman pengajian yang pesan bordir ke saya. Kalau paguyuban paling menguntungkan saat ada kunjungan Tim Penggerak PKK Kabupaten Kudus datang ke sini banyak yang beli dan pesan bordir. Ya kalau datang ke sini mengenai harga dapat dinego kan “rugi sedikit tetapi banyak saudara atau pelanggan”.

Page 31: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

291

Ibu Islahiyah51 pengusaha bordir merek “La Risma” menyatakan

alasan keikutsertaannya dalam berbagai organisasi formal (anggota

koperasi KSU Padurenan Jaya) dan informal (pengajian, arisan RT/RW)

menggungkapkan sebagai berikut:

“Organisasi dan perkumpulan yang saya ikuti kalau sosial itu di arisan RT/RW, pasar, kalian wanita Islam untuk kegiatan pengajian seperti hadist dan terjemahan Qur‟an, terus mbantu orang tidak mampu atau tengok orang sakit….”.

Bapak H.Moch Anshori52 juga salah satu tokoh masyarakat

sebagai salah satu pendiri KSU Padurenan Jaya telah diwawancarai

peneliti menyatakan bahwa partisipasi dalam kegiatan sosial sangat

banyak, beliau mengungkapkan:

“Kalau di RT kan sebulan sekali saya itu rutin mengikutinya, bahkan pada waktu awal pendirian KSU Padurenan Jaya hampir setiap 2 s/d 3 hari dalam seminggu melakukan pertemuan membahas pendirian Koperasi dan itu dijalani hampir 1 (satu) tahun, akhirnya berdiri seperti sekarang, Ketua pembangunan saluran air (got), mengikuti rutin pangajian rumah tangga, paguyuban Haji, setiap malam Selasa dan malam Kamis”.

Dari ungkapan informan di atas dapat dilihat intensitas

keikutseraan mereka dalam berbagai paguyuban dan kegiatan rutin

yang selalu mereka ikuti seperti pengajian, mereka menggunakan

waktu longgar mereka sehabis selesai bekerja untuk mengikuti

kegiatan dan perkumpulan, hal ini dilakukan karena sangat penting

dan bermanfaat bagi mereka. Namun ada juga beberapa pengusaha

bordir yang intensitas melakukan kegiatan kumpulan tidak rutin,

seperti yang diungkapkan Ibu Mirah53:

“Saksampun ipun suami sakit stroke (satu setengah tahun yang lalu), kegiatan mboten rutin, dhados kadang-kadang kawulo titipke uang arisan RT, namun menawi wonten pengajian dateng tetanggi mriki kemawon sekitar griyo, pasti kawulo perluake derek pengajian”. Artinya: Setelah suami sakit stroke (sudah satu setengah tahun), kegiatan tidak rutin, jadi kadang-kadang saya titip uang

Page 32: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

292

arisan RT, tetapi kalau ada pengajian di tetangga sekitar rumah, pasti saya ikut pengajian.

Bapak Nur Syafiq54 mengungkapkan sebagai berikut:

“Pertemuan RT ada, namun untuk kehadiran saya tidak bisa rutin kalau pas saya ada waktu saya datangi kalau tidak ada waktu (pas luar kota) ya saya nitip. Iurannya saya suruh anak saya atau isteri untuk membayarkan. Pertemuan di KSU Padurenan Jaya tidak ada pertemuan rutin secara formal (kalau tidak RAT koperasi) tetapi biasanya informal pas kebetulan ketemu di acara pengajian, gotong royong bisanya kita ngobrol seputar usaha bordir”.

Sedangkan manfaat partisipasi mereka dalam suatu jaringan

banyak sekali manfatnya, baik dalam kehidupan sosial maupun dalam

usaha mereka baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini seperti

diungkapkan informan yang diwancarai peneliti:

Ibu Hj.Sri Murni‟ah55:

“tambah sederek, tambah ilmu lan tambah pahala, sok kadang-kadang tambah rejeki sebab kadang pas ada konco pengajian sing pesen kain bordir neng kulo.menawi paguyuban KSU Padurenan Jaya, pas wonten kunjungan Bupati Kudus atawi wonten tamu saking Semarang, tumbas bordir produksi kulo”. Artinya: Bertambah saudara, ilmu, pahala, kadang-kadang juga tambah rejeki sebab ada juga teman pengajian yang pesan kain border ke saya. Kalau paguyuban KSU Padurenan Jaya, pas ada kunjungan Bupati Kudus atau ada tamu dari Semarang, beli bordir saya).

Bapak H.Moch Anshori56:

”menjalin keakraban antar warga satu dengan yang lain, menambah hubungan kerja sama dalam berdagang, dan hubungan sosial sebagai wadah untuk mendapatkan informasi tentang kejadian-kejadian yang sedang terjadi maupun yang akan datang di lingkungan warga Padurenan”.

Prinsip berdagang dalam bidang industri bordir yang

dikembangkan Hj.Sri Murni‟ah, Ibu Islahiyah, Ibu Mirah, Bapak H.

Page 33: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

293

Moch Anshori maupun Bapak Nur Syafiq hampir sama yaitu, berbekal

pada pelajaran hidup ikut berdagang membantu orang tua, sejak kecil

dan bertahun-tahun dilakukan secara terus-menerus. Bapak H.Moch

Anshori dikenal dan mengenal agen penyalur bahan baku bordir

menuturkan, untuk membangun jaringan hubungan dengan agen

penyedia dan penyalur bahan-bahan bordir yang dimaksud, tutur

Bapak H. Moch Anshori:

“Dengan modal jujur,telaten dan penuh kesabaran saya menjalin hubungan dan mencari agen-agen besar menawarkan agar mereka mau mengisi kebutuhan bahan bordir seperti kain, benang dan sebagainya”.

Sistem Interaksi Sosial yang Terorganisir

Pranata formal yang ada di lingkungan Desa Padurenan Jaya

seperti koperasi KSU Padurenan Jaya dan pemerintah desa, kecamatan

dan kabupaten maupun lembaga non formal seperti halnya melalui

hubungan kekerabatan, pertemuan-pertemuan sosial seperti arisan,

pengajian telah mampu membentuk dan menguatkan social capital para pengusaha IKBK bordir. Dengan membangun kemitraan dan

jejaring dengan lembaga-lembaga formal dan non formal akan

memberikan kemanfaatan bagi pengusaha bordir dan mampu

mewujudkan social capital. Menurut Eriyanto (1997), ada 4 aspek

penting yang bermanfaat dalam membentukan kemitraan usaha, yaitu:

aspek bisnis untuk menjamin kelayakan usaha, aspek kesejahteraan

sosial untuk menjamin manfaat usaha, aspek partisipasi untuk

menjamin keberlanjutan dan aspek teknologi untuk menjamin teknik

dan mutu produksi (kualitas produksi).

Pembentukan KSU Padurenan Jaya pada tanggal 5 Agustus

2009 bersamaan dengan ditetapkannya Desa Padurenan Kecamatan

Gebog –Kudus sebagai “Desa Produktif Klaster Bordir dan Konfeksi”

oleh Bank Indonesia Semarang bersama dengan stake holder terkait

(Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jateng,

Page 34: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

294

BBPP, Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas,

Bank Jateng, Pemerintah Kabupaten Kudus).

Koperasi KSU Padurenan Jaya sebagai wadah pembentukan social capital karena tempat pembinaan anggotanya yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas sumber daya anggotanya maupun

mempermudah bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan

bahan baku maupun modal usaha. Sebagaimana disampaikan Bapak

Arif Chuzaimahtum57 sebagai Ketua KSU Padurenan Jaya dan juga

Kepala Desa Padurenan Jaya sebagai berikut:

“Mulai tahun 2007 dengan munculnya teknologi bordir komputer, membawa dampak bagi para pengusaha bordir di Desa Padurenan. Dengan teknologi bordir komputer mampu diciptakan jumlah bordir yang lebih banyak, lebih cepat dan harga lebih murah berdampak menurunkan akses pasar dari bordir juki atau bordir tradisional yang memiliki harga lebih mahal. Keadaan demikian dapat mematikan usaha bordir tradisional “bordir Icik”. Untuk itulah kami bersama tokoh-tokoh masyarakat yang lain terpanggil bersama pemerintah mendirikan KSU Padurenan Jaya salah satunya untuk mempertahankan border ”icik” disamping meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Padurenan”.

Kemanfaatan KSU bagi para pengusaha di lingkungan Desa

Padurenan sangat besar, seperti yang diungkapkan oleh informan

kunci Bapak.H.Moch Anshori, Ibu Mirah kepada peneliti sebagai

berikut:

Bapak.H.Moch Anshori58 mengungkapkan:

“setiap saat kita bisa bertemu dengan pengusaha bordir dan konfeksi waktu membeli bahan kebutuhan bordir, saling memberikan informasi, bahkan kadang-kadang malah mendapat pesanan, atau kami sering diajak ikut bazar hasil bordir oleh KSU Padurenan Jaya di kantor pemerintah Kabupaten Kudus waktu ada kegiatan pameran maupun bazar pasar murah dan ini akan menumbuhkan kepercayaan bagi kita. Disamping itu di KSU Padurenan Jaya sering melakukan kegiatan pelatihan dan penyuluhan manajerial dan pengembangan disain bordir bagi para pengusaha dan calon pengusaha bordir”.

Page 35: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

295

Demikian juga Ibu Mirah59 menyampaikan:

”sampun nate, kawulo pas betah aken arto mendadak amergi kirang kagem tambahan tumbas mesin jahit, injih ngapil arto KSU Padurenan Jaya lan sekeconipun menawi wonten pesanan katah misal bet atawi logo gambar/lambang ngagem bordir komputer inggih dateng mriki kemawon”. Artinya: Sudah pernah, saya pas membutuhkan uang mendadak karena kurang untuk tambahan mesin jahit. Ya pinjam di KSU Padurenan Jaya dan enaknya kalau ada pesanan banyak misalnya bet atau logo gambar lambang dengan bordir komputer ya disini”.

Selanjutnya Bapak H. Anshori menyampaikan kepada peneliti

apa yang dibahas dalam setiap pertemuan:

”dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti pertemuan keluarga, arisan maupun pengajian-pengajian disampaikan dan didiskusikan bersama-sama masalah-masalah pembangunan fisik dengan gotong royong misal buat got aliran air dari rumah tangga, tempat sampah, bahkan masalah-masalah sosial seperti menjaga kebersamaan, sikap toleransi, berbuat kebaikan dengan sesama dibahas dalam pertemuan-pertemuan tersebut”

Kekerabatan dan pertemuan sosial, merupakan proses interaksi

sosial yang wujudnya kebersamaan masyarakat dalam bentuk jaringan

komunikasi antar-individu atau kelompok. Kebersamaan masyarakat

ini sangat penting karena dapat membangun kesetiaan, membuka tole-

ransi, kejujuran, kepercayaan, kesediaan untuk mendengarkan penda-

pat orang lain, kearifan dan pengetahuan lokal (dalam filosofi gus-ji-gang) dan kepedulian antar-individu atau kelompok dalam kehidupan

di masyarakat, sehingga mampu menciptakan social capital yang dapat

mendorong kondisi adil, makmur dan sejahtera di masyarakat.

Hubungan Timbal Balik yang Saling Menguntungkan

Resiprositas menunjukkan pada individu yang secara sukarela

memberikan manfaat pada orang lain dalam proses pertukaran yang

Page 36: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

296

dalam waktu tertentu orang lain diharapkan berbuat serupa.

Resiprositas sebagai salah satu elemen social capital senantiasa diwarnai

oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar-individu dalam suatu

kelompok atau antar-kelompok itu sendiri.

Pola pertukaran ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara

hubungan timbal balik seketika seperti dalam proses jual beli,

melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam

nuansa altruesm (semangat untuk membantu dan mementingkan

kepentingan orang lain), tetapi resiprositas seseorang tidak sebatas

mendapat barang atau jasa namun dapat menunaikan kepentingan

sosial yaitu berupa penghargaan, baik ketika berperan sebagai pemberi

ataupun penerima. Hubungan timbal balik (resiprokal) tidak akan

terjadi bila sebelum terpenuhinya hubungan simetris, yaitu hubungan

sosial, yang masing-masing pelaku menempatkan diri pada kedudukan

dan peranan sama ketika proses pertukaran berlangsung serta didasari

oleh kepedulian sosial. Sedangkan dalam pertukaran barang atau jasa

tidak ada rasa kepedulian sosial dan hubunganya bersifat asimetris.

Rasa kepedulian sosial, saling memperhatikan satu sama lain

dan saling membantu yang terjalin antara pengusaha dengan

pengusaha, antara pengusaha dengan masyarakat yang lain sudah

menjadi budaya masyarakat Kudus. Menurut Mukti (2005), kepedulian

adalah sikap sukarela yang ditunjukkan oleh individu atau kelompok

tanpa adanya paksaan dari individu lain ataupun kelompok lain. Hal itu

sesuai dengan yang diberikan Dalton (dalam Sairin, 2002) bahwa,

hubungan timbal balik (resiprositas) yaitu suatu bentuk pertukaran

sosial-ekonomi. Dalam pertukaran ini, pemberian dan penerimaan

barang, finansial dan jasa adalah sebagai kewajiban sosial. Oleh karena

ini, ada kewajiban seseorang untuk memberi, menerima dan

mengembalikan kembali pemberian dalam bentuk yang sama atau

berbeda. Melalui hubungan timbal balik, seseorang tidak sebatas

mendapatkan barang tetapi dalam menunaikan kepentingan sosial

yaitu berupa penghargaan, baik ketika berperan sebagai pemberi

ataupun sebagai penerima.

Page 37: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

297

Bantuan tersebut diberikan kepada keluarga (kerabat), teman

dekat, tetangga dekat sekitar tempat tinggal,karyawan, dan tentu saja

relasi usaha seperti rekan usaha, dan pelanggan dan bantuan tidak

hanya finansial, tenaga atau pikiran untuk membantu memecahkan

persoalan. Wujud hubungan timbal balik yang dilakukan para

pengusaha bordir terhadap orang lain seperti yang dituturkan Ibu

Nurul Hikmah, Bapak H.Hasan, Ibu Mufarrikhah, Bapak Noor Kholid

maupun Bapak Rosyadi, dalam cuplikan hasil wawancara sebagai

berikut:

Ibu Nurul Hikmah60 mengatakan:

”menyisihkan sebagian penghasilan kita untuk shodaqoh membantu orang lain yang membutuhkan, selalu kita lakukan sesuai dengan kemampuan ”.

Bapak H. Hasan61 mengungkapkan:

“Membantu sesama orang apalagi tetangga yang mempunyai kesusahan atau membutuhkan bantuan, nggih (ya ) pasti kita bantu, ya kita lihat dulu kalau musibah (sakit, kecelakaan) kita bantu uang meskipun sedikit, tetapi kalau masalah keluarga atau bisnis kita bantu nasehat. Dan kalau pas teman sudah kenal baik, dan dekat itu mantu, ya kadang nyumbang uang dan ikut bantu tenaga”.

Ibu Mufarrikhah62 mengungkapkan kepada peneliti:

“dalam ajaran agama melakukan shodakoh kepada orang-orang yang memerlukan bantuan atau memberi sumbangan harus kita lakukan sesuai dengan kemampuan kita, dan membantu itu tidak hanya bentuk uang tetapi bisa dalam bentuk nasehat kepada teman yang masih ada masalah”.

Bapak Noor Kholid63 mengungkapkan kepada peneliti sebagai

berikut:

“bila tetangga punya hajat atau kesusahan, saya pasti membantu baik tenaga, nasehat bahkan uang, hal itu kita lakukan karena pada waktu dahulu saya mengalami hal yang sama, juga dibantu demikian dan itu dilakukan dengan iklas ya supaya hubungan diantara kita tetap terjaga, wong yen

Page 38: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

298

nandhure apik ya ngunduhe ya apik (orang kalau menanam kebaikan pasti mendapatkan kebaikan),”

Selanjutnya, Ibu Hj.Sri Murni‟ah64 mengungkapkan sebagai

berikut:

“adik-adik kawulo kita bantu sedoyo, bikak usaha bordir utawi konveksi supados saget mandiri, ya amargi kawulo sampun pikantuk titipan rejeki saking Gusti Allah ingkang luwih ketimbang adik-adik,menawi kagem tetanggi menawi pikantuk musibah sakit, sedho ya pasti kita bantu arto, amargi arto ingkang dipun betahaken” Artinya: Adik-adik saya, semua kita bantu membuka usaha bordir atau konveksi supaya bisa mandiri, ya karena saya sudah mendapat titipan rejeki dari Gusti Allah, yang lebih dari pada adik-adik, kalau untuk tetangga yang mendapat musibah sakit, meninggal ya pasti kita bantu uang, karena uang yang dibutuhkan saat itu.

Tindakan-tindakan hubungan timbal balik, sebagai bentuk

inisiatif-inisiatif yang dilakukan individu merupakan tindakan yang di

dalamnya terkandung semangat keaktifan, kepedulian dan hubungan

timbal balik.

Hubungan timbal balik dengan berinisiatif bertukar pikiran

dengan keluarga, kerabat, teman untuk mencari jalan keluar suatu

masalah dengan mencari informasi yang dapat memperkaya

pengetahuan. Berinisiatif mengikuti kegiatan dan perkumpulan sosial

sehingga akan memperoleh keuntungan bagi orang lain maupun bagi

dirinya dalam suatu hubungan sosial. Inisiatif untuk membangun

hubungan timbal balik dengan cara bertukar pikiran dalam mengatasi

masalah yang sedang terjadi dalam kehidupan pengusaha, baik itu

masalah keluarga atau masalah yang terjadi dalam usahanya.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh pengusaha IKBK Ibu Hj.

Sri Murniah maupun Bapak. H. Moch Anshori bahwa dalam upaya

mencari alternatif sosial melalui tukar pikiran dengan keluarga (anak-

anak, isteri), saudara dan teman dekat yang dianggap mumpuni atau

Page 39: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

299

relasi usaha, dengan bertemu di suatu tempat atau mengundangnya ke

rumah.

Ibu Hj Sri Murni‟ah diwawancarai peneliti mengungkapkan

sebagai berikut:

“ingkang paling utami kaliyan semah (suami), lajeng kaliyan lare-lare, amargi sampun sami dewasa, menawi persoalanipun sangat penting lan keluarga boten saget ngrampungi sedoyo, kawulo dan semah (suami) ke kyai ingkang kawolu tepang” Artinya: Yang paling utama dengan suami, terus dengan anak-anak, sebab anak-anak sudah dewasa, kalau permasalahan penting dan keluarga belum bisa menyelesaikan, saya dan suami mendatangi kyai yang sudah dikenal.

Bapak H.Moch Anshori65:

“kalau ada masalah paling dengan isteri atau kerabat dekat, kakak atau adik untuk masalah keluarga, namun untuk masalah sosial menyelesaikan dengan teman-teman atau relasi untuk berdiskusi”.

Sedangkan Bapak H.Hasan dalam mencari alternatif

memecahkan masalah cenderung memilih berdiskusi dengan keluarga

dan jarang berdiskusi dengan teman, Sedangkan Bapak Nur Syafiq

lebih memilih mengundang teman-teman bisnis ke rumah.

Bapak H.Hasan66 menuturkan kepada peneliti:

“Kalau ada masalah, ya paling berdiskusi dengan anak,isteri dan saudara dan jarang sekali masalah didiskusikan dengan teman atau tetangga”

Sedangkan Bapak Nur Syafaq67, mengungkapkan:

“…. untuk membantu masalah yang dihadapinya, saya sering mengundang teman-teman ke rumah untuk ngobrol bisnis dan hal-hal lain yang ada kaitan dengan bisnis bordir dan konfeksi maupun masalah kemasyarakatan misal membuat jalan desa, gorong-gorong.

Page 40: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

300

CATATAN-CATATAN KAKI

1 Dialectic of the internalization of externality dan the externalizing of internality,”Bourdieu,1997.Outline of Theory of Practice, translated Richard Nice,Cambridge University Press,USA.,hlm.72.

2 Arizal Mutahir.”Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu,Sebuah Gerakan untuk Melawan Dominasi”. (Yogya:Bantus,Kasihan.Kreasi Wacana,2011).hlm.57.

3 Pengertian keluarga atau kerabat dalam konteks seberapa jauh interaksi sosial yang terjadi antara anggota keluarga dengan para kerabat (red.peneliti).

4 Semakin tinggi kesadaran kehidupan berkelompok masyarakat akan memberikan dampak positif baik bagi kelompok maupun lingkungan di luar kelompok.

5 Jaringan sosial adalah hubungan-hubungan terbentuk antar satu kelompok dengan kelompok lain misal keluarga, kelompok kekerabatan, komunitas pengusaha, organisasi formal dan sebagainya.

6 Masyarakat politik akan menjadikan katalisator berharga dalam menjembatani hubungan antara masyarakat kelompok dengan negara atau pemangku kepentingan.

7 Institusi adalah wadah atau lembaga dengan fungsi tertentu dari sekumpulan individu yang keberadaannya telah ditentukan.

8 Norma adalah susunan dari pemahaman terhadap nilai-nilai kehidupan serta harapan yang diyakini dan dijalankan oleh sekelompok orang.

9 Wawancara dengan Bapak H.Moch Anshori tanggal 13 Oktober 2014.

10 Wawancara dengan Bapak Nur Said.S.Ag,.M.Ag tanggal 10 Oktober 2014.

11 Wawancara dengan Bapak.H.Gufron tanggal 13 Oktober 2014.

12 Interaksi sosial adalah hubungan antarmanusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika. Kemungkinan yang muncul ketika satu manusia berhubungan dengan manusia lainnya adalah hubungan antara individu dan individu yang lain, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Baca, Elly M.Setiadi dan Usman Kolip. “Pengantar Sosiologi, Pemhaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya” (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm.62.

13 Wawancara dengan Ibu Hj.Sri Murni‟ah tanggal 14 Oktober 2014.

14 Wawancara dengan Ibu Nurul Hikmah tanggal 13 Oktober 2014.

15 Wawancara dengan H.Moch Anshori tanggal 13 Oktober 2014.

16 Wawancara dengan Bapak H.Hasan tanggal 18 Oktober 2014.

17 Kekuatan moral menurut F.M Suseno adalah kekuatan kepribadian seseorang yang mantap dalam kesanggupannya untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai benar.Franz Magnis Suseno.‟Etika Dasar….”,op,cit,hlm 41.

Page 41: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

301

18 “aja mitunani wang liya” (jangan merugikan orang lain) sering kali secara spontan dikemukakan secara implisit jawaban informan terhadap berbagai aturan moral. Frans Magnis Suseno, Etika Jawa sebuah…,op cit.,hlm 54.Lihat juga Franz Magnis Suseno, Kuasa dan….,op cit.,hlm.167.

19 Niel, Mulder,Mysticism and Daily Life….,op, cit.,hlm.51.

20 Wawancara dengan Bapak Nur Syafiq tanggal 18 Oktober 2014.

21 Teori kritis mengandung dua arti. Pertama, kritis terhadap ajaran-ajaran di bidang sosial yang ada pada waktu itu. Kedua, kritis terhadap masyarakat pada saat itu, yang perlu diubah secara radikal. Menurut teori kritis pengenalan tidak pernah merupakan suatu usaha yang terlepas dari atau terangkat dari aksi. Teori kritis menyadari bahwa kegiatan ilmiah pada pokoknya sama dengan memihak kepada suatu bentuk masyarakat tertentu. Maka teori kritis ingin memperjuangkan terwujudnya suatu masyarakat yang mempunyai dasar rasional. Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi, (Yogyakarta: UGM Press, 1986), hlm. 123.

22 Alasan prinsip hormat dan rukun sebagai acuan caranya bersikap baik dalam pergaulan karena, menurut Magnis Suseno, dua prinsip itu paling menentukan pertama-tama bagi pola pergaulan dalam masyarakat Jawa. Kedua, kerangka normatif yang menentukan bentuk-bentuk konkrit semua interaksi dan ketiga, tuntutan dua prinsip itu selalu disadari oleh orang Jawa sejak kecil yang telah membatinkannya dan ia sadar bahwa masyarakat mengharapkan agar kelakuannya selalu sesuai dengan prinsip hormat dan rukun ini. Magnis Suseno, Etika Jawa sebuah...., op. cit., hlm. 38.

23 Habitus yang merupakan kekuatan social capital adalah, modal hubungan sosial yang jika diperlukan akan memberikan dukungan-dukungan bermanfaat yaitu, modal harga diri dan kehormatan yang sering kali diperlukan jika orang ingin menarik para klien pada posisi-posisi yang penting secara sosial dan yang bisa menjadi alat tukar, misalnya dalam karier politik. Piere Bourdieu, Outline of a Theory of Practice, (Cambridge: Cambridge University Press, 1977), hlm. 503.

24 Menurut Magnis Suseno, antara bersikap hormat dan rukun dengan bersikap kekeluargaan dan bergotong-royong mengimplikasikan semangat batin yang sama yaitu, hendak bersikap baik atau senang kepada sesamanya. Praktik gotong-royong juga mewujudkan kerukunan. Dengan gotong-royong dimaksudkan dua macam pekerjaan : saling membantu dan melakukan pekerjaan bersama demi kepentingan seluruh desa. Franz Magnis Suseno, Etika Jawa sebuah...., op.cit., hlm. 50. Koentjaraningrat menambahkan, ada tiga nilai yang disadari orang Jawa dalam melakukan gotong-royong. Pertama, orang itu harus sadar bahwa dalam hidup seseorang pada hakikatnya selalu tergantung pada sesamanya, maka ia harus selalu berusaha untuk memelihara hubungan baik dengan sesamanya. Kedua, orang itu harus selalu bersedia membantu sesamanya. Ketiga, orang itu harus selalu bersifat konform artinya, orang harus selalu ingat bahwa ia sebaiknya jangan berusaha untuk menonjol, melebihi yang lain dalam masyarakat. Koentjaraningrat, Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia, (Jakarta: Bhratara, 1969), hlm. 35.

Page 42: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

302

25 Realitas sosial pada dasarnya berfungsi sebagai konteks komunikasi atau sebagai dunia kehidupan yang di dalamnya terkandung cakrawala pengetahuan-pengetahuan,nilai-nilai dan norma-norma yang baginya barang tentu, yang belum direnungkan (direfleksikan) dan merupakan latar belakang pendapat dan penilaian-penilaian untuk mengambil sikap. Frans Magnis Suseno, 12 Tokoh Etika Abad 20, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 224.

26 C.A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko, (Yogyakarta: Kanisius, 1976), hlm. 9.

27 Clifford Geertz,”The Impact of the Concep of Culture on the Concept of Man”, dalam John R. Platt (ed.), New Views of the Nature of Man, (Chicago: The University of Chicago Press, 1965), hlm. 93-94.

28 Kepercayaan akan adanya kekuatan non-fisik yang lebih besar dari kekuatan dirinya, sesuatu kesadaran yang menghubungkan manusia langsung dengan Tuhan, atau apapun yang dinamakan sebagai keberadaan manusia. Selanjutnya dapat dibaca. Mimi Doe. ”10 Principles for Spiritual Parenting”, (New York: Orbis Books, 2000). hlm.28.

29 Wawancara dengan Ibu Hj.Sri Murni‟ah tanggal14 Oktober 2014.

30 Wawancara dengan Bapak H.Noor Kholid tanggal 15 Nopember 2014.

31 Wawancara dengan Bapak H.Moch Anshori tanggal 13 Oktober 2014.

32 Wawancara dengan Bapak Nur Syafiq pada tanggal 18 Oktober 2014.

33 Sikap integrasi adalah sikap terbuka keluar. Artinya bersedia bersikap hormat atau bersikap baik terhadap aneka tradisi atau budaya, pandangan hidup atau agama yang berbeda bagi setiap orang yang hidup bersama dalam masyarakatnya demi terciptanya suasana yang tenang, gembira, bebas dari rasa takut, dan bebas dari tekanan /Franz Magnis Suseno. ”Kuasa dan Moral”. (PT.SUN.2001), hlm.97

34 Franz Magnis Suseno, ” Etika Jawa sebuah Analisis Falsafat Kebijaksanaan Hidup Jawa, (Yogyakarta:Gramedia,2001), hlm.54. Baca juga. Franz Magnis Suseno. ”Kuasa dan…, op.cit, hlm.167.

35 Wawancara dengan Ibu Hj.Sri Murni‟ah tanggal 13 Oktober 2014.

36 Wawancara dengan Bapak H.Moch Anshori tanggal 13 Oktober 2014.

37 Wawancara dengan Ibu Nurul Hikmah tanggal 10 Oktober 2014.

38 Wawancara dengan Bapak H.Noor Kholid tanggal 15 Nopember 2014

39 Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Murni‟ah tanggal 13 Oktober 2014

40 Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Murni‟ah tanggal 13 Oktober 2014.

41 Wawancara dengan Bapak Moch Anshori tanggal 13 Oktober 2014.

42 Wawancara dengan Bapak Nur Syafiq pada tanggal 18 Oktober 2014.

Page 43: BAB TUJUH GUS-JI-GANG KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI …€¦ · Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus 262 Perwujudan Gus-ji-gang sebagai So

Gus-Ji-Gang sebagai Social Capital Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir

303

43 Wawancara dengan Ibu Mirah pada tanggal 14 Oktober 2014.

44 Wawancara dengan Ibu Nurul Hikmah tanggal 19 Oktober 2014.

45 Wawancara dengan Bapak H. Moch Anshori tanggal 13 Oktober 2014.

46 Wawancara dengan Bapak H.Hasan tanggal 18 Oktober 2014.

47 Wawancara dengan Bapak Nur Syafiq tanggal 18 Oktober 2014.

48 Wawancara dengan Bapak H.Hasan tanggal 18 Oktober 2014.

49 Wawancara dengan Bapak Nur Syafiq tanggal 18 Oktober 2014.

50 Wawancara dengan Ibu Sri Muni‟ah tanggal 13 Oktober 2014.

51 Wawancara dengan Ibu Islahiyah tanggal 15 Oktober 2014.

52 Wawancara dengan Bapak Moch Anshori tanggal 13 Oktober 2014.

53 Wawancara dengan Ibu Mirah tanggal 14 Oktober 2014.

54 Wawancara dengan Bapak Nur Syafiq tanggal 18 Oktober 2014.

55 Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Murni‟ah tanggal 13 Oktober 2014.

56 Wawancara dengan Bapak H. Moch Anshori tanggal 13 Oktober 2014.

57 Wawancara dengan Bapak Arif Chuzaimahtum pada tanggal 10 Oktober 2014.

58 Wawancara dengan Bapak Moch Anshori tanggal 13 Oktober 2014.

59 Wawancara dengan Ibu Mirah tanggal 14 Oktober 2014

60 Wawancara dengan ibu Nurul Hikmah tanggal 19 Oktober 2014.

61 Wawancara dengan Bapak H.Hasan tanggal 18 Oktober 2014.

62 Wawancara dengan Ibu Muffarrikhah tanggal 10 Oktober 2014.

63 Wawancara dengan Bapak Noor Kholid tanggal 15 Oktober 2014.

64 Wawancara dengan Ibu Hj.Sri Murni‟ah tanggal 13 Oktober 2014.

65 Wawancara dengan Bapak.H.Moch Anshori tanggal 13 Oktober 2014.

66 Wawancara dengan Bapak H.Hasan tanggal 18 Oktober 2014.

67 Wawancara dengan Bapak Nur Syafiq tanggal 18 Oktober 2014