bab iv hasil dan pembahasan...obat tahap pengobatan 1 ny. e 37 9 tahun - lini i 2 ny. a 42 8 tahun -...
TRANSCRIPT
-
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berlangsung dari tanggal 17 Mei – 20 Juni 2016
di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Haulussy Ambon dan di rumah
masing-masing responden. Terkait dengan kerahasiaan status
pasien yang dijaga oleh pihak rumah sakit maka data yang diambil
dari pihak rumah sakit hanya berupa data kasus melalui wawancara
dengan salah satu penanggung jawab klinik VCT.
4.1. Gambaran Partisipan
Jumlah partisipan yang di dapat sebanyak 5 orang.
Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah ODHA yang
sedang menjalani terapi antiretroviral di RSUD Dr. Haulussy
Ambon dan bersedia untuk diwawancara.
Tabel 4.1. Karakteristik Partisipan
No Inisial Umur
(Thn)
Lama
Pengobatan
Riwayat
Putus
Obat
Tahap
Pengobatan
1 Ny. E 37 9 tahun - Lini I
2 Ny. A 42 8 tahun - Lini I
3 Ny. A 23 5 tahun - Lini II
4 Tn. E 37 6 tahun 3 Lini I
5 Tn. S 57 7 tahun 2 Lini I
Sumber : Dokumentasi hasil wawancara.2016
-
32
4.2. Hasil Penelitian
Data hasil wawancara dari setiap partisipan dianalisis
berdasarkan berdasarkan indikator yang dipakai dalam
pedoman wawancara. Dari hasil analisis tersebut dapat terlihat
5 tema yang diidentifikasikan dalam faktor-faktor kepatuhan
terapi ARV pada ODHA di RSUD dr. Haulussy Ambon.
Berikut adalah tema-tema faktor kepatuhan terapi yang
merupakan hasil penelitian :
4.2.1. Tanggung jawab dalam keluarga sebagai motivasi
kepatuhan minum obat
Dalam ungkapan partisipan mengenai apa yang
menjadi motivasi untuk patuh minum obat, partisipan
mengungkapkan hadirnya keluarga serta perannya dalam
keluarga yang menjadi motivasi untuk tetap patuh menjalani
pengobatan. Hal tersebut terungkap dari responden:
P3: “sekarang kan su menikah.. jadi berfikir seng
par diri sendiri lai. Su par keluarga. Jadi kalo macam
berfikir.. kalo misalnya seng patuh berarti itu anggap
saja beta ingin par kasi tinggal beta keluarga. Jadi
yang motivasi beta sekarang, suami. “ (P3.42-45).
(sekarang saya sudah menikah, jadi berfikir tidak
untuk diri sendiri lagi. Sudah untuk keluarga. Jadi
kalau misalnya tidak patuh berarti anggap saja saya
ingin meninggalkan keluarga saya. Jadi yang motivasi
saya sekarang, suami)
-
33
P5: “Ya.. karna saya ada 1 nona (anak) yang
cantik ini yang baru umur 4 tahun tanggal 1 kemarin
ini.. 1 Juni ini, jadi saya ada.. bergairah untuk hidup.”
(P5. 61-63)
Selain keluarga, salah satu partisipan juga
menambahkan adanya rasa takut untuk menjalani
pengobatan lini II:
P1: “Pertama beta pikir keluarga, beta punya
anak. Jadi beta harus bisa kalau bisa sih beta harus
patuh dengan obat supaya jangan sampe beta sakit.
Nanti kalo beta sakit bagaimana beta pung
rumahtangga? siapa yang ngurus anak? Mungkin
motivasi pertama tu beta pung keluarga. Yang kedua,
beta ketakutan sendiri untuk masuk.. pindah lagi ke
lini II. Kalo lini II itu, obatnya sudah besar-besar
dibandingkan lini I.” (P1. 45-51)
(Pertama saya pikir keluarga, saya memiliki anak.
Jadi saya harus bisa patuh dengan obat supaya tidak
sakit. Nanti kalau saya sakit bagaimana rumahtangga
saya? Siapa yang mengurus anak? Mungkin itu
motivasi pertama, keluarga saya. Yang kedua, saya
ketakutan sendiri untuk masuk.. pindah lagi ke lini II.
Kalo lini II itu, obatnya sudah besar-besar
dibandingkan lini I)
Motivasi untuk patuh minum obat tidak lepas dari
sikap individu sendiri. Keinginan untuk hidup dengan
harapan dan cita-cita kedepan menjadi motivasi yang
diungkapkan oleh reponden:
-
34
P2: “ya beta ingin hiduplah.. to.. ya paling tidak
katong ingin hidup karna ada katong pung harapan
kedepan ada anak-anak, ada keluarga lai tu,
tanggung jawab jadi itu motivasinya..” (P2. 17-20)
(ya saya ingin hidup. Setidaknya kami ingin hidup
karena kami memiliki harapan kedepan ada anak-
anak, ada keluarga juga, tanggung jawab jadi itu
motivasinya)
P4: “ya karna beta mau.. mau.. punya cita-cita lah
deng ada beta pung keluarga jadi harus jadi orang..
harus lebih dari pada yang sekarang. Hari ini harus
lebih baik daripada hari kemarin. Itu saja” (P4.90-93)
(ya karena saya ingin memiliki cita-cita dalam hidup
ini. Harus jadi lebih baik dari sekarang. Hari ini harus
lebih baik daripada hari kemarin)
4.2.2. Penerimaan dan peran keluarga sebagai Pengawas Minum
Obat (PMO)
Partisipan menyatakan bahwa keberadaan mereka
diterima dan pengobatan yang dijalani didukung oleh
keluarga.
P1: “kebanyakan seluruh anggota keluarga
menerima bahkan beta minum satu gelas dengan
dong juga seng ada masalah. Makan satu piring
begitu, seng ada masalah. Paling 1,2 orang saja yang
kadang-kadang masih.. orang bilang masih kaku. Tapi
rata-rata beta pung keluarga besar semuanya
menerima.” (P1.93-98)
-
35
(kebanyakan seluruh anggota keluarga menerima
bahkan saya minum segelas dengan mereka tidak
masalah. Makan sepiring tidak masalah. Hanya satu
dua orang saja yang terkadang masih kaku. Tetapi
rata-rata keluarga besar saya semuanya menerima)
P2: “Kalo keluarga, malahan dong sendiri yang
menekan beta ikut pengobatan. Pas beta masih
tinggal deng mama tuh antua biasa cek.. kontrol. Beta
su minum ka balom. Tapi yang beta su bale deng
anak-anak sendiri nih paleng skali-skali sa baru antua
cek. Kalo seng ada dong, sapa yang mau lia beta
sampe sekarang” (P2.45-49)
(kalau keluarga, bahkan mereka sendiri yang
menekan saya ikut pengobatan. Saat saya masih
tinggal dengan mama, beliau biasa mengecek..
kontrol. Saya sudah minum obat atau belum. Tetapi
saat saya sudah kembali dengan anak-anak sendiri,
sesekali saja beliau mengecek. Kalau tidak ada
mereka siapa yang mengurus saya sampai sekarang)
P3: “Dia selalu mendukung, malahan dia sering
mengingatkan untuk minum obat. Karna yang tau beta
pung status di keluarga tuh cuma beta mama deng
dia sa.” (P3.57-59)
(Dia selalau mendukung, bahkan dia sering
mengingatkan untuk minum obat. Karena yang tahu
status saya di keluarga hanya ibu saya dengan
dia(suami) saja)
P4: “Keluarga dengan status beta begini memang
dong kelihatannya menerima beta sa dengan
menanggapi bahwa keluarga itu anggap.. ya ini jua
-
36
ujian buat beta kan.. sehingga beta kan bisa, dengan
ujian begitu beta bisa introspeksi diri kemudian benahi
beta punya diri untuk jadi lebih baik.” (P4.108-112)
(Dengan status saya ini memang keluarga tampak
menerima saya dengan menanggapi bahwa keluarga
itu anggap ya ini ujian untuk saya sehingga saya bisa
introspeksi diri kemudian benahi diri saya untuk jadi
lebih baik)
P5: “Ya keluarga yang lain mendukung ya.
Disuruh makan obat. Tadinya waktu saya putus juga
mereka marah karna saya putus obat kan saya ada
misinya bahwa ini separah apa kalo kita putus obat.”
(P5.101-104)
Seluruh partisipan mengakui adanya bantuan biaya
pengobatan dari pihak keluarga dari awal pengobatan
hingga sekarang. Beberapa diantaranya bahkan sempat
didampingi keluarga saat mengambil obat di klinik:
P1: “Ya suami yang bantu deng usaha kecil-
kecilan. Karena suami pertama menikah tuh suami
ojek.. jadi beta punya ongkos pi ambel.. karna 2009
tuh kan cuma ee.. bula-bale ambel obat aja. Jadi
paleng biaya administrasi per bulan dengan
transport.. transport kan diantar jadi paleng biaya par
pengobatan tuh yang dibiayai samua sama suami.”
(P1.230-235).
(Ya suami yang membantu dengan usaha kecil-
kecilan. Karena suami awal menikah itu suami ojek.
Jadi biaya transport saat ambil.. karena 2009 hanya
pulang pergi untuk ambil obat saja. Jadi biaya
-
37
administrasi per bulan. Biaya pengobatan dibiayai
suami)
P2: “Ia, kamuka tu keluarga dampingi (P2. 60)
Cuma yang.. kalo yang su bula-bale par ambil obat nih
beta yang ambil sendiri (P2.62-63)Kebetulan
bersyukur mama tuh antua bantu beta.. biaya
pengobatan tuh antua yang biayai. Sampe sekarang
ini, karna su ada perobahan.. beta su bae,
pengobatan, Cuma ambel obat 25 ribu. Baru kan beta
ada dapa suami pung pensiun to jadi bisalah (P2.141-
144).
(Ia, dulu itu keluarga mendampingi. Hanya kalau yang
bolak-balik untuk ambil obat ini saya yang ambil
sendiri. Kebetulan bersyukur meme membantu saya.
Pengobatan dibiayai. Sampai sekarang karena saya
sudah membaik, pengobatan, ambil obat 25 ribu.
Saya mendapat dana pensiun suami jadi bisa diatasi.)
P3: “Kalo suami seng sibuk dia batamang..
katong dua datang ambil. Atau ada jua yang beta
datang ambil sendiri. Tapi skarang kan beta ada tiap
kali disini jadi pendamping. Jadi kalo obat su abis,
beta langsung minta sa.” (P3.51-54). “Waktu pertama
kali pasti ada beban. Baru kan, belum kerja juga to..
Samua masih mama yang biayai.” (P3.88-89). “Tapi
skarang jua jaga..kalo ada berkat lebih skali-skali kasi
gitu biar beta su menikah su tanggung jawab suami
dari antua tuh tetap adalah skali-skali.” (P3.92-94)
(kalau suami tidak sibuk dia menemani.. kami berdua
datang. Atau ada juga yang saya datang sendiri. Tapi
sekarang setiap saat saya ada disini menjadi
-
38
pendamping. Jadi kalau obat sudah habis, saya
langsung minta saja. Waktu pertma kali pasti jadi
beban. Belum ada pekerjaan. Semua masih dibiayai
mama. Tapi sekarang kalau ada berkat lebih sesekali
walaupun saya sudah menikah sudah menjadi
tanggung jawab suami beliau tetap ada)
P5: “dia selalu dengan obat kalo saya telat atau
saya ini lupa atau pergi lupa dia selalu telepon.. apa..
kirim obat atau nyusul bawa obat “(P5.78-80).
“Keluarga juga dorong yang penting makan obat,
patuh, dokter bilang apa ini semua patuh.. masalah
uang tidak perlu dipikirin. Apa saja yang dibutuhkan
keluarga ini semua pendonor-pendonor itu siap. Jadi
kita ade kakak ada 10, semuanya siap “(P4. 109-113).
istri saya yang selalu sama saya buat ambil
obat.(P4.213-214)
Partisipan lainnya mengakui tidak didampingi
keluarga dalam pengobatan namun mendapat kepercayaan
dari pihak keluarga dalam menjalani pengobatan ini.
P4: “Seng. Kalo par.. Cuma par ambil obat gitu,
dong percaya beta. Pokoknya percaya beta sa
(P4.126-127)Kalo bantuan dari keluarga sih..
keluarga tuh pasti bantu saja. Beta pung biaya dari
kemarin yang kira TB tuh sampe skarang ambil obat
tiap bulan Cuma 25 ribu dong ada tetap bantu jua.
Cuma kan.. ya artinya seng seintens kaya dolo beta
drop. Tapi adalah. Keluarga tu tetap ada bantu
(P4.156-160).
-
39
(Tidak. Kalau hanya untuk ambil obat, mereka
percaya saya. Intinya percaya saya saja. Kalau
bantuan dari keluarga, tentu keluarga membantu.
Biaya pengobatan dari TB dampai sekarang ambil
obat setiap bulan hanya 25 ribu mereka tetap ada saja
memberikan bantuan. Hanya saja tidak sintens
seperti dulu saat saya lemah. Tetapi ada keluarga
tetap membantu)
4.2.3. Dukungan informasional dan emosional keluarga dalam
mempertahankan kepatuhan minum obat pasien
Dukungan informasional dapat diberikan dalam
bentuk nasehat, saran bahkan solusi dari masalah. Seluruh
partisipan mendapatkan saran ataupun nasehat yang
seragam dari pihak keluarga untuk tetap mengikuti
pengobatan secara teratur.
R1: “Kalo saran sih paling tuh patuh dengan obat,
seng boleh putus-putus minum obat, dengan rajin
kontrol.. cek misalnya cek kesehatan kuh kaya katong
karna katong minum obat teratur eh minum obat
setiap hari, jadi yang katong musti rajin kontrol tuh
LAB” (P1.146-150).
(Kalau saran itu patuh dengan obat, tidak outus
minum dengan rajin kontrol.. mengecek kesehatan
karena minum obat setiap hari jadi harus rajin kontrol
LAB)
R3: “Jadi antua bilang ikut perkembangan saja.
Dimana suster bilang, dimana dokter bilang, antua
-
40
bilang ikut begitu saja maksudnya kaya macam ikut
arahan dokter saja.”(P3.72-74). “Mama Cuma kasi
saran, untuk minum obat teratur, jaga jang sampe
drop.” (P3.97-98).
(Jadi beliau bilang ikuti perkembangan apapun yang
diarahkan suster dan dokter. Mama hanya
memberikan saran untuk minum obat teratur jaga
jangan sampai drop)
P4: “Nasehat sih kaya, sudahlah memang balom
ada obat par kasi sembuh tapi dengan ada obat par
setidaknya par tolonglah. Ya kalo bisa sih minum yang
batul. Tapi memang dong percaya beta soal minum-
minum obat nih. Dengan yang tadi pertama beta
bilang tuh keluarga bilang bahwa, ini ujian. Ujian..
cobaan buat katong supaya katong juga bisa
introspeksi diri. Bisa melindungi katong pung diri..”
(P4.197-203).
(Nasehat seperti, memang belum ada obat untuk
menyembuhkan tetapi ada obat untuk tolong
setidaknya. Ya kalau bisa minum dengan benar. Tapi
memang mereka percaya saya mengenai minum
obat. Dengan yang sudah saya bilang bahwa
keluarga melihat ini sebagai ujian untuk introspeksi
diri. Bisa melindungi diri kami)
P5: “Istri saya biasa kita berdua ngobrol-ngobrol,
dia yang paling menguatkan. Gak usah banyak
pikiran, kita sudah ada nona ini jadi harus.. nda usah
mikir yang berat-berat. Itu dia sering bicara” (P5.95-
98).
-
41
Dalam dukungan informasional yang diberikan
keluarga, salah satu partisipan mengungkapkan adanya
upaya keluarga yang melakukan pendekatan dengan salah
satu ODHA yang diketahui keluarga.
P2: “kebetulan itu, Sdri. E kan di LSM to, jadi
katong deng Sdri. E.. ada teman sebaya begitu par
datang untuk liat katong to.. rekan-rekan kaya katong
begini. Jadi dong pendekatan deng Sdri. E lalu Sdri.
E datang cari katong di rumah.” (P2.66-69). “Kalo
keluarga, sarannya Cuma pengobatan saja.. seng
ada macam diskriminasi.. seng. Kalo dari beta pihak
keluarga, seng.”(P2.71-72)
(kebetulan ada teman di LSM jadi ada teman sebaya
rekan-rekan seperti kami untuk melihat kami. Jadi
mereka pendekatan dengan Sdri. E kemudian Sdri. E
datang ke rumah. Kalau saran dari keluarga hanya
pengobatan saja. Tidak ada diskriminasi dari pihak
keluarga)
Setiap partisipan pada penelitian ini mendapatkan
bentuk dukungan emosional yang cukup beragam.
Beberapa partisipan menceritakan adanya kasih sayang
dalam keluarga, nasehat dan sikap keluarga yang tidak
membeda-bedakan setelah mengetahui status partisipan
sebagai ODHA serta dukungan spiritual membuat partisipan
nyaman.
-
42
P1: “Dukungan dari beta keluarga yang bikin beta
nyaman mungkin, kasih sayang. Seng ada
diskriminasi terus dukungan kasih sayang kemudian
dong memberikan beta kebebasan untuk bisa apa
orang bilang yang namanya orang tua tuh pengen
anaknya tuh sukses dalam orang bilang karir”
(P1.157-161).
(Dukungan dari keluarga yang membuat saya
nyaman mungkin kasih sayang. Tidak ada
diskriminasi dan mereka memberikan saya
kebebasan untuk bisa sukses dalam karir)
P2: “segala sesuatu bisa katong terbuka deng
dong. Deng dong jua tahu katong pung kehidupan to.
Dong mendukung katong dalam segala hal. Dalam
pengobatan, dalam katong punya makan hari-hari,
katong pung kehidupan hari-hari, terutama juga
dukungan spiritual, doa..” (P2.79-83).
(Segala sesuatu kami bisa terbuka dengan mereka.
Mereka tahu kehidupan kami. Mereka mendukung
kami dalam segala hal. Dalam pengobatan, makanan
sehari-hari, kehidupan sehari-hari, terutama spritual
dan doa )
P3: “yang bikin beta nyaman tuh karna dong
selalu kasi beta nasehat.. kaya macam masukan-
masukan par beta pung kesehatan ataupun
maksudnya sering-sering bicara deng beta.. seng..
maksudnya beta seng rasa minder karna dalam
keluarga seng ada yang menjauhkan dan seng ada
yang menjauhi beta to..” (P3.121-125).
-
43
(yang membuat saya nyaman itu karena mereka
selalu memberi nasehat. Seperti masukan-masukan
untuk kesehatan saya atau pun sering berbicara
dengan saya. Saya tidak merasa minder karena
dalam keluarga tidak ada yang menjauhi)
P4: “ya macam tadi tu, dong seng bedakan beta
dari beta masih ketahuan TB sampe su positif HIV,
diskriminasi gitu, seng. mungkin karna hidup
kekeluargaan yang tinggi kan. Hidup kekeluargaan
masih kental.” (P4.216-219).”Beta nih kan anak yang
tua. Jadi dalam struktural keluarga tuh beta seng ada
kurang sedikitpun apa masalah kewenangan
bagitu”(P4.352-354).
(ya seperti tadi itu, mereka tidak membedakan saya
dari saya masih ketahuan TB sampai sudah positif
HIV, tidak ada diskriminasi. Mingkin karena hidup
kekeluargaan yang tinggi. Saya anak sulung. Jadi
kewenangan dalam struktural keluarga tidak
berkurang sedikitpun)
P5: “mereka mendukung pengobatan ini tapi takut
sepertinya dengan penyakit ini. gitu loh. Jadi
mungkin.. apa.. mau salaman gitu, kita liat mereka
dekat-dekat aja tuh masih.. bahkan ada kakak yang
tua, punya anak, dia punya cucu-cucu dia larang main
ke sini “(P5.149-152). “Ya kalo dari istri, ya dia cukup
membantu skali. Karna dia yang mengurus
semuanya. Kalo dengan saya itu, ya seperti tadi saya
bilang dia memang sering-sering ngobrol. Dia istri
yang paling menguatkan saya”.(P5.157-161).
-
44
4.2.4. Ketersediaan stok obat ARVdan akses pelayanan
kesehatan
Mengenai pelayanan kesehatan, seluruh partisipan
menceritakan hal yang sama terkait dengan ketersediaan
stok obat ARV yang sempat kosong namun mampu diatasi
oleh pihak rumah sakit dengan cara mengecer obat.
P1: “Kalo terlambat ambil obat memang.. pasti
ada, sering. Sering maksudnya.. pertama itu, eem..
bukan berarti beta putus obat. Tapi karena memang
beta stok obat masih ada dirumah” (P1.242-244).
“Biasa dari rumah sakit tuh dong ambil kebijakan,
untuk ee.. mengecar. Mengecer obat.” (R1.273-274).
(kalau terlambat ambil obat memang pasti ada sering.
Sering maksudnya pertama itu bukan berarti saya
putus obat. Tapi karena memang stok obat saya
masih ada di rumah. Biasanya dari rumah sakit
mengambil kebijakan untuk mengecer obat.)
P2: “..kadang kala jua kalo ada obat yang
pengiriman dari sana terlambat, katong masih dapat
satu botol untuk satu bulan. Tapi kalo benar-benar
terlambat tuh berarti 1 botol dibagi-bagi. Tapi seng
putus sampe sekarang” (P2.100-104).
(Kadang jika ada keterlambatan pengiriman obat,
kami masih dapat satu botol untuk satu bulan. Tapi
kalo benar-benar terlambat berarti 1 botol dibagi-bagi.
Tapi tidaki putus sampai sekarang)
-
45
P3: “Stok obat kan dalam tahun kemarin kan
sempat kosong. Ya tahun kemarin ada.. tahun ini ada.
Tapi kan dari petugas rumah sakit kan.. tepi seng
sampe putus. Kan biar cicil tapi dapat minum. Seng
putus. Memang rumah sakit memang punya
pengiriman dari pusat ke sini kan ada sempat lambat.
Tapi petugas klinik mengatasi dengan cara mengecer
obat to biar samua pasien dapat. Jadi seng ada yang
putus.” (P3.164-170).
(stok obat dalam tahun kemarin sempat kosong. Ya
tahun kemarin ada, tahun ini ada. Tapi petugas klinik
mengatasi dengan cara mengecer obat agar semua
pasien bisa mendapat obat. Jadi tidak ada yang
putus)
P4: “stok obat sempat kosong tahun lalu” (P4.292).
”Bukan kosong sama skali. Ada tapi diencer. Diencer
sedikit.. maksudnya kaya 1 bulan mustinya kasi 1
bulan, jadinya 2 minggu begitu. Untuk antisipasi saja
to. Nanti kalo kemudian sampe 2 minggu, nanti kalo
kemudian sampe 2 minggu su mau abis ini dikasi 1
minggu lai dolo. Sambil tunggu-tunggu.. karna banyak
kali pemakaiannya sama to”(P4.296-302)
P5: “Dulu pernah kosong di RSU. Ia.. kita cari obat
di teman-teman sampe Jakarta. Kalo kirim dari sana
ke sini.. hahaa.. jadi kita takut putus obatnya” (P5.215-
217) “Dari RSU juga yang sisa sedikit-sedikit yang di
simpan untuk mendesak, dikasi. Datang tuh dapat 2
butir.. hahaa.. kadang-kadang tuh semakin menipis,
trus datang ada.. bisa kasi satu bitur, buat satu
hari.”(P5.221-224).
-
46
Secara keseluruhan partisipan dalam penelitian ini
bertempat tinggal di kota Ambon. Oleh karena itu,
pelayanan kesehatan yang di berikan masih bisa di jangkau
dari segi jarak serta biaya yang harus di keluarkan setiap
kali pengambilan obat.
P1: “Seng ada masalah to. karna Ambon kan kecil
jadi. kalo naik angkot lumayan pengeluarannya karna
2 kali naik. Pengambilan 1 bulan, per orang itu katong
mengeluarkan biaya 25 ribu. Cuma karna kebetulan
beta pung suami su mengakses BPJS, jadi setiap
bulan katong minta rujukan di dokter yang BPJS. Jadi
ambil obat gratis”(P1.299-304).
P2: “Seng jauh juga sih.. su biasa. Memang nai
angkot dua kali tapi paling Cuma transport pulang
bale, hitung 20 ribu.. tambah deng uang ambil obat 25
ribu ya tarulah 50 ribu 1 bulan. Seng begitu
memberatkan sih” (P2.172-175).
P3: “Jarak lumayan jauh.” (P3.145). “Tapi
maksudnya perjalanannya kan agak lama tuh. Tapi
maksudnya seng bosan sih karna su biasa setiap
bulan pulang bale.” (P3.147-149)
P4: “Mudah.. masih..karna maksunya kan masih
tinggal dalam kota Ambon kan. Dan akses obat tuh
kan hanya 1 pintu saja di Ambon.” (P4.229-230).
P5: “Ya.. Tidak begitu jauh dari sini RSU dan cukup
murah lah. 25 ribu sebulan cukup murah.” (P5.207-
208).
-
47
4.2.5. Kualitas layanan kesehatan yang di berikan
Dalam ungkapan mengenai pelayanan kesehatan di
klinik VCT-CST tempat para partisipan mengambil obat
ARV partisipan menceritakan pelayanan yang diberikan.
Beberapa partisipan mengungkapkan sikap perawat di
klinik yang ramah dan terbuka dalam berkomunikasi
dengan responden.
P3: “susternya bagus.. maksudnya katong tanya,
katong rasakan apa, katong bicara, katong tanya
tetap antua menjawab. Jadi antua memberikan
masukan ataupun apa yang katong tanyakan antua
tetap menjawab.. maksudnya bicara dengan enak,
nyambung lai gitu.” (P3.134-138).
P5: “Ya.. biasa-biasa saja. Paling datang ambil
obat, gitu.. kalo kemarin kan baru cek up sekali suster
Y suruh to. Cek up ambil darah untuk cek up
semuanya. Dan hasilnya bagus sih. Mereka sangat
ramah ya. Apalagi suster Y tuh ramah skali jadi kita
gak canggung.” (P5.224-228).
Partisipan lain menceritakan keterlambatan
pengambilan obat dari partisipan yang tidak begitu
ditanggapi oleh perawat di klinik. Selain itu pengobatan di
atas satu tahun yang sudah tidak diingatkan lagi dan di
awasi untuk patuh minum obat.
-
48
P1: “Ya seperti biasa kaya misalakan kan kalo
katong ambil obat tuh kan ada kartu obat tuh.. jadi
tanggal bale harus sesuai deng tanggal bale. Kalo
katong terlambat, misalkan 3 hari atau 4 hari nanti
ditanya kenapa terlambat. Katong harus memberikan
alasan to. Cuma itu dari pihak medis maksudnya
suster.. tapi kalo misalkan yang seng datang ambel
kadang-kadang ya itu dong seng ada tanggapan balik
untuk respon untuk telpon macam dong pung niat
untuk dong telepon gitu ke pasien. Jadi orang bilang
kaya ada pembiaran” (P1.196-204)
P2: “Pelayanan di klinik.. di Rumah sakit..katong
kan tiap bulan ambil obat, pelayanan bagus,
pengobatan tetap sampe skarang katong masih
ambel. Suster-suster semua baik. (P2.98-
100).“Kamuka yang awal-awal tu sa dong kasi ingat
par minum obat musti. Deng paleng kalo beta
terlambat datang 1, 2 hari begitu kan dapa tanya
to”(P2.107-109)
RP: “Ya begitulah.. datang kasi obat la
sudah”(P4.253). “Biasa pengobat baru. Kalo baru-
baru begitu kan masih ada. Masih harus diawasi kan.
Tapi kalo su pengobatan di atas 1 tahun akang
tindakan Cuma ambil obat saja.”(P4.256-259)
4.3. Pembahasan
Dalam pembahasan ini peneliti akan mendiskusikan
tetang tema yang telah didapatkan dari hasil wawancara
berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Intepretasi hasil
-
49
penelitian dilakukan dengan cara membandingkan pada
penelitian sebelumnya.
1. Tanggung jawab dalam keluarga sebagai motivasi
kepatuhan minum obat
Penelitian ini menemukan bahwa adanya rasa
tanggung jawab partisipan terhadap keluarga merupakan
alasan utama bagi partisipan untuk dapat bertahan hidup
dan tidak ingin sakit. Interaksi yang terjalin antara
partisipan dengan pihak anggota keluarga yang telah
mengetahui status partisipan sebagai ODHA mampu
mendorong partisipan untuk patuh dalam menjalani terapi
melalui peran keluarga sebagai pengawas minum obat.
Hal serupa juga pernah dikemukakan Yuniar dan
Lestari (2014) dalam hasil penelitiannya bahwa faktor
yang mendukung ODHA dalam minum obat ARV adalah
faktor keluarga, teman selain itu faktor internal dalam diri
ODHA seperti motivasi diri untuk tetap hidup dan
melakukan aktifitas yang baik.Dalam membahas motivasi
sebagai salah satu faktor kepatuhan, persepsi seseorang
turut memegang peranan penting sebelum melaksanakan
atau memilih suatu tindakan atau pekerjaan. Dalam hal ini
keberadaan pasien ditengah keluarga dengan peran serta
-
50
tanggung jawabnya tentu dapat membantu untuk
membentuk persepsi pasien. Hal tersebut yang akan
memunculkan alasan dari sikap kepatuhan pasien sebagai
motivasi.
2. Penerimaan dan peran keluarga sebagai Pengawas
Minum Obat (PMO)
Pada penelitian ini, status para partisipan sebagai
orang dengan HIV/AIDS dapat diterima oleh pihak
keluarga. Keluarga yang mengetahui status tersebut
bahkan turut serta berperan sebagai pengawas minum
obat bagi responden. Dalam penelitiannya Payuk, Arsin &
Abdullah (2012) mengungkapkan bahwa ODHA yang
memiliki kualitas hidup yang baik, berbanding terbalik
dengan ODHA yang mendapatkan dukungan yang kurang.
Dukungan keluarga (orangtua, suami, istri, anak atau
saudara) dapat meningkatkan kepatuhan minum obat ARV
bagi ODHA. Keluarga dalam hal ini bisa berfungsi menjadi
pengawas minum obat. Dukungan dari teman melalui sms
dan telepon untuk mengingatkan jadwal minum obat
memberikan pengaruh dalam meningkatkan kepatuhan
minum obat (Yuniar, 2013).
Dalam pembahasan diatas dapat terlihat betapa
pentingnya keterlibatan keluarga bagi pasien dalam
-
51
menjalani terapi antiretroviral ini. Oleh sebab itu penilaian
pihak keluarga mengenai status pasien dengan HIV/AIDS
turut memberikan pengaruh selama pengobatan.
Keluarga yang mengetahui dan menerima anggota
keluarganya dengan status HIV/AIDS dapat dilibatkan oleh
pihak petugas kesehatan di klinik sebagai pengawas
minum obat. Hal tersebut dibutuhkan terkait dengan
tingkat kepatuhan yang tinggi untuk mencegah resistensi.
3. Dukungan informasional dan emosional keluarga
dalam mempertahankan kepatuhan minum obat
pasien
Hasil penelitian menunjukan bentuk dukungan
informasional yang didapat partisipanberupa nasehat atau
saran dari keluarga sedangkan dukungan emosional yang
ada tergambar dalam keadaan keluarga yang tidak
mendiskriminasi serta adanya kasih saying dari keluarga
yang membuat partisipan merasa nyaman. Hal yang sama
pernah ditemukan pada penelitian Chakrapani,
velayudham & Shunmugam (2014) di India Selatan yang
mengungkapkan bahwa kurangnya dukungan keluarga
dan ketakutan didiskriminasi merupakan hambatan
terhadap pengobatan antiretrovial.
-
52
Terkait dengan pembahasan di atas dapat dilihat
bahwa proses pengobatan yang harus berlangsung
seumur hidup ini tidak menutup kemungkinan bahwa di
dalamnnya pasien mengalami kejenuhan. Dukungan
informasional dan emosional sebagai bagian dari bentuk
dukungan keluarga diharapkan dapat membantu
mempertahankan kepatuhan minum obat.
4. Ketersediaan stok obat ARVdan akses pelayanan
kesehatan
Ketersediaan obat ARV dari rumah sakit yang
menyediakan sangat penting mengingat kebutuhan ODHA
yang harus mengkonsumsi obat tersebut setiap hari.
Dalam penelitian ini para partisipan mengaku sempat
diberikan obat dengan jumlah yang lebih sedikit dari
biasanya akibat kekurangan stok obat diklinik.Meskipun
demikian akses menuju kIinik tidak menjadi hambatan
untuk partisipan kembali mengambil obat. Hal ini dukung
dengan hasil penelitian Senkonago, Guwatudde, Breda &
Khoshnood (2011) di Uganda yang menemukan bahwa
salah satu alasan ketidakpatuhan terapi ARV disebabkan
pasien kehabisan obat dan tidak ada transportasi ke klinik
untuk mengambil obat lagi.
-
53
Seperti telah diuangkapkan Senkonagi dkk (2011)
pada penelitian diatas yang mendukung hasil penelitian
ini, peneliti juga menyimpulkan bahwa ketersediaan obat
dan akses ke klinik tempat mengambil obat turut
berpengaruh dalam kepatuhan terapi. Hal ini mengingat
obat ARV yang hanya dapat di akses hanya melalui rumah
sakit umum Dr. Haulussy Ambon untuk provinsi Maluku,
banyaknya pasien yang mengikuti pengobatan dan obat
yang harus diminum setiap harinya serta jarak tempuh dan
biaya yang di keluarkan dapat menjadi penghambat bagi
pasien yang memiliki keterbatasan waktu dan keadaan
ekonomi.
5. Kualitas layanan kesehatan yang di berikan
Dalam penyelengaraan layanan kesehatan,
kepuasan layanan merupakan hal yang perlu di perhatikan
karena cukup berpengaruh dalam kepatuhan minum
obat.Penelitian ini menemukan bahwa dalam
penyelengaraan layanan kesehatan yang di berikan
diklinik partisipan dilayani dengan ramah dan komunikasi
yang baik membuat partisipan measa nyaman. Hal
tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Broaddus, Hanna, Schuman & Meier (2015)
menunjukan adanya hubungan baik antara pasien dan
-
54
petugas kesehatan dalam menanggapi stigma tentang HIV
yang beredar dapat membantu pasien untuk tetap
mengikuti pengobatan.
Hasil tema mengenai kualitas layanan kesehatan ini
dapat disimpulkan peneliti bahwa komunikasi yang baik
dengan pihak yang berwenang (perawat, konselor dan
dokter) di klinik pada setiap kunjungan dapat membantu
mempertahankan kepatuhan minum obat pada pasien.
4.4. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini adalah hanya membahas
mengenai tiga faktor kepatuhanyaitu motivasi, dukungan
keluarga dan pelayanan kesehatanberdasarkan teori
kepatuhan Neven (2012) sehingga peneliti dalam area
penelitian ini diharapkanmengangkat landasan teori yang
berbeda agar fakor kepatuhan yang diteliti lebih bervariasi.