bab iv pembahasan 4.1 sinopsis drama yae no sakurarepository.ub.ac.id/320/5/bab iv.pdf25 bab iv...
TRANSCRIPT
25
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sinopsis Drama Yae No Sakura
Setting dalam drama ini dimulai pada tahun 1851, tujuh belas tahun
sebelum perang Boshin di Aizu. Lahir dari sebuah keluarga instruktur penembak
yang mengabdi pada daimyo, Yamamoto Yae kecil adalah sosok anak perempuan
yang tomboi, tidak seperti anak perempuan kebanyakan pada masa itu. Yae
memiliki impian untuk bisa berlatih tembak seperti kedua saudara laki-lakinya
walau itu tidak mungkin dapat diraihnya karena ia terlahir sebagai seorang wanita.
Sejak kecil hingga dewasa, Yae yang keras kepala tetap bersikeras ingin menjadi
penembak hingga suatu hari Yae akhirnya berhasil meluluhkan hati ayahnya dan
diijinkan untuk ikut berlatih tembak. Setahun telah berlalu dan Yae yang memang
berbakat berhasil menjadi penembak jitu terbaik di Aizu. Namun seberbakat
apapun Yae tidak akan dapat menepis fakta bahwa wanita dilarang ikut serta
dalam peperangan. Namun berkat kegigihan Yae, setelah berkali-kali ditolak dan
diremehkan kehadirannya Yae pun kemudian diijinkan memimpin pasukan
penembak dalam perang Boshin untuk membela Aizu.
Sayangnya Aizu kalah dan Yae beserta keluarga diusir pergi dari tanah
kelahirannya, Aizu. Setelah setahun tinggal di Yonezawa, Yae pindah ke Kyoto
untuk tinggal bersama kakaknya. Lewat arahan kakaknya lah kemudian Yae
mengenal dunia pendidikan dan menyadari bahwa pendidikan juga penting bagi
wanita. Yae kemudian belajar berbagai ilmu-ilmu barat seperti bahasa Inggris,
26
hukum internasional dan lain sebagainya. Melalui arahan Kakuma, Yae kemudian
menjadi pendidik di sekolah wanita pertama di Jepang.
Sebagai wanita yang cerdas, Yae kerap diminta oleh Kakuma yang
merupakan orang berpengaruh dalam politik di Jepang untuk menemaninya
bertemu dengan orang-orang penting. Walau tidak jarang pendapat Yae dalam
pertemuan tersebut diremehkan, Yae yang seorang wanita tidak jarang membawa
perubahan yang baik untuk Jepang melalui pendapat-pendapatnya.
Dalam pengabdiannya dalam dunia pendidikan Yae juga mendirikan
sekolah bernama Doshisha bersama suaminya Niijima Jo. Berbeda dengan
sekolah wanita ditempat lain yang hanya mengajarkan kerajinan dan pekerjaan
rumah tangga, sekolah wanita dan laki-laki di Doshisha memiliki kurikulum yang
setara.
Niijima Jo, merupakan seorang Jepang yang pernah tinggal di Amerika
selama 10 tahun lamanya, hal inilah yang membuat Jo memilki pemikiran yang
terbuka, sehingga mau menerima Yae apa adanya walau Yae kerap di diolok
banyak pihak sebagai istri yang buruk dan kurang menghormati suaminya.
Kehidupan pernikahan Jo dan Yae terbilang berbeda dengan kehidupan
pernikahan yang umum dalam tradisional Jepang. Yae sebagai wanita yang
harusnya hanya bertugas melaksanakan pekerjaan domestik atau privat juga turut
andil dalam pekerjaan-pekerjaan publik yang dilakoni oleh Jo.
Ketika Jo meninggal, Yae yang masih bersedih kemudian bergabung
menjadi perawat untuk palang merah Jepang dan dikirim menjadi tenaga medis
dalam perang Sino. Perempuan yang dianggap tidak memiliki kemampuan dan
27
hanya menjadi beban saja dalam perang kerap mendapat cemooh. Namun Yae
tidak bergeming dan tetap melaksanakn tugasnya sebagai perawat perang. Lewat
usaha dan kegigihannya dalam mendapatkan kesetaraan inilah, Yae kemudian
dianugerahi gelar kehormatan oleh pemerintah Meiji dan merupakan golongan
non kerajaan dan wanita pertama yang berhasil mendapatkan gelar tersebut.
4.2 Tokoh dan Penokohan
Untuk dapat lebih memahami analisis yang penulis jabarkan dalam
penelitian ini, maka penjelasan mengenai tokoh dan penokohan dalam drama Yae
No Sakura ini diperlukan. Dalam sub bab ini penulis membagi tokoh dalam drama
Yae No Sakura ini dalam dua jenis yaitu tokoh utama dan juga tokoh pembantu
4.2.1 Tokoh Utama dalam drama Yae No Sakura
1. Yamamoto Yae
Gambar 4.1 Yamamoto Yae
Yamamoto Yae adalah tokoh utama dalam drama Yae No Sakura. Yae
adalah wanita yang langka pada masanya yang tidak segan dalam melawan tradisi.
Semasa hidupnya, Yae yang seorang penembak pernah ikut berperang dalam
perang Boshin di kampung halamannya di Aizu. Dia juga adalah seorang
penganut agama kristen, pendidik, perawat dan instruktur chanoyu. Sebagai
28
penghargaan atas jasanya sebagai perawat perang, pemerintah pada masa itu
menganugerahkan gelar kehormatan kepada Yae, dimana Yae adalah wanita dari
golongan non kerajaan pertama yang berhasil mendapatkannya.
Dalam Drama Yae No Sakura ditemukan beberapa watak dari tokoh
Yamamoto Yae yang diantaranya adalah:
a. Pemberani
Gambar 4.2 Yae pemberani
(Yae No Sakura Episode 1, 00.40.03-00.40.17)
:
: :
Katamori : Takaku takaku to kisoi atte nobotte ita no de arou.
Soremo mata kodomora no ikusa dewa naika. Tanomo : Haa... Katamori : Bushirashiku nanotte detanoda. Hikyou na furu mai wa
shi wa oranuzo. Katamori : Mereka berlomba untuk memanjat lebih tinggi dari yang
lain. Tidakkah itu juga versi perang dari anak-anak? Tanomo : Tapi... Katamori : Dia telah mengaku kesalahannya seperti samurai dan
tidak bertindak pengecut. Tokoh Yamamoto Yae dalam drama Yae No Sakura digambarkan
sebagai sosok yang amat berani dan watak ini sering diperlihatkan pada sepanjang
cerita dalam drama ini. Sebagai salah satu contohnya adalah cuplikan adegan pada
Gambar 4.2 diatas. Tokoh Yae yang ketika itu masih kecil tanpa sengaja
29
menganggu jalannya perburuan yang diadakan klan mereka. Yae yang ingin
melihat perburuan dengan lebih dekat dari atas pohon tanpa sengaja menjatuhkan
sandalnya yang kemudian dipergoki oleh salah seorang penasehat Matsudaira
Katamori bernama Saigo Tanomo. Yae dalam adegan ini memilih untuk
mengakui kesalahannya dan tidak melarikan diri. Melihat hal ini, Katamori yang
iba membela Yae dan memuji sikapnya yang berani dan tidak menjadi pengecut
bagaikan seorang samurai.
b. Kuat
Gambar 4.3 Yae berfisik kuat
(Yae No Sakura Episode 24, 00.08.03-00.08.17)
: : : :
Okichi : Yappashi jyousama chikaramochi da naa. Tokuzou : Orani wa totemo kanawanee. Ura : Yae san tamageta~. Saku : Kodomo no koro kara tawarakatsugi wa otoko no ko ni
hike o toranee gara. Saburou wa makete bakkari de... Okichi : Bagaimanapun juga nona memang kuat Tokuzou : Dia memang wanita yang sangat kuat Ura : Yae, aku terkejut~ Saku : Dia tidak pernah kalah dari anak laki-laki semenjak kecil.
Saburou selalu kalah... Wanita sejak sekian lama kerap disebut sebagai manusia yang memiliki
fisik yang lebih lemah dibanding dengan laki-laki. Hal ini namun tidak berlaku
30
pada sosok Yae. Yae dalam drama Yae No Sakura digambarkan sebagai sosok
yang kuat seperti dalam dialog dan gambar pada Gambar 4.3. Adegan diatas
menceritakan sosok Yae yang berhasil mengangkat karung beras yang berat
disaksikan kedua muridnya yang sebelumnya telah gagal dalam mengangkat
karung beras yang sama. Menyaksikan hal ini, para anggota keluarga Yamamoto
pun tertawa dan sudah tidak terlalu kaget dengan kekuatan fisik Yae. Ibu Yae
bahkan bercerita bahwa sejak kecil Yae tidak pernah kalah dari anak-anak laki-
laki jika sedang beradu kekuatan.
c. Pantang menyerah
Gambar 4.4 Yae pantang menyerah
(Yae No Sakura Episode 3, 00.39.09-00.39.27)
:
Yae : Watashi wa tsuzukeyasu! Hito ni warawaredemo
kamawanee. Ani sama ga mou akirameru to itte mo watashi wa akiramenee. Teppou o kiwameru made hitori demo tsuzukeyasu!
Yae : Aku akan melanjutkannya! Aku tidak peduli bila
ditertawakan orang. Bahkan jika kakak berkata menyerah aku tidak akan menyerah. Sampai aku menguasainya aku tidak akan berhenti melanjutkannya walau hanya sendiri!
Sebagai seorang wanita yang banyak mengalami diskriminasi hingga
kemudian berhasil mendapatkan kesetaraan, diperlukan sifat yang pantang
menyerah untuk meraih kesetaraan tersebut, tanpa adanya sifat yang pantang
31
menyerah maka mustahil kesetaraan dapat dicapai seseorang. Tokoh Yae dalam
drama ini sangat kental dengan sifat pantang menyerah ini. Terlihat dalam adegan
Gambar 4.4 diatas dimana Yae berusaha memberi semangat Kakuma yang banyak
mendapatkan cemooh orang-orang yang menganggap rendah penembak. Dalam
adegan ini tergambar tokoh Yae yang bertekad bahwa ia tidak akan menyerah
begitu saja hanya karena mendapat cemooh orang karena dianggap wanita yang
aneh hanya karena bisa menembak. Ia tidak akan menyerah bahkan jika kakaknya
menyerah untuk menjadi penembak kembali. Yae bertekad akan tetap terus
berlatih walau harus berlatih sendirian hingga mengusai tembak-menembak.
d. Keras Kepala
Gambar 4.5 Yae keras kepala
(Yae No Sakura Episode 12, 00.08.22-00.09.00)
: : : :
:
: Yae : Watashi wa... iya de gozeeyasu. Sono o hanasu o
kotowari itashi yasu Gonpachi : Chichi to ani ga kimeta hanashi da. Tsubekobe iu na! Yae : Sonji mo iya de gozaeyasu
32
Gonpachi : Nani ga fusoku da? Jinbutsu wa moushi fun nee. Rangaku jokyouju no mibun mo aru. Shikan ga kanaeba aizu ni totte dore dake oyaku ni tatsu ka. Oi!
Saku : Yae mo kyuu na kotte dame getenbe. Naa yo~ku
Yae : Kangaete mo iya de gozeeyasu Yae Gonpachi : Ayah dan kakakmu sudah memutuskan, jangan
menolaknya Yae : Walaupun begitu aku menolak Gonpachi : Apa yang tidak kamu suka? Dia punya sifat yang bagus
dan pengajar di sekolah barat dan saat di dipekerjakan dia akan jadi keuntungan yang besar untuk Aizu. Hei!
Saku : Ini terlalu mendadak jadi Yae terkejut. Pikirkan lagi baik-baik ya
Yae : Dipikirkan sekali lagi pun, aku menolak
Tokoh Yamamoto Yae dalam drama Yae No Sakura juga digambarkan
sebagai sosok yang keras kepala. Seperti yang terlihat dalam adegan pada Gambar
4.5, dalam adegan ini terlihat Yae yang menolak perjodohannya dengan
Shonosuke walaupun prospek pernikahan mereka terbilang bagus. Meski telah
dibujuk oleh ayahnya untuk menerima perjodohan tersebut, Yae yang keras
kepala tetap tidak bergeming dan dengan tegas menolak adanya perjodohan yang
di alamatkan padanya.
e. Tomboi
Gambar 4.6 Yae disebut tomboi
(Yae No Sakura Episode 18, 00.11.34-00.11.45)
: :
33
Akizuki : Aa sou da. Utsukushikatazo! Yae dono no hanayome
sugata. Kakuma : Sougashi! Utsukushikatta ka ano otenba ga. Akizuki : Ah iya. Yae kelihatan cantik dengan kimono pengantinnya. Kakuma : Benarkah! Jadi kelihatan cantik ya gadis tomboi itu. Terlahir di lingkungan keluarga penembak membuat Yae tumbuh
menjadi gadis yang tomboi. Terlihat dari Gambar 4.6 diatas dimana Yae disebut
sebagai gadis yang tomboi oleh kakaknya yang kaget gadis yang tomboi seperti
Yae bisa juga terlihat cantik dalam upacara pernikahannya. Karena sifatnya yang
tomboi ini pula Yae nyaris tidak bisa menikah karena tidak ada yang ingin
melamar gadis yang tomboi dan aneh seperti Yae.
4.2.2 Tokoh Pendamping dalam drama Yae No Sakura
1. Yamamoto Gonpachi
Gambar 4.7 Yamamoto Gonpachi
Yamamoto Gonpachi adalah ayah dari Yamamoto Yae. Sebagai samurai,
Gonpachi memiliki tugas sebagai instruktur penembak di Aizu. Gonpachi
memiliki watak yang keras, namun dibalik wataknya yang keras tersebut ia juga
adalah sosok ayah yang amat menyayangi anaknya terutama anak wanitanya yaitu
Yae. Gonpachi meninggal dalam perang Boshin dan sebelum ajal menjemput dia
sempat berkata bahwa Yae adalah anak kebanggaannya dan mengijinkan Yae
berlatih tembak adalah keputusan tepat dan terbaik yang pernah dibuatnya.
34
2. Yamamoto Kakuma
Gambar 4.8 Yamamoto Kakuma
Yamamoto Kakuma adalah kakak dari Yamamoto Yae. Kakuma adalah
sosok kakak yang keras namun juga sayang kepada adiknya, Yae. Sebagai
samurai yang berasal dari keluarga penembak, Kakuma adalah samurai yang
terkenal cerdas dan memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai persenjataan.
Tidak hanya dalam persenjataan Kakuma juga memilki pengetahuan yang luas
mengenai ilmu barat. Dia juga adalah seorang pendidik, penasehat gubernur dan
politikus yang amat dihormati oleh murid-muridnya dan terkenal di seantero
Kyoto karena keputusan dan ide-idenya yang cerdas dalam membangun Kyoto.
Pemikiran Kakuma yang terbuka turut berperan dan memilki andil yang besar
dalam pendidikan Yae.
3. Kawasaki Shonosuke
Gambar 4.9 Kawasaki Shonosuke
35
Kawasaki Shonosuke adalah sahabat dari Yamamoto Kakuma. Mereka
bertemu ketika bersekolah di sekolah yang mengajarkan ilmu barat milik Sakuma
Shozan di Tokyo. Karena memiliki satu visi dengan Kakuma, Shonosuke
kemudian tinggal di rumah keluarga Yamamoto di Aizu untuk mewujudkan cita-
cita mereka bersama. Shonosuke yang merupakan sosok yang sederhana ini
kemudian menikah dengan Yae. Di Aizu, Shonosuke bekerja sebagai guru di
Nisshinkan dan sebagai perakit senapan yang dibantu oleh isterinya, Yae. Namun
pernikahan Shonosuke dan Yae tidak bertahan lama setelah Shonosuke di dakwa
telah melakukan penipuan dan dalam masa tahanannya, Shonosuke meninggal
karena sakit.
4. Niijima Jo
Gambar 4.10 Niijima Jo
Niijima Jo adalah suami dari Yamamoto Yae setelah meninggalnya
Kawasaki Shonosuke. Sempat menetap di Amerika selama 10 tahun, membuat Jo
memiliki pemikiran yang terbuka. Dia juga dikenal sebagai sosok yang mudah
akrab dengan orang lain dan menyenangkan dengan gaya bicara yang apa adanya.
Sebagai seorang misionaris, Jo mendirikan sekolah kristen bernama Doshisha
yang dikemudian hari akan dikenal dengan nama Universitas Doshisha.
36
5. Yamamoto Saburou
Gambar 4.11 Yamamoto Saburou
Yamamoto Saburou adalah adik dari Yamamoto Yae. Saburou
digambarkan sebagai sosok dengan fisik yang paling lemah dibanding Yae
maupun Kakuma. Sebagai seorang samurai muda, Saburou ikut berperang
membela Aizu pada perang di Toba Fushimi namun sayangnya Saburou
meninggal dalam perang tersebut. Setelah kematian Saburou, Yae bertekad akan
membalas dendam atas kematiannya.
6. Yamamoto Saku
Gambar 4.12 Yamamoto Saku
Yamamoto Saku adalah ibu dari Yamamoto Yae. Saku digambarkan
sebagai ibu yang sabar dalam menghadapi Yae yang keras kepala dan kerap
melakukan hal diluar kebiasaan wanita tradisional Jepang pada umumnya. Saku
juga adalah sosok yang paling pengertian pada anak-anaknya dibanding dengan
Gonpachi. Sebagai wujud support nya pada Yae, Saku bahkan bekerja sebagai ibu
asrama di sekolah wanita Doshisha.
37
7. Yamakawa Yoshichirou
Gambar 4.13 Yamakawa Yoshichirou
Yoshichirou adalah teman masa kecil Yamamoto Yae. Mereka kerap
bermain layangan bersama dan selalu kalah dari Yae. Ketika beranjak dewasa
Yoshichirou yang sebut-sebut sebagai samurai yang brilian diangkat menjadi
salah satu dari penasehat daimyo. Setelah Aizu kalah dalam perang, Yoshichiro
diangkat menjadi ketua klan Aizu yang berubah nama menjadi Tonami. Setelah
sistem kelas dihapuskan pada jaman Meiji, Yoshichiro bergabung dalam militer
Jepang. Selanjutnya ia dan juga adiknya yaitu Kenjirou menerbitkan sebuah
catatan klan Aizu mengenai apa yang sebenarnya terjadi sebelum dan saat perang
Boshin guna membersihkan nama Aizu dari caci maki yang menyebut Aizu
sebagai pengkhianat negara.
8. Makimura Masanao
Gambar 4.14 Makimura Masanao
Makimura adalah gubernur Kyoto yang eksentrik kepribadiannya dan
amat mengagumi budaya barat. Dibawah pimpinannya beserta penasehatnya yaitu
Kakuma, Kyoto yang merupakan kota kuno berubah perlahan menjadi kota yang
38
lebih modern. Namun, tidak jarang pula kebijakannya menimbulkan kontroversi
yang suatu hari bahkan pernah membawanya ke dalam jeruji besi. Walau
berpikiran cerdas, Makimura terkadang juga sangat plin plan dalam mengambil
keputusan yang mana hal ini kerap dikeluhkan oleh Yae. Makimura sendiri secara
terang-terangan mengakui bahwa ia membenci Yae, karna Yae dianggapnya
terlalu berisik sebagai wanita.
9. Takagi Tokio
Gambar 4.15 Takagi Tokio
Takagi Tokio adalah teman Yamamoto Yae sejak kecil. berbeda dengan
Yae yang tomboi, sering bermain layangan dan memanjat pohon, Tokio adalah
wanita yang feminin. Dia terkenal pandai dalam merajut dan menenun, karna
keahliannya inilah Tokio kemudian terpilih sebagai asisten dari Teru Hime, kakak
dari Matsudaira Katamori, daimyo Aizu. Setelah Aizu kalah dalam perang dan
seluruh klan pindah ke Tonami, Tokio kemudian menikah dengan komandan
Shinsengumi bernama Saito Hajime.
4.3 Bentuk Aksi Feminisme Liberal pada Tokoh Yamamoto Yae dalam Drama Yae No Sakura
Menurut kaum feminis liberal, hak wanita dan hak laki-laki harus
disetarakan dalam berbagai bidang, baik hak atas pendidikan, politik, ekonomi
39
(bekerja di dunia publik) dan lain-lain. Berangkat dari pandangan kaum feminis
liberal di atas, yang menginginkan wanita mendapatkan kesetaraan dalam
berbagai bidang, maka penulis telah mengklasifikasikan feminisme liberal yang
tercermin dalam drama Yae No Sakura ke dalam beberapa bidang dan akan
penulis jabarkan satu persatu kedalam enam sub bab yang berbeda-beda.
4.3.1 Bentuk Aksi Feminisme Liberal Tokoh Yamamoto Yae dalam Keluarga
Data 1
Gambar 4.16 Gambaran Yae ingin menjadi penembak
(Yae no Sakura Episode 1, 00.14.34)
(Yae no Sakura Episode 1, 01.04.28)
Dalam drama Yae no Sakura telah dikisahkan sejak episode awal bahwa
Yae adalah anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Lahir dari keluarga
samurai yang secara turun-temurun adalah instruktur penembak, Yae memilki
keinginan yang kuat untuk dapat pula menjadi seorang penembak. Di usianya
yang masih kanak-kanak, ia sering kedapatan secara sembunyi sembunyi melihat
kakak dan ayahnya berlatih tembak. Dan amat mengagumi sosok kedua anggota
keluarganya tersebut.
Sebagai gambaran, tampak pada Gambar 4.16 di atas, Yae kecil yang
diam-diam melihat kakaknya berlatih tembak daripada membantu ibunya
mengurus rumah tangga. Tampak pula dalam dalam adegan lain pada Gambar
40
4.16 gambaran Yae yang sedang menyalin buku menembak dengan sembunyi-
sembunyi karena ayahnya, yaitu Yamamoto Gonpachi yang melarang Yae
membaca apalagi berlatih tembak dikarenakan ia adalah seorang wanita. Yae tidak
mengerti mengapa ayah dan kakaknya tidak bersedia mengajarinya menembak
serta dilarang membaca buku menembak sementara adiknya yang masih sangat
kecil saja diperbolehkan.
Gambar 4.17 Gonpachi melarang Yae menembak
(Yae no Sakura Episode 1, 00.16.05-00.16.52)
: : : : :
: : : : :
: :
: :
: : : :
41
Yae : Otottsama! Gonpachi : Um? Yae : Watashi mo anitsama mitee ni teppousa utte mitee. Saku : Are kono ko wa mata totetsumonee koto iidashite. Gonpachi : Omae ga teppou uttenajyosuru? Onago wa naginata sa
yarumonda. Saburou : Ore mo naginata yaritee! Gonpachi : Omae wa teppou sa yarane wa dameda. Saburou : Hai. Yae : Da kenjyo teppou wa tsuyoshiendabe? Kakuma : Aa tsuyoshiezo. Tobi dougu to waruku iu mono mo
orukenjyona sottara hito wa nani mo bungatteneenda. Yae : Ichiban tsue? Gonpachi : Dakara houjutsushinan sa tsutomeru wagaya wa
orokunare do mo oshiru no chigaku ni yashiku sa tamamonotteru.
Yae : Nara yappashi teppou ga ii. Watashi tsuyoku naritai mono!
Kakuma : Teppou wa ookiku te omoteezo. Onago ni wa totemo otsugaenee.
Yae : Yae wa ookiku nariyasu. Chikaramochi ni nariyasu. Gonpachi : Dame da. Naranu koto wa naranu. Okawari. Saku : Takagi sama no obaa sama ga me sa wazuratte. Okichi : Sore wa fujiyuudabe shina. Yae : Ayah! Gonpachi : Hmm? Yae : Aku juga ingin bisa menembak seperti kakak Saku : Ah anak ini lagi-lagi mengatakan hal yang konyol Gonpachi : Kenapa kamu harus menembak? Anak wanita harusnya
belajar naginata Saburou : Aku juga ingin belajar naginata Gonpachi : Kau belajar menembak, tidak boleh Saburou : Baik Yae : Tapi senapan itu sangat kuat ya? Kakuma : Iya kuat. Walaupun beberapa orang menjelek jelekkan
senapan. Mereka itu tidak mengerti apa-apa Yae : Yang paling kuat? Gonpachi : Karenanya lah sebagai instruktur menembak kita bisa
tinggal di dekat kastil walau kita dari keluarga kelas bawah.
Yae : Kalau begitu tentu saja aku lebih memilih senapan. Aku ingin menjadi kuat!
Kakuma : Senapan itu besar dan berat. Wanita tidak akan bisa menanganinya
Yae : Yae akan tumbuh besar dan kuat Gonpachi : Tidak boleh. Tidak berarti tidak. Tambah lagi Saku : Mata nenek Takagi memburuk
42
Okichi : Itu sangat menyusahkan pastinya
Pada jaman feodal, sistem keluarga di Jepang menganut sistem yang
disebut sebagai sistem ie, sistem ini bahkan tertuang dalam undang-undang pada
masa Meiji. Dalam sistem ie, kepala keluarga merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi sementara anggota keluarga yang lain berada di bawahnya dan harus
tunduk dan patuh pada keputusan kepala keluarga. Pada Gambar 4.17 tampak
ayah dari Yae yaitu Yamamoto Gonpachi sebagai kepala keluarga Yamamoto
yang melarang putrinya bermimpi bisa ikut berlatih tembak. Dalam adegan di atas
tampak jelas diskriminasi yang dialami tokoh Yae sebagai satu-satunya anak
wanita dalam keluarga, dimana ia dilarang untuk ikut belajar menembak
mengikuti jejak kedua saudaranya hanya karena dia adalah seorang wanita.
Tampak pula gambaran kuasa seorang kepala keluarga yang mana setiap
keputusan yang dibuatnya tidak boleh ada yang mengganggu gugat. Setiap
anggota keluarga diwajibkan patuh terhadap keputusannya tak terkecuali Yae.
Dalam sistem ie pulalah tercantum peraturan bahwa kedudukan wanita sangat
rendah, dimana mereka tidak memilki hak apapun dan tugasnya hanya mengurus
rumah tangga, sehingga pada masa itu, wanita tidaklah memiliki kekuatan untuk
menentukan nasibnya sendiri.
43
Data 2
Gambar 4.18 Gonpachi dan Kakuma berdiskusi
(Yae no Sakura Episode 2, 00.37.45-00.39.21)
:
:
:
Kakuma : Kodomo no zaregoto to mukashii wa kigi nagashite
oriyashita ga, zutto kangaede ida do wa.. Kakuma : Kore yae ga? Gonpachi : Mukashi shigatte tori agedakenjyo oya no menusunse ima
demo tsuzugeden no wa wakatteta. Kodomo no e demo kan dokoru wa tsukanderu. Hitotzu mo oshienee no ni tensettsuumondabe. Yappari teppou no ie no musume da. Yae wa chikara mo aru. Tanryoku demo otoko ni magenee. Shigondara mono ni nanbe. Ndakenjyo sore ga nani nanda. Ima desee sekennami gara hazureta onago da. Kono ue teppou nan zo yattara mono warai no tane dan. Hebo naraba mada ii. Ii ude ni nattara komanda. Onago ga teppou no ugo furou basho wa doko ni mo nee. Izure setsunee omoisuru.
Kakuma : Dulu aku menganggapnya hanya sebagai lelucon anak
kecil. tapi ternyata selama ini dia benar-benar memikirkannya
Kakuma : Ini yae yang menggambar? Gonpachi : Dulu aku memarahi dan merampas itu darinya tapi dia
terus melakukannya dibelakangku. Bahkan sebagai anak
44
kecil dia berhasil menemukan poin terpenting. Dia jelas memiliki bakat. Sepertinya yang bisa diduga dia anak wanita seorang penembak. Yae memiliki kekuatan dan stamina seperti laki-laki. Dia layak medapatkan pelatihan. Tapi apa yang bisa diperbuat dengan itu? Walau dia bukan wanita biasa, jika dia sampai belajar menembak dia akan jadi bahan olokan. Dia bisa buruk dan tidak punya bakat. Tidak ada tempat bagi wanita menggunakan kemampuan menembaknya. Dia akan terluka nantinya
Yae sebagai seorang anak wanita terus menuntut kesetaraan di antara dia
dan kedua saudara laki-laki dalam keluarganya. Yae tidak mendapat latihan
menembak karena tradisi yang berlaku dalam masyarakat Jepang bahwa wanita
Jepang pada masa itu hanya boleh terjun dalam dunia domestik yang berkaitan
dengan rumah tangga dan bukanlah dunia publik yang disebut-sebut menjadi
wilayah laki-laki. Seperti yang tercermin pada Gambar 4.18, dimana Gonpachi
dan Kakuma sedang berdiskusi mengenai keinginan Yae untuk bisa berlatih
tembak yang sudah tidak bisa terbendung lagi, mereka khawatir karena walau Yae
kelihatannya memang memiliki bakat dalam menembak tapi bakat itu tidak dapat
mengubah apapun. Tradisi dan adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat
adalah yang menjadi masalah disini. Dikhawatirkan apabila keinginan Yae untuk
berusaha melawan tradisi dan menjadi seorang penembak dipenuhi, maka dia
akan dikucilkan dan dicemooh oleh masyarakat karena dianggap berbeda dan
tentu saja ini akan memalukan nama keluarga. Adegan diatas diambil
menggunakan low-key lighting untuk menciptakan unsur keteganggan dalam
adegan diskusi yang nantinya akan menentukan nasib tokoh Yae kedepannya.
45
Data 3
Gambar 4.19 Yae memohon diijinkan berlatih tembak
(Yae no Sakura Episode 2, 00.36.42-00.37.32)
: : : : :
Yae : Watashi houjutsu sa naraideenodesu Kakuma : Ee? Gonpachi : Yosaneeka Kakuma : Nan no hanashi da? Yae : Otottsama niwa shikararerushi, onago no yaru kotode
nee no mo yo~ku wakatteru. Ndakenjyo, yappari yaridee. Houjutsu no koto shiridee. Teppou uttemidee. Anittsama ya Saburou to onaji youni houjutsu no ie ni umarede. Watashi dake yarenee no wa kuyashii. Otottsama! Anittsama! Watashi ni houjutsu sa oshietekunansho
Yae : Aku ingin belajar menembak Kakuma : Apa? Gonpachi : Sudah cukup Kakuma : Apa yang kau bicarakan? Yae : Ayah memarahiku dan aku tahu benar belajar menembak
bukan buat wanita. Tapi tetap saja, aku ingin. Aku ingin belajar menembak. Aku ingin menembakkan senapan. Sama-sama lahir di keluarga penembak bersama kakak dan Saburou. Dan hanya aku yang tidak bisa menembak itu menjengkelkan. Ayah! Kakuma! Tolong ajari aku menembak
46
Alih-alih mengambil tanggung jawab bagi perkembangan dirinya untuk
tumbuh menjadi pohon redwood5 yang besar, wanita melepaskan kebebasannya
dan membiarkan orang lain membentuk dirinya menjadi pohon bonsai6 (Tong,
1998:22). Wanita dianggap tidak seperti pohon redwood yang dapat tumbuh
tinggi dan besar, namun hanya dapat tumbuh bagaikan pohon bonsai kerdil yang
dengan tanpa perlawanan dibentuk sedemikian rupa oleh orang lain tanpa mampu
menentukan nasib mereka sendiri. Machotka (2009:24), bahkan menilai bahwa
wanita Jepang adalah wanita yang paling taat, patuh, tunduk, dan bahkan yang
paling rendah hati di dunia. Namun pendapat dua ahli diatas tidak berlaku pada
Yae. Tampak pada Gambar 4.19 dan dialog yang tersaji diatas, Yae yang sudah
beranjak dewasa menolak untuk patuh kepada keputusan ayahnya yang dalam
tradisi harusnya dipatuhinya karena merupakan kepala keluarga, dalam adegan
diatas tampak Yae yang masih tanpa bosan memperjuangkan keinginannya
dengan menggebu-gebu untuk dapat setara dengan kedua saudaranya dan dapat
ikut berlatih tembak, Yae merasa sedih karena hanya dirinya lah dalam keluarga
yang tidak boleh belajar menembak hanya karena ia terlahir sebagai seorang
wanita. Sesuai dengan pendapat dalam feminisme liberal bahwa subordinasi
wanita berakar pada sekumpulan adat kebiasaan dan paksaan yang sah yang
5 Redwood (Sequoiadendron giganteum) adalah pohon yang disebut-sebut sebagai pohon tertua di dunia yang ada sejak jaman purba. Termasuk dalam kelompok pohon cemara, pohon jenis ini juga diklaim sebagai pohon terbesar dan tertinggi di dunia dengan ketinggian mencapai 115,5 meter dan diameter hingga 7,9 meter.
6 Bonsai adalah tanaman atau pohon yang dikerdilkan di dalam pot dangkal dengan tujuan membuat miniatur dari bentuk asli pohon besar yang sudah tua di alam bebas. Seni ini mencakup berbagai teknik pemotongan dan pemangkasan tanaman, pengawatan, serta membuat akar menyebar di atas batu.
47
menghalangi akses wanita dalam apa yang disebut dengan dunia publik, Yae
paham betul bahwa adat yang berlaku dalam masyarakat Jepang pada masa itu
tidak mengijinkannya untuk keluar dari kebiasaan dan terjun dalam dunia publik.
Namun ia juga tidak mengerti mengapa ia tidak memiliki hak yang sama atas
kedua saudara laki-lakinya, Yae ingin dapat menentukan nasibnya sendiri. Yae
dalam hal ini memiliki pemikiran sesuai dengan uraian Wollstonecraft dalam
Tong (1998) yaitu kaum wanita adalah manusia yang utuh, artinya wanita yang
bukan sekedar alat atau instrumen untuk kebahagiaan orang lain. Wanita adalah
suatu tujuan, suatu agen yang memiliki rasionalitas, yang berkemampuan untuk
menentukan nasibnya sendiri.
Data 4
Gambar 4.20 Keinginan Yae berlatih tembak dikabulkan
(Yae no Sakura Episode 2, 00.41.56-00.42.26)
:
:
:
:
:
:
Kakuma : Kamae de miro. Yae : Ee?
48
Kakuma : Ii kara hayagu! Omoi ka? Yae : Hai. Kakuma : Sore ga teppou no omosa da. Inochi no yari tori suru
buki no omosa da. Nishi wa samurai no musume da. Hajimetto kimetara kiwameru made higu koto wa yurusa nee. Yowane hagu koto mo yurusanee. Mata kiwameta tokoro de dare ga homede gureru to iu koto mo nee. Iya nara ima sugu juu no okige. Kakugo wa iina?
Yae : Hai! Kakuma : Cobalah pegang. Yae : Eh? Kakuma : Tidak apa-apa, cepat! Beratkah? Yae : Iya Kakuma : Itu adalah berat dari senapan. Berat dari senjata yang
dapat membunuh orang. Kau adalah anak wanita dari samurai. Sekali kau sudah memulai, kau tidak boleh menyerah. Kau juga tidak boleh mengeluh. Tidak akan ada juga yang akan memuji jika kau menembak dengan baik. Jika kau tidak bisa mengatasinya letakkan senapan itu kembali sekarang juga. Sudah siapkah kau?
Yae : Siap! Perjuangan Yae yang ingin mendapatkan kesetaraan di dalam
keluarganya, berbuah manis dimana akhirnya ayah dan juga kakaknya
mengijinkannya ikut berlatih menembak. Gambaran mengenai tokoh Yae yang
akhirnya diijinkan berlatih tembak tersaji dalam gambar 4.20, adegan yang
sebagian besar diambil dengan angle close up shot ini berhasil membuat penonton
merasa tersentuh dan merasa terlibat dengan apa yang sedang terjadi. Adegan ini
mengisahkan Kakuma, kakak dari Yae memintanya datang ketempat latihan dan
menyuruhnya memegang senapan, serta mengatakan bahwa Yae tidak boleh
menyesal akan keputusan yang dibuatnya dan harus serius dalam berlatih tembak
kedepannya karena Kakuma akan mengajarinya. Mengutip John Stuart Mill dan
Harriet Taylor (dalam Tong, 1998:23) yang mengikuti jejak Mary Wollstonecraft
49
pada abad ke 19, Mill dan Taylor percaya bahwa setiap individu berhak untuk
mengejar apa yang mereka inginkan selama mereka tidak saling membatasi atau
menghalangi di dalam proses pencapaian tersebut. Mill dan Taylor juga berangkat
dari Wollstonecraft dalam keyakinan mereka, menyatakan bahwa jika masyarakat
ingin mencapai kesetaraan seksual, atau keadilan gender, maka masyarakat harus
memberikan wanita hak politik dan kesempatan, serta pendidikan yang sama yang
dinikmati oleh laki-laki.
4.3.2 Bentuk Aksi Feminisme Liberal Tokoh Yamamoto Yae dalam Pendidikan
Pada zaman Meiji, pendidikan disusun berdasarkan pada ajaran Konfusius
yang dijadikan sebagai dasar program pemerintah dan sistem pendidikan wanita
pada masa itu. Pemerintah menganggap bahwa wanita memegang peranan penting
di dalam perawatan dan pendidikan anak sebagai generasi penerus nama keluarga
dan negara. Oleh karena itu, pendidikan yang diberikan bagi wanita adalah
pendidikan yang berhubungan dengan rumah tangga dan perawatan anak agar
menjadi ibu dan istri yang baik. Dengan kata lain, tujuan pendidikan wanita
sebenarnya pada waktu itu adalah untuk membentuk wanita menjadi ryousai
kenbo (ibu yang baik dan istri yang bijaksana).
Risako Doi (2011:5) menyatakan bahwa panduan moral adalah teks
dengan penekanan kuat pada budidaya moral dan petunjuk tentang cara-cara yang
tepat membesarkan anak. Beberapa teks yang dianggap sebagai panduan moral
adalah Onna Imagawa (1687). Anak-anak perempuan di dalam drama Yae no
Sakura menggunakan Onna Imagawa sebagai panduan moral mereka dalam
50
bersikap. Dorothy Ko (2003:204) menyatakan bahwa nyaris semua anak
perempuan yang belajar membaca dan menulis pada masa ini (Edo) menggunakan
dasar bahan bacaan yang sama yaitu Onna Imagawa serta Onna Daigaku.
Data 5
Gambar 4.21 Ketimpangan pendidikan laki-laki dan wanita
(Yae no Sakura Episode 2, 00.03.44-00.04.14)
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Danshi tachi : Shi notamawaku senjou no kuni o michimuru ni wa
koto o uyamande makoto ari
Onna : Tsune no kokoro sadaka damashiku onna no michi akira kanarazaru wa onago no tashinami ga kaite aru. Kana to isshoni yo~ku oboeneba nannie
Tokio : Hai!
51
Yae : Onago wa kana no yomi kaki dake dekireba ii to iu
kenjyo. Kana dake dewa teppou no hon wa yomenee Tokio : Yae : Ji ga muzukashigute... Danshi tachi :
koto o uyamande makoto ari you o setsushite jin o
Yae : Yoshichirou san! Chito tazunerugenjyomo. Kore nan to yomunogashi?
Yoshichirou Yae ta da! Anak laki Menurut Konfusius, untuk dapat memajukan
Wanita : Jangan menjadi wanita yang selalu keluar dari jalan yang benar Onna Imagawapedoman moral bagi wanita. Pelajari dengan baik sambil melatih tulisanmu.
Tokio : Baik
Yae : Wanita hanya perlu mengetahui cara membaca dan menulis hiragana, tapi itu belum cukup untuk bisa membaca buku menembak.
Tokio : Apakah bukunya menarik? Yae : Membaca huruf- Anak laki Konfusius, untuk dapat memajukan negara,
maka harus mengabdikan diri dan mengorbankan diri Yae : Yoshichirou! Ada yang ingin kutanyakan. Bagaimana
cara membaca ini? Yoshichirou : Ini dibaca penutup Yae
Pendidikan tingkat dasar sampai dengan tingkat atas untuk wanita hanya
dibatasi pada pelajaran membaca, menulis, memasak dan menjahit. Begitu pula
yang tercermin dalam drama Yae no Sakura. Adegan pada Gambar 4.21
mengkisahkan anak laki-laki yang belajar ilmu konfisius dengan membaca dengan
keras sebuah buku dan anak wanita yang sedang belajar menulis serta membaca
hiragana melalui Onna Imagawa, tampak pula adegan dimana Yae meminta
bantuan teman laki-lakinya, yaitu Yoshichirou untuk membantunya memahami
52
kanji dalam buku menembak yang disalinnya diam-diam. Gambar 4.21 diatas
membuktikan adanya diskriminasi dalam pendidikan yang mana anak laki-laki
mendapatkan pendidikan Konfusius sedangkan wanita hanya perlu belajar
membaca hiragana dengan dasar bahan bacaan yaitu buku panduan moral seperti
Onna Imagawa saja dan tidak diperbolehkan belajar kanji yang rumit apalagi
belajar ajaran Konfusius.
Data 6
Gambar 4.22 Yae belajar hukum internasional
(Yae no Sakura Episode 32, 00.10.07)
:
Yae : Kyousei? Yogu wagannee. Houjuutsu no hon to wa gatte ga chigau.
Iya kodomo demo wagan dakara dekinee hazu wa nee. Yae : Administrasi? Ini membingungkan. Ini sangat berbeda dengan buku-
buku menembak. Tidak, jika anak kecil saja bisa mengerti, aku juga pasti bisa.
Ketika memasuki usia dewasa, pandangan bahwa wanita Jepang memiliki
keterbatasan dalam menempuh pendidikan tidak berlaku pada tokoh Yae. Setelah
kepindahan Yae ke Kyoto untuk tinggal bersama Kakuma kakaknya, Yae tersadar
bahwa pendidikan penting pula bagi setiap wanita. Kakaknya yang semenjak
kematian ayahnya menjadi kepala keluarga Yamamoto lah yang mendorong dan
menyadarkan Yae bahwa pendidikan itu penting pula untuk wanita sepertinya.
53
Yae kemudian belajar berbagai ilmu barat seperti bahasa Inggris, hukum
internasional, agama kristen dan lain sebagainya. Terlihat pada Gambar 4.22
tampak Yae yang sedang serius belajar hukum internasional sesuai dengan
rekomendasi dari Kakuma, dalam dialog yang diucapkannya tergambar pula
bahwa Yae sebenarnya kesulitan membaca buku tersebut namun ia sebagai orang
dewasa tidak ingin kalah dengan anak-anak kecil yang bahkan bisa mengerti isi
buku tersebut, Yae tetap berusaha dan bertekad untuk tidak akan menyerah dalam
belajar dan mengejar kesetaraannya dalam pendidikan.
Yae beranggapan bahwa wanita juga berhak mendapatkan pendidkan yang
setara dengan pria. Dalam teori feminisme liberal, feminis liberal disebut sangat
menjunjung tinggi aspek rasionalitas. Kaum feminis liberal meyakini bahwa
rasionalitas merupakan kapasitas yang membedakan antara manusia dengan
binatang, hal ini diyakini oleh sebagian besar kaum feminis liberal, termasuk
Wollstonecraft. Sebagai manusia yang memiliki rasionalitas, wanita memiliki
kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya mengenai nilai-nilai moral
sama halnya dengan laki-laki.
Wollstonecraft (Tong, 1998:20) menegaskan, jika nalar adalah kapasitas
yang membedakan manusia dan binatang, maka kecuali jika wanita bukan
binatang liar, wanita dan laki-laki sama-sama memiliki kapasitas ini. Karena itu,
masyarakat wajib memberikan pendidikan kepada wanita, seperti juga kepada
anak laki-laki, karena semua manusia berhak mendapatkan kesempatan yang
setara untuk mengembangkan kapasitas nalar dan moralnya. Sehingga mereka
dapat menjadi manusia yang utuh.
54
4.3.3 Bentuk Aksi Feminisme Liberal Tokoh Yamamoto Yae dalam Pernikahan
Di dalam sistem keluarga Jepang yang berdasarkan sistem ie suami
memegang peranan sebagai kepala rumah tangga atau kepala ie sedangkan istri
sebagai ibu rumah tangga (shufu). Selain itu, terdapat batas yang ketat antara
peran yang dijalankan oleh suami dan istri dalam rumah tangga. Hal ini sesuai
dengan norma sosial tradisional yang berlaku di dalam masyarakat Jepang dimana
wanita ditempatkan ke dalam peran-peran domestik sedangkan laki-laki ke dalam
peran-peran publik (Imamura, 1990:1).
Dalam budaya Jepang, jika samurai melihat daimyo sebagai tuan mereka,
wanita tidak memiliki tuan tertentu. Dia harus melihat suaminya sebagai tuan nya,
dan harus melayani dia dengan seluruh kekaguman dan hormat, tidak membenci
atau meremehkannya. Tugas besar seumur hidup wanita adalah ketaatan. Dalam
hubungan dengan suaminya, baik ekspresi wajah dan cara wanita memanggil
suaminya haruslah sopan, rendah hati, dan damai, tidak pernah kesal dan keras,
tidak pernah kasar dan sombong itulah yang harus menjadi perhatian pertama
dan utama dari wanita. Ketika suami mengeluarkan instruksi, istri harus mematuhi
mereka. Jika ragu dia harus menanyakannya suaminya dan patuh mengikuti
perintah-nya (Machotka, 38:2009).
55
Data 7
Gambar 4.23 Gonpachi meminta Yae menghormati Shonosuke
(Yae no Sakura Episode 14, 00.25.51-00.25.56)
: : :
: :
: :
:
: :
Gonpachi : Onago wa otto o nan to yobumonda? Saku Gonpachi : Yae no yatsu mada Shonosuke sama nado to yonde oruzo.
Mukodono mo mukodono da. Shotai o kamaeta kara ni wa
sashizu shitemo rawaneba omanda. Saku : Ndanashi. Gonpachi : Washi ga muko ni haitta toki wa motto doudou to furu
matteitazo. Nani k ate o utanebana. Saku Gonpachi : U~mu.
Gonpachi : Sou iu koto o orosoka nishite wa naranu noda. Iina?
Kore wa mukodono no tame da. Yae : Ndakenjyo... Gonpachi : Otto o tateru no ga onago no yakume da.
56
Gonpachi : Bagaimana wanita memanggil suaminya? Saku : Dengan suami-ku (Danna-sama) Gonpachi : Yae masih saja memanggilnya dengan Shonosuke
(Shonosuke-sama). Masalahnya ada pada dia juga. Dia sekarang pemimpin keluarga jadi dia harusnya terus memerintah Yae
Saku : Itu benar Gonpachi : Aku lebih keras dari itu ketika masuk dalam keluarga ini.
Kita harus melakukan sesuatu Saku : Kita harusnya tidak ikut campur Gonpachi : Hmm
... Gonpachi : Kau tidak boleh meremehkan hal ini. Paham kan? Ini
demi kepentingan Shonosuke juga Yae : Tapi... Gonpachi : Membuat suaminya terlihat bagus adalah tugas wanita
Sebagai tokoh yang menginginkan kesetaraaan gender dalam berbagai
bidang, kehidupan pernikahan Yamamoto Yae tentu saja berbeda. Dalam drama
Yae no Sakura, Yae dikisahkan menikah dengan sahabat dari kakaknya yaitu
Kawasaki Shonosuke. Yae digambarkan bukan seperti istri dalam tradisional
Jepang kebanyakan. Setelah menikah bukannya memanggil nama Shonosuke
dengan sebutan Danna-sama, Yae memanggil Shonosuke dengan sebutan
Shonosuke-sama. Hal ini dinilai tidak pantas oleh ayahnya yang tergambar dalam
Gambar 4.23 yang meminta Yae memanggil nama suami nya dengan lebih hormat
karena tentu saja jika tidak akan merusak citra suaminya.
Dalam kehidupan pernikahan masyarakat tradisional Jepang, sebagai
kepala rumah tangga suami berperan di dalam bidang ekonomi dan sosial (peran
publik), dimana suami bertanggung jawab atas keberlangsungan usaha yang
dikelola oleh ie, dan suami tidak memiliki kewajiban untuk mengerjakan tugas-
tugas domestik. Di dalam sistem keluarga tradisional Jepang tugas-tugas domestik
menjadi kewajiban istri, dimana peran istri sebagai ibu rumah tangga, diantaranya
57
adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga, merawat serta mendidik anak, dan
juga merawat mertua. Di dalam keluarga Jepang tradisional, suami sebagai kepala
rumah tangga dipandang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan istri yang berperan sebagai ibu rumah tangga, bahkan di dalam keluarga
Jepang tradisional kekerasan yang dilakukan oleh suami kepada istri diterima
sebagai sesuatu yang wajar (Sugimoto, 2004:167).
Setelah keluarga terbentuk, suatu keharusan bagi suami dan istri untuk
membagi pekerjaan mereka muncul. Artinya, suami pergi keluar untuk bekerja,
sementara istri melakukan pekerjaan rumah tangga. Laki-laki melakukan tugas
mereka tanpa ikut campur wanita (Sekiguchi 97:2010). Pasangan Yae dan
Shonosuke yang sama-sama seorang penembak tentu saja dalam hal ini juga
berbeda. Walaupun mendapat kecaman dari orang-orang yang lebih tua karena
tidak pantas bagi Yae ikut campur dalam pekerjaan suaminya, Yae dan Shonosuke
bahu-membahu merakit senapan yang akan digunakan oleh para samurai Aizu.
Data 8
Gambar 4.24 Yae dicemooh murid
(Yae no Sakura Episode 37, 00.21.15- 00.21.18)
: !?
Ichihara : Shikamo an nuengotaru yome wa nani ka!? Otto ba
yobi sute nishite agyan seiyou ka buren gakkou ba shite!
58
Ichihara : Dan dia punya monster (nue) sebagai isteri yang
memanggilnya dengan nama depan dan berpakaian seperti orang barat
Setelah meninggalnya Shonosuke, tidak berapa lama kemudian Yae
menikah lagi dengan seorang misionaris sekaligus pendidik bernama Niijima Jo.
Tidak jauh berbeda dengan pernikahannya dengan Shonosuke, Yae memanggil
suaminya dengan sebutan Jo. Hal ini tentunya sempat mendapatkan kontroversi
dari masyarakat, terutama dari murid-murid Jo seperti yang tercermin dalam
Gambar 4.24 dimana murid-murid Jo bahkan berniat memutuskan untuk berhenti
dari sekolah karena merasa Jo tidak memiliki harga diri sebagai seorang pria.
Namun sebagai suami Yae, Jo tidak mempersalahkan hal-hal semacam ini.
Data 9
Gambar 4.25 Jo bersyukur Yae menjadi istrinya
(Yae no Sakura Episode 37, 00.07.53-00.21.15)
: :
: :
:
: :
59
: Jo : Yae san Yae : Hai Jo : Watashi wa anata ga.... kowai tsuma de yokatta Yae : Ha? Jo : Otto no watashi o heiki de okoru. Nihon ni konna jousei ga
iru to wa omoimasen deshita. Watashi wa watashi no ushiro dewanaku tonari o tomo ni aruku tsuma ga hoshikattan desu. Toki ni otto o michibiki mae o aruku tsuma ga
Yae : Mae o aruku tsuma... Jo : Otto datte toki ni wa mayoi machigai mo shimasu. Dakara
watashi ga machigatte iru toki enryo naku okotte kudasai Yae : Hai Jo : Yae Yae : Iya Jo : Aku bersyukur kau adalah istri yang menakutkan Yae : Ha? Jo : Kau memarahiku tanpa ragu. Aku tidak pernah berpikir
akan menemukan wanita sepertimu di Jepang. Aku ingin istri yang berjalan disebelahku, dan bukan di belakangku. Dan terkadang, dia akan menuntunku dan berjalan di depanku
Yae : Istri yang berjalan di depan... Jo : Bahkan suami bisa punya masalah dan membuat
kesalahan. Jadi, ketika aku salah aku ingin kau memarahiku
Yae : Baik
Pernah tinggal di Amerika selama 10 tahun membuat Jo memiliki
pemikiran yang terbuka tentang pernikahan dibanding pria Jepang kebanyakan, ia
tidak ragu melakukan pekerjaan domestik. Selain itu, layaknya Shonosuke, seperti
yang tergambar pada dialog dan Gambar 4.25 dia merasa senang dapat bertemu
dengan Yae yang tidak seperti istri yang lain, mampu menegurnya jika melakukan
kesalahan dan menuntunnya serta tanpa ragu berjalan di depannya. Jo juga kerap
berkata bahwa suami dan istri adalah setara dan bagaikan seorang sehabat.
Adegan pada gambar 4.25 diambil menggunakan high angle, angle ini digunakan
untuk menggambarkan bahwa Yae dan Jo memiliki kekuatan yang sama dan
60
setara, karena high angle sendiri biasa digunakan untuk menggambarkan bahwa
seseorang memiliki kekuatan yang lebih daripada yang lainnya.
Walau mendapat tentangan dari berbagai pihak atas sikapnya yang dirasa
kurang menghormati suaminya, Tokoh Yae tetap bersikap masa bodoh dengan
pendapat orang dan tetap bersikap apa adanya dan dapat memperoleh kesetaraan
dalam pernikahan tidak terlepas dari peran kedua suaminya baik Jo maupun
Snososuke yang berpikiran terbuka dan mau menerima Yae apa adanya.
4.3.4 Bentuk Aksi Feminisme Liberal Tokoh Yamamoto Yae dalam Militer
Data 10
Gambar 4.26 Yae ingin kemampuan menembaknya berguna
(Yae no Sakura Episode 8 00.18.30-00.19.02)
: :
:
:
:
Yae : Yappari watashi wa umare soko nattana. Yoshichirou : Um? Yae : Kotta toki ni nani mo dekinee no wa jirettee.
Moshi otoko ni umarete tara miyako ni hasesanjite ani sama to isshoni hatarakigu no ni.
Yoshichirou : Teppou o katsuideka?
61
Yae : Nda! A~a... hon ni otoko dattara yokatta. Yae : Seperti yang kuduga tidak ada bagusnya aku lahir Yoshichirou : Hmm? Yae : Tidak bisa melakukan apapun itu tak tertahankan.
Jika saja aku laki-laki aku akan segera ke Kyoto dan bekerja bersama kakak
Yoshichirou : Sambil membawa senapan kah? Yae : Benar! Aah... Sungguh alangkah baiknya jika aku
laki-laki Fukuzawa menyatakan laki-laki dan wanita tidak datang dekat satu sama
lain, pria mengejar tugas mereka di luar sementara wanita harus tetap di dalam
(1958 1971, vol. 5: 594). Sebagai seorang wanita, walaupun Yae memiliki bakat
yang luar biasa dalam menembak, tidak akan mampu menepis fakta bahwa wanita
tidak akan diterima untuk ikut dalam peperangan. Hal ini tercermin dalam
Gambar 4.26 diatas. Dalam Gambar 4.26 Yae mengatakan bahwa sebagai seorang
wanita ia tidak dapat melakukan apapun untuk membantu kakaknya dan daimyo
mereka, Matsudaira Katamori dan berandai-andai bila dia terlahir sebagai laki-laki.
Dahulu posisi wanita dalam masyarakat Jepang berada dalam posisi
tinggi, namun hal ini berubah semenjak keshogunan diberlakukan di Jepang dan
terbentuknya kelas samurai. Ketika itu mulai terjadi perubahan peranan wanita
yang disebabkan oleh kuatnya pengaruh ajaran Konfusianisme, dan juga adanya
pandangan tentang kekuatan fisik wanita tidak cocok untuk menjadi samurai
(tentara) yang tugas utamanya berperang.
62
Data 11
Gambar 4.27 Yae meyakinkan pasukan agar mengijinkannya bergabung
(Yae no Sakura Episode 26, 00.09.32-00.10.31)
:
Yae : Ima kono toki ni sotta mukashi na gara no kangaedenajyo
shimasuka! Kore wa otoko dake no tatakai dewa nee nashi! Miyako kara kizu darake ni natte kaette kita mina sama o ken da toki kara kaette konakatta kazoku o machi tsuzuketa ano toki kara otoko mo onago mo nee! Kore wa aizu subete no tatakai da! Watashi o ikusa ni kaesse! Watashi no ude wa oyaku ni tatsu! Sore o tsukawanee nara tatakai o houkishita to onaji koto! Watashi wa yamamoto Kakuma no imouto da. Teppou no koto nara darenimo magenee! Teki no oshiro wa watasanu. Nakama ga yararen no o tamatte miru tsumori ha nee! Watashi tachi no daiji na furusa to aizu wa kono te de mamoru!
Yae : Kita sekarang harus berpikir makin maju. Ini bukan hanya
pertarungan laki-laki. Sejak aku melihat kalian semua pulang dari miyako terluka dan menunggu anggota keluarga yang tidak pernah kembali, aku sadar tidak ada perbedaan dalam gender. Perang ini menyangkut semua orang di Aizu. Tolong sertakan aku. Aku bisa berguna. Tidak menggunakan aku berarti menyerah dalam perang. Aku adalah adik wanita Yamamoto Kakuma. Tidak ada seorang pun yang bisa mengalahkan kemampuan menembakku. Aku tidak akan membiarkan musuh merebut
63
kastil kita. Aku tidak ingin melihat kawan seperjuanganku dibunuh oleh mereka. Kampung halaman kita yang berharga. Dengan tangan ini aku akan melindungi Aizu
Selain pandangan bahwa wanita adalah manusia yang lemah, kewajiban
wanita dari keluarga samurai untuk menjaga rumah ketika terjadi peperangan juga
menjadi penyebab wanita tidak diperkenankan turun ke medan perang. Menjaga
rumah tangga adalah tugas pokok wanita samurai. Hal ini khususnya penting
selama awal feodal Jepang, ketika suami prajurit sering bepergian ke luar negeri
atau terlibat dalam pertempuran, istri dibiarkan untuk mengelola semua urusan
rumah tangga, perawatan bagi anak-anak, dan mungkin bahkan mempertahankan
rumah secara paksa. Gambaran wanita yang dilarang bergabung dalam perang
tergambar pada Gambar 4.27, dalam dialog pada adegan tersebut Yae memohon
untuk diijinkan memimpin pasukan penembak namun tidak diijinkan hanya
karena ia adalah seorang wanita dan bukanlah tempat wanita untuk ikut dalam
perang. Disini Yae kemudian menepis stereotype bahwa wanita itu lemah dengan
mengingatkan para samurai bahwa walaupun seorang wanita, ia adalah adik dari
Yamamoto Kakuma yang tersohor dan dilatih langsung olehnya, sehingga amat
disayangkan jika ia yang berbakat dan memilki kemampuan menembak lebih baik
dari semua orang yang ada di Aizu tidak dimanfaatkan dalam perang ini. Setelah
sempat berkali-kali diusir dan ditolak, Yae pun diijinkan bergabung dalam perang.
64
Data 12
Gambar 4.28 Yae memimpin pasukan penembak
(Yae no Sakura Episode 26, 00.12.20-00.23.10)
:
: !?
:
:
:
:
:
: !
:
:
:
:
:
:
:
Yae : Tamakome! Dainitai kamae! Nerae! Uttde! Rouhei 1 : Soko de nani shiteru!? Rouhei 2 : Nishi onago deneeka! Yae : Daiichitai tamakome osoi! Shounentachi : Hai! Rouhei 1 : Katte na koto sunna! Yae : Shiki wa watashi ga toriyasu.
... Yae : Tsugi! Mada hayae! Yoshi! Kamae! Nerae! Uttde!
Tsugi hinawa! Rouheitachi : Ou! Yae : Hibuta o kire! Uttde! Kenjirou : Tamakome owari! Yae : Kamae! Shounentachi : Hai! Rouhei 1 : Nanto mikoto na shiki dewa nai ka!
65
Rouhei : Onnada tera ni naka naka yarioru! Yae : Isi peluru kalian! Pasukan kedua bersiap! Tembak! Pasukan tua 1 : Apa yang kau dilakukan disitu? Pasukan tua 2 : Kau itu kan wanita! Yae : Pasukan pertama cepat isi peluru kalian! Anak-anak : Baik! Pasukan 1 : Ini bukan tempatmu! Yae : Yang akan memimpin adalah aku
... Yae : Berikutnya! Jangan menembak dulu! Yosh! Siap!
Bidik! Tembak! Pasukan berikutnya! Pasukan tua : Baik! Yae : Bersiap! Tembak! Kenjirou : Peluru sudah terisi! Yae : Bersiap! Anak-anak : Baik! Pasukan tua 1 : Dia memimpin dengan baik! Pasukan tua 2 : Tidak buruk buat seorang wanita!
Pandangan gender bisa menimbulkan subordinasi terhadap wanita.
Anggapan bahwa wanita itu emosional sehingga wanita tidak bisa memimpin
berakibat pada munculnya sikap yang menempatkan wanita pada posisi yang tidak
penting (Fakih, 2007: 16). Tokoh Yae yang telah mendapatkan ijin untuk
memimpin pasukan penembak, tercermin dalam Gambar 4.28 tidak serta-merta
dapat memimpin pasukan. Kehadiran Yae ditolak karena sebagai wanita dia
dinilai tidak layak bergabung dalam peperangan dan apalagi memimpin sebuah
pasukan. Dalam adegan diatas tergambar tokoh Yae yang bersikeras akan
memimpin pertempuran walau mendapat penolakan dari pasukannya sendiri.
Setelah Yae kemudian Yae mengambil alih pimpinan pasukannya pun mengakui
bahwa walau seorang wanita namun Yae dapat memimpin pasukan dengan baik.
Untuk mendapatkan unsur dramatis, adegan dalam Gambar 4.28 diambil dalam
high-key lighting.
66
Data 13
Gambar 4.29 Yae memotong rambutnya demi menyamar
(Yae no Sakura Episode 26, 00.40.15-00.41.20)
: : : : : : : :
:
:
: :
: :
Tokio : Yae san? Yae : Tokio san Tokio : Nani shiteru no? Yae : Kami o kirou to omotte. Tokio : Ee? Yae : Ima kara yashiyuu ni okonattekuru Tokio : Yae san ga yuku no gashi? Yae : Sakki shiganshita genjyo onago wa tsurete igeneeto
iwareta. Tokio : Shikatanee. Onago da to shirete teki ni tsukamattara
najyo na me ni au ka... Yae : Dakara kami o kiru. Kono gakkou de kami o kireba
daremo onago to wa omouwaneebe. Tokio : Yae san!
67
Yae : Jibun dewa umaku kirenakute. Tokio san kittekunansho.
Tokio : Konna ni kirei na kami na noni... onago no inochi na noni...
Yae : Watashi wa Saburou dakara nagai kami wa mou youranee.
Tokio : Yae? Yae : Tokio Tokio : Apa yang sedang kau lakukan? Yae : Berusaha memotong rambutku Tokio : Eh? Yae : Aku akan ikut dalam gerilya malam Tokio : Kau akan ikut? Yae : Aku menawarkan diri bergabung tapi mereka bilang
tidak bisa membawa wanita. Tokio : Mau bagaimana lagi. Jika tertangkap siapa yang tahu
apa yang akan musuh perbuat pada wanita Yae : Karena nya aku memotong rambutku. Tidak akan ada
yang berpikir aku wanita dengan pakaian ini dan juga rambut pendek
Tokio : Yae! Yae : Aku tidak bisa memotongnya dengan bagus jika
sendirian. Tokio, tolong potongkanlah untukku Tokio : Rambutmu yang cantik ini... rambut itu penting untuk
wanita... Yae : Karena aku Saburou, aku tidak butuh rambut panjang
Ditangkap oleh musuh saat terjadi perang adalah hal yang berbahaya bagi
seorang wanita. Musuh dapat melakukan apa saja kepada sandera wanitanya. Hal
itu lah yang membuat adanya pandangan bahwa bagi wanita, lebih baik mati dari
pada menjadi sandera musuh dan akan mempermalukan nama keluarga apabila
musuh melakukan tindakan tidak senonoh kepada mereka. Selain karena dilarang
karena adalah seorang wanita, hal inilah pula yang menjadi latar belakang Yae
pada Gambar 4.29 memotong pendek rambutnya.
68
Gambar 4.30 Yae ikut dalam gerilya malam
(Yae no Sakura Episode 27, 00.05.10-00.05.18)
Dengan rambutnya yang terpotong pendek, Yae berhasil menyamar
menjadi laki-laki dengan mengatas namakan adiknya, Saburou yang telah tewas
dan berhasil bergabung dalam gerilya malam dalam Gambar 4.30. Berkat rambut
Yae yang telah terpotong pendek, pihak musuh tidak ada menyadari bahwa Yae
adalah seorang wanita dan berhasil mendapatkan kebebasannya dalam militer.
4.3.5 Bentuk Aksi Feminisme Liberal Tokoh Yamamoto Yae dalam Politik/Berpendapat
Wanita pada jaman feodal Jepang dilarang mengemukakan pendapatnya.
Pendapat wanita tidak dihargai dan cenderung dilecehkan karena adanya
pandangan bahwa laki-laki lebih superior dibanding wanita, sekaligus pandangan
bahwa wanita yang berpendidikan rendah tidaklah pantas ikut campur dan
mengutarakan pendapatnya dihadapan publik.
Data 14
Gambar 4.31 Yae mengajukan protes ke Makimura
(Yae no Sakura Episode 33, 00.11.30-00.12.25)
69
:
: !?
:
:
:
:
:
: :
:
:
:
:
:
:
: :
Yae : Shitsurei itashiyasu. Makimura : Fureimono! Totsuzen nanjya!? Yae : Kagyuu no youji de gozeeyasu. Makimura : Kagyuu? Yae : Nyokouba e kudasaru okane o fuyashite ku nan sho. Seito
ga fueta no desukara okane mo fueru no ga douri. Onegai itashiyasu.
Makimura : Hah! Sore ga kagyuu no youjika? Yae : Hai. Makimura : Hahahaha Yae : Kore made nanto joushin shitemo osata ga goseemasen
deshita. Ani Kakuma to kokorosashi o tomo ni suru makimura sama ni kagitte tanjite kyouiku no mondai o hanatte okareru wa hazu wa nee
Makimura : Atari mae jya Yae : Omimi ni ireta kara ni wa sumiyaka na gosaidan o
uketamawaritai to sonjiyasu Makimura : Tashika ni sokudansokketsu wa ware ga shinjyou Yae : Dewa Makimura : Jitsu wa tsui imashi gata karada no guai ga waruunatte
na kitaku suru koto o sokketsu shita tokoro jya. Gomen
70
... Yae : Shitsurei itashiyasu. Okagen wa ikaga de gozeeyashou? Gyunabe
no nioi ga itashiyasu ga. Makimura : Aa~! Yae : Chuushoku o oedara nyoukouba no ken o hanashi no tsuzuki o. Yae : Permisi Makimura : Kurang ajar! Beraninya kau kemari tanpa
pemberitahuan?! Yae : Ada hal yang mendesak Makimura : Mendesak? Yae : Tolong tambah bantuan biaya pendidikan untuk sekolah
wanita. Kami harus dapat lebih banyak untuk murid yang makin bertambah. Kami mohon
Makimura : Hah! Itukah urusanmu yang mendesak? Yae : Iya Makimura : Hahahaha Yae : Kami tidak menerima balasan atas petisi kami. Anda yang
memiliki impian yang sama dengan Kakuma tidak akan mengabaikan pendidikan bukan?
Makimura : Tentu saja tidak Yae : Sekarang setelah mendengar ini, tolong buatlah keputusan
dengan cepat Makimura : Keputusan cepat adalah prinsipku Yae : Jadi...? Makimura : Sebenarnya aku sedang tidak enak badan jadi
keputusanku adalah pulang dengan cepat. Maaf ...
Yae : Permisi. Bagaimana keadaan anda? Aku bisa mencium bau gyunabe.
Makimura : Aa~! Yae : Mari kita bicara soal dana sekolah wanita setelah anda
selesai makan
Wanita yang dianggap tidak seharusnya terjun dalam dunia publik kerap
tidak mendapat perhatian pada saat berpendapat dan mencoba membuat
perubahan. Seperti yang tercermin dalam Gambar 4.31 serta dialog di atas dimana
Yae berusaha mengutarakan pendapatnya pada gubernur Kyoto yaitu Makimura
dan meminta bantuan dana untuk sekolah dimana ia mengajar diberikan kucuran
dana yang lebih tinggi. Bukannya memenuhi aspirasi Yae, Makimura cenderung
melecehkan kehadiran Yae dihadapannya dan pendapatnya diacuhkan. Adegan
71
diatas banyak mengambil gambar sosok Makimura yang terlihat terganggu
dengan kehadiran Yae, ekspresi Makimura yang tampak meremehkan Yae serta
ekspresi Yae yang terlihat kaget karena ia tidak mendapatkan tanggapan positif
yang diharapnya akan didapatkannya dari Makimura. Walau dilecehkan Yae
namun tampak tidak menyerah, seperti yang terdapat di gambar diatas, Yae
mendatangi rumah Makimura dan mendapati Makimura yang mengaku sedang
tidak enak badan sedang berpesta daging.
Kodrat wanita dalam mengandung dan melahirkan, dan secara kultural
diharuskan untuk memeliharanya, yang pada gilirannya akan mengurangi sifat
agresif, sebaliknya menumbuhkan sifat pasif, lemah lembut, dan sebagainya
(Ratna, 2009: 187). Stereotipe sifat pasif yang disebut ada pada wanita diatas
adalah kunci dari terkurungnya kebebasan berpendapat kaum wanita. Lebih lanjut
lagi, dalam ajaran Konfusius, terdapat lima kelemahan terburuk yang menimpa
wanita. Kelimanya adalah ketidak patuhan, ketidakpuasan, fitnah, iri hati, dan
kekonyolan. Tanpa diragukan lagi, lima kelemahan ini ditemukan dalam tujuh
atau delapan dari setiap sepuluh wanita. Dari lima kelemahan tersebut, yang
terburuk dari semuanya dan akar dari empat lainnya adalah kekonyolan. Alam
seorang wanita adalah pasif (yin). Alam yin berasal dari kegelapan malam. Oleh
karena itu, dilihat dari standar alam laki-laki, wanita dengan kebodohan (berarti
bahwa dia) gagal untuk memahami tugas yang terbentang di depan matanya, tidak
menyadari tindakan yang akan membawa kesalahan dalam kepalanya sendiri, dan
tidak memahami bahkan hal-hal yang akan membawa malapetaka kepada
suaminya dan anak-anak. (Kaibara 1909:44)
72
Kesimpulannya dari pandangan Kaibara di atas adalah wanita dilarang
atau pendapatnya tidak dihargai oleh publik karena ada stereotipe bahwa wanita
itu memiliki kodrat yang harusnya pasif dan bodoh atau konyol. Selain itu, karena
pendidikan wanita yang kurang dibanding laki-laki, membangun opini bahwa bisa
jadi wanita yang mencoba mengemukakan pendapatnya tidak menyadari bahwa
pendapatnya itu dapat membawa malu atau bahkan malapetaka
dalam keluarga.
Data 15
Gambar 4.32 Yae menyindir pemerintah (Yae no Sakura Episode 33, 00.26.10-00.36.49)
:
:
: !?
: :
Kakuma : Yae. Iwakura sama wa nani o mite orareru? Yae : saki hodo kara zutto emi o ukikabete oide de gozeeyasu ga
sono me wa nani o miden no ka watashi ni wa wakarimasen.
Iwakura : Nani ya!? Omae wa. Yae : Yamamoto Kakuma no imouto, Yae ni gozeeyasu. Yae : Oshiete kunansho. Anata kata ni wa ittai donna atarashii
kuni no sugata ga miete iru no desuka? Daremo ka gakkou
73
ni kyougete byouin ni kakarete doriimu ga katarerusonna nihon ga kendakute Makimura sama to ani wa hataraitein no desu. Makimura sama no koto douka go saikou o!
Kakuma : Yae. Apa yang dilihat Iwakura saat ini? Yae : Dia tersenyum. Aku tidak tahu mana yang dia lihat. Iwakura : Apa-apaan!? Siapa kamu? Yae : Saya Yae, adik dari Yamamoto Kakuma Yae : Tolong beritahu negara baru yang seperti apa yang ada
dalam pandangan anda? Jepang dimana semua orang bisa mendapat pendidikan dan pengobatan medis dan bicara tentang mimpi mereka, Makimura dan kakakku sedang bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita itu. Perihal Makimura, tolong pertimbangkan kembali
Setiap pendapat wanita tidak selalu membawa malu dan malapetaka
terlihat pada Gambar 4.32 serta dialog yang tergambar diatas. Dimana Yae yang
selalu menemani Kakuma dalam setiap kegiatan politiknya mempertanyakan cita-
cita Kido dan Iwakura akan negara Jepang yang baru yang telah melenceng dari
tujuan awal karena telah terlalu tergiur akan kekuasaan politik. Sempat heran
dengan betapa lancangnya Yae berbicara dan mengemukakan pendapatnya di
muka mereka, pernyataan Yae yang cenderung menyindir ini kemudian berhasil
membebaskan gubernur Kyoto, Makimura dari kurungannya sebagai korban
politik dari Kido dan Iwakura.
74
4.3.6 Bentuk Aksi Feminisme Liberal Tokoh Yamamoto Yae dalam
Pekerjaan
Data 16
Gambar 4.33 Yae sebagai perawat diusir (Yae no Sakura Episode 50, 00.04.20-00.05.05)
: :
: :
: :
:
: : :
: :
Eiseihei 1 : Tooshite kure! Kangofu : Tetsudaimasu! Eiseihei 1 : Te o dasande kudasai! Eiseihei 2 : Byouin wa senchi mo onaji desu. Gofujin ga shashari
deru tokoro de wa nai! ...
Yae : Saa kochira ni, kochira ni. Eiseihei 3 : Utsuruzo. Te o dasuna. Yae : Makasete kunansho. Kizutsuita mono o kangosuru no ni
otoko mo onna mo arimasen. Eiseihei 3 : Shikashi... Yae : 1 2 3! Yae : Boshin no ikusa no toki mo kango wa onago no shigoto
de shitayo. Eiseihei 2 : Boshin no ikusa?
75
Yae : Watashi wa Aizu no oshiro ni imashita kara. Medik 1 : Beri jalan! Perawat : Kami akan membantu! Medik 1 : Tolong jangan ikut campur! Medik 2 : Rumah sakit adalah seperti medan perang. Mereka
bukanlah untuk wanita. ...
Yae : Kemari, ikuti aku. Medik 3 : Mari pindahkan. Jangan ikut campur. Yae : Serahkan pada kami. Tidak ada perbedaan gender dalam
merawat. Medik 3 : Tapi... Yae : 1 2 3! Yae : Dalam perang Boshin, para wanitalah yang bekerja
melakukan perawatan. Medik 2 : Perang Boshin? Yae : Aku berada dalam kastil Aizu.
Pada perang Sino, Yae bekerja sebagai perawat perang dari Palang
Merah Jepang di Hiroshima. Yae di sini menjadi pemimpin para perawat di
Rumah Sakit Hiroshima. Namun ditengah tugasnya yang penuh resiko ini
bukannya penghargaan yang didapatnya namun justru pelecehan terus dialaminya
bersama teman-teman perawat wanita yang lainnya. Seperti yang terlihat dalam
adegan pada Gambar 4.33 diatas yang sebagian besar diambil dengan low-key
lighting untuk menambah unsur ketegangan, dimana seorang petugas medis
meremehkan perawat wanita yang dianggapnya hanya mengganggu saja karena
baginya rumah sakit juga merupakan medan perang dan bukanlah tempat wanita
untuk berada di sana. Wanita juga dianggap tidak pantas untuk bekerja. Seperti
yang dikatakan oleh Okamura (1983:1), pada hakekatnya wanita berderajat lebih
rendah dari pada pria, sehingga peranan wanita adalah untuk mengabdi kepada
pria. Terdapat pula ungkapan di Jepang sehubungan dengan hal ini yaitu, Otoko
wa Matsu, onna wa fuji (Seorang pria adalah pohon pinus, seorang wanita adalah
76
wisteria; seorang wanita bergantung pada seorang pria seperti wisteria7, memanjat
tanaman dengan bunga putih atau ungu yang menjadi angin di sekitar pohon
pinus), dan Otoko wa dokyoo, onna wa aikyoo (Pria harus berani, wanita harus
menarik). Dari dua ungkapan di atas dapat dilihat bahwa dari segi linguistik dan
sejarahnya, ide mengenai wanita di Jepang telah dikonstruksikan sebagai suatu
pihak yang bergantung, bahkan secara kasar hanya merupakan beban bagi kaum
laki-laki dan hanya perlu bersikap charming (cantik) dalam hidup (Takemaru
2010:3).
Untuk membebaskan dirinya dari peran yang opresif dan pranata yang
misoginis, seorang wanita harus menuruti nalar, dan melepaskan diri dari tugas-
tugasnya sebagai istri dan ibu secara konsisten dan kuat (Tong, 1998:23), hal ini
ditunjukkan pula oleh tokoh Yae yang tergambar pada Gambar 4.33 di atas
dimana Yae tidak terkonfrontasi dengan ocehan petugas medis yang mencoba
untuk mengusirnya. Yae tetap melaksanakan tugasnya dengan tenang dan
berusaha menyangkal perkataan para petugas medis yang berusaha
menyudutkannya.
Mill menggagas dalam bukunya, bahwa jika wanita diakui sebagai
sepenuhnya rasional dan berhak atas kebebasan sipil, serta kesempatan ekonomi
seperti halnya laki-laki, masyarakat akan ikut merasakan manfaatnya: seorang 7 Wisteria (juga sering dieja Wistaria atau Wysteria) adalah tanaman berbunga dari keluarga kacang polong (fabaceae) yang termasuk dalam sepuluh spesies tanaman merambat yang biasa ditemukan di Amerika Serikat bagian Timur, China, Korea dan Jepang. Wisteria merupakan tanaman hias yang sangat populer terutama di China dan Jepang. Tanaman ini tumbuh dengan merambat dan melilit di media seperti kayu setinggi 20 meter di atas tanah dan mereka mampu menyebar 10 meter secara lateral.
77
warga negara yang mempunyai semangat terhadap publik, seorang pasangan yang
mempunyai kapasitas untuk menjadi stimulasi intelektual bagi suaminya, suatu
penggandaan massa dari kekuatan mental yang tersedia untuk pelayanan yang
wanita yang berbahagia.
Menurut pandangan teoris politik Susan Okin, keuntungan yang diproyeksikan
dari pembebasan wanita dapat terus berkembang, bahkan jika kemampuan wanita
sedikit lebih di bawah laki-laki (Tong, 1998:28).
Sehubungan dengan gagasan Mill dalam Tong diatas, pada episode
terakhir drama Yae no Sakura disebutkan bahwa atas dedikasinya sebagai perawat
dalam perang, Yae mendapatkan gelar kehormatan dari pemerintah Meiji, yang
mana gelar ini adalah gelar pertama yang diberikan pemerintah kepada wanita dan
non royalty. Fakta ini menjadi bukti bahwa kerja keras dan aksi Yae dalam
memperoleh kesetaraan seperti yang dikatakan Mill diakui telah bermanfaat bagi
masyarakat dan kemanusiaan.